Bab 2 Ars Nusantara
Bab 2 Ars Nusantara
PEMBAHASAN
Pola penampilan masjid sangat dipengaruhi oleh lingkungan, daerah, serta adat
istiadat kebiasaan. Penampilan bangunan merupakan hal yang bersifat tambahan,
yaitu disaat Islam telah berkembang sedemikian majunya. Pada pokoknya tujuan
utama masjid sejak asal mula terjadi sampai bentuk yang lebih mewah tetap tak
berubah, yakni berupa bangunan yang diperlukan untuk melaksanakan ajaran agama
Islam secara keseluruhan.
2.2. Peninggalan Sejarah Bercorak Islam di Indonesia
Disaat Islam masuk, pola tradisional daerah telah berbaur dengan unsur-unsur
Hindu yang kemudian menjadi landasan bagi perkembangan pengaruh Islam. Pola
lama itu tetap bertahan dan setelah mengalami perbauran kembali dengan unsur-
unsur Islam kemudian berkembang terus dengan suburnya. Jadi pada hakikatnya
kebiasaan yang baru itu merupakan penerus dari kebiasaan lama yang disesuaikan
dengan tuntutan kegunaannya.
Agama Islam tidak membawa kebudayaan yang asli, sehingga agama tersebut
banyak mewarisi kebudayaan yang telah ada sebelumnya. Jadi boleh dikatakan
bahwa Islam tidak menciptakan bentuk-bentuk baru dalam arsitektur Indonesia.
Masjidnya memiliki denah persegi empat atau persegi panjang dengan penonjolan
atau mihrab, hal ini karena pengaruh pendopo. Oleh karena itu, masjid yang muncul
banyak beratap tradisional dan tidak memakai kubah.
Kekayaan arsitektur tradisional bangsa Indonesia cukup sebagai landasan utama,
seperti halnya bentuk-bentuk bangunan masjid pada saat asal mula didirikannya
dinegara kita, dimana wujud-wujud arsitektur daerah seperti atap berundak dan
sebagainya ternyata dapat melayani arah pembangunan sarana keagamaan tersebut.
Dengan bertambahnya pengetahuan dalam bidang teknik arsitektur, dapat menambah
kekayaan penampilan sarana keagamaan masjid, sehingga para perencana dapat
membaca berbagai fungsi yang menerap padanya. Dengan demikian, maka
tercapailah harapan kegunaan masjid sebagai pusat segala kegiatan yang berpangkal
dari ajaran agama Islam.
Tataruang spatial dan bentuk fisik arsitektur tradisional selalu mengacu pada
aspek-aspek fisik seperti adat, kepercayaan, agama;dan berpaling pada komponen
alami seperti gunung dan laut, flora dan fauna. Karya arsitektur tradisional lazimnya
merupakan gambar duniawi dari citra Surgawi. Atau dilihat sebagai anak alam yang
muncul dari organisasi dari ibu bumi dan bapak langit
Karena pengaruh agama Hindu yang lebih dulu di Indonesia khususnya di Jawa,
maka corak candi mulai menerap pada bangunan masjid. Ruang masjid di Jawa
dibentuk pendopo, atapnya susun seperti pagoda:gapura yang berbentuk Candi
Bentar, ukiran-ukiran gaya Hindu-Jawa:menara berbentuk candi. Semua unsur
bangunan tersebut diatas menunjukkan penerapan tradisi Hindu-Indonesia didalam
bentuknya yang baru, dalam masyarakat yang sedang mengadopsi kebudayaan
Islam. Contoh yang terkenal umpamanya adalah menara masjid Kudus, kompleks
masjid Sendang Sewu (di Pacitan kabupaten Lamongan), masjid Panjunan di
Cirebon, masjid Mantingan di Jepara, masjid Agung Banten. Semua masjid-masjid
tersebut dibangun dalam pertengahan abad ke-XVI dan abad ke XVII. Dari segi seni
dekoratif, masjid-masjid tersebut diatas mempunyai masing-masing kekhasannya
sendiri. Masjid Sendang Duwur dan Mantingan sangat menyolok unsur dekoratifnya
yang masih jelas Hindu-Jawa. Ada kala-marga, pohon hidup, garuda.