Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Perkembangan Arsitektur Islam di Nusantara

Islam datang dan menerapkan ajaran dan pengaruhnya secara perlahan-lahan


melalui dakwah-dakwah tentang keimanan, serta menerapkan unsur-unsur kebutuhan
pelaksanaan ajaran agama Islam sebagai tempat bersujud kepada Tuhan Yang Maha
Esa berupa masjid secara berbaur dengan bentuk-bentuk lama dari penggunaan yang
sudah ada.
Salah satu aspek kebudayaan yang sangat erat kaitannya dengan peri kehidupan
bangsa Indonesia adalah arsitektur. Arsitektur adalah salah satu segi dari kebudayaan
yang menyentuh segi kemanusiaan secara langsung, yang dengan sendirinya
mengandung faktor pelaksanaan kehidupan manusia. Arsitektur sangat erat kaitannya
dengan aktivitas kehidupan manusia, baik berupa aktivitas jasmaniah, maupun
aktivitas rohaniahnya. Antara lain sangat erat kaitannya dengan seni sebagai
perwujudan aktivitas rohanian dari kehidupan manusia. Bersama-sama dengan seni
rupa, seni suara, seni sastra, seni pahat, seni ukir, serta lain-lainnya. Arsitektur Islam
dapat dilihat secara tersendiri yang nyata kehadirannya dalam sejarah, sebagai
bagian yang terpenting dari sejarah kehidupan umat Islam. Pembatasan ini berkisar
pada pembicaraan masalah-masalah yang bersifat teknis semata, serta sifat-sifat fisik
arsitektur saja tanpa menyinggung masalah-masalah falsafah secara mendalam.

Penampilan arsitektur Islam secara fisik, ternyata sangat menarik perhatian,


sebab muncul bentuk bangunan yang dihasilkan oleh penganut Islam. Bangunan
tersebut bertujuan sebagai ungkapan tertinggi dari nilai-nilai luhur suatu kehidupan
manusia yang juga melaksanakan ajaran syariat Islam.

Pola penampilan masjid sangat dipengaruhi oleh lingkungan, daerah, serta adat
istiadat kebiasaan. Penampilan bangunan merupakan hal yang bersifat tambahan,
yaitu disaat Islam telah berkembang sedemikian majunya. Pada pokoknya tujuan
utama masjid sejak asal mula terjadi sampai bentuk yang lebih mewah tetap tak
berubah, yakni berupa bangunan yang diperlukan untuk melaksanakan ajaran agama
Islam secara keseluruhan.
2.2. Peninggalan Sejarah Bercorak Islam di Indonesia

Peninggalan-peninggalan sejarah yang bercorak islam di Indonesia, antara lain,


seni bangunan, seni pahat dan seni ukir, seni sastra, seni pertunjukan serta tradisi dan
upacara.
1. Seni Bangunan, Seni Pahat, dan Seni Ukir
Untuk peninggalan sejarah Islam dari seni bangunan, seni pahat dan seni
ukir yang sampai sekarang diabadikan sebagai hasil budaya Islam adalah
masjid, keraton, makam, dan kaligrafi.
a. Masjid
Masjid bermakna tempat sujud, yakni tempat orang yang melakukan salat
menurut agarn Islam. Masjid adalah bangunan suci tempat umat muslim
beribadah atau melakukan salat.
Berikut beberapa hal yang menarik dan menjadi corak khas dari bangunan
masjid-masjid kuno di Indonesia.
1) Masjid mempunyai denah bujur sangkar.
2) Pada sisi barat terdapat bangunan yang menonjol untuk mihrab.
3) Di kedua sisi masjid kadangkala ada serambi di atas fondasi yang agak
tinggi.
4) Atap masjid kebanyakan berapat tumpang (atap yang tersusun, semakin
ke atas semakin kecil, dan yang paling atas berbentuk limas).
5) Halaman masjid dikelilingi pagar tembok dengan satu atau dua pintu
gerbang.
6) Di dalam masjid terdapat barisan tiang yang mengelilingi empat tiang
induk yang di sebut saka guru.
7) Di kiri atau kanan masjid terdapat menara sebagai tempat menyerukan
panggilan salat.
8) Letak masjid tepat di tengah-tengah kota atau dekat dengan istana.
9) Di sekitar masjid (kecuali bagian barat) biasanya terdapat tanah lapang
(alun-alun).
Berikut beberapa masjid peninggalan sejarah Islam, yaitu sebagai berikut.
1) Masjid Demak di daerah Kadilangu, Demak, Jawa Tengah. Masjid
Demak di bangun pada masa pemerintahan Raden Patah dengan bantuan wali sanga,
yaitu Sunan Ampel dan Sunan Kalijaga. Keunikan masjid Demak terletak pada salah
satu tiang utamanya yang terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang di sebut saka
tatal.
2) Masjid Kudus di daerah Kudus, Jawa Tengah. Arsitektur menara masjid
masih memiliki kemiripan dengan corak dengan arsitektur candi Hindu. Sunan
Kudus ikut serta dalam pembangunan Masjid Kudus.
3) Masjid Banten di Serang, Banten. Arsitektur ini memiliki kemiripan
dengan arsitektur bangunan Eropa. Hal ini disebabkan karena menara Masjid Banten
dibangun oleh arsitek berkebangsaan Belanda, Cardel.
4) Masjid Cirebon di Cirebon. Masjid ini memiliki atap bertingkat (dua
tingkat). Masjid Cirebon didirikan pada abad ke-16 M, pada waktu Kerajaan Cirebon
berkuasa.
b. Keraton
Keraton adalah tempat untuk melakukan kegiatan-kegiatan pentinga yang
menyangkut urusan kerajaan. Di keraton, sultan beserta keluarganya tinggal. Keraton
dibangun sebagai lambang pusat kekuasaan pemerintahan.
Pada umumnya, keraton-keraton dibangun mengarah ke utara atau agak
mengarah ke utara. Bangunan utama keraton biasanya dikelilingi pagar tembok,
parir, atau sungai kecil buatan.
Halaman keraton di bagi menjadi ke dalam tiga bagian. Bagian yang paling
belakang amat disakralkan dan tidak boleh sembarang orang memasukinya. Di depan
keraton terdapat lapangan luas yang disebut alun-alun. Biasanya di tengah alun-alun
ditanam pohon beringin sebagai lambang pengayoman sultan terhadap rakyatnya.
Peninggalan sejarah berupa keraton sebagai berikut.
1) Karaton Cirebon, didirikan oleh Syarif Hidayatullah pada tahun 1636.
Letaknya di kota Cirebon sekarang.
2) Istana Raja Gowa, terdapat di Sulawesi Selatan. Istana kerajaan Islam ini
sampai sekarang masih bisa kita saksikan.
3) Istan Keraton Surakarta. Kerajaan Surakarta terbentuk berdasarkan
Perjanjian Giyanti pada tahun 1755.
4) Keraton Jogjakarta. Pada mulanya Kerajaan Jogjakarta merupakan
wilayah Kerajaan Mataram. Kemudian berdasarkan Perjanjian Giyanti tahun 1755
didirikan Kerajaan Jogjakarta dengan rajanya yang pertama Hamengku Buwono I.
5) Istana Mangkunegaran, merupakan bangunan kerajaan yang terbentuk
berdasarkan Perjanjian Salatiga tahun 1767.
c. Makam
Makam merupakan tempat kediaman terakhir seseorang yang telah meninggal.
Setelah diadakan upacara jenazah pada hari ke-100, biasanya bangunan makam
terlihat lengkap dan dibuat secara permanen, terutama makam raja atau kalangan
bangsawan. Makam kuno bercorak Islam terdiri dari jirat (kijing), nisan, cungkub.
1) Jirat atau kijing adalah bangunan yang dibuat dari batu atau tembokan
yang berbentuk persegi panjang dengan arah lintang utara-selatan.
2) Nisan adalah tongkak pendek dari batu yang ditanam di atas gundukan
tanah sebagai tanpa kubur yang biasanya dipasang di ujung utara dan selatan jirat.
3) Cungkub adalah bangunan mirip rumah yang berada di atas jirat.
Contoh makam kuno bercorak Islam adalam makam Fatimah binti Maimun dan
makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, serta makam Sultan Malik as-Saleh di
Pasai, Aceh.
Peninggalan makam-makam tertua di Indonesia dibagi kedalam dua kelompok,
yaitu sebagai berikut.
1) Makam-makam asing yang nisan dan jiratnya berasal dari luar negeri.
2) Makam asli Indonesia, yaitu makam yang dibuat oleh orang Indonesia
sendiri. Makam ini jumlahnya sangat banyak, seperti Troloyo (Mojokerto, Jawa
Timur).
d. Kaligrafi
Seni kaligrafi mulai berkembang pada abad ke-16. Kaligrafi adalah suatu karya
seni rupa (melukis atau mengukir) indah berupa huruf-huruf Arab tentang ayat-ayat
sucu Al-Quran. Kaligrafi ini dirangkai sedemikian rupa hingga menyerupai bentuk-
bentuk tertentu (misalnya masjid, bunga, atau lainnya). Kaligrafi dapat dibuat pada
berbagai media, seperti kayu, kertas, batu, bambu, plastik, dan kanvas.
Contoh kaligrafi, antara lain, kaligrafi pada nisan, kaligrafi bentuk wayang dari
Cirebon, dan kaligrafi bentuk hiasan.
2. Seni Sastra
Di Indonesia, peninggalan karya sastra dibagi dalam empak kelompok sebagai
berikut.
a. Hikayat adalah karya sastra berupa cerita atau dongeng yang dibuat
sebagai wahana pelipur lara atau pembangkit semangat juang. Contoh hikayat: Hang
Tuah, hikayat Amir Hamzah, dan hikayat Raja-Raja Pasai. Hikayat Raja-Raja Pasai
dibuat sekitar abad ke-15 M. Isinya mengenai riwayat raja-raya yang pernah
memerintah Samudera Pasai.
b. Babad adalah cerita berlatar belakang sejarah yang biasanya lebih berupa
cerita semata daripada uraian sejarah yang disertai bukti-bukti atau fakta. Contoh
babad Tanah Jawi, babad Giyanti, dan babad Cirebon. Babad Tanah Jawi isinya
menceritakan tentang kerajaan-kerajaan di Jawa sejak kerajaan Hindu-Buddha
sampai kerajaan-kerajaan Islam, sedangkan babad Cirebon berisi tentang daftar
sejarah Cirebon.
c. Syair adalah puisi lama yang tiap-tiap baitnya terdiri dari empat baris
yang berakhir dengan bunyi yang sama. Contoh syair Abdul Muluk dan Gurindam
Dua Belas.
1) Syair Abdul Muluk Syair Abdul Muluk menceritakan bahwa Raja Abdul
Muluk mempunyai dua istri, yaitu Siti Rahmah dan Siti Rafiah. Pada waktu Kerajaan
Barbar diserang oleh Kerajaan Hindustan, Siti Rafiah dapat meloloskan diri.
Kemudian, berkat bantuan sahabatnya, ia dapat merebut kerajaanya kembali.
2) Guridam Dua Belas Guridam Dua Belas ditulis oleh Ali Haji yang berisi
nasehat bagi para pemimpin, pegawai, dan rakyat biasa menjadi terhormat dan
disegani oleh sesama manusia.
d. Suluk adalah kitab-kitab yang membetangkan soal-soal tasawuf.kitab
suluk merupakan karya sastra tertua peninggakan Kerajaan Islam di Nusantara.
Tasawuf sering dihubungkan dengan pengertian suluk yang artinya perjalanan.
Alasannya pasa sufi sering mengembara dari tempat satu ke tempat lainnya. Istilah
suluk di Indonesia oleh para ahli tasawuf dipakai dalam arti karangan prosa maupun
puisi. Istilah suluk kadang-kadang dihubungkan dengan tindakan zikir dan tirakat.
Berikut beberapa suluk yang terkenal.
1) Suluk Sukarsah, isinya mengisahkan tentang seseorang yang mencari
ilmu untuk mendapatkan kesempurnaan.
2) Suluk Wijil, isinya mengenai wejangan-wejangan Sunan Bolang kepada
wijil. Wijil adalah seorang yang kerdil bekas abdi raja Majapahit.
3) Suluk karya Hamzah Fansuri, yaitu Syair Perahu dan Syair Si Burung
Pingai. Dalam Syair Perahu, manusia diibaratkan perahu yang mengarungi lautan zat
Tuhan dengan menghadapi segala macam marabahaya yang hanya dapat dihadapi
oleh tauhid dan makrifat. Sedangkan dalam Syair Si Burung Pingai, jiwa manusia
disamakan dengan seekor burung, tetapi bukan burung ini atau itu, melainkan zat
Tuhan.
3. Seni Pertunjukan
a. Seni Tari
Di beberapa daerah ada beberapa jenis tarian yang berhubungan dengan
nyanyian atau bacaan tertentu berupa selawat atau bacaan brnapaskan Islam lainnya.
1) Permainan Debus
Permainan debus, yaitu permainan dimana pada puncak acara, para penari
menusukkan benda tajam ke tubuhnya, tanpa meninggalkan bekas luka. Tarian ini
diawali dengan pembacaan ayat-ayat dalam Al-Quran dan selawat nabi. Tarian ini
berkembang di Banten, Minangkabau, dan Aceh.
2) Seudati
Seudati, yaitu sebuah bentuk tarian dari Aceh. Seudati berasal dari kata syaidati
yang artinya permainan orang-orang besar. Seudati sering disebut saman yang
artinya delapan. Aslinya, tarian ini dimainkan oleh delapan orang penari. Para penari
menyanyikan lagu yang isinya, antara lain, selawat nabi.
b. Seni Gamelan
Pada waktu upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, dibunyikan
gamelan sekaten. Tujuan untuk mengumpulkan orang, dan setelah masyarakat
berkumpul, ceramah agama Islam disampaikan. Agar orang-orang lebih tertarik,
ditampilkan selingan berupa pertunjukkan tari dengan iringan gamelan. Upacara
sekaten dirayakan setiap bulan Maulud (Rabiul Awal) oleh kerajaan-kerajaan yang
telah masuk Islam. Sampai sekarang upacara semacam ini masih dilaksanakan,
seperti di Surakarta, Jogjakarta, dan Cirebon.
4. Tradisi dan Upacara
Upacara-upacara keagamaan sampai sekarang masih diselenggarakan adalah
peringatan hari-hari besar Islam, seperti Maulud Nabi, Idul fitri, dan Idul adha.
Dalam acara garebeg Maulud, didaerah tertentu biasanya disertai dengan
membersihkan benda-benda keramat, seperti keris.
Opacara garebeg sangat terkenal di lingkungan masyarakat Jawa, terutama Jawa
Tengah dengan Cirebon. Upacara garebeg pertama kali dilaksanakan di Kerajaan
Demak, kemudian berkembang sampai Kerajaan Mataram. Upacara itu serkarang
dilestarikan di Keraton Surakarta, Jogjakarta, dan Cirebon. Di Cirebon, upacara
mirip garebeg dinamakan Panjang Jimat. Panjang Jimat sendiri pasa dasarnya adalah
piring dan baki untuk menetapkan makanan yang dibagi-bagikan. Piring dan baki
tersebut hanya digunakan sekali dalam setahun.
Pada malam menjelang tanggal 12 Maulud, Panjang Jimat diarak dari keraton
menuju masjid dengan diiringi oleh sultan dan seluruh kerabat keraton. Pada
dasarnya, maksud dari upacara garebeg itu tidak lain sebagai bentuk syukur dari
sultan kepada Tuhan. Sultan mengadakan syukuran karena telah dipercaya untuk
memimpin rakyat. Hal ini jelas sesuai dengan ajaran Islam. Akan tetapi, dalam
prosesi upacara dan perlengkapan serta saji-sajiannya, tidak terlepas dari aspek
budaya sebelumnya, sedangkan doa-doanya menggunakan cara-cara Islam.
Peringatan Maulud di Jogjakarta diramaikan dengan bunyi gamelan sekaten dan
pertunjukan lain yang diadakan di alun-alun. Peringatan wafatnya Hasan-Husein
yang merupakan pengaruh Islam aliran syiah juga melaksanakan. Pada setiap tanggal
10 Muharam, penduduk membuat bubur sura yang berwarna putih-cokelat. Upacara
lainnya, yaitu Isra Mikraj dan Nisfu Syaban dengan acara dakwah, pengajian,
Alquran, dan ziarah untuk mendoakan arwah.
Upacara yang berkeitan dengan kehidupan yaitu, kelahiran, perkawinan, dan
kematian juga merupakan rutilitas kegiatan masyarakat Islam. Upacara tersebut
dipadukan dengan adat istiadat setempat. Seperti akad nikah dilakukan di masjid
untuk memenuhi syariah Islam, sedangkan upacara perkawinan dilakukan menurut
adat istiadat setempat.

2.3. Perkembangan Arsitektur Masjid Masa Peralihan Hindu-Islam di Jawa

Disaat Islam masuk, pola tradisional daerah telah berbaur dengan unsur-unsur
Hindu yang kemudian menjadi landasan bagi perkembangan pengaruh Islam. Pola
lama itu tetap bertahan dan setelah mengalami perbauran kembali dengan unsur-
unsur Islam kemudian berkembang terus dengan suburnya. Jadi pada hakikatnya
kebiasaan yang baru itu merupakan penerus dari kebiasaan lama yang disesuaikan
dengan tuntutan kegunaannya.
Agama Islam tidak membawa kebudayaan yang asli, sehingga agama tersebut
banyak mewarisi kebudayaan yang telah ada sebelumnya. Jadi boleh dikatakan
bahwa Islam tidak menciptakan bentuk-bentuk baru dalam arsitektur Indonesia.
Masjidnya memiliki denah persegi empat atau persegi panjang dengan penonjolan
atau mihrab, hal ini karena pengaruh pendopo. Oleh karena itu, masjid yang muncul
banyak beratap tradisional dan tidak memakai kubah.
Kekayaan arsitektur tradisional bangsa Indonesia cukup sebagai landasan utama,
seperti halnya bentuk-bentuk bangunan masjid pada saat asal mula didirikannya
dinegara kita, dimana wujud-wujud arsitektur daerah seperti atap berundak dan
sebagainya ternyata dapat melayani arah pembangunan sarana keagamaan tersebut.
Dengan bertambahnya pengetahuan dalam bidang teknik arsitektur, dapat menambah
kekayaan penampilan sarana keagamaan masjid, sehingga para perencana dapat
membaca berbagai fungsi yang menerap padanya. Dengan demikian, maka
tercapailah harapan kegunaan masjid sebagai pusat segala kegiatan yang berpangkal
dari ajaran agama Islam.
Tataruang spatial dan bentuk fisik arsitektur tradisional selalu mengacu pada
aspek-aspek fisik seperti adat, kepercayaan, agama;dan berpaling pada komponen
alami seperti gunung dan laut, flora dan fauna. Karya arsitektur tradisional lazimnya
merupakan gambar duniawi dari citra Surgawi. Atau dilihat sebagai anak alam yang
muncul dari organisasi dari ibu bumi dan bapak langit
Karena pengaruh agama Hindu yang lebih dulu di Indonesia khususnya di Jawa,
maka corak candi mulai menerap pada bangunan masjid. Ruang masjid di Jawa
dibentuk pendopo, atapnya susun seperti pagoda:gapura yang berbentuk Candi
Bentar, ukiran-ukiran gaya Hindu-Jawa:menara berbentuk candi. Semua unsur
bangunan tersebut diatas menunjukkan penerapan tradisi Hindu-Indonesia didalam
bentuknya yang baru, dalam masyarakat yang sedang mengadopsi kebudayaan
Islam. Contoh yang terkenal umpamanya adalah menara masjid Kudus, kompleks
masjid Sendang Sewu (di Pacitan kabupaten Lamongan), masjid Panjunan di
Cirebon, masjid Mantingan di Jepara, masjid Agung Banten. Semua masjid-masjid
tersebut dibangun dalam pertengahan abad ke-XVI dan abad ke XVII. Dari segi seni
dekoratif, masjid-masjid tersebut diatas mempunyai masing-masing kekhasannya
sendiri. Masjid Sendang Duwur dan Mantingan sangat menyolok unsur dekoratifnya
yang masih jelas Hindu-Jawa. Ada kala-marga, pohon hidup, garuda.

Unsur lokal dalam arsitektur masjid di Indonesia kadang-kadang sangat kuat.


Saat itu mulai pula terdapat masukan yang berupa ornamen yang diterapkan pada
bangunan masjid, meskipun sifatnya masih sangat sederhana. Ujung-ujung atap
masjid yang runcing biasanya dihiasi dengan semacam mahkota yang memang
fungsinya hanyalah sebagai hiasan. Ukir-ukiran juga ditampilkan di daerah mihrab
dan mimbarnya, disertai dengan hiasan huruf Arab yang berlafad-lafad. Masjid
menempati arah barat dari alun-alun, dan dibangun bersebelahan dengan tempat
kediaman raja atau keraton. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa
penampilan masjid diawal perkembangannya mempunyai watak tradisional daerah
dengan pembawaannya yang lugu dan sederhana.
Pada kenyataan perkembangan awal arsitektur masjid di Jawa bercorak seperti
bangunan candi yang diserap sebagai penampilan yang berdasarkan tuntutan
kegunaan Islam. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa landasan yang menjadi
pokok dalam perkembangan Islam di Indonesia ini adalah kebudayaan lama yang
diislamkan.
Perkembangan arsitektur masjid di Indonesia khususnya di Jawa memang
bergerak setahap demi setahap. Segala unsur budaya memberikan sumbangan serta
penambahan kekayaan wujud penampilan masjid tersebut. Masukan tersebut
kemudian berakulturasi dan melekat pada arsitektur Islam di Indonesia.
Bentuk-bentuk penampilan masjid tentu saja tergantung pada daerah asal tempat
perkembangan bangunan arsitektur masjid tersebut yang biasanya menampilkan ciri-
ciri kahs suatu daerah. Daerah-daerah yang kurang mengalami masukan dari
pengaruh Hindu biasanya lebih tajam menonjolkan keaslian daerah dibandingkan
dengan daerah-daerah yang mengalami masukan pengaruh Hindu.
Latar belakang perkembangan Islam ini penting artinya, mengingat bahwa
masjid sebagai bagian dari arsitektur Indonesia juga tergantung perkembangannya
dari periode perkembangan Islam tersebut. Bahkan mungkin corak perkembangan
masjid pada suatu saat tertentu akan memberikan kaitan yang jelas dari satu periode
perkembangan Islam di Indonesia. Oleh karena itu maka penampilan masjid awal
perkembangan dengan penampilan masjid dari periode-periode yang lainnya pada
saat berikutnya sangat berbeda.
2.4. Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Masa Selanjutnya Hingga Sekarang

Suatu karya arsitektur hampir selalu, secara disadari ataupun tidak,


mencerminkan cirri budaya dari kelompok manusia yang terlibat didalam
proses penciptaannya. Sekurang-kurangnya akan tercermin dari tata nilai
yang dianut.
Arsitektur Indonesia tumbuh dan berkembang dengan sendirinya sesuai
apresiasi masyarakat. Seperti apa timbulnya dan kemana berkembangnya
akan dipengaruhi oleh peran arsitek dalam proses perkembangan secara
nasional karena itu, arsitek tidak bisa memencilkan dirinya dalam identitas
subyektif, tetapi harus meningkatkan peranannya untuk terlibat lebih luas.
Dalam perkembangan arsitektur Islam selanjutnya, pada samping masjid
ada kuburan. Meskipun tidak merubah fungsi dan tugasnya sebagai masjid.
Disamping kiri dan kanan bangunan masjid terdapat kuburan-kuburan yang
berkembang sebagai tempat pekuburan umum yang tidak terbatas pada
makam tokoh yang dihormati saja. Sebagai kelengkapan dari kuburan-
kuburan yang ada di sekitar masjid tersebut biasanya terdapat tembok
pemisah dengan pintu-pintu gerbang tersendiri.
Arsitektur masjid pada masa ini merupakan penyempurnaan dari
perkembangan terahir dari masuknya unsur-unsur Timur Tengah terutama
pada bentuk Kubah, lengkung-lengkung serta menara. Faktor penyebabnya
adalah adanya suasana kehidupan baru yang seolah-olah membuka
kemungkinan untuk bangkit guna kembali berkarya sesudah mengalami
beberapa saat kekosongan yang tidak memungkinkan untuk mengadakan
pembangunan.
Ciri dari penampilan fisik masjid pada saat itu adalah kubah dan menara
yang kemudian mencapai puncak perkembangannya pada ahir tahun limah
puluhan. Penerapan Kubah dengan lengkung maupun menara pada saat itu
mulai disertai dengan pertimbangan yang lebih professional, dengan
penekanan-penekanan pada wujud Kubah sebagai titik klimaks dari
keseluruhan bangunan masjid tersebut. Unsur-unsur pendukung estetika
bangunan agaknya telah mulai pula diperhatikan dalam perencanaannya,
sehingga pada beberapa masjid tampak juga keserasian yang baik.
Ada pula masjid-masjid yang sudah dibangun secara
bertingkat, karena perkembangan pemikiran yang tuntas.
Misalnya karena alasan hendak menerapkan fungsi yang
menyeluruh dari segala kegiatan masjid yang harus dapat
tertampung oleh ruangan-ruangan yang tersedia.
Pada saat itu juga sudah ada masjid yang dilengkapi
dengan ruangan-ruangan kantor guna melaksanakan
kegiatan penunjang, serta ruangan-ruangan untuk
perpustakaan, sarana kesehatan, ruang ceramah atau ruang
pendidikan agama.
Penampilan secara keseluruhan, yang didukung oleh
penempatan bagian-bagian bangunan serta elemen-
elemennya yang diperhitungkan, memang baik dan serasi
sehingga patut untuk dicontoh. Hal ini dapat tercapai karena
bagian tadi telah ditetapkan berdasarkan cara-cara
pembuatan bangunan menurut ketentuan fungsi dan
estetikanya yang di Indonesia pada saat itu mulai
diperhatikan.
Ruang dan waktu merupakan satu-satunya bentuk dimana
kehidupan dibangun dan dari sinilah seni harus didirikan.
Sementara itu perkembangan corak dan gaya masjid
terus juga melaju. Penampilan bentuk menjadi lebih
bervariasi, seperti terbukti dengan munculnya berbagai
macam corak Kubah yang menonjol pada masjid-masjid
didaerah. Contohnya di masjid Agung Banyuwangi yang
memiliki Kubah kontruksi lipat, Kubah berbentuk kerang di
masjid Agung Jember, Kubah bintang pada masjid Agung
Semarang, atau bahkan Kubah setengah bola yang dominan
dan megah pada masjid Istiqlal Jakarta dan pada masjid-
masjid lain didaerah. Pola tradisional daerah bukanlah lagi
satu-satunya cara untuk menampilkan bentuk tapi digali
kembali hakikat bentuk intinya kemudian direncanakan
kembali untuk menampilkan corak yang baru.
Perkembangan yang dimulai sejak awal tahun limah
puluhan di abad kedua puluh ini cukup pesat kemajuannya,
yaitu sejak munculnya bangunan-bangunan masjid dengan
gaya kubah sampai saat peraliha ke zaman yang lebih
modern. Pada saat itu mulai tampak pelepasan dari
kebiasaan lama, untuk kemudian mulai menerapkan unsure-
unsur luar sebagai bentuk baru tapi direncanakan dengan
cermat. Sedangkan detail-detail bangunan sudah mulai
menerapkan bahan-bahan baru. Demikian pula halnya
dengan corak bangunan masjid, yang pada saat yang lalu
senantiasa terikat oleh berbagai keharusan seperti fungsi
formal atau fungsi semu (keramat), maka disaat itu sudah
mulai adanya usaha pencapaian kearah fungsi yang
sebenarnya, yaitu masjid sebagai pusat ibadah dan kegiatan
Islam lainnya. Perkembangan yang dimulai sejak awal tahun
limah puluhan di abad kedua puluh ini cukup pesat
kemajuannya, yaitu sejak munculnya bangunan-bangunan
masjid dengan gaya kubah sampai saat peraliha ke zaman
yang lebih modern. Pada saat itu mulai tampak pelepasan
dari kebiasaan lama, untuk kemudian mulai menerapkan
unsur-unsur luar sebagai bentuk baru tapi direncanakan
dengan cermat. Sedangkan detail-detail bangunan sudah
mulai menerapkan bahan-bahan baru. Demikian pula halnya
dengan corak bangunan masjid, yang pada saat yang lalu
senantiasa terikat oleh berbagai keharusan seperti fungsi
formal atau fungsi semu (keramat), maka disaat itu sudah
mulai adanya usaha pencapaian kearah fungsi yang
sebenarnya, yaitu masjid sebagai pusat ibadah dan kegiatan
Islam lainnya.
Pada penampilannya dizaman mutakhir ini penerapan
unsur-unsur pengeruh dari luar itu (misalnya dari Timur
Tengah) meskipun masih diterapkan, tapi pemakaiannya
sebagai bagian dari bangunan masjid sudah berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan yang seksama berdasarkan
ketentuan-ketentuan estetika untuk kepentingan bangunan.
Karena berkembangnya fungsi yang mendekati aslinya
dari masjid-masjid tersebut maka ukuran masjid pun menjadi
lebih besar, tidak hanya sekedar untuk mencapai kemegahan
tapi terutama karena merupakan perwujudan dari satuan-
satuan ruang yang perlu disajikan untuk melayani kebutuhan
dalam rangka kegiatan sesuai dengan ajaran agama Islam,
sehingga terdapat masjid yang bertingkat-tingkat.
Disaat masa perkembangan tersebut corak semakin
berganti, sehingga satu gaya tertentu diganti oleh gaya lain
yang lebih baru. Gaya dengan corak kubah tidak lagi
merupakan hal yang menjadi patokan dalam pembangunan
masjid, tapi hanyalah merupakan unsur yang
dipertimbangkan sebagai elemen dari kesatuan bentuk.
Pola ornamentik senantiasa terdapat pada bangunan
masjid dimasa lampau, yaitu disaat kesempurnaan bangunan
masih tersalur melalui ekspresi yang emosional dari bentuk
ukiran dan hiasan hanyalah merupakan gaya yang telah
berlalu. Kedudukannya digantikan dengan unsur-unsur bagian
dari bangunan berupa kelengkapan dan detail seperti jendela,
pintu, mihrab dan perabotan lain yang sekarang tampil dalam
wujud-wujud yang dekoratif sifatnya, artinya semua bidang,
bentuk bulat, warna dapat berbicara sebagai unsur dekoratif
tersebut. Bahkan seluruh bagian itu sudah merupakan wadah
dari kessan-kesan demokratif dalam menyempurnakan
penampilan dari bangunan mesjid tersebut.
Meskipun tidak mandiri, tetapi melalui struktur, tekstur,
kolom, dan bentuk-bentuk yang ada pada banguna mesjid itu
telah menjadi unsur dekoratif. Sama halnya dengan bagina
lain dari banguna mesjid, maka segi dekoratif in merupakan
elemen suatu kesatuan dari keseluruhan.
Bahkan kelengkapan masjid yang biasanya ramai dengan
hiasan-hiasan, saat itu mulai melepaskan kebiasaan tersebut
misalnya mimbar.
Intensitas cahaya yang banyak di Indonesia ini kemudian
diperhitungkan pula sebagai unsur pendukung yang sifatnya
dekoratif, misalnya melalui pola kerawang yang tampil juga
sebagai elemen yang cukup indah.
Dari penjelasan di atas arsitektur pembangunan masjid-
masjid di zaman yang lebih mutakhir ini tentunya terdapat
akibat-akibat yang memberikan pengaruh terhadap
perkembangan masjid yang ada di daerah-daerah. Meskipun
masyarakat umum mempunyai lingkungan dan kondisi
daerah akan tetapi pengaruh-pengaruh terutama
berdasarkan pengalaman visual biasanya cepat masuk ke
kehidupannya.
Pada pokoknya tujuan utama masjid sejak asal mula
terjadi sampai bentuk yang lebih mewah tetap tak berubah,
yakni berupa bangunan yang diperlukan untuk melaksanakan
ajaran agama Islam secara keseluruhan.

Anda mungkin juga menyukai