Anda di halaman 1dari 13

KONSEP AKHLAK

KELOMPOK 12
ANNA MUTHIA ( 2015210028)
INTAN PERMATA SARI (2015210112)
M. IDI (2015210152)
NOVI ARIYANTI ( 2015210173)
WIDYA WULANDARI ( 2015210258)
KELAS : A

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
2015
PENDAHULUAN

Akhlak merupakan salah satu dari pilar ajaran Islam yang


memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan
buah yang dihasilkan dari proses menerapkan aqidah dan
syariah/ibadah. Ibarat pohon, akhlak merupakan buah
kesempurnaan dari pohon tersebut setelah akar dan batangnya
kuat. Jadi, tidak mungkin akhlak ini akan terwujud pada diri
seseorang jika dia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik.
Akhir-akhir ini istilah akhlak lebih didominasi istilah karakter yang
sebenarnya memiliki esensi yang sama, yakni sikap dan perilaku
seseorang.

Nabi Muhammad saw. dalam salah satu sabdanya


mengisyaratkan bahwa kehadirannya di muka bumi ini membawa
misi pokok untuk menyempurnakan akhlak mulia di tengah-
tengah masyarakat. Misi Nabi ini bukan misi yang sederhana,
tetapi misi yang agung yang ternyata untuk merealisasikannya
membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni lebih dari 22 tahun.
Nabi melakukannya mulai dengan pembenahan aqidah
masyarakat Arab, kurang lebih 13 tahun, lalu Nabi mengajak
untuk menerapkan syariah setelah aqidahnya mantap. Dengan
kedua sarana inilah (aqidah dan syariah), Nabi dapat
merealisasikan akhlak yang mulia di kalangan umat Islam pada
waktu itu.

Tujuan dari kajian tentang akhlak ini adalah agar para mahasiswa
memiliki pemahaman yang baik tentang akhlak Islam (moral
knowing), ruang lingkupnya, dan pada akhirnya memiliki
komitmen (moral feeling) untuk dapat menerapkan akhlak yang
mulia dalam kehidupan sehari-hari (moral action). Dengan kajian
ini diharapkan mahasiswa dapat memiliki sikap, moral, etika, dan
karakter keagamaan yang baik yang dapat dijadikan bekal untuk
mengamalkan ilmu yang ditekuninya di kehidupannya kelak di
tengah masyarakat.
A.PENGERTIAN AKHLAK
Secara etimologi, istilah Akhlak berasal dari bentuk jamak khuluk
yang berarti watak, tabiat, perangai dan budi pekerti. Imam al-
Ghazali memberi batasan khuluk sebagai : Khuluk adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa yang mendorong lahirnya perbuatan
dengan mudah dan ringan tanpa pertimbangan dan pemikiran
mendalam. Dari pengertian ini, suatu perbuatan dapat disebut
baik jika dalam melahirkan perbuatan-perbuatan baik itu
dilakukan secara spontan dan tidak ada paksaan atau intervensi
dari orang lain.

Ibnu Miskawaih dalam kitab Tahdzibul Akhlak menjelaskan bahwa


khuluk ialah keadaan gerak jiwa yang mendorong kearah
melakukan perbuatan tanpa pertimbangan dan pemikiran.
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa gerak jiwa meliputi dua
hal. Pertama, alamiah dan bertolak dari watak seperti adanya
orang yang mudah marah hanya karena masalah sepele atau
tertawa berlebihan karena mendengar berita yang tidak
memprihatinkan. Kedua, keadaan jiwa yang tercipta melalui
kebiasaan, atau latihan. Pada awalnya keadaan tersebut terjadi
karena dipikirkan dan dipertimbangkan, namun pada tahapan
selanjutnya keadaan tersebut menjadi satu karakter yang melekat
tanpa dipertimbangkan dan dipikirkan masak-masak. Oleh karena
itu, pendidikan akhlak sangat diperlukan untuk mengubah
karakter manusia dari keburukan ke arah kebaikan.

B. SUMBER AKHLAK

Pembicaraan tentang Akhlak berkaitan dengan persoalan nilai


baik dan buruk. Oleh karena itu ukuran yang menjadi dasar
penilaian tersebut harus merujuk pada nilai-nilai agama Islam.
Dengan demikian, ukuran baik buruknya suatu perbuatan harus
merujuk pada norma-norma agama, bukan sekedar kesepakatan
budaya. Kalau tidak demikian, norma-norma akan berubah seiring
dengan perubahan budaya, sehingga sesuatu yang baik dan
sesuai dengan agama bisa jadi suatu saat dianggap buruk pada
saat bertentangan dengan budaya yang ada.

Dalam Islam, akhlak menjadi salah satu inti ajaran. Fenomena ini
telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana disebutkan
dalam Al Quran surat alQalam (4) :

Artinya : Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi


pekerti yang agung.

Keseluruhan akhlak Rasulullah ini juga diungkapkan oleh Aisyah


r.a. saat ditanya tentang akhlak Nabi. Saat itu Aisyah berkata :
Akhlak Nabi adalah Al Quran. Demikian juga disebutkan dalam
Al Quran surat Al Ahzab (33) : 21.

Artinya : Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri


teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.

Dengan demikian bagi umat Islam, untuk menunjuk siapa yang


layak dicontoh tidak perlu sulit sulit, cukuplah berkiblat kepada
akhlak yang ditampilkann oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah
hadis dinyatakan : orang-orang mukmin yang paling sempurna
imannya adalah yang paling baik budi pekertinya (HR. Ahmad
dari Abu Hurairah). Dalam hadis yang lain yang diriwayatkan oleh
at Turmudzi dari Jabir r.a., Rasulullah menyatakan : Sungguh di
antara yang paling aku cintai, dan yang paling dekat tempat
duduknya dengan aku kelak pada hari kiamat adalah orang yang
paling baik akhlaknya diantara kamu.

Merujuk pada paparan di atas, sumber akhlak bagi setiap muslim


jelas termuat dalam Al Quran dan hadis Nabi. Selain itu, sesuai
dengan hakekat kemanusiaan yang dimilikinya, manusia memiliki
hati nurani (qalbu) yang berfungsi sebagai pembeda antara
perbuatan baik dan buruk. Hal tersebut sesuai dengan apa yang
diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada sahabat Wabishah tatkala
beliau bertanya tentang kebaikan (al-birr) dan dosa (al-itsm)
dalam dialog seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
sebagai berikut :

Hai Wabishah, bertanyalah kepada hatimu sendiri, kebaikan


adalah sesuatu yang jika kamu lakukan, jiwamu merasa tentram,
sedang dosa adalah sesuatu yang jika kamu lakukan, jiwamu
bergejolak dan hatimu pun berdebar debar meskipun orang
banyak memberi tahu kepadamu (lain dari yang kamu rasakan).

Berkaitan dengan hati nurani, muncul persoalan, dapatkah


dijamin bahwa hati nurani selalu dominan dalam jiwa manusia
sehingga suaranya selalu didengar, mengingat dalam diri
manusia terdapat dua potensi yang selalu bertolak belakang yaitu
potensi yang mengarah kepada kebaikan (taqwa) dan potensi
yang mengarah pada keburukan (al-fujur), dimana kekuatan yang
lebih menonjol tentunya menjadi dominan dalam mempengaruhi
keputusan suatu persoalan.

Oleh karena itu, agar hati nurani seorang muslim selalu dalam
kondisi kepada kebaikan, maka ia harus selalu disucikan. Seorang
muslim perlu menjaga rutinitas dan kontinuitas ibadah, berusaha
untuk selalu mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah, membaca
sejarah orang orang terdahulu serta selalu berusaha untuk saling
menasehati dengan sesamanya.

C. MACAM-MACAM AKHLAK
Akhlak Islam berbeda dengan etika pada umumnya yang
dibedakan dari
sopan santun antar sesama manusia dan berkaitan dengan
tingkah laku lahiriah.
Akhlak Islam mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak
terhadap Allah
hingga kepada sesama makhluk.

1. Akhlak terhadap Allah Swt.


Orang Islam yang memiliki aqidah yang benar dan kuat,
berkewajiban
untuk berakhlak baik kepada Allah Swt. dengan cara menjaga
kemauan dengan
meluruskan ubudiyah dengan dasar tauhid (QS. al-Ikhlash [112] :
14; QS. al-
Dzariyat [51]: 56), menaati perintahnya (QS. Ali Imran [3]: 132),
ikhlas dalam
semua amal (QS. al-Bayyinah [98]: 5), tadlarru dan khusu dalam
beribadah
(QS. al-Fatihah [1]: 6), berdoa dan penuh harapan pada Allah Swt.
(QS. al-Zumar
[39]: 53), berbaik sangka pada setiap ketentuan Allah (QS. Ali
Imran [3]: 154),
bertawakal setelah memiliki kemauan dan ketetapan hati (QS. Ali
Imran [3]:
159), bersyukur (QS. Ibrahim [14]: 7), dan bertaubat serta
istighfar bila berbuat
kesalahan (QS. al-Tahrim [66]: 8).

2. Akhlak kepada Diri Sendiri


Manusia yang telah dicipta dalam sibghah Allah Swt. dalam
potensi
fitriah, berkewajiban menjaganya dengan cara memelihara
kesucian lahir dan
batin (QS. al-Taubah [9]: 108), memelihara kerapihan (QS. al-Araf
[7]: 31),
berjalan dan berkata dengan tenang (QS. al-Furqan [25]: 63),
menambah
pengetahuan sebagai modal amal (QS. al-Zumar [39]: 9) ,
membina disiplin diri
(QS. al-Takatsur [102]: 1-3).
Konsep Akhlak Islam 179

3. Akhlak kepada Keluarga


Akhlak kepada keluarga bisa dilakukan seperti berbakti kepada
kedua
orang tua (QS. al-Isra [17]: 23), bergaul dengan maruf (QS. al-
Nisa [4]: 19),
memberi nafkah dengan sebaik mungkin (QS. al-Thalaq [65]: 7),
saling
mendoakan (QS. al-Baqarah [2]: 187), dan bertutur kata dengan
lemah lembut
(QS. al-Isra [17]: 23).

4. Akhlak kepada Tetangga


Membina tetangga sangat penting, sebab tetangga adalah
sahabat yang
paling dekat. Bahkan dalam sabdanya Nabi saw. menjelaskan:
Tidak hentihentinya
Jibril menyuruhku untuk berbuat baik pada tetangga, hingga aku
merasa
tetangga sudah seperti ahli waris (HR. al-Bukhari). Bertolak dari
hal ini Nabi
saw. memerinci hak tetangga sebagai berikut: mendapat
pinjaman jika perlu,
mendapat pertolongan kalau minta, dikunjingi bila sakit, dibantu
jika ada
keperluan, jika jatuh miskin hendaknya dibantu, mendapat
ucapan selamat jika
mendapat kemenangan, dihibur jika susah, diantar jenazahnya
jika meninggal
dan tidak dibenarkan membangun rumah lebih tinggi tanpa
seizinnya, jangan
susahkan dengan bau masakannya, jika membeli buah
hendaknya memberi atau
jangan diperlihatkan jika tidak memberi (HR. Abu Syaikh).
5. Akhlak dalam Kepemimpinan
Pada prinsipnya setiap pemimpin perlu menghiasi dengan akhlak
karimah.
Maka pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti berikut:
beriman dan
bertakwa, berilmu pengetahuan agar urusan ditangani secara
profesional tidak
salah urus (HR. al-Bukhari), memiliki keberanian dan kejujuran,
lapang dada,
penyantun (QS. Ali Imran [3]: 159), serta tekun dan sabar (QS. Ali
Imran [3]:
17, QS. al-Baqarah [2]: 153, dan QS. al-Anfal [8]: 65).
Dari bekal sikap itulah pemimpin akan dapat melaksanakan tugas
dengan
cara yang baik (mahmudah), yakni memelihara amanah, adil (QS.
al-Nisa [4]:
58), melayani dan melindungi rakyat, seperti sabda Nabi:
Sebaik-baik pemimpin
adalah yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian. (HR.
Muslim),
bertanggung jawab, membelajarkan rakyat, sabda Nabi:
Hubunganku dengan
180 Konsep Akhlak Islam
kalian seperti bapak dengan anak di mana aku mengajari (HR.
Ibnu Majah).
Sedangkan kewajiban rakyat adalah patuh (QS. al-Nisa [4]: 59),
memberi nasihat
jika ada tanda-tanda penyimpangan, sabda Nabi: Jihad yang
paling mulia
adalah perkataan yang benar kepada penguasa yang zhalim (HR.
Abu Daud).

6. Akhlak terhadap Lingkungan


Lingkungan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang berada di
sekitar
manusia (binatang, tumbuhan, dan benda mati). Akhlak yang
dikembangkan
adalah cerminan dari tugas kekhalifahan di bumi, yakni untuk
menjaga agar setiap
proses pertumbuhan alam terus berjalan sesuai dengan fungsi
ciptaan-Nya. Dalam
al-Quran surat al-Anam (6): 38 dijelaskan bahwa binatang melata
dan burungburung
adalah seperti manusia yang menurut al-Qurtubi tidak boleh
dianiaya
(Shihab, 1998: 270). Baik di masa perang apalagi ketika damai
akhlak Islam
menganjurkan agar tidak ada pengrusakan binatang dan
tumbuhan kecuali
terpaksa dan sesuai dengan sunnatullah sehingga tidak keluar
dari tujuan dan
fungsi penciptaan (QS. al-Hasyr [59]: 5).

D. AKHLAKUL KARIMAH
Dalam Al Quran dan hadis banyak dijelaskan bagaimana perilaku
(akhlak) yang sesuai dengan aturan Islam. Seperti misalnya di
dalam Al Quran surat Asy-Syams (91) : 7-10 yang berbunyi :

Artinya : Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka


Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya, Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya.

Ayat di atas menjelaskan bahwa barang siapa ingin mencapai


kebahagiaan hidup, hendaknya dia mensucikan jiwanya dari sifat
sifat tercela dan berusaha memiliki ketakwaan yang tinggi.
Artinya, dia harus selalu berusaha meningkatkan ketakwaan
dengan cara yang benar.

Ayat lain di dalam Al Quran mengajarkan kepada manusia untuk


menahan hawa nafsunya, sebagaimana terdapat dalam surat an-
Naaziat (79) : 40-41 yang berbunyi :

Artinya : Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran


Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka
Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).

Dalam Al Quran surat Ali Imron (3) : 200, Allah swt berfirman

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, Bersabarlah kamu dan


kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di
perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya
kamu beruntung.

Ayat di atas mengajarkan kepada manusia untuk tetap tabah dan


sabar dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan yang
menimpa dirinya dalam kehidupannya.
Al Quran surat at-Taubah (09) : 119 mengajarkan kepada
manusia untuk bertakwa dan jujur dalam setiap perbuatan.
Artinya : Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada
Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.

Jujur hendaknya tidak hanya kepada orang lain, tetapi juga


terhadap diri sendiri. Salah satu perilaku jujur misalnya saat
menjalani ujian semester. Sebagai seorang muslim, hendaklah
mahasiswa tidak tergoda untuk berlaku curang dengan cara
menyontek atau menekan dosen yang mengajar untuk memberi
nilai yang diinginkannya, padahal tidak sesuai dengan
kemampuan dirinya.

Dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya, Islam mengajarkan


kepada umatnya untuk bekerja profesional sesuai dengan ilmu
dan ketrampilan yang dimilikinya. Salah satu hadis yang
diriwayatkan oleh imam Malik, Imam Bukhori, Imam Muslim,
Imam Turmudzi dan Nasai dari Abu Hurairah yang menyatakan :
Sungguh, seandainya kamu mencari kayu seikat yang dibawa di
atas punggung (untuk kemudian dijual) , lebih baik bagimu
daripada minta minta kepada seseorang yang mungkin diberi
atau ditolak.
Hadis ini dengan tegas melarang umat Islam untuk menjadi
pengemis, yang bekerja dengan mengandalkan belas kasihan
orang lain.

E.CIRI-CIRI AKHLAK ISLAMIYYAH

Bersifat mutlak dan menyeluruh: Akhlak Islamiyyah bersifat


mutlak, tidak boleh dipinda atau diubahsuai, dikenakan
kepada seluruh individu tanpa mengira keturunan, warna
kulit, pangkat, tempat, dan masa.

Melengkapkan dan menyempurnakan tuntutan: Ditinjau dari


sudut kejadian manusia yang dibekalkan dengan pelbagai
naluri, akhlak Islamiyyah adalah merangkumi semuaaspek
kemanusiaan rohaniyyah, jasmaniyyah danaqliyyah, sesuai
dengan semua tuntutan naluri dalam usaha mengawal sifat-
sifat yang tercela (sifat-sifat mazmumah) untuk
kesempurnaan insan, bukan untuk mengawal kebebasan
peribadi seseorang.

Bersifat sederhana dan seimbang: tuntutan akhlak dalam


Islam adalah sederhana, tidak membebankan sehingga
menjadi pasif dan tidak pula membiarkan sehingga
menimbulkan bahaya dan kerosakan.

Mencakupi suruhan dan larangan: Bagi kebaikan manusia,


perlaksanakan akhlak Islamiyyah meliputi suruhan dan
larangan dengan tidak boleh mengutamakan atau
mengabaikan mana-mana aspek tersebut.

Bersih dalam perlaksanaan: Untuk mencapai kebaikan,


akhlak Islmaiyyah memerintah supaya cara dan metod
perlaksanaan sesuatu perbuatan dan tindakan itu hendaklah
dengan cara yang baik dan saluran yang benar yang telah
ditetapkan oleh akhlak Islamiyyah. Ertinya untuk mencapai
suatu matlamat, cara perlaksanaannya mestilah bersih
menurut tata cara Islam. Islam tidak menerima falsafah:
Matlamat tidak menghalalkan cara.

Keseimbangan: Akhlak dalam Islam membawa


kesinambungan bagi tuntutan realiti hidup antara
rohaniyyah dan jasmaniyyah serta aqliyyah, dan antara
kehidupan dunia dan akhirat sesuai dengan tabii manusia itu
sendiri.

F. ANCAMAN AKHLAK DALAM KEHIDUPAN


MODERN
Yusuf Qardhawi menyebutkan bahwa paling tidak ada tiga macam
ancaman terhadap akhlak manusia dalam kehidupan modern
dewasa ini, yaitu ananiyyah, madiyyah dan nafiyyah.

Ananiyyah artinya individualisme, yaitu faham yang bertitik tolak


dari sikap egoisme, mementingkan dirinya sendiri, sehingga
mengorbankan orang lain demi kepentingannya sendiri. Orang
orang yang berpendirian semacam ini tidak memiliki semangat
ukhuwah Islamiyah, rasa persaudaraan dan toleransi (tasamuh)
sehingga sulit untuk merasakan penderitaan orang lain. Padahal
seseorang baru dikatakan berakhlak mulia tatkala ia
memperhatikan nasib orang lain juga.

Madiyyah artinya sikap materialistik yang lahir dari kecintaan


pada kehidupan duniawi yang berlebihan. Hal demikian dijelaskan
oleh Allah dalam Al Quran surat Hud (11) : 15-16 yang berbunyi :

Artinya : Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan


perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan
pekerjaan mereka di dunia dengan Sempurna dan mereka di
dunia itu tidak akan dirugikan., Itulah orang-orang yang tidak
memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat
itu apa yang Telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa
yang Telah mereka kerjakan.

Nafiyyah artinya pragmatis yaitu menilai sesuatu hanya


berdasarkan pada aspek kegunaan semata. Ketiga ancaman
terhadap akhlak mulia ini hanya akan dapat diatasi manakala
manusia memiliki pondasi aqidah yang kuat dan senantiasa
melakukan amal ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT.

Anda mungkin juga menyukai