Anda di halaman 1dari 55

NYERI DADA SAAT MENONTON PERTANDINGAN BOLA

BLOK KARDIOVASKULAR

Kelompok B-11
Muhammad Fajar Ramadhan 1102012172
Tia Aprilia Anjarnegara 1102014264
Mohammad Jordan Fadhilla 1102015138
Raudha Kasmir 1102015190
Nisa Austriana Nuridha 1102015167
Mashitta Safira Putri 1102015127
Yudha Ayatullah Khumaini 1102015248
Siti Khodijah Mulya Sari Rifki 1102015226
Siti Hartina Rahmawati Hasna 1102015224

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


Jl. Letjen. Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp. 62.21.4244574 Fax. 62.21.4244574

2016
DAFTAR ISI

1. SKENARIO ………………………………………………………………….2
2. KATA SULIT…………….…………………………………………………..3
3. BRAINSTORMING………………………………………………………….4
4. HIPOTESIS…………………………………………………………………..5
5. SASARAN BELAJAR……………………………………………………….6
5.1.Mampu memahami dan menjelaskan vaskularisasi dan persarafan
jantung.………..……………………………………..…………………..7
5.2. Mampu memahami dan menjelaskan sindrom koroner akut…………...14
6. KESIMPULAN……………………..……………………………………….53
7. DAFTAR PUSTAKA……………...………………………………...……...54

1
SKENARIO

Nyeri Dada Saat Menonton Pertandingan Bola


Seorang laki-laki berusia 45 tahun dibawa ke UGD RS dengan keluhan
nyeri dada retrosternal yang menjalar ke ekstremitas atas kiri pada saat menonton
pertandingan sepak bola. Nyeri dada disertai rasa sulit bernafas, dada terasa berat,
badan lemas dan berdebar-debar. Dari anamnesis diketahui beliau merokok kretek
3 bungkus/hari dan jarang berolahraga. Pada pemeriksaan fisik didapati Indeks
Massa Tubuh (IMT) 24 kg/m2. Pemeriksaan EKG terdapat irama sinus
100x/menit, dijumpai ST elevasi pada sadapan prekordial. Pemeriksaan
laboratorium terdapat peningkatan kadar enzim jantung. Dokter segera
memberikan obat agregasi trombosit dan antianginal serta menyarankan pasien
untuk menjalani pemeriksaan angiografi pada pembuluh darah coroner.

2
KATA SULIT

1. Retrosternal : Bagian posterior sternum.


2. Anti angina : Obat pencegah atau Pereda nyeri dada.
3. Angiografi : Radiografi pembuluh darah setelah pemberian medium kontras.
4. Sadapan prekordial : Sadapan pada EKG untuk memandang aktivitas jantung
pada bidang horizontal.
5. Irama sinus : Gelombang P yang diikuti kompleks QRS pada pemeriksaan
EKG.

3
BRAINSTORMING

1. Mengapa pasien diberi obat agregasi trombosit dan anti angina?


2. Apakah hubungan kebiasaan merokok dengan penyakit yang diderita di
skenario tersebut?
3. Mengapa pasien sulit bernafas?
4. Apa penyebab rasa nyeri pada pasien?
5. Mengapa nyeri hanya terjadi di ekstremitas atas kiri?
6. Apa yang menyebabkan kadar enzim jantung meningkat?
7. Mengapa dilakukan pemeriksaan angiografi?
8. Mengapa dijumpai ST elevasi pada pemeriksaan EKG?
9. Apakah tatalaksana non farmakologinya?
Jawaban
1. Agregasi trombosit berfungsi untuk menghancurkan agregat sehingga akan
melancarkan aliran darah sedangkan anti angina akan meredakan nyeri.
2. Nikotin pada rokok dapat meningkatkan adrenalin sehingga membuat jantung
berdebar sedangkan kandungan tar dapat menggumpalkan darah. Kebiasaan
merokok dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah dan membuat
pembuluh darah menjadi kurang elastis.
3. Karena oksigen yang dibutuhkan lebih banyak dari yang diterima.
4. Pembuluh darah menyempit  kerja jatung meningkat  membutuhkan
lebih banyak oksigen namun tidak tercukupi sehingga terjadi anoksia  kerja
otot jantung menjadi lebih cepat  vasokontriksi pembuluh darah  jantung
membuat energi dari jalur asam laktat  keadaan jantung menjadi asam 
nyeri.
Penyempitan pembuluh darah koroner menyebabkan nutrisi yang akan
didistribusikan ke jantung menurun.
5. Karena letaknya mendekati jantung.
6. Untuk melihat ada atau tidaknya penyempitan pada pembuluh darah.
7. ST elevasi menunjukkan terjadi infark miokard.
8. Istirahat, berhenti merokok serta pemasangan cincin pada pembuluh darah
yang tersumbat.

4
HIPOTESIS

Kebiasaan merokok dan jarang berolahraga dapat menyebabkan adanya


penyumbatan dan berkurangnya elastisitas pembuluh darah. Penyempitan
pembuluh darah akan meningkatkan kerja jantung. Tersumbatnya pembuluh darah
koroner akan menurunkan suplai nutrisi (oksigen) ke jantung sehingga
menyebabkan terjadinya anoksia/iskemi yang dikemudian hari akan menjadi
infark miokard apabila terjadi terus-menerus. Untuk membantu menegakkan
diagnosis dilakukan pemeriksaan angiografi.

5
SASARAN BELAJAR

LO.1.Mampu memahami dan menjelaskan vaskularisasi dan persarafan jantung


1.1.Mampu memahami dan menjelaskan makroskopis dari vaskularisasi dan
persarafan jantung
1.2.Mampu memahami dan menjelaskan mikroskopis dari vaskularisasi dan
persarafan jantung
LO.2.Mampu memahami dan menjelaskan tentang sindrom koroner akut
2.1.Mampu memahami dan menjelaskan definisi sindrom koroner akut
2.2.Mampu memahami dan menjelaskan epidemiologi sindrom koroner akut
2.3.Mampu memahami dan menjelaskan faktor risiko sindrom koroner akut
2.4.Mampu memahami dan menjelaskan etiologi sindrom koroner akut
2.5.Mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi sindrom koroner akut
2.6.Mampu memahami dan menjelaskan morfologi oklusi pembuluh darah
koroner
2.7.Mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis sindrom koroner
akut
2.8.Mampu memahami dan menjelaskan kriteria diagnosis sindrom koroner
akut
2.9.Mampu memahami dan menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding
sindrom koroner akut
2.10.Mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan EKG
2.11.Mampu memahami dan menjelaskan terapi pendahuluan pada sindrom
koroner akut
2.12.Mampu memahami dan menjelaskan tatalaksana sindrom koroner akut
2.13.Mampu memahami dan menjelaskan pencegahan sindrom koroner akut
2.14.Mampu memahami dan menjelaskan komplikasi
2.15.Mampu memahami dan menjelaskan prognosis sindrom koroner akut

6
SASARAN BELAJAR

LO.1.Mampu memahami dan menjelaskan vaskularisasi dan persarafan jantung


1.1.Mampu memahami dan menjelaskan makroskopis dari vaskularisasi dan
persarafan jantung

A. Arteri
Jantung mendapat vaskularisasi dari arterie coronaria dextra dan
sinistra, yang berasal dari aorta ascendens tepat diatas valva aortae.
Arteri coronaria dan percabangannya, utama terdapat dipermukaan
jantung terletak di dalam jaringan ikat subepicardial.
1) Arteri coronaria dextra
Berasal dari sinus anterior aorta dan berjalan ke depan di antara
trunkus pulmonalis dan auricula dextra

a) Arteri marginalis : Cabang yang terbesar dan berjalan


sepanjang pinggir bawah fasies kostalis untuk mencapai
apex cordis (ramus). Memperdarahi atrium dan ventrikel
dextra.
b) Arteri interventrikularis posterior : Memberikan cabang ke
ventrikulus dexter dan sinister termasuk dinding inferiornya
& percabangan untuk bagian posterior septum ventrikulare.
Memperdarahi kedua dinding belakang ventrikel,
epikardium, atrium dextra, & SA node.

2) Arteri coronaria sinistra


Arteri interventrikularis anterior : Sebuah cabang yang besar.
Mendarahi AV node, anterior ventrikel dextra dan sinistra dan
Arteri circumflexus : memperdarahi bagian belakang bawah
ventrikel & atrium sinistra

7
3) Cabang arcus aorta
a) Arteri brachiocephalica (anonyma):
a. Arteri carotis communis dextra
b. Arteri subclavia dextra
b) Arteri carotis comunis dextra
c) Arteri subclavia sinistra

B. Vena
Sebagian besar darah dari jantung kembali ke artrium kanan melalui
sinus coronaria, yang terletak pada bagian posterior sulkus
atrioventrikular dan merupakan lanjutan dari vena cordis magna.
Pembuluh ini bermuara ke atrium kanan sebelah kiri vena cava
inferior. Vena cordis parva dan vena cordis media merupakan
cabang sinus coronarius. Sisanya dialikan ke atrium kanan melalui
vena ventrikuli dextra anterior dan melalui vena – vena kecil yang
langsung bermuara ke ruang – ruang jantung.
Sinus coronaries : tempat muara dari vena-vena jantung
a. Vena cordis magna
b. Vena cordis parva
c. Vena cordis media
d. Vena cordis obliq

C. Persarafan

Jantung dipersarafi oleh serabut simpatis dan parasimpatis susunan


saraf otonom melalui plexus cardiacus yang terletak di bawah arkus
aorta.

Saraf simpatis berasal dari bagian cervicale dan thoracale bagian


atas truncus symphaticus. Serabut – serabut post ganglionik
simpatis berakhir di nodus sinusatrial dan nodus atrioventrikular,
serabut – seerabut otot jantung dan arteria coronaria.

Perangsangan saraf simpatis mengakibatkan akselerasi jantung,


meningkatkan denyut jantung(daya kontraksi otot jantung) dan
dilatasi arteria koroner. Serabut – serabut aferen yang berjalan
bersama saraf simpatis membawa implus saraf yang biasanya tidak
dapat disadari. Akan tetapi bilai pasokan darah kurang ke otot
jantung terganggu maka implus rasa nyeri dapat dirasakan melalui
lintasan tersebut.

Persarafan parasimpatis berasal dari nervus vagus.Serabut – serabut


post ganglionik parasimpatis berakhir di SA node, AV node dan
arteria coronaria. Perangsangan saraf parasimpatis mengakibatkan
berkurangnya denyut jantung (daya kontraksi otot jantung) dan
konstriksi arteria koroner.Serabut – serabut aferen yang berjalan

8
bersama nervus vagus mengambil bagian dalam refleks
kardiovaskular.

1.2.Mampu memahami dan menjelaskan mikroskopis dari vaskularisasi dan


persarafan jantung
A. Arteri
Darah diangkut dari jantung ke kapiler dalam jaringan oleh arteri.
Susunan dasar dinding semua arteri serupa karena memiliki tiga
lapis konsentris yaitu:
a. Tunica intima, lapis dalam, berupa tabung endotel terdiri atas
sel-sel gepeng dengan sumbu panjang teroriantasi memanjang.
b. Tunica media, lapis tengah, terutama terdiri atas sel-sel otot
polos yang teroriantasi melingkar. Tunica media merupakan
lapisan yang paling tebal sehingga menentukan karakter arteri.
c. Tunica adventitia, lapis luar, terdiri atas fibroblas dan serat
kolagen terkait, yang sebagian besar terorientasi memanjang.
Tunica adventitia berangsur menyatu dengan jaringan ikat
longgar sekitar pembuluh. Antara tunica intima dan tunica
media dibatasi oleh membrana elastica interna (lamina elastica
interna) yang terutama berkembang baik pada arteri sedang.
Sedangkan antara tunica media dan tunica adventitia dibatasi
oleh membrana elastica externa (lamina elastica externa) yang
lebih tipis.

Dalam perjalanannya arteri bercabang-cabang dan ukurannya


semakin kecil.
a. Arteri besar
Arteri besar contohnya yaitu arteri pulmoner dan aorta,
brachiocephalica, arteri subclavia, arteri carotis communis, dan
iliaca communis. Arteri besar memiliki dinding dengan banyak
lapis elastin berfenestra (bertingkap) pada tunica medianya.
Dindingnya tampak kuning dalam keadaan segar akibat
banyanya elastin. Pembuluh konduksi utama ini direnggangkan
selama jantung berkontraksi (sistol), dan penguncupan akibat

9
kelenturan dindingnya selama diastol berfungsi sebagai pompa
tambahan untuk mempertahankan aliran agar tetap meskipun
jantung berhenti berdenyut sesaat. Dindingnya sangat kuat,
tetapi kalau dibandingkan dengan besarnya relatif lebih tipis
dari arteri sedang.
a) Tunica intima
Pada orang dewasa tebalnya sekitar 127 mikron. Tunica
intima ini terdiri atas endotel yang berbentuk polygonal,
dengan panjang 25-50 mm dan lebar 10-15 mm, sumbu
panjangnya terorientasi memanjang. Di bawah sel-sel
endotel ini terdapat anyaman serabut-serabut kolagen
dengan sel-sel otot polos berbentuk kumparan. Lebih ke
dalam, terdapat banyak serabut-serabut elastis yang
bercabang saling berhubungan. Di antaranya terdapat
beberapa serabut kolagen, fibroblas, dan berkas-berkas
kecil otot polos.

b) Tunica media
Terdiri atas banyak serabut elastin konsentris dengan
fenestra yang berselang-seling dengan lapis tipis terdiri
atas sel-sel otot polos terorientasi melingkar, dan serat-
serat kolagen elastin dalam proteoglikan matriks
ekstrasel. Ketebalannya sekitar 2-5m. Karena banyaknya
elastin dalam arteri besar, maka otot polos relatif sedikit
pada tunica media.

c) Tunica adventitia
Relatif tipis dan terdiri atas fibroblas, berkas memanjang
serat kolagen, dan anyaman longgar serat elastin halus.
Dinding arteri besar terlalu tebal sehingga memiliki
microvaskulator sendiri yang disebut vasa vasorum,
untuk mendapat nutrisi dari lumen. Vasa vasorum
tersebar di permukaan pembuluh membentuk anyaman
dalam tunica adventitia dari mana kapiler-kapiler
menerobos sampai ke dalam tunica media. Untuk lapisan
dalam yang tidak tercakup oleh kapiler tersebut, nutrisi
diterima langsung secara difusi dari lumen. Akibat
kondisi-kondisi tersebut maka dinding arteri lebih mudah
mengalami degenerasi dibandingkan jaringan lain dalam
tubuh.

10
b. Arteri Sedang
Arteri sedang ini merupakan arteri yang paling banyak dari
sistem arteri. Mencakup arteri branchial, arteri femoral, arteri
radial, dan arteri poplitea dan cabang-cabangnya. Ukuran
cabangnya sampai sekecil 0,5 mm. Bersifat kurang elastin dan
lebih banyak otot polosnya.
a) Tunica intima
Tunica intimanya lebih tipis daripada arteri besar namun
sama susunannya. Umumnya dikatakan endotel
menempel langsung pada membrana elastica interna.
Pada percabangan arteri coronaria terdapat penebalan
tunica intima yang disebut “musculo elastic cushion”.
Dalam tunica intima terdapat monosit yang dapat berubah
menjadi fibroblas atau makrofag.

b) Tunica media
Membrana elastica interna tampak berkelok-kelok karena
kontraksinya otot-otot polos di tunica media sebelum
pembuatan sediaan. Terdiri atas lapisan otot polos yang
tersusun konsentris. Di sebelah luar terdapat membrana
elastica eksterna yang lebih tipis dari membrana elastica
interna.

c) Tunica adventitia
Terkadang lebih tebal dari tunica media dan mengandung
fibroblas, berkas-berkas kolagen yang tersusun
memanjang.

c. Arteri kecil
Arteri kecil atau arteriol merupakan segmen sirkulasi yang
secara fisiologis penting karena merupakan unsur utama
tahanan perifer terhadap aliran yang mengatur tekanan darah.
Mempunyai diameter antara 200 mm sampai 40 mm.
a) Tunica intima
Terdiri atas endotel utuh yang menempel langsung pada
membrana elastica interna dan lapis subendotel ysng
sangat tipis terdiri atas serat retikuler dan elastin.

b) Tunica media
Terdiri atas susunan sel-sel otot polos yang konsentris.
Pada arteriol yang besar kadang- kadang terdapat
membrana elastica eksterna tipis.

c) Tunica adventitia
Merupakan lapisan yang sangat tipis. Tersusun dari serat
kolagen dan sedikit fibroblas. Pada pembuluh daerah
peralihan antara arteriol dan kapiler disebut metarteriol,
otot polos tidak membentuk lapis utuh, namun sel-sel otot

11
polos, yang melingkari tabung endotel seluruhnya,
terpisah satu dari lainnya.

B. Vena
Setelah melalui anyaman kapiler, darah akan menuju jantung
melalui vena. Semakin mendekati jantung, pembuluhnya akan
semakin membesar. Dinding vena lebih tipis dan kurang elastis
dari pada arteri yang didampinginya sehingga pada sediaan selalu
terdapat kolaps atau memipih. Berdasarkan ukurannya, vena dibagi
menjadi 3 macam, yaitu :
a. Vena besar
Golongan vena ini adalah : v. cava inferior, v. linealis, v.
portae, v. messentrica superior, v. Iliaca externa, v. Renalis,
dan v. azygos.
a) Tunica Intima
Seperti pembuluh darah lainnya, pada sebelah dalamnya
dilapisi oleh sel-sel endotel. Dalam tunica intima terdapat
jaringan pengikat dengan serabut-serabut elastis. Di
bagian luar serabut-serabut elastis tersebut membentuk
anyaman.

b) Tunica media
Biasanya sangat tipis, kadang tidak ada sama sekali.
Kalau ada terdiri atas serabut-serabut otot polos sirkuler
yang dipisahkan oleh serabut kolagen yang memanjang.

c) Tunica adventitia
Merupakan jaringan utama dari dinding vena dan
tebalnya beberapa kali lipat dari tunica medianya. Terdiri
atas berkas serabut-serabut otot polos yang memanjang
dengan anyaman serabut elastis. Selain itu juga
mengandung jaringan pengikat dengan serabut-serabut
kolagen dan elastis yang memanjang.
b. Vena sedang
Pada umumnya vena ini berukuran 2 – 9 mm. Yang termasuk
vena ini misalnya : v. subcutanea, v. visceralis, dan sebagainya.
a) Tunica intima
Sangat tipis, kalau ada strukturnya sama dengan vena
besar Dengan tunica media dibatasi oleh anyaman serabut
elastis.

b) Tunica media
Lebih tipis dibandingkan arteri yang didampinginya.
Terdiri atas serabut otot polos sirkuler yang dipisahkan
oleh serabut kolagen yang memanjang dan beberapa
fibroblas.

12
c) Tunica adventitia
Lebih tebal dari tunica medianya dan merupakan jaringan
pengikat longgar dengan berkas-berkas serabut kolagen
dan anyaman serabut elastis. Kadang terdapat serabut otot
polos yang longitudinal pada perbatasan dengan tunica
medianya.

c. Venula
Beberapa kapiler yang bermuara dalam sebuah pembuluh
dengan ukuran 15 – 20 mikron yang disebut venula.
Dindingnya terdiri atas selapis sel endotil yang diperkuat oleh
anyaman serabut retikuler dan fibroblas. Venula juga berperan
dalam pertukaran zat.

C. Persarafan
Jantung dipersarafi oleh serabut simpatis dan parasimpatis

a. Saraf simpatis

Berasal dari ganglion cervicalis (superior,media dan inferior)


menuju nervus cardiacus thoracis (superior,media dan inferior).
Mempengaruhi kerja otot ventrikel, atrium dan arteri koronaria.
Saraf simpatis menghasilkan akselerasi jantung, meningkatnya
daya kontraksi jantung dan dilatasi arteria koronaria.

b. Saraf parasimpatis

13
Berasal dari nervus vagus (X) menuju plexus cardiacus.
Mempengaruhi SA node,atrio-ventrikular,ventrikel kiri dan
serabut-serabut otot atrium. Saraf parasimpatis mengakibatkan
berkurangnya denyut dan daya kontraksi jantung dan konstriksi
arteria koronaria

LO.2.Mampu memahami dan menjelaskan tentang sindrom koroner akut


2.1.Mampu memahami dan menjelaskan definisi sindrom koroner akut
Terminologi sindrom koroner akut digunakan untuk menggambarkan
keadaan gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard
secara akut.
Sindroma koroner akut atau penyakit jantung koroner yaitu penyakit
pada pembuluh darah arteri koroner jantung, di mana arteri/pembuluh
darah tersebut menjadi lebih keras dan sempit (aterosklerosis) sehingga
menyebabkan aliran darah ke otot jantung berkurang. Penyempitan ini
disebabkan oleh adanya tumpukan lemak pada dinding pembuluh darah
yang disebut plak. Terdapat dua macam plak yaitu plak stabil dan plak
tidak stabil (rapuh). Ukuran dari plak semakin lama akan semakin
besar, sehingga aliran darah dan suplai oksigen ke otot jantung

14
berkurang. Keadaan ini menyebabkan nyeri pada dada (angina) dan
serangan jantung.

Serangan jantung akan terjadi bila plak menutupi sebagian besar


dinding pembuluh darah arteri sehingga jantung benar-benar kurang
mendapatkan darah yang kaya akan oksigen. Keadaan ini dapat
menyebabkan kerusakan atau kematian sel otot jantung yang bersifat
permanen. Bila darah tidak mengalir sama sekali karena arteri koroner
tersumbat, penderita dapat mengalami serangan jantung yang
mematikan. Serangan jantung tersebut dapat terjadi kapan saja, bahkan
ketika sedang beristirahat.
2.2.Mampu memahami dan menjelaskan epidemiologi sindrom koroner akut

15
Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit jantung koroner di
Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar 883.447
orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar 1,5%
atau diperkirakan sekitar 2.650.340 orang. Berdasarkan diagnosis
dokter, estimasi jumlah penderita penyakit jantung coroner terbanyak
terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 160.812 orang (0,5%),
sedangkan Provinsi Maluku Utara memliki jumlah penderita paling
sedikit, yaitu sebanyak 1.436 orang (0,2%). Berdasarkan
diagnosis/gejala, estimasi jumlah penderita penyakit jantung coroner
terbanyak terdapat di Jawa Timur sebanyak 375.127 orang (1,3%),
sedangkan jumlah penderita paling sedikit ditemukan di Provinsi Papua
Barat, yaitu sebanyak 6.690 orang (1,2%).
2.3.Mampu memahami dan menjelaskan faktor risiko sindrom koroner akut
Faktor-faktor risiko mayor-independen PJK terdiri dari. Kebiasaan,
merokok, Hipertensi, tingginya kadar kolesterol total dan kolesterol-
LDL serum, rendahnya kadar kolesterol- HDL serum, diabetes-melitus
dan umur tua. Berbagai penelitian tersebut menunjukkan bahwa factor-
faktor itu bersifat aditif. Jadi jumlah risiko total seseorang ditemukan
oleh factor risiko keseluruhan (global) yang dipunyainya.
Faktor risiko kondisional berhubungan dengan peningkatan risiko PJK,
walaupun kontribusinya tehadap risiko PJK belum jeas dibuktikan.
Faktor risiko pencetus adalah factor-faktor yang jelas memperburuk
pengaruh factor risiko mayor-independen. Dua diantaranya, yaitu
obesitas sentral dan aktifitas fisik yang rendah. (Santoso, dkk, 2009)
a. Hiperkolesterolemia.
Hiperkolesteromia merupakan faktor risiko untuk PJK. Hubungan
erat antara hiperkolesterolemia dan atherosclerosis sudah diketahui
dengan baik. Penelitian terhadap binatang yang diberikan makan
kolesterol menunjukkan bahwa vasodilatasi endothelium-dependent
berkurang baik pada pembuluh darah sedang maupun pembuluh
darah resisten setelah histology yang terjadi terbukti sebagai lesi
atherosclerosis. Mirip dengan relaksasi vascular endhotelial-
dependent yang akan menurun pada pasien hiperkolesterolemia,
baik ada maupun tidak adanya factor risiko koroner yang lain.
Disfungsi endotel (menurunnya efek vascular NO) akan
mempercepat onset atherosclerosis koroner yang terjadi lebih dini
sebagai factor predisposisi terjadinya vasospasme pada arteri
koroner. (Sargowo, 2003)
a) Kolesterol Total
Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah ( 200 mg/dl) bila
> 200 mg/dl berarti resiko untuk terjadinya PJK meningkat.

16
1) Normal <200 mg /dl
2) Agak tinggi 2-239 mg / dl
3) Tinggi >240 mg / dl
b) LDL Kolesterol.
LDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis
kolesterol yang bersifat buruk atau merugikan (bad
cholesterol): karena kadar LDL yang meninggi akan
menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadar LDL
kolesterol lebih tepat sebagai penunjuk untuk mengetahui
resiko PJK dari pada kolesterol total.
1) Normal < 130 mg /dl
2) Agak tinggi 130 - 159 mg / dl
3) Tinggi > 160 mg / dl
c) HDL Koleserol : HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol
merupakan jenis kolesterol yang bersifat baik atau
menguntungkan (good cholesterol) : karena mengangkut
kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati untuk di buang
sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau
mencegah terjadinya proses arterosklerosis.
1) Normal < 45 mg /dl
2) Agak tinggi 35 - 45 mg / dl
3) Tinggi > 35 mg / dl
Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar
kemungkinan terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat
dinaikkan dengan mengurangi berat badan, menambah exercise
dan berhenti merokok.
d) Rasio Kolesterol Total : HDL Kolesterol Rasio kolesterol
total:
HDL kolesterol sebaiknya (4.5 pada laki-laki dan 4.0 pada
perempuan). makin tinggi rasio kolesterol total : HDL
kolesterol makin meningkat resiko PJK.
e) Kadar Trigliserida. Trigliserid didalam yang terdiri dari 3 jenis
lemak yaitu Lemak jenuh, Lemak tidak tunggal dan Lemak
jenuh ganda. Kadar triglisarid yang tinggi merupakan faktor
resiko untuk terjadinya PJK.
1) Normal < 150 mg/dl

17
2) Agak tinggi (sedang) 150-250 mg/dl
3) Tinggi 250 – 500 mg/dl
4) Sangat sedang >500 mg/dl
Kadar trigliserid perlu diperiksa pada keadaan sbb : Bila kadar
kolesterol total > 200 mg/dl, PJK, ada keluarga yang menderita
PJK < 55 tahun, ada riwayat keluarga dengan kadar trigliserid
yang tinggi, ada penyakit DM & pankreas. (Djohan, 2004)
b. Merokok
Di Amerika Serikat,merokok berhubungan erat bagi sekitar 325.000
kematian premature atau dini setiap tahunnya. Setiap jumlah
kematian tersebut terdapat kematian akibat pjk dan lebih dari satu
kematian pjk itu karena merokok, merokok sigaret tinggi nikotin
menyebabkan peningkatan frekuensi denyut jantung istirahat serta
meningkatkan tekanan darah sistolik dan diastolic sehingga
meningkatkan kebutuhan kebutuhan oksigen myokardium.
Penelitian Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat pjk
pada laki-laki perokok 10 kali lebih besar dari pada bukan perokok
pada perempuan perokok 4,5 kali lebih besar dari pada bukan
perokok. Apabila berhenti merokok penurunan risiko pjk akan
berkurang 50% pada akhir tahun pertama setelah berhenti merokok
dan kembali seperti yang tidak merokok setelah berhenti merokok
10 tahun.(Yanti, 2009)
c. Obesitas
Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan risiko
peningkatan PJK, Hipertensi, angina, stroke, diabetes dan
merupakan beban penting pada kesehatan jantung dan pembuluh
darah. Data dari Framingham menunjukkan bahwa apabila setiap
individu mempunyai berat badan optimal, akan terjadi penurunan
insiden PJK sebanyak 25 % dan stroke/cerebro vascular accident
(CVA) sebanyak 3,5 %. Penurunan berat badan diharapkan dapat
menurunkan tekanan darah, memperbaiki sensitivitas insulin,
pembakaran glukosa dan menurunkan dislipidemia. Hal tersebut
ditempuh dengan cara mengurangi asupan kalori dan menambah
aktifitas fisik. Disamping pemberian daftar komposisi makanan ,
pasien juga diharapkan untuk berkonsultasi dengan pakar gizi secara
teratur.
d. Hipertensi Sistemik
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kalalembang dan Alfrienti
dengan judul“Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
Penyakit Jantung Koroner di RSUKanujoso Djatiwibowo
Balikpapan” menyimpulkan bahwa 4 (empat) faktor risiko

18
yangmempunyai pengaruh bermakna (p < 0,05) adalah tekanan
darah (Hipertensi), umur,riwayat PJK pada orang tua dan olah raga.
e. Umur
Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat
PJK. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-
44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar
kolesterol pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20
tahun. Pada laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun.
Pada perempuan sebelum menopause ( 45-0 tahun ) lebih rendah
dari pada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah menopause
kadar kolesterol perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari
pada laki-laki.
f. Jenis kelamin.
Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun didapatkan
pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan . Ini berarti bahwa
laki-laki mempunyai resiko PJK 2-3 X lebih besar dari perempuan.
g. Geografis
Resiko PJK pada orang Jepang masih tetap merupakan salah satu
yang paling rendah di dunia. Akan tetapi ternyata resiko PJK yang
meningkat padta orang jepang yang melakukan imigrasi ke Hawai
dan Califfornia . Hal ini menunjukkan faktor lingkungan lebih besar
pengaruhnya dari pada genetik.
h. Ras
Perbedaan resiko PJK antara ras didapatkan sangat menyolok,
walaupun bercampur baur dengan faktor geografis, sosial dan
ekonomi . Di Amerika serikat perbedaan ras perbedaan antara ras
caucasia dengan non caucasia ( tidak termasuk Negro) didapatkan
resiko PJK pada non caucasia kira-kira separuhnya.
i. Diet.
Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak
di dalam susunan makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang
Amerika ratarata mengandung lemak dan kolesterol yang tinggi
sehingga kadar kolesterol cendrung tinggi. Sedangkan orang Jepang
umumnya berupa nasi dan sayur-sayuran dan ikan sehingga orang
jepang rata-rata kadar kolesterol rendah dan didapatkan resiko PJK
yang lebih rendah dari pada Amerika. Beberapa peetunjuk diet
untuk menurunkan kolesterol :
1) Makanan harus mengandung rendah lemak terutama kadar
lemak jenuh tinggi.

19
2) Mengganti susunan makanan dengan yang mengandung lemak
tak jenuh.
3) Makanan harus mengandung rendah kolesterol.
4) Memilih makanan yang tinggi karbohidrat atau banyak tepung
dan berserat
5) Makanan mengandung sedikit kalori bila berat badan akan
diturunkan padta obesitas dan memperbanyak exercise.
j. Diabetes
Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai
predisposisi penyakit pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-
laki yang menderita DM resiko PJK 50 % lebih tinggi daripada
orang normal, sedangkan pada perempuaan resikonya menjadi 2x
lipat.
k. Exercise
Exercise dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan
memperbaiki kolaterol koroner sehingga resiko PJK dapat
dikurangi. Exercise bermanfaat karena :
1) Memperbaiki fungsi paru dan pemberian oksigen ke miokard
2) Menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan
berkurang bersama-sama dengan menurunkan LDL kolesterol.
3) Membantu menurunkan tekanan darah
4) Meningkatkan kesegaran jasmani.
l. Perilaku dan Kebiasaan lainnya
Dua macam perilaku seseorang telah dijelaskan sejak tahun 1950
yaitu : Tipe A dan Tipe B. Tipe A umumnya berupaya kuat untuk
berhasil, gemar berkompetisi, agresif, ambisi, ingin cepat dapat
menyelesaikan pekerjaan dan tidak sabar.Sedangkan tipe B lebih
santai dan tidak terikat waktu . Resiko PJK pada tipe A lebih besar
daripada tipe B.
m. Perubahan Keadaan Sosial Dan stress
Perubahan angka kematian yang menyolok terjadi di Inggris dan
Wallas. Korban serangan jantung terutama terjadi pada pusat
kesibukan yang banyak mendapat stress. (Djohan, 2004)
Penelitian Supargo dkk ( 1981-1985 ) di FKUI menunjukkan orang
yang stress 1 1/2 X lebih besar mendapatkan resiko PJK stress
disamping dapat menaikkan tekanan darah juga dapat meningkatkan
kadar kolesterol darah.

20
2.4.Mampu memahami dan menjelaskan etiologi sindrom koroner akut
Umumnya karena aterosklerosis:
a. Kurangnya aliran darah menuju arteri koroner
1) Proses aterosklerosis
2) Insufisiensi & stenosis aorta
3) Pemendekan fase diastolik (takikardi, emosi, aktivitas fisik
yang berat)
4) Hipertrofi ventrikel
b. Berkurangnya suplai oksigen miokardium
1) Anemia
2) Viskositas darah >> (polisitemia vera: perfusi <<)
3) Daerah dengan tekanan udara rendah (dataran tinggi: < O2)
c. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
1) Peningkatan tekanan miokardium (krisis hipertensi, stenosis
aorta)
2.5.Mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi sindrom koroner akut
Kepentingan teori patogenesis respons-terhadap-cedera adalah cedera
endotel kronis yang menyebabkan respons inflamasi kronis dinding
arteri dan timbulnya aterosklerosis. Berbagai kadar stress yang
berkaitan dengan turbulensi sirkulasi normal dan menguatnya hipertensi
diyakini menyebabkan daerah fokal disfungsi endotel.
Hal penting mengenai endotel adalah :
1) Mengadung reseptor untuk LDL-C dan bekerja sebagai sawar
dengan permeabilitas yang sangat selektif
2) Memberikan permukaan nontrombogenik oleh lapisan heparin dan
oleh sekresi PGI2 (vasodilator kuat dan inhibitor agregasi
trombosit), dan oleh sekresi plasminogen
3) Mensekresi oksida nitrat (vasodilator kuat)
4) Berinteraksi dengan trombosit, monosit, makrofag, limfosit T, dan
sel-sel otot polos melalui berbagai sitokin dan factor
pertumbuhan.

Pada aterosklerosis, terjadi gangguan integritas lapisan media dan


intima, sehingga menyebabkan terbentuknya ateroma. Hipotesis respon
terhadap cedera memperkirakan bahwa langkah awal dalam
aterogenesis adalah cedera yang kemudian menyebabkan disfungsi
endotel arteri dengan meningkatnya permeabilitas terhadap monosit dan
lipid darah.

21
Hiperkolesterolemia sendiri diyakini mengganggu fungsi endotel
dengan meningkatkan produksi radikal bebas oksigen. Apabila terjadi
hiperlipidemia kronis, lipoprotein tertimbun dalam lapisan intima di
tempat meningkatnya permeabilitas endotel. Pemajanan terhadap
radikal bebas dalam sel endotel dinding arteri menyebabkan terjadinya
oksidasi LDL-C, yang berperan dan mempercepat timbulnya plak
ateromatosa. Hiperkolesterolemia memicu adhesi monosit, migrasi sel
otot polos subendotel, dan penimbunan lipid dalam makrofag dan sel-
sel otot polos. Apabila terpajan dengan LDL-C yang teroksidasi,
makrofag menjadi sel busa, yang beragregasi dalam lapisan intima,
yang terlihat secara makroskopis sebagai bercak lemak. Akhirnya,
deposisi lipid dan jaringan ikat mengubah bercak lemak ini menjadi
ateroma lemak fibrosa matur. Rupture menyebabkan inti bagian dalam
plak terpajan dengan LDL-C yang teroksidasi dan meningkatnya
perlekatan elemen sel, termasuk trombosit. Akhirnya, deposisi lemak
dan jaringan ikat mengubah plak fibrosa menjadi ateroma, yang dapat
mengalami perdarahan, ulserasi, kalsifikasi, atau thrombosis, dan
menyebabkan infark miokardium.
Proses selular yang terjadi dalam hipotesis cedera aterosklerosis

22
Meskipun penyempitan lumen berlangsung progresif dan kemampuan
vaskular untuk memberikan respon juga berkurang, manifestasi klinis
penyakit belum nampak sampai proses aterogenik sudah mencapai
tingkat lanjut. Fase preklinis ini dapat berlangsung 20-40 tahun. Lesi
yang bermakna secara klinis, yang dapat mengakibatkan iskemia dan
disfungsi miokardium biasanya menyumbat lebih dari 75% lumen
pembuluh darahBanyak penelitian yang logis dan konklusif baru-baru
ini menunjukkan bahwa kerusakan radikal bebas terhadap dinding arteri
memulai suatu urutan perbaikan alami yang mengakibatkan penebalan
tersebut dan pengendapan zat kapur deposit dan kolesterol. Sel endotel
pembuluh darah mampu melepaskan endothelial derived relaxing factor
(EDRF) yang menyebabkan relaksasi pembuluh darah, dan endothelial
derived constricting factor (EDCF) yang menyebabkan kontraksi
pembuluh darah. Pada keadaan normal, pelepasan ADRF terutama
diatur oleh asetilkolin melalui perangsangan reseptor muskarinik yang
mungkin terletak di sel endotel. Berbagai substansi lain seperti trombin,
adenosine difosfat (ADP), adrenalin, serotonin, vasopressin, histamine
dan noradrenalin juga mampu merangsang pelepasan EDRF, selain
memiliki efek tersendiri terhadap pembuluh darah. Pada keadaan
patologis seperti adanya lesi aterosklerotik, maka serotonin, ADP dan
asetil kolin justru merangsang pelepasan EDCF. Hipoksia akibat
aterosklerotik pembuluh darah juga merangsang pelepasan EDCF.
Langkah akhir proses patologis yang menimbulkan gangguan klinis
dapat terjadi dengan cara berikut:
1) Penyempitan lumen progresif akibat pembesaran plaque
2) Perdarahan pada plak ateroma
3) pembentukan thrombus yang diawali agregasi trombosit
4) Embolisasi thrombus atau fragmen plak
5) Spasme arteria koronaria (Rachmad Suhanda. 2008)

A. Patofisiologi Iskemia

Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh


pembuluh darah yang mengalami gangguan menyebabkan
terjadinya iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat
sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel
dan jaringan, dan menekan fungsi miokardium.

Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk


mengubah metabolism aerob menjadi metabolism anaerob.
Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil
akhirnya metabolism anaerob (asam laktat) akan tertimbun sehingga
menurunkan pH sel.

Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energy yang tersedia, serta


asidosis dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuaran
kontraksi daerah miokardium yang terserang berkurang.

23
Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung
menyebabkan perubahan hemodinamika. Perubahan hemodinamika
bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia, dan
derajat respons reflex kompensasi system saraf otonom.
Menurunnya fungsi ventrikel kiri dan dapat mengurangi curah
jantung dengan berkurangnya volume sekuncup. Berkurangnya
pengosongan ventrikel saat sistol akan memperbesar volume
ventrikel. Akibatnya, tekanan jantung kiri akan meningkat; tekanan
akhir diastolic ventrikel kiri dan tekanan baji dalam kapiler paru-
paru akan meningkat.

Pada iskemia, manifestasi hemodinamik yang sering terjadi adalah


peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum
timbul nyeri. Terlihat jelas bahwa pola ini merupakan respons
kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium.
Dengan timbulnya nyeri, sering terjadi perangsangan lebih lanjut
oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah merupakan tanda
bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau
merupakan suatu respons vagus.

Iskemia miokard menyebabkan sel miokard mengubah metabolisme


aerobik menjadi metabolisme anaerobik, dengan penurunan
progresif fungsi metabolisme, mekanik, dan listrik.

B. Patofisiologi Angina Pektoris

Angina pektoris adalah manifestasi klinis yang paling umum


iskemia miokard. Hal ini disebabkan oleh stimulasi kimia dan
mekanik ujung saraf sensorik aferen pada pembuluh koroner dan
miokardium. Reseptor nyeri ini termasuk ke jalur saraf afferent,
yang membawa banyak saraf dari C7 hingga T4. Nyeri yang
menyebar pada angina pectoris diperkirakan timbul karena jalur
saraf afferent ini juga membawa saraf nyeri dari region lain (lengan,
leher, dan pundak).

Penelitian menunjukkan bahwa adenosin merupakan mediator kimia


utama dari nyeri angina. Selama iskemia, ATP berdegradasi
menjadi adenosin, dimana, setelah difusi ke ekstraseluler,
menyebabkan pelebaran arteriol dan nyeri angina. Adenosin
menyebabkan angina dengan cara menstimulasi resepotor nyeri A1
di ujung saraf afferent jantung.

Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke


rahang atau ke daerah abdomen. Penyebab angina pektoris adalah
suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium
dibandingkan kebutuhan. Jika beban kerja suatu jaringan meningkat
maka kebutuhan oksigen juga meningkat; pada jantung yang sehat,
arteria koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan

24
oksigen ke otot jantung; namun jika arteria koroner mengalami
kekakuan atau menyempit akibat arterosklerosis dan tidak dapat
berdilatasi sebagai respon peningkatan ebutuhan akan oksigen,
maka terjadi iskemi miokardium; sel-sel miokardium mulai
menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi
mereka. Cara ini tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam
laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium dan menimbulkan
nyeri yang berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan
energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi
adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif
untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam
laktat. Dengan hilangnya penimbunan asam laktat, maka nyeri
angina pektoris mereda. Dengan demikian, angina pektoris
merupakan suatu keadaan yang berlangsung singkat.

Terdapat tiga jenis angina, yaitu :


1. Angina stabil
Disebut juga angina klasik, terjadi jika arteri koroner yang
arterosklerotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan
alirannya sewaktu kebutuhan oksigen meningkat. Peningkatan
kerja jantung dapat menyertai aktivitas misalnya berolah raga
atau naik tangga.
2. Angina prinzmetal
Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada
kenyataannya sering timbul pada waktu beristirahat atau tidur.
Pada angina prinzmetal terjadi spasme arteri koroner yang
menimbulkan iskemi jantung di bagian hilir. Kadang-kadang
tempat spasme berkaitan dengan arterosklerosis.
3. Angina tak stabil
Adalah kombinasi angina stabil dengan angina prinzmetal;
dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri
koroner. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban
kerja jantung; hal ini tampaknya terjadi akibat arterosklerosis
koroner, yang ditandai oleh trombus yang tumbuh dan mudah
mengalami spasme.

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan


menyebabkan kerusakan ireversibel serta nekrosis atau kematian
otot. Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan
berhenti berkontraksi secara permanen.

C. Patofisiologi Infark Miokardium

Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri . Infark


transmural mengenai seluruh tebal dinding, sedangkan infark
subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium.

25
Jelas bahwa letak infark berkaitan dengan penyakit pada daerah
tertentu dalam sirkulasi koroner, misalnya, infark dinding anterior
yang disebabkan oleh lesi pada ramus desendens anterior arteria
koronaria sinistra.

Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian


perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula
otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat
berkurangnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam
timbul edema pada sel-sel, respons peradangan disertai infiltrasi
leukosit. Enzim-enzim jantung dilepaskan dari sel-sel ini.
Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasi
jaringan dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini,
dinding nekrotik realtif tipis. Sekitar minggu ketiga mulai terbentuk
jaringan parut. Lambat laun jaringan ikat fibrosa menggantikan otot
yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada
minggu keenam, jaringan parut sudah terbentuk dengan jelas.
Secara fungsional Infark miokardium akan menyebabkan
perubahan-perubahan seperti pada iskemia:
1) Daya kontraksi menurun
2) Gerakan dinding abnormal
3) Perubahan daya kembang dinding ventrikel
4) Pengurangan volume sekuncup
5) Pengurangan fraksi ejeksi
6) Peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolic ventrikel
7) Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri

2.6.Mampu memahami dan menjelaskan morfologi oklusi pembuluh darah


koroner
I. Makroskopis
Plak ateromatosa yang khas (‘ateroma’), yaitu lesi pada intima,
berwarna putih kekuningan serta menonjol ke dalam lumen
pembuluh darah.

II. Mikroskopis
Topi fibrosa superfisial yang mengandung

26
a. Sel otot polos
b. Leukosit
c. Matriks ekstraseluler
jaringan ikat padat
menutupi pusat nekrotik
yang mengandung sel mati,
lipid, celah-celah
kolesterol, sel buih terisi
lipid (makrofag dan sel otot
polos).
d. Protein plasma
2.7.Mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis sindrom koroner
akut
Angina Pektoris
Diagnosis seringkali berdasarkan keluhan nyeri dada yang mempunyai
ciri khas sebagai berikut :
a. Letak
Sering pasien merasakan nyeri dada di daerah sternum atau di
bawah sternum (substernal), atau dada sebelah kiri dan kadang-
kadang menjalar ke lengan kiri, dapat menjalar ke punggung,
rahang, leher, atau ke lengan kanan. Nyeri dada juga dapat timbul
di tempat lain seperti di daerah epigastrium, leher, rahang, gigi,

bahu.
Pola Khas Angina Pectoris

b. Kualitas
Pada angina, nyeri dada biasanya seperti tertekan benda berat,
atau seperti di peras atau terasa panas, kadang-kadang hanya
mengeluh perasaan tidak enak di dada karena pasien tidak dapat
menjelaskan dengan baik, lebih-lebih jika pendidikan pasien
kurang.

27
c. Hubungan dengan aktivitas
Nyeri dada pada angina pektoris biasanya timbul pada saat
melakukan aktivitas, misalnya sedang berjalan cepat, tergesa-gesa,
atau sedang berjalan mendaki atau naik tangga. Pada kasus yang
berat aktivitas ringan seperti mandi atau menggosok gigi, makan
terlalu kenyang, emosi, sudah dapat menimbulkan nyeri dada.
Nyeri dada tersebut segera hilang bila pasien menghentikan
aktivitasnya. Serangan angina dapat timbul pada waktu istirahat
atau pada waktu tidur malam.

d. Lamanya serangan
Lamanya nyeri dada biasanya berlangsung 1-5 menit, kadang-
kadang perasaan tidak enak di dada masih terasa setelah nyeri
hilang. Bila nyeri dada berlangsung lebih dari 20 menit, mungkin
pasien mendapat serangan infark miokard akut dan bukan angina
pektoris biasa.

Pada angina pektoris dapat timbul keluhan lain seperti sesak napas,
perasaan lelah, kadang-kadang nyeri dada disertai keringat dingin.

2.8.Mampu memahami dan menjelaskan kriteria diagnosis sindrom koroner


akut
a. Angina pektoris tidak stabil
Manifestasi khas angina, tanpa peningkatan enzim biomarka jantung,
dengan atau tanpa perubahan EKG yang menunjukkan iskemia.
b. Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI)
Manifestasi khas angina, disertai peningkatan enzim penanda
jantung, tanpa adanya gambaran elevasi segmen ST pada EKG.

28
c. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI)
Manifestasi khas angina, disertai peningkatan enzim penanda
jantung dengan adanya gambaran elevasi segmen ST pada EKG.

2.9.Mampu memahami dan menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding


sindrom koroner akut
Diagnosis
1) Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada
yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen).
Keluhan angina tipikal berupa :
a. Rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri,
leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium.
Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau
persisten (>20 menit)
b. Diaphoresis

29
c. Mual/muntah
d. Nyeri abdominal
e. Sesak napas
f. Sinkop
Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain :
a. Nyeri di daerah penjalaran angina tipikal
b. Rasa gangguan pencernaan (indigestion)
c. Sesak napas yang tidak dapat diterangkan
d. Rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan
Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda
(25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita
diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia.
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan
pada pasien dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Pria
b. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner
(penyakit arteri perifer / karotis)
c. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark
miokard, bedah pintas koroner, atau IKP
d. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok,
dislipidemia, diabetes melitus, riwayat PJK dini dalam
keluarga, yang diklasifikasi atas risiko tinggi, risiko sedang,
risiko rendah menurut NCEP (National Cholesterol Education
Program)
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus
iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan
diagnosis banding.
Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah
halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk
mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda
regurgitasi katup mitral akut, hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah
halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan terhadap SKA.
Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak
seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta,
pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak

30
seimbang perlu dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis
banding SKA.
3) Pemeriksaan elektrokardiogram
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12
sadapan sesegera mungkin sesampainya di ruang gawat darurat.
Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya
direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang mengarah
kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9
juga harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai
EKG awal nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat
dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di ruang gawat darurat.
Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan angina timbul
kembali.
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina
cukup bervariasi, yaitu :
a. Normal
b. Nondiagnostik
c. LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/ persangkaan baru
d. Elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun tidak
persisten
e. Depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2
sadapan yang bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk
diagnosis STEMI untuk pria dan perempuan pada sebagian besar
sadapan adalah 0,1 mV.
Pada sadapan V1-V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam,
bergantung pada usia dan jenis kelamin. Nilai ambang elevasi
segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia ≥40 tahun adalah ≥0,2
mV, pada pria usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV. Sedangkan pada
perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di lead V1-3, tanpa
memandang usia, adalah ≥0,15 mV.
Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan
V3R dan V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai
ambang ≥0,1 mV dianggap lebih tepat.
Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah ≥0,5 mV. Depresi segmen

31
ST yang resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan permukaan
tubuh segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien STEMI
kecuali jika STEMI terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6).
Pasien SKA dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama
dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru mengingat pasien
tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien
dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat
terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia.
Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran
EKG pasien dengan LBBB baru/persangkaan baru juga disertai
dengan elevasi segmen ST ≥1 mm pada sadapan dengan kompleks
QRS positif dan depresi segmen ST ≥1 mm di V1-V3. Perubahan
segmen ST seperti ini disebut sebagai perubahan konkordan yang
mempunyai spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah untuk
diagnosis iskemik akut.
Perubahan segmen ST yang diskordan pada sadapan dengan
kompleks QRS negatif mempunyai sensitivitas dan spesifisitas
sangat rendah. Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG
tidak ditemukan elevasi segmen ST yang persisten, diagnosisnya
adalah infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI)
atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/ UAP). Depresi segmen ST
yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar ≥0,05 mV di sadapan
V1-V3 dan ≥0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan dengan depresi
segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak
persisten (<20menit), dan dapat terdeteksi di >2 sadapan
berdekatan. Inversi gelombang T yang simetris ≥0,2 mV
mempunyai spesifitas tinggi untuk untuk iskemia akut. Semua
perubahan EKG yang tidak sesuai dengan kriteria EKG yang
diagnostik dikategorikan sebagai perubahan EKG yang
nondiagnostik.
4) Pemeriksaan marka jantung
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark
miokard. Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan
marka jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun
tidak dapat dipakai untuk menentukan penyebab nekrosis miosit
tersebut (penyebab koroner/nonkoroner).
Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak
nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung,
hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan
nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar troponin I/T adalah
sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut, emboli
paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada
dasarnya troponin T dan troponin I memberikan informasi yang

32
seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan
disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai
spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau
troponin I/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah
awitan SKA, pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah
awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan
jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah
pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat
dijumpai pada seseorang dengan kerusakan otot skeletal
(menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan waktu paruh yang
singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB
lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang)
maupun infark periprosedural Pemeriksaan marka jantung
sebaiknya dilakukan di laboratorium sentral. Pemeriksaan di ruang
darurat atau ruang rawat intensif jantung (point of care testing) pada
umumnya berupa tes kualitatif atau semikuantitatif, lebih cepat (15-
20 menit) tetapi kurang sensitif.Point of caretesting sebagai alat
diagnostik rutin SKA hanya dianjurkan jika waktu pemeriksaan di
laboratorium sentral memerlukan waktu >1 jam. Jika marka jantung
secara point of care testing menunjukkan hasil negatif maka
pemeriksaan harus diulang di laboratorium sentral
Kemungkinan SKA adalah dengan gejala dan tanda :
a. Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau
tidak seluruhnya tipikal pada saat evaluasi di ruang gawat-
darurat.
b. EKG normal atau nondiagnostik
c. Marka jantung normal
Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda:
a. Angina tipikal
b. EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI,
depresi ST atau inversi T yang diagnostik sebagai keadaan
iskemia miokard, atau LBBB baru/persangkaan baru.
c. Peningkatan marka jantung
Kemungkinan SKA dengan gambaran EKG nondiagnostik dan
marka jantung normal perlu menjalani observasi di ruang gawat-
darurat. Definitif SKA dan angina tipikal dengan gambaran EKG
yang nondiagnostik sebaiknya dirawat di rumah sakit dalam ruang
intensive cardiovascular care (ICVCU/ICCU).
5) Pemeriksaan laboratorium.

33
Data laboratorium, di samping marka jantung, yang harus
dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula
darah sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal,
dan panel lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh menunda
terapi SKA.
6) Pemeriksaan foto polos dada.
Mengingat bahwa pasien tidak diperkenankan meninggalkan ruang
gawat darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada
harus dilakukan di ruang gawat darurat dengan alat portabel. Tujuan
pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding, identifikasi
komplikasi dan penyakit penyerta.
Diagnosis Banding
a. Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera: diseksi aorta,
perforasi ulkus peptikum atau saluran cerna, emboli paru, dan
tension pneumothorax.
b. Non iskemik: miokarditis, perikarditis, kardiomyopati hipertropik,
sindrom Brugada, sindrom wolf-Parkinson-White.
c. Non kardiak : nyeri bilier, ulkus peptikum, ulkus duadenum,
pleuritis, GERD, nyeri otot dinding dada, serangan panik dan
gangguan psikogenik.
Diagnosis banding nyeri pada STEMI antara lain pericarditis akut,
emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan
gastrointestinal. Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI.
STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes mellitus usia
lanjut.
2.10.Mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan EKG
Indikasi pemberian
Beberapa tujuan dari penggunaan EKG adalah :
1. Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan irama
jantung/disritmia
2. Kelainan-kelainan otot jantung
3. Pengaruh/efek obat-obat jantung seperti digitalis (lanoxin) dan
tricyclic antidepressan
4. Ganguan -gangguan elektrolit, terutama kalsium dan kalium
5. Perikarditis
6. Memperkirakan adanya pembesaran jantung/hipertropi atrium dan
ventrikel
7. Menilai fungsi pacu jantung.

34
Indikasi dari penggunaan EKG

Elektrokardiogram tidak menilai kontraktilitas jantung secara


langsung. Namun, EKG dapat memberikan indikasi menyeluruh atas
naik-turunnya suatu kontraktilitas. Analisis sejumlah gelombang dan
vektor normal depolarisasi dan repolarisasi menghasilkan informasi
diagnostik yang penting.
a. Merupakan standar emas untuk diagnosis aritmia jantung
b. EKG memandu tingkatan terapi dan risiko untuk pasien yang
dicurigai ada infark otot jantung akut
c. EKG membantu menemukan gangguan elektrolit (mis.
hiperkalemia dan hipokalemia)
d. EKG memungkinkan penemuan abnormalitas konduksi (mis. blok
cabang berkas kanan dan kiri)
e. EKG digunakan sebagai alat tapis penyakit jantung iskemik selama
uji stres jantung
f. EKG kadang-kadang berguna untuk mendeteksi penyakit bukan
jantung (mis. emboli paru atau hipotermia)

Persiapan alat-alat EKG

1. Memeriksa kelengkapan alat EKG yang akan digunakan, sbb


a. Mesin EKG yang dilengkapi dengan 3 kabel, sebagai berikut :
a) Satu kabel untuk listrik (power)
b) Satu kabel untuk bumi (ground)
c) Satu kabel untuk pasien, yang terdiri dari 10 cabang dan
diberi tanda dan warna.
b. Plat elektrode yaitu
a) 4 buah elektrode extremitas dan manset
b) 6 Buah elektrode dada dengan balon penghisap.
c) Jelly elektrode / kapas alcohol
d) Kertas EKG (telah siap pada alat EKG)
e) Kertas tissue
2. Memeriksa Fungsi alat sehingga siap digunakan
3. Membawa alat kedekat pasien

Persiapan Pasien

1. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien/ keluarga


2. Menjelaskan Tujuan tindakan kepada pasien / keluarga
3. Meminta persetujuan pasien
4. Mengatur posisi tidur terlentang pada pasien

Prosedur pemeriksaan EKG


1. Perawatan mencuci tangan
2. Memasang arde

35
3. Menghidupkan monitor EKG
4. Membuka dan melonggarkan pakaian bagian atas pasien serta
melepas jam tangan,gelang,dan logam lain
5. Membersihkan kotoran dan lemak menggunakan kapas alcohol pada
daerah dada, kedua pergelangan tangan dan kedua tungkai di lokasi
pemasangan manset electrode
6. Mengoleskan jelly EKG pada permukaan electrode. Bila tidak ada
jelly, gunakan kapas basah
7. Menyambungkan kabel EKG pada kedua pergelangan tangan dan
keuda tungkai pasien, untuk merekam ekstremitas lead (lead
I,II,III,aVR,aVF,aVL). Dengan cara:
a. Warna merah pada tangan kanan
b. Warna kuning pada tangan kiri
c. Warna hitam pada kaki kanan
d. Warna hijau pada kaki kiri
8. Memasang electrode dada untuk rekaman precordial lead , sbb :
V1 : ICS 4 linea sternalis dextra
V2 : ICS 4 linea sternalis sinistra
V3 : antara V2 dan V4
V4 : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
V5 : Linea axillaris anterior setinggi V4
V6 : Linea axillaris medialis setinggi V4
V7 : Sejajar V6 pada garis post aksilaris (jarang dipakai)
V8 : Sejajar V7 garis ventrikel ujung scapula (jarang dipakai)
V9 : Sejajar V8 pada kiri ventrikel (jarang dipakai)
9. Melakukan kalibrasi dengan speed 25 dan sensitivitas auto
10. Membuat rekaman EKG secara berurutan sesuai dengan pilihan lead
yang terdapat pada mesin EKG
11. Melakukan kalibrasi kembali setelah perekaman selesai
12. Memberi identitas pasien hasil rekaman : nama, umur, tanggal dan
jam rekaman serta nomor lead dan nama pembuatan rekaman EKG

Interpretasi Hasil Pemeriksaan EKG

a. Grafik EKG dibentuk oleh gelombang listrik yang mengalir melalui


serabut syaraf khusus yang ada pada jantung.

36
b. Listrik tersebut dibentuk oleh Nodus Sinuatria sebagai sumber
primer dan nodus atrio-ventrikular sebagai cadangan listrik
sekunder. tetapi listrik jantung ini dapat pula dibentuk oleh bagian
lain dari jantung.
c. Gelombang P dibentuk oleh aliran listrik yang berasal dari nodus
SA di atrium sedangkan kompleks QRS terbentuk oleh aliran listrik
di ventrikel. sedangkan PR interval terbentuk ketika aliran listrik
tersebut melewati bundle His. gelombang T terbentuk ketika terjadi
repolarisasi jantung.
d. Arah aliran listrik ini mengarah ke apex jantung dan sejajar sumbu
jantung.
e. Setiap lead memandang aliran listrik jantung dari sudut pandang
yang berbeda. Maka untuk mengatahui letak kelainan, perlu
diperhatikan lead mana yang mengalami kelainan dan dari sudut
pandang mana lead tersebut melihat jantung. lead dada melihat
jantung dari sudut pandang horizontal, hal ini bisa dilihat dari tabel
di bawah ini :
Sadapan dada Sudut pandang
V1, V2 Lateral kanan jantung
V3, V4 Septum
V5, V6 Lateral kiri jantung

Lead ekstremitas melihat jantung secara vertikal. Hal ini bisa


dijelaskan sebagai berikut:

Sebagai contoh: lead II melihat/mengintip jantung dari sudut pandang


apex jantung.
a. Setiap aliran listrik tersebut menuju ke arah sudut pandang tempat
melihat EKG, maka pada lead tersebut harus positif. Sebagai contoh
adalah lead II yang melihat jantung dari sudut pandang di sekitar
apex. Maka normalnya lead ini harus positif.
b. Karena otot jantung kiri lebih besar dari otot jantung kanan, maka
yang terekam dominan pada EKG adalah bagian jantung kiri.

37
Contoh: Irama sinus,reguler, HR:93 x/menit, Axis ke kiri, Gelombang
P normal, PR interval < 0,2 detik, QRS kompleks < 0,12 s, ST-T
change (-), R di V5/6 + S di V1 < 35, R/S di V1 < 1.
Kesan: Normal EKG
1. Lihat apakah EKG tersebut berirama sinus atau tidak. Irama sinus
memiliki ciri sebagai berikut:
a. Berasal dari SA node.
b. Karena adanya gel P tapi belum tentu berasal dari SA node.
Jadi anda harus bandingkan di dalam satu lead harus
mempunyai bentuk gel P yang sama.
c. Selalu ada satu gelombang P yang diikuti oleh satu komplek
QRS dan satu gelombang T.
2. Lihat irama yang terbentuk. Apakah reguler atau aritmia/disritmia.
Caranya adalah memper-hatikan gelombang R. Jarak antar
gelombang R atau R-R harus sama. Atau jarak gelombang P/P-P
harus sama untuk sebuah EKG yang normal.
3. Lihat HR.
4. Lihat Axis.
5. Lihat gelombang P, adakah kelainan dari gelombang P. Lihat pula
bentuknya apakah P mitral atau P pulmonal.
6. Hitung PR interval. Normalnya PR interval bernilai kurang dari 0,2
second. Jika PR interval memanjang curiga sebagai suatu block
jantung.
7. Hitung dan lihat bentuk QRS kompleks. Adanya kelainan kompleks
QRS menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel (bisa suatu block
saraf jantung atau kelainan lainnya) karena komplek ini dibentuk
oleh aliran listrik jantung di daerah ventrikel.
8. Lihat apakah ada perubahan pada segmen ST dan gelombang T.
9. Hitung jumlah kotak R di V5 atau V6 kemudian tambahkan dengan
jumlah kotak S yang ada di V1. Normalnya akan bernilai dibawah
35. Jika > 35 maka bisa dianggap suatu LVH. Hati-hati, terkadang
voltase tidak mencapai 10mV. Maka harus dikonversi dulu ke 10
mV (contoh: pada EKG tertulis 5 mV maka, untuk menjadi 10 mV,
kotak tersebut harus dikalikan 2).
10. Hitung jumlah kotak gelombang R di V5 atau V6 kemudian dibagi
dengan jumlah kotak S di V5 atau V6 tersebut. (untuk yang ini tidak
diperlukan konversi). Normalnya kurang dari 1. Jika lebih, maka
dicurigai suatu RVH.
Beberapa kejadian khusus yang perlu diketahui yaitu :

38
a. Gelombang P, normalnya:
a) Tinggi tidak lebih dari 3 kotak kecil
b) Lebar tidak lebih dari 3 kotak kecil
c) Positif kecuali di aVR
d) Gelombang simetris
Kelainan Gelombang P :
a) Pulmonal / Runcing: RAH (Right Atrium Hyperthropie)
b) Mitral / berlekuk lebar: LAH
b. PR interval normalnya 0,12-0,2 second. Jika memanjang berarti ada
block jantung karena interval ini terbentuk saat aliran listrik jantung
melewati berkas HIS.
c. Gelombang Q, normal:
a) Lebar kurang dari 0,04 second
b) Tinggi < 0,1 second
Patologis:
a) Panjang gelombang Q > 1/3 R
b) Ada QS pattern dengan gelombang R tidak ada.
Adanya gelombang Q patologis ini menunjukkan adanya Old
Miocard infark (OMI). Bila gelombang ini belum ada (tetapi sudah
ada ST depresi) berarti iskemik belum lama terjadi (< 12 jam),
masih ada kemungkinan diselamtkan.
d. Kompleks QRS :
a) Lebar jika aliran listrik berasal dari ventrikel atau terjadi blok
cabang berkas
b) Normal R/S =1 di lead V3 dan V4
c) Rotasi menurut arah jarum jam menunjukkan penyakit paru
kronik. Artinya gelombang QRS menjadi berbalik. Yang
tadinya harus positif di V5 + V6 dan negatif di V1 dan V2
maka sekarang terjadi sebaliknya.
e. Segmen ST, normalnya:
a) Isoelektrik
b) Di V1-V6 bisa naik 2 kotak kecil atau turun 0,05 kotak kecil.
Patologis:

39
a) Elevasi: AMI atau pericarditis
b) Depresi: Iskemia atau terjadi setelah pemakaian digoksin
f. Gelombang T
Normal sama dengan gelombang P. Dapat positif di lead I, II, V3-
V6 dan negatif di VR
Patologis :
a) Runcing: Hiperkalemia
b) Tinggi lebih dari 2/3 R dan datar: Hipokalemia
c) Inversi: bisa normal (di lead III, VR, V1, V2 dan V3 (pada
orang kulit hitam) atau iskemia, infark, RVH dan LVH,
emboli paru, Sindrom WPW, dan Block cabang berkas.
g. Blok jantung:
1. Derajat 1: satu gel P: satu Kompleks QRS interval PR > 0,2
Second.
2. Derajat 2:
a. Weckenbach: PR interval awalnya noramal dan makin
lama makin panjang lalu tidak ada gelombang P,
kemudian siklus berlanjut lagi.
b. Mobitz 2: P timbul kadang-kadang
c. Derajat 3 (total): QRS lebar, Frekuensi QRS < 50
kali/menit. P dan QRS tidak berhubungan.
d. RBBB: QRS > 0,12 second, pola RSR’. R’ dominan di
V1.
e. LBBB: QRS > 0,12 second, Pola M di lead V6
f. Bifascular: Hemiblok anterior kiri (Axis kiri dengan S
dalam pada sadapan II dan III) ditambah RBBB
Terkadang ketika merekam EKG terlihat gambaran gelombang P
yang tidak jelas. Untuk membedakan ini dengan Fibrilasi Atrium
dapat dilihat iramanya. Pada fibrilasi atrium irama sangat tidak
teratur. Dan berbeda dengan Atrial Flutter atau atrial takikardi, pada
Atrial Fibrilasi dijumpai garis dasar yang rata (Nopriansyah, 2012).
Beberapa gambaran di bawah ini sangat khas pada kelainan irama.
Contohnya adalah sebagai berikut:
a. Ventrikular takikardi b. ventricular ekstrasistole

40
c. Atrial flutter

2.11.Mampu memahami dan menjelaskan terapi pendahuluan pada sindrom


koroner akut
Terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis
kerja kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina khas
iskemik di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG
dan/atau marka jantung.Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin,
Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus diberikan
semua atau bersamaan. Sehingga pasien di IGD akan diberikan :
1) Tirah baring
2) Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan
saturasi O2 arteri <95% atau yang mengalami distress respirasi
3) Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam
6 jam pertama,tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri.
4) Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang
tidak diketahui intoleransinya terhadap aspirin. Aspirin tidak
bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual ( di bawah
lidah ) yang lebih cepat.
5) Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
a. Dosis awal ticagrlor yang dianjurkan adalah 180 mg
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2x90 mg/hari kecuali
pada pasien STEMI yang direncanakan untuk reperfusi
menggunakan agen fibrinolitik.
Atau
b. Dosis awal clopidogrel adalh 300mg dilanjutkan dengan dosis
pemelihaaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan
untuk terapi perfusi menggunakan agen fibrinolitik,
penghambat reseptor ADP yang dianjurkan adalah
clopidogrel)

41
6) Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan
nyeri dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat
darurat. Jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian,
dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali.
Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsive
dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. Dalam keadaan tidak
tersedian NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebgai
pengganti.
7) Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit,
bagi pasien yang tidak responsive dengan terapi tiga dosis NTG
sublingual.

2.12.Mampu memahami dan menjelaskan tatalaksana sindrom koroner akut


A. Tatalaksana Noninvasif adalah tindakan tatalaksana PJK tanpa
pembedahan, meliputi :
1. Non-farmakologis
a. Oksigenasi selama 6 jam pertama
b. Istirahat dalam 12 jam pertama
c. Diet lemak <30% kalori total dan kolesterol <300 mg/hari
d. Diet tinggi serat, K, Mg dan rendah Na
e. Mencegah faktor risiko yang dapat memperberat penyakit
f. Pemeriksaan jantung berkala : memantau risiko PJK dan
perkembangan terapi

42
2. Farmakologis
a. Antiangina –diberikan untuk mengurangi nyeri dada dan
mencegah kejadian infark.
1. Nitrat Organik
Obat : Nitrogliserin (NTG), Isosorbid dinitrat
Dosis : NTG sublingual 0.15-0.6 mg 3 dosis dengan
interval 5 menit.
Efek : Meningkatkan suplai oksigen lewat
vasodilatasi pembuluh darah koroner, menurunkan
kebutuhan oksigen jantung melalui venodilatasi
perifer sehingga perload dan afterload menurun.
Dapat terjadi toleransi obat yang dapat mengurangi
manfaat klinis, namun dapat dihilangkan dengan
menghentikan terapi selama 8-12 jam atau mengubah
interval atau dosis obat.
Kontraindikasi : pasien yg mendapat sildenafil
ES : Hipotensi ortostatik, sinkop, flushing dan sakit
kepala berdenyut (dilatasi arteri serebral),
ketergantungan, bila dihentikan mendadak : rebound
angina.
2. Beta Blocker
Obat : Propranolol, metoprolol, atenolol
Dosis : metoprolol IV 5 mg 3 dosis interval 2-5 menit,
lanjutkan dengan metoprolol oral 50 mg/ 6 jam
selama 48 jam dan lanjutkan dengan 100 mg / 12 jam
Efek : Menurunkan kebutuhan oksigen melalui
penurunan frekuensi denyut jantung, tekanan darah
dan kontraktilitas miokard.
ES : Bronkospasme, bradikardi, blokade AV,
penurunan HDL dan kenaikan TG. Lelah, mimpi
buruk, depresi dan impotensi. Henti mendadak :
rebound angina.
3. Antagonis Ca
Obat : Nifedipin, diltiazem, verapamil
Efek : mengurangi kebutuhan oksigen miokard
melalui vasodilatasi koroner dan perifer, penurunan
kontraktilitas miokard dan penurunan automatisasi
dan kecepatan konduksi nodus SA dan AV.
Meningkatkan suplai oksigen miokard melalui dilatasi
koroner, menurunkan tekanan darah dan denyut
jantung sehingga perfusi subendokard membaik.

43
Kontraindikasi : aritmia keracunan digitalis, pasien
dengan beta blocker.
ES : nifedipin -refleks takikardia, batuk, edema paru,
sakit kepala, flushing. Verapamil –konstipasi,
hiperplasia gingiva, rash, somnolen dan kenaikan
enzim hati. Dosis tinggi nimodipin –kejang otot.
Bepridil –pemanjangan interval QTc.

b. Hipolipidemik –diberikan pada pasien dengan LDL >130


mg/dL
1. Resin
Obat : Kolestiramin, kolesevelam, kolestipol
Dosis : kolestiramin dan kolestipol 12-16 g/hari,
kolesevelam 625 mg/hari
Efek : Menurunkan kolesterol melalui pengikatan
asam empedu didalam saluran cerna, mengganggu
sirkulasi enterohepatik sehingga ekskresi steroid
meningkat dalam tinja.
Kontraindikasi : pasien batu empedu dan hiperTGmia
berat.
ES : rasa seperti pasir, mual, muntah, konstipasi,
peningkatan transaminase dan fosfatase alkali –
reversibel. Asidosis hiperkloremik –dosis besar.
Meningkatkan produksi asam empedu (pencetus batu
empedu), dan TG plasma serta mengganggu absorpsi
vitamin A, D, K dan hipoprotrombinemia.
2. HMGCoA reduktase inhibitor
Obat : simvastatin, atorvastatin, lovastatin, pravastatin
Dosis : S 5-80 mg/hari , A 10-80 mg/hari , L 20-80
mg/hari, P 10-80 mg/hari
Efek : menghambat enzim HMGCoA reduktase yang
berefek pada meningkatnya sintesis reseptor LDL
pada membran sel hepatosit, akibatnya terjadi
penurunan TG, VLDL, IDL, LDL dan peningkatan
HDL dalam darah.
Kontraindikasi : ibu hamil dan menyusui, pasien
gangguan fungsi hati.
ES : peningkatan transaminase hati, miopati (<1%),
rabdomiolisis, GIT, sakit kepala, rash, neuropati
perifer dan sindrom lupus.
3. Asam Fibrat

44
Obat : Gemfibrozil, fenofibrat, bezafibrat
Dosis : G 600 mg 2x/hari setengah jam sebelum
sarapan dan makan malam. F 200-400 mg/hari. B 200
mg/hari 1-3 kali.
Efek : meningkatkan oksidasi asam lemak, sintesis
LPL dan menurunkan ekspresi Apo C-III sehingga
VLDL hati menurun, klirens lipoprotein yang kaya
TG meningkat dan HDL meningkat secara moderat
karena peningkatan ekspresi Apo A-I dan Apo-AII.
Indikasi : HiperTGmia berat (TG > 1000 mg/dL) dan
hiperLPmia tipe III
Kontraindikasi : wanita hamil menyusui, pasien
gangguan hati dan ginjal
ES : 10% -GIT (mual, mencret, perut kembung, dll) –
reversibel. Ruam kulit, alopesia, impotensi,
leukopenia, anemia, BB bertambah, gangguan irama
jantung. Myositis, peningkatan transaminase dan
CPK.
4. Asam Nikotinat
Obat : Niasin (Vitamin B3)
Dosis : lebih besar daripada dosis yang diperlukan
untuk efeknya sebagai vitamin, yaitu oral 2-6 g/hari
dalam 100-200 mg/hari 3 kali setelah makan.
Efek : Menurunkan TG 35-45% , LDL 20-30% ,
Lp(a) 40% dan meningkatkan HDL 30-40%
Indikasi : Semua jenia hiperTGmia dan
Hiperkolesterolemia kecuali tipe I dan pasien
hiperLPmia tipe IV yang tidak berhasil dengan resin.
Kontraindikasi : wanita hamil karena obat ini bersifat
teratogenik.
ES : Gatal, flushing dan rash -takifilaksis. Muntah,
diare dan ulkus lambung, peningkatan transaminase
hati dan fosfatase alkali (dosis > 3g). Hiperurisemia,
hiperglikemia, jarang terjadi makulopati toksik dan
ambliopia toksik –reversibel. Terapi jangka lama
menyebabkan acanthosis nigricans dan pandangan
kabur.
5. Probukol
Dosis : 250-500 mg 2 kali sehari (biasanya
dikombinasi dengan resin atau statin)
Efek : Menurunkan LDL serum, namun lebih
menurunkan HDL sehingga kurang menguntungkan.

45
Namun memiliki efek antioksidan. Obat terakumulasi
didalam jaringan lemak selama 6 bulan sejak terakhir
minum obat.
Kontraindikasi : pasien infark miokard akut atau
kelainan EKG.
ES : GIT, eosinofilia, parestesia, edema angioneurotik
dan terjadi pemanjangan interval QT.
6. Ezetimibe
Dosis : 5-10 mg/hari
Efek : menghambat absorbsi kolesterol dan sitosterol
dalam usus sehingga efektif menurunkan LDL dan
kolesterol total.
ES : GIT, nyeri kepala dan abdomen, pancreatitis,
kolesistitis, miopati, atralgia, hepatitis,
trombositopenia, peningkatan CK.
7. Neomisin Sulfat
Dosis : 2 g/hari
Efek : menurunkan kadar kolesterol dengan cara mirip
resin yaitu membentuk kompleks tidak larut dalam
asam empedu. Menurunkan LDL dan kolesterol total
10-30 % tanpa mengubah kadar TG plasma.
Indikasi : pasien yang tidak tahan dengan
hipolipidemik lain.
ES : GIT, ototoksik, nefrotoksik (gangguan fungsi
ginjal) dan gangguan absorpsi obat lain (digoksin)
c. Antiplatelet
1. Aspirin
Dosis : awal 160 mg , lanjutan 80-325 mg/hari
Efek : menghambat agregasi trombosit pada plak.
Menurunkan infark hingga 72% pada pasien angina
tak stabil.
ES : risiko perdarahan bertambah berat.
2. Klopidogrel
Dosis : awal 300 mg/hari, lanjutan 75 mg/hari.
Efek : Menghambat agregasi platelet
Indikasi : Diberikan pada pasien tak tahan aspirin.
Mengurangi angina dan infark hingga 70%
3. GP IIb/IIIa Inhibitor
Obat : Absiksimab, eptifibatid, tirofiban

46
Efek : Menghalangi ikatan platelet dengan fibrinogen.
Mengurangi kematian dan infark hingga 70%.
Indikasi : obat pelapis pada terapi revaskularisasi
Drug Eluting Stent-DES.
d. Antitrombin
1. Heparin
Efek : menghambat trombin dan Fxa. Heparin dapat
dinetralisir PF4 yang merupakan produk trombosit.
Kombinasi dengan aspirin dapat mengurangi risiko
PJK sebesar 30%. Monitoring terapi dengan APTT
tiap 6 jam pasca pemberian.
ES : trombositopenia yang diinduksi heparin
2. LMWH – Low Molecule Weight Heparin
Obat : enoksaparin, dalteparin, fondaparinux
Efek : Menghambat F.Xa dan terbukti mengurangi
infark sebanyak 20%. Tidak mudah dinetralisir PF4,
bioavailabilitas besar dan tidak memerlukan
monitoring laboratorium untuk memantau
aktivitasnya.
ES : kurang menimbulkan trombositopenia
3. Penghambat Direct Thrombin
Obat : Hirudin dan Bivalirudin
Efek : Mencegah pembekuan darah secara langsung,
tidak dihambat oleh protein plasma dan PF4.
Monitoring antikoagulan dengan APTT (biasanya
tidak diperlukan).
ES : risiko perdarahan bertambah

e. Fibrinolitik –diberikan pada DES dan 1 jam pertama


saat onset infark.
1. tPA – tissue Plasminogen Activator
menurunkan mortalitas sebanyak 15%, namun
harganya lebih mahal dari SK dan risiko
perdarahan intrakranial tinggi.
2. Streptokinase - SK
Fibrinolitik nonspesifik fibrin, pasien yang telah
mendapat terapi SK tidak boleh diberikan SK
lagi karena sudah terbentuk antibodi sehingga
nantinya akan mencetuskan alergi.

47
B. Tatalaksana Invasif (tindakan pembedahan)
1. Coronary Artery Bypass Grafting – CABG
Pencangkokan vena dari
aorta ke arteri koroner,
meloncati bagian yang
mengalami penyumbatan.
Pembuluh darah biasanya
diambil dari mamaria interna
atau ekstremitas. Dalam 10
tahun pascabedah, 90%
masih berfungsi baik dan tidak mengalami penyumbatan
ulang.

2. Percutaneus Cardiac Intervention - PCI :


Memasukkan sebuah kateter
dengan balon kecil diujungnya
dari a.femoralis ke daerah
sumbatan pada a.koroner
melalui kawat penuntun. Balon
dikembangkan selama
beberapa detik, lalu
dikempiskan kemudian
diulangi beberapa kali. Balon
yang mengembang akan
menekan plak, sehingga arteri
meregang dan lumen melebar
80-90%. Kelemahan : 30 - 40% mengalami restenosis.

3. PCI dengan Stent


Stent adalah cincin kawat yang terbuat
dari baja antikarat dengan diameter mulai
dari 2.25 - 4 mm dan panjang hingga 33
mm. Ketika kateter dimasukan, balon
dikembangkan dan stent ikut
mengembang. Setelah balon dikempiskan,
stent tetap mengembang dan menyangga
lumen agar tetap terbuka lebar.
Kelemahan : 15-25% restenosis

4. Drug Eluting Stent – DES


Stent yang dilapisi oleh obat-obatan antiplatelet dan
fibrinolitik. Hasil menunjukkan hanya 0-6% pasien yang
mengalami restenosis.

48
2.13.Mampu memahami dan menjelaskan pencegahan sindrom koroner akut
Pemantauan dan memodifikasi faktor risiko tertentu adalah cara
terbaik untuk mencegah penyakit jantung koroner.
1) Jika mungkin, mengadopsi gaya hidup sehat sejak awal
kehidupan
2) Riwayat keluarga : Jika seseorang dalam keluarga memiliki
penyakit jantung koroner, angina, atau serangan jantung pada
usia 55 tahun, resiko terkena penyakit jantung meningkat. Jika
penyakit jantung ada dalam keluarga, dapat direkomendasikan tes
skrining dan tindakan pencegahan.
3) Ubah faktor-faktor risiko berikut:
a. Kadar lemak pada darah
Kolesterol tinggi total: ketahui kadar kolesterol total dan
ambil tindakan untuk mengontrolnya dengan diet dan
olahraga jika kadarnya tinggi. Berikut panduan dari National
Cholesterol Education Program (NCEP), kadar kolesterol
total yang diukur dalam darah setelah 9-12 jam berpuasa
berdasarkan subtipe kolesterol penting:
a) LDL cholesterol
 Kurang dari 100 - Optimal
 100-129 - Near optimal/above optimal
 130-159 - Borderline high
 160-189 - High
 190 atau lebih tinggi - Very high
b) Total cholesterol
 Kurang dari 200 - Desirable
 201-239 - Borderline high
 240 atau lebih tinggi - High
c) HDL cholesterol (the good cholesterol)
 Kurang dari 40 0 Low
 60 atau lebih tinggi - High (desirable)

b. Diet
Diet, seimbang rendah lemak yang baik tidak hanya untuk
orang dengan kolesterol tinggi tetapi untuk semua orang.
a) American Heart Association merekomendasikan bahwa
kalori dari lemak maksimum kurang dari 30% dari total
kalori dalam makanan apapun.
b) Setiap hari, cobalah untuk makan 6-8 porsi roti, sereal,
atau padi; 2-4 porsi buah segar; 3-5 porsi sayuran segar
atau beku, 2-3 porsi susu tanpa lemak, yogurt, atau keju;
dan 2-3 porsi daging, unggas, ikan, atau kacang kering.
c) Gunakan minyak zaitun atau canola untuk
memasak. Minyak ini mengandung lemak tak jenuh
tunggal yang dikenal untuk menurunkan kolesterol.
d) Makan 2 porsi ikan setiap minggu. Makan ikan seperti
salmon, makarel, trout danau, herring, sardin, dan tuna

49
albacore. Semua ikan ini tinggi asam lemak omega-3
yang menurunkan kadar lemak tertentu dalam darah dan
membantu mencegah detak jantung tidak teratur dan
pembekuan darah yang menyebabkan serangan jantung.
e) Penelitian menunjukkan bahwa alkohol dapat
membantu melindungi terhadap penyakit jantung
koroner, namun membatasi asupan Anda untuk 1-2
minuman per hari. jumlah yang lebih tinggi dapat
meningkatkan tekanan darah, menyebabkan gangguan
irama jantung (aritmia), dan kerusakan otot jantung dan
hati secara langsung.
f) Menghindari makanan cepat saji mungkin tidak
menyenangkan atau nyaman, tapi mungkin memberikan
manfaat yang signifikan dalam jangka panjang.

c. Merokok
Berhenti merokok adalah perubahan terbaik yang dapat
dibuat. Perokok pasif (menghirup asap tembakau), cerutu
merokok, atau mengunyah tembakau sama-sama berbahaya
bagi kesehatan.

d. Diabetes
Diabetes menyebabkan penyumbatan dan pengerasan
(aterosklerosis) pembuluh darah di mana-mana dalam tubuh,
termasuk arteri koroner. Mengontrol diabetes secara
signifikan mengurangi risiko koroner.

e. Tekanan darah tinggi


Diet yang tepat, asupan rendah garam, olahraga teratur,
pengurangan konsumsi alkohol, dan pengurangan berat
badan adalah sangat penting.

f. Kegemukan
a) Kelebihan berat menempatkan tekanan ekstra pada
jantung dan pembuluh darah dengan tekanan darah
meningkat, ditambah sering dikaitkan dengan diabetes,
kolesterol tinggi dan trigliserida, dan HDL rendah.
b) Sebuah, diet rendah lemak serat-tinggi dan olahraga
teratur dapat membantu menurunkan berat badan dan
mempertahankannya.
c) Carilah penyedia layanan kesehatan nasihat Anda
sebelum memulai penurunan berat badan program.
d) Jangan mengandalkan obat untuk menurunkan berat
badan. obat-obatan tertentu yang digunakan untuk berat
badan

50
g. Ketidakaktifan Fisik
Latihan membantu menurunkan tekanan darah,
meningkatkan tingkat kolesterol baik (HDL), dan
mengendalikan berat badan Anda.
a) Cobalah untuk menyelesaikan latihan ketahanan
minimal 30 menit, 3-5 kali seminggu. Tapi jalan cepat
saja akan meningkatkan kelangsungan hidup
kardiovaskular.
b) Latihan dapat mencakup berjalan, berenang, bersepeda,
atau aerobik.

h. Stres emosional
Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan stres emosional

2.14.Mampu memahami dan menjelaskan komplikasi


Komplikasi yang disebabkan oleh iskemia dapat menyebabkan Edema
Paru-Paru. Sedangkan komplikasi yang disebabkan oleh infark
miokard dapat menyebabkan ruptur di musculus papillaris, dinding
ventrikel dan septum ventrikel.

2.15.Mampu memahami dan menjelaskan prognosis sindrom koroner akut


a. Klasifikasi Killip
Berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana; S3 gallop,
kongesti paru dan syok kardiogenik

Klas Definisi Mortalitas (%)


I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6
II + S3 dan atau ronki basah 17
III Edema paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80

b. Klasifikasi Forrester
Berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan
Pulmonary Capillary Wedge Pressure (PCWP)

Indeks Kardiak
Klas PCWP (mmHg) Mortalitas (%)
(L/menit/m2)
I >2,2 <18 3
II >2,2 >18 9
III <2,2 <18 23
IV <2,2 >18 51

c. TIMI risk score


Sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan anamnesis
sederhana dan pemeriksaan fisis yang dinilai pada pasien STEMI
yang mendapat terapi trombolitik

51
Skor Risiko/
Faktor Risiko (Bobot)
Mortalitas 30 hari (%)
Usia 65-74 tahun (2 poin) 0 (0,8)
Usia > 75 tahun (3 poin) 1 (1,6)
Diabetes mellitus/hipertensi atau angina 2 (2,2)
(1 poin)
Tekanan darah sistolik < 100 mmHg (3 3 (4,4)
poin)
Frekuensi jantung > 100 mmHg (2 poin) 4 (7,3)
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 5 (12,4)
Berat < 67 kg (1 poin) 6 (16,1)
Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) 7 (23,4)
Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 8 (26,8)
Skor risiko = total poin (0-14 poin) >8 (35,9)

52
KESIMPULAN

Sindrom koroner akut terjadi akibat ketidaksesuaian suplai dari arteri koronaria
dengan kebutuhan miokardium yang pada umumnya disebabkan oleh adanya
aterosklerosis. Penyakit ini dapat bermanifestasi menjadi berbagai sindrom seperti
angina pektoris dan infark miokard. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
adalah apabila memiliki riwayat keluarga, berusia lanjut serta laki-laki memiliki
kemungkinan lebih besar terkena dibanding perempuan pre-menopause. Dalam
anamnesis perlu ditanyakan riwayat keluarga serta riwayat nyeri dan sebagainya.
Untuk membantu menegakkan diagnosis maka diperlukan pemeriksaan angiografi
sebagai gold standard dalam pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya
penyumbatan pada pembuluh darah koroner pasien. Pengobatan farmakologi yang
dapat diberikan kepada pasien diantaranya adalah anti angina, anti platelet,
fibrinolitik dan sebagainya sesuai keadaan pasien.

53
DAFTAR PUSTAKA

Alaeddini, Jamshid. 2010. Angina Pectoris.


http://emedicine.medscape.com/article/150215-overview [diakses pada Desember
2016].

Anderson MD. 2000. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Brown, Carol T. 2006. Penyakit Aterosklerotik Koroner dalam Price & Wilson,
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit: 576-593. Jakarta: EGC
Eroschenko, VP. 2010. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional edisi
11. Jakarta: EGC.

Gray HH, et. al. 2005 Lecture Notes: Kardiologi. Jakarta: Erlangga.

Haber Marc D. 2010. Angina Pectoris.


http://emedicine.medscape.com/article/761889-overview [diakses pada Desember
2016].

M Santoso dan T Setiawan. 2005. Penyakit Jantung Koroner dalam Cermin


Dunia Kedokteran Volume 147. KalbeMed: Jakarta.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indoneisa. Irmalita. 2015.Pedoman


Tatalaksana Sindrom Koroner Akut edisi 3.Jakarta: Centra Communication
Setiati S, et. al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6 Jilid 2. Jakarta:
Interna Publishing.
Setyabudi, Rianto. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi Revisi edisi 5. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI
Singh Vibhuti N. 2006. Coronary Heart Disease: Prevention.
http://www.emedicinehealth.com/coronary_heart_disease/page10_em.htm#Preven
tion [diakses pada Desember 2016].

Tanto C, et. al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran essential of medicine Edisi IV.
Jakarta: Media Aesculapius.

54

Anda mungkin juga menyukai