Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN


ANEMIA DEFISIENSI BESI

DISUSUN OLEH:
Kelompok 7 :

HARIYADI EKO PUTRO


MUHAMMAD AWALUDIN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PROGRAM S1 KEPERAWATAN NON REGULER
BANTEN - 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya,


sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah Sistem Imunhematologi yang
berjudul Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Anemia Defisiensi Besi tepat
pada waktunya.

Kami mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini. Terima kasih kepada Ibu Ria, selaku dosen mata
kuliah Sistem Imunhematologi yang telah membimbing dan memberikan dukungan
serta semangat dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini menurut kami masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan. Semoga makalah ini
bermanfaat untuk semua yang membacanya.

Tangerang, September 2016

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................................1

C. Tujuan................................................................................................................1

D. Manfaat..............................................................................................................1

BAB II TINJAUAN TEORITIS..................................................................................1

A. Pengertian..........................................................................................................1

B. Etiologi..............................................................................................................1

C. Epidemiologi......................................................................................................1

D. Patofisiologi.......................................................................................................1

E. Menifestasi Klinis..............................................................................................1

F. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................1

G. Penatalaksanaan.................................................................................................1

H. Komplikasi.........................................................................................................1

I. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Anemia Defisiensi Besi..................1

1. Pengkajian......................................................................................................1

2. Diagnosa Keperawatan & Rencana Keperawatan..........................................1

BAB III KESIMPULAN.............................................................................................1

2
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................1

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anemia merupakan keadaan yang ditandai dengan rendahnya kadar
hemoglobin dan atau berkurangnya jumlah dan mutu sel darah merah, yang
berfungsi sebagai sarana trnasportasi zat besi serta oksigen untuk prosesfisiologis
dan biokimia jaringan tubuh. Diagnosis anemia ditegakkan berdasarkan tanda
dan gejala yang muncul serta dengan melihat kadar hemoglobin dalam darah
(Lutter, 2008).
Anemia Defisiensi Besi (ADB) merupakan suatu masalah kesehatan yang
besar saat ini dan merupakan jenis malnutrisi dengan prevalensi tertinggi di
dunia, sehingga masuk dalam daftar Global Burden of Disesase 2004 oleh WHO
dengan jumlah penderita 1,159 miliar orang di dunia (sekitar 25% dari jumlah
penduduk dunia). Sekitar 50% dari semua penderita anemia mengalami defisiensi
besi (WHO, 2008).
Untuk mencapai pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana cara
mengatasi masalah ini,seseorang harus dengan jelas mengetahui apa itu anemia
defisiensi besi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, dan penatalaksanaan pada
pasien dengan anemia defisiensi besi.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian anemia defisiensi besi?
2. Apakah etiologi anemia defisiensi besi?
3. Apakah epidemiologi anemia defisiensi besi?
4. Apakah patofisiologi anemia defisiensi besi?
5. Bagaimana penatalaksanaan pada anemia defisiensi besi?

1
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui mengenai konsep dasar anemia defisiensi besi beserta
etiologi, epidemiologi, patofisiologi serta tatalaksana keperawatan pada
pasien dengan anemia defisiensi besi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian anemia defisiensi besi
b. Mengetahui etiologi anemia defisiensi besi
c. Mengetahui epidemiologi anemia defisiensi besi
d. Mengetahui patofisiologi anemia defisiensi besi
e. Mengetahui penatalaksanaan pada anemia defisiensi besi
f. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan anemia defisiensi
besi

D. Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang konsep dasar anemia defisiensi
besi dan asuhan keperawatan pada pasien dengan anemia defisiensi besi.

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Anemia merupakan keadaan yang ditandai dengan rendahnya kadar
hemoglobin dan atau berkurangnya jumlah dan mutu sel darah merah, yang
berfungsi sebagai sarana trnasportasi zat besi serta oksigen untuk prosesfisiologis
dan biokimia jaringan tubuh. Diagnosis anemia ditegakkan berdasarkan tanda
dan gejala yang muncul serta dengan melihat kadar hemoglobin dalam darah
(Lutter, 2008).
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat
besi dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena
terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya zat besi dalam
darah.
Menurut Evatt, anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan
oleh berkurangnya cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan
menurunnya saturasi transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau
hemosiderin sumsum tulang. Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan
sebagai anemia mikrositik hipokrom disertaim penurunan kuantitatif pada
sintesis hemoglobin.

B. Etiologi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan zat


besi, gangguan absorpsi serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1. Asupan Nutrisi
Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang
mengkonsumsi bahan makanan yang kurang beragam dengan menu makanan
yang terdiri dari nasi, kacang-kacangan dan sedikit daging, unggas serta ikan,
yang merupakan sumber zat besi. Gangguan defisiensi besi sering terjadi
karena susunan makanan yang salah, baik jumlah maupun kualitasnya yang

3
disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, distribusi makanan yang
kurang baik, kebiasaan makan yang salah, kemiskinan dan ketidaktahuan.
2. Penyerapan zat besi
Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi dalam
tubuh karena banyaknya zat besi yang diserap, sangat tergantung dari jenis
besi dan bahan makanan yang dapat menghambat dan meningkatkan
penyerapan besi.
3. Kebutuhan meningkat
Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti
pada bayi, anak-anak, remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan zat besi
juga meningkat pada kasus-kasus perdarahan kronis yang disebabkan oleh
parasit.
4. Kehilangan zat besi
Kehilangan zat besi melalui saluran pencernaan, kulit dan urin disebut
kehilangan zat besi basal. Pada wanita, selain kehilangan zat besi basal juga
kehilangan zat besi melalui menstuari. Di samping itu, kehilangan zat besi
disebabkan pendarahan oleh infeksi cacing di dalam usus.

C. Epidemiologi

Di dunia, defisiensi besi terjadi pada 20-25% bayi. Di Indonesia


ditemukan anemia pada balita 40,5%, usia sekolah 47,2%, remaja putri 57,1%
dan ibu hamil 50,9%.
Anemia defisiensi besi merupakan penyebab anemia terbesar di Indonesia
dan negara berkembang lainnya. Lebih dari 50% anemia adalah anemia defisiensi
besi (WHO, 2001, dala, lutter 2008).
Di Indonesia, Anemia menduduki urutan keempat dalam sepuluh besar
penyakit. Ada pun dalam dua puluh lima besar penyakit yang banyak diderita
perempuan anemia juga berada pada urutan keempat (Depkes, 2006). Hal ini
didukung oleh Mulyawati (2003) yang dalam penelitiannya mengungkapkan
prevalensi anemia pada wanita lebih besar dibandingkan dengan pria. Dalam
penelitian tersebut, ditemukan hampir enam puluh orang dari tujuh puluh dua
responden wanita menderita anemia dengan rentang usia antara 15 35 tahun.

4
D. Patofisiologi

Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga


diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat
dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkat elektro (sitokrom), untuk
mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak
menunjukkan gejala yang khas (asimptomatik), sehingga anemia pada balita
sukar dideteksi.
Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat
besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan
meningkatnya kapasitas peningkatan besi. Pada tahap yang lebih lajut berupa
habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya
jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan
menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang
khas, yaitu rendahnya kadar Rb ( Gutrie, 186:303)
Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel, akan mengakibatkan
konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan
keadaan simpanan zat bersi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum
yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi, bila
kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar
feritin serum normal, tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan
normal. Karena status besi yang berkurang lebih dahulu, kemudian diikuti
dengan kadar feritin.

E. Menifestasi Klinis

1. Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb, vasokontriksi.


2. Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah), angina
(sakit dada)
3. Dispnea, napas pendek, mudah lelah saat aktivitas (pengiriman O2
berkurang).

5
4. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan
berkurangnya oksigenasi pada SS.
5. Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi atau
diare).
Pucat merupakan tanda paling penting pada defisiensi besi. Pada ADB
dengan kadar Hb 6-10 g/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif, sehingga
gejala anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb turun <> 100 g/dl eritrosit.
Gejala khas yang dijumpai pada defisiensi besi, dan tidak dijumpai pada
anemia jenis lain, adalah:
Koiloncyhia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertical dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah yang menghilang.
Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.

F. Pemeriksaan Penunjang

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat


dijumpai adalah sebagai berikut:
1. Kadar hemoglobin (Hb) dan indeks eritrosit. Didapatkan anemia mikrositer
hipokromik dengan penurunan kadar Hb mulai dari ringan sampai berat.
RDW meningkat yang menunjukan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah
mengalami perubahan sebelun kadar Hb menurun. Apusan darah
menunjukkan anemia mikrositer hipokromik, anisositosis, poikilositosis
anulosit, leukosit dan trombosit normal, retikulosit rendah.
2. Kadar besi serum menurun kurang dari 50 mg/dl, Total Iron Binding
Capacity (TIBC) menigkat lebih dari 350 mg/dl dan saturasi transferin
kurang dari 15%.

6
3. Kadar serum feritin. Jika terdapat inflamasi, maka feritin serum sampai
dengan 60 Ug/dl.
4. Protoporfirin eritrosit meningkat (lebih dari 100 Ug/dl)
5. Sumsum tulang. Menunjukkan hiperflasia normoblastik dengan normoblast
kecil-kecil dominan.

Tabel 1. Parameter untuk menentukan status besi

Kelompok Umur Hemoglobin (gr/dl)


Anak-anak 6 59 bulan 11,0
5 11 tahun 11,5
12 14 tahun 12,0
Dewasa Wanita > 15 tahun 12,0
Wanita hamil 11,0
Laki-laki > 15 tahun 13,00

Fungsi Hemoglobin
Hemoglobin merupakan komponen utama eritrosit yang berfungsi
membawa oksigen dan karbondioksida. Warna merah pada darah disebabkan oleh
kandungan hemoglobin (Hb) yang merupakan susunan protein yang kompleks,
terdiri dari protein, globulin dan satu senyawa yang bukan protein yang disebut
heme. Heme tersusun dari suatu senyawa lingkar yang bernama porfirin yang
bahagian pusatnya ditempati oleh logam besi (Fe). Jadi, heme adalah senyawa-
senyawa porfirin besi, sedangkan hemoglobin adalah senyawa komplek antara
globin dengan heme.

G. Penatalaksanaan

1. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan


Mengkonsumsi beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling
melengkapi, termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi,
seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan
250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali.
Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses
pemasakan 50-80% vitamin C akan rusak.

7
Mengurangi konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat
besi, seperti: fitat, fosfat dan tannin.
2. Suplementasi zat besi
Pemberian suplemen besi menguntungkan, karena dapat memperbaiki
status hemoglobin dalam waktu yang relatif singkat.

Tabel 2. Persentase dan jumlah zat besi di dalam tablet Fe yang lazim
digunakan

Senyawa Fe Fe elemental
Preparat % Fe
(mg) per tablet (mg) per tablet
Fero famarat 200 66 33
Fero glukonat 300 36 12
Fero sulfat (7H20) 300 60 20
Fero sulfat, Anhidrosida 200 74 37
Fero sulfat dikeringkan 200 60 30
(1HO2)
Sumber: Demaeyer, 1995

Efek samping dari pemberian Fe per oral adalah mual,


ketidaknyamanan epigastrium, kejang perut, konstipasi dan diare. Efek
samping ini tergantung dosis yang diberikan, dapat diatasi dengan
mengurangi dosis dan meminum tablet segera setelah makan atau bersamaan
dengan makanan.
3. Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada
keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat
mempengaruhi respon terapi. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan
dalam jumlah yang cukup, untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman.
4. Bedah
Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah, seperti perdarahan
karena diverticum meckel.

Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan


mengatasinya serta memberikan terapi peggantian dengan prefarat besi. 80-85%

8
penyebab ADB dapat diketahui, sehingga penanganannya dapat dilakukan
dengan tepat.

Pencegahan
Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi dimasyarakat
maka diperlukan suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan
tersebut dapat berupa:
1. Pendidikan kesehatan:
Kesehatan lingkungan misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan
lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah
penyakit cacing tambang
Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu
absorbsi besi
2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik
yang paling sering dijumpai didaerah tropic, pengendalian infeksi cacing
tambang dapat dilakukan dengan pengobatan masal dengan anthelmentik dan
perbaikan sanitasi.
3. Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk
yang rentan seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada
wanita hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat.
4. Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan
makanan.

H. Komplikasi

1. Pada bayi dan Anak (0-9 tahun)


a. Gangguan perkembangan motorik dan koordinasi
b. Gangguan perkembangan dan kemampuan belajar
c. Gangguan pada psikologis dan perilaku
2. Remaja (10-19 tahun)
a. Gangguan kemampuan belajar

9
b. Penurunan kemampuan bekerja dan aktivitas fisik
c. Dampak negatif terhadap sistem pertahanan tubuh dalam melawan
penyakit infeksi
3. Orang Dewasa Pria dan Wanita
a. Penurunan kerja fisik dan pendapatan
b. Penurunan daya tahan terhadap keletihan
4. Wanita Hamil
a. Peningkatan angka kesakitan dan kematian ibu
b. Peningkatan angka kesakitan dan kematian janin
c. Peningkatan resiko janin dengan berat badan lahir rendah (BBLR),
prevalensinya sekitar 15,5% ( > 20 juta bayi) dari seluruh kelahiran dunia,
dan 95% terjadi di negara-negara berkembang atau ekonomi rendah
(WHO & UNICEF, 2004). Di Indonesia, berdasarkan hasil riset kesehatan
dasar (Riskesdas) tahun 2007, sebesar 11,5%

I. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Anemia Defisiensi Besi

1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluruh (Boedihartono, 1994). Pada pengkajian pasien anemia
didapatkan data sebagai berikut:
a) Data subjektif, yaitu pasien mengatakan letih, lemah, lesu, cepat lelah,
jantungnya berdebar-debar, tidak nafsu makan, mual, muntah, diare,
aktivitasnya terganggu, pusing, sakit kepala, sulit tidur, menstruasi tidak
normal, dadanya terasa sakit, matanya berkunang, sesak nafas, nafsu seks
berkurang, sulit BAB, BAB berdarah, muntah darah, berat badan
menurun, tidak memahami tentang penyakitnya.
b) Data objektif, yaitu takikardi, dispne, ortopnu, rambut dan kulit kering,
kardiomegali, hepatomegali, edema perifer, penurunan berat badan,
glositis, hilangnya libido, perubahan aliran menstruasi, melena,
hematemesis, diare, konstipasi, konjungtiva pucat, bibir kering.

Aktivitas / Istirahat

10
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas;
penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah.
Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae : dispnea pada waktu bekerja atau istirahat.
Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya.
Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak.
Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang
menunujukkan keletihan.

Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat ,angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat
endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi
melebar, hipotensi postural. Ekstremitas (warna) : Pucat pada kulit dan
membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku.
(catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-
abuan). pucat (aplastik) atau kuning lemon terang. Sklera : biru atau putih
seperti mutiara. Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke
kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk
seperti sendok (koilonikia). Rambut : kering, mudah putus,
menipis,tumbuh uban secara premature.

Integritas Ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan,
misalnya penolakan transfuse darah.
Tanda :depresi.

Eliminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi
(DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau
konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.

11
Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani
rendah/masukan produk sereal tinggi. Nyeri mulut atau lidah, kesulitan
menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya
penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap
es, kotoran, tepung jagung, dan sebagainya.
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (defisiensi asam folat dan
vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk,
kering, tampak kisut/hilang elastisitas. Stomatitis dan glositis (status
defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut
pecah.

Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak
mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan
bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ;
parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi.Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental :
tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina
(aplastik). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan
koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg
positif, paralysis.

Nyeri/kenyamanan
Gejala :nyeri abdomen samara : sakit kepala

Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan
aktivitas.
Tanda : takipnea,ortopnea dan dispnea.

Keamanan

12
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat
terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat
kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi
darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka
buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati
umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik).
Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore.
Hilang libido (pria dan wanita), Impoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

13
2. Diagnosa Keperawatan & Rencana Keperawatan
N Masalah Keperawaatan NOC NIC
o
1. Domain 4 : Aktivitas/Istirahat Setelah dilakukan tindakan keperawatan Domain 1 : Fisiologis kompleks (Lanjutan)
Kelas 4 : Respons selama 15 30 menit, diharapkan perfusi Kelas N : Manajemen Perfusi Jaringan
Kardiovaskular/ Pulmonal jaringan perifer kembali adekuat, dengan Kode 4070 : Pencegahan Sirkulasi
Kode 00204 : kriteria hasil: Lakukan penilaian sirkulasi perifer secara
Ketidakefektifan perfusi Domain II : Kesehatan fisiologis komprehensif
jaringan perifer Kelas E : Jantung paru Pertahankan hidrasi yang cukup untuk
Kode 0407 : Perfusi jaringan: Perifer mencegah viskositas darah
Pengisian kapiler jari 3-5 Domain 4 : Keamanan
Kekuatan denyut nadi 3-5 Kelas V : Manajemen Resiko
Tekanan darah sistolik 3-5 Kode 6680 : Monitor tanda-tanda vital
Tekanan diastolik 3-5 Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status

Muka pucat 3-5 pernafasan yang tepat

Nyeri 4-5 Monitor oksimetri nadi


Monitor warna kulit, suhu dan kelembaban
2. Domain 2 : Nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Domain 1 : Fisiologis : Dasar
Kelas 1 : Makan selama 16-30 menit, diharapkan asupan Kelas D : Dukungan nutrisi
Kode 00002 : nutrisi kembali adekuat, dengan kriteria Kode 1100 : Manaejemen nutrisi

14
Ketidakseimbangan nutrisi: hasil: Tentukan status gizi pasien dan kemampuan
kurang dari kebutuhan tubuh Domain 2 : Kesehatan fisiologis untuk memenuhi kebutuhan gizi
Kelas K : Pencernaan & Nutrisi Tentukan apa yang menjadi preferensi makanan
Kode 1008 : Status nutrisi : Asupan bagi pasien
makanan & Cairan Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrsi yang
Asupan makanan secara oral 2-5 dibutuhkan
Asuhan cairan secara oral 2-5. Tawarkan makanan ringan yang padat gizi
Kode 1009 : Status nutrisi: Asupan nutrisi Monitor kalori dan asupan makanan
Asupan Karbohidrat 3-5 Timbang berat badan pasien
Asupan vitamin 2-5 Monitor adanya mual dan muntah
Asupana zat besi 2-5 Domain 1 : Fisiologis : Dasar
Domain 5 : Kondisi kesehatan yang Kelas E : Peningkatan kenyamanan fisik
dirasakan Kode 1450 : Manajemen Mual
Kelas V : Status gejala Dorong pasien untuk belajar strategi mengatasi
Kode 2106 : Mual & Muntah: efek yang mual sendiri.
mengganggu Lakukan penilaian lengkap terhadap mual
Kehilangan selera makan 2-4 (frekuensi, durasi, tingkat keparahan & faktor
Perubahan status nutrisi 3-4 pencetus)
Penurunan berat badan 2-4 Kaji riwayat lengkap perawatan sebelumnya

15
Gangguan aktivitas fisik 3-5 Kaji riwayat diet pasien (makanan yang disukai
dan yang tidak disukai)
Identifikasi faktor-faktor yang dapat
menyebabkan mual
Lakukan kebersihan mulut sesering mungkin
untuk meningkatkan kenyamanan (kecuali
dapat merangsang mual)
Dorong pola makan dengan porsi sedikit
makanan yang menarik bagi pasien yang mual
Timbang berat badan secara teratur
Pastikan bahwa obat antiemetik yang efektif
diberikan untuk mencegah mual bila
memungkinkan.
3. Domain 4 : Aktivitas/Istirahat Setelah dilakukan tindakan keperawatan Domain 1 : Fisiologis : Dasar
Kelas 4 : Respons selama 16-30 menit, diharapkan adanya Kelas A : Manajemen Energi
Kardiovaskular/Pulmonal peningkatan terhadap toleransi aktivitas. Kode 0180 : Manajemen energi
Kode 00092 : Intoleransi Dengan kriteria hasil: Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan
aktivitas Domain 1 : Fungsi Kesehatan kelelahan
Kelas A : Pemeliharaan energi Gunakan instrumen yang valid untuk mengukur
Kode 0005 : Toleransi terhadap aktivitas

16
Saturasi oksigen ketika beraktivitas 3-5 kelelahan
Frekuensi nadi ketika beraktivitas 3-5 Tentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang

Frekuensi pernapasan ketika beraktivitas dibutuhkam untuk menjaga ketahanan

3-5 Monitor asupan nutrisi untuk mengetahui

Tekanan darah ketika beraktivitas 4-5 sumber energi yang adekuat.

Kekuatan tubuh bagian atas & bawah 3- Monitor/catat waktu dan lama istirahat pasien

5 Monitor lokasi dan sumber ketidaknyamanan /

Kemudahan dalam melakukan aktivitas nyeri yang dialami pasien selama aktivitas

hidup harian 2-5 Anjurkan pasien umtuk memilih aktivitas-


aktivitas yang membangun ketahanan.
Anjurkan periode istirahat dan kegiatan secara
bergantian
Monitor respon oksigen pasien
Ajarkan pasien untuk mengenali tanda dan
gejala kelelahan yang memerlukan
pengurangan aktivitas.

17
BAB III

KESIMPULAN

Anemia adalah sindroma klinik yang ditandai oleh penurunan kadar


Hemoglobin (HB), jumlah eritrosit, dan volume eritrosit /100mm darah (Packed red
cell volume = PCV). Gejala umum dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila
kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl berupa lemah, lesu, cepat lelah, mata
berkunang-kunang serta telinga berdenging. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
pasien yang pucat, terutama pada konjugtiva dan jaringan dibawah kuku. Gejala khas
Defisiensi besi koiloncyhia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis (cheilosis),
disfagia, Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia. Anemia defisiensi
besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan absorbsi, serta
kehilangan besi akibat perdarahan menahun :
1. Perdarahan kronis, dapat berasal dari:
Saluran urogenital : hipermenore. Polimenore, menoragia, hematuri
Saluran cerna : varices esophagus, tukak lambung/duodenum,
karsinoma kolon/rectum/sigmoid. Cacing tambang, Hemoroid,
divertikulosis
Saluran nafas : Hemoptoe
2. Kebutuhan yang meningkat akibat pertumbuhan atau usia masa subur,
kehamilan
3. Sindrom malabsorbsi atau kualitas besi yang tidak baik (makanan banyak
serat, rendah vitamin C dan rendah daging)
4. Diit kekurangan bahan yang mengandung besi.

Anemia defisiensi besi dapat dicegah dengan cara :


1. Pendidikan kesehatan:
Kesehatan lingkungan misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan
lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah
penyakit cacing tambang
Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu
absorbsi besi

18
5. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik
yang paling sering dijumpai didaerah tropic, pengendalian infeksi cacing
tambang dapat dilakukan dengan pengobatan masal dengan anthelmentik dan
perbaikan sanitasi.
6. Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk
yang rentan seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada
wanita hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat.
7. Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan
makanan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan RI,


Anemia Gizi dan Tablet Tambah Darah (TTD) untuk Wanita Usia Subur,
Direktorat Gizi Masyarakat, 2005.
Gloria M. Bulechek, dkk, Terjemahan Nursing Intervention Classification (NIC)
Edisi Keenam, dikerjakan oleh CV. Mocomedia dan diterbitkan dengan
pengawasan pihak Elsevier Inc, 2013.
Harapan Perlindungan Ringoringo, Insiden Defisiensi Besi dan Anemia Defisiensi
Besi pada Bayi, dalam Jurnal Kesehatan Seri Pediatri, Vol 11, No. 1, Juni 2009
Masrizal, Anemia Defisiensi Besi, dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat FK Unand,
September 2007.
Sudoyo Aru W, dkk, Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi V, Jakarta:
Interna Publishing, 2009.
Sue Moorhead, dkk, Terjemahan Nursing Outcomes Classification (NOC)-
Pengukuran Outcomes Kesehatan, Edisi Kelima, dikerjakan oleh CV.
Mocomedia dan diterbitkan dengan pengawasan pihak Elsevier Inc, 2013.
T. Heather Herdman, PhD,RN,FNI & Shigemi Kamitsuru, PhD,RN,FNI, NANDA
International: Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Edisi
10, Edisi Bahasa Indonesia, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2015.
Untoro R, Falah TS, Atmarita, Sukarno R, Kemalawati R, Siswono, Anemia Gizi
Besi, Dalam: Untoro R, Falah TS, Atmarita, Sukarno R, Kemalawati R,
Siswono, Penyusun. Gizi dalam angka sampai dengan tahun 2003, Jakarta:
Depkes, 2005 Hal. 41-4.
Yuwono, slamet riyadi, Pedoman Diagnosis dan Terapi BAG/SMF ILMU
PENYAKIT DALAM edisi III, Surabaya :Universitas Airlangga, 2008

20
21

Anda mungkin juga menyukai