Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa

di sekolah. Selama ini sebagian besar orang berpendapat bahwa untuk memperoleh

prestasi belajar yang tinggi diperlukan kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi pula.

Hal ini karena intelegensi merupakan bekal potensial untuk memudahkan dalam

belajar yang pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal

(Dimyati dan Mudiono, 2006).


Hasil penelitian ahli psikologi menyatakan bahwa Emotional Quotient (EQ)

atau biasa disebut dengan kecerdasan emosional memiliki peranan yang tidak kalah

penting dalam memperoleh prestasi belajar setinggi-tingginya. Kecerdasan emosi

mampu mengatur konsentrasi anak ketika sedang belajar, sehingga diharapkan dapat

meningkatkan prestasi belajar anak. Dimana emosi seorang siswa terutama siswa usia

Sekolah Dasar umumnya sangat dipengaruhi oleh faktor internal (bawaan) atau faktor

eksternal (lingkungan) (Baharuddin, 2009). Faktor interen adalah faktor yang ada

dalam diri individu meliputi kecerdasan atau intelegensi, kesehatan, cara belajar,

bakat dan minat. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri

individu meliputi motivasi, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan

masyarakat (Slameto, 2003).

Secara kuantitas, jumlah MI se-Kota Blitar ada 8 MI. Pada tahun 2012 jumlah

siswa siswa MI se-Kota Blitar tercatat sebanyak 2560 siswa, pada tahun 2015

meningkat menjadi 2898 siswa. Tetapi dari beberapa siswa siswi MI tersebut masih
sering dijumpai kasus siswa seperti kurang mampu mengendalikan emosi. Pada

umumnya mereka masih nakal, jahil, tidak naik kelas, sering bertengkar dengan

teman (Depag, 2015). Berdasarkan profil Depag Kota Blitar pada tahun 2015,

dilaporkan bahwa jumlah siswa di MI Darusalam sebanyak 373 siswa dimana setiap

tingkatan terdiri dari 3 kelas. Dalam setiap kelas terdapat kurang lebih 20-36 siswa

per kelasnya. Menurut hasil penelitian Universitas Negeri Semarang tahun 2013 yang

dilakukan pada siswa SMA Negeri 3 Magelang, di dapatkan 63% siswa tidak tuntas

dalam menyelesaikan mata pelajaran UAN yang menjadikan salah satu faktor ketidak

dapatan siswa meraih prestasi. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai mata pelajaran

akutansi yang tidak sesuai rata-rata.


Anak merupakan generasi penerus suatu bangsa, yang rentan terhadap

perkembangan dan perubahan. Perkembangan anak merupakan salah satu aspek yang

diperhatikan oleh para pakar, karena hal tersebut merupakan aspek yang menjelaskan

mengenai proses pembentukan seseorang, baik secara fisik maupun psikososial.

Perkembangan fisik maupun psikologi anak memberikan peranan penting dalam masa

depannya terutama dalam bidang pendidikan. Pada kondisi psikologi, anak akan

selalu berhadapan dengan berbagai hambatan diantaranya adalah materi belajar yang

dianggap sulit, kemampuan atau daya serap, dan kondisi lingkungan pada saat proses

belajar berlangsung (Nursalam, 2005).


Proses belajar di sekolah merupakan proses yang sifatnya kompleks dan

menyeluruh. Pada kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering

ditemukan siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan

kemampuan inteligensinya. Prestasi dalam belajar merupakan sesuatu yang paling

diharapkan dari hasil belajar. Dalam proses belajar, hal yang harus diutamakan adalah
bagaimana siswa dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan rangsangan yang

ada, sehingga terdapat reaksi yang muncul dari siswa. Reaksi yang dilakukan

merupakan suatu usaha yang menciptakan kegiatan belajar sekaligus

menyelesaikannya. Sehingga nantinya akan mendapatkan hasil yang mengakibatkan

perubahan pada siswa sebagai hal baru serta penambahan pengetahuan. Karakteristik

siswa sekolah dasar merupakan salah satu contoh peserta didik yang dalam prestasi

belajarnya masih sangat dipengaruhi oleh kecerdasan emosional (EQ) (Slameto,

2005). Bahkan menurut Goleman (2000:44), kecerdasan intelektual (IQ) hanya

menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor

kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional.


Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan

emosi dengan intelegensi (to manage our emotional life with intelligence), menjaga

keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its

expression), melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri,

empati dan keterampilan sosial (Goleman, 2005). Dalam proses belajar siswa, kedua

intelegensi itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa

partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di

sekolah. Namun biasanya kedua intelegensi itu saling melengkapai. Keseimbangan

antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah, (Goleman,

2002 dalam Goleman, 2005).


Pada seseorang yang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya

rendah, maka orang tersebut akan cenderung terlihat sebagai orang yang keras kepala,

sulit bergaul, mudah bergaul, mudah frustasi, tidak mudah percaya kepada orang lain,

tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress.
Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun

memiliki kecerdasan emosional yang tinggi (Goleman, 2005).


Hasil beberapa penelitian di Universitas of Vermont mengenai analisis struktur

neurologis otak manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux (1970) menunjukan

bahwa dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu mendahului

intelegensi rasional. EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam

prestasi belajar membangun kesuksesan karir, dan dapat mengurangi agresivitas,

khususnya dalam kalangan remaja (Goleman, 2002 dalam Goleman, 2005). Memang

harus diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan mengalami

keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak mampu

mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun

fenomena yang ada menunjukan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang

berprestasi rendah, dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli

prestasi belajar orang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukan bahwa IQ tidak selalu

dapat memperkirakan prestasi belajar seseorang.


Menurut hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan diketahui bahwa dari 30

orang siswa ada kurang lebih 16 anak memiliki tingkat kepercyaan diri yang kurang

dan mudah emosi. Hal ini didapatkan dari hasil wawancara kepada wali kelas dan

salah satu guru bidang studi. Maka dari itu, peneliti ingin meneliti Hubungan

Prestasi Belajar dengan Kecerdasan Emosional Siswa Kelas V Sekolah Dasar MI

Darusalam Pakunden Blitar.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis merumuskan

masalah sebagai berikut Adakah Hubungan Prestasi Belajar Dengan Kecerdasan

Emosional Siswa Kelas V sekolah dasar di MI Daruslam Pakunden Blitar.

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara prestasi belajar dengan kecerdasan

emosional siswa kelas V sekolah dasar di MI Darusalam Pakunden Blitar.


2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi prestasi belajar siswa kelas V sekolah dasar.
b. Mengidentifikasi tingkat kecerdasan emosi (EQ) siswa kelas V sekolah dasar.
c. Menganalisis hubungan prestasi belajar dengan kecerdasan emosi siswa kelas V

sekolah dasar.

D. MANFAAT
1. Manfaat Teoritis
Bagi Institusi
Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam mata kuliah tumbuh

kembang anak terutama untuk menambah kajian materi tentang meningkatkan

kecerdasan emosi (EQ).


2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat digunakan sebagai wawasan dan pengetahuan tentang kecerdasan emosi

anak usia sekolah dasar.


3. Bagi Sekolah
Penelitian dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman

dalam memberikan pendidikan kecerdasan emosi di lingkungan sekolah.


4. Bagi Siswa
Dapat mengetahui tingkat kecerdasan emosinya untuk menunjang prestasi

belajarnya.

Anda mungkin juga menyukai