I. DASAR TEORI
Selama ini, masyarakat Indonesia umumnya menganggap sayuran hijau
adalah yang terbaik untuk kesehatan. Dalam konsep makanan pelangi, kita
dianjurkan untuk mengonsumsi sayuran dari berbagai warna, seperti hijau, biru,
ungu, merah, kuning, putih, coklat, dan lain-lain. Warna-warni itu berasal dari
pigmen, suatu senyawa fitokimia yang terdapat pada berbagai tumbuhan. Senyawa
alami tersebut tidak hanya melindungi tumbuhan, tetapi juga melindungi manusia
dari berbagai penyakit seperti kanker, penuaan, penyakit jantung, dan gangguan
penglihatan (Astawan, 2008).
Tumbuh-tumbuhan adalah penghasil berbagai jenis senyawa metabolit
sekunder. Kelompok metabolit ini tidak memiliki kaitan langsung dengan
kebutuhan tumbuh-tumbuhan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, tetapi
memiliki fungsi ekologis, seperti menangkal serangan organisme lain atau sebagai
penarik serangga untuk penyerbukan. Kelompok senyawa metabolit sekunder itu
adalah alkaloid, triterpen, steroid, flavonoid, saponin, dan senyawa fenolik (Tim
Dosen, 2012).
Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam tumbuh-
tumbuhan, bersifat basa, dan struktur kimianya mempunyai sistem lingkar
heterosiklis dengan nitrogen sebagai hetero atomnya.
Unsur-unsur penyusun alkaloid adalah karbon, hidrogen, nitrogen, dan
oksigen. Alkaloid yang struktur kimianya tidak mengandung oksigen hanya ada
beberapa saja. Ada pula alkaloid yang mengandung unsure lain selain keempat
unsure yang telah disebutkan. Adanya nitrogen dalam lingkar pada struktur kimia
alkaloid menyebabkan alkaloid tersebut bersifat alkali. Oleh karena itu, golongan
senyawa-senyawa ini disebut alkaloid.
Tumbuhan dikotil adalah sumber alkaloid. Cara ekstraksi digunakan untuk
mendapatkan alkaloid dari tumbuh-tumbuhan. Kini beberapa alkaloid dengan
struktur kimia yang sederhana telah dapat dibuat secara sintesis di dalam
laboratorium.
Beberapa cara telah digunakan untuk mengidentifikasi alkaloid, misalnya
mikroskopik Kristal, kelarutan dalam berbagai jenis pelarut, spektrum absorpsi
dan perputaran optis atau sifat farmakologisnya. Reaksi warna juga sering
digunakan walaupun tidak spesifik.
Pelarut alkaloid adalah pelarut yang sering dipakai untuk mengendapkan
larutan alkaloid. Pelarut yang penting antara lain pereaksi Mayer (Merkuri
potassium iodida), pereaksi Marme (Kadmium potassium iodida), pereaksi
Wagner (larutan I2 dalam kalium iodida), pereaksi Dragendorff (bismuth
potassium iodida), pereaksi Sonnenschein (asam fosfomolibdat), dan pereaksi
Scheiber (asam fosfotungstat).
Pada temperatur kamar, kebanyakan alkaloid berupa padatan. Bentuk
alkohol ada yang kristal dan amorf. Beberapa di antaranya berupa cairan, namun
tidak banyak jumlahnya. Alkaloid yang padat pada umumnya berwarna putih atau
tidak berwarna, tetapi ada pula yang berwarna kuning, misalnya berberina.
Alkaloid padat sukar larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik
yang umum, seperti kloroform, alkohol, benzene, dan eter. Sebaliknya, garam-
garam alkaloid mudah larut dalam air, tetapi hanya sedikit larut dalam alkohol.
Kebanyakan alkaloid adalah amina tersier dan memiliki satu atau lebih
atom karbon asimetris sehingga di dalam larutan dapat menunjukkan kerja optis.
Alkaloid atau garam-garamnya banyak digunakan sebagai obat. Ada yang rasanya
pahit dan bersifat sangat toksik terhadap tubuh.
Alkaloid yang sampai saat ini telah dikenal digolongkan atau
diklasifikasikan atas beberapa cara. Cara-cara yang umum dipakai ialah membagi
alkaloid berdasarkan struktur kimia, sumber-sumber tumbuhan yang diperoleh,
atau aktivitas farmakologis (Sumardjo, 2008).
Beberapa alkaloid yang terdapat pada candu atau opium mempunyai
lingkar fenantren. Alkaloid-alkaloid ini yang penting antara lain morfin, kodein,
dan tebain.
Steroid
Steroid merupakan komponen pembentuk membran tanaman. Yang
termasuk golongan steroid di antaranya senyawa-senyawa sterol, sapogenin, dan
hormon. Struktur senyawa ini pada dasarnya mempunyai cincin
siklopentaperhidrofenantren.
Triterpen
Triterpen adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon yaitu skualena
yang strukturnya berupa siklik -kebanyakan berupa alkohol, aldehid atau asam
karboksilat.
Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang kurang empat golongan
senyawa, antara lain triterpen sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung.
Senyawa triterpen ini berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga dan
serangan mikroba (Harbone, 1987). Triterpena tertentu terkenal karena rasanya
terutama karena kepahitannya. Contohnya limonin, suatu senyawa pahit yang larut
dalam lemak dan terdapat dalam buah jeruk. Citrus, senyawa termasuk dalam
deret triterpena penta siklik yang rasanya pahit serta dikenal sebagai limonoid dan
kuasinoid (Waterman dan Grundon, 1983). Kelompok triterpena pahit lainnya
adalah kukurbitasin, yang terdapat terbatas hanya dalam biji berbagai
Cucurbitaceae, meskipun dapat juga dideteksi pada suku lain termasuk
Cruciferae (Curtis dan Meade, 1971). Adapun struktur beberapa triterpenoid
antara lain :
Skualena
OH
Kolesterol
Saponin
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam
lebih dari 90 suku tumbuhan (Tsehesche dan Wulff, 1973). Saponin merupakan
senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi
berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Pola
glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang mempunyai satuan
gula sampai lima dan komponen umum adalah asam glukuronat.
Saponin tersebar hanya dalam kelompok tanaman tertentu. Karena
keterbatasan penyebarannya, dapat dijadikan marker taksonomi tumbuhan.
Misalnya cimigenol (Cimicuga dehurica), diosgenin (Dioscorea hypoglauca),
glychimizin (Glychimiza uralensis) adalah senyawa boiaktif. Cimigenol telah
dibuktikan mampu menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah,
diogenin meningkatkan eksresi kolesterol dari cairan empedu dan glychimizin
memperlihatkan berbagai efek farmakologi seperti anti-inflamasi, antiviral dan
antikanker.
Flavonoid
Semua flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk
flavon yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan Primula, dan semuanya
mempunyai sejumlah sifat yang sama. Dikenal sekitar 10 kelas flavonoid.
Flavonoid terutama berupa senyawa larut dalam air. Mereka dapat diekstrak
dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak dikocok
dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya
berubah bila ditambah basa atau amonia. Falvonoid mengandung sistem aromatik
yang terkonjugasi, flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh tetapi
beberapa kelas labih tersebar dari pada yang lainnya. Dalam tumbuhan flavonoid
terdapat dalam bentuk campuran.
C. Uji Flavonoid
Dengan pereaksi Shinoda
1. Mengekstrak sebanyak 0,5 gram serbuk sample dengan 5 mL etanol panas
selama 5 menit didalam tabung reaksi.
2. Menyaring hasil ekstrak dan kepada filtratnya menambahkan 3 tetes HCl
pekat
3. Menambahkan 0,1 gram bubuk Mg. Bila timbul warna merah muda atau
orange menandakan sampel mengandung flavonoid.
b. Uji Alkaloid
Pada percobaan untuk pengujian alkaloid ini digunakan sampel
tumbuhan yaitu ; tanaman kelor (Molenga Oliefera) dan tanaman bayam
(Amaranthus caudatus rumph). Dimana masing-masing ekstrak dari
sampel yang digunakan direaksikan dengan pereaksi Meyer. Adanya
kandungan alkaloid dalam sampel ditandai dengan terbentuknya endapan
putih atau kuning muda untuk pereaksi Meyer.
Sesuai dengan data pengamatan yang diperoleh, ternyata daun kelor
tidak mengandung alkaloid sedangkan batang bayam mengandung alkaloid.
Hal ini sesuai dengan referensi yang menyatakan, Di dalam tanaman
bayam (Amaranthus caudatus rumph) terkandung zat-zat yang berkaitan
dengan kesehatan dan telah dibuktikan hanya terdapat di dalam tanaman
bayam. Tanaman bayam mengandung berbagai komposisi senyawa kimia
yang bermanfaat, antara lain: alkaloid, steroid, flavonoid, vitamin A, B1, B2,
C, niacin, zat besi, kalsium, mangan, dan posfor
(http://repository.unib.ac.id/3312/).
Seharusnya, pada daun tanaman kelor dapat teridentifikasi senyawa
alkaloid. Namun, mungkin hal ini adalah salah praktikan yaitu kurang teliti
dalam hal mengamati, karena adanya kandungan alkaloid dalam sampel
dapat diidentifikasi pada saat direaksikan dengan pereaksi akan
menghasilkan 2 lapisan larutan, dimana lapisan atas merupakan lapisan air
bahwa senyawa ini tidak dapat bercampur yang disebabkan perbedaan
kepolaran. Sedangkan pada batang kelor ada terdapat 2 lapisan ketika di
tambahkan larutan H2SO4 5%. Padahal di dalam referensi daun kelor
mengandung senyawa alkanoid.
(http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/1049).
Alkaloid sesungguhnya diturunkan secara biosintesis dari asam amino
dan biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organik.
Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai pelindung dari serangan
hama, penguat tumbuhan dan pengatur kerja hormon.
Secara kimia, alkaloid begitu heterogen dan begitu banyak sehingga
mereka tidak dapat diidentifikasi dalam ekstrak tumbuhan dengan
menggunakan kromatografi tunggal. Pada umumnya sukar
mengidentifikasinya dari suatu tumbuhan baru tanpa mengetahui kira-kira
jenis alkaloid apa yang terkandung didalamnya. Akibat adanya sifat-sifat
alkaloid yang bervariasi, cara umum untuk memisahkan alkaloid dari
tumbuhan mungkin tidak berhasil mendeteksi senyawa alkaloid yang khas.
Senyawa alkaloid dalam rumusan strukturnya mengandung satu atom
nitrogen sebagai pembawa basa. Umumnya atom nitrogen ini melekat pada
senyawa alkaloid dalam bentuk cincin pirolidin, dimana dapat ditunjukkan
pada gambar berikut ini :
NMn
N
H
Nikotina Konina
O
Gula
3. Uji Flavonoid
a. Dengan Pereaksi Shinoda
Pada percobaan ini serbuk sampel dicampur dengan etanol dan
dipanaskan selama 5 menit agar cepat bereaksi dan zat dalam ekstrak sampel
terlarut dalam etanol.
Untuk uji flavonoid ini baiknya pelarut terlebih dahulu diuapkan agar
pelarut etanol tidak teridentifikasi. Hasil filtrat penyaringan ditambahkan
HCl pekat dan bubuk Mg. Uji positif ditandai dengan timbulnya warna
merah muda/ orange yang menandakan sampel/ tanaman ekstrak tersebut
mengandung flavonoid.
Dari percobaan yang telah dilakukan, kedua sampel tidak mengandung
flavonoid. Sebenarnya pada referensi, tanaman yang mengandung flavonoid
adalah tanaman bayam dan tanaman kelor. Ketidaksesuaian ini terjadi
mungkin karena kesalahan praktikan dalam memperhatikan prosedur kerja,
kurang teliti dalam mengamati, dan juga sampel yang sudah tidak murni
yang masih digunakan.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu
1. Metode fitokimia dapat digunakan untuk mengetahui kandungan
senyawa aktif dalam tumbuhan.
2. Identifikasi awal dari senyawa alam seperti tumbuh-tumbuhan dapat
menggunakan metode fitokimia senyawa aktif yaitu mengidentifikasi alkaloid,
steroid, terpenoid, flavonoid, dan saponin.
3. Dari percobaan diperoleh :
Daun kelor tidak mengandung senyawa apapun, walaupun sebenarnya
menurut referensi daun kelor mengandung senyawa alkaloid, stereoid,
saponin, flavonoid dan triterpen.
Batang tanaman bayam mengandung alkaloid, walaupun sebenarnya menurut
referensi tanaman bayam juga mengandung senyawa steroid, saponin, dan
flavonoid.
4. Faktor kesalahan selama praktikum berlangsung adalah pada proses
pengolahan sampel, kurangnya ketelitian dalam cara pengubahan bentuk
(perajangan) dan pengeringan dari sampel. Pada proses ekstraksi, pelarut organik
yang dipakai sangat terbatas sehingga ekstrak yang dihasilkan sangat sedikit,
kurang teliti dalam hal mengamati sampel, dan mungkin sampel yang digunakan
sudah terkontaminasi dengan zat lain.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M., dan Andreas L.K. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Jeinni Christi Aeryinden, Grachea dan Devi, Ratnawati dan Eni, Widiyat. 2009. Uji
Pendahuluan Penentuan Kandungan Senyawa Alkaloid atau Steroid Serta
Bioassay Pada Beberapa Tanaman Sayuran. (Online),
(http://repository.unib.ac.id/3312/. diakses tanggal 14 Maret 2014).
Lianto, Herawati. 2011. Pemberian Ekstrak Methanol Daun Kelor (Moringa
oleifera) terhadap Peningkatan Aktivitas Caspase 9 pada Tikus Wistar yang
Diinduksi DMBA. (Online),
(http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/kedokteran/ Herawati
%20Lianto.pdf. diakses tanggal 15 Maret 2014)
Prapti Utami dan Desty Ervira Puspaningtyas. Tanpa tahun. The Miracle of Herbs.
(Online), (http://books.google.co.id/books?id=7T1XAQAAQBAJ&pg=PA10
4&lpg=PA104&dq=apakah+daun+kelor+mengandung+steroid&source=bl&o
ts=wZyHRrwwhX&sig=vBTHor42fN9dOD0EgRiPDsGk6Co&hl=id&sa=X
&ei=qVwkU4CkG4OrrAeok4H4Bw&redir_esc=y#v=onepage&q=apakah
%20daun%20kelor%20mengandung%20steroid&f=false (diakses tanggal 15
Maret 2014).
Syahmani dan Rilia Iriani. 2012. Penuntun Praktikum Kimia Organik. Banjarmasin:
FKIP Unlam.
Yunita Rizka U. dkk. 2005. Telaah Fitokimia Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk.)
(Online), (http://bahan-alam.fa.itb.ac.id/detail.php?id=58. diakses tanggal 15
Maret 2014).
LAMPIRAN
Jawaban
1. Skiring fitokimia merupakan suatu analisa kualitatif kandungan kimia
tumbuhan atau bagian tumbuhan. Skrining fitokimia adalah suatu metode yang
digunakan untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa alkaloid, steroid,
triterpenoid, saponin dan flavanoid. Skring dapat dilakukan dengan metode
KLT (kromatografi Lapis Tipis) karena KLT mempunyai beberapa kelebihan
dibanding kromatografi kertas yaitu dapat mengahasilkan pemisahan lebih
sempurna, kepekaan yang lebih tinggi, dilaksanakan hanya beberapa menit
saja, dapat dipakia preaksi kolosif, dapat dipakai senyawa hidrofob.
b. Steroid
Tumbuhan yang memiliki klorofil.
Terbentuk warna jika diuji dengan Uji Liebermann-Burchard
c. Triterpenoid
Tumbuhan Kayu Keras.
Terbentuk warna jika diuji dengan Uji Liebermann-Burchard
d. Saponin
Tumbuhan yang memiliki lender.
Menimbulkan busa jika dikocok dengan air.
e. Flavanoid
Tumbuhan yang memiliki struktur berbagai kayu.
Ekstrak tumbuhan yang mengandung flavanoid jika diuji dengan
pereaksi shinoda maka akan tumbul warna merah muda atau jingga
Lampiran Foto