Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepala sekolah profesional adalah kepala sekolah yang melaksanakan

tugas pokok dan fungsinya, sebagai mana diatur dalam Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala

Sekolah/Madrasah, yang meliputi lima dimensi kompetensi yang harus

dimiliki kepala sekolah, yaitu kompetensi kepribadian, manajerial,

kewirausahaan, supervisi, dan kompetensi sosial. Untuk melahirkan kepala

sekolah yang kompeten dan profesional perlu program penyiapan calon

kepala sekolah yang bermutu.

Kepala sekolah merupakan guru yang diberi tugas tambahan sebagai

kepala sekolah, posisinya memegang peran sangat signifikan dan strategis

dalam meningkatkan profesionalisme guru dan mutu pendidikan di sekolah.

Sekolah sebagai tempat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar perlu dikelola

secara baik dan benar. Keberhasilan suatu sekolah mencapai tujuan yang

diharapkan sangat tergantung kepada tingkat kompetensi dan profesioanlisme

kepala sekolah mengelola segala sumber daya yang dimiliki sekolah tersebut.

Program penyiapan calon kepala sekolah, diatur dalam Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2010

1
2

tentang Penugasan guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah, peraturan tersebut

terdiri dari enam hal, yaitu:

1. Penyiapan Calon Kepala sekolah/Madrasah. Sertifikasi kepala sekolah ini

dimulai dari proses lamaran oleh seorang guru, rekrutmen, seleksi,

program penyiapan kepala sekolah, dan dengan proses perolehan sertifikat

kepala sekolah, serta diakhiri dengan uji akseptabilitas.


2. Proses Pengangkatan Kepala Sekolah.
3. Masa Tugas.
4. Pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) atau sering disebut

continuing professional development (CPD).


5. Penilaian kinerja kepala sekolah atau sering disebut performance

appraisal (PA).
6. Mutasi dan pemberhentian guru sebagai kepala sekolah/madrasah.

Selanjutnya, Pasal 11 Permendiknas Nomor 28 tahun 2010 menyatakan

bahwa:

1. Pengembangan keprofesian berkelanjutan meliputi pengembangan

pengetahuan, keterampilan, dan sikap pada dimensi-dimensi kompetensi

kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial.


2. Pengembangan keprofesian berkelanjutan dilaksanakan melalui

pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan/atau karya inovatif.


3. Pengembangan keprofesian berkelanjutan dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan yang ditetapkan Direktur Jenderal.

Pendidikan dan pelatihan yang dijalani calon kepala sekolah diatur pula

dalam Permendiknas nomor 28 tahun 2010, pelaksanaannya selama 300 jam

diklat, yang terdiri dari kegiatan tatap muka (in servis-1) dalam kurun waktu

70 jam diklat, on the job learning (OJL) selama kurang lebih 200 jam diklat,
3

dan kegiatan in servis-2 selama 30 jam diklat. Kegiatan OJL penting

dilakukan oleh peserta diklat penyiapan calon kepala sekolah, pertama untuk

menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman sebagai bekal

dikemuadian hari seandainya diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah,

kedua untuk mempraktikkan kompetensi yang telah dipelajari selama kegiatan

tatap muka (in servis-1), ketiga untuk membantu sekolah tempat peserta diklat

bertugas agar berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan sekolahnya.

Sebagai acuan dan kriteria dalam menetapkan keberhasilan

penyelenggaraan pendidikan (dalam hal ini sekolah), adalah Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2013 tentang Perubahan atas

Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan. Pada peraturan tersebut telah ditetapkan delapan standar nasional

pendidikan, yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan,

standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana,

standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Namun, implementasi dari peraturan pemerintah tersebut masih dirasa belum

maksimal. Hasil analisis, sehubungan dengan hasil evaluasi diri sekolah

(EDS) di SD Negeri 013 Tanah Tinggi tempat penulis sebagai peserta diklat

calon kepala sekolah bertugas, masih ada kelemahan terutama pada standar

Penilaian, sehingga berkonsekwensi belum terpenuhinya SNP atau dengan

kata lain masih dalam kategori SPM.


4

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat tema tulisan yang

terkait dengan standar Penilaian terutama penilaian kurikulum 2013, pada

kegiatan on the job learning (OJL)judulyang dituangkan penulis dalam Rencana

Tindak Kepemimpinan (RTK) adalahUpaya peningkatan kemampuan Guru

dalam melaksanakan sistem penilaian pembelajaran kurikulum 2013 Melalui

workshop di SD Negeri 013 Tanah Tinggi.

B. Tujuan

Tujuan pelaksanaan on the job learning(OJL),adalah untuk:

1. Meningkatkan Kompetensi Supervisi Akademik yang mencakup


penyusunan perencanaan, pelaksanaan, analisis hasil supervisi akademik,
dan tindak lanjut supervisi akademik.
2. Meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang mencakup; proses
pembelajaran di sekolah meningkat, mennyusun RPP berstandar,
melaksanakan pembelajaran yang PAIKEM.

C. Hasil yang Diharapkan


Hasil yang diharapkan melalui on the job learning (OJL), adalah:
1. Meningkatnya Kompetensi Supervisi Akademik yang mencakup
penyusunan perencanaan, pelaksanaan, analisis hasil supervisi akademik,
dan tindak lanjut supervisi akademik.
2. Meningkatnya kualitas proses pembelajaran yang mencakup; proses
pembelajaran di sekolah, menyusun RPP berstandar, melaksanakan
pembelajaran yang PAIKEM.

Anda mungkin juga menyukai