M. Zia Ulhaq
R A Retno Komolohadi, S.psi, M.si
INTISARI
PENGANTAR
Pada abad ke-21 ini rokok diperkirakan akan membunuh 1 miliar orang,
kematian akibat kebiasaan merokok akan lebih banyak dibandingkan dengan HIV,
TBC, kematian persalinan, kecelakaan lalu lintas, bunuh diri, dan pembunuhan
(Tempo, 2005). Prediksi tersebut bukan tanpa alasan, meskipun hampir setiap
orang tahu bahaya rokok terhadap kesehatan, namun perilaku merokok tidak
pernah surut dan dari waktu ke waktu jumlah perokok terus saja bertambah,
Kebiasaan merokokpun tidak lagi didominasi oleh kaum pria. Hampir di seluruh
gemar merokok. Bahkan di kota kota besar, merokok sudah menjadi gaya hidup.
petualangan, daya tarik terhadap lawan jenis dan dijadikan sebagai sarana
hidup dari tembakau. Mulai dari petani, buruh, pedagang, pemasok sampai
dapat mudah kita jumpai mulai dari anak kecil sampai orang dewasa, sehingga
masyarakatnya pun sudah terbiasa hidup terpapar asap rokok. Yang sangat
4
mulai dari usia SD sampai SLTA. Tak terkecuali siswa-siswi SMUN 1 Parakan,
yang letak sekolahnya diapit dua pabrik rokok dengan merk terkenal. Setiap
berangkat sekolah maupun pulang sekolah banyak dijumpai siswa-siswa SMU ini
merokok. Bahkan pada saat jam istirahat tidak sedikit siswa-siswa yang
merokok di kamar mandi maupun toilet. Walaupun pihak sekolah sangat disiplin
Dalam asap rokok terdapat 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan,
dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat
nikotin dan setelah dibakar nikotin yang masuk ke dalam sirkulasi darah hanya
25%. Walau demikian kecil jumlah tersebut memiliki waktu hanya 15 detik untuk
kemudian terbagi ke jalur imbalan dan jalur adrenergenik. Pada jalur imbalan,
akan merasa lebih tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan
rasa lapar. Sementara di jalur adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem
akan menghisap pula 45 jenis bahan kimia beracun yang membahayakan tubuh
manusia. Rokok juga dapat mempertinggi resiko seseorang untuk terkena kanker
paru paru, serangan jantung, stroke, kanker mulut dan tenggorokan (Armstrong,
1991). Selain itu, rokok dapat menimbulkan perasaan takut, gemetar, risau,
wajah dan gigi, menyempitkan pernapasan, menjadikan manusia malas dan lemah,
dll. Rokok juga mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan reproduksi
pria, selain mengurangi mutu sel sperma dan menurunkan kemampuannya untuk
membuahi sel telur, rokok juga dapat merusak organ reproduksi pria seperti testis
kerusakan serviks dan saluran indung telur, menyebabkan aborsi spontan, dan
masalah merokok menjadi semakin serius. Perilaku merokok pada remaja pada
6
remaja pada awalnya melihat orang tuanya, saudaranya yang lebih tua, teman
temannya dan para public figure merokok. Keadaan ini membangkitkan minat
remaja untuk mencoba menghisap rokok, dan ketika remaja menyukai aroma dan
rasa dari rokok tersebut, remaja lalu memutuskan untuk melanjutkan kebiasaan itu
(Grinder, 1978).
dan daya tarik terhadap lawan jenis. Smet (1994) mengatakan kebiasaan merokok
itu terjadi karena pengaruh lingkungan sosial, teman-teman sebaya, orang tua,
dalam diri individu sangat dibutuhkan untuk mengontrol perilaku seseorang guna
kontrol diri. Kontrol diri pada satu individu dengan individu yang lain tidaklah
7
sama. Ada individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi dan ada individu yang
suatu proses yang menjadikan individu sebagai agen utama dalam membimbing,
dorongan dari dalam dirinya secara benar. Kontrol diri juga diperlukan untuk
(Sarafino,1998).
Calhoun dan Accocella (1990), mengatakan lebih lanjut bahwa ada dua
individu tidak hidup sendirian akan tetapi dalam kelompok dan individu
menghargai kemampuan, kebaikan dan hal-hal yang harus diterima lainnya yang
dimiliki individu.
dengan adanya krisis psikososial yang dialami pada masa perkembangannya, yaitu
masa pencarian jati diri. Masa ini sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan,
remaja dalam membuat keputusan dan melakukan tindakan efektif yang dapat
tersebut sangat sulit untuk tidak merokok dan secara terus menerus terjadi
peningkatan jumlah rokok yang dihisap tiap hari, tanpa dapat mempertimbangkan
penelitian yang diajukan adalah : Apakah ada hubungan antara kontrol diri
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
9
sosial.
2. Manfaat praktis
khususnya bagi remaja dan orang tua tentang bahaya merokok, sehingga dapat
Perilaku Merokok
memasukkan bahan yang berasal dari dedaunan (tembakau) yang mengandung zat
Menurut Smet (1994) ada tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan
1. Perokok berat, yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.
keadaan yang dialaminya pada saat itu, misalnya ketika sedang berkumpul dengan
1. Kantor atau di kamar tidur pribadi. Perokok yang memilih tempat tempat
2. Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka
berfantasi.
Kontrol Diri
aspek, yaitu:
e. Kontrol Retrospektif
aspek, yaitu:
a. Kontrol perilaku
b. Kontrol kognitif
c. Kontrol informasi
Aspek-aspek milik Sarafino (1998) dan Averill (1973) ada beberapa yang
mencoba mensintesakan aspek-aspek dari kedua tokoh diatas yang kemudian akan
Remaja
Masa remaja adalah masa transisi dari anak anak ke dewasa, sehingga
belum mempunyai identitas diri yang mantap. Monks, dkk (2001) juga
12
dapat berdiri sendiri dan krisis originalitas dan konformitas yang tinggi pada
kelompok. Sering kali dalam proses pencarian jati diri tersebut mereka terlalu
melihat orang tuanya, saudaranya yang lebih tua, teman temannya, dan para
public figure merokok. Keadaan ini membangkitkan minat remaja untuk mencoba
menghisap rokok, dan ketika remaja menyukai aroma dan rasa dari rokok tersebut,
remaja lalu memutuskan untuk melanjutkan kebiasaan itu (Grinder, 1978). Smet
Seperti yang dikatakan Presty (Smet, 1994) remaja merokok dipengaruhi oleh
keadaan yang dialaminya pada saat itu, ketika sedang berkumpul dengan teman-
teman yang merokok, remaja akan cenderung ikut merokok. Mutadin (2002)
tua, pengaruh teman, pengaruh iklan, juga dipengaruhi oleh faktor kepribadian.
merokok. Jika dilihat dari pendekatan psikososial, maka kita akan mengetahui
bahwa perilaku merokok akan berkaitan dengan proses mental dan perilaku antara
pembentukan perilaku remaja. Dengan kata lain, remaja yang memiliki kontrol
Shaffer (1994) mengatakan bahwa kontrol diri adalah sesuatu yang sangat
penting. Jika seseorang tidak mampu mengatasi segala tekanan dan mengontrol
dirinya, maka yang terjadi adalah perilaku melanggar hak orang lain, salah
satunya perilaku merokok. Seperti yang dikatakan oleh Ray (1983), merokok
merugikan kesehatan tidak hanya bagi perokok sendiri tapi juga bagi orang lain di
Dari uraian di atas penulis berasumsi bahwa kontrol diri diperlukan untuk
konsekuensi positif, dengan kata lain kontrol diri berpengaruh terhadap perilaku
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif
antara kontrol diri dengan perilaku merokok pada siswa siswi SMAN 1 Parakan.
Semakin tinggi kontrol diri maka semakin rendah perilaku merokok demikian
pula sebaliknya, semakin rendah kontrol diri maka semakin tinggi perilaku
merokok.
14
METODE PENELITIAN
Definisi Operasional
variabel penelitian yang masih bersifat teoritik menjadi konsep yang dapat diukur
secara empirik. Definisi operasional variabel penelitian ini adalah sebagai berikut:
waktu merokok. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek pada skala
perilaku merokok, maka semakin tinggi pula perilaku merokok subjek. Begitu
juga sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subjek, maka semakin
Semakin tinggi skor kontrol diri subjek, semakin tinggi pula tingkat kontrol
Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa siswi SMA Negeri 1
Aritonang (1997), yaitu terdiri dari fungsi merokok, intensitas merokok, tempat
Skala ini bertujuan untuk mengukur kontrol diri subjek penelitian. Skala
ini disusun sendiri oleh penulis berdasarkan aspek-aspek yang merupakan sintesa
dari aspek-aspek kontrol diri milik Averill dkk (1973) dan Sarafino (1998) yang
tehnik analisa statistik. Alasan yang mendasari dipakainya analisis statistik adalah
bekerja dengan angka, (2) statistik bersifat objektif, (3) statistik bersifat universal
dalam arti dapat digunakan hampir pada semua penelitian (Hadi, 1987). Adapun
antara perilaku merokok dan kontrol diri r = -0,266; dengan p = 0,005 (p < 0,01),
dari hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat
signifikan antara kontrol diri dengan perilaku merokok, sehingga hipotesis yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara kontrol diri dengan perilaku merokok
pada remaja dapat diterima. Hasil R squared menunjukkan 0.071, ini berarti
sumbangan variabel kontrol diri terhadap perilaku merokok hanya sebesar 7.1%.
Pembahasan
Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat
signifikan antara kontrol diri dengan perilaku merokok. Berdasarkan data angka
koefisien korelasi sebesar r = -0,266; dengan p = 0,005 (p < 0,01), artinya bahwa
semakin tinggi kontrol diri maka akan semakin rendah perilaku merokok
17
seseorang, begitu pula sebaliknya, semakin rendah kontrol diri seseorang maka
semakin tinggi perilaku merokoknya. Hal itu bisa diartikan lebih lanjut bahwa
perilaku merokok seseorang dapat dilihat atau dijelaskan dari tingkat kontrol
dirinya.
hasil 8 subjek (8.4%) ada pada kategori sangat rendah, sedangkan pada kategori
33 subjek (34.7%). Kemudian kategori tinggi ada 24 subjek (25.3%) dan pada
kategori sangat tinggi ada 10 subjek (10.5%). Berdasarkan kategori tersebut dapat
dilihat bahwa perilaku merokok subjek dalam penelitian ini berada pada kategori
subjek (0.93 %) ada pada kategori sangat tinggi, sedangkan pada kategori tinggi
subjek (26.85 %). Kemudian kategori rendah ada 16 subjek (14.8 %) dan pada
kategori sangat rendah ada 1 subjek (0.93 %). Berdasarkan kategori tersebut dapat
dilihat bahwa tingkat kontrol diri subjek penelitian berada pada kategori tinggi
pengaruh orang tua, pengaruh teman, pengaruh iklan, juga dipengaruhi oleh faktor
sebagai proses yang menjadikan individu sebagai agen utama dalam memandu,
konsekuensi positif. Sebagai salah satu sifat kepribadian, kontrol diri pada
individu yang satu dengan individu yang lain tidaklah sama. Ada individu yang
memiliki kontrol diri yang tinggi dan ada yang memiliki kontrol diri yang rendah.
Remaja yang memiliki kontrol diri tinggi pada umumnya masih dapat
Begitu pula sebaliknya remaja yang memiliki kontrol diri rendah tidak
mampu melepaskan diri dari dorongan dorongan untuk merokok dan secara
terus-menerus terjadi peningkatan jumlah rokok yang dihisap tiap hari, tanpa
dirinya sendiri, ataupun orang orang di sekitarnya (perokok pasif) (Ray, 1983)).
merokok dalam penelitian ini yaitu 0.071, ini berarti sumbangan efektif yang
diberikan variabel kontrol diri hanya 7,1% terhadap perilaku merokok. Dapat
dilihat bahwa sisanya sebesar 92.9% lainnya merupakan kontribusi dari faktor-
tersebut tidak diteliti lebih lanjut oleh peneliti. Adapun faktor-faktor lain yang
kepuasan psikologis. Faktor lain yang juga berpengaruh diungkapkan oleh Smet
(1994) yaitu faktor sosio-kultural, meliputi kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat
banyak kelemahan, selain itu alat ukur yang disusun sendiri oleh peneliti masih
jauh dari sempurna dan kurang dapat mengukur apa yang hendak diukur, karena
KESIMPULAN
dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan
antara kontrol diri dengan perilaku merokok pada remaja. Hal ini berarti semakin
tinggi kontrol diri maka semakin rendah perilaku merokok dan juga sebaliknya,
semakin rendah kontrol diri maka semakin tinggi perilaku merokok. Sumbangan
efektif yang diberikan oleh variabel kontrol diri terhadap perilaku merokok adalah
SARAN
mengontrol diri yang sudah dimiliki agar tidak memiliki perilaku merokok. Selain
itu dengan disiplin dan pola penanaman nilai yang diterapkan oleh orang tua
dilakukan. Bagi mereka yang merasa sangat sulit untuk meninggalkan perilaku
bahaya merokok agar memiliki tingkat kesadaran kesehatan yang lebih tinggi dan
jangan ragu untuk meminta bantuan orang orang profesional seperti ahli
lainnya. Disamping itu peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya juga dapat
menggunakan subjek penelitian yang lebih beragam antara lain tingkat pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Brigham, J.c. 1991. Social Psychology. Second Edition. New York: Harper
Collins Publishers Inc.
Calhoun, J.F & Acocella, J.R. 1990. Psychology of Adjusment and Human
Relationship. Third edition. New York. Mc. Graw Hill.
Davison, G.C and Neale, J.M. 1990. Abnormal Psychology. Fifth Edition. New
York: John Wiley & Sons.
Grinder, R.E. 1978. Adolescence. Second Edition. New York. John Wiley&Sons.
Hurlock, E.B, 1997. Perkembangan Anak. Jillid 1. Edisi Keenam (Alih Bahasa
oleh Med. Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih). Jakarta:
erlangga
Lazarus, R.S 1976. Pattern of Adjusment. Third Edition. Tokyo: Mc Graw Hill
Kogakusha, Ltd
Laventhal, H & Cleary. 1980. The Smoking Problem: A Review of The Research
and Theory in Behavioral Risk Modification. Psychologival Bulletin 88 (2). 370-
405.
Mengapa Remaja Merokok.2004
http://www.mqmedia.com/tabloid mq/apr03/mq remaja pernik.htm
22
Ray, O.A. 1983. Drug, society and human behavior. Third Edition. St. Louis,
Missouri: The C.V Mosby Company.
Santrock, J.W. 1998. Adolescence. (7nd Ed). Washingthon, DC: Mc Graw Hill.
Shaffer, D. R., 1994, Social and Personality Development. 3rd Edition, California:
Pacific Grove.
White, R.W and Watt, N.F. 1981. The Abnormal Personality. Fifth Edition. New
York: John Wiley & Sons.