Anda di halaman 1dari 1

BATU KECIL

Malam penuh bintang, ia mendengar rintihan, malam gelap pekat yang menutupi kota yang indah dengan
bintang gemintangnya itu

Di atas kota itu ia merunduk, seperti pencuri yang merangkak pelan, lama ia berdiam, hanya mendengar

Ia menyaksikan penduduknya pulas tertidur laksana ashaab al- Kahfi, tanpa cahaya terang, tanpa suara gaduh

Dia pun melihat bendungan di belakangnya, bangunannya tegak sempurna, sementara air yang terhampar
bagaikan padang pasir yang luas

Rintihan itu, ternyata muncul dari arah batu di tabir itu, mengadukan berbagai kenyataan yang menyedihkan
" "

Gerangan apa yang dia katakan di alam raya ini? itu menjadi urusanku! memang aku bukan apa-apa, tapi
bukan pula sesuatu yang hampa tak bermakna.

Aku bukanlah marmer yang mereka pahat menjadi patung, bukan pula batu besar yang merekan sulap jadi
bangunan

Aku bukan mutiara yang diperebutkan gadis-gadis cantik, manis dan menarik

Aku bukan air mata , bukan pula mata air, aku bukan pula sesuatu yang hina dan rendah, bukan pula pipi yang
merah merona, malu tersipu

Aku adalah batu berdebu, hina, tak punya keindahan yang diminati, aku tak bermakna, dan memang, aku tak
punya kemauan kuat tuk keluar dari suasana yang ada

Aku harus meninggalkan suasana ini, harus! Aku harus pergi dengan damai, aku benci bila harus tetap tinggal
,
Bendungan ini telah longsor ke bawah, dan ia telah mengadukan nasibnya kepada bumi, kepada awan, kepada
gelap malam, dan kepada langit.

Pagi pun menjelang, dan ternyata, banjir telah melantakkan kota yang indah itu.

Anda mungkin juga menyukai