Bismillah Hirrahmannirrahim
Assalamualaikum Wr.Wb.
Dengan memanjatkan puja dan puji Syukur kehadirat Allah SWT, sehingga atas ridhanya
makalah Hadits dapat terselesaikan. Tidak lupa Shalawat serta salam semoga dilimpahkan
kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad saw. yang kelak kita nanti-nantikan
syafaatnya dihari yaumul qiyamah dan beliau juga yang telah membawa kita dari zaman
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing mata kuliah Hukum Acara Perdata di
Pengadilan Agama, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, penulis menyadari
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari para pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya,
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................1
Daftar Isi.................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..............................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
TAHAP-TAHAP PERSIDANGAN
A. Pembacaan Gugatan...........................................................................................5
B. Jawaban Gugatan................................................................................................6
C. Replik Penggugat..............................................................................................9
D. Duplik Tergugat..................................................................................................11
E. Pembuktian.........................................................................................................12
F. Kesimpulan.........................................................................................................13
G. Putusan Hakim...................................................................................................13
Kesimpulan .......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu cara menyelesaikan sengketa hukum yang terjadi di antara
warga masyarakat adalah dengan perantaraan kekuasaan kehakiman,
orang yang merasa dirugikan hak atau kepentingannya menggugat orang
yang dianggap merugikannya dimuka pengadilan yang berwenang.
Tujuan para pencari keadilan mengajukan perkara mereka di muka
pengadilan adalah untuk mendapatkan keputusan yang adil guna
menyelesaikan perkaranya, sehingga hak-hak yang diberikan oleh hukum
materiil maupun kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh hukum
materiil, baik yang berupa hukum tertulis maupun yang tidak tertulis,
dapat diwujudkan lewat pengadilan. Tentu saja para pencari keadilan
tersebut, terutama pihak yang mengajukan gugatan (Penggugat),
mempunyai keinginan agar perkaranya dapat cepat selesai.
Untuk keperluan ini mereka harus mentaati ketentuan peraturan
perundangan yang mengatur cara-cara penyelesaian perkara melalui
pengadilan yang berlaku. Peradilan yang bersifat cepat, sederhana, biaya
murah dan dengan kata-kata sederhana seringkali justru terjadi
sebaliknya. Kalau kita perhatikan bahwa suatu perkara perdata yang
diajukan kemuka pengadilan diselesaikan dalam waktu yang relatif lama.
Ini bisa dikarenakan oleh para pihak yang berperkara sendiri, hakim yang
memeriksa perkaranya, saksi-saksi dan mungkin juga hukum acara yang
dipakai sudah tidak memadai.
Dalam penyelesaian suatu perkara, para pihak dapat mempergunakan
upaya yang diberikan oleh hukum untuk mencapai suatu tujuan dalam
proses (upaya hukum). Salah satu upaya hukum yang dapat dipergunakan
oleh tergugat dalam sidang pemeriksaan perkara adalah upaya hukum
melawan gugatan yang berupa eksepsi dan rekonveksi disamping
jawaban atas pokok perkaranya (verweer ten prinsipaal). Penggugat juga
diberi hak untuk membantah atas jawaban tergugat dalam bentuk Replik,
begitupun tergugat juga berkesempatan mengajukan Duplik atas jawaban
yang disampaikan oleh penggugat. Replik-Duplik ini bisa terjadi berulang
kali selama itu diperlukan.
Faktor lain yang menyebabkan persidangan menjadi lama adalah adanya
interfensi dari pihak lain. Yang biasa disebut dengan pihak ketiga. Pihak
ketiga ini bisa saja mendukung penggugat untuk memenangkan
tuntutannya atau berpihak kepada tergugat agar lepas dari segala
tuntutan. Bahkan pihak ketiga boleh mengajukan dirinya sendiri untuk
masuk dalam proses acara persidangan tanpa mebela siapapun. Terkait
dengan beberapa masalah diataslah kami mencoba menjelaskan sedikit
dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Pada makalah ini ada beberapa rumusan masalah dalam tahap-tahap
persidangan, yaitu:
1. Bagaimana pembacaan gugatan dalam persidangan ?
2. Bagaimana pula jawaban gugatan dalam persidangan tersebut?
3. Bagaimana replik penggugat dalam persidangan ?
4. Bagaimana duplik tergugat dalam persidangan ?
5. Bagaimana pembuktian dalam persidangan tersebut ?
6. Bagaimana penetapan kesimpulan dalam persidangan ?
7. Bagaimana penetapan putusan hakim dalam persidangan ?
BAB II
PEMBAHASAN
TAHAP TAHAP PERSIDANGAN
C. Replik Penggugat
Replik berasal dari dua kata yaitu re (kembali) dan pliek (menjawab), jadi
replik berarti kembali menjawab. Replik adalah jawaban balasan atas
jawaban tergugat dalam perkara perdata (JTC Simoramgkir,cs 1980 :148).
Replik harus disesuaikan dengan kualitas dan kuantitas jawaban tergugat.
Oleh karena itu, replik adalah respons Penggugat atas jawaban yang
diajukan tergugat. Bahkan tidak tertutup kemungkinan membuka peluang
kepada penggugat untuk mengajukan rereplik. Replik Penggugat ini dapat
berisi pembenaran terhadap jawaban Tergugat atau boleh jadi penggugat
menambah keterangannya dengan tujuan untuk memperjelas dalil yang
diajukan penggugat dalam gugatannya.
Sebagaimana halnya jawaban, maka replik juga tidak di atur di dalam
H.I.R/R.Bg, akan tetapi dalam pasal 142 reglemen acara perdata, replik
biasanya berisi dalil-dalil atau hak-hak tambahan untuk menguatkan dalil-
dalil gugatan penggugat. Penggugat dalam replik ini dapat
mengemukakan sumber sumber kepustakaan, pendapat pendapat para
ahli, doktrin, kebiasaan, dan sebagainya. Peranan yurisprudensi sangat
penting dalam replik, mengigat kedudukanya adalah salah satu dari
sumber hukum. Untuk menyusun replik biasanya cukup dengan mengikuti
poin-poin jawaban tergugat.
Pada tahap replik, penggugat dapat menegaskan kembali
gugatannya yang disangkal oleh tergugat dan juga mempertahankan
penggugat melaui hakim. Replik yaitu jawaban penggugat baik terulis
maupun lisan terhadap jawaban tergugat atas gugatannya. Replik
diajukan penggugat untuk meneguhkan gugatannya , dengan
mematahkan alasan-alasan penolakan yang dikemukakan tergugat dalam
jawabannya. Replik merupakan lanjutan dari pemeriksaan perkara perdata
dipengadilan negeri setelah tergugat mengajukan jawaban.
Replik merupakan tahapan persidangan yang diberikan kepada
Penggugat dimana Penggugat diberi kesempatan untuk mengajukan
pembelaan hak perdatanya atas sanggahan yang diberikan Tergugat
berupa tanggapannya atas Jawaban yang diberikan Tergugat .Replik tidak
diatur dalam HIR namun diatur dalam pasal 142 Rv (Reglement op
Rechtsverordering).
Dalam Replik biasanya akan dimasukkan dalil-dalil yang merupakan
sanggahan atau penolakan atas sebagian atau seluruh dalil-dalil Tergugat
yang dikemukakan dalam jawabannya. Bila dalam jawaban ada dalil-dalil
yang bertolak belakang dengan dalil Penggugat dalam gugatannya maka
pada tahap replik penggugat akan berusaha memperkuat dalil yang telah
dikemukakan tersebut dengan menambahkan pendapat doktrin atau
Yurisprudensi yang berkaitan erat dengan dalil yang telah dibantah
tergugat tersebut. Sehingga kadang-kadang untuk semakin memperkuat
dalil tersebut juga ditambahakan bukti baru yang menambah kejelasan
akan dalil yang telah dikemukakan dalam gugatan semula.
Dalam replik juga dikemukakan dalil baru yang belum pernah
dinyatakan dalam gugatan. Dalil baru tersebut biasanya merupakan dalil
yang berdiri sendiri tetapi posoisinya tetap akan semakin memperkuat
dalil-dalil gugatan secara keseluruhan sebagaimana yang dikemukakan
dalam gugatan semula. Dengan demikian dapat dikatakan dalil-dalail
yang dikemukakan penggugat dalam repliknya merupakan dalil-dalil yang
membatah dalil-dalil tergugat dalam jawabannya juga sekaligus semakin
mempertegas dan memperkokoh dalil-dalil yang telah dikemukakan dalam
gugatan semula. Bila ada eksepsi yang dikemukakan tergugat dalam
jawabannya maka penggugat pada repliknya harus memberikan
tanggapannya yang cecara keseluruhan berisi dalil-dalil yang
mematahkan eksepsi yang dikemukakan tergugat tersebut.
Demikian pula bila ada eksepsi-eksepsi lain maka penggugat dalam
repliknya harus memberikan tanggapan atas eksepsi tersebut apakah
membenarkan atau menolaknya. Demikian pula pada bagian pokok
perkara dalam replik maka ada klausul yang harus dimuat disana.
Pertama adalah menyatakan bila pada bagian eksepsi yang berisi
sanggahan atau penolakan atas dalil eksepsi tergugat merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari pokok perkaranya tersebut. Hal ini penting
dinyatakan karena hampir sebagian besar eksepsi merupakan eksepsi
yang termasuk dalam pokok perkara sehingga harus diperiksa dan diputus
bersama-sama dalam pokok perkara pada putusan akhir.
Kedua, klausul yang berisi penolakan atas sebagian atau seluruhnya
dari dalil-dalil yang dikemukakan oleh tergugat dalam jawabannya dan
menyatakan diakui bila ada pengakuan sepanjang memang diakui oleh
penggugat. Kmeudian penggugat harus menetukan sikap dan kejelasan
pokok masalahnya atas setiap dalil-dalil yang dikemukakan oleh tergugat
satu demi satu. Penolakan itu harus dimuat dalam repliknya satu demi
satu. Bila ternyata dalil-dalil dalam jawaban tersebut mempunyai
kesamaan maka penggugat dalam menanggapinya bisa memasukan
penolakannya tersebut dalam suatu kesatuan. Bila dalam jawaban
tergugat mengajukan eksepsi maka petitum dari replik juga mengalami
pergeseran bentuk yang tidak sama dengan petitum dalam gugatan dan
petitum dalam jawaban sepanjang mengenai eksepsinya.
D. Duplik Penggugat
E. Pembuktian
Atas gugatan Penggugat/permohonan Pemohon, Tergugat/Termohon
mempunyai hak untuk menjawab yang tertuang dalam Jawaban
Tergugat/Termohon baik dalam bentuk lisan atau tulisan. Atas jawaban
tersebut, Penggugat/Pemohon mempunyai hak untuk menanggapinya
dalam Replik. Atas Replik tersebut, Tergugat/Termohon juga mempunyai
hak untuk menanggapinya dalam Duplik. Apabila masih dimungkinkan
untuk ditanggapi kembali, maka Penggugat/Pemohon dapat
menuangkannya dalam Rereplik. Atas Rereplik tersebut,
Tergugat/Termohon dapat menanggapinya dalam Reduplik. Setelah ini,
acara jawab-menjawab dianggap selesai dan acara dilanjutkan ke tahap
pembuktian. Jika setelah penyampaian Duplik oleh Tergugat/Termohon,
tidak ada tanggapan lagi dari Penggugat/Pemohon, maka acara jawab-
menjawab dianggap telah selesai dan pemeriksaan dilanjutkan ke tahap
berikutnya yaitu pembuktian.
Apabila acara jawab-menjawab antara penggugat dan tergugat sudah
cukup, dimana duduk perkara perdata yang diperiksa sudah jelas
semuanya, tahapan pemeriksaan selanjutnya adalah pembuktian.
Pada tahap pembuktian, maka penggugat mengajukan semua alat-alat
bukti untuk mendukung dalil-dalil gugat. Demikian pula penggugat juga
mengajukan alat-alat bukti untuk mendukung jawabannya
(sanggahannya). Masing-masing pihak berhak menilai alat bukti pihak
lawannya. Setelah proses jawab-menjawab (gugatan, jawaban, replik,
duplik) sidang perkara perdata dilanjutkan dengan pembuktian (apabila
dianggap perlu dapat pula dilakukan pemeriksaan setempat serta
pemeriksaan ahli).
F. Kesimpulan
Pada tahap kesimpulan, maka masing-masing pihak (penggugat dan
tegugat) mengajukan pendapat akhir tentang hasil pemeriksaan.Setelah
tahap pembuktian, majelis hakim kemudian bermusyawarat untuk
merumuskan putusan. Hakim tidak diizinkan menjatuhkan putusan atas
perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari pada yang
digugat (Pasal 178 HIR).
G. Putusan Hakim
Pada tahap putusan, maka hakim menyampaikan segala pendapatnya
tentang perkara itu dan menyimpulkannya dalam suatu putusan. Putusan
hakim untuk mengakhiri sengketa.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Darwan Prinst, S.H. Strategi Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata., PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung 1992
Sutantio, Retnowulan dkk. 2005. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan
Praktek. Bandung: Mandar Maju
Muhammad, Abdulkadir. 1996. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti
Mertokusumo, Sudsikno. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta:
Mandar Maju
Soweparmono. 2000. Hukum Acara Perdata. Bandung: Mandar Maju
Rasyid, Chatib dan Syaifuddin. 2009. Hukum Acara dalam Teori dan Praktik
pada Peradilan. Yogyakarta: UII Pers.
Harahap, M. Yahya. 2009. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan,
Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta:
Sinar Grafika
Manan, Abdul. 2006. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan
Agama. Jakarta: Kencana
www.scribd.com/doc/21264385/Replik
http://afiqi-sirau.blogspot.com/2009/01/duplik.html