Anda di halaman 1dari 9

Kaffah Our Effort to be a Better Moslem

HARI ASYURA 10 MUHARRAM ANTARA


SUNNAH DAN BIDAH *
Kiriman sigit budi | kuikutsunnah@gmail.com

SEJARAH DAN KEUTAMAAN PUASA ASYURA


Sesungguhnya hari Asyura (10 Muharram) meski merupkan hari
bersejarah dan diagungkan, namun orang tidak boleh berbuat bidah di
dalamnya. Adapun yang dituntunkan syariat kepada kita pada hari itu
hanyalah berpuasa, dengan dijaga agar jangan sampai tasyabbuh dengan
orang Yahudi.

Orang-orang Quraisy biasa berpuasa pada hari asyura di masa


jahiliyyah, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pun melakukannya
pada masa jahiliyyah. Tatkala beliau sampai di Madinah beliau berpuasa
pada hari itu dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa. [1]

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tiba di Madinah, kemudian beliau


melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Beliau
bertanya :Apa ini? Mereka menjawab :Sebuah hari yang baik, ini
adalah hari dimana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka,
maka Musa berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur. Maka beliau
Rasulullah menjawab :Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian
(Yahudi), maka kami akan berpuasa pada hari itu sebagai bentuk
pengagungan kami terhadap hari itu. [2]

Dua hadits ini menunjukkan bahwa suku Quraisy berpuasa pada hari
Asyura di masa jahiliyah, dan sebelum hijrahpun Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam telah melakukannya. Kemudian sewaktu tiba di
Madinah, beliau temukan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu,
maka Nabi-pun berpuasa dan mendorong umatnya untuk berpuasa.

Diriwayatkan pada hadits lain.


Artinya : Ia adalah hari mendaratnya kapal Nuh di atas gunung Judi
lalu Nuh berpuasa pada hari itu sebagai wujud rasa syukur[3]

Artinya : Abu Musa berkata : Asyura adalah hari yang diagungkan


oleh orang Yahudi dan mereka menjadikannya sebagai hari raya, maka
Rasulllah Shallahu alaihi wa sallam bersabda : Puasalah kalian pada
hari itu [4]

Artinya :Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ditanya tentang puasa


di hari Asyura, maka beliau menjawab : Puasa itu bisa menghapuskan
(dosa-dosa kecil) pada tahun kemarin [5]

CARA BERPUASA DI HARI ASYURA


[1]. Berpuasa selama 3 hari tanggal 9, 10, dan 11 Muharram
Berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu yang diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dengan lafadz sebagaimana telah disebutkan oleh
Ibnul Qayyim dalam al-Huda dan al-Majd Ibnu Taimiyyah dalam al-
Muntaqa 2/2:

Selisihilah orang Yahudi dan berpuasalah sehari sebelum dan


setelahnya.

Dan pada riwayat ath-Thahawi menurut penuturan pengarang Al-Urf


asy-Syadzi:

Puasalah pada hari Asyura dan berpuasalah sehari sebelum dan


setelahnya dan janganlah kalian menyerupai orang Yahudi.

Namun di dalam sanadnya ada rawi yang diperbincangkan. Ibnul


Qayyim berkata (dalam Zaadud Maal 2/76):Ini adalah derajat yang
paling sempurna. Syaikh Abdul Haq ad-Dahlawi mengatakan:Inilah
yang Utama.

Ibnu Hajar di dalam Fathul Baari 4/246 juga mengisyaratkan keutamaan


cara ini. Dan termasuk yang memilih pendapat puasa tiga hari tersebut
(9, 10 dan 11 Muharram) adalah Asy-Syaukani (Nailul Authar 4/245)
dan Syaikh Muhamad Yusuf Al-Banury dalam Maarifus Sunan 5/434
Namun mayoritas ulama yang memilih cara seperti ini adalah
dimaksudkan untuklebih hati-hati.Ibnul Qudamah di dalam Al-Mughni
3/174 menukil pendapat Imam Ahmad yang memilih cara seperti ini
(selama tiga hari) pada saat timbul kerancuan dalam menentukan awal
bulan.

[2]. Berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram


Mayoritas Hadits menunjukkan cara ini:
Artinya : Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berpuasa pada hari
Asyura dan memerintahkan berpuasa. Para shahabat berkata:Ya
Rasulullah, sesungguhnya hari itu diagungkan oleh Yahudi. Maka
beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Di tahun depan insya
Allah kita akan berpuasa pada tanggal 9., tetapi sebelum datang tahun
depan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah wafat.[6]

Dalam riwayat lain :


Artinya : Jika aku masih hidup pada tahun depan, sungguh aku akan
melaksanakan puasa pada hari kesembilan.[7].

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata (Fathul Baari 4/245) :Keinginan beliau


untuk berpuasa pada tanggal sembilan mengandung kemungkinan bahwa
beliau tidak hanya berpuasa pada tanggal sembilan saja, namun juga
ditambahkan pada hari kesepuluh. Kemungkinan dimaksudkan untuk
berhati-hati dan mungkin juga untuk menyelisihi kaum Yahudi dan
Nashara, kemungkinan kedua inilah yang lebih kuat, yang itu
ditunjukkan sebagian riwayat Muslim

Artinya : Dari Atha, dia mendengar Ibnu Abbas berkata:Selisihilan


Yahudi, berpuasalah pada tanggal 9 dan 10.

[3]. Berpuasa Dua Hari yaitu tanggal 9 dan 10 atau 10 dan 11 Muharram
Berpuasalah pada hari Asyura dan selisihilah orang Yahudi, puasalah
sehari sebelumnya atau sehari setelahnya
Hadits marfu ini tidak shahih karena ada 3 illat (cacat):
[a]. Ibnu Abi Laila, lemah karena hafalannya buruk.
[b]. Dawud bin Ali bin Abdullah bin Abbas, bukan hujjah
[c]. Perawi sanad hadits tersebut secara mauquf lebih tsiqah dan lebih
hafal daripada perawi jalan/sanad marfu

Jadi hadits di atas Shahih secara mauquf sebagaimana dalam as-Sunan


al-Matsurah karya As-Syafii no 338 dan Ibnu Jarir ath-Thabari dalam
Tahdzibul Atsar 1/218.

Ibnu Rajab berkata (Lathaiful Maarif hal 49):Dalam sebagian riwayat


disebutkan atau sesudahnya maka kata atau di sini mungkin karena
keraguan dari perawi atau memang menunjukkan kebolehan.

Al-Hafidz berkata (Fathul Baari 4/245-246):Dan ini adalahl akhir


perkara Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, dahulu beliau
Shallallahu alaihi wa sallam suka menyocoki ahli kitab dalam hal yang
tidak ada perintah, lebih-lebih bila hal itu menyelisihi orang-orang
musyrik. Maka setelah Fathu Makkah dan Islam menjadi termahsyur,
beliau suka menyelisihi ahli kitab sebagaimana dalam hadits shahih.
Maka ini (masalah puasa Asyura) termasuk dalam hal itu. Maka pertama
kali beliau menyocoki ahli kitab dan berkata :Kami lebih berhak atas
Musa daripada kalian (Yahudi)., kemudian beliau menyukai
menyelisihi ahli kitab, maka beliau menambah sehari sebelum atau
sesudahnya untuk menyelisihi ahli kitab.

Ar-Rafii berkata (at-Talhish al-Habir 2/213) :Berdasarkan ini,


seandainya tidak berpuasa pada tanggal 9 maka dianjurkan untuk
berpuasa pada tanggal 11

[4]. Berpuasa pada 10 Muharram saja


Al-Hafidz berkata (Fathul Baari 4/246) :Puasa Asyura mempunyai 3
tingkatan, yang terendah berpuasa sehari saja, tingkatan diatasnya
ditambah puasa pada tanggal 9, dan tingkatan diatasnya ditambah puasa
pada tanggal 9 dan 11. Wallahu alam.

BIDAH-BIDAH DI HARI ASYURA


[1]. Shalat dan dzikir-dzikir khusus, sholat ini disebut dengan sholat
Asyura
[2]. Mandi, bercelak, memakai minyak rambut, mewarnai kuku, dan
menyemir rambut.
[3]. Membuat makanan khusus yang tidak seperti biasanya.
[4]. Membakar kemenyan.
[5]. Bersusah-susah dalam kehausan dan menampakkan kesusahannya
itu.
[6]. Doa awal dan akhir tahun yang dibaca pada malam akhir tahun dan
awal tahun (Sebagaimana termaktub dalam Majmu Syarif)
[7]. Menentukan berinfaq dan memberi makan orang-orang miskin
[8]. Memberi uang belanja lebih kepada keluarga.
[9]. As-Subki berkata (ad-Din al-Khalish 8/417):Adapun pernyataan
sebagian orang yang menganjurkan setelah mandi hari ini (10
Muharram) untuk ziarah kepada orang alim, menengok orang sakit,
mengusap kepala anak yatim, memotong kuku, membaca al-Fatihah
seribu kali dan bersilaturahmi maka tidak ada dalil yg menunjukkan
keutamaan amal-amal itu jika dikerjakan pada hari Asyura. Yang benar
amalan-amalan ini diperintahkan oleh syariat di setiap saat, adapun
mengkhususkan di hari ini (10 Muharram) maka hukumnya adalah
bidah.

Ibnu Rajab berkata (Lathaiful Maarif hal. 53) : Hadits anjuran


memberikan uang belanja lebih dari hari-hari biasa, diriwayatkan dari
banyak jalan namun tidak ada satupun yang shahih. Di antara ulama
yang mengatakan demikian adalah Muhammad bin Abdullah bin Al-
Hakam Al-Uqaili berkata :(Hadits itu tidak dikenal). Adapun
mengadakan matam (kumpulan orang dalam kesusahan, semacam haul)
sebagaimana dilakukan oleh Rafidhah dalam rangka mengenang
kematian Husain bin Ali Radhiyallahu anhu maka itu adalah perbuatan
orang-orang yang tersesat di dunia sedangkan ia menyangka telah
berbuat kebaikan. Allah dan RasulNya tidak pernah memerintahkan
mengadakan matam pada hari lahir atau wafat para nabi maka
bagaimanakah dengan manusia/orang selain mereka

Pada saat menerangkan kaidah-kaidah untuk mengenal hadits palsu, Al-


Hafidz Ibnu Qayyim (al-Manar al-Munif hal. 113 secara ringkas) berkata
: Hadits-hadits tentang bercelak pada hari Asyura, berhias, bersenang-
senang, berpesta dan sholat di hari ini dan fadhilah-fadhilah lain tidak
ada satupun yang shahih, tidak satupun keterangan yang kuat dari Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam selain hadits puasa. Adapun selainnya
adalah bathil seperti.

Artinya : Barangsiapa memberi kelonggaran pada keluarganya pada


hari Asyura, niscaya Allah akan memberikan kelonggaran kepadanya
sepanjang tahun.

Imam Ahmad berkata : Hadits ini tidak sah/bathil. Adapun hadits-


hadits bercelak, memakai minyak rambut dan memakai wangi-wangian,
itu dibuat-buat oleh tukang dusta. Kemudian golongan lain membalas
dengan menjadikan hari Asyura sebagai hari kesedihan dan kesusahan.
Dua goloangan ini adalah ahli bidah yang menyimpang dari As-Sunnah.
Sedangkan Ahlus Sunnah melaksanakan puasa pada hari itu yang
diperintahkan oleh Rasul Shallallahu alaihi wa sallam dan menjauhi
bidah-bidah yang diperintahkan oleh syaithan.

Adapun shalat Asyura maka haditsnya bathil. As-Suyuthi dalam Al-Lali


2/29 berkata : Maudhu (hadits palsu). Ucapan beliau ini diambil Asy-
Syaukani dalam Al-Fawaid Al-Majmuah hal.47. Hal senada juga
diucapkan oleh Al-Iraqi dalam Tanzihus Syariah 2/89 dan Ibnul Jauzi
dalam Al-Maudluah 2/122

Ibnu Rajab berkata (Lathaful Maarif) : Setiap riwayat yang


menerangkan keutamaan bercelak, pacar, kutek dan mandi pada hari
Asyura adalah maudlu (palsu) tidak sah. Contohnya hadits yang
dikatakan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu secara marfu.

Artinya : Barangsiapa mandi dan bersuci pada hari Asyura maka tidak
akan sakit di tahun itu kecuali sakit yang menyebabkan kematian.

Hadits ini adalah buatan para pembunuh Husain.


Adapun hadits,
Artinya : Barangsiapa bercelak dengan batu ismid di hari Asyura maka
matanya tidak akan pernah sakit selamanya

Maka ulama seperti Ibnu Rajab, Az-Zakarsyi dan As-Sakhawi


menilainya sebagai hadits maudlu (palsu).

Hadits ini diriwayatkan Ibnul Jauzi dalam Maudluat 2/204. Baihaqi


dalam Syuabul Iman 7/379 dan Fadhail Auqat 246 dan Al-Hakim
sebagaimana dinukil As-Suyuthi dalam Al-Lali 2/111. Al-Hakim
berkata : Bercelak di hari Asyura tidak ada satu pun atsar/hadits dari
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Dan hal ini adalah bidah yang
dibuat oleh para pembunuh Husain Radhiyallahu anhu.

Demikianlah sedikit pembahasan tentang hari Asyura. Semoga kita bisa


meninggalkan bidah-bidahnya. Amin

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun V/1421H-2001M.


Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183]
__________
Foote Note
[*]. Diolah oleh Aris Munandar bin S Ahmadi, dari kitab Radul Anam
Min Muhdatsati Asyiril Muharram Al-Haram, karya Abu Thayib
Muhammad Athaullah Hanif, tahqiq Abu Saif Ahmad Abu Ali
[1]. Hadits Shahih Riwayat Bukhari 3/454, 4/102-244, 7/147, 8/177,178,
Ahmad 6/29, 30, 50, 162, Muslim 2/792, Tirmidzi 753, Abu Daud 2442,
Ibnu Majah 1733, Nasai dalam Al-Kubra 2/319,320, Al-Humaidi 200,
Al-Baihaqi 4/288, Abdurrazaq 4/289, Ad-Darimy 1770, Ath-Thohawi
2/74 dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya 5/253
[2]. Hadits Shahih Riwayat Bukhari 4/244, 6/429, 7/274, Muslim 2/795,
Abu Daud 2444, Nasai dalam Al-Kubra 2/318, 319, Ahmad 1/291, 310,
Abdurrazaq 4/288, Ibnu Majah 1734, Baihaqi 4/286, Al-Humaidi 515,
Ath-Thoyalisi 928
[3]. Hadits Riwayat Ahmad 2/359-360 dengan jalan dari Abdusshomad
bin Habib Al-Azdi dari bapaknya dari Syumail dari Abu Hurairah,
Abdusshomad dan bapaknya keduanya Dhaif.
[4]. Hadits Shahih Riwayat Bukahri 4/244, 7/274, Muslim 2/796, Nasai
dalam Al-Kubra 2/322 dan Al-Baihaqi 4/289
[5]. Hadits Shahih Riwayat Muslim 2/818-819, Abu Daud 2425, Ahmad
5/297, 308, 311, Baihaqi 4.286, 300 Abdurrazaq 4/284, 285
[6]. Hadits Shahih Riwayat Muslim 2/796, Abu Daud 2445, Thabary
dalam Tahdzibul Atsar 1/24, Baihaqi dalam Al-Kubra 4/287 dan As-
Shugra 2/119 serta Syuabul Iman 3506 dan Thabrabi dalam Al-Kabir
10/391
[7]. Hadits Shahih Muslim 2/798, Ibnu Majah 736, Ahmad 1/224, 236,
345, Baihaqi 4/287, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushanafnya 3/58,
Thabrani dalam Al-Kabir 10/401, Thahawi 2/77 dan lain-lain
[8]. Abdurrazaq 4/287, Thahawi dalam Syarh Maanil Atsar 2/78,
Baihaqi dalam Sunan Kubra 4/287 dan dalam Syuabul Iman 3509 dari
jalan Ibnu Juraij, Atha telah mengabariku . Sanadnya shahih. Ada juga
muttabi dalam riwayat Qasim Al-Bhagawi dalam Al-Hadits Ali Ibnil
Jadi 2/886 dengan sanad shahih
[9]. Hadits Dhaif, riwayat Ahmad 1/241, Ibnu Khuzaimah dalam
Shahihnya 2095, Thahawi 2/78, Bazar 1052 dalam Kasyfil Atsar,
Baihaqi 4/278, Thobary dalam Tahdzibul Atsar 1/215, Ibnu Adi dalam
Al-Kamil 3/88

Anda mungkin juga menyukai