Anda di halaman 1dari 31

Bismillahirrahmanirrahim.

KISAH RASULULLAH ‫سلم و عليه هللا صل‬

Bagian 1 Pendahuluan

JAZIRAH ARAB

Jazirah Arab itu sebenarnya tidak hanya terdiri atas gurun pasir. Ada banyak tanah subur yang telah
dihuni sejak lama. Tanah-tanah subur itu terutama terletak di daerah pantai, seperti Yaman,
Yamamah, Hadramaut, dan Ahsa. Di bagian tengah Jazirah Arab ada sebuah wilayah subur lain
bernama Najd. Wilayah ini dikenal sebagai tempat asal kuda Arab yang termahsyur di mana-mana.

Najd dan Yamamah juga terkenal sebagai penghasil gandum. Demikian banyak gandum yang
dihasilkan sehingga konon mampu memenuhi kebutuhan seluruh penduduk Jazirah Arab yang ketika
Nabi Muhammad dilahirkan berjumlah sekitar 10 juta- 12 juta jiwa.

Di kota Madinah terdapat bukit -bukit yang baik untuk ditanami. Sementara itu, kota Thaif terkenal
karena buah-buahannya.

Di luar daerah-daerah subur, Jazirah Arab dipenuhi gunung dan bukit-bukit batu yang besar. Tidak
ada sungai mengalir. Suhu udaranya sangat panas. Karenanya, penduduk Arab umumnya suka
mengembara. Mereka suka berpindah ke tempat mana saja yang dapat memenuhi keperluan hidup
sehari-hari berserta hewan-hewan ternak mereka.

Unta

Unta adalah kendaraan yang sangat diandalkan penduduk gurun pasir. Ia dapat mengarungi gurun
selama 17 hari tanpa minum. Walaupun pelan, jika dipacu unta dapat menempuh jarak sampai 300
km dalam sehari. Unta mau melahap ranting dan rumput pahit yang di jauhi kambing. Unta juga mau
minum air berlumpur dan mengubahnya menjadi susu bermutu tinggi yang dapat digunakan sebagai
obat tetes mata. Dagingnya dimakan, bulunya dibuat tali, kulitnya dapat menjadi aneka alat, mulai
dari sandal sampai atap dan perisai perang. Air seninya menjadi sampo pencuci rambut. Kukunya
dibakar dan diulek menjadi tepung untuk obat luka atau adonan kue. Kotorannya dapat dipakai
sebagai bahan bakar. Unta adalah karunia Allah untuk penduduk gurun pasir.
Letak Mekah

Di Kota Mekah inilah terletak Ka'bah, Baitullah. Ke arah Ka'bahlah seluruh Muslim di dunia
menghadapkan diri jika sedang shalat. Di kota Mekah inilah nabi Muhammad ‫وسلم عليه هللا صلى‬,
dilahirkan.

Kota Mekah adalah sebuah lembah yang tidak begitu luas, di tengah lautan pasir. Bukit-bukit
mengurung lembah ini rapat-rapat. Begitu rapatnya sehingga cuma ada tiga jalan untuk keluar dan
masuk Mekah. Jalan pertama menuju ke Yaman, jalan ke dua menuju ke Laut Merah, dan jalan
ketiga adalah jalan menuju Palestina.

Ribuan tahun yang lalu, Lembah Mekah hanyalah sebuah tempat persinggahan rombongan kafilah,
baik yang datang dari Yaman menuju Palestina maupun sebaliknya, yang datang dari Palestina
menuju Yaman. Nabi Ismail lah yang pertama kali membuat Mekah menjadi sebuah kota.

Pakaian Orang Arab

Penduduk asli Jazirah Arab adalah suku Badui. Pakaian mereka longgar, hangat pada musim dingin,
dan sejuk pada musim panas. Pakaian ini menjaga kulit dari sengatan matahari serta angin kering.

Pada zaman para nabi, pakaian ini terdiri atas dua helai. Satu helai melilit tubuh dari bawah ketiak.
Satu helai lagi adalah sebuah jubah panjang sampai kaki dan terbuat dari bulu domba atau unta.
Warnanya krem dengan lurik tegak berwarna hitam, biru, coklat atau putih.

Pakaian wanitanya panjang menyapu tanah dan sangat longgar. Selendang melilit pinggang,
jubahnya berlurik merah, kuning, hitam atau biru. Cadarnya berwarna hitam atau putih. Tudung
kepala berwarna merah, putih, atau cokelat melindungi mata, telinga, dan hidung dari debu dan
badai pasir.

Badui

Suku Badui adalah penduduk asli Jazirah Arab. Mereka adalah prajurit pengelana yang tangguh.
Tinggi mereka sedang, tapi kekar, cekatan, dan kuat menderita dalam alam yang keras. Jika ada
anggota keluarga yang tewas, para lelaki Badui akan segera membalas pembunuhnya. Mereka
berani dalam bertempur dan sabar dalam kekalahan.
Meski demikian, orang Badui terkenal ramah, senang memberi, dan sangat menghormati tamu.
Mereka juga tenang, sabar, dan tidak cepat marah. Orang Badui juga sangat mengagumi keindahan
syair. Jiwa orang orang Badui mudah terpanggil pada kebenaran. Mereka adalah orang orang
sederhana. Mereka duduk di lantai dengan wadah makanan di lutut. Dengan demikian, tidak bisa
dibedakan mana majikan dan mana bawahan.

Sahabat fillahku, kepada orang-orang inilah Nabi Muhammad ‫وسلم عليه هللا صلى‬, diutus. Berkat
bimbingan Nabi Muhammadlah orang orang Badui dari padang pasir yang sunyi ini mampu
mengguncang dunia. Merekalah yang akhirnya menyebarkan agama Islam ke seluruh dunia.
Merekalah yang membangun umat Islam menjadi umat yang besar dan dihormati.

Namun, jauh sebelum menyebar ke penjuru bumi, perjalanan umat Islam di Jazirah Arab dimulai
oleh kisah Nabi Ibrahim ِ‫علَيْه‬
َ ِ‫سالَم‬
َ ‫ال‬.

Beliau adalah nenek moyang Nabi Muhammad ‫ هللا صلى‬the ‫وسلم عليه‬.

Barakallaahu lanaa walakum....

Bersambung

KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 2

ِ‫صلِ اَللَّه َّم‬


َ ‫علَى‬
َ ِ‫علَى َِو م َح َّمد‬
َ ِ‫م َحمد آل‬

*Nenek Moyang Nabi Muhammad ‫* وسلم عليه هللا صلى‬

Salah seorang nenek moyang Nabi Muhammad bernama Hasyim bin Abdul Manaf. Ia adalah pemuka
masyarakat dan orang yang berkecukupan. Masyarakat Mekah mematuhi dan menghormatinya.
"Wahai penduduk Mekah, aku membagi perjalanan kalian menurut musim. Jika musim dingin tiba,
pergilah berdagang ke Yaman yang hangat. Jika musim panas, giliran kalian pergi ke Syam (Suriah,
Yordania, Lebanon, Palestina, Israel) yang sejuk!" demikian keputusan Hasyim.

Hasyim tambah disayangi penduduk Mekah karena pada suatu musim kemarau yang mencekam, ia
pernah membawa persediaan makanan dari tempat yang jauh. Padahal, saat itu makanan amat sulit
didapat.

"Terima kasih, wahai Hasyim! Engkau menolong kami dengan pemberian makanan ini!" seru
penduduk Mekah.

Di bawah kepemimpinan Hasyim, Mekah berkembang menjadi pusat perdagangan yang makmur.
Pasar-pasar didirikan sebagai tempat berniaga kafilah-kafilah dagang yang datang dan pergi silih
berganti, baik pada musim panas maupun pada musim dingin. Demikian pandainya penduduk
Mekah berdagang, sampai-sampai tidak ada pihak lain yang mampu menyaingi mereka.

Akan tetapi, di samping kemajuan yang besar itu, masyarakat Arab juga mengalami kemunduran luar
biasa. Itulah sebabnya mereka dijuluki masyarakat jahiliah alias masyarakat yang diliputi kebodohan.
Itulah juga sebabnya sampai Allah mengutus rasul terakhir-Nya di tempat ini.

Pembagian Urusan

Beberapa jabatan pemerintahan di Mekah di antaranya:

Hijabah : Pemegang kunci Ka'bah,

Siqayah : Penyedia air dan makanan buat para peziarah,

Rifadah : Mengatur pembagian dana dari orang kaya untuk fakir miskin, Qiyadah : Mengatur urusan
peperangan.

Percaya Takhayul
"Oh, tidak! Burung itu terbang ke kiri! Aku pasti akan tertimpa sial!" umpat seseorang, orang itu
kebetulan melihat seekor burung yang terbang di atas kepalanya berbelok ke arah kiri. Sepanjang
hari itu, dia jadi murung karena yakin bahwa dia bernasib sial walaupun belum tahu kesialan macam
apa yang akan menimpanya.

Orang-orang Arab pada masa jahiliyah amat percaya pada takhayul. Contohnya, mereka percaya jika
burung yang mereka lihat terbang ke kiri, nasib sial akan menimpa mereka. Sebaliknya jika burung
kebetulan terbang ke kanan, nasib baik akan datang. Kepercayaan semacam ini disebut At Tathayyur

Selain itu, mereka percaya bahwa jika seseorang mati, rohnya akan menjadi burung. Mereka juga
percaya bahwa di dalam perut manusia ada ular. Ular inilah yang menggigit di dalam perut sehingga
orang merasa lapar.

"Lihat cincin tembagaku ini", kata seorang kepada temannya dengan bangga, "Cincin ini adalah
pemberian seorang dukun kepadaku. Tidak sia sia aku memberinya uang banyak agar membuatkan
cincin ini. Jangan coba-coba menantangku berkelahi sekarang. Berkat cincin ini, aku merasa jauh
lebih kuat!".

Masih banyak kebodohan serupa yang mereka perlihatkan. Mereka juga amat taat menyembah
berhala-berhala berbentuk patung. Jika mereka meminta pertolongan kepada berhala, tidak segan-
segan mereka mengorbankan binatang ternak dan mengoleskan darahnya di tubuh berhala. Bahkan
mereka terkadang sampai hati mengorbankan anak- anaknya sendiri demi mengharap keridhaan
berhala.

Selain melakukan kebodohan-kebodohan itu, mereka masih melakukan banyak sekali hal hal yang
merusak.

Awal Mula Penyembahan Berhala

Awal mula penyembahan berhala di Mekkah, ketika seorang bernama Amar bin Luhay membawa
berhala besar bernama Hubal yang dibelinya dari daerah Syam. Di Mekkah, berhala Hubal ditaruh di
Ka'bah dan disuruhnya orang orang datang menyembahnya.

Menjelang menaklukkan Mekkah oleh Nabi Muhammad saw. Ka'bah dipenuhi oleh tiga ratus enam
puluh berhala yang terbuat dari batu, kayu, perak, bahkan emas.
Gemar Mabuk dan Berjudi

Bangsa Arab pada masa itu sangat gemar meminum arak. Hampir semua orang adalah peminum
kecuali beberapa saja yang tidak.

Para pelayan datang membawakan baki dan botol-botol minuman. Orang orang datang berkumpul
sambil tertawa.

Para penari datang disambut tepukan dan sorak sorai. Ketika minuman mulai membuat mereka
mabuk, seseorang kembali berseru, "Bawakan alat alat judi kemari!"

Orang pun membawakan alat-alat judi berupa bilah-bilah kayu dan sebuah kantung kulit. Beberapa
ekor unta dipotong, yang kalah berjudi harus membayar unta-unta tersebut. Selain berjudi dengan
memotong unta, mereka juga berjudi dengan bermacam macam cara.

Demikianlah minum sambil berjudi adalah kebiasaan yang amat digemari oleh bangsa Arab saat itu.
Bahkan, setelah Nabi Muhammad SAW mengajarkan Islam, masih banyak pemeluk baru agama Islam
yang masih suka meminum arak sampai turunlah perintah Allah yang berangsur-angsur
mengharamkan orang meminum minuman keras.

Barm

Judi memotong unta adalah judi yang paling digemari orang Arab Jahiliyah. Bilah-bilah kayu dikocok
dalam kantung dan dibagikan. Orang yang mendapat undi kosong dinyatakan kalah dan harus
membayar unta yang dipotong. Daging unta kemudian dibagikan kepada fakir miskin. Orang yang
tidak suka berjudi semacam ini dipandang sebagai seorang kikir, yang biasa disebut barm.

Barakallaahu lanaa walakum....

Bersambung
KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 3

ِ‫صلِ اَللَّه َّم‬


َ ‫علَى‬
َ ِ‫علَى َِو م َح َّمد‬
َ ِ‫م َحمد آل‬

Perampok Kejam dan Tidak Sopan

Mencuri dan merampok saat itu adalah hal yang biasa. Hanya sebagian kecil saja orang yang tidak
pernah melakukannya. Perampok pun bukan cuma mengincar harta dan benda, tetapi juga orang
yang dirampok. Perampok biasa menjadikan orang orang yang telah dirampoknya menjadi tawanan
dan budak belian.

Saat itu perilaku bangsa Arab amat kejam, sampai melewati batas perikemanusiaan. Anak-anak
perempuannya sendiri mereka bunuh. Ada yang dikubur hidup hidup ke dalam tanah, ada pula yang
ditaruh dalam tong dan diluncurkan dari tempat yang tinggi. Mereka malu jika mempunyai anak
perempuan.

Mereka juga suka menyiksa binatang. Jika seseorang mati, keluarganya mengikat unta diatas
kuburan dan tidak memberikan makan serta minum sampai si unta mati. Mereka beranggapan unta
itu kelak akan menjadi tunggangan si mati.

Musuh yang tertangkap diperlakukan sangat kejam. Mereka biasa mengikat musuh pada seekor
kuda dan membiarkan kuda tersebut berlari sehingga orang yang diikat itu mati terseret-seret.
Telinga atau hidung musuh yang kalah dijadikan kalung, serta tengkorak nya dijadikan tempat
minum arak.

Orang jahiliyah juga tidak mengenal sopan santun, Mereka biasa berkeliling Ka'bah tanpa memakai
pakaian.

Begitulah kebiasaan Orang Orang Arab saat itu.


Mereka adalah bangsa yang maju perdagangannya, pandai membuat perkakas, membuat obat, ahli
astronomi, serta mahir bersyair. Namun mereka juga mempunyai kebiasaan buruk.

Memakan Bangkai Binatang

Dalam urusan makan dan minum pun tidak ada yang dilarang. Segala macam binatang boleh
dimakan. Binatang yang sudah mati pun disayat dagingnya, dibakar, dan dimakan. Mereka juga suka
meminum darah, binatang, dan makanan darah yang dibekukan.

Muthalib

Suatu hari, Hasyim pergi berdagang menuju Syam. Ketika melewati Yatsrib, (di kemudian hari
disebut Madinah), Hasyim melihat seorang wanita baik-baik dan terpandang.

"Siapakah wanita itu?" tanya Hasyim kepada orang-orang Yatsrib.

"Dia adalah Salma binti Amr."

"Suaminya telah tiada. Kini dia seorang janda."

Mendengar itu, Hasyim melamar Salma dan Salma pun menerimanya. Mereka lalu menikah. Hasyim
tinggal di Yatsrib beberapa lama. Ketika Salma mengandung, Hasyim melanjutkan perniagaannya.
Namun, itulah kali terakhir Salma melihat suaminya karena Hasyim tidak pernah kembali lagi. Ia
meninggal dunia di Palestina.

Salma melahirkan seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Syaibah. Sementara itu,
sepeninggal Hasyim, kedudukannya sebagai pemuka masyarakat Mekah dipegang oleh adik Hasyim
yang bernama Al Muthalib.

Al Muthalib juga seorang laki-laki terpandang yang dicintai penduduk Mekkah. Orang-orang Quraisy
menjulukinya dengan sebutan Al Fayyadh yang berarti Sang Dermawan.

Suatu hari, dia mendengar bahwa Syaibah, keponakannya yang tinggal di Yatsrib, sedang tumbuh
remaja.
"Aku harus menemuinya," pikir Al Muthalib,

"dia adalah anak kakakku. Dulu ayahnya adalah pemuka Mekah, maka dia harus pulang untuk
melanjutkan kekuasaan ayahnya menggantikan aku."

Ketika Al Muthalib bertemu Syaibah di Yatsrib, dia tersentak,

"Anak ini benar-benar mirip Hasyim."

"Mari Nak, ikut Paman ke Mekah," peluk Al Muthalib.

"Tetapi, jika ibu tidak mengizinkan pergi, aku akan tetap tinggal di sini," jawab Syaibah

Syaibah

Nama Syaibah diberikan karena ada rambut putih (uban) di kepalanya sejak dia kecil. Selain Syaibah,
Hasyim telah memiliki empat putra dan lima putri yang tinggal di Mekkah.

ABDUL MUTHALIB

"Tidak. Aku tidak akan membiarkannya pergi" jawab Salma.

"Dia buah hatiku satu-satunya. Wajahnya lah yang senantiasa mengingatkan aku akan wajah
ayahnya".

"Aku juga menyayangi Hasyim", jawab Al Muthalib,

"bukan cuma aku, tetapi penduduk kota Mekah juga menyayanginya. mereka pasti akan senang
sekali menyambut kedatangan putra Hasyim. Begitu melihat wajah anak ini, rasa sayangku timbul
kepadanya. Seolah-olah aku melihat Hasyim hidup kembali dan berdiri di hadapanku.

Izinkan aku membawanya pergi. Sesungguhnya Mekah adalah kerajaan ayahnya dan Mekah adalah
tanah suci yang di cintai oleh seluruh bangsa Arab. Tidakkah pantas putramu pergi ke sana dan
melanjutkan pemerintahan ayahnya?".
Salma memandang Syaibah dengan mata berkaca-kaca. Hatinya ingin agar putra satu-satunya itu
tetap tinggal di sisinya. Namun, ia tahu masa depan Syaibah bukan di Yatsrib, melainkan di Mekkah.
Akhirnya, ia pun mengangguk, "Baiklah, kuizinkan ia pergi."

Dengan amat gembira, Al Muthalib mengajak keponakannya itu pulang. Syaibah duduk
membonceng unta di belakang pamannya.

Ketika mereka tiba di Mekkah, orang-orang menyangka bahwa anak yang duduk di belakang Al
Muthalib adalah budaknya.

"Abdul Muthalib (Budak Al Muthalib)! Abdul Muthalib!" panggil mereka kepada Syaibah.

"Celaka kalian! Dia bukan budakku, dia anak saudaraku, Hasyim!"

Namun, orang-orang telanjur menyebutnya demikian sehingga akhirnya nama Syaibah pun
terlupakan. Setelah itu, dia dikenal dengan nama Abdul Muthalib. Dia kelak menjadi kakek Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬.

Barakallaahu lanaa walakum...

Bersambung

note:

mohon maaf saya hanya forward dr group wa, dan saya belum bisa verifikasi isinya karena ilmu saya
belum cukup .tetapi semoga dapat memotivasi kita untuk dapat lebih mengenal dan mencintai
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam serta memiliki dan membaca buku buku sirah nabawiyah
lainnya.

Wallahu a’lam bish-shawabi.


KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 4

ِ‫صلِ اَللَّه َّم‬


َ ‫علَى‬
َ ِ‫علَى َِو م َح َّمد‬
َ ِ‫م َحمد آل‬

Harta Abdul Muthalib

Setelah tumbuh dewasa, Abdul Muthalib pun menjadi seorang pemuka Mekah sebagaimana Hasyim,
bapaknya.

Sementera itu, ketika Hasyim meninggal, hartanya dikuasai oleh Naufal, adiknya yang terkecil.

Setelah dewasa, Abdul Muthalib hendak meminta harta ayahnya, tetapi Naufal menolak. Abdul
Muthalib pun meminta bantuan kerabat ibunya yang tinggal di Yatsrib. Orang-orang Yatsrib
mengirimkan 80 pasukan berkuda. Naufal pun ketakutan dan menyerahkan harta Hasyim kepada
Abdul Muthalib

Pada zaman pemerintahannya, Abdul Muthalib melakukan sebuah perbuatan yang akan dikenang
orang sepanjang zaman.

Sumber Air Mekah

Abdul Muthalib adalah pengurus air dan makanan bagi tamu-tamu yang datang ke Mekah. Setelah
ratusan tahun Sumur Zamzam tertimbun, air harus didatangkan dari beberapa sumur yang
terpencar-pencar di sekitar Mekah.

MENGGALI SUMUR ZAMZAM

Saat itu, Sumur Zamzam telah terkubur dan dilupakan orang selama ratusan tahun. Namun, Abdul
Muthalib tidak pernah lupa pada sejarah Mekah, bahwa dulu pernah ada mata air yang menghidupi
Mekah, mata air yang memancar keluar oleh kaki Ismail.
"Aku harus menemukannya!" pikir Abdul Muthalib. "Aku harus menemukan kembali Sumur Zamzam
yang telah dilupakan orang! Apalagi aku bertugas menyediakan air dan makanan bagi penduduk
Mekah."

Pikiran seperti itu tidak pernah hilang dari benaknya, "Aku harus menemukannya! Aku harus
menemukannya!"

Setelah itu, Abdul Muthalib mengambil tembilang (alat untuk menggali bertangkai panjang) dan
memanggil putra satu-satunya, "Harits, temani ayah mencari dan menggali kembali Sumur
Zamzam!"

Harits mengangguk. Kemudian, mereka mulai mencari di mana dulu letak Mata Air Zamzam berada.
Setelah beberapa kali mencoba menggali di beberapa tempat, Sumur Zamzam tidak juga ditemukan.

"Ayah, mungkin Sumur Zamzam memang telah hilang," kata Harits.

"Tidak Nak, Ayah yakin Sumur itu masih ada! Kita harus menemukannya! Orang-orang Mekah akan
hidup lebih baik jika Sumur Zamzam ada di tengah kita!"

Dengan gigih keduanya pun terus mencari sumur Zam-Zam.

Orang-orang Quraisy, penduduk asli Mekah, melihat perbuatan mereka dengan heran.

"Mengapa engkau masih terus menggali, Abdul Muthalib? Bukankah dulu nenek moyang kita,
Mudzaz bin Amr pernah menggalinya, tapi tidak berhasil?"

Abdul Muthalib menaruh tembilangnya dan duduk.

Ya, ratusan tahun yang lalu Mudzaz bin Amr mertua Nabi Ismail ‫ ااسالم عليه‬pernah mencoba menggali
Zamzam tapi tidak berhasil.

Padahal, saat itu Mudzaz telah mempersembahkan sesaji berupa pedang dan pelana berpangkal
emas agar Sumur Zamzam ditemukan.
Barakallaahu lanaa walakum.....

Bersambung

KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 5

ِ‫صلِ اَللَّه َّم‬


َ ‫علَى‬
َ ِ‫علَى َِو م َح َّمد‬
َ ِ‫م َحمد آل‬

Bernadzar

Abdul Muthalib bernadzar, "Kalau saja aku mempunyai 10 anak laki-laki, kemudian setelah
semuanya dewasa, aku tidak memperoleh anak lagi seperti ketika sedang menggali Sumur Zamzam,
maka salah seorang diantara 10 anak itu akan kusembelih di Ka'bah sebagai kurban untuk Tuhan."

Ternyata takdir memang menentukan demikian. Abdul Muthalib akhirnya mendapat 10 orang anak
laki-laki. Setelah semua anak berangkat dewasa, ia tidak memperoleh anak. Dipanggilnya kesepuluh
orang anak itu, termasuk si bungsu Abdullah yang amat disayangi dan dicintainya.

"Aku pernah bernadzar untuk menyembelih salah seorang di antara kalian jika Tuhan memberiku 10
orang anak laki-laki."

Kesepuluh anaknya terdiam. Mereka memahami persoalan itu. Mereka juga melihat kebingungan
yang luar biasa di mata ayah mereka yang berkaca-kaca.

"Namun, aku tidak bisa menentukan siapa di antara kalian yang harus kusembelih. Oleh karena itu,
aku berniat memanggil juru qidh untuk menentukannya."
Di hadapan patung dewa tertinggi Ka'bah, juru qidh (anak panah) meminta setiap anak menulis
namanya masing-masing di atas qidh. Kemudian, ia mengocok anak panah tersebut di hadapan
berhala Hubal. Nama anak yang keluar ternyata adalah Abdullah.

Melihat itu, serentak orang orang Quraisy datang dan melarangnya melakukan perbuatan itu.

"Batalkan keinginanmu, Abdul Muthalib! Mohon ampunlah kepada Hubal supaya kamu bisa
membatalkan nadzarmu!"

Sanggupkah Abdul Muthalib menyembelih anak kesayangannya, apalagi tidak ada orang yang
menyetujui niatnya itu?

Menemukan Zamzam

Malam harinya, dengan tubuh lelah, Abdul Muthalib tertidur. Tiba-tiba, dalam tidur, dia bermimpi
mendengar suara yang bergema berulang-ulang, "Temukan Sumur Zamzam itu, wahai Abdul
Muthalib! Temukan Sumur Zamzam! Temukan!"

Abdul Muthalib terbangun dengan keyakinan dan semangat baru. Esoknya, dia mengajak Harits
menggali dan menggali lebih giat.

Rasa heran orang-orang Quraisy yang melihatnya berubah menjadi tawa.

"Kasihan Abdul Muthalib, mungkin dia sudah kehilangan akal sehatnya!" kata mereka satu sama lain.

Suatu saat, ketika mereka sedang menggali di antara berhala Isaf dan Na'ila, air membersit.

"Air! Harits! Lihat, ada air!" seru Abdul Muthalib saking kagetnya.

"Ayo kita gali terus, Ayah! Ayo gali terus!"


Ketika mereka menggali lebih dalam, tampaklah pedang-pedang dan pelana emas yang pernah
ditaruh oleh Mudzaz bin Amr dahulu. Melihat penemuan itu, orang-orang Quraisy datang
berbondong-bondong.

"Abdul Muthalib, mari kita berbagi air dan harta emas itu!" pinta mereka.

"Tidak! Tetapi, marilah kita mengadu nasib di antara aku dan kamu sekalian dengan permainan qidh
(anak panah). Dua anak panah buat Ka'bah, dua buat aku, dan dua buat kamu. Kalau anak panah itu
keluar, dia mendapat bagian. Kalau tidak, dia tidak mendapat apa-apa."

Usul ini disetujui. Juru qidh mengundinya di tengah-tengah berhala di depan Ka'bah. Ternyata, anak
panah Quraisy tidak ada yang keluar. Pemenangnya adalah Abdul Muthalib dan Ka'bah. Oleh karena
itu, Abdul Muthalib dapat meneruskan tugasnya mengurus air dan keperluan para tamu Mekah
setelah Sumur Zamzam memancar kembali.

Mengingat beratnya tugas itu. Abdul Muthalib sangat ingin agar dia mempunyai banyak anak laki-
laki yang dapat membantunya.

Pedang dan Pelana Emas

Abdul Muthalib memasang pedang-pedang itu di pintu Ka'bah, sedangkan pelana-pelana emas
ditaruh di dalam rumah suci itu sebagai perhiasan.

Barakallaahu lanaa walakum....

Bersambung

KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 6
ِ‫صلِ اَللَّه َّم‬
َ ‫علَى‬
َ ِ‫علَى َِو م َح َّمد‬
َ ِ‫م َحمد آل‬

TEBUSAN SERATUS UNTA

Dengan mem"baja"kan hati, Abdul Muthalib menuntun Abdullah menuju sebuah tempat di dekat
sumur Zamzam yang terletak di antara dua berhala Isaf dan Na'ila. Di tempat itulah biasanya orang
orang Mekah melakukan pengurbanan hewan untuk dewa-dewa mereka. Namun, masyarakat
semakin keras menghalangi Abdul Muthalib melakukan niatnya. Akhirnya, kekerasan hatinya pun
luluh.

"Baiklah, tetapi apa yang harus kulakukan agar berhala tetap berkenan kepadaku?"

"Kalau penebusannya dapat dilakukan dengan harta kita, kita tebuslah," kata Mughirah bin Abdullah
dari suku Makhzum.

Setelah diadakan perundingan, mereka sepakat menemui seorang dukun di Yatsrib.

"Berapa tebusan kalian?" tanya dukun wanita itu.

"Sepuluh ekor unta."

"Kembalilah ke negeri kalian. Sediakan tebusan 10 ekor unta. Kemudian undi antara unta dan anak
itu. Jika yang keluar nama anakmu, tambahlah jumlah untanya, kemudian undi lagi sampai nama
unta yang keluar."

Mereka pulang dengan lega dan segera mengundi dengan anak panah. Ternyata yang keluar adalah
nama Abdullah. Mereka menambahkan tebusan unta dan mengundi lagi. Ternyata, lagi lagi nama
Abdullah yang keluar. Demikianlah, Abdul Muthalib menambah dan menambah terus jumlah unta.
Ketika jumlah unta sudah mencapai 100 ekor, barulah nama unta yang keluar.

"Dewa sudah berkenan," seru orang orang.


"Tidak," bantah Abdul Muthalib. "Harus dilakukan sampai 3 kali."

Akhirnya, setelah 3 kali dikocok, yang keluar adalah nama unta. 100 ekor unta itu pun disembelih
dan dibiarkan begitu saja tanpa disentuh manusia dan hewan karena mereka beranggapan bahwa
unta itu untuk dewa.

Keturunan Dua Orang yang Disembelih

Diriwayatkan dari Rasulullah bahwa beliau bersabda,

"Aku adalah anak dua orang yang disembelih."

Yang dimaksud oleh beliau adalah Nabi Ismail nenek moyangnya, dan Abdullah ayahnya.

Si Penguasa Yaman

Saat Abdul Muthalib memimpin Mekah, ada sebuah peristiwa dahsyat. Kejadian ini bermula dari
Yaman, sebuah negeri yang terletak jauh di sebelah selatan Mekah. Saat itu, Yaman diperintah oleh
seorang penguasa bernama Abrahah Al Asyram.

"Aku tidak habis pikir, mengapa setiap tahun seluruh bangsa Arab datang ke tanah Mekah?" seru
Abrahah kepada para menterinya.

"Paduka tahu, di sana ada sebuah bangunan bernama Ka'bah. Bangunan tua itu begitu disucikan
oleh penduduk Jazirah Arab sehingga mereka tidak dapat berpaling darinya. Ke sanalah mereka pergi
beribadah menyembah para dewa sepanjang tahun," jawab salah seorang menteri.

"Apa istimewanya bangunan tua yang terbuat dari batu kasar itu? Aku ingin negeri kita, Yaman,
mempunyai sebuah rumah suci yang akan membuat bangunan tua di Mekah itu menjadi tidak
berarti lagi dan dilupakan orang!"

"Namun, apa mungkin kita bisa membuat rumah suci baru yang bisa menandingi Ka'bah?"
"Mengapa tidak? Buat sebuah gereja yang sangat indah! Hiasi dengan perlengkapan paling mewah
yang kita miliki! Gerbang emas, jendela perak, lantai pualam yang berkilau!

Semuanya! Kerahkan seluruh ahli bangunan! Aku ingin gereja itu selesai dalam waktu singkat!"

Tidak lama kemudian, berdirilah sebuah gereja seindah yang diinginkan Abrahah. Sang Penguasa
Yaman itu mengunjunginya dengan rasa puas.

"Lihat, tidak lama lagi, seluruh orang Arab akan datang ke sini!"

kata Abrahah kepada bawahannya,

"bahkan orang orang Mekah akan melupakan rumah tua mereka begitu melihat bangunan seindah
ini!"

Bendungan Ma'rib

Penduduk asli Yaman adalah kaum Saba. Sebelum datangnya Islam, negeri Yaman telah terkenal
dengan kemajuan teknologi bangunannya. Salah satu bangunan yang amat terkenal adalah
Bendungan Raksasa Ma'rib. Ketika bangunan ini jebol, banjir besar melanda daerah sekitarnya
sehingga para penduduk terpaksa pindah ke negeri lain.

Barakallaahu lanaa walakum....

Bersambung

KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 7

Penyerbuan
Ternyata, apa yang diharapkan Abrahah tidak terjadi. Orang-orang Arab sudah sangat mencintai
rumah purba Ka'bah sehingga mereka tidak dapat berpaling ke rumah suci yang lain, betapa pun
indahnya bangunan itu dibuat. Orang-orang Arab merasa ziarah mereka tidak sah jika tidak
mengunjungi Ka'bah. Bahkan, penduduk Yaman sendiri tidak mengindahkan rumah suci baru itu.
Seperti biasa, mereka tetap berbondong-bondong berziarah ke Mekah.

"Tidak ada jalan lain!" geram Abrahah.

"Gerakkan pasukan gajah kita! Serbu dan hancurkan Ka'bah! Aku sendiri yang akan memimpin! Jika
bangunan tua itu hancur dan rata dengan tanah, orang orang Arab tidak akan punya pilihan lain
selain datang ke tempat kita!"

Sang Penguasa Yaman memang ditakuti orang karena pasukan gajah yang dimilikinya. Abrahah
sendiri naik di atas gajah yang paling besar dan kuat.

"Maju!" perintahnya.

Terompet pun membahana dan bumi seolah-olah pecah oleh gemuruh pasukan yang maju ke medan
perang.

Mendengar keberangkatan pasukan ini untuk menghancurkan Ka'bah, penduduk Jazirah Arab
terkejut. Walaupun tahu pasukan Abrahah begitu kuat, jiwa kepahlawanan orang-orang Arab
menjulang tinggi di hadapan musuh.

Dzu Nafar, seorang bangsawan Arab, mengerahkan masyarakatnya untuk menahan gerak maju
Abrahah. Akan tetapi, ia dikalahkan dan ditawan.

Nufail bin Habib Al Khath'ami memimpin pasukan Kabilah Syahran dan Nahis. Namun, ia juga
dikalahkan dan dijadikan penunjuk jalan pasukan Abrahah.

Al Qullayus
Al Qullayus adalah nama gereja yang dibangun Abrahah agar orang tidak lagi pergi ziarah ke Mekah,
tetapi ke gereja ini. Mengetahui maksud Abrahah ini, bangsa Arab marah karena kecintaan mereka
pada Ka'bah sudah mendarah daging.

Sementara itu, seseorang dari suku Kinani malah pergi memasuki Al Qullayus dan membuat
kerusakan di dalamnya. Peristiwa inilah yang memicu Abrahah untuk menghancurkan Ka'bah.

Sikap Penduduk Mekah

"Kita lawan mereka, Abdul Muthalib! Berikan peringatan kepada setiap orang untuk bertempur!"

Orang-orang Quraisy di Mekah panik. Mereka meminta pendapat Abdul Muthalib untuk bertempur.
Abdul Muthalib tahu, sekeras apa pun mereka melawan, semuanya akan sia-sia. Pasukan Mekah
akan ditaklukkan. Karena itu, ia menjawab dengan bijak,

"Tidak, kita tidak akan mampu. Seorang utusan Abrahah telah tiba dan menyampaikan keterangan
bahwa Abrahah tidak akan memerangi kita. Abrahah hanya ingin menghancurkan Ka'bah. Kita akan
selamat jika tidak menghalanginya. Aku sarankan semua orang pergi mengungsi ke gunung-gunung
di sekeliling kota."

Abdul Muthalib kemudian mendatangi markas Abrahah bersama beberapa orang pemuka Mekah.

"Kembalikan unta-unta kami yang dirampas pasukanmu," kata Abdul Muthalib kepada Abrahah.

"Akan kukembalikan unta-unta itu! Apakah ada hal lain yang engkau minta?" tanya Abrahah.

"Urungkan niatmu untuk menghancurkan Ka'bah. Jika engkau mau, kami akan berikan sepertiga
harta dari daerah Tihama yang subur."

Abrahah menggeleng, "Tidak."


"Kalau begitu, kami serahkan pengamanan Ka'bah kepada Tuhan pemilik Ka'bah!" jawab Abdul
Muthalib, lalu dia pergi.

Kini kota Mekah kosong. Penduduknya telah mengungsi. Jalan lebar terbuka bagi Abrahah untuk
menghancurkan Ka'bah yang letaknya sudah di depan mata.

Tidak ada yang mampu menghalangi kekuatan sebesar itu

Catatan

Abrahah Al Asyram

Abrahah Al Asyram bukanlah penduduk asli Yaman. Ia datang dari negeri Habasyah di Afrika,
kemudian menduduki Yaman.

70.000 pasukan Habasyah yang dipimpin Aryath berhasil mengalahkan Yaman. Akan tetapi, Aryath
kemudian dibunuh oleh Abrahah. Sejak itulah Abrahah memerintah Yaman.

Barakallaahu lanaa walakum...

Bersambung

KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 8

Kehancuran Abrahah

Allåhlah yang melindungi rumah suci-Nya. Ketika pasukan Abrahah bergerak mendekat, gajah
Abrahah berhenti. Sekeras apa pun Abrahah memukulinya, gajah itu tetap duduk tenang, bahkan
akhirnya berusaha berjalan lagi ke arah Yaman.
"Maju! Maju! Apa yang terjadi padamu?" bentak Abrahah pada tunggangannya.

"Dalam berbagai medan pertempuran, belum pernah kamu mengecewakan aku seperti ini! Kamu
bahkan tampak ketakutan! Ada apa sebenarnya?"

"Paduka! Ada yang datang dari arah laut!" teriak seorang prajurit sambil menunjuk-nunjuk panik.

Saat itulah, dari arah laut, Allah mengirim kawanan burung yang kepakan sayapnya menutupi sinar
matahari seperti iringan awan mendung yang bergerak cepat. Burung-burung itu menjatuhkan batu-
batu menyala ke arah pasukan gajah. Dengan panik setiap orang berusaha menyelamatkan diri,
tetapi sia-sia. Semua orang, termasuk Abrahah, mati.

Peristiwa ini Allah abadikan dalam surat Al Fil :

ِ‫ْف ت ََِر أ َ َل ْم‬ ْ َ ‫ْالفيلِ بأ‬


َِ َ‫ص َحابِ َربُّكَِ فَع‬
َِ ‫ل َكي‬

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara
bergajah?

Surah Al-Fil (105:1)

ِ‫ل أَلَ ْم‬


ِْ َ‫تَضْليلِ في َك ْي َده ِْم يَجْ ع‬

Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka´bah) itu sia-sia?

Surah Al-Fil (105:2)

َ ‫علَيْه ِْم َوأ َ ْر‬


ِ‫س َل‬ َِ ‫أ َ َبابي‬
َ ‫ل‬
َ ‫طي ًْرا‬

dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong,

Surah Al-Fil (105:3)

ِ‫ارةِ ت َْرميه ْم‬ ِْ ‫سجيلِ م‬


َ ‫ن بح َج‬
yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,

Surah Al-Fil (105:4)

ْ ‫َمأْكولِ َك َع‬
ِ‫صفِ فَ َج َعلَه ْم‬

lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).

Surah Al-Fil (105:5)

Wabah Penyakit

Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa yang dibawa burung itu adalah kuman kuman wabah
penyakit cacar. Dalam beberapa hari saja seluruh pasukan mati dengan tubuh rusak seperti daun
dimakan ulat.

Abrahah berhasil kembali ke Yaman, tetapi tidak lama setelah itu ia pun mati seperti pasukannya.

Kembali ke Mekah

Abdullah bin Abdul Muthalib tidak jadi disembelih karena telah ditebus ayahnya dengan 100 ekor
unta.

Abdullah adalah pemuda yang berwajah tampan. Kegagahan parasnya banyak menarik perhatian
gadis-gadis Mekah. Apalagi setelah mereka tahu bahwa nyawa Abdullah telah ditebus dengan 100
ekor unta, suatu jumlah yang luar biasa yang tidak pernah dialami seorang pun sebelumnya.
Walaupun banyak gadis yang berusaha menggodanya, kesopanan Abdullah tetap terjaga.

Gadis yang Meminang

Setelah penebusan Abdullah, Abdul Muthalib menggandeng tangan putranya menuju rumah Wahb
bin Abdul Manaf. Wahb mempunyai seorang putri bernama Aminah. Abdul Muthalib sudah sepakat
dengan Wahb untuk menikahkan putra-putri mereka.
Namun, di tengah jalan, seorang gadis cantik menegur Abdullah, "Engkau akan pergi ke mana, wahai
Abdullah?"

"Aku akan pergi bersama ayahku."

Tanpa memedulikan Abdul Muthalib, gadis itu berkata, "Kulihat engkau memang dituntun ayahmu,
tak ubahnya seperti seekor unta yang akan disembelih. Demi engkau, aku akan menerimamu jika
engkau mau menikahi diriku sekarang juga."

Abdullah terperangah. Ia menatap gadis itu dengan gugup.

"Siapakah gadis ini? Pikir Abdullah, "dilihat dari pakaiannya yang dipenuhi perhiasan mahal, ia pasti
seorang gadis bangsawan. Matanya yang hitam memancarkan sinar yang teduh seperti yang biasa
dimiliki gadis-gadis berperangai lemah lembut dan penuh kasih sayang. Apa yang harus kukatakan
kepadanya?"

Ketika Abdullah menoleh kepada ayahnya, dilihatnya Abdul Muthalib memberi isyarat agar Abdullah
terus melangkah dan tidak menggubris sang gadis .

"Aku bersama ayahku." Aku tak kuasa menolak kehendaknya dan berpisah dengannya.

Abdullah kembali berjalan bersama ayahnya. Hatinya dipenuhi rasa iba dan simpati kepada gadis
yang ditinggalkannya.

Hari itu juga, Abdul Muthalib datang ke rumah Wahb bin Abdul Manaf. Mereka sepakat
menjodohkan Abdullah dengan Aminah.

Keesokan harinya, Abdullah bertemu lagi dengan gadis yang kemarin. Abdullah menyapanya,
"Mengapa engkau tidak menyapaku seperti kemarin?"

Gadis itu menjawab dengan ketus, "Sinar berseri-seri yang kemarin kulihat pada wajahmu sudah
tidak ada lagi. Karena itu, sekarang aku sudah tidak membutuhkanmu!"
Sinar Kenabian

Sinar berseri-seri yang dilihat sang gadis pada wajah Abdullah menurut sebagian ahli sejarah adalah
sinar kenabian yang akan diturunkan Abdullah kepada putranya.

Ketika Abdullah sudah dijodohkan dengan Aminah, maka gadis itu sudah tidak bisa lagi berharap
akan memiliki putra yang kelak menjadi nabi.

Barakallaahu lanaa walakum.....

Bersambung

KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 9

ِ‫صلِ اَللَّه َّم‬


َ ‫علَى‬
َ ِ‫علَى َِو م َح َّمد‬
َ ِ‫م َحمد آل‬

Pernikahan Abdullah dengan Aminah

Allah sudah menentukan bahwa jodoh yang paling tepat untuk Abdullah adalah Aminah binti Wahb.
Aminah adalah gadis yang paling baik keturunan dan kedudukannya di kalangan suku Quraisy.

Musim semi tahun 570 Masehi pun tiba. Batang-batang gandum di Yaman tumbuh menjulang tinggi.
Dedaunan kurma di kota Tha'if kembali bersemi. Sementara itu, padang-padang rumput dipenuhi
harum bunga-bunga yang tumbuh di kebun-kebun.

Bagi penduduk Mekah, musim semi adalah tanda kebebasan dan dimulainya lagi perdagangan
musim panas ke Syria. Abdullah pun berniat pergi musim ini.
"Kanda, sebenarnya hatiku sangat berat melepas kepergianmu. Entah mengapa hatiku diliputi
kekhawatiran dan kegelisahan. Aku bahkan berharap dapat menemukan suatu alasan untuk
menahan kepergianmu," keluh Aminah kepada suaminya.

Abdullah tersenyum menentramkan, "Hatiku pun terasa tertinggal di sini, Dinda. Aku tahu begitu
besar rasa sayangmu kepadaku sehingga engkau berharap dapat terus berada di sisiku."

"Bukan cuma itu, damai rasanya berada di sampingmu, Kanda."

Abdullah mengangguk, "Tetapi Dinda, kini di dalam perutmu ada bayi kita. Kau tahu aku adalah
pemuda tak berada. Saat ini, kita hanya mempunyai lima ekor kambing perah. Selain itu, tak ada lagi
kekayaan yang dapat menghidupi kita berdua selain sedikit kurma dan daging kering. Karena itu,
inilah saatnya bagiku untuk pergi berniaga dan menambah penghasilan kita."

Aminah terpaksa mengangguk menerima kenyataan itu. Ia memandang kepergian Abdullah dengan
sendu, seolah itu adalah detik-detik terakhir ia dapat melihat wajah suaminya.

Hamzah bin Abdul Muthalib

Pada hari pernikahan Abdullah dengan Aminah, Abdul Muthalib pun menikahi sepupunya yang
bernama Hala. Dari perkawinan ini, lahirlah Hamzah, paman Rasulullah yang seusia dengan beliau.

Abdullah Meninggal

Bersama kafilah dagang, Abdullah tiba di Gaza. Kemudian, dalam perjalanan pulang, ia singgah di
Yatsrib. Di sana, ia tinggal bersama saudara-saudara ibunya. Namun, ketika kawan-kawannya dari
Mekah hendak mengajaknya pulang, Abdullah jatuh sakit.

"Rasanya, aku takkan kuat menempuh perjalanan pulang," kata Abdullah kepada kawan-kawannya.
"Kalian berangkatlah dan sampaikan pesan kepada ayahku bahwa aku jatuh sakit."

Kawan-kawannya mengangguk, "Akan kami sampaikan pesanmu. Baik-baiklah engkau di sini."


Kafilah Mekah pun beranjak pulang. Ketika tiba di rumah, mereka menyampaikan pesan Abdullah
kepada Abdul Muthalib.

"Harits!" panggil Abdul Muthalib kepada putra sulungnya. "Pergilah ke Yatsrib. Lihatlah keadaan
adikmu. Jika sudah sembuh, jemputlah ia pulang."

Harits pun segera berangkat. Ketika tiba di rumah paman-pamannya di Yatsrib, yang ditemuinya
adalah wajah-wajah duka.

"Abdullah telah meninggal," kata mereka kepadanya, "mari, kami antar engkau ke pusaranya."

Harits pun menyampaikan berita sedih itu ke Mekah. Melelehlah air mata di pipi Abdul Muthalib.
Namun, kesedihan yang paling berat dirasakan oleh Aminah. Apalagi di saat itu ia tengah
menantikan kelahiran bayinya.

"Selamat jalan, Kanda," isak Aminah, "hilanglah seluruh kebahagiaan hidupku bersamamu. Kini,
tinggallah aku yang hidup untuk membesarkan bayi kita."

Tidak lama lagi, bayi Aminah akan lahir. Bayi yang kelak ditakdirkan Allah menjadi orang besar yang
mengubah jalannya sejarah dunia.

Peninggalan Abdullah

Saat meninggal, Abdullah meninggalkan lima ekor unta, sekelompok ternak kambing, dan seorang
budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kelak menjadi pengasuh Rasulullah. Nama aslinya
adalah Barokah. Ia berasal dari Habasyah.

Barakallaahu lanaa walakum.....

Bersambung
KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 10

ِ‫صلِ اَللَّه َّم‬


َ ‫علَى‬
َ ِ‫علَى َِو م َح َّمد‬
َ ِ‫م َحمد آل‬

Kelahiran Muhammad ‫وسلم عليه هللا صلى‬

Pada hari Senin pagi tanggal 12 Rabiul Awwal pada tahun yang sama dengan penyerbuan Abrahah
(tahun gajah), Aminah melahirkan seorang bayi laki-laki. Saat itu bertepatan dengan bulan Agustus
tahun 570 Masehi. (Sebagian pendapat mengatakan bahwa Aminah melahirkan pada tanggal 20 atau
21 April tahun 571 Masehi).

Aminah mengutus seseorang sambil berkata, "Pergilah kepada Abdul Muthalib dan katakan,
'Sesungguhnya telah lahir bayi untukmu. Oleh karena itu, datang dan lihatlah '."

Abdul Muthalib bergegas datang. Ketika mengambil bayi itu dari pelukan Aminah, dadanya
bergemuruh dipenuhi rasa sayang.

"Kehadiranmu mengingatkan aku kepada ayahmu. Sungguh, di hatiku kini dirimu hadir sebagai
pengganti Abdullah."

Dengan penuh rasa syukur, orangtua itu menggendong cucunya berthawaf, mengelilingi Ka'bah. Kali
ini tidak kepada berhala, tetapi kepada Allah. Abdul Muthalib berdoa dan bersyukur.

"Aku memberimu nama Muhammad," kata Abdul Muthalib.

Muhammad berarti terpuji, sebuah nama yang tidak umum di kalangan masyarakat Arab, tetapi
cukup dikenal.
Kemudian, ia memerintahkan orang untuk menyembelih unta dan mengundang makan masyarakat
Quraisy.

"Siapa nama putra Abdullah, cucumu itu?" tanya seseorang kepada Abdul Muthalib.

"Muhammad."

"Mengapa tidak engkau beri nama dengan nama nenek moyang kita?"

"Kuinginkan ia menjadi orang yang terpuji, bagi Tuhan di langit dan bagi makhluk-Nya di bumi,"
jawab Abdul Muthalib.

Cahaya Aminah

Ketika Aminah mengandung Nabi Muhammad, ia melihat seberkas sinar keluar dari perutnya dan
dengan sinar tersebut ia melihat istana-istana Busra di Syam.

Saat itu di kalangan bangsawan Arab sudah berlaku tradisi yang baik, yakni mereka mencari wanita-
wanita desa yang bisa menyusui anak-anaknya.

Anak-anak disusukan di pedalaman agar terhindar dari penyakit, memiliki tubuh yang kuat dan agar
dapat belajar bahasa Arab yang murni di daerah pedesaan.

Tidak lama kemudian ke Mekah datanglah serombongan wanita dari kabilah bani Sa'ad mencari bayi
untuk disusui. Di antara mereka ada seorang ibu bernama Halimah binti Abu Dzu'aib.

"Suamiku," Panggil Halimah "tahun ini sungguh tahun kering tak ada tersisa sedikit pun hasil panen
di kampung halaman kita. Lihat unta tua kita tidak lagi menghasilkan susu sehingga anak-anak
menangis pada malam hari karena lapar."
"Semoga kita mendapat bayi seorang bangsawan kaya yang dapat memberi kita upah yang layak
untuk menanggulangi kesengsaraan ini," jawab sang suami.

Namun harapan mereka tak terkabul, hampir semua bayi bangsawan kaya telah diambil oleh teman-
teman serombongan mereka. Hanya ada satu bayi dalam gendongan ibunya yang mereka temui.

"Namanya Muhammad" kata Aminah kepada pasangan tersebut "ia anak yatim tinggal aku dan
kakeknya yang merawatnya." Halimah dan suaminya, Al-Harits bin Abdul Uzza saling berpandangan.

Mereka enggan menerima anak yatim karena tidak ada Ayah yang dapat memberi mereka upah
yang layak. Pasangan tersebut menggeleng dan pergi mencari bayi lain, Aminah memandangi bayi
dalam dekapannya dengan sendu. Setiap wanita Bani Saad yang mendapat tawaran untuk menyusui
Muhammad, selalu menolaknya karena anak yatim.

Tsuwaibah

Sebelum kedatangan para wanita Bani sa'ad, Muhammad disusui Tsuwaibah budak perempuan Abu
Lahab.

Hanya beberapa hari Muhammad disusui oleh Tsuwaibah.

Akan tetapi, di kemudian hari, di sepanjang hidupnya Muhammad selalu memperlakukan Tsuwaibah
dengan baik.

Barakallaahu lanaa walakum...

Bersambung

Anda mungkin juga menyukai