Anda di halaman 1dari 150

1.

KISAH RASULULLAH ‫سلم و عليه هللا صل‬


Rindu kami padamu ya Rosul, rindu tiada terpera
Berabad jarak darimu ya Rosul terasa dikau disini
Cinta ikhlasmu pada manusia bagai cahaya suarga
Dapatkah aku membalas cintamu secara bersahaja....
(Bimbo)
--- Kerinduan yang amat sangat...

BAGIAN 1 PENDAHULUAN
Jazirah Arab
Jazirah Arab itu sebenarnya tidak hanya terdiri atas gurun pasir. Ada banyak tanah subur yang
telah dihuni sejak lama. Tanah-tanah subur itu terutama terletak di daerah pantai, seperti Yaman,
Yamamah, Hadramaut, dan Ahsa. Di bagian tengah Jazirah Arab ada sebuah wilayah subur lain
bernama Najd. Wilayah ini dikenal sebagai tempat asal kuda Arab yang termahsyur di mana-
mana.

Najd dan Yamamah juga terkenal sebagai penghasil gandum. Demikian banyak gandum yang
dihasilkan sehingga konon mampu memenuhi kebutuhan seluruh penduduk Jazirah Arab yang
ketika Nabi Muhammad dilahirkan berjumlah sekitar 10 juta- 12 juta jiwa.
Di kota Madinah terdapat bukit -bukit yang baik untuk ditanami. Sementara itu, kota Thaif
terkenal karena buah-buahannya.

Di luar daerah-daerah subur, Jazirah Arab dipenuhi gunung dan bukit-bukit batu yang besar.
Tidak ada sungai mengalir. Suhu udaranya sangat panas. Karenanya, penduduk Arab umumnya
suka mengembara. Mereka suka berpindah ke tempat mana saja yang dapat memenuhi keperluan
hidup sehari-hari berserta hewan-hewan ternak mereka.

Unta
Unta adalah kendaraan yang sangat diandalkan penduduk gurun pasir. Ia dapat mengarungi
gurun selama 17 hari tanpa minum. Walaupun pelan, jika dipacu unta dapat menempuh jarak
sampai 300 km dalam sehari. Unta mau melahap ranting dan rumput pahit yang di jauhi
kambing. Unta juga mau minum air berlumpur dan mengubahnya menjadi susu bermutu tinggi
yang dapat digunakan sebagai obat tetes mata. Dagingnya dimakan, bulunya dibuat tali, kulitnya
dapat menjadi aneka alat, mulai dari sandal sampai atap dan perisai perang. Air seninya menjadi
sampo pencuci rambut. Kukunya dibakar dan diulek menjadi tepung untuk obat luka atau adonan
kue. Kotorannya dapat dipakai sebagai bahan bakar. Unta adalah karunia Allah untuk penduduk
gurun pasir.

Letak Mekah
Di Kota Mekah inilah terletak Ka'bah, Baitullah. Ke arah Ka'bahlah seluruh Muslim di dunia
menghadapkan diri jika sedang shalat. Di kota Mekah inilah nabi Muhammad ‫وسلم عليه هللا صلى‬,
dilahirkan.

Kota Mekah adalah sebuah lembah yang tidak begitu luas, di tengah lautan pasir. Bukit-bukit
mengurung lembah ini rapat-rapat. Begitu rapatnya sehingga cuma ada tiga jalan untuk keluar
dan masuk Mekah. Jalan pertama menuju ke Yaman, jalan ke dua menuju ke Laut Merah, dan
jalan ketiga adalah jalan menuju Palestina.

1
Ribuan tahun yang lalu, Lembah Mekah hanyalah sebuah tempat persinggahan rombongan
kafilah, baik yang datang dari Yaman menuju Palestina maupun sebaliknya, yang datang dari
Palestina menuju Yaman. Nabi Ismail lah yang pertama kali membuat Mekah menjadi sebuah
kota.

Pakaian Orang Arab


Penduduk asli Jazirah Arab adalah suku Badui. Pakaian mereka longgar, hangat pada musim
dingin, dan sejuk pada musim panas. Pakaian ini menjaga kulit dari sengatan matahari serta
angin kering.
Pada zaman para nabi, pakaian ini terdiri atas dua helai. Satu helai melilit tubuh dari bawah
ketiak. Satu helai lagi adalah sebuah jubah panjang sampai kaki dan terbuat dari bulu domba atau
unta. Warnanya krem dengan lurik tegak berwarna hitam, biru, coklat atau putih.
Pakaian wanitanya panjang menyapu tanah dan sangat longgar. Selendang melilit pinggang,
jubahnya berlurik merah, kuning, hitam atau biru. Cadarnya berwarna hitam atau putih. Tudung
kepala berwarna merah, putih, atau cokelat melindungi mata, telinga, dan hidung dari debu dan
badai pasir.

Badui
Suku Badui adalah penduduk asli Jazirah Arab. Mereka adalah prajurit pengelana yang tangguh.
Tinggi mereka sedang, tapi kekar, cekatan, dan kuat menderita dalam alam yang keras. Jika ada
anggota keluarga yang tewas, para lelaki Badui akan segera membalas pembunuhnya. Mereka
berani dalam bertempur dan sabar dalam kekalahan.

Meski demikian, orang Badui terkenal ramah, senang memberi, dan sangat menghormati tamu.
Mereka juga tenang, sabar, dan tidak cepat marah. Orang Badui juga sangat mengagumi
keindahan syair. Jiwa orang orang Badui mudah terpanggil pada kebenaran. Mereka adalah
orang orang sederhana. Mereka duduk di lantai dengan wadah makanan di lutut. Dengan
demikian, tidak bisa dibedakan mana majikan dan mana bawahan.

Sahabat fillahku, kepada orang-orang inilah Nabi Muhammad ‫وسلم عليه هللا صلى‬, diutus. Berkat
bimbingan Nabi Muhammadlah orang orang Badui dari padang pasir yang sunyi ini mampu
mengguncang dunia. Merekalah yang akhirnya menyebarkan agama Islam ke seluruh dunia.
Merekalah yang membangun umat Islam menjadi umat yang besar dan dihormati.

Namun, jauh sebelum menyebar ke penjuru bumi, perjalanan umat Islam di Jazirah Arab dimulai
oleh kisah Nabi Ibrahim ِ‫سالَمِ َعلَيْه‬
َ ‫ال‬.
Beliau adalah nenek moyang Nabi Muhammad ‫وسلم عليه هللا صلى‬.

Bagianِ2
َ ‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو م َحمدِ سيدنا َعلَى‬
ِ‫صلِ اَللِهم‬

Nenek Moyang Nabi Muhammad ‫وسلم عليه هللا صلى‬


Salah seorang nenek moyang Nabi Muhammad bernama Hasyim bin Abdul Manaf. Ia adalah
pemuka masyarakat dan orang yang berkecukupan. Masyarakat Mekah mematuhi dan
menghormatinya.

2
"Wahai penduduk Mekah, aku membagi perjalanan kalian menurut musim. Jika musim dingin
tiba, pergilah berdagang ke Yaman yang hangat. Jika musim panas, giliran kalian pergi ke Syam
yang sejuk!" demikian keputusan Hasyim.

Hasyim tambah disayangi penduduk Mekah karena pada suatu musim kemarau yang mencekam,
ia pernah membawa persediaan makanan dari tempat yang jauh. Padahal, saat itu makanan amat
sulit didapat.

"Terima kasih, wahai Hasyim! Engkau menolong kami dengan pemberian makanan ini!" seru
penduduk Mekah.
Di bawah kepemimpinan Hasyim, Mekah berkembang menjadi pusat perdagangan yang
makmur. Pasar-pasar didirikan sebagai tempat berniaga kafilah-kafilah dagang yang datang dan
pergi silih berganti, baik pada musim panas maupun pada musim dingin. Demikian pandainya
penduduk Mekah berdagang, sampai-sampai tidak ada pihak lain yang mampu menyaingi
mereka.

Akan tetapi, di samping kemajuan yang besar itu, masyarakat Arab juga mengalami kemunduran
luar biasa. Itulah sebabnya mereka dijuluki masyarakat jahiliah alias masyarakat yang diliputi
kebodohan. Itulah juga sebabnya sampai Allah mengutus rasul terakhir-Nya di tempat ini.

Pembagian Urusan
Beberapa jabatan pemerintahan di Mekah di antaranya:
Hijabah : Pemegang kunci Ka'bah,
Siqayah : Penyedia air dan makanan buat para peziarah,
Rifadah : Mengatur pembagian dana dari orang kaya untuk fakir miskin, Qiyadah : Mengatur
urusan peperangan.

Percaya Takhayul
"Oh, tidak! Burung itu terbang ke kiri! Aku pasti akan tertimpa sial!" umpat seseorang, orang itu
kebetulan melihat seekor burung yang terbang di atas kepalanya berbelok ke arah kiri. Sepanjang
hari itu, dia jadi murung karena yakin bahwa dia bernasib sial walaupun belum tahu kesialan
macam apa yang akan menimpanya.
Orang-orang Arab pada masa jahiliyah amat percaya pada takhayul. Contohnya, mereka percaya
jika burung yang mereka lihat terbang ke kiri, nasib sial akan menimpa mereka. Sebaliknya jika
burung kebetulan terbang ke kanan, nasib baik akan datang. Kepercayaan semacam ini disebut
At Tathayyur

Selain itu, mereka percaya bahwa jika seseorang mati, rohnya akan menjadi burung. Mereka juga
percaya bahwa di dalam perut manusia ada ular. Ular inilah yang menggigit di dalam perut
sehingga orang merasa lapar.

"Lihat cincin tembagaku ini", kata seorang kepada temannya dengan bangga, "Cincin ini adalah
pemberian seorang dukun kepadaku. Tidak sia sia aku memberinya uang banyak agar
membuatkan cincin ini. Jangan coba-coba menantangku berkelahi sekarang. Berkat cincin ini,
aku merasa jauh lebih kuat!".
Masih banyak kebodohan serupa yang mereka perlihatkan. Mereka juga amat taat menyembah
berhala-berhala berbentuk patung. Jika mereka meminta pertolongan kepada berhala, tidak
segan-segan mereka mengorbankan binatang ternak dan mengoleskan darahnya di tubuh berhala.
Bahkan mereka terkadang sampai hati mengorbankan anak- anaknya sendiri demi mengharap
keridhaan berhala.

3
Selain melakukan kebodohan-kebodohan itu, mereka masih melakukan banyak sekali hal hal
yang merusak.

Awal Mula Penyembahan Berhala


Awal mula penyembahan berhala di Mekkah, ketika seorang bernama Amar bin Luhay
membawa berhala besar bernama Hubal yang dibelinya dari daerah Syam. Di Mekkah, berhala
Hubal ditaruh di Ka'bah dan disuruhnya orang orang datang menyembahnya.
Menjelang menaklukkan Mekkah oleh Nabi Muhammad saw. Ka'bah dipenuhi oleh tiga ratus
enam puluh berhala yang terbuat dari batu, kayu, perak, bahkan emas.

Gemar Mabuk dan Berjudi


Bangsa Arab pada masa itu sangat gemar meminum arak. Hampir semua orang adalah peminum
kecuali beberapa saja yang tidak.
Para pelayan datang membawakan baki dan botol-botol minuman. Orang orang datang
berkumpul sambil tertawa.
Para penari datang disambut tepukan dan sorak sorai. Ketika minuman mulai membuat mereka
mabuk, seseorang kembali berseru, "Bawakan alat alat judi kemari!"

Orang pun membawakan alat-alat judi berupa bilah-bilah kayu dan sebuah kantung kulit.
Beberapa ekor unta dipotong, yang kalah berjudi harus membayar unta-unta tersebut. Selain
berjudi dengan memotong unta, mereka juga berjudi dengan bermacam macam cara.

Demikianlah minum sambil berjudi adalah kebiasaan yang amat digemari oleh bangsa Arab saat
itu. Bahkan, setelah Nabi Muhammad SAW mengajarkan Islam, masih banyak pemeluk baru
agama Islam yang masih suka meminum arak sampai turunlah perintah Allah yang berangsur-
angsur mengharamkan orang meminum minuman keras.

Barm
Judi memotong unta adalah judi yang paling digemari orang Arab Jahiliyah. Bilah-bilah kayu
dikocok dalam kantung dan dibagikan. Orang yang mendapat undi kosong dinyatakan kalah dan
harus membayar unta yang dipotong. Daging unta kemudian dibagikan kepada fakir miskin.
Orang yang tidak suka berjudi semacam ini dipandang sebagai seorang kikir, yang biasa disebut
barm

Bagianِ3
َ ‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو م َحمدِ سيدنا َعلَى‬،،،
ِ‫صلِ اَللهم‬

Perampok Kejam dan Tidak Sopan


Mencuri dan merampok saat itu adalah hal yang biasa. Hanya sebagian kecil saja orang yang
tidak pernah melakukannya. Perampok pun bukan cuma mengincar harta dan benda, tetapi juga
orang yang dirampok. Perampok biasa menjadikan orang orang yang telah dirampoknya menjadi
tawanan dan budak belian.

Saat itu perilaku bangsa Arab amat kejam, sampai melewati batas perikemanusiaan. Anak-anak
perempuannya sendiri mereka bunuh. Ada yang dikubur hidup hidup ke dalam tanah, ada pula
yang ditaruh dalam tong dan diluncurkan dari tempat yang tinggi. Mereka malu jika mempunyai
anak perempuan.

4
Mereka juga suka menyiksa binatang. Jika seseorang mati, keluarganya mengikat unta diatas
kuburan dan tidak memberikan makan serta minum sampai si unta mati. Mereka beranggapan
unta itu kelak akan menjadi tunggangan si mati.

Musuh yang tertangkap diperlakukan sangat kejam. Mereka biasa mengikat musuh pada seekor
kuda dan membiarkan kuda tersebut berlari sehingga orang yang diikat itu mati terseret-seret.
Telinga atau hidung musuh yang kalah dijadikan kalung, serta tengkorak nya dijadikan tempat
minum arak.

Orang jahiliyah juga tidak mengenal sopan santun, Mereka biasa berkeliling Ka'bah tanpa
memakai pakaian.

Begitulah kebiasaan Orang Orang Arab saat itu.


Mereka adalah bangsa yang maju perdagangannya, pandai membuat perkakas, membuat obat,
ahli astronomi, serta mahir bersyair. Namun mereka juga mempunyai kebiasaan buruk.

Memakan Bangkai Binatang


Dalam urusan makan dan minum pun tidak ada yang dilarang. Segala macam binatang boleh
dimakan. Binatang yang sudah mati pun disayat dagingnya, dibakar, dan dimakan. Mereka juga
suka meminum darah, binatang, dan makanan darah yang dibekukan.

Muthalib
Suatu hari, Hasyim pergi berdagang menuju Syam. Ketika melewati Yatsrib, (di kemudian hari
disebut Madinah), Hasyim melihat seorang wanita baik-baik dan terpandang.

"Siapakah wanita itu?" tanya Hasyim kepada orang-orang Yatsrib.

"Dia adalah Salma binti Amr."

"Suaminya telah tiada. Kini dia seorang janda."

Mendengar itu, Hasyim melamar Salma dan Salma pun menerimanya. Mereka lalu menikah.
Hasyim tinggal di Yatsrib beberapa lama. Ketika Salma mengandung, Hasyim melanjutkan
perniagaannya. Namun, itulah kali terakhir Salma melihat suaminya karena Hasyim tidak pernah
kembali lagi. Ia meninggal dunia di Palestina.

Salma melahirkan seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Syaibah. Sementara itu,
sepeninggal Hasyim, kedudukannya sebagai pemuka masyarakat Mekah dipegang oleh adik
Hasyim yang bernama Al Muthalib.
Al Muthalib juga seorang laki-laki terpandang yang dicintai penduduk Mekkah. Orang-orang
Quraisy menjulukinya dengan sebutan Al Fayyadh yang berarti Sang Dermawan.
Suatu hari, dia mendengar bahwa Syaibah, keponakannya yang tinggal di Yatsrib, sedang
tumbuh remaja.

"Aku harus menemuinya," pikir Al Muthalib,


"dia adalah anak kakakku. Dulu ayahnya adalah pemuka Mekah, maka dia harus pulang untuk
melanjutkan kekuasaan ayahnya menggantikan aku."

Ketika Al Muthalib bertemu Syaibah di Yatsrib, dia tersentak,


"Anak ini benar-benar mirip Hasyim."

5
"Mari Nak, ikut Paman ke Mekah," peluk Al Muthalib.

"Tetapi, jika ibu tidak mengizinkan pergi, aku akan tetap tinggal di sini," jawab Syaibah

Syaibah

Nama Syaibah diberikan karena ada rambut putih (uban) di kepalanya sejak dia kecil. Selain
Syaibah, Hasyim telah memiliki empat putra dan lima putri yang tinggal di Mekkah.

ABDUL MUTHALIB
"Tidak. Aku tidak akan membiarkannya pergi" jawab Salma.
"Dia buah hatiku satu-satunya. Wajahnya lah yang senantiasa mengingatkan aku akan wajah
ayahnya".

"Aku juga menyayangi Hasyim", jawab Al Muthalib,


"bukan cuma aku, tetapi penduduk kota Mekah juga menyayanginya. mereka pasti akan senang
sekali menyambut kedatangan putra Hasyim. Begitu melihat wajah anak ini, rasa sayangku
timbul kepadanya. Seolah-olah aku melihat Hasyim hidup kembali dan berdiri di hadapanku.
Izinkan aku membawanya pergi. Sesungguhnya Mekah adalah kerajaan ayahnya dan Mekah
adalah tanah suci yang di cintai oleh seluruh bangsa Arab. Tidakkah pantas putramu pergi ke
sana dan melanjutkan pemerintahan ayahnya?".

Salma memandang Syaibah dengan mata berkaca-kaca. Hatinya ingin agar putra satu-satunya itu
tetap tinggal di sisinya. Namun, ia tahu masa depan Syaibah bukan di Yatsrib, melainkan di
Mekkah. Akhirnya, ia pun mengangguk, "Baiklah, kuizinkan ia pergi."

Dengan amat gembira, Al Muthalib mengajak keponakannya itu pulang. Syaibah duduk
membonceng unta di belakang pamannya.
Ketika mereka tiba di Mekkah, orang-orang menyangka bahwa anak yang duduk di belakang Al
Muthalib adalah budaknya.

"Abdul Muthalib (Budak Al Muthalib)! Abdul Muthalib!" panggil mereka kepada Syaibah.

"Celaka kalian! Dia bukan budakku, dia anak saudaraku, Hasyim!"

Namun, orang-orang telanjur menyebutnya demikian sehingga akhirnya nama Syaibah pun
terlupakan. Setelah itu, dia dikenal dengan nama Abdul Muthalib. Dia kelak menjadi kakek Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬.

Bagianِ4
ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬...

Harta Abdul Muthalib


Setelah tumbuh dewasa, Abdul Muthalib pun menjadi seorang pemuka Mekah sebagaimana
Hasyim, bapaknya.

6
Sementera itu, ketika Hasyim meninggal, hartanya dikuasai oleh Naufal, adiknya yang terkecil.
Setelah dewasa, Abdul Muthalib hendak meminta harta ayahnya, tetapi Naufal menolak. Abdul
Muthalib pun meminta bantuan kerabat ibunya yang tinggal di Yatsrib. Orang-orang Yatsrib
mengirimkan 80 pasukan berkuda. Naufal pun ketakutan dan menyerahkan harta Hasyim kepada
Abdul Muthalib

Pada zaman pemerintahannya, Abdul Muthalib melakukan sebuah perbuatan yang akan dikenang
orang sepanjang zaman.

Sumber Air Mekah


Abdul Muthalib adalah pengurus air dan makanan bagi tamu-tamu yang datang ke Mekah.
Setelah ratusan tahun Sumur Zamzam tertimbun, air harus didatangkan dari beberapa sumur
yang terpencar-pencar di sekitar Mekah.

MENGGALI SUMUR ZAMZAM


Saat itu, Sumur Zamzam telah terkubur dan dilupakan orang selama ratusan tahun. Namun,
Abdul Muthalib tidak pernah lupa pada sejarah Mekah, bahwa dulu pernah ada mata air yang
menghidupi Mekah, mata air yang memancar keluar oleh kaki Ismail.

"Aku harus menemukannya!" pikir Abdul Muthalib. "Aku harus menemukan kembali Sumur
Zamzam yang telah dilupakan orang! Apalagi aku bertugas menyediakan air dan makanan bagi
penduduk Mekah."

Pikiran seperti itu tidak pernah hilang dari benaknya, "Aku harus menemukannya! Aku harus
menemukannya!"

Setelah itu, Abdul Muthalib mengambil tembilang (alat untuk menggali bertangkai panjang) dan
memanggil putra satu-satunya, "Harits, temani ayah mencari dan menggali kembali Sumur
Zamzam!"

Harits mengangguk. Kemudian, mereka mulai mencari di mana dulu letak Mata Air Zamzam
berada. Setelah beberapa kali mencoba menggali di beberapa tempat, Sumur Zamzam tidak juga
ditemukan.

"Ayah, mungkin Sumur Zamzam memang telah hilang," kata Harits.

"Tidak Nak, Ayah yakin Sumur itu masih ada! Kita harus menemukannya! Orang-orang Mekah
akan hidup lebih baik jika Sumur Zamzam ada di tengah kita!"

Dengan gigih keduanya pun terus mencari sumur Zam-Zam.


Orang-orang Quraisy, penduduk asli Mekah, melihat perbuatan mereka dengan heran.

"Mengapa engkau masih terus menggali, Abdul Muthalib? Bukankah dulu nenek moyang kita,
Mudzaz bin Amr pernah menggalinya, tapi tidak berhasil?"

Abdul Muthalib menaruh tembilangnya dan duduk.


Ya, ratusan tahun yang lalu Mudzaz bin Amr mertua Nabi Ismail ‫ ااسالم عليه‬pernah mencoba
menggali Zamzam tapi tidak berhasil.
Padahal, saat itu Mudzaz telah mempersembahkan sesaji berupa pedang dan pelana berpangkal
emas agar Sumur Zamzam ditemukan.
7
KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 5
َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬
‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Bernadzar

Abdul Muthalib bernadzar, "Kalau saja aku mempunyai 10 anak laki-laki, kemudian setelah
semuanya dewasa, aku tidak memperoleh anak lagi seperti ketika sedang menggali Sumur
Zamzam, maka salah seorang diantara 10 anak itu akan kusembelih di Ka'bah sebagai kurban
untuk Tuhan."

Ternyata takdir memang menentukan demikian. Abdul Muthalib akhirnya mendapat 10 orang
anak laki-laki. Setelah semua anak berangkat dewasa, ia tidak memperoleh anak. Dipanggilnya
kesepuluh orang anak itu, termasuk si bungsu Abdullah yang amat disayangi dan dicintainya.

"Aku pernah bernadzar untuk menyembelih salah seorang di antara kalian jika Tuhan memberiku
10 orang anak laki-laki."

Kesepuluh anaknya terdiam. Mereka memahami persoalan itu. Mereka juga melihat
kebingungan yang luar biasa di mata ayah mereka yang berkaca-kaca.

"Namun, aku tidak bisa menentukan siapa di antara kalian yang harus kusembelih. Oleh karena,
aku berniat memanggil juru qidh untuk menentukannya."

Di hadapan patung dewa tertinggi Ka'bah, juru qidh (Nanak panah) meminta setiap anak menulis
namanya masing-masing di atas qidh. Kemudian, ia mengocok anak panah tersebut di hadapan
berhala Hubal. Nama anak yang keluar adalah Abdullah.

Melihat itu, serentak orang orang Quraisy datang dan melarangnya melakukan perbuatan itu.

"Batalkan keinginanmu, Abdul Muthalib! Mohon ampunlah kepada Hubal supaya kamu bisa
membatalkan nadzarmu!"

Sanggupkah Abdul Muthalib menyembelih anak kesayangannya, apalagi tidak ada orang yang
menyetujui niatnya itu?

Menemukan Zamzam

Malam harinya, dengan tubuh lelah, Abdul Muthalib tertidur. Tiba-tiba, dalam tidur, dia
bermimpi mendengar suara yang bergema berulang-ulang, "Temukan Sumur Zamzam itu, wahai
Abdul Muthalib! Temukan Sumur Zamzam! Temukan!"

Abdul Muthalib terbangun dengan keyakinan dan semangat baru. Esoknya, dia mengajak Harits
menggali dan menggali lebih giat.

8
Rasa heran orang-orang Quraisy yang melihatnya berubah menjadi tawa.

"Kasihan Abdul Muthalib, mungkin dia sudah kehilangan akal sehatnya!" kata mereka satu sama
lain.

Suatu saat, ketika mereka sedang menggali di antara berhala Isaf dan Na'ila, air membersit.

"Air! Harits! Lihat, ada air!" seru Abdul Muthalib saking kagetnya.
"Ayo kita gali terus, Ayah! Ayo gali terus!"

Ketika mereka menggali lebih dalam, tampaklah pedang-pedang dan pelana emas yang pernah
ditaruh oleh Mudzaz bin Amr dahulu. Melihat penemuan itu, orang-orang Quraisy datang
berbondong-bondong.

"Abdul Muthalib, mari kita berbagi air dan harta emas itu!" pinta mereka.

"Tidak! Tetapi, marilah kita mengadu nasib di antara aku dan kamu sekalian dengan permainan
qidh (anak panah). Dua anak panah buat Ka'bah, dua buat aku, dan dua buat kamu. Kalau anak
panah itu keluar, dia mendapat bagian. Kalau tidak, dia tidak mendapat apa-apa."

Usul ini disetujui. Juru qidh mengundinya di tengah-tengah berhala di depan Ka'bah. Ternyata,
anak panah Quraisy tidak ada yang keluar. Pemenangnya adalah Abdul Muthalib dan Ka'bah.
Oleh karena itu, Abdul Muthalib dapat meneruskan tugasnya mengurus air dan keperluan para
tamu Mekah setelah Sumur Zamzam memancar kembali.

Mengingat beratnya tugas itu. Abdul Muthalib sangat ingin agar dia mempunyai banyak anak
laki-laki yang dapat membantunya.

Pedang dan Pelana Emas

Abdul Muthalib memasang pedang-pedang itu di pintu Ka'bah, sedangkan pelana-pelana emas
ditaruh di dalam rumah suci itu sebagai perhiasan.

KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 6

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

TEBUSAN SERATUS UNTA

Dengan mem"baja"kan hati, Abdul Muthalib menuntun Abdullah menuju sebuah tempat di
dekat sumur Zamzam yang terletak di antara dua berhala Isaf dan Na'ila. Di tempat itulah
biasanya orang orang Mekah melakukan pengurbanan hewan untuk dewa-dewa mereka. Namun,
masyarakat semakin keras menghalangi Abdul Muthalib melakukan niatnya. Akhirnya,
kekerasan hatinya pun luluh.

"Baiklah, tetapi apa yang harus kulakukan agar berhala tetap berkenan kepadaku?"

9
"Kalau penebusannya dapat dilakukan dengan harta kita, kita tebuslah," kata Mughirah bin
Abdullah dari suku Makhzum.

Setelah diadakan perundingan, mereka sepakat menemui seorang dukun di Yatsrib.

"Berapa tebusan kalian?" tanya dukun wanita itu.

"Sepuluh ekor unta."

"Kembalilah ke negeri kalian. Sediakan tebusan 10 ekor unta. Kemudian undi antara unta dan
anak itu. Jika yang keluar nama anakmu, tambahlah jumlah untanya, kemudian undi lagi sampai
nama unta yang keluar."

Mereka pulang dengan lega dan segera mengundi dengan anak panah. Ternyata yang keluar
adalah nama Abdullah. Mereka menambahkan tebusan unta dan mengundi lagi. Ternyata, lagi
lagi nama Abdullah yang keluar. Demikianlah, Abdul Muthalib menambah dan menambah terus
jumlah unta. Ketika jumlah unta sudah mencapai 100 ekor, barulah nama unta yang keluar.

"Dewa sudah berkenan," seru orang orang.

"Tidak," bantah Abdul Muthalib. "Harus dilakukan sampai 3 kali."

Akhirnya, setelah 3 kali dikocok, yang keluar adalah nama unta. 100 ekor unta itu pun
disembelih dan dibiarkan begitu saja tanpa disentuh manusia dan hewan karena mereka
beranggapan bahwa unta itu untuk dewa.

Keturunan Dua Orang yang Disembelih

Diriwayatkan dari Rasulullah bahwa beliau bersabda,


"Aku adalah anak dua orang yang disembelih."
Yang dimaksud oleh beliau adalah Nabi Ismail nenek moyangnya, dan Abdullah ayahnya.

Si Penguasa Yaman

Saat Abdul Muthalib memimpin Mekah, ada sebuah peristiwa dahsyat. Kejadian ini bermula dari
Yaman, sebuah negeri yang terletak jauh di sebelah selatan Mekah. Saat itu, Yaman diperintah
oleh seorang penguasa bernama Abrahah Al Asyram.

"Aku tidak habis pikir, mengapa setiap tahun seluruh bangsa Arab datang ke tanah Mekah?" seru
Abrahah kepada para menterinya.

"Paduka tahu, di sana ada sebuah bangunan bernama Ka'bah. Bangunan tua itu begitu disucikan
oleh penduduk Jazirah Arab sehingga mereka tidak dapat berpaling darinya. Ke sanalah mereka
pergi beribadah menyembah para dewa sepanjang tahun," jawab salah seorang menteri.

"Apa istimewanya bangunan tua yang terbuat dari batu kasar itu? Aku ingin negeri kita, Yaman,
mempunyai sebuah rumah suci yang akan membuat bangunan tua di Mekah itu menjadi tidak
berarti lagi dan dilupakan orang!"

"Namun, apa mungkin kita bisa membuat rumah suci baru yang bisa menandingi Ka'bah?"
10
"Mengapa tidak? Buat sebuah gereja yang sangat indah! Hiasi dengan perlengkapan paling
mewah yang kita miliki! Gerbang emas, jendela perak, lantai pualam yang berkilau!
Semuanya! Kerahkan seluruh ahli bangunan! Aku ingin gereja itu selesai dalam waktu singkat!"

Tidak lama kemudian, berdirilah sebuah gereja seindah yang diinginkan Abrahah. Sang
Penguasa Yaman itu mengunjunginya dengan rasa puas.

"Lihat, tidak lama lagi, seluruh orang Arab akan datang ke sini!"
kata Abrahah kepada bawahannya,
"bahkan orang orang Mekah akan melupakan rumah tua mereka begitu melihat bangunan
seindah ini!"

Bendungan Ma'rib

Penduduk asli Yaman adalah kaum Saba. Sebelum datangnya Islam, negeri Yaman telah terkenal
dengan kemajuan teknologi bangunannya. Salah satu bangunan yang amat terkenal adalah
Bendungan Raksasa Ma'rib. Ketika bangunan ini jebol, banjir besar melanda daerah sekitarnya
sehingga para penduduk terpaksa pindah ke negeri lain.

KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 7
‫محمد سيدنا علی صل اللهم‬
‫محمد سيدنا ال علی و‬

Penyerbuan

Ternyata, apa yang diharapkan Abrahah tidak terjadi. Orang-orang Arab sudah sangat mencintai
rumah purba Ka'bah sehingga mereka tidak dapat berpaling ke rumah suci yang lain, betapa pun
indahnya bangunan itu dibuat. Orang-orang Arab merasa ziarah mereka tidak sah jika tidak
mengunjungi Ka'bah. Bahkan, penduduk Yaman sendiri tidak mengindahkan rumah suci baru
itu. Seperti biasa, mereka tetap berbondong-bondong berziarah ke Mekah.

"Tidak ada jalan lain!" geram Abrahah.

"Gerakkan pasukan gajah kita! Serbu dan hancurkan Ka'bah! Aku sendiri yang akan memimpin!
Jika bangunan tua itu hancur dan rata dengan tanah, orang orang Arab tidak akan punya pilihan
lain selain datang ke tempat kita!"

Sang Penguasa Yaman memang ditakuti orang karena pasukan gajah yang dimilikinya. Abrahah
sendiri naik di atas gajah yang paling besar dan kuat.

"Maju!" perintahnya.

Terompet pun membahana dan bumi seolah-olah pecah oleh gemuruh pasukan yang maju ke
medan perang.

11
Mendengar keberangkatan pasukan ini untuk menghancurkan Ka'bah, penduduk Jazirah Arab
terkejut. Walaupun tahu pasukan Abrahah begitu kuat, jiwa kepahlawanan orang-orang Arab
menjulang tinggi di hadapan musuh.

Dzu Nafar, seorang bangsawan Arab, mengerahkan masyarakatnya untuk menahan gerak maju
Abrahah. Akan tetapi, ia dikalahkan dan ditawan.

Nufail bin Habib Al Khath'ami memimpin pasukan Kabilah Syahran dan Nahis. Namun, ia juga
dikalahkan dan dijadikan penunjuk jalan pasukan Abrahah.

Al Qullayus

Al Qullayus adalah nama gereja yang dibangun Abrahah agar orang tidak lagi pergi ziarah ke
Mekah, tetapi ke gereja ini. Mengetahui maksud Abrahah ini, bangsa Arab marah karena
kecintaan mereka pada Ka'bah sudah mendarah daging.

Sementara itu, seseorang dari suku Kinani malah pergi memasuki Al Qullayus dan membuat
kerusakan di dalamnya. Peristiwa inilah yang memicu Abrahah untuk menghancurkan Ka'bah.

Sikap Penduduk Mekah

"Kita lawan mereka, Abdul Muthalib! Berikan peringatan kepada setiap orang untuk bertempur!"

Orang-orang Quraisy di Mekah panik. Mereka meminta pendapat Abdul Muthalib untuk
bertempur. Abdul Muthalib tahu, sekeras apa pun mereka melawan, semuanya akan sia-sia.
Pasukan Mekah akan ditaklukkan. Karena itu, ia menjawab dengan bijak,

"Tidak, kita tidak akan mampu. Seorang utusan Abrahah telah tiba dan menyampaikan
keterangan bahwa Abrahah tidak akan memerangi kita. Abrahah hanya ingin menghancurkan
Ka'bah. Kita akan selamat jika tidak menghalanginya. Aku sarankan semua orang pergi
mengungsi ke gunung-gunung di sekeliling kota."

Abdul Muthalib kemudian mendatangi markas Abrahah bersama beberapa orang pemuka
Mekah.

"Kembalikan unta-unta kami yang dirampas pasukanmu," kata Abdul Muthalib kepada Abrahah.

"Akan kukembalikan unta-unta itu! Apakah ada hal lain yang engkau minta?" tanya Abrahah.

"Urungkan niatmu untuk menghancurkan Ka'bah. Jika engkau mau, kami akan berikan sepertiga
harta dari daerah Tihama yang subur."

Abrahah menggeleng, "Tidak."

"Kalau begitu, kami serahkan pengamanan Ka'bah kepada Tuhan pemilik Ka'bah!" jawab Abdul
Muthalib, lalu dia pergi.

Kini kota Mekah kosong. Penduduknya telah mengungsi. Jalan lebar terbuka bagi Abrahah untuk
menghancurkan Ka'bah yang letaknya sudah di depan mata.
Tidak ada yang mampu menghalangi kekuatan sebesar itu

12
Catatan

Abrahah Al Asyram

Abrahah Al Asyram bukanlah penduduk asli Yaman. Ia datang dari negeri Habasyah di Afrika,
kemudian menduduki Yaman.
70.000 pasukan Habasyah yang dipimpin Aryath berhasil mengalahkan Yaman. Akan tetapi,
Aryath kemudian dibunuh oleh Abrahah. Sejak itulah Abrahah memerintah Yaman.

Bagian 8
‫محمد سيدنا علی صل اللهم‬
‫محمد سيدنا ال وعلی‬...

Kehancuran Abrahah

Allåhlah yang melindungi rumah suci-Nya. Ketika pasukan Abrahah bergerak mendekat, gajah
Abrahah berhenti. Sekeras apa pun Abrahah memukulinya, gajah itu tetap duduk tenang, bahkan
akhirnya berusaha berjalan lagi ke arah Yaman.

"Maju! Maju! Apa yang terjadi padamu?" bentak Abrahah pada tunggangannya.
"Dalam berbagai medan pertempuran, belum pernah kamu mengecewakan aku seperti ini! Kamu
bahkan tampak ketakutan! Ada apa sebenarnya?"

"Paduka! Ada yang datang dari arah laut!" teriak seorang prajurit sambil menunjuk-nunjuk
panik.

Saat itulah, dari arah laut, Allah mengirim kawanan burung yang kepakan sayapnya menutupi
sinar matahari seperti iringan awan mendung yang bergerak cepat. Burung-burung itu
menjatuhkan batu-batu menyala ke arah pasukan gajah. Dengan panik setiap orang berusaha
menyelamatkan diri, tetapi sia-sia. Semua orang, termasuk Abrahah, mati.
Peristiwa ini Allah abadikan dalam surat Al Fil :

ِ‫ْف ت ََِر أَلَ ْم‬ ْ َ ‫ْالفيلِ بأ‬


َِ َ‫ص َحابِ َربُّكَِ فَع‬
َِ ‫ل َكي‬

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara
bergajah?
Surah Al-Fil (105:1)

ِ‫ل أَلَ ْم‬


ِْ ‫تَضْليلِ في َك ْيدَه ِْم َيجْ َع‬

Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka´bah) itu sia-sia?
Surah Al-Fil (105:2)

َ ‫طي ًْرا َعلَيْه ِْم َوأَ ْر‬


ِ‫س َل‬ َِ ‫أَبَابي‬
َ ‫ل‬

dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong,


Surah Al-Fil (105:3)
13
ِ‫ارةِ ت َْرميه ْم‬ ِْ ‫سجيلِ م‬
َ ‫ن بح َج‬

yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
Surah Al-Fil (105:4)

ْ ‫َمأْكولِ َك َع‬
ِ‫صفِ فَ َج َعلَه ْم‬

lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).


Surah Al-Fil (105:5)

Wabah Penyakit

Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa yang dibawa burung itu adalah kuman kuman wabah
penyakit cacar. Dalam beberapa hari saja seluruh pasukan mati dengan tubuh rusak seperti daun
dimakan ulat.
Abrahah berhasil kembali ke Yaman, tetapi tidak lama setelah itu ia pun mati seperti
pasukannya.

Kembali ke Mekah

Abdullah bin Abdul Muthalib tidak jadi disembelih karena telah ditebus ayahnya dengan 100
ekor unta.

Abdullah adalah pemuda yang berwajah tampan. Kegagahan parasnya banyak menarik perhatian
gadis-gadis Mekah. Apalagi setelah mereka tahu bahwa nyawa Abdullah telah ditebus dengan
100 ekor unta, suatu jumlah yang luar biasa yang tidak pernah dialami seorang pun sebelumnya.
Walaupun banyak gadis yang berusaha menggodanya, kesopanan Abdullah tetap terjaga.

Gadis yang Meminang

Setelah penebusan Abdullah, Abdul Muthalib menggandeng tangan putranya menuju rumah
Wahb bin Abdul Manaf. Wahb mempunyai seorang putri bernama Aminah. Abdul Muthalib
sudah sepakat dengan Wahb untuk menikahkan putra-putri mereka.

Namun, di tengah jalan, seorang gadis cantik menegur Abdullah, "Engkau akan pergi ke mana,
wahai Abdullah?"

"Aku akan pergi bersama ayahku."

Tanpa memedulikan Abdul Muthalib, gadis itu berkata, "Kulihat engkau memang dituntun
ayahmu, tak ubahnya seperti seekor unta yang akan disembelih. Demi engkau, aku akan
menerimamu jika engkau mau menikahi diriku sekarang juga."

Abdullah terperangah. Ia menatap gadis itu dengan gugup.

"Siapakah gadis ini? Pikir Abdullah, "dilihat dari pakaiannya yang dipenuhi perhiasan mahal, ia
pasti seorang gadis bangsawan. Matanya yang hitam memancarkan sinar yang teduh seperti yang
biasa dimiliki gadis-gadis berperangai lemah lembut dan penuh kasih sayang. Apa yang harus
kukatakan kepadanya?"

14
Ketika Abdullah menoleh kepada ayahnya, dilihatnya Abdul Muthalib memberi isyarat agar
Abdullah terus melangkah dan tidak menggubris sang gadis .

"Aku bersama ayahku." Aku tak kuasa menolak kehendaknya dan berpisah dengannya.

Abdullah kembali berjalan bersama ayahnya. Hatinya dipenuhi rasa iba dan simpati kepada gadis
yang ditinggalkannya.
Hari itu juga, Abdul Muthalib datang ke rumah Wahb bin Abdul Manaf. Mereka sepakat
menjodohkan Abdullah dengan Aminah.

Keesokan harinya, Abdullah bertemu lagi dengan gadis yang kemarin. Abdullah menyapanya,
"Mengapa engkau tidak menyapaku seperti kemarin?"

Gadis itu menjawab dengan ketus, "Sinar berseri-seri yang kemarin kulihat pada wajahmu sudah
tidak ada lagi. Karena itu, sekarang aku sudah tidak membutuhkanmu!"

Sinar Kenabian

Sinar berseri-seri yang dilihat sang gadis pada wajah Abdullah menurut sebagian ahli sejarah
adalah sinar kenabian yang akan diturunkan Abdullah kepada putranya.
Ketika Abdullah sudah dijodohkan dengan Aminah, maka gadis itu sudah tidak bisa lagi
berharap akan memiliki putra yang kelak menjadi nabi.

Bagian 9
ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬
‫سيدنام َحمد آلِ َعلَى َِو‬

Pernikahan Abdullah dengan Aminah

Allah sudah menentukan bahwa jodoh yang paling tepat untuk Abdullah adalah Aminah binti
Wahb. Aminah adalah gadis yang paling baik keturunan dan kedudukannya di kalangan suku
Quraisy.

Musim semi tahun 570 Masehi pun tiba. Batang-batang gandum di Yaman tumbuh menjulang
tinggi. Dedaunan kurma di kota Tha'if kembali bersemi. Sementara itu, padang-padang rumput
dipenuhi harum bunga-bunga yang tumbuh di kebun-kebun.

Bagi penduduk Mekah, musim semi adalah tanda kebebasan dan dimulainya lagi perdagangan
musim panas ke Syria. Abdullah pun berniat pergi musim ini.

"Kanda, sebenarnya hatiku sangat berat melepas kepergianmu. Entah mengapa hatiku diliputi
kekhawatiran dan kegelisahan. Aku bahkan berharap dapat menemukan suatu alasan untuk
menahan kepergianmu," keluh Aminah kepada suaminya.

Abdullah tersenyum menentramkan, "Hatiku pun terasa tertinggal di sini, Dinda. Aku tahu begitu
besar rasa sayangmu kepadaku sehingga engkau berharap dapat terus berada di sisiku."

"Bukan cuma itu, damai rasanya berada di sampingmu, Kanda."


15
Abdullah mengangguk, "Tetapi Dinda, kini di dalam perutmu ada bayi kita. Kau tahu aku adalah
pemuda tak berada. Saat ini, kita hanya mempunyai lima ekor kambing perah. Selain itu, tak ada
lagi kekayaan yang dapat menghidupi kita berdua selain sedikit kurma dan daging kering.
Karena itu, inilah saatnya bagiku untuk pergi berniaga dan menambah penghasilan kita."

Aminah terpaksa mengangguk menerima kenyataan itu. Ia memandang kepergian Abdullah


dengan sendu, seolah itu adalah detik-detik terakhir ia dapat melihat wajah suaminya.

Hamzah bin Abdul Muthalib

Pada hari pernikahan Abdullah dengan Aminah, Abdul Muthalib pun menikahi sepupunya yang
bernama Hala. Dari perkawinan ini, lahirlah Hamzah, paman Rasulullah yang seusia dengan
beliau.

Abdullah Meninggal

Bersama kafilah dagang, Abdullah tiba di Gaza. Kemudian, dalam perjalanan pulang, ia singgah
di Yatsrib. Di sana, ia tinggal bersama saudara-saudara ibunya. Namun, ketika kawan-kawannya
dari Mekah hendak mengajaknya pulang, Abdullah jatuh sakit.

"Rasanya, aku takkan kuat menempuh perjalanan pulang," kata Abdullah kepada kawan-
kawannya. "Kalian berangkatlah dan sampaikan pesan kepada ayahku bahwa aku jatuh sakit."

Kawan-kawannya mengangguk, "Akan kami sampaikan pesanmu. Baik-baiklah engkau di sini."

Kafilah Mekah pun beranjak pulang. Ketika tiba di rumah, mereka menyampaikan pesan
Abdullah kepada Abdul Muthalib.

"Harits!" panggil Abdul Muthalib kepada putra sulungnya. "Pergilah ke Yatsrib. Lihatlah
keadaan adikmu. Jika sudah sembuh, jemputlah ia pulang."

Harits pun segera berangkat. Ketika tiba di rumah paman-pamannya di Yatsrib, yang ditemuinya
adalah wajah-wajah duka.

"Abdullah telah meninggal," kata mereka kepadanya, "mari, kami antar engkau ke pusaranya."

Harits pun menyampaikan berita sedih itu ke Mekah. Melelehlah air mata di pipi Abdul
Muthalib. Namun, kesedihan yang paling berat dirasakan oleh Aminah. Apalagi di saat itu ia
tengah menantikan kelahiran bayinya.

"Selamat jalan, Kanda," isak Aminah, "hilanglah seluruh kebahagiaan hidupku bersamamu. Kini,
tinggallah aku yang hidup untuk membesarkan bayi kita."

Tidak lama lagi, bayi Aminah akan lahir. Bayi yang kelak ditakdirkan Allah menjadi orang besar
yang mengubah jalannya sejarah dunia.

Peninggalan Abdullah

16
Saat meninggal, Abdullah meninggalkan lima ekor unta, sekelompok ternak kambing, dan
seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kelak menjadi pengasuh Rasulullah.
Nama aslinya adalah Barokah. Ia berasal dari Habasyah.

Bagian 10
ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫سيذنام َحمدِ َعلَى‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Kelahiran Muhammad ‫وسلم عليه هللا صلى‬

Pada hari Senin pagi tanggal 12 Rabiul Awwal pada tahun yang sama dengan penyerbuan
Abrahah (tahun gajah), Aminah melahirkan seorang bayi laki-laki. Saat itu bertepatan dengan
bulan Agustus tahun 570 Masehi. (Sebagian pendapat mengatakan bahwa Aminah melahirkan
pada tanggal 20 atau 21 April tahun 571 Masehi).

Aminah mengutus seseorang sambil berkata, "Pergilah kepada Abdul Muthalib dan katakan,
'Sesungguhnya telah lahir bayi untukmu. Oleh karena itu, datang dan lihatlah '."

Abdul Muthalib bergegas datang. Ketika mengambil bayi itu dari pelukan Aminah, dadanya
bergemuruh dipenuhi rasa sayang.

"Kehadiranmu mengingatkan aku kepada ayahmu. Sungguh, di hatiku kini dirimu hadir sebagai
pengganti Abdullah."

Dengan penuh rasa syukur, orangtua itu menggendong cucunya berthawaf, mengelilingi Ka'bah.
Kali ini tidak kepada berhala, tetapi kepada Allah. Abdul Muthalib berdoa dan bersyukur.

"Aku memberimu nama Muhammad," kata Abdul Muthalib.

Muhammad berarti terpuji, sebuah nama yang tidak umum di kalangan masyarakat Arab, tetapi
cukup dikenal.

Kemudian, ia memerintahkan orang untuk menyembelih unta dan mengundang makan


masyarakat Quraisy.

"Siapa nama putra Abdullah, cucumu itu?" tanya seseorang kepada Abdul Muthalib.

"Muhammad."

"Mengapa tidak engkau beri nama dengan nama nenek moyang kita?"

"Kuinginkan ia menjadi orang yang terpuji, bagi Tuhan di langit dan bagi makhluk-Nya di
bumi," jawab Abdul Muthalib.

17
Cahaya Aminah

Ketika Aminah mengandung Nabi Muhammad, ia melihat seberkas sinar keluar dari perutnya
dan dengan sinar tersebut ia melihat istana-istana Busra di Syam.

Saat itu di kalangan bangsawan Arab sudah berlaku tradisi yang baik, yakni mereka mencari
wanita-wanita desa yang bisa menyusui anak-anaknya.

Anak-anak disusukan di pedalaman agar terhindar dari penyakit, memiliki tubuh yang kuat dan
agar dapat belajar bahasa Arab yang murni di daerah pedesaan.

Tidak lama kemudian ke Mekah datanglah serombongan wanita dari kabilah bani Sa'ad mencari
bayi untuk disusui. Di antara mereka ada seorang ibu bernama Halimah binti Abu Dzu'aib.

"Suamiku," Panggil Halimah "tahun ini sungguh tahun kering tak ada tersisa sedikit pun hasil
panen di kampung halaman kita. Lihat unta tua kita tidak lagi menghasilkan susu sehingga anak-
anak menangis pada malam hari karena lapar."

"Semoga kita mendapat bayi seorang bangsawan kaya yang dapat memberi kita upah yang layak
untuk menanggulangi kesengsaraan ini," jawab sang suami.

Namun harapan mereka tak terkabul, hampir semua bayi bangsawan kaya telah diambil oleh
teman-teman serombongan mereka. Hanya ada satu bayi dalam gendongan ibunya yang mereka
temui.

"Namanya Muhammad" kata Aminah kepada pasangan tersebut "ia anak yatim tinggal aku dan
kakeknya yang merawatnya." Halimah dan suaminya, Al-Harits bin Abdul Uzza saling
berpandangan.

Mereka enggan menerima anak yatim karena tidak ada Ayah yang dapat memberi mereka upah
yang layak. Pasangan tersebut menggeleng dan pergi mencari bayi lain, Aminah memandangi
bayi dalam dekapannya dengan sendu. Setiap wanita Bani Saad yang mendapat tawaran untuk
menyusui Muhammad, selalu menolaknya karena anak yatim.

Tsuwaibah

Sebelum kedatangan para wanita Bani sa'ad, Muhammad disusui Tsuwaibah budak perempuan
Abu Lahab.
Hanya beberapa hari Muhammad disusui oleh Tsuwaibah.

Akan tetapi, di kemudian hari, di sepanjang hidupnya Muhammad selalu memperlakukan


Tsuwaibah dengan baik.

18
Bagian 11
َ ‫سيدنام َحمدِ َعلَى‬
‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Halimah

Ketika Halimah dan Harits kembali ke rombongan, mereka melihat semua kawan mereka telah
mendapatkan bayi untuk dibawa pulang dan disusui.

Melihat itu, Halimah berkata kepada suaminya,


"Demi Allah, aku tak ingin mereka melihatku pulang tanpa membawa bayi. Demi Allah, aku
akan pergi kepada anak yatim itu dan mengambilnya."

"Tidak salah kalau engkau mau melakukannya. Semoga Allah memberi kita keberkahan melalui
anak yatim tersebut."

Akhirnya Halimah dan suaminya kembali menemui Aminah dan membawa Muhammad ke
dusun mereka. Aminah melepas bayinya itu dengan perasaan lega bercampur sedih. Lega karena
akhirnya ada yang mengasuh Muhammad, sedih karena harus berpisah dengannya selama dua
tahun ke depan.

"Pergilah, Nak. Ibu menunggumu di sini," bisik Aminah dengan pipi yang hangat dialiri air mata.

Tatkala menggendong Muhammad, Halimah keheranan, "Aku tidak merasa repot membawanya,
seakan-akan tidak bertambah beban."

Kemudian, Halimah menyusui Muhammad.

"Lihat, bayi ini menyusu dengan lahap," kata Halimah kepada suaminya.

Setelah menyusui Muhammad, Halimah menyusui bayinya sendiri. Bayi itu juga menyusu
dengan lahap. Setelah itu, Muhammad dan bayi Halimah tertidur dengan lelap.

"Anak kita tidur dengan lelap," bisik Halimah kepada suaminya, "padahal, sebelumnya kita
hampir tidak bisa tidur karena ia rewel terus sepanjang malam."

Malam itu, keduanya bertambah heran karena unta tua mereka ternyata kini menghasilkan susu.

"Engkau tahu, Halimah. Sebelum ini unta tua kita tidak menghasilkan susu setetes pun," gumam
Harits.

Suami istri itu meminum air susu unta sampai kenyang.

"Malam ini benar-benar malam yang indah, " kata Halimah kepada Harits, "bayi kita tertidur
lelap dan kita pun bisa beristirahat dengan perut kenyang."

"Demi Allah, tahukah engkau Halimah, engkau telah mengambil anak yang penuh berkah."

"Demi Allah, aku pun berharap demikian."


19
Kebanggaan Rasulullah

Lingkungan di Bani Sa'ad benar-benar sangat murni. Kelak Rasulullah pun dapat berkata dengan
bangga, "Aku adalah keturunan Arab yang paling tulen. Sebab aku anak suku Quraisy yang
menyusui di Bani Sa'ad bin Bakr."

َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫صلِ اَلله ِم‬
‫سيدنام َحمد آلِ َعلَى َِو‬

Keberkahan

Keberkahan yang dibawa Muhammad kecil tidak berhenti sampai di situ.


Ketika dalam perjalanan kembali ke dusun Bani Sa'ad, terjadi hal yang mengherankan.

"Suamiku, tidakkah engkau melihat hal yang aneh pada keledai tungganganku?" tanya Halimah.

"Saat kita pergi, keledai ini berjalan pelan sekali," Harits menanggapi, "tetapi, kini ia dapat
berjalan cepat seolah tak kenal lelah. Padahal, beban yang dibawanya cukup berat."

Keledai itu berjalan cukup cepat sehingga bisa menyusul dan melewati rombongan wanita Bani
Sa'ad lainnya yang telah berjalan lebih dulu.

"Halimah putri Abu Dhu'aibi!" panggil para wanita itu keheranan, "tunggulah kami! Bukankah
ini keledai yang engkau tunggangi saat kita pergi?"

"Demi Allah, begitulah," balas Halimah, "ini memang keledaiku yang dulu."

"Demi Allah, keledaimu itu kini bertambah perkasa!"

Ketika tiba di rumah, Halimah dan Harits tambah terkejut.

"Sepetak tanah kita!" bisik Halimah tak percaya.

"Sepetak tanah kita ini jadi begitu hijau dan subur! Padahal, saat kita berangkat, tak ada sepetak
tanah pun yang lebih gersang dari ini!"

"Domba-domba juga!" seru Harits, "domba domba kita jadi gemuk dan susunya penuh. Kini kita
dapat memerah dan meminum susu mereka setiap hari."

Begitulah keberkahan yang mereka terima selama mengasuh Muhammad. Namun, dua tahun pun
berlalu, kini tiba saatnya mengembalikan Muhammad kepada ibunya.

20
Bagian 12
ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Muhammad Kembali Ke Dusun

Halimah dan suaminya mengembalikan Muhammad kepada Aminah. Alangkah bahagianya


Aminah bertemu lagi dengan putra tunggalnya itu.

"Lihat! Kini engkau tumbuh menjadi anak yang tegap dan sehat!" ujar Aminah.

Aminah memandang Halimah dan suaminya dengan mata berbinar-binar penuh rasa
terimakasih," Kalian telah merawat Muhammad dengan baik, bagaimana aku harus
berterimakasih?"

Halimah dan suaminya berpandangan dengan gelisah. Sebenarnya mereka merasa berat berpisah
dengan Muhammad. Mereka amat menyayangi anak itu. Selain itu, sejak Muhammad datang,
kehidupan mereka dipenuhi keberkahan.

"Kami cuma berharap andaikan saja engkau sudi membiarkan anak ini tetap bersama kami
hingga menjadi besar. Sebab, aku khawatir ia terserang penyakit menular yang kudengar kini
sedang mewabah di Mekah," pinta Halimah.

Aminah menyadari bahwa yang mereka pinta dan katakan ada benarnya, tetapi hatinya bimbang
karena hampir tak sanggup berpisah lagi dengan putranya. Ketika, Abdul Muthalib datang.
Bangga sekali ia melihat pertumbuhan cucunya yang begitu bagus di daerah pedalaman, maka ia
berkata:

"Aku ingin Muhammad kembali ke Dusun Bani Sa'ad sampai ia berusia lima tahun," kata Abdul
Muthalib, "agar ia di situ belajar berkata-kata dan telinganya terbiasa mendengarkan bahasa Arab
yang murni dengan fasih pula."

Aminah mengerti bahwa ia harus kembali melepas Muhammad demi masa depan putranya
sendiri.

"Beri aku waktu beberapa hari bersama putraku, setelah itu bolehlah kalian membawanya
kembali," kata Aminah.

Akhirnya, Muhammad pun dibawa kembali ke dusun Bani Sa'ad. Namun, di sana ia mengalami
sebuah peristiwa yang sangat mengguncangkan.

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Pembelahan Dada

Peristiwa itu terjadi tidak lama setelah keluarga Halimah kembali ke pedalaman. Saat itu umur
Muhammad belum lagi genap tiga tahun.
21
Hari itu, Muhammad kecil ikut menggembalakan kambing bersama saudara-saudaranya. Tiba-
tiba salah seorang putra Halimah datang berlari-lari sambil menangis.

"Ada apa?" Tanya Halimah dan suaminya panik.

"Saudaraku yang dari Quraisy itu! Dia diambil oleh seorang laki-laki berbaju putih. Dia
dibaringkan. Perutnya dibelah sambil dibalik-balikkan!"

Halimah dan Harits segera berlari mencari Muhammad. Mereka menemukan anak itu sedang
sendiri. Wajah Muhammad pucat pasi. Halimah dan suaminya memperhatikan wajah
Muhammad baik-baik.

"Apa yang terjadi padamu, Nak?" tanya mereka.

"Aku didatangi oleh seorang laki-laki berpakaian putih. Aku dibaringkan lalu perutku dibedah.
Mereka mencari sesuatu di dalamnya. Aku tak tahu apa yang mereka cari."

Tanpa bertanya lagi Halimah segera membawa Muhammad pulang. Hatinya dipenuhi
kecemasan.

"Aku takut Muhammad didatangi dan digoda oleh jin" kata Halimah kepada suaminya.

"Lebih baik kita membawanya kembali ke Mekah," jawab Harits

Bagian 13
َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬
‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Percakapan dengan Aminah

Karena kejadian itu, Halimah kembali ke Mekah dan menyerahkan Muhammad kepada ibunya.
Aminah menerima kedatangan mereka dengan rasa heran,

"Mengapa engkau mengantarkannya kepadaku, wahai ibu susuan? Padahal sebelumnya engkau
meminta ia tinggal denganmu?"

"Ya," jawab Halimah,

"Allah telah membesarkan Muhammad. Aku sudah menyelesaikan apa yang menjadi tugasku.
Aku merasa takut karena ada banyak kejadian terjadi padanya. Jadi, ia aku kembalikan
kepadamu seperti yang engkau inginkan."

"Sebenarnya, apa yang terjadi?" tanya Aminah, "berkatalah dengan benar kepadaku."

Halimah terdiam sejenak, lalu bercerita dengan rasa berat, "Ada dua orang berbaju putih
membawanya ke puncak bukit. Mereka membelah dan mengeluarkan sesuatu dari dalam
dadanya."

22
Setelah berkata demikian, Halimah mengangkat wajahnya memandang Aminah, tetapi ia terkejut
melihat wajah Aminah demikian tenang.

"Apakah engkau takut setanlah yang mengganggunya?" tanya Aminah.

Halimah mengangguk,

"Itulah sebenarnya yang membuatku khawatir sehingga cepat-cepat mengembalikannya


kepadamu."

Aminah menarik napas.

"Demi Allah," katanya,

"Setan tidak akan mendapatkan jalan untuk masuk ke dalam jiwa Muhammad. Sesungguhnya,
anakku akan menjadi orang besar di kemudian hari. Ketika aku mengandungnya, aku melihat
sinar keluar dari perutku. Dengan sinar tersebut aku bisa melihat istana-istana Busra di Syam
menjadi terang-benderang.
Demi Allah, aku belum pernah melihat orang mengandung yang lebih ringan dan lebih mudah
seperti yang kurasakan. Ketika aku melahirkannya, ia meletakkan tangannya di tanah dan
kepalanya menghadap ke langit."

Halimah mendengar semua itu dengan takjub. Aminah menyentuh tangan Halimah dan berkata
lembut,

"Biarkan ia bersamamu dan pulanglah dengan tenang."

Muhammad kecil pun kembali dibawa pulang. Namun, lagi-lagi terjadi sebuah peristiwa yang
akhirnya membuat Halimah benar-benar kawatir dan mengembalikan Muhammad kepada
ibunya.

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Orang-Orang Habasyah

"Kak, tunggu!" seru Muhammad sambil berlari menuruni bukit. Saat itu, usia Muhammad sudah
5 tahun. Ia sedang berlari mengejar saudara-saudaranya, yaitu anak-anak Halimah. Mereka
sedang menggembala kambing.

"Ayo Muhammad kejar kami kalau bisa!" ujar Syaima, anak perempuan sulung Halimah sambil
tertawa.

Anak-anak itu terus bermain. Diam-diam, ada beberapa orang Nasrani dari Habasyah sedang
memerhatikan mereka.

"Lihat, Kak! Itu Ibu datang!" seru Muhammad.

Anak-anak menoleh. Mereka memekik senang melihat Halimah datang menjemput.


Namun, wajah Halimah tampak khawatir. Ia mencurigai beberapa bayangan yang sedang
mengintai sambil berbisik-bisik di kejauhan. Hatinya makin berdebar ketika orang-orang
23
Habasyah itu datang mendekat. Tanpa memedulikan dirinya, mereka langsung mendekati
Muhammad.

"Paman mau apa?" tanya Muhammad.

"Berbaliklah, Nak! Kami ingin melihat punggungmu!" perintah salah seorang dari mereka.

Muhammad membalikkan badan, lalu orang-orang Habasyah itu saling pandang dengan wajah
terkejut. Tanpa berkata apa-apa lagi, mereka berbalik ke tempat semula dan kembali berunding
berbisik-bisik.

"Kalian bermainlah lagi, Ibu akan mencari tahu apa yang mereka bicarakan!" kata Halimah
kepada Muhammad dan saudara-saudaranya.

Diam-diam, Halimah mendekati tempat orang-orang Habasyah itu berada dan terkejut
mendengar apa yang mereka katakan,

"Kita harus merampas anak ini dan membawanya kepada raja di negeri kita. Kita telah
mengetahui seluk beluk tentang dia! Ada tanda di punggungnya yang meramalkan anak ini kelak
akan menjadi orang besar."

Diam-diam, Halimah menjauh,

"Aku harus melarikan Muhammad dari mereka sekarang juga!"

Tanda-Tanda Rasul Terakhir pada Injil

Orang-orang Nasrani Habasyah itu tahu bahwa seorang Rasul terakhir akan dibangkitkan dan
mereka diperintahkan mengikutinya seperti yang tertera pada Injil di bagian Kitab Ulangan (18):
15-22,
"Bahwa seorang Nabi di antara kamu, dari antara segala saudaramu dan yang seperti aku ini,
yaitu akan dibangkitkan oleh Tuhan Allah-mu bagi kamu, maka dia haruslah kamu dengar."

َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Muhammad Menghilang

Halimah cepat-cepat mengajak Muhammad pergi, namun dari kejauhan orang-orang Habasyah
itu terlihat bergegas mengikuti mereka. Untunglah Halimah mengenal daerah itu dengan baik,
sehingga mereka bisa melepaskan diri dari kejaran orang-orang Habasyah walaupun dengan
susah payah.

Tidak berapa lama kemudian, Halimah berkemas menyiapkan Muhammad untuk segera kembali
ke Mekah.
Sedih sekali Muhammad harus berpisah dengan saudara-saudaranya. Syaima, Unaisah, dan
Abdullah.

"Muhammad, jangan lupakan kami ya?" pinta Syaima dengan mata berkaca-kaca.

24
Muhammad mengangguk sambil memeluk mereka satu persatu. Kemudian, berangkatlah
Muhammad meninggalkan dusun Bani Sa'ad dengan semua kenangan indah yang tidak akan
pernah hilang dari benaknya seumur hidup.

Halimah mengelus kepala Muhammad penuh sayang,


"Bergembiralah, Muhammad. Engkau akan berjumpa dengan ibu dan kakekmu."

Mekah pada malam hari sangat ramai ketika mereka tiba. Saat melalui kerumunan orang itulah,
Muhammad terpisah dan hilang. Halimah kebingungan. Ia takut orang-orang Habasyah itu diam-
diam masih mengikuti mereka dan mengambil kesempatan ini untuk menculik Muhammad.

Sambil menangis, Halimah mendatangi Abdul Muthalib, "Sungguh, pada malam ini, aku datang
dengan Muhammad, namun ketika aku melewati Mekah Atas, ia menghilang dariku. Demi
Allah, aku tidak tahu di mana kini ia berada."

Setelah memerintahkan orang untuk mencari, Abdul Muthalib berdiri di samping Ka'bah, lalu
berdoa kepada Allah agar Dia mengembalikan Muhammad kepadanya.

ِ‫صلِ ِاَللهم‬َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Bagian 14
َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬
‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Bertemu Kakek dan Ibunda

Tidak lama kemudian, datanglah seseorang bernama Waraqah bin Naufal dan seorang temannya
dari Quraisy. Keduanya menyerahkan Muhammad kepada Abdul Muthalib,

"Ini anakmu, kami menemukannya di Mekah Atas."

Alangkah lega dan gembiranya Abdul Muthalib.

"Cucuku!" katanya sambil mendekap Muhammad.

Abdul Muthalib memperhatikan cucunya dengan wajah berseri-seri, "Apakah kamu mau kakek
ajak menunggangi unta yang hebat?"

"Mau. Tetapi, mana untanya kek?"

Sambil tertawa, orang tua itu mengangkat Muhammad dan mendudukkannya di atas bahu.

"Kau kini telah menduduki untanya, Nak! Ha....ha....ha...."

"Wah, unta hebatnya kok sudah tua ya Kek?"


25
"Biar tua, tapi ini unta yang hebat, cucuku! Lihat unta ini mampu mengajakmu berthawaf
mengelilingi Ka'bah."

Abdul Muthalib membawa Muhammad berthawaf di Kabah. Setelah itu ia memintakan


perlindungan Tuhan untuk cucunya itu dan mendoakannya.

"Mari kita menemui ibumu sekarang," ajak Abdul Muthalib.

Alangkah senangnya anak dan ibu itu ketika mereka saling bertemu. Walaupun demikian,
tersisip kesedihan di hati Muhammad ketika ia melepas Halimah As Sa'diyah, ibu susu yang
selama ini telah merawatnya dengan limpahan kasih yang demikian besar.

"Selamat tinggal Muhammad. Jadilah orang besar seperti yang pernah dikatakan ibumu," kata
Halimah sambil beranjak pergi.

Sampai dewasa, Muhammad tidak pernah memutuskan tali silaturahim dengan ibu susunya itu.

Gembala Kambing

Mulai dari hidupnya di Bani Sa'ad sampai masa kecilnya di Mekah, hidup Nabi Muhammad
dilalui sebagai seorang gembala.

Waraqah bin Naufal

Waraqah bin Naufal adalah paman Khodijah


(kelak menjadi istri Muhammad).
Waraqah bin Naufal tidak menyukai berhala. Ia tetap mengikuti ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail, menjadi hamba Allah yang setia.
Ia tidak meminum minuman keras dan tidak berjudi. Ia bermurah hati terhadap orang orang
miskin yang membutuhkan pertolongannya.

Di Bawah Asuhan Kakek

Sejak itu, Abdul Muthalib bertindak sebagai pengasuh cucunya. Ia mengasuh Muhammad
dengan sungguh-sungguh dan mencurahkan segala kasih sayangnya.

Abdul Muthalib adalah pemimpin seluruh Quraisy dan seluruh Mekah. Untuk dia, diletakkan
hamparan khusus tempatnya duduk di bawah naungan Ka'bah. Anak-anak beliau, paman-paman
Muhammad, tidak ada yang berani duduk di tempat itu. Mereka duduk di sekeliling hamparan itu
sebagai penghormatan kepada ayah mereka.

Suatu saat, Muhammad kecil yang montok itu duduk di atas hamparan tersebut. Serentak paman-
paman beliau langsung memegang dan menahan Muhammad agar tidak duduk di atas hamparan.
Namun, ketika Abdul Muthalib datang dan melihat kejadian tersebut, berkata:

"Biarkan anakku itu," katanya, "Demi Allah, sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan yang
agung."

26
Kemudian, Abdul Muthalib duduk di atas hamparan tersebut sambil memangku Muhammad.
Dielus-elusnya punggung Muhammad penuh sayang. Abdul Muthalib bergembira dengan apa
yang dilakukan cucunya itu.

Lebih-lebih lagi, kecintaan kakek kepada cucunya itu timbul ketika Aminah kemudian berniat
membawa Muhammad ke Yatsrib untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara ibunya dari
keluarga Najjar.
Perjalanan ini juga bertujuan menengok makam Abdullah, ayah Muhammad. Sudah lama
Aminah memendam keinginan untuk menengok makam suami tercintanya itu. Kini, ia akan
berangkat dengan ditemani putranya seorang.

Aminah Wafat

Dalam perjalanan itu, Aminah membawa Ummu Aiman, budak perempuan peninggalan
Abdullah. Sesampainya di Yatsrib, mereka disambut oleh saudara-saudara Aminah. Kepada
Muhammad diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal dulu serta tempat ia dikuburkan.

Itu adalah saat pertama Muhammad benar-benar merasa dirinya sebagai anak yatim. Apalagi ia
mendengar ibunya bercerita panjang lebar tentang sang ayah tercinta yang setelah beberapa
waktu tinggal bersama-sama, kemudian meninggal dunia.

(Di kemudian hari, setelah hijrah, pernah juga Rasulullah SAW menceritakan kepada sahabat-
sahabatnya tentang kisah perjalanan masa kecil beliau ke Yatsrib yang saat itu telah berubah
nama menjadi Madinah.
Beliau amat terkenang dengan perjalanan bersama ibunya itu, kisah perjalanan penuh cinta pada
Madinah, kisah penuh duka pada orang yang ditinggalkan keluarganya.)

Sesudah cukup sebulan tinggal di Madinah, mereka pun bersiap pulang. Mereka berjalan dengan
menggunakan dua ekor unta yang mereka bawa dari Mekah.
Akan tetapi, di tengah perjalanan, di sebuah tempat bernama Abwa*), Aminah menderita sakit
hingga kemudian meninggal di tempat itu.

"Ibu! Ibu!" panggil Muhammad kepada ibunya yang sudah wafat.

Dalam pelukan Ummu Aiman, dengan air mata meleleh, Muhammad menyaksikan tubuh ibunya
dikuburkan di tempat itu.

Pada usia enam tahun. Muhammad SAW telah menjadi seorang anak yatim piatu.

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

) *Abwa

Abwa adalah sebuah dusun yang terletak di antara Madinah dengan Juhfa. Jaraknya 37 km dari
Madinah

27
Bagian 15
ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Abdul Muthalib Wafat

Muhammad dibawa pulang oleh Ummu Aiman. Ia pulang sambil menangis hatinya pilu karena
kini sebatang kara. Muhammad makin merasa kehilangan. Ia menjalani takdir sebagai seorang
anak yatim-piatu. Terasa olehnya hidup yang makin sunyi dan semakin sedih.

Baru beberapa hari yang lalu, ia mendengar dari ibunya cerita keluhan duka kehilangan
ayahandanya semasa ia dalam kandungan.
Kini, ia melihat sendiri di hadapannya, ibunya pergi untuk tidak kembali lagi, sebagaimana
ayahnya dulu. Muhammad yang masih kecil itu kini memikul beban hidup yang berat, sebagai
seorang yatim-piatu.

Ketika tiba di Mekah, Abdul Muthalib menyambut kedatangan cucunya itu dengan rasa iba yang
dalam. Kecintaan Abdul Muthalib pun semakin bertambah kepada Muhammad.

Rasa duka Muhammad mungkin agak ringan apabila kakeknya, Abdul Muthalib, dapat hidup
lebih lama lagi. Namun, Allah ‫تعالی و سبحانه‬
sudah menentukan lain.
Pada usia 80 tahun, sang kakek pun meninggal dunia. Saat itu, Muhammad berusia delapan
tahun. Ia mengiringi jenazah kakeknya ke kubur sambil berlinangan air mata.

Kenangan sedih sebagai anak yatim-piatu membekas begitu dalam pada diri Rasulullah,
sehingga di dalam Al Quran pun disebutkan ketika Allah mengingatkan Rasulullah ‫ ﷺ‬akan
nikmat yang dianugerahkan kepadanya di tengah kesedihan itu,

ِ‫فَ َآوىِ يَتي ًما يَجدْكَِ أَلَ ْم‬

Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?


Surah Ad-Duha (93:6)

ًِ ‫ض‬
َِ‫اّل َو َو َجدَك‬ َ ِ‫فَ َهدَى‬

Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.
Surah Ad-Duha (93:7)

Keluarga Umayyah

Kematian Abdul Muthalib merupakan pukulan yang berat bagi keluarga Hasyim. Tidak ada
anak-anak Abdul Muthalib yang memiliki keteguhan hati, kewibawaan, pandangan tajam,
terhormat, dan berpengaruh di kalangan Arab seperti dirinya.

Kemudian keluarga Umayyah tampil ke depan mengambil tampuk pimpinan yang memang sejak
dulu mereka idam-idamkan, tanpa menghiraukan ancaman yang datang dari keluarga Hasyim.

28
َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬
‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Diasuh Abu Thalib

Sebelum wafat, Abdul Muthalib menunjuk salah seorang anaknya untuk mengasuh Muhammad.
Ia tidak menunjuk Abbas yang kaya, namun agak kikir. Ia juga tidak menunjuk Harist, putranya
yang tertua karena Harist adalah orang yang tidak mampu.
Abdul Muthalib menunjuk Abu Thalib untuk mengasuh Muhammad karena sekalipun miskin,
Abu Thalib memiliki perasaan yang halus dan paling terhormat di kalangan Quraisy.

Abu Thalib juga amat menyayangi kemenakannya itu. Budi pekerti Muhammad yang luhur,
cerdas, suka berbakti, dan baik hati, sangat menyenangkan Abu Thalib. Ia bahkan lebih
mendahulukan kepentingan Muhammad daripada anak-anaknya sendiri.

Begitu pun sebaliknya, Muhammad amat mencintai pamannya. Ia tahu pamannya memiliki
banyak anak kecil dan hidup dalam kemiskinan. Namun demikian, pamannya tidak pernah
berhutang kepada orang lain. Abu Thalib lebih suka bekerja keras memeras keringat untuk
menafkahi keluarganya. Karena itulah, tanpa ragu, Muhammad ikut bekerja seperti anak-anak
Abu Thalib yang lain. Ia ikut membantu pekerjaan keluarga Abu Thalib, menggembalakan
kambing, dan mencari rumput.

Abu Thalib merasa bahwa Muhammad kelak akan menjadi orang yang bersih hatinya dan
dijauhkan dari dosa. Ia yakin, jika mengajak Muhammad berdoa, Tuhan akan mengabulkan
permohonannya. Seperti yang dilakukannya ketika orang-orang Quraisy berseru "Wahai Abu
Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda. Marilah berdoa meminta hujan".

Maka, Abu Thalib keluar bersama Muhammad. Ia menempelkan punggung Muhammad ke


dinding Ka'bah dan berdoa. Kemudian, mendung pun datang dari segala penjuru, lalu
menurunkan hujan yang sangat deras hingga tanah di lembah-lembah dan di ladang menjadi
gembur.

Bagian 16
ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Mengikuti Paman

Hati Muhammad kecil merasa pengap dengan kehidupan di Mekah. Setiap hari, dilihatnya anak-
anak fakir miskin seusianya bekerja bersama-sama dengan bertelanjang tanpa rasa malu.

Muhammad juga melihat setiap malam pintu rumah orang-orang kaya tertutup rapat. Di dalam,
mereka berpesta pora, menyaksikan para penari, dan bermabuk-mabukan sampai pagi sambil
dijaga oleh para budak. Padahal, di tempat lain, ia melihat orang-orang berjuang mencari rezeki
antara hidup dan mati.

29
Muhammad sering sekali melintas di depan gubuk-gubuk reyot dan rumah-rumah kumuh. Pintu-
pintu mereka juga tertutup rapat, tetapi di dalamnya tinggal orang-orang yang hidup menderita.
Orang-orang itu jika tidak memiki bahan makanan, besok atau lusa terpaksa menggadaikan anak
gadis, istri atau ibunya untuk dikumpulkan menjadi budak para saudagar demi melepaskan diri
dari lilitan hutang.

Di depan gubuk-gubuk itu, Muhammad melihat para pemuda berkumpul. Pikiran mereka
dipenuhi impian tentangas datangnya mukjizat yang akan mampu membebaskan Mekah dari
kebiadaban. Para pemuda itu berkumpul mengelilingi seorang laki-laki yang bercerita tentang
legenda-legenda indah orang-orang terdahulu yang berjuang melawan raja yang sewenang-
wenang.

Suatu saat, pada usia Muhammad 12 tahun, Abu Thalib berniat pergi berdagang ke Syam untuk
mencari nafkah.

"Ajaklah aku, Paman!" pinta Muhammad

"Tetapi, perjalanan padang pasir begitu sulit dan jauh! Aku tidak tega mengajak anak sekecilmu
menempuh kesulitan sedemikian berat!".

Saat itu, hanya Abu Thalib tempat Muhammad berlindung. Ia merasa amat kesepian jika harus
menghadapi kehidupan Mekah seorang diri, tanpa ada paman di sampingnya.

"Kepada siapakah Paman akan meninggalkan aku seorang diri apabila Paman pergi nanti?" tanya
Muhammad begitu mengiba.

Abu Thalib sangat terharu,


"Demi Allah, aku pasti membawanya pergi. Ia tidak boleh berpisah denganku dan aku tidak
boleh berpisah dengannya selama-lamanya."

Lihb Si Peramal

Orang-orang Quraisy sering mendatangi Lihb dengan membawa anak-anaknya untuk diramal.

Suatu hari, Lihb melihat Muhammad.

"Kemarilah, hai anak muda!" serunya. Namun, Abu Thalib segera menyembunyikan Muhammad
dan membawanya pergi hingga Lihb berteriak-teriak,

"Celakalah kalian, bawa ke sini anak muda yang aku lihat tadi! Demi Allah, anak ini akan
menjadi orang besar di kemudian hari!"

َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Jamuan Buhaira

30
Berangkatlah rombongan kafilah Quraisy menuju ke Syam 1). Ketika tiba di Busra, mereka
melewati rumah ibadah seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira. Ia adalah pendeta yang
pandai. Di rumah ibadahnya, selalu ada pendeta dan umat Nasrani yang menuntut ilmu kepada
Buhaira.

Biasanya, Buhaira tidak pernah menggubris rombongan Quraisy yang setiap tahun melintas di
tempat itu. Namun, kali ini ada yang berubah pada diri Buhaira. Ketika rombongan Quraisy,
termasuk Abu Thalib dan Muhammad, singgah di dekat rumah ibadahnya, Buhaira
memerintahkan para pembantunya untuk membuat masakan yang banyak.

Buhaira berbuat begitu karena dari jendela rumah ibadahnya, ia melihat hal yang aneh pada
rombongan Quraisy. Ada awan kecil yang bergerak pelan mengikuti ke mana pun kafilah pergi.
Ada sesuatu atau seorang di dalam kafilah yang dilindungi awan itu dari terik matahari.

Buhaira bergegas mendatangi kafilah yang tengah beristirahat di bawah pepohonan rindang dan
berkata

"Hai orang-orang Quraisy, sungguh aku telah membuat makanan untuk kalian. Aku ingin kalian
semua, anak kecil, orang dewasa, budak, dan orang merdeka, singgah di rumahku"

Salah seorang Quraisy bertanya,

"Demi Allah, hai Buhaira, alangkah istimewanya apa yang engkau perbuat kepada kami hari ini.
Padahal, kami sering melewati tempat mu ini. Apa yang sebenarnya terjadi padamu?"

"Engkau benar," jawab Buhaira,

"dulu aku memang seperti yang engkau katakan. Namun, kalian, semuanya, adalah tamuku kali
ini dan aku ingin menjamu kalian. Aku telah membuat makanan dan kalian semuanya harus ikut
makan."

Dengan senang hati, rombongan Quraisy pun masuk ke rumah Buhaira untuk memenuhi
undangannya. Hanya saja, Muhammad tidak ikut karena ia masih kecil. Ia ditugaskan menjaga
perbekalan kafilah.

______
1) Negeri Syam

Abu Thalib berangkat tahun 582 Masehi ke negeri Syam.


Syam saat itu adalah sebuah negeri yang wilayahnya (sekarang) meliputi Syria, Yordania, dan
Palestina.
Syam berada di bawah pemerintahan Romawi Timur

31
Bagian 17
َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬
‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َو َعلَى‬

Percakapan Buhaira

Akan tetapi, segera saja Buhaira merasakan ada sesuatu yang kurang dari rombongan Quraisy
itu. Maka, ia kembali mengulangi permintaannya,

"Hai Orang-orang Quraisy, jangan sampai ada yang tidak makan makananku ini."

Salah seorang Quraisy berkata,

"Hai Buhaira, tidak ada seorang pun tertinggal yang layak datang kepadamu, kecuali anak muda
yang paling kecil di antara kami. Ia berada di tempat perbekalan rombongan."

Buhaira menggeleng-geleng kepala,


"Kalian jangan seperti itu. Panggil dia untuk makan bersama kalian!."

Orang-orang Quraisy merasa malu. Salah seorang dari mereka bahkan berkata,

"Demi Lata dan Uzza, adalah aib dari kami kalau putra Abdullah bin Abdul Muthalib tidak ikut
makan bersama kami."

Setelah Muhammad dipanggil, Buhaira memeluknya dan mendudukkannya bersama rombongan


Quraisy yang lain. Sambil menyaksikan tamu-tamunya makan, sebenarnya mata Buhaira tertuju
kepada Muhammad dengan seksama. Dari hasil pengamatannya itulah, Buhaira mengambil
kesimpulan dalam hati, "Anak ini mempunyai sifat-sifat kenabian."

Jamuan selesai. Sambil mengucapkan terimakasih, rombongan Quraisy pun membubarkan diri
menuju tempat perkemahan mereka untuk beristirahat.
Namun, Buhaira tidak membiarkan Muhammad pergi. Diajaknya anak itu untuk duduk dan
bicara.

"Hai anak muda," panggil Buhaira,

"dengan menyebut nama Lata dan Uzza, aku akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepadamu
dan engkau harus menjawabnya."

Wajah Muhammad tampak berubah dan ia menjawab,

"Jangan bertanya tentang apa pun kepadaku sambil menyebut nama Lata dan Uzza. Demi Allah,
tidak ada yang sangat aku benci melainkan keduanya."

Buhaira tersenyum dan mengulangi permintaannya, "Baiklah, kalau begitu aku akan bertanya
kepadamu dengan menyebut nama Allah dan engkau harus menjawab pertanyaanku."

Wajah Muhammad berubah cerah dan ia mengangguk,


32
"Tanyakan kepadaku apa saja yang ingin engkau tanyakan."

َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Saran Buhaira kepada Abu Thalib

Buhaira menanyakan banyak sekali hal kepada Muhammad, tentang tidur Muhammad, tentang
postur tubuh Muhammad, dan banyak lagi hal lainnya.
Muhammad menjawab semua itu dan semua jawaban itu sesuai benar dengan perkiraan Buhaira.
Kemudian, Buhaira melihat punggung Muhammad dan mendapati tanda kenabian di antara
kedua bahu Muhammad. Tanda kenabian itu seperti bekas orang berbekam.

Setelah itu, Buhaira mendekati Abu Thalib dan bertanya kepada nya, ''apakah anak muda ini
anakmu? ''

''Iya, dia anakku." Jawab Abu Thalib

Buhaira menggeleng.
"Tidak, dia bukan anakmu. Anak muda ini tidak pantas mempunyai ayah yang masih hidup"

Abu Thalib agak tercengang, lalu dia pun mengangguk.


"Kau benar. Dia bukan anakku, dia anak saudaraku"

Buhaira mengangguk-angguk puas lalu bertanya lagi.


"Apa yang dikerjakan ayahnya?"

"Ayahnya telah meninggal dunia ketika dia masih berada dalam kandungan ibunya "

"Engkau benar" kata Buhaira menghela nafas dalam-dalam. Kemudian, sambil berbisik, dia
menyampaikan sebuah saran dengan sangat sungguh-sungguh.

"Sekarang, dengar saranku baik-baik. Bawa anak saudara mu ini ke negeri asalmu sekarang juga!
Jaga dia dari orang-orang Yahudi! Demi Allah, jika mereka melihat padanya seperti apa yang
aku lihat, mereka pasti akan membunuhnya. sesungguhnya, akan terjadi sesuatu yang besar pada
diri anak saudaramu ini. Karena itu, segera bawa pulang dia ke negeri asalmu!"

Abu Thalib tampak ketakutan dengan peringatan itu. Dia yakin bahwa apa yang dikatakan
Buhaira itu benar. Maka dari itu, segera setelah urusan perdagangannya selesai, Abu Thalib
segera membawa Muhammad pulang. Sesulit apa pun beban hidupnya, Abu Thalib tidak pernah
lagi pergi berdagang ke tempat jauh demi melindungi keponakannya itu.

Bushra (kota di mana Buhaira tinggal)

Jalur yang dilewati kafilah Abu Thalib adalah jalan kafilah Barat yang menyusuri Laut Merah,
Madyan, Wadi Al Qurra, Hijir, dan Kota Bushra.
Kota Bushra atau Bostra telah lama didirikan Romawi sebagai ibu kota wilayah Hauran, untuk
menahan serbuan Badui pedalaman.
Di kota ini, Romawi memusatkan pasukan dan mengumpulkan pajak dari para kafilah.
Bagi kafilah sendiri, Bostra adalah pusat perdagangan paling ramai sebelum tiba di Syria yang
terletak lebih ke Utara.
33
Bagian 18
َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬
‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Perlindungan Allah

Abu Thalib segera melaksanakan apa yg disarankan oleh Buhaira, karena peringatan itu memang
beralasan.

Segera, setelah Abu Thalib dan Muhammad meninggalkan rumah Buhaira, datanglah 3 orang
ahli kitab bernama Zurair, Daris, dan Tammam kepada Buhaira. Ketiganya menyandang senjata
di pinggang. Mereka bertanya kepada Buhaira apakah ia juga melihat seorang anak dengan ciri-
ciri seperti ini dan itu.

Buhaira tahu bahwa mereka mencari Muhammad. Rupanya, ketiga orang ini juga telah
mendengar tentang Muhammad. Buhaira memandang senjata2 yang mereka bawa dengan
perasaan ngeri.
Buhaira tahu mereka mencari Muhammad dengan maksud membunuhnya. Oleh karena itu,
Buhaira berusaha memberikan perlindungan kepada Muhammad.
Tidak henti-hentinya Buhaira menasihati ketiga tamunya akan adanya kekuasaan Allah.
Diingatkannya bahwa bagaimanapun usaha mereka, mereka tidak akan mampu mendekati
Muhammad untuk membunuhnya.

Akhirnya, ketiganya pun melihat kebenaran dalam perkataan Buhaira. Batallah niat mereka
untuk mengejar dan membunuh Muhammad, kemudian berlalulah mereka dari hadapan Buhaira.

Allah menjaga Muhammad dari kejahatan dan kotoran-kotoran jahiliyah. Allah membimbing
Muhammad tumbuh menjadi orang yang paling ksatria, paling baik akhlaknya, paling mulia
asal-usulnya, paling baik pergaulannya, paling agung sikap santunnya, paling murni
kejujurannya, paling jauh dari keburukan dan akhlak yang mengotori kaum lelaki sehingga
semua orang menjulukinya "Al Amin" karena Allah mengumpulkan sifat-sifat itu pada diri
Muhammad.

Kelak setelah menjadi Rasul, Muhammad bercerita tentang perlindungan Allah kepadanya sejak
masa kecil dari segala bentuk kejahiliyahan. Rasulullah bersabda,

"Pada masa kecilku, aku bersama anak-anak kecil Quraisy mengangkut batu untuk satu
permainan yang biasa dilakukan anak-anak. Semua dari kami melepas baju untuk alas di atas
pundak (sebagai ganjalan) untuk memikul batu.

"Aku maju dan mundur bersama mereka. Namun, tiba-tiba seseorang yang belum pernah aku
lihat sebelumnya menamparku dengan tamparan yang amat menyakitkan. Ia berkata, 'Kenakan
pakaianmu!' Kemudian, aku mengambil pakaianku dan memakainya. Setelah itu, aku memikul
batu di atas pundakku dengan tetap mengenakan pakaian dan tidak seperti teman temanku."

Membantu Paman

34
Muhammad juga pernah menjadi gembala sewaan, untuk membantu Abu Thalib yang hidup
dalam kemiskinan

Perang Fijar

Sebagai seorang remaja yang tumbuh di lingkungan Jazirah Arab. Muhammad juga mengalami
perang. Perang itu disebut Perang Fijar.
Saat peperangan dimulai, Umur Muhammad memasuki lima belas tahun.

Perang itu sendiri disebabkan sebuah pembunuhan.


Barradz bin Qois dari Bani Kinanah membunuh Urwa Ar-Rahhal bin Utba dari Bani Hawazin,
hanya karena Barradz jengkel ketika Urwa dipilih untuk memimpin kafilah dagang Nu'man bin
Mundhir yang kaya.
Diam diam , Barradz mengikuti kafilah Urwa dari belakang dan membunuh Urwa.
Padahal ketika itu adalah bulan suci, bulan yang tidak diperkenankan bagi siapa pun untuk
menumpahkan darah.

Karena Quraisy pelindung Barradz, Bani Hawazin mengumumkan perang terhadap Quraisy
untuk membalas kematian Urwa. Perang pun pecah pada bulan suci. Selama empat tahun
berturut-turut, kedua belah pihak saling menyerang.

Dalam pertempuran itu, awalnya Muhammad bertugas memunguti anak panah lawan yang
berjatuhan dan memberikannya kepada paman-pamannya. Namun, pada tahun-tahun berikutnya,
dia juga meluncurkan panah ke arah lawan untuk melindungi paman-pamannya.

Perang pun berakhir dengan perdamaian ala pedalaman: pihak yang menderita lebih sedikit
korban manusianya harus membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sejumlah selisih kelebihan
korban. Dalam hal ini, pihak Quraisy yang lebih sedikit menderita korban harus membayar
kelebihan korban sebanyak dua puluh orang Hawazin.

Barradz bin Qois

Barradz bin Qois, si penyebab Perang Fijar, adalah seorang pemabuk.


Karena merusak citra sukunya, dia diusir dan mendapat naungan suku lain. Namun di sana, dia
juga mabuk berat dan membuat onar kemudian diusir lagi.

Akhirnya, Harb bin Muawiyah, ayah Abu Sofyan, menampungnya walaupun hampir saja
Barradz bin Qois diusir lagi, karena terus berbuat onar.
Dikarenakan perlindungan Harb dari Quraisy inilah, Bani Hawazin menyerang Quraisy ketika
Barradz bin Qois membunuh Urwa bin Utba.

Bagian 19

‫محمد سيدنا علی صل اللهم‬


‫محمد سيدنا ال وعلی‬

HILFUL FUDHUL

35
Selain mengikuti peperangan, Muhammad yang masih remaja juga mengikuti sebuah perjanjian
yang amat baik. Perjanjian itu kelak dikenal dengan nama Hilful Fudhul.

Perjanjian ini bertujuan untuk melindungi hak-hak para pedagang asing yang sering kali
terdzalimi. Pencetus perjanjian ini adalah protes seorang pedagang asing dari Yaman.
Saat itu, Ash bin Wa'il, seorang saudagar Mekah, tidak mau membayar utang kepada si
pedagang. Pedagang itu lalu menggubah syair dan membacakannya di depan umum.

Syair ini amat menggugah perasaan para pemuka Quraisy. Mereka khawatir apabila dibiarkan
terus, para pedagang Asing tidak mau lagi memasuki Mekah. Apalagi Perang Fijar
mengakibatkan mulai terjadinya perpecahan di pihak Quraisy.
Sepeninggal Abdul Munthalib, orang-orang Quraisy dari keluarga yang lain sudah mulai berani
mencoba menentang kekuasaan pemerintahan Quraisy. Maka dari itu, atas usulan Zubair bin
Abdul Munthalib, seorang paman Muhammad, orang-orang Quraisy dari keluarga Hasyim,
Zuhra, Taim berkumpul. Mereka bersepakat dan berjanji atas nama Tuhan Maha Pembalas
bahwa Tuhan akan berada di pihak yang terdzalimi, sampai orang itu tertolong.

Pertemuan ini sendiri berlangsung di rumah Abdullah bin Jud'an At Taimi yang megah.
Perjanjian Hilful Fudhul ini menjamin perlindungan terhadap hak-hak orang lemah. Muhammad
ikut menyaksikan perjanjian dan amat menyukainya.
Di kemudian hari, setelah diutus menjadi seorang Rosullullah, Muhammad bersabda: " Aku tidak
suka mengganti perjanjian yang kuhadiri di rumah Ibn Jud'an itu dengan jenis unta yang baik.
Kalau sekarang aku diajak, pasti akan kutolak"

Besarnya Diyat

Diyat adalah pembayaran ganti rugi.


Untuk kematian/wajah cacat total ganti ruginya sebanyak 100 ekor unta. Satu kaki/tangan/mata
jadi buta diganti dg 50 ekor unta.
Jika wajah cacat total, nilai gantinya 100 unta.
Luka sampai menembus otak, 33 ekor unta.
Cacat kelopak mata, 25 ekor unta.
Satu jari hilang/tulang retak, 15 ekor unta.
Luka sampai tulang kelihatan, 10 ekor unta.
Satu gigi copot, 5 ekor unta.
Demikian seterusnya dalam ketetapan yang rinci.

MENGGEMBALAKAN KAMBING

Muhammad melewati masa remajanya dengan menggembalakan kambing. Beliau pernah berkata
kepada para sahabatnya,

"Musa diutus, dia menggembala kambing. Daud diutus, dia menggembala kambing. Aku diutus
juga menggembala kambing keluargaku di Ajyad."

Sambil menggembala, pikiran Muhammad menerawang,

"Siapa yang menciptakan bintang-bintang yang begitu kemilau? Siapa yang membuat udara
untuk kuhirup? Siapa yang membuat jantungku berdetak? Siapa yang membuat matahari
mengejar bulan dan bulan mengejar matahari?"
36
Ribuan pertanyaan seperti itu membuat Muhammad selalu sibuk berpikir. Hal itu membuat
akhlak beliau terjaga demikian baik dari perbuatan buruk yang sering terjadi di Mekah.

Pada saat itu, orang menyembah patung di mana-mana, laki-laki dan perempuan yang bukan
suami istri sering pergi berduaan, orang-orang melakukan thawaf tanpa busana, pesta mabuk-
mabukan setiap malam, dan masih banyak keburukan lain.

Meski demikian, pernah juga Muhammad ingin pergi ke kota untuk melihat sebuah pesta
pernikahan.

"Tolong jaga kambing-kambingku," pinta Muhammad kepada seorang teman gembalanya.

"Baiklah, memang sudah giliranmu yang pergi bersenang-senang," kata teman Muhammad.
"Selama ini, kami selalu ada di padang gembala seperti seorang pertapa."

Muhammad pun pergi memasuki Mekah.

Di ujung kota, ia melihat ada sebuah pesta pernikahan yang dipenuhi berbagai hiburan dan
musik.

Namun, belum sempat Muhammad tiba dirumah itu, tubuhnya tiba tiba disergap keletihan.
Muhammad duduk bersandar di dinding dan tertidur lelap sampai pagi. Ia tidak sempat melihat
tontonan di pesta sedikit pun.

Esok harinya, Muhammad datang lagi ke Mekah dengan maksud yang sama. Kali ini, sebelum ia
tiba di tempat pesta, telinganya mendengar musik indah yang turun dari langit, musik yang jauh
lebih indah daripada semua musik di dunia ini. Musik itu membuai Muhammad dan ia pun
kembali tertidur.

Sejak itu, Muhammad tidak lagi berminat untuk melihat pertunjukan musik di pesta. Agar
terhindar dari kenakalan yang sering dibuat para pemuda seusianya.

Akhlak Muhammad yang demikian baik selagi muda membuatnya disayang dan dipercaya
semua orang hingga ia pun dijuluki Al Amin, artinya "Yang Dipercaya".

Bagian 20

‫محمد سيدنا علی صل اللهم‬


‫محمد سيدنا ال وعلی‬

Khadijah

Namanya Khadijah binti Khuwalid. Sosoknya cantik dan anggun. Setelah ayah dan ibunya
meninggal, saudara-saudara Khadijah saling membagi harta kekayaan peninggalan orangtuanya.
Namun, Khadijah sadar bahwa kekayaan dapat membuat orang hidup menganggur dan berfoya-
foya.

37
Dia dikaruniai kecerdasan yang luar biasa dan kekuatan sikap untuk mengatasi godaan harta.
Maka dari itu, Khadijah pun memutuskan untuk membangun kekayaannya sendiri berbekal
warisan orangtuanya.
Tidak lama kemudian, Khadijah telah membuktikan bahwa kalau pun tidak mendapat harta
warisan, dia mampu mendapatkan kekayaan itu dari hasil jerih payahnya sendiri.

Dengan harta yang diperolehnya, Khadijah membantu orang-orang miskin, janda, anak-anak
yatim, dan orang-orang cacat. Jika ada seorang gadis yang tidak mampu, Khadijah menikahkan
dan memberi mas kawinnya. Khadijah lembut dan ramah. Walau menjadi pemimpin tertinggi
dalam menjalankan bisnis keluarga sepeninggal Ayahnya, dia juga mau menerima saran-saran
orang lain. Khadijah tidak menyukai adanya jarak hubungan antara atasan dan bawahan. Dia
menganggap bawahan sebagai rekan kerja yang pantas dihormati.

Khadijah sendiri selalu tinggal di rumah. Karena itu, biasanya dia minta bantuan seorang agen,
jika sebuah kafilah sedang dipersiapkan untuk pergi ke luar negeri. Orang yang dimintai bantuan
itu bertanggungjawab membawa barang-barang dagangannya untuk dijual ke pasar-pasar asing.
Khadijah sangat teliti memilih seorang agen. Dia juga sangat lihai merencanakan waktu
keberangkatan kafilah dan tempat tujuannya sebab barang akan terjual dengan cepat pada waktu
dan tempat yang tepat.

Begitu suksesnya Khadijah sebagai seorang saudagar, sampai-sampai jika sebuah kafilah
Quraisy berangkat dari Mekah, bisa dipastikan lebih dari separuhnya adalah harta perdagangan
milik Khadijah. Dia seperti mempunyai sentuhan emas. Diibaratkan jika dia menyentuh debu,
debu ini akan berubah menjadi "emas". Karena itu penduduk Mekah menjulukinya "Ratu
Quraisy" atau "Ratu Mekah".

Kalau hanya kekayaan yang menjadi ukuran, tentu Allah tidak akan menjadikan Khadijah
(kelak) sebagai istri seorang rosul. Pasti ada sifat lain yang lebih utama yang membuatnya
sepadan dengan Muhammad

Catatan

Sebuah kafilah dagang pada masa itu ibarat kampung bergerak. Hewan beban berjumlah 1000
sampai 2500 ekor dan diiringi seratus sampai tiga ratus orang. Kafilah perlu organisasi yang
baik, biaya besar, dan keberanian yang cukup. Jika ada perampok, seluruh anggota kafilah harus
berani menyabung nyawa untuk mempertahankan harta yang dibawanya.

Wanita Suci

Khadijah mempunyai seorang paman bernama Waraqah bin Naufal. Waraqah adalah sanak
saudara Khadijah yang paling tua. Dia Sangat mengutuk kebiasaan bangsa Arab Jahiliah yang
menyembah berhala sehingga menyimpang jauh dari apa yang diajarkan Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail. Waraqah sendiri adalah hamba Allah yang setia dan lurus. Dia tidak pernah meminum
minuman keras dan berjudi. Dia murah hati terhadap orang-orang miskin yang membutuhkan
pertolongannya.

Khadijah sangat terpengaruh pemikiran Waraqah bin Naufal. Khadijah juga sangat membenci
berhala dan patung-patung sesembahan.
Bersama beberapa keluarganya, Khadijah adalah pengikut setia ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail.

38
Jika mendengar ada seorang anak perempuan akan dikubur hidup-hidup. Waraqah dan Khadijah
akan segera menemui sang Ayah dan mencegah perbuatannya. Jika kemiskinan yang menjadi
alasan rencana pembunuhan itu, Khadijah dan Waraqah akan membeli anak itu dan
membesarkannya seperti anak kandung sendiri.

Sering kali beberapa waktu setelah itu, ayah si anak menyesali perbuatannya dan mengambil
putrinya kembali. Waraqah dan Khadijah akan memastikan dulu bahwa anak itu akan diasuh
dengan benar dan disayangi, setelah itu barulah dia mengizinkan sang Ayah membawa pulang
anaknya kembali.

Budi pekerti Khadijah yang agung, santun, lembut dan penuh keteladanan ini membuat semua
orang menjulukinya juga sebagai Khadijah At Thahirah atau Khadijah yang suci.
Pertama kalinya dalam bangsa Arab seorang wanita dijuluki demikian, padahal orang Arab pada
masa jahiliah itu sangat mengagungkan laki-laki dan merendahkan wanita.

Catatan

Selain Khadijah, ada pula beberapa saudagar wanita terkenal.


Di antaranya adalah:
~ Hindun, istri Abu Sofyan dan
~ Asma binti Mukharribah, ibu Abu Jahl.

Para Saudagar wanita ini biasanya juga menjual keperluan wanita, seperti pakaian, parfum,
perhiasan emas dan perak, permata dan obat-obatan. Barang-barang ini tidak memerlukan
banyak ruang, ringan dan laku keras di mana-mana.

Bagianِ21
‫محمد سيدنا علی صل اللهم‬
‫محمد سيدنا ال وعلی‬

Pembicaraan Abu Thalib

Pada musim semi tahun 595 Masehi, para pedagang Mekah kembali mulai menyusun kafilah
perdagangan musim panas mereka, untuk membawa barang dagangan ke Syria. Khadijah juga
sedang mempersiapkan barang dagangannya, tetapi ia belum menemukan seseorang untuk
menjadi pemimpin kafilahnya. Beberapa nama diusulkan orang, namun, tidak satu pun yang
berkenan di hatinya.

Mendengar itu, Abu Thalib mendatangi Khadijah dan menawarkan kepadanya Muhammad,
keponakannya yang baru berusia 25 tahun, untuk menjadi agen Khadijah. Abu Thalib tahu
bahwa Muhammad belum cukup berpengalaman, tetapi ia sangat yakin bahwa Muhammad lebih
dari sekadar mampu.

Sebagaimana penduduk Mekah yang lain, Khadijah pun telah mendengar nama Muhammad.
Satu hal yang Khadijah yakin adalah kejujuran Muhammad. Bukankah orang Mekah
menjulukinya "Al Amin" atau "Orang yang bisa dipercaya". Maka, Khadijah menyetujui tawaran
Abu Thalib. Bahkan ia hendak memberi imbalan dua kali lipat kepada Muhammad dari yang
biasa diberikan kepada orang lain. Oleh karena itu, Abu Thalib pulang dengan gembira.
39
Segera saja Abu Thalib dan Muhammad menemui Khadijah yang kemudian menerangkan
tentang seluk beluk perdagangan. Otak Muhammad yang cerdas bekerja dengan tangkas. Ia
segera memahami semuanya. Tidak satu penjelasan pun yang ia minta untuk diterangkan ulang.

Maka, kafilah pun disiapkan dengan suara riuh rendah. Khadijah menyertakan seorang pembantu
laki-lakinya yang terpercaya, Maisarah, untuk mendampingi Muhammad di perjalanan. Diantar
Abu Thalib dan paman-pamannya yang lain, Muhammad datang pada hari yang telah ditentukan.
Mereka disambut seorang paman Khadijah yang sedang menanti mereka dengan surat-surat
perdagangan.

Pemimpin kafilah membunyikan tanda dan semuanya segera berangkat. Pada musim panas,
kafilah Mekah berangkat menjelang senja dan terus berjalan pada malam hari. Mereka
beristirahat pada siang hari karena perjalanan siang akan sangat melelahkan semua orang.
Maka, berangkatlah Muhammad menempuh jalur yang pernah ditempuh bersama pamannya 13
tahun yang lalu.

Imbalan untuk Muhammad

Imbalan yang diberikan Khadijah untuk seorang agen adalah dua ekor unta. Akan tetapi, Abu
Thalib minta empat ekor unta. Maka, Khadijah pun menjawab,
"Kalau permintaan itu bagi orang yang jauh dan tidak kusukai saja akan kukabulkan, apalagi
buat orang yang dekat dan kusukai."

Berdagang ke Syam

Dalam perjalanan, Muhammad mengenali bahwa Maisarah adalah teman yang baik. Dengan
senang hati, Maisarah menunjukkan dan menceritakan sejarah berbagai tempat menarik yang
mereka lewati. Muhammad juga menemui bahwa anggota kafilah yang lain sangat ramah dan
akrab terhadapnya.
Setelah satu bulan berjalan, tibalah mereka di Syria.

Setelah beristirahat beberapa hari, mulailah para pedagang menuju ke pasar. Walaupun ini
adalah pengalaman pertama. Muhammad sama sekali tidak bingung dengan tugasnya. Maisarah
tercengang melihat kelihaian Muhammad mengambil keputusan, pikirannya yang tajam, serta
kejujurannya. Semua barang yang mereka bawa laku terjual dengan jumlah keuntungan yang
belum pernah didapatkan Khadijah sebelum itu.
Setelah itu, Muhammad membeli barang-barang berkualitas yang akan dibawa pulang ke Mekah
untuk dijual dengan harga tinggi.

Di Syria, setiap orang yang berjumpa dengan Muhammad pasti sangat terkesan olehnya.
Penampilan Muhammad sangat memesona, ramah, dan sangat besar perhatiannya pada setiap
orang. Di tengah-tengah kesibukan itu, Maisarah melihat bahwa Muhammad selalu
memanfaatkan setiap waktu senggang untuk menyendiri dan berpikir. Ini benar-benar tidak
lazim bagi Maisarah. Ia tidak menyadari bahwa tuan mudanya ini memang sangat terbiasa
meluangkan waktu untuk memikirkan nasib umat manusia.

Muhammad juga amat heran melihat perpecahan berbagai kelompok Nasrani di Syria. Setiap
masing-masing dari mereka memiliki jalan dan pendapat sendiri padahal seharusnya mereka
bergabung dalam satu kelompok. Manakah yang paling benar dari semuanya itu. Pikiran-pikiran
seperti ini membuat mata Muhammad selalu terbuka pada saat orang-orang lain terlelap tidur.
40
Akhirnya, waktu untuk pulang pun tiba. Oleh-oleh untuk handai tolan pun dibeli dan semua
barang dikemas. Waktu pulang adalah waktu yang paling menggembirakan karena mereka akan
berjumpa lagi dengan orang-orang tercinta di kampung halaman. Mereka tidak sabar lagi
mendengar tawa ria anak-anak mereka saat kembali nanti dan mereka sadar jika waktu itu tiba,
tidak akan kuat lagi mereka menahan air mata.

Hari Jum'at

Hari Jum'at pada zaman jahiliyah adalah hari bersuka ria di seluruh jazirah. Semua orang sibuk
di pasar.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa, pernah terjadi, khutbah Jum'at Rasulullah hampir
terganggu, karena saat itu datang kafilah membawa barang dagangan.
Pada hari Jum'at, semangat berdagang mengaliri darah semua orang pada saat itu.

Bagianِ22
‫محمد سيدنا علی صل اللهم‬
‫محمد سيدنا ال وعلی‬

Perasaan Khadijah

Setelah beberapa bulan, kafilah Mekah pun datang kembali. Di tempat perhentian Marr Al
Zahran, sehari perjalanan dari Mekah, para agen biasanya mendahului datang ke Mekah untuk
memberi laporan perdagangan. Muhammad pun demikian. Ia lebih dulu tiba di Mekah. Namun,
sebelum bertemu Khadijah, ia berthåwaf dulu tujuh keliling mengelilingi Ka'bah.

Dari atas balkonnya yang megah, Khadijah bergegas datang menyambut dan Muhammad pun
melaporkan hasil penjualan, barang yang dibeli, serta berbagai pengalaman kecil dalam
perjalanan. Saat itu, Khadijah sudah sangat terkesan dengan hasil yang diperoleh Muhammad,
tetapi itu belum seberapa. Setelah Muhammad pulang, Maisaråh menceritakan sendiri kesan-
kesannya terhadap Muhammad.

"Sungguh, belum pernah aku melihat pemuda yang demikian sempurna memandang masa depan.
Keputusan-keputusannya selalu tepat dan perkiraannya tidak pernah salah. Ia juga sangat jujur
dan sopan," demikian sebagian kisah Maisaråh.

Khadijah betul-betul sangat terkesan dengan agen barunya itu. Waraqah bin Naufal pun datang
dan mendengar sendiri kisah Maisarah tentang Muhammad. Ada hal yang aneh pada diri
Maisarah. Biasanya, ia sangat menekankan laporannya pada masalah-masalah bisnis. Akan
tetapi, kini persoalan dagang seolah-olah menjadi hal kecil. Yang dibicarakan Maisarah kali ini
hanya tentang Muhammad, Muhammad, dan Muhammad. Padahal, keuntungan yang mereka
dapat kali ini benar-benar luar biasa. Jika dikatakan bahwa Khadijah memiliki "Sentuhan Emas",
tepatlah apabila Muhammad disebut memiliki "Sentuhan penuh berkah".

Ketika Waraqah telah mendengar semua itu, ia tenggelam dalam pemikiran yang sungguh-
sungguh. Setelah cukup lama berdiam diri, ia berkata kepada Khadijah,

"Mendengar darimu dan dari Maisarah mengenai Muhammad dan juga dari apa yang kulihat
sendiri, aku berpendapat bahwa ia memiliki semua sifat dan kemampuan sebagai seorang utusan
41
Allah. Mungkin dialah yang ditakdirkan untuk menjadi salah seorang di antara para rasul pada
masa yang akan datang."

Pernikahan Agung

Khadijah memiliki teman seorang wanita bangsawan bernama Nafisah binti Munyah. Nafisah
tahu setelah suami kedua Khadijah meninggal, banyak bangsawan Quraisy yang melamarnya,
namun Khadijah menolak. Nafisah tahu bahwa Khadijah takut semua lamaran itu hanya
bertujuan mengincar hartanya. Lebih dari itu, Nafisah juga tahu bahwa yang diinginkan Khadijah
adalah seorang laki-laki berakhlak agung. Nafisah juga tahu bahwa ada satu laki-laki yang
seperti itu di Mekah, ia adalah Muhammad.

Karena itulah, begitu Khadijah membuka diri kepadanya tentang Muhammad, Nafisah tidak
terkejut lagi. Khadijah meminta Nafisah mencari jalan untuk mengetahui bagaimana pandangan
Muhammad tentang dirinya. Maka, ketika Muhammad dalam perjalanan pulang dari Ka'bah,
Nafisah menghentikannya. Nafisah pun bertanya,

"Wahai Muhammad, Anda telah menjadi seorang pemuda. Banyak lelaki yang lebih muda dari
Anda telah menikah dan beberapa di antaranya bahkan telah mempunyai anak. Mengapa Anda
tidak menikah?"

"Aku belum mampu menikah, ya Nafisah. Aku belum mempunyai kekayaan yang cukup untuk
menikah."

"Apa jawaban Anda jika ada seorang wanita yang cantik, kaya, dan terhormat mau menikah
dengan Anda walaupun Anda belum mampu?"

Muhammad balik bertanya dengan sedikit terperangah,


"Siapakah wanita itu?"

Nafisah tersenyum, "Wanita itu adalah Khadijah putri Khuwailid."

Alis Muhammad tambah terangkat,

"Khadijah? Bagaimana mungkin Khadijah mau menikah denganku? Bukankah Anda tahu bahwa
banyak bangsawan kaya raya dan kepala-kepala suku di Arab ini yang telah melamarnya dan ia
telah menolak mereka semua?"

"Jika Anda mau menikahinya, katakan saja dan serahkan semuanya kepadaku. Aku akan
mengurus semuanya."

Ketika itu Abu Thalib menyetujuinya, Muhammad pun mengiyakan Nafisah. Maka, pernikahan
pun dilangsungkan.
Sebagai pengantin, Muhammad datang didampingi paman-pamannya yang ikut berbahagia.

Perawakan Muhammad

Jarang ada pernikahan dilangsungkan demikian agung. Dalam acara itu, semua pemimpin
Quraisy dan pembesar Mekah diundang. Mempelai laki-laki menunggang kuda yang gagah
diiringi para pemuda Bani Hasyim yang menghunus pedang. Sementara itu, kaum wanita Bani
Hasyim berjalan lebih dulu dan telah diterima di rumah mempelai wanita.
42
Rumah Khadijah yang megah saat itu telah diterangi cahaya lilin dalam lampion-lampion yang
digantung dengan rantai-rantai emas. Setiap lampion terdiri atas 7 batang lilin.

Semua pembantu Khadijah diberi seragam khusus untuk menyambut para tamu yang datang
menjelang sore hari. Kamar pengantin benar-benar istimewa. Kain sutera dan brokat digantung
begitu serasi. Lantainya tertutup karpet putih dan diharumi dupa dari guci perak.

Khadijah sendiri begitu anggun hingga tampak bercahaya seperti matahari terbit. Ia mengenakan
pakaian pengantin yang sangat indah dan jarang ada duanya saat itu. Abu Thalib adalah wakil
mempelai laki-laki dalam memberi sambutan, sedangkan Waraqah bin Naufal adalah wakil
pengantin wanita.

Tidak ada laki-laki segagah Muhammad. Paras wajahnya tampan dan indah. Perawakannya
sedang, tidak terlampau tinggi, juga tidak pendek. Rambutnya hitam sekali dan bergelombang.
Dahinya lebar dan rata di atas sepasang alis yang lengkung, lebat dan bertaut. Sepasang matanya
lebar dan hitam, di tepi putih matanya agak kemerahan, tampak lebih menarik dan kuat.
Pandangannya tajam dengan bulu mata yang hitam pekat. Hidungnya halus dengan barisan gigi
yang bercelah-celah.
Cambangnya lebar, berleher jenjang, dan indah. Dadanya lebar dengan kedua bahu yang bidang.
Warna kulitnya terang dan jernih dengan kedua telapak tangan dan kaki yang tebal. Jika berjalan,
badannya agak condong ke depan, melangkah cepat-cepat, dan pasti. Air mukanya
membayangkan renungan dan penuh pikiran, pandangan matanya menunjukkan kewibawaan,
membuat orang patuh kepadanya.

Bagianِ23
‫محمد سيدنا علی صل اللهم‬
‫محمد سيدنا ال وعلی‬

Sifat Muhammad

Muhammad telah mendapat karunia Allah dengan pernikahan ini. Dari seorang pemuda tidak
kaya, Allah telah mengangkatnya menjadi laki-laki berkedudukan tinggi dengan harta yang
mencukupi.

Seluruh penduduk Mekah memandang pernikahan ini dengan gembira dan penuh rasa hormat.
Semua undangan yang hadir berharap bahwa dari pasangan yang sangat ideal ini kelak lahir
keturunan yang akan mengharumkan nama Quraisy.

Para sesepuh dari kedua keluarga tahu bahwa Khadijah akan mendukung suaminya dengan kasih
sayang dan harta berlimpah. Sebaliknya, mereka juga berharap bahwa Muhammad yang bijak
dan cerdas akan membimbing istrinya menuju kebahagiaan hidup.

43
Kehidupan berlanjut dan keikutsertaan suami istri itu dalam pergaulan yang baik dengan
masyarakat membuat orang semakin menghormati mereka. Walau telah mendapat kehormatan
demikian itu, Muhammad tetaplah seorang yang rendah hati. Itu adalah sifatnya yang menonjol.
Jika ada yang mengajaknya berbicara, tidak peduli siapa pun itu, ia akan mendengarkan dengan
penuh perhatian tanpa menoleh kepada orang lain. Tidak saja mendengarkan dengan hati-hati,
Muhammad bahkan memutar badannya untuk menghadap orang yang mengajaknya berbicara.

Semua orang tahu bahwa bicara Muhammad sedikit. Ia justru lebih banyak mendengarkan
pembicaraan orang lain. Selain bicara, Muhammad bukanlah orang yang tidak bisa diajak
bergurau. Ia sering juga membuat humor dan mengajak orang lain tertawa, tetapi apa yang ia
katakan dalam bergurau sekali pun adalah sesuatu yang benar.

Orang menyukai Muhammad yang apabila tertawa, tidak pernah sampai terlihat gerahamnya.
Apabila marah, tidak pernah sampai tampak kemarahannya. Orang tahu ia marah hanya dari
keringat yang tiba-tiba muncul di keningnya. Muhammad selalu menahan marah dan tidak
menampakkannya keluar.

Orang-orang menyayangi Muhammad karena ia lapang dada, berkemauan baik, dan menghargai
orang lain. Ia bijaksana, murah hati, dan sangat mudah bergaul dengan siapa saja. Namun,
dibalik semua kelembutan itu, ia mempunyai tujuan yang pasti, berkemauan keras, tegas, dan
tidak pernah ragu-ragu dalam tujuannya. Sifat-sifat demikian berpadu dalam dirinya sehingga
menimbulkan rasa hormat yang dalam bagi orang-orang yang bergaul dengan Muhammad.

Mahar Pernikahan

"Saksikanlah para hadirin," kata Waraqah bin Naufal dengan suara agak keras. "Saksikanlah
bahwa aku menikahkan Khadijah dengan Muhammad, dengan mas kawin senilai 12 ekor unta
betina."

Kambing Sedekah

Setelah upacara resmi pernikahan selesai, Muhammad memerintahkan agar seekor kambing
disembelih di depan pintu rumah Khadijah dan membagikan dagingnya kepada fakir miskin. Itu
belum termasuk para undangan yang menghadiri jamuan pada malam harinya.
Jadi, selain diundang jamuan makan, fakir miskin pun dapat membawa pulang ke rumah
beberapa kantung daging.

Baqum Si Pedagang Romawi

Muhammad bukankah orang yang suka berpangku tangan, tetapi aktif bergaul dalam masyarakat.
Suatu hari terjadilah sebuah peristiwa yang membuat nama Muhammad menjadi semakin harum.
Peristiwa itu didahului oleh banjir besar yang melanda Mekah. Bukit-bukit di sekitar Mekah
tanpa ampun menumpahkan air hujan yang jarang turun itu ke kota yang tepat berada di bawah.
Banjir itu menyebabkan dinding Ka'bah yang memang sudah lapuk jadi retak dan terancam
runtuh.

Sebenarnya, sebelum banjir tiba, sudah ada gagasan untuk memperbaiki Ka'bah, tetapi orang-
orang takut apabila Tuhan Ka'bah marah. Setelah banjir, tidak bisa dielakkan lagi bahwa dinding
Ka'bah harus diperbaiki dan ditinggikan.

44
Sudah menjadi takdir Allah bahwa waktu itu juga tersiar berita ada sebuah kapal Romawi
terdampar di laut Merah, dekat dengan pelabuhan Syu'aibah. Kapten kapal Romawi itu adalah
seorang Nasrani yang berasal dari Mesir. Baqum, namanya.

Orang-orang Mekah mengutus Walid bin Mughirah dan serombongan orang untuk membeli
kapal itu, membongkar kayu kayunya, dan mengangkutnya untuk membangun kembali Ka'bah.
Baqum pun akhirnya dikontrak sebagai ahli kayu.

Pada mulanya, tidak seorang pun berani membongkar dinding Ka'bah walau sedikit, karena takut
dikutuk Tuhan. Mungkin mereka masih ingat dengan jelas apa yang menimpa Abrahah dan
pasukan gajahnya saat ingin menghancurkan Ka'bah.
Akan tetapi, akhirnya, Walid bin Mughirah memberanikan diri merombak sudut bangunan
bagian selatan. Setelah itu, ia menunggu sampai besok. Ketika pagi tiba dan ia tidak juga
dikutuk, mereka pun mulai melakukan pembenahan Ka'bah.

Bagianِ24
‫محمد سيدنا علی صل اللهم‬
‫محمد سيدنا ال وعلی‬

Membangun Ka'bah

Dalam pengerjaan Ka'bah orang-orang Quraisy dibagi menjadi empat bagian. Setiap kabilah
masing-masing mendapat pekerjaan satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali.

Pemugaran Ka'bah dimulai dengan memindahkan patung Hubal dan patung kecil lainnya.
Setelah itu, pekerjaan dilanjutkan dengan membersihkan pelataran dan membongkar dinding
serta fondasi. Muhammad ikut terlibat dalam pekerjaan yang berlangsung berhari-hari itu.

Ada sebuah batu fondasi berwarna hijau yang tidak bisa dibongkar dengan cara apa pun. Karena
itu, batu itu mereka biarkan. Selanjutnya, didatangkanlah batu-batu granit biru dari bukit
sekitarnya. Sebuah bahan pencampur semen bernama bitumen yang didatangkan dari Syria pun
mulai digunakan.

Pemugaran Ka'bah ini sebenarnya lebih menyerupai perbaikan hasil karya Nabi Ibrahim dan
Nabi Ismail.

Pondasi Ka'bah ditinggikan sampai empat hasta ditambah satu jengkal atau sekitar dua meter.
Dalamnya diuruk tanah menjadi lantai yang sulit dicapai air apabila banjir datang kembali.
Bersamaan dengan itu, pintu di sisi timur laut pun diangkat setinggi pondasi. Dinding dinaikkan
sampai 18 hasta. Saat itulah Ka'bah mulai diberi atap bekas kapal yang kandas itu. Sebuah
tangga untuk naik turun juga disiapkan. Kini Ka'bah bebas dari banjir. Isinya terlindungi dari
hujan, panas dan tangan jahil pencuri.

Pembangunan berjalan lancar sesuai dengan rencana sampai dinding tembok mencapai tinggi
satu setengah meter dan tiba saatnya batu hitam, Hajar Aswad, ditempatkan kembali ke
tempatnya semula di sudut timur.

45
Karena ini merupakan upacara suci penuh kehormatan, berebut lah setiap kabilah untuk
melaksanakannya. Kabilah Abdu Dar merasa lebih berhak daripada Kabilah lain sehingga kedua
kelompok saling beradu mulut sampai suasana menjadi semakin panas.

Di tengah keadaan itu, muncul Abu Umayyah bin Al Mughirah. Ia adalah orangtua yang
dihormati dan dipatuhi. Ia pun mengajukan sebuah usul yang disetujui oleh semua pihak,
"Serahkanlah putusan ini di tangan orang yang pertama kali memasuki pintu Shafa."

HAJAR ASWAD

Ternyata yang datang pertama kali dari pintu Shafa adalah Muhammad. Orang-orang pun
bersorak lega.

"Ini dia Al Amin" seru mereka.


"Dia adalah orang yang bisa dipercaya. Kami yakin dia bisa memecahkan persoalan ini. Kami
akan menerima putusannya."

Orang-orang Quraisy pun menceritakan persoalan yang mereka alami. Muhammad yang saat itu
belum berumur 30 tahun, memandang mereka dengan matanya yang teduh dan bijaksana.
Muhammad melihat berkobarnya api permusuhan pada mata setiap orang dari masing-masing
kabilah Quraisy. Keadaan ini benar-benar genting. Kalau salah mengambil keputusan, akan
terjadi pertumpahan darah di antara kabilah-kabilah itu.

Muhammad berpikir sejenak, lalu dia berkata,


"tolong bawakan sehelai kain."

Kain pun segera diberikan. Muhammad mengambil dan menghamparkan kain itu. Dia lalu
mendekati Hajar Aswad. Diangkatnya batu hitam itu dan diletakkan di tengah-tengah.

"Hendaknya, setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini," kata beliau lagi.

Kemudian, para ketua kabilah memegang ujung kain dan bersama-sama mengangkat Hajar
Aswad. Di tempat Hajar Aswad semula berada. Muhammad mengangkat dan meletakkannya
kembali.

Semua pihak merasa amat puas dengan keputusan Muhammad yang adil itu. Demikianlah, pada
waktu muda. Rasulullah telah menjadi orang yang cerdas dan bijaksana.

Putra Putri Muhammad

Khadijah adalah wanita teladan yang terbaik. Beliau wanita yang penuh kasih, setia, dan
menyerahkan seluruh hidupnya untuk suami tercinta. Khadijah juga wanita yang subur. Setelah
lima belas tahun berumah tangga, Khadijah melahirkan enam orang anak. Mereka adalah:
Ruqayyah, Zainab, Ummi Kultsum, Fatimah, Qasim dan Abdullah.

Namun, Qasim dan Abdullah wafat ketika masih bayi, sedangkan keempat anak perempuan yang
lain tetap hidup hingga dewasa. Kita dapat membayangkan betapa sedihnya Muhammad dan
Khadijah kehilangan kedua putra mereka.

46
Ketika pulang ke rumah dan duduk di samping Khadijah, Muhammad sering melihat kesedihan
di wajah istrinya itu. Saat itu, mempunyai anak laki-laki bagi masyarakat jahiliah adalah hal
yang amat penting dan dianggap sebagai sebuah kebanggaan. Sebaliknya, mempunyai anak
perempuan adalah hal yang amat memalukan, bahkan banyak orang yang memilih mengubur
bayi perempuannya hidup-hidup dari pada membesarkannya.

Tentu saja Muhammad dan Khadijah tidak merasa malu memiliki anak-anak perempuan. Mereka
menyayangi semua anak mereka tanpa pilih kasih. Apalagi putri bungsu mereka, Fatimah, yang
saat itu masih berusia lima tahun, anak cantik yang sedang lucu-lucunya. Hanya saja kehilangan
dua anak laki-laki yang masih bayi merupakan derita yang berat bagi orangtua mana pun.

Kekayaan Terbesar

Rasulullah pernah berkata bahwa kekayaan terbesar adalah istri yang salehah. Khadijah adalah
kekayaan terbesar Rasulullah pada saat-saat paling sulit dalam hidup beliau.

Bagianِ25
‫محمد سيدنا علی صل اللهم‬
‫محمد سيدنا ال وعلی‬

Rumah Tangga Muhammad

Muhammad selalu membuat suasana rumahnya menjadi hidup dengan canda dan keramahan.
Beliau suka berkelakar kepada siapa pun. Bukan hanya kepada istri dan putri-putrinya, beliau
juga amat ramah kepada pembantunya.

Sejak muda, Rasulullah amat gemar memakai parfum. Bau wewangian itu akan membuat orang-
orang di sekitar beliau merasa senang. Rasulullah tidak menyukai baju berwarna merah. Beliau
lebih suka baju berwarna lurik atau putih. Rasulullah juga gemar memakai surban dengan salah
satu ujungnya menggelantung antara pundak.
Beliau tidak pernah menggunakan baju yang seluruhnya terbuat dari sutera.

Kemudian datanglah satu orang yang amat Rasulullah sayangi. Begitu sayangnya sampai beliau
mengangkatnya sebagai anak.

Zaid bin Haritsah

Suatu hari, keponakan Khadijah yang bernama Hakim bin Hizam membawa seorang budak laki-
laki bernama Zaid bin Haritsah. Zaid dibawa ke rumah Khadijah dalam keadaan mengenaskan.
Lehernya dibelenggu sehingga ia terpaksa merangkak seperti seekor kuda. Bunda Khadijah
membeli Zaid dan memperlakukannya dengan baik.

Muhammad amat menyukai Zaid. Apalagi ketika Zaid bercerita bahwa ia dijadikan budak
dengan cara diculik.

Lima belas tahun yang lalu, Zaid kecil sedang berjalan pulang bersama ibunya ketika datang para
perampok gurun. Zaid disergap dan dibawa lari. Sejak itulah ia hidup sebagai seorang budak
yang diperjualbelikan ke sana kemari. Nasiblah yang membawanya bertemu dengan Rasulullah,
orang yang amat Zaid cintai.
47
Melihat Muhammad amat menyayangi Zaid, Khadijah memberikan Zaid kepada suaminya itu.
Khadijah yang bijaksana mengerti bahwa suaminya menganggap Zaid seolah sebagai pengganti
Qasim dan Abdullah yang telah tiada. Muhammad segera memerdekakan Zaid. Namun, secara
tidak terduga, datanglah Haritsah, ayah Zaid.

Haritsah telah bertahun-tahun mencari Zaid sejak anaknya itu menghilang. Haritsah amat
menyayangi dan merindukan Zaid sehingga ia membuat puisi kesedihan tentang anaknya itu.
Zaid pun amat menyayangi ayahnya.

"Silakan membawa Zaid pulang," kata Muhammad kepada Haritsah. "Tetapi, seandainya Zaid
memilih tetap bersama saya, saya tidak akan menolaknya."

Ternyata, Zaid lebih memilih tinggal bersama Muhammad. Muhammad amat bahagia sehingga
mengangkat Zaid sebagai putra beliau. Sejak saat itu, Zaid sering dipanggil Zaid bin
Muhammad.

Di kemudian hari, Allah melarang anak angkat mewarisi harta ayah angkatnya yang telah wafat.
Harta seorang ayah tetaplah menjadi hak anak kandung, bukan anak angkat. Maha adil Allah
Yang Agung.

Gua Hira

"Berhala berhala yang bernama Hubal, Lata dan Uzza itu tidak pernah menciptakan seekor lalat
sekali pun, bagaimana mungkin mereka akan mendatangkan kebaikan bagi manusia?" demikian
pikir Muhammad.

"Siapakah yang berada di balik semua ini? Siapa yang berada di balik luasnya langit dan tebaran
bintang? Siapa yang berada di balik padang pasir yang panas terbakar kilauan matahari? Siapa
pencipta langit yang jernih dan indah, langit yang bermandi cahaya bulan dan bintang yang
begitu lembut, begitu sejuk? Siapa pembuat ombak yang berdebur dan penggali laut yang begitu
dalam? Siapa yang berada di balik semua keindahan ini?"

Demikianlah Muhammad tidak mencari kebenaran dalam kisah-kisah lama atau tulisan para
pendeta. Ia mencari kebenaran lewat alam. Ia mengasingkan dirinya dari keramaian dan pergi ke
Gua Hira.

"Betapa sia-sianya hidup manusia, waktu terus berlalu, sementara jiwa-jiwa rusak karena
dikuasai khayal tentang berhala-berhala yang mampu melakukan ini dan itu. Betapa sia-sianya
hidup manusia karena tertipu dengan segala macam kemewahan yang tiada berguna.'"

Beliau mengasingkan diri seperti itu beberapa hari setiap bulan dan sepanjang bulan Ramadhan.
Semakin lama, jiwanya semakin matang dan semakin terisi penuh. Sampai suatu ketika, saat usia
Muhammad menginjak 40 tahun, datanglah seseorang yang bukan dari dunia ini menemui beliau
di Gua Hira. Muhammad yang pemberani dan tenang itu amat terkejut melihatnya.

Bagianِ26
‫محمد سيدنا علی صل اللهم‬
48
‫محمد سيدنا ال وعلی‬

Diangkat Menjadi Utusan Allah

Makhluk yang datang itu adalah Malaikat Jibril. Ia datang membangunkan Muhammad yang
sedang tidur karena kelelahan. Jibril berkata kepada Muhammad, "Iqra (Bacalah)!"

Dengan hati yang masih rasa terkejut, Muhammad menjawab, "Apa yang harus saya baca."

Kemudian Malaikat Jibril mendekap sehingga Muhammad merasa lemas. Jibril melepaskan
dekapannya, lalu berkata lagi, "Bacalah!"

Kejadian itu berulang sampai tiga kali. Kemudian, setelah Muhammad berkata, "Apa yang harus
saya baca?" barulah Jibril membacakan Surat Al 'Alaq ayat pertama hingga ayat kelima:

ْ‫َخلَقَِ الذي َربكَِ باسْمِ ا ْق َرِأ‬

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,


Surah Al-'Alaq (96:1)

َ ‫ن ْاْل ْن‬
َِ‫سانَِ َخلَق‬ ِْ ‫َعلَقِ م‬

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.


Surah Al-'Alaq (96:2)

ْ‫ْاْل َ ْك َرمِ َو َربُّكَِ ا ْق َرِأ‬

Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,


Surah Al-'Alaq (96:3)

َ ِ‫ب ْالقَلَم‬
‫عل َِم الذي‬

Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,


Surah Al-'Alaq (96:4)

َ ‫َي ْعلَ ِْم لَ ِْم َما ْاْل ْن‬


ِ‫سانَِ َعل َم‬

Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.


Surah Al-'Alaq (96:5)

Setelah mengucapkan ayat-ayat itu, Malaikat Jibril pun pergi meninggalkan Muhammad yang
hatinya terhujam oleh firman Allah tadi.

Muhammad mendadak tersentak sadar. Beliau terbangun dari ketakutan sambil bertanya-tanya
dalam hati, "Siapa gerangan yang kulihat tadi? Apakah aku telah diganggu jin?"

Beliau menoleh ke kiri dan ke kanan, tetapi tidak ada siapa pun. Muhammad diam sebentar
dengan tubuh gemetar. Beliau lalu lari ke luar gua, menyusuri celah-celah gunung sambil
mengulang pertanyaan dalam hati, "Siapa gerangan yang menyuruhku membaca tadi?"

49
Mendadak, Muhammad mendengar namanya dipanggil. Panggilan tersebut terasa dahsyat sekali.
Beliau memandang ke cakrawala dan melihat malaikat dalam bentuk manusia. Muhammad
tertegun ketakutan dan terpaku di tempatnya. Ia memalingkan wajah, tetapi di seluruh cakrawala,
ke mana pun beliau memandang rupa malaikat yang indah itu tidak juga berlalu.

Ketulusan Khadijah

Di rumah, Khadijah tiba-tiba merasa khawatir dengan nasib suaminya. Beliau mengutus orang
untuk mencari suaminya itu, tetapi tidak berhasil menemukannya.

Sementara itu, setelah rupa malaikat menghilang, Muhammad berjalan pulang dengan hati yang
sudah di penuhi wahyu Allah. Dengan jantung yang terus berdenyut keras dan hati berdebar
ketakutan, beliau pulang ke rumah.

"Selimuti aku," pinta Muhammad kepada Khadijah.

Khadijah segera menyelimuti suaminya yang menggigil kedinginan seperti terkena demam.
Setelah rasa takutnya mereda, beliau memandang Khadijah dengan tatapan mata meminta
kekuatan dan perlindungan.

"Khadijah, kenapa aku?" kata Muhammad.

Kemudian, Muhammad menceritakan semua yang telah terjadi. Beliau juga berkata bahwa ia
takut semua itu bukan datang dari Allah, melainkan gangguan jin.

"Wahai putra pamanku," jawab Khadijah penuh sayang, "bergembiralah dan tabahkan hatimu.
Demi Dia yang memegang hidup Khadijah, aku berharap kiranya engkau akan menjadi nabi atas
umat ini. Sama sekali Allah takkan mencemoohkanmu sebab engkaulah yang mempererat tali
kekeluargaan dan jujur dalam berkata-kata. Engkau selalu mau memikul beban orang lain dan
menghormati tamu serta menolong mereka yang dalam kesulitan atas jalan yang benar."

Kata-kata Khadijah itu menuangkan rasa damai dan tenteram ke dalam hati suaminya yang
sedang gelisah. Khadijah benar-benar yakin bahwa suaminya itu bukan diganggu jin. Beliau
malah memandang suaminya itu dengan penuh rasa hormat.

Muhammad pun segera tenang kembali. Beliau memandang Khadijah dengan penuh kasih dan
rasa terimakasih.
Tiba tiba, sekujur tubuhnya terasa amat letih dan beliau pun tertidur lelap.

Sejak saat itu, berakhirlah kehidupan tentang seorang Muhammad. Mulai saat itu, kehidupan
penuh perjuangan keras dan pahit akan dilaluinya sebagai seorang Rasulullah, utusan Allah.

Kabar dari Waraqah bin Naufal

Khadijah menatap suaminya yang tertidur pulas itu. Dilihatnya kembali suaminya yang tertidur
dengan nyenyak dan tenang sekali. Khadijah membayangkan apa yang baru saja dituturkan
suaminya. Firman Allah dan Malaikat yang indah. Luar biasa!

"Semoga kekasihku ini memang akan menjadi seorang nabi untuk menuntun umat ini keluar dari
kegelapan," demikian pikir Khadijah.

50
Saat berpikir demikian, senyumnya mengembang. Namun, senyum itu segera menghilang,
berganti rasa takut memenuhi hati tatkala dibayangkan nasib yang bakal menimpa suaminya itu
apabila orang-orang ramai menentangnya.

Demikianlah, pikiran bahagia dan sedih terus berganti-ganti dalam benak Khadijah. Akhirnya,
beliau memutuskan untuk menceritakan hal ini kepada seseorang bijak yang dipercayanya.

Khadijah pun pergi menemui pamannya, Waraqah bin Naufal, seorang pendeta Nasrani yang
jujur, dan menceritakan semua yang didengarnya dari Muhammad.

Waraqah bertafakur sejenak, lalu berkata, "Mahasuci Ia, Mahasuci. Demi Dia yang memegang
hidup Waraqah. Khadijah, percayalah, suamimu telah menerima 'namus besar' 1) seperti yang
pernah diterima Musa. Sungguh, dia adalah nabi umat ini. Katakan kepadanya supaya tetap
tabah."

Khadijah pulang. Dilihatnya suaminya masih tertidur. Dipandanginya suaminya itu dengan rasa
kasih dan penuh ikhlas, bercampur harap dan cemas. Tiba-tiba, tubuh suaminya menggigil,
napasnya terlihat sesak dengan keringat memenuhi wajah.

_______
1) Namus Besar

Namus besar yang dimaksud Waraqah bin Naufal berasal dari bahasa Yunani, noms, artinya
kitab undang-undang atau kitab suci yang diwahyukan. Namus bukan istilah dalam Al Qur'an.

Bagianِ27
َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬
‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Orang yang Berselimut

Muhammad yang kini telah menjadi Rasulullah terbangun karena mendengar Malaikat Jibril
membawakan wahyu kepadanya,

‫ْالمدثرِ أَيُّ َها َيا‬

Hai orang yang berkemul (berselimut), (QS: Al-Muddassir 74:1)

ِ‫فَأ َ ْنذ ِْر ق ْم‬

bangunlah, lalu berilah peringatan! (74:2)

َِ‫فَكَب ِْر َو َربك‬

dan Tuhanmu agungkanlah! (74:3)

َ َ‫ف‬
َِ‫طه ِْر َوثيَا َبك‬

dan pakaianmu bersihkanlah, (74:4)


51
ُّ ‫فَا ْهج ِْر َو‬
َِ‫الرجْ ز‬

dan perbuatan dosa tinggalkanlah, (74:5)

ِْ ‫تَ ْستَ ْكثرِ ت َْمن‬


ِ‫ن َو َّل‬

dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. (74:6)

ْ ‫فَا‬
َِ‫صب ِْر َول َربك‬

Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. (74:7)

Khadijah memandang Rasulullah dengan kasih yang bertambah besar. Beliau perlahan
mendekati suaminya. Khadijah dengan lembut memintanya agar kembali tidur.

"Waktu tidur dan istirahat sudah tidak ada lagi, Khadijah," demikian jawab Rasulullah.

"Jibril membawa perintah supaya aku memberi peringatan kepada umat manusia, mengajak
mereka, dan supaya mereka beribadah hanya kepada Allah. Namun, siapa yang akan kuajak?
Siapa pula yang akan mendengarkan?"

Khadijah cepat cepat menentramkan hati suaminya. Diceritakannya apa yang tadi dikatakan
Waraqah. Dengan penuh semangat, Khadijah menyatakan diri sebagai orang yang mengimani
Rasulullah.

Dengan demikian, tercatat dalam sejarah bahwa orang pertama yang memeluk Islam adalah
Khadijah.

Untuk lebih menentramkan Rasulullah, Khadijah meminta suaminya memberitahu dirinya


apabila malaikat datang.

Kemudian Jibril memang datang, namun hanya Rasulullah yang dapat melihatnya. Khadijah
mendudukkan Rasulullah di pangkuan sebelah kiri, lalu ke pangkuan sebelah kanan. Malaikat
Jibril masih terlihat oleh Rasulullah. Namun, ketika Khadijah melepas penutup wajahnya,
Rasulullah melihat Sang Malaikat menghilang.

Dari kejadian itu, Bunda Khadijah merasa yakin bahwa yang datang itu benar-benar malaikat,
bukan jin.

Bertemu Waraqah

Tidak lama kemudian, Rasulullah bertemu dengan Waraqah bin Naufal. Saat itu, Rasulullah
sedang melaksanakan thawaf. Sesudah Rasulullah menceritakan keadaannya, Waraqah berkata,
"Demi Dia yang memegang hidup Waraqah, engkau adalah nabi atas umat ini. Engkau telah
menerima Namus Besar seperti yang pernah disampaikan kepada Musa. Pastilah kau akan
didustakan, disiksa, diusir, dan diperangi orang. Kalau sampai pada waktu itu aku masih hidup,
pasti aku akan membela yang di pihak Allah dengan pembelaan yang sudah diketahui-Nya pula."

Kemudian, Waraqah mendekat dan mencium ubun-ubun Rasulullah.

52
Kini Rasulullah memalingkan wajah ke sekitarnya, melihat orang-orang yang menyembah
patung-patung batu. Orang-orang ini juga menjalankan riba dan memakan harta anak yatim.
Mereka jelas-jelas berada dalam kesesatan. Kepada orang orang inilah Rasulullah diperintahkan
untuk menyeru agar mereka menghentikan perbuatan perbuatan itu.

Namun, apakah mereka mau berhenti begitu saja? Orang orang Quraisy itu benar-benar amat
kuat dalam memegang keyakinan mereka.

Orang orang itu bahkan siap berperang dan mati untuk mempertahankan keyakinan mereka.
Untuk itu, Rasulullah memerlukan datangnya wahyu penuntun lagi.

Namun, wahyu yang dinanti Rasulullah ternyata tidak juga turun. Jibril tidak pernah datang lagi
untuk waktu yang lama. Rasulullah merasa amat terasing. Rasa takutnya kembali muncul. Beliau
takut jika Allah melupakan bahkan tidak menyukainya. Rasulullah kembali pergi ke bukit dan
menyendiri lagi di Gua Hira. Ingin rasanya beliau membumbung tinggi dengan sepenuh jiwa,
menghadap Allah, dan bertanya mengapa dirinya seolah ditinggalkan.

Apa gunanya hidup ini kalau harapan besar Rasulullah untuk menuntun umat ternyata menjadi
kering. Rasulullah saat itu, benar benar hampir merasa putus asa.

Surat Adh Dhuha

Tiba-tiba, wahyu itu turun:

ِ‫ض َحى‬
ُّ ‫َوال‬

Demi waktu matahari sepenggalahan naik,


Surah Ad-Duha (93:1)

ِ‫س َجىِ إذَا َوالليْل‬


َ

dan demi malam apabila telah sunyi (gelap), (93:2)

‫قَلَىِ َو َما َربُّكَِ َود َعكَِ َما‬

Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. (93:3)

ِ‫ْاْلولَىِ منَِ لَكَِ َخيْرِ َولَ ْْلخ َرة‬

Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan).
(93:4)

ِ‫ف‬ َ َ‫ضىِ َربُّكَِ ي ْعطيكَِ َول‬


َ ‫س ْو‬ َ ‫فَت َْر‬

Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas.
(93:5)

ِ‫فَ َآوىِ يَتي ًما يَجدْكَِ أَلَ ْم‬

Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? (93:6)

53
ًِ ‫ض‬
َِ‫اّل َو َو َجدَك‬ َ ِ‫فَ َهدَى‬

Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. (93:7)

ِ ً ‫فَأ َ ْغنَىِ َعائ‬


َِ‫ال َو َو َجدَك‬

Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.
(93:8)

َِ ‫ال ْاليَت‬
‫يم فَأَما‬ ِ َ َ‫ت َ ْق َه ِْر ف‬

Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.


(93:9)

‫ل َوأَما‬ ِ َ َ‫ت َ ْن َه ِْر ف‬


َِ ‫ال السائ‬

Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.


(93:10)

‫ث َربكَِ بن ْع َمةِ َوأَما‬


ِْ ‫فَ َحد‬

Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan. (93:11)

Rasa cemas dan takut di hati Rasulullah kini hilang sudah. Betapa damainya firman Allah itu
terasa di hati beliau. Rasulullah harus menjauhi setiap perbuatan mungkar dan membersihkan
pakaian. Beliau harus mengajak orang mengingat Allah. Beliau harus tabah menghadapi
gangguan, tidak boleh menolak orang yang meminta bantuan, dan berlaku lembut kepada anak
yatim.

Allah juga mengingatkan bahwa Rasulullah yatim, lalu Allah melindunginya lewat asuhan
kakeknya, Abdul Muthalib, dan pamannya, Abu Thalib.

Dulu, Rasulullah hidup miskin, lalu Allah memberinya kekayaan. Allah pula yang telah
menyandingkan beliau dengan Khadijah, yang menjadi kawan semasa muda, kawan semasa
beliau ber-tahannuts, kawan yang penuh cinta kasih, yang memberi nasihat dengan rasa kasih
sayang.

Allah telah mendapati Rasulullah tidak tahu jalan, lalu diberi-Nya beliau petunjuk kenabian.
Cukuplah semua itu. Hendaklah mulai sekarang, Rasulullah mengajak orang kepada kebenaran,
sedapat mungkin, sekuat mungkin.

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Bagian 28
Shalat

54
Shalat adalah satu di antara ibadah pertama yang diajarkan Allah kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬. Suatu
saat, ketika Rasulullah ‫ ﷺ‬dan Khadijah sedang melaksanakan shalat, datanglah Ali bin Abu
Thalib. Ali yang saat itu masih anak-anak, tertegun melihat Rasulullah ‫ ﷺ‬dan Khadijah rukuk,
sujud, serta membaca ayat-ayat Al Qur'an.

"Kepada siapa kalian sujud?" tanya Ali ketika Rasulullah ‫ ﷺ‬dan Khadijah selesai shalat.

"Kami sujud kepada Allah," jawab Rasulullah, "Allah telah mengutusku dan memerintahkan aku
mengajak manusia menyembah Allah."

Kemudian, Rasulullah ‫ ﷺ‬mengajak sepupunya itu untuk beribadah kepada Allah semata serta
meninggalkan berhala-berhala semacam Lata dan Uzza. Rasulullah pun membacakan beberapa
ayat Al Qur'an yang membuat Ali bin Abu Thalib terpesona karena ayat-ayat itu demikian indah.

Ali meminta waktu untuk berunding dengan ayahnya terlebih dahulu. Semalaman itu, Ali merasa
gelisah.
Esoknya, ia memberitahukan kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬dan Khadijah bahwa ia akan mengikuti
mereka berdua, tidak perlu meminta pendapat ayahnya, Abu Thalib.

"Allah menjadikan saya tanpa saya perlu berunding dulu dengan Abu Thalib," demikian kata Ali,
"apa gunanya saya harus berunding dengan dia untuk menyembah Allah?"

Jadi, Ali adalah anak pertama yang memeluk Islam. Kemudian, Zaid bin Haritsah, bekas budak
yang ikut Rasulullah ‫ ﷺ‬, ikut masuk Islam juga.
Sampai di situ, Islam masih terbatas pada keluarga Rasulullah: istri beliau, sepupu beliau, serta
bekas budak yang ikut beliau. Apa yang harus beliau lakukan untuk menyebarkan Islam lebih
luas lagi? Beliau tahu betul betapa kerasnya dan betapa kuatnya orang-orang Quraisy
menyembah berhala yang diwarisi dari nenek moyang mereka.

Walau demikian, Islam ini harus disebarkan, betapa pun kerasnya perlawanan orang.

Keislaman Abu Bakar

Abu Bakar bin Abu Quhafa dari kabilah bani Taim adalah teman akrab Rasulullah ‫ ﷺ‬sejak
zaman sebelum Rasulullah diangkat menjadi utusan Allah. Rasulullah amat menyukai
sahabatnya itu karena Abu Bakar adalah orang yang bersih, jujur, dan dapat dipercaya.

Suatu hari, Abu Bakar mendengar desas-desus tentang Rasulullah ‫ ﷺ‬. Beliau segera keluar
mencari sahabatnya itu. Ketika mereka bertemu, Abu Bakar bertanya kepada Rasulullah,

"Wahai Abu Qasim (salah satu panggilan Rasulullah), ada apa denganmu? Kini engkau tidak lagi
terlihat di majelis kaummu dan kudengar orang-orang menuduh, bahwa engkau telah berkata
buruk tentang nenek moyangmu dan masih banyak lagi yang mereka katakan."

"Sesungguhnya, aku adalah utusan Allah," sabda Rasulullah ‫ ﷺ‬,

55
"Allah mengutusku untuk menyampaikan risalah-Nya. Sekarang, aku mengajak kamu kepada
agama Allah dengan keyakinan yang benar. Demi Allah, sesungguhnya, apa yang kusampaikan
adalah kebenaran. Wahai Abu Bakar, aku mengajak kamu untuk menyembah Allah yang Maha
Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya, dan janganlah menyembah kepada selain-Nya, dan untuk
selamanya kamu taat kepada-Nya."

Rasulullah ‫ ﷺ‬memperdengarkan beberapa ayat Al Qur'an. Selesai Rasulullah berbicara, Abu


Bakar langsung memeluk Islam. Melihat keislaman sahabatnya itu, Rasulullah amat gembira.
Tidak seorang pun yang ada di antara dua gunung di Mekah yang kegembiraannya melebihi
kegembiraan Rasulullah saat itu.

Abu Bakar segera mengumumkan keislamannya itu kepada teman-temannya. Beliau juga
mengajak mereka mengikuti Rasulullah.
Dalam waktu singkat, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Sa'ad
bin Abu Waqash pun menemui Rasulullah dan masuk Islam.

Keislaman Utsman bin Affan

Utsman bin Affan menuturkan sendiri tentang keislamannya:

"Aku datang kepada bibiku Urwah binti Abdul Muthalib untuk menjenguknya karena ia sakit.
Tidak lama kemudian, Rasulullah ‫ ﷺ‬datang ke tempat itu juga dan aku perhatikan beliau.
Waktu itu, tampak jelas kebesarannya. Beliau pun menghampiri aku dan berkata,
"Wahai Utsman, mengapa kau memerhatikan aku begitu rupa?"

"Aku menjawab, 'Aku merasa kagum terhadap engkau dan terhadap kedudukan engkau di antara
kami. Aku juga kagum dengan apa yang dibicarakan orang-orang mengenai dirimu."

Utsman melanjutkan, "Kemudian, Rasulullah mengucapkan kalimat 'Laa illaha illallah'. Demi
Allah, mendengar kalimat itu, aku langsung bergetar. Kemudian, Rasulullah membacakan ayat,

‫ تو َعدونَِ َو َما ر ْزقك ِْم الس َماءِ َوفي‬٢٢

ِ‫ل لَ َحقِ إنهِ َو ْاْل َ ْرضِ الس َماءِ فَ َو َرب‬


َِ ْ‫ ت َ ْنطقونَِ أَنك ِْم َما مث‬٢٣

"Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu. Maka, demi
Tuhan langit dan bumi, sungguh, apa yang dijanjikan itu pasti terjadi seperti apa yang kamu
ucapkan."
(Adz Dzariyat, 51: 22-23).

Kemudian, Rasulullah ‫ ﷺ‬berdiri dan pergi keluar. Aku pun mengikuti beliau dari belakang.
Kemudian, aku menghadap beliau dan aku masuk Islam."

Pengorbanan Seorang Istri

Khadijah yang berasal dari kalangan bangsawan Mekah, sadar betul bahwa suaminya kelak akan
dibenci oleh orang-orang kafir. Beliau berjuang di sisi suaminya, memilih Islam, dan menjadi
pengikut pertama.

56
Khadijah menukar segala harta miliknya dengan kejayaan Islam yang tidak pernah beliau
nikmati.

Bagian 29
َ ‫حمدِ سيدنا َعلَى‬
‫صلِ اَلله ِم‬ َِ ‫م‬
َ
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلى َِو‬

Kaum Muslimin Awal

Mengetahui betapa kerasnya kebencian orang-orang Quraisy, kaum Muslimin permulaan


(Assaabiquunal Awaluun), melaksanakan ibadah mereka secara sembunyi-sembunyi. Jika
hendak shalat mereka pergi ke celah-celah gunung di Mekah. Keadaan ini berlangsung selama
tiga tahun berturut-turut. Sementara itu, sedikit demi sedikit Islam semakin meluas. Firman Allah
yang turun satu demi satu semakin memperkuat keyakinan kaum Muslimin.

Ada satu hal yang membuat dakwah Islam berkembang, yaitu keteladan Rasulullah ‫ ﷺ‬, yang
beliau contohkan dengan sangat baik. Beliau adalah orang yang penuh bakti dan penuh kasih
sayang. Beliau juga sangat rendah hati sekaligus gagah berani. Tutur kata beliau lembut dan
selalu berlaku adil. Hak setiap orang pasti ditunaikan sebagaimana mestinya. Perlakuan
Rasulullah ‫ ﷺ‬terhadap orang-orang yang lemah, yatim piatu, orang sengsara, dan orang miskin
adalah perlakuan yang penuh kasih, lembut dan sayang.

Pada malam hari beliau tidak cepat tidur, Beliau bertahajud dan membaca wahyu yang
disampaikan Allah padanya. Beliau selalu merenung tentang nasib umatnya. Beliau juga
merenungkan betapa luar biasanya penciptaan langit, bumi dan segala isinya. Seluruh
permohonannya dihadapkan kepada Allah. Hal-hal seperti itu membuat orang-orang yang sudah
beriman semakin bertambah cintanya kepada Islam dan semakin kukuh keimanannya. Mereka
sudah berketetapan hati meninggalkan sesembahan nenek moyang mereka dan tidak takut
siksaan orang-orang kafir yang membencinya.

Kalau orang lain telah Rasulullah ‫ ﷺ‬dakwahi bagaimana dengan keluarga beliau? Apakah
beliau juga berdakwah kepada paman-paman beliau yang sebagiannya merupakan para pembesar
Quraisy yang disegani? Apa yang mereka lakukan ketika mereka tahu bahwa Rasulullah ‫ﷺ‬
mengajak meninggalkan sesembahan berhala yang telah begitu lama diwariskan oleh nenek
moyang mereka.

Jamuan Makan Untuk Kerabat

Tidak ada yang lebih dicintai Rasulullah ‫ ﷺ‬daripada kaum kerabatnya sendiri. Setelah tiga
tahun, turunlah firman Allah yang memerintahkan agar beliau berdakwah kepada kerabatnya.

ِ‫يرتَكَِ َوأَ ْنذ ْر‬


َ ‫ْاْل َ ْق َربينَِ َعش‬

57
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,
Surah Asy-Syu'ara' (26:214)

ِ‫ض‬ ْ ‫ْالمؤْ منينَِ منَِ ات َب َعكَِ ل َمنِ َجنَا َحكَِ َو‬


ْ ‫اخف‬

dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang
beriman.
Surah Asy-Syu'ara' (26:215)

ِ‫ص ْوكَِ فَإ ْن‬ ِْ ‫تَ ْع َملونَِ مما بَريءِ إني فَق‬
َ ‫ل َع‬

Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah: Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab
terhadap apa yang kamu kerjakan;
Surah Asy-Syu'ara' (26:216)

ِ‫الرحيمِ ْالعَزيزِ َعلَى َوت ََوك ْل‬

Dan bertawakkallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang,
Surah Asy-Syu'ara' (26:217)

Rasulullah ‫ ﷺ‬mengundang makan keluarga besar beliau. Mereka pun datang,

"Muhammad beri aku arak!" seru seorang paman beliau yang bernama Zubair.

Namun Rasulullah SAW hanya menyuguhkan susu. Setelah mereka makan, Rasulullah ‫ﷺ‬
berdiri dan berkata,

"Saya tidak melihat ada seorang manusia di kalangan Arab yang dapat membawa sesuatu ke
tengah-tengah masyarakat lebih baik dari yang saya bawakan kepada kamu sekalian ini.
Kubawakan kepada kamu dunia dan akhirat yang terbaik. Allah telah menyuruhku mengajak
kamu sekalian. Siapa di antara kamu yang mau mendukungku?"

Setelah sesaat terpesona, semua orang menggerutu dan bangkit hendak pulang. Namun mereka
kembali terperangah ketika Ali bin Abu Thalib yang masih remaja bangkit seraya berseru
lantang,

"Rasulullah saya akan membantumu! Saya adalah lawan siapa saja yang engkau tentang!"

Rasulullah ‫ ﷺ‬menepuk bahu Ali sambil berkata kepada yang lain,

"Inilah saudara saya, pembantu, dan pengganti saya. Ikuti dan patuhilah dia!"

Mendadak tawa hadirin meledak. Seseorang berkata kepada Abu Thalib,

"Ia memerintahkan engkau supaya mendengar dan mematuhi anakmu sendiri"

Kemudian, semua orang bubar begitu saja. Tidak seorang pun di antara para undangan yang
tertawa terbahak-bahak itu menyadari bahwa di antara mereka akan ditebas Ali memang
bersungguh-sungguh dengan kata-katanya itu.

58
Walid bin Mughirah

Pada awal kenabian, ada seorang bernama Walid bin Mughirah. Ia mempunyai dua sahabat yang
merupakan penyair hebat. Dengan syair-syairnya, mereka berusaha menjelek-jelekkan
Rasulullah SAW. Dengan syair, Walid mempengaruhi orang banyak dengan dua sahabat
penyairnya.

Penduduk Mekah Tidak Hirau

Meski ajaran Rasulullah ‫ ﷺ‬meluas dengan cepat, penduduk Mekah masih berhati-hati dan tidak
terlalu hirau. Mereka menduga ajakan Rasulullah ‫ ﷺ‬akan hilang dengan sendirinya dan orang
akan kembali menyembah kepercayaan nenek moyang mereka. Yang akhirnya, yang menang
pasti Hubal, Latta dan Uza pikir mereka, tidak sadar bahwa keimanan murni yang diajarkan
Rasulullah ‫ ﷺ‬tidak dapat dikalahkan.

Bagian 30
َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬
‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Seruan dari Bukit Shafa

Rasulullah ‫ﷺ‬ menaiki Bukit Shafa. Kemudian dengan suara lantang, beliau memanggil-
manggil,
"Wahai orang-orang Quraisy! Wahai orang-orang Quraisy!"

Penduduk Mekah yang sibuk dengan urusannya terkejut dan menoleh.


"Muhammad berseru dari atas Shafa!" seru mereka.

Seketika, orang-orang datang berduyun sambil bertanya-tanya khawatir,


"Ada apa?"

Rasulullah SAW memandang kerumunan orang di bawah yang menatapnya dengan wajah penuh
tanda tanya.

"Bagaimana pendapat kalian kalau kuberi tahu bahwa di balik-bukit ini ada pasukan berkuda
yang siap menyerbu. Percayakah kamu kepadaku?"
tanya Rasulullah ‫ ﷺ‬.

"Kami percaya!" jawab orang-orang yang di berkerumun itu.

"Kami tidak akan meragukan kata-katamu. Tidak pernah kami mendengar engkau berdusta."

Rasulullah ‫ ﷺ‬menarik napas dan menyampaikan seruannya,

59
"Aku mengingatkan kalian sebelum datang siksa yang amat berat! Wahai orang-orang Quraisy,
Allah memerintahkan aku untuk memberi peringatan kepada kalian bahwa yang terbaik bagi
kehidupan dunia dan akhirat adalah mengucapkan kalimat 'Laa ilaaha illallaah
Muhammadurrasulullah."

Sejenak orang-orang tampak terpesona. Namun, Abu Lahab yang juga hadir di situ, dengan cepat
naik darah. Ia berseru keras-keras mencaci Rasulullah ‫ ﷺ‬,

"Celaka engkau, Muhammad! Binasa dan celakalah seluruh hari-harimu! Hanya untuk omong
kosong itukah kamu mengumpulkan kami?"

Rasulullah ‫ ﷺ‬tidak berkata apa-apa dihina sekeras itu. Beliau hanya menatap tajam wajah Abu
Lahab. Setelah teriakan Abu Lahab itu, orang-orang Quraisy seperti disadarkan dari rasa
terpesonanya. Mereka bubar dengan bermacam tingkah. Ada yang mengerutkan kening, ada
yang berbisik-bisik, ada yang melirik Rasulullah SAW sambil tersenyum mencibir.

Hinaan Abu Lahab itu tidak dibiarkan Allah.Turunlah firman yang mengutuk perbuatan itu.

Turunnya Surat Al-Lahab

Allah berfirman: mengutuk Abu Lahab

ْ ‫َوتَبِ لَ َهبِ أَبي يَدَا تَب‬


ِ‫ت‬

Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
Surah Al-Lahab (111:1)

‫ب َو َما َمالهِ َع ْنهِ أ َ ْغنَىِ َما‬ َ ‫َك‬


َِ ‫س‬

Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.


Surah Al-Lahab (111:2)

ِ‫صلَى‬
ْ ‫س َي‬ ً ‫لَ َهبِ ذَاتَِ ن‬
َ ‫َارا‬

Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.


Surah Al-Lahab (111:3)

َ ‫ْال َح‬
ِ‫طبِ َحمالَ ِةَ َو ْام َرأَته‬

Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.


Surah Al-Lahab (111:4)

ِْ ‫سدِ م‬
‫ن َحبْلِ جيدهَا في‬ َ ‫َم‬

Yang di lehernya ada tali dari sabut.


Surah Al-Lahab (111:5)

Wahai Abu Lahab, sekarang apa yang akan engkau katakan? Dengarlah, keponakanmu
Muhammad tidak akan pernah lagi bungkam terhadap orang yang menentangnya. Keponakanmu
Muhammad tidak akan pernah lagi menerima caci maki dan hinaan dari siapa pun sekali pun dari
60
pamannya sendiri. Jika caci maki itu ditujukan pada ajaran Allah yang dibawanya.
Keponakanmu Muhammad bahkan siap terjun ke medan laga untuk menghadapi orang-orang
yang sombong dan congkak seperti dirimu.

Wahai Abu Lahab dengarkanlah! Dengarkanlah firman Allah yang baru turun itu! Bukankah
firman itu seperti gelegar petir yang menyambar dirimu?

Dirimulah yang binasa, Abu Lahab! Seluruh hari-harimulah yang binasa! Binasalah kedua
tanganmu dan sungguh engkau akan benar-benar binasa!

Abu Lahab

Nama asli Abu Lahab adalah Abdul Uzza. Abu Lahab artinya si "Umpan Api".
Bisa dibayangkan betapa sakitnya hati Rasulullah ‫ ﷺ‬dihina Abu Lahab. Abu Lahab adalah
paman Rasulullah ‫ ﷺ‬.
Lebih dari itu Rasulullah SAW menikahkan kedua putrinya, Ruqayyah dan Ummu Kultsum
dengan ke dua putra Abu Lahab, Utbah dan Utaibah.

Ummu Jamil

Selain Abu Lahab, ada seorang lagi yang amat murka dengan turunnya Surat Al Lahab. Dia
adalah Ummu Jamil, istri Abu Lahab. Begitu mendengar bunyi Surat Al Lahab yang
disampaikan orang kepadanya, hati Ummu Jamil menggelegak marah. Ia keluar rumah dan
berjalan ke sana kemari mencari sasaran pelampaisan kemarahan. Tidak lama kemudian, ia
bertemu dengan Abu Bakar. Amarahnya naik ke ubun ubun.

"Apa maksud temanmu melantunkan syair tentang diriku?" bentak Ummu Jamil kepada Abu
Bakar.

Abu Bakar mengerti bahwa yang dimaksud Ummu Jamil adalah Rasulullah. Sebenarnya, saat itu
Rasulullah ada di sisi Abu Bakar, tetapi Allah menutupi beliau dari pandangan Ummu Jamil.

"Demi Allah, temanku itu tidak pandai bersyair!" sanggah Abu Bakar.

"Bukankah temanmu itu mengatakan bahwa di leherku ada tali dari sabut yang dipintal?"

Ummu Jamil meraba-raba lehernya. Di leher itu, ada untaian kalung yang amat indah. Ia
mempertontonkan perhiasannya itu kepada Abu Bakar sampai Abu Bakar merasa jengah dan
memalingkan wajahnya.

"Inilah tali sabut yang dimaksud temanmu itu?" ejek Ummu Jamil sambil tersenyum. "Tidakkah
ini merupakan tali sabut paling indah di dunia?"

Ummu Jamil kemudian berlenggak-lenggok genit sambil mempermainkan kalungnya. Ia tertawa


dengan congkak. Abu Bakar tidak membalas, beliau cuma memejamkan mata.

Melihat Abu Bakar yang tetap tenang, Ummu Jamil melengos pergi sambil mengomel,

"Semua orang Quraisy tahu bahwa aku adalah putri kebanggaan mereka!"

61
Ummu Jamil adalah wanita yang sangat cantik. Ummu Jamil berarti "Ibu Kecantikan". Namun,
seperti suaminya, Ummu Jamil sangat membenci Rasulullah dan kaum Muslimin. Begitu
bencinya sampai ia menyuruh budak-budaknya melemparkan kotoran dan batu kepada
Rasulullah setiap kali beliau lewat.

Bagian 31
َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬
‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Minta Mukjizat

Bersungguh-sungguh atau hanya sekedar mengejek, orang-orang Quraisy sering meminta


mukjizat kepada Rasulullah.

"Kalau Tuhanmu bisa menurunkan mukjizat, kami pasti akan beriman kepadamu!" demikian
seru salah seorang dari mereka kepada Rasulullah.

"Muhammad! Kalau engkau benar benar Rasulullah, mintalah Tuhan agar menyulap Bukit Shafa
dan Marwa menjadi bukit-bukit emas!" seru yang lain.

"Ya, itu benar! Tetapi kalau Tuhanmu tidak sanggup membuat bukit emas, cobalah turunkan
ayat-ayat Allah itu dalam sebuah kitab yang diturunkan langsung dari langit! Itu pun sudah akan
membuat kami beriman!"

Rasulullah tidak menanggapi permintaan-permintaan aneh itu. Melihat Rasulullah yang tetap
diam dan tenang, orang-orang Quraisy jadi semakin kesal. Dari waktu ke waktu, sering di muka
umum dan disaksikan orang banyak, mereka mengajukan permintaan-permintaan lain yang lebih
mustahil.

"Muhammad, kami dengar engkau sering membicarakan Jibril. Mengapa engkau tidak
menampakkan Jibril di hadapan kami agar kami yakin?"

"Muhammad, kalau Tuhammu memang sehebat yang engkau katakan, mintalah Ia


menghidupkan orangtua-orangtua kami yang sudah mati!"

"Muhammad, katamu engkau membawa agama kasih sayang buat seluruh alam! Kalau begitu,
mintalah Tuhanmu agar memunculkan mata air yang lebih sedap dari sumur Zamzam! Bukankah
engkau tahu bahwa penduduk Mekah sangat memerlukan air?"

"Ya, setidaknya mintalah Tuhanmu melenyapkan bukit-bukit yang mengurung Mekah agar kota
ini dapat mudah dicapai orang dari arah mana pun!"

Jawaban untuk Kaum Quraisy

Allah sendirilah yang menjawab permintaan-permintaan itu melalui firman-Nya:

62
ِ َ ِ‫ّل نَ ْف ًعا لنَ ْفسي أ َ ْملك‬
ِ‫ّل ق ْل‬ ِ َ ‫ض ًرا َو‬ َِ ‫ي َو َما ْال َخيْرِ منَِ َّل ْستَ ْكثَ ْرتِ ْالغَي‬
َ ِ‫ْب مِ ََأَعْل ك ْنتِ َولَ ِْو ِّۚللاِ شَا َِء َما إّل‬ ِْ ‫إّلِ أَنَا إ‬
َِ ‫ن ِۚوءََِالس َمسن‬
ِ‫يؤْ منونَِ لقَ ْومِ َو َبشيرِ نَذير‬

Katakanlah: Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak
kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib,
tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan.
Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang
beriman.
Surah Al-A'raf (7:188)

Melalui ayat ini, Allah menyuruh Rasulullah mengatakan, "Wahai orang Quraisy, aku hanyalah
seorang pemberi peringatan. Bukankah aku tidak meminta kepadamu hal-hal di luar kemampuan
akal? Mengapa kamu justru memintaku menunjukkan hal-hal yang tidak masuk akal?

"Wahai orang Quraisy, bukankah Al Qur'an itu sendiri merupakan sebuah mukjizat? Kemudian,
mengapa kamu masih meminta mukjizat yang lain? Apakah jika mukjizat itu benar-benar
diturunkan, kamu akan beriman kepadaku? Bukankah jika mukjizat itu turun, kamu akan
mengatakan bahwa aku hanyalah seorang penyihir yang mengada-ada?

"Wahai orang Quraisy, kalau kamu tidak mau menyembah Allah dan tetap menyembah berhala,
mengapa tidak kamu minta saja mukjizat-mukjizat tadi kepada para berhala itu? Bukankah kamu
tahu bahwa berhala-berhala itu tidak dapat mendatangkan kebajikan? Bukankah mereka tidak
bergerak, tidak hidup, dan hanya terbuat dari batu dan kayu? Bukankah mereka tidak dapat
membela diri jika ada orang yang datang dan menghancurkannya?

Demikianlah, Rasulullah menjawab dengan kata-kata yang tidak dapat lagi dibantah
kebenarannya. Namun, apakah orang-orang kafir itu seketika mau menerima Islam? Tidak,
mereka bahkan melakukan hal-hal lain untuk menyingkirkan Rasulullah.

Ammarah bin Walid

Sekali pun tidak memeluk Islam, Abu Thalib adalah pelindung Rasulullah. Jika ada orang yang
membahayakan Rasulullah, Abu Thalib dan kabilahnya siap membelanya sampai titik darah
penghabisan. Tidak ada musuh Rasulullah yang berani membunuh beliau tanpa menghadapi Abu
Thalib dan kabilahnya. Karena mengetahui kokohnya perlindungan Abu Thalib ini, para pemuka
Quraisy mendatangi orangtua itu di rumahnya.

"Abu Thalib," demikian mereka mengajak bicara,

"keponakanmu itu sudah memaki berhala-berhala kita, mencaci agama kita, dan menganggap
sesat nenek moyang kita. Engkau harus menghentikan dia sekarang. Jika tidak, biarlah kami
yang akan menghadapinya. Kalau kamu melindunginya juga, biar kabilah-kabilah kami yang
akan menghadapi kabilahmu."

Abu Thalib menghela napas berat,


"Demi Tuhan Ka'bah, biar seluruh Mekah menghalangi jalanku, aku akan tetap melindungi
kemenakanku itu."

Para pemimpin Quraisy itu saling berpandangan, lalu pergi tanpa berkata apa-apa.
Bagaimanapun, mereka belum sanggup menghadapi perang saudara yang akan menghancurkan
kota Mekah. Mereka memutar akal dan menemukan muslihat lain.
63
Para pemimpin Quraisy itu kembali mendatangi Abu Thalib sambil membawa serta Ammarah
bin Walid. Ia adalah pemuda Quraisy yang gagah perkasa dan paling tampan wajahnya.

"Ambillah dia! Jadikan dia sebagai anak. Ia jadi milikmu. Namun, serahkanlah keponakanmu
yang menyalahi agama kita dan agama nenek moyang kita, yang memecah belah persatuan kita
itu untuk kami bunuh!"

"Bagaimana, Abu Thalib? Bukankah ini pertukaran yang adil? Seorang laki-laki ditukar pula
dengan seorang laki-laki!"

Wajah Abu Thalib berubah murka. Dengan mata menyala, ditatapinya para bangsawan itu satu
demi satu.

"Betapa buruknya tawaran kalian kepadaku ini!" geram Abu Thalib.

"Bayangkan, kalian memberikan anakmu kepadaku untuk aku beri makan, sedangkan aku harus
menyerahkan anakku untuk kalian bunuh! Demi Tuhan Ka'bah, ini adalah hal yang tidak boleh
terjadi buat selamanya!"

Abu Thalib adalah pemimpin kabilah Bani Hasyim. Kini Bani Hasyim terpecah dua. Kaum
miskinnya membela Abu Thalib, sedang kaum kayanya membela Abu Lahab.

Bagian 32
َ ‫علَى‬
‫صلِ اَلله ِم‬ َِ ‫م َحمدِ سيدنا‬
َ
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلى َِو‬

Dahsyatnya Iman

Abu Thalib memanggil Rasulullah dan berkata,

"Muhammad, orang-orang Quraisy kembali datang padaku dan mengatakan, 'Wahai Abu Thalib,
engkau adalah orang terhormat dan terpandang di kalangan kami. Oleh karena itu, kami meminta
baik-baik kepadamu untuk menghentikan keponakanmu itu, tetapi tidak juga engkau lakukan.
Ingatlah, kami tidak akan tinggal diam terhadap orang yang memaki nenek moyang kita, tidak
menghargai harapan-harapan kita, dan mencela berhala-berhala kita. Suruh diam dia atau kami
lawan dia hingga salah satu pihak nanti binasa! ' "

Abu Thalib memandang wajah keponakannya lekat-lekat, hampir seperti memohon, lalu katanya,

"Jagalah Aku, Nak. Jaga juga dirimu. Jangan Aku dibebani dengan hal-hal yang tidak dapat
kupikul. "

Rasullullah tertegun. Beliau tahu, pamannya seolah sudah tidak berdaya lagi membelanya.
Pamannya hendak meninggalkan dan melepasnya. Sementara itu, kaum muslimin masih lemah
dan belum mampu membela diri. Namun, semua diserahkan pada kehendak Allah. Rasullullah
bertekad untuk terus berdakwah. Lebih baik mati membawa iman daripada menyerah atau ragu-
ragu.
64
Oleh karena itu, dengan seluruh kekuatan jiwa, Rasulullah berkata,

"Paman, demi Allah, kalau pun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di
tangan kiriku agar aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan. Biar nanti
Allah yang akan membuktikan apakah kemenangan itu ada di tanganku atau aku binasa
karenanya."

Begitulah kedahsyatan iman Rasulullah. Abu Thalib sampai tertegun dan gemetar mendengar
tekad keponakannya itu. Rasulullah pergi sambil menitikkan airmata, tetapi Abu Thalib
memanggilnya kembali sambil berkata,

"Anakku katakanlah sekehendakmu. Aku tidak akan menyerahkan engkau apa pun yang terjadi."

Utsman dan Ruqayyah

Sore itu, Rasulullah pulang ke rumah dengan hati yang sangat sedih. Seharian, beliau melihat
para pengikutnya disiksa.

Betapa berat penderitaan orang-orang Muslim saat itu. Khadijah menghampiri suaminya tercinta.
Dihibur dan dikuatkannya kembali diri Rasulullah .

Tiba-tiba, pintu terbuka. Ruqayyah, putri kedua Rasulullah, tiba-tiba masuk sambil menangis.
Ruqayyah mendekap pangkuan ibunya sambil menangis tersedu-sedu.

"Ada apa, sayang?" tanya Khadijah begitu lembut, menutupi kekhawatirannya sendiri akan berita
buruk yang dibawa putrinya itu.

"Suamiku menceraikan aku, Bunda," isak Ruqayyah. "Ayah mertuaku, Abu Lahab, menyuruh
suamiku menceraikan aku dan suamiku menurut. Ia dijanjikan akan dinikahkan kembali dengan
putri bangsawan."

Rasulullah dan Khadijah saling bertatapan sedih. Sudah sekejam itu Abu Lahab bertindak untuk
menyakiti Rasulullah dan keluarganya.

"Ummu Jamil, ibu mertuaku, merobek-robek bajuku," lanjut Ruqayyah pilu. "Abu Lahab
memukuliku. Abu Lahab, Ummu Jamil, dan suamiku, Utbah, bersumpah tidak akan menerima
lagi kehadiranku selama ayah masih tetap mendakwahkan Islam."

Seberapa pun tabahnya Khadijah, akhirnya air matanya menitik juga melihat putrinya yang kini
menjadi orang terusir. Dengan lembut, Rasulullah memeluk putrinya itu dan menghapus air mata
di pipinya.

"Aku lebih sayang Ayah dan Bunda daripada siapa pun di dunia ini," bisik Ruqayyah kepada
Rasulullah.

Dengan hati pilu, Rasulullah pergi menemui Abu Bakar. Rasulullah menceritakan kejadian yang
menimpa Ruqayyah.

"Ya Rasulullah," kata Abu Bakar dengan lembut.

65
"Sebenarnya, dari dulu, Utsman bin Affan sudah menaruh hati pada Ruqayyah, tetapi Utbah
mendahuluinya. Utsman sangat menyesal tidak dapat menyunting putri Anda."

Mendengar penuturan Abu Bakar, Rasulullah pun kemudian menikahkan Utsman dengan
Ruqayyah. Untuk sementara, berakhir satu kesedihan.

Masih banyak lagi cobaan dan ujian lain yang akan mendera Rasulullah, keluarga, dan para
sahabatnya.

Duri-duri di Jalan

Gangguan Ummu Jamil dan Abu Lahab semakin menjadi jadi. Setiap kali Rasulullah ‫ ﷺ‬berjalan
untuk menemui para pengikutnya, setiap itu pula beliau menemukan duri-duri bertebaran di
jalan. Perlahan dan berhati-hati, Rasulullah ‫ ﷺ‬melangkah agar duri tidak menembus kakinya.
Namun, hampir setiap kali pula dalam keadaan itu, kotoran dan batu melayang ke arah beliau.

Suara tawa melengking terdengar jika Rasulullah ‫ ﷺ‬tengah sibuk menghindari lemparan batu
dan kotoran. Sambil menghapus kotoran yang melekat di pakaian, Rasulullah menoleh ke arah
suara tawa. Ummu Jamil dan Abu Lahab kelihatan begitu menikmati penderitaan Rasulullah ‫ ﷺ‬.
Ummu Jamil berpakaian mencolok dan selalu menatap Rasulullah ‫ ﷺ‬dengan tatapan menghina.

"Lihat!" lengking Ummu Jamil,

"Inilah Muhammad, anak gembel yang berani membawa agama baru! Agama yang dikiranya
dapat menyamakan kedudukan para bangsawan dan budak!"

Rasulullah ‫ ﷺ‬tidak berkata apa-apa untuk membalas. Beliau hanya balik menatap dengan
tatapan yang tajam.

"Percuma kamu banyak berkata, istriku! Telinganya sudah tuli!" Sembur Abu Lahab. "Hai, para
budak!ِLanjutkanِkesenanganِkalian!”

Seketika itu juga, budak-budak kuat bertubuh besar milik Abu Lahab dan Ummu Jamil kembali
melempari Rasullulah ‫ ﷺ‬dengan batu, kotoran, dan pasir. Diperlakukan seperti itu, Rasulullah
‫ ﷺ‬tidak membalas sedikit pun. Beliau hanya menghindar, menahan sakit, seraya bersabar dan
terus bersabar.

Bagian 33
َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬
‫صلِ اَللهِ ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Bilal bin Rabbah


66
Beberapa pengikut Rasulullah yang pertama berasal dari kalangan miskin dan lemah. Ajaran
Islam yang melarang penindasan membuat banyak budak dengan segera menjadi seorang
Muslim. Namun, jika tuan mereka tahu akan hal ini, para budak itu dipaksa harus memilih:
kembali menyembah berhala atau disiksa habis-habisan.

"Lemparkan dia dan baringkan tubuhnya di atas pasir!" raung Umayyah bin Khalaf Al Juhmi.
Rupanya, ia sangat murka mengetahui seorang budaknya, Bilal bin Rabbah, menjadi pengikut
Rasulullah. Lebih murka lagi ia ketika tahu bahwa Bilal, si pemuda hitam itu, lebih memilih
menghadapi siksa dan membangkang kehendaknya daripada harus keluar dari agama barunya
itu.
Orang-orang suruhan Umayyah membuka seluruh baju Bilal. Kemudian, budak malang itu
ditelentangkan di atas padang pasir yang panasnya begitu menyengat saat matahari berada di atas
kepala.

"Budak jelek, engkau akan diperlakukan seperti ini hingga engkau mati atau engkau mengingkari
Muhammad dan kembali menyembah Lata dan Uzza!".

Menghadapi ancaman itu, Bilal hanya berkata,


"Ahad! Ahad!" ("Maha Esa Allah! Maha Esa Allah! ")

Suara cambuk memerihkan telinga ketika Bilal disiksa, "Ahad! Ahad!"

"Letakkan batu besar di atas dadanya!" raung Umayyah.

Bilal merasa dadanya hampir remuk dan terasa sesak sekali, sehingga nyaris ia tidak dapat lagi
bernapas atau pun bersuara, tetapi ia tetap melantunkan kalimat juangngya. "Ahad! Ahad!
Ahad!"

Ibu Bilal, Hamamah, juga disiksa tuannya. Menurut suatu riwayat, ia gugur dalam penyiksaan itu
dan wafat sebagai syuhada.
(Dalam riwayat yang lain, Hamamah, dimerdekakan Rasulullah).

Khalid bin Sa'id

Seperti Bilal, Khalid bin Sa'id termasuk orang-orang pertama yang beriman. Khalid adalah orang
ke kelima yang masuk Islam. Ia bermimpi akan jatuh ke jurang api, tapi diselamatkan oleh
seseorang yang ternyata ia adalah Rasulullah SAW.

Siksaan Demi Siksaan

Setelah melihat Umayyah menyiksa Bilal sedemikian kejam, para pemilik budak dan pembesar
Quraisy yang lain ikut menyiksa para budak mereka yang ketahuan memeluk agama Islam.
Beragam siksaan sangat kejam ditimpakan kepada para pemeluk Islam pertama itu.

"Hukuman apa yang harus kutimpakan kepada budak pembangkang ini, Tuan?" Tanya algojo.

Sang Tuan tersenyum sinis, "Cambuk dia sampai tanganmu tidak mampu lagi!"

67
Algojo melaksanakan tugasnya dengan patuh. Suara lecutan cambuk disertai erangan orang
terdengar dari detik ke detik. Setiap lecutan membuat rasa sakit lebih perih dari lecutan
sebelumnya. Sebagian orang yang kuat bertahan hingga pingsan. Sebagian yang lain gugur
karena tidak kuat menahan derita.

Lebih dari itu, ternyata bukan hanya cambuk yang bicara.

"Buka pakaiannya!" perintah seorang bangsawan kepada tukang pukulnya.

Beberapa budak Muslim yang malang itu segera saja menjadi tidak berbaju.

"Pakaikan mereka pakaian besi yang ketat menempel di kulit!" seringai sang bangsawan.

Para tukang pukul segera menurut.

"Sekarang, bakar baju besi yang telah dikenakan itu!" seru bangsawan dengan buas.

Jerit kesakitan budak-budak Muslim itu amat memilukan karena baju besi yang dibakar itu
menghanguskan seluruh kulit tubuh mereka.

Ummu Ubais dan Zinnirah

Ummu Ubais dan Zinnirah adalah dua perempuan Muslim yang disiksa sampai jadi buta. Orang-
orang Quraisy mengejek dengan mengatakan bahwa kebutaan itu disebabkan mereka dikutuk
berhala.
Akan tetapi, dengan izin Allah, keduanya kemudian dapat melihat lagi sehingga orang-orang
Muslim dapat membalas ejekan orang-orang kafir.

Bagian 34
َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬
‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Syahidah Pertama

Sabar, demikian sabda Rasulullah ‫ ﷺ‬, setiap kali para pengikutnya mengadukan penderitaan
mereka. Saat itu memang tidak ada lagi yang dapat diperbuat selain sabar sampai mati. Sabar
yang demikian membuat para pemeluk Muslim pertama sanggup menanggung derita siksa di
luar batas kemampuan fisik manusia.

Khabbab bin Al Arat pernah meminta agar Rasulullah ‫ﷺ‬ berdo'a kepada Allah dalam
menghadapi penindasan ini. Mendengar ini, Rasulullah duduk dengan wajah merah padam
seraya bersabda,

68
"Sungguh telah terjadi sebelum kamu, ada orang yang disisir badannya dengan sisir besi hingga
dagingnya mengelupas dan terlihat tulang-tulangnya. Akan tetapi, ia tetap teguh memegang
keyakinannya. Allah ِ‫ ت َ َعالَى َِو س ْب َحانَه‬akan menyempurnakan urusan ini sampai seorang penunggang
kuda berjalan dari Shan'a ke Hadramaut dan ia tidak takut kecuali kepada Allah. Ingatlah,
serigala akan tetap ada di tengah-tengah gembalaan, hanya saja kalian lengah."

Sumayyah adalah ibu Ammar bin Yasir. Beserta suami dan anaknya, Sumayyah disiksa karena
mengikuti ajaran Rasulullah. Ia diseret di jalan-jalan Kota Mekah, lalu dilempar ke padang pasir.

"Pukuli dia! Pukuli dia sekuat-kuatnya!" Perintah Abu Jahal.

Sumayyah pun dipukuli sampai pingsan. Kejadian ini dilakukan berulang-ulang selama berhari-
hari. Namun, semakin sakit tubuhnya, iman Sumayyah malah semakin tinggi.

"Engkau mengikuti Muhammad karena tertarik pada ketampanannya!" ejek Abu Jahal.

"Tidak," geleng Sumayyah,


"Aku mengikuti Rasulullah karena percaya pada apa yang beliau sampaikan. Aku mengikuti
Rasulullah karena beliau mengajarkan ada Tuhan yang lebih patut disembah daripada berhala-
berhala kalian!"

Akhirnya, kesabaran Abu Jahal pun habis. Dia mengambil tombak dan menusuk Sumayyah.

Sumayyah tercatat dalam sejarah sebagai perempuan muslim pertama yang syahid (syahidah)
karena membela Islam.

Surga Untuk Keluarga Yasir

Ketika Rasulullah ‫ ﷺ‬menyaksikan Yasir, Sumayyah dan putra Yasir yang bernama Ammar
disiksa habis-habisan, beliau bersabda, "Sabar wahai keluarga Yasir, tempat yang telah
dijanjikan bagi kalian adalah surga."

PENEBUSAN

Melihat saudara-saudara baru mereka disiksa demikian kejam, Abu Bakar, Utsman bin Affan,
dan semua orang kaya yang beriman segera bertindak. Abu Bakar mendatangi Umayyah bin
Khalaf yang sedang menyiksa Bilal.

"Bebaskan dia," pinta Abu Bakar.

"Tidak!" Cibir Umayyah.


"Engkau dan temanmu telah meracuni pikirannya! Justru aku yang minta kamu menghentikan
pengaruh jahatmu terhadap budakku ini!"

Abu Bakar merasa bahwa hati Umayyah tidak mungkin dibujuk lagi, maka dia segera
mengajukan penawaran.

"Kubeli Bilal darimu! Lihat, ini lima uqiyah emas! Ambil uang itu, dan berikan Bilal kepadaku!"

Dengan seringai penuh kemenangan, Umayyah menyambar uang-uang emas itu.


69
"Wahai Abu Bakar! Andaikata engkau menawar satu uqiyah saja, sudah tentu aku menjualnya!
Dia sudah tidak berharga lagi bagiku!"

Wajah Abu Bakar memerah, bukan karena marah, melainkan karena dipenuhi rasa bahagia bisa
menolong saudaranya yang tertindas.

"Jangan hanya lima uqiyah" ujar Abu Bakar sepenuh hatinya, "Andaikan engkau menjual seratus
uqiyah pun, aku akan tetap membelinya!"

Kini giliran wajah Umayyah yang memerah. Terbayang keuntungan yang akan didapatnya
seandainya ia menawar lebih tinggi lagi.

Abu Bakar yang baik hati kemudian membebaskan Bilal. Tidak berhenti sampai di situ, beliau
pun terus menggunakan hartanya untuk membebaskan lima kaum muslimin lain yang tengah
disiksa. Budak terakhir yang dibebaskan adalah budak milik Umar bin Khattab.

Orang-orang Quraisy mengejek Abu Bakar, "Alangkah sia-sianya Abu Bakar itu! Dia
membuang-buang uang untuk membebaskan orang!"

Namun, semangat Abu Bakar justru membakar kaum muslimin lain untuk turut berusaha keras
membebaskan saudara-saudara mereka.

Bagian 35

َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Darul Arqam

Waktu terus berjalan. Kegigihan dakwah Rasulullah ‫ ﷺ‬mulai berbuah, sedikit demi sedikit, para
pemeluk Islam mulai bertambah. Rumah Rasulullah yang kecil itu mulai terasa sempit.

"Ya Rasulullah, alangkah baiknya jika kita memindahkan tempat pertemuan ke rumahku," usul
Arqam. "Rumahku cukup luas untuk menampung jumlah kita yang sudah puluhan orang. Lagi
pula, letaknya ada di puncak bukit. Orang-orang jahat tidak mudah mencapai tempat itu untuk
mengganggu kita."

Rasulullah pun setuju. Oleh karena itu, pertemuan setiap malam pun pindah ke rumah Arqam.
Sebagian pemeluk Islam waktu itu adalah orang-orang lemah: para budak, buruh, orang miskin,
perempuan-perempuan fakir, serta orang tertindas lain. Sisanya adalah golongan orang terpelajar
dan pedagang kaya.

Sebenarnya, kebanyakan pedagang mulanya agak ragu.

"Bagaimana jika nanti ajaran baru ini menutup Mekah dari rombongan saudagar dari tempat-
tempat lain? Kalau demikian yang terjadi, kita akan bangkrut." Ujar seorang pedagang.

70
Namun, keraguan itu ditepis Rasulullah. Islam tidak akan menutup Mekah. Islam juga tidak akan
mengubah musim ziarah ketika justru banyak pedagang mancanegara berdatangan ke Mekah.
Islam tidak melarang semua itu.

Hal yang dilarang adalah:


1. Menyembah berhala
2. Menyerahkan persembahan dan korban kepada bangsawan Quraisy
3. Bertelanjang ketika thawaf di Ka'bah
4. Menyelenggarakan pelacuran
5. Mengeluarkan kata-kata kotor dan tindakan buruk lain saat melaksanakan ziarah

Rencana Para Pemuka Quraisy

Setelah mendengar penjelasan Rasulullah, para pedagang pun merasa lega. Kebanyakan mereka
bukan pedagang budak dan tidak menarik untung dari korban yang dipersembahkan untuk
bangsawan-bangsawan Quraisy. Iman mereka pun semakin kuat.

Melihat Islam semakin dicintai para pengikutnya, para pembesar Quraisy pun menyusun rencana
lain...

"Apa yang harus kita lakukan?" teriak seorang pemuka Quraisy.


"Abu Bakar dan teman-temannya terus membebaskan budak-budak kita! Tidak ada jalan lain,
bunuh budak-budak itu agar yang lain ketakutan!"

"Tidak," geleng Abu Jahal lemah. "Sumayyah telah kubunuh, tapi itu tidak membuat yang lain
takut. Cari saja cara yang lain!"

Seorang pemuka Quraisy berdiri cepat,


"Pukuli Muhammad sampai remuk! Dengan demikian, wibawanya akan hancur dan pengikutnya
pun bubar ketakutan!"

"Namun, keluarga Muhammad dari Bani Hasyim akan membelanya!" lengking yang lain.

"Siapa? Abu Thalib sudah terlalu tua! Yang harus kita takuti dari Bani Hasyim adalah Hamzah!
Namun, engkau lihat sendiri, Hamzah sibuk berfoya-foya sendiri! Ia tidak peduli pada nasib
keponakannya itu! Pilihlah dua orang yang paling ditakuti di Mekah untuk melaksanakan tugas
ini!"

Sejenak, orang-orang terdiam sambil memandang berkeliling. Kemudian, seorang dari mereka
menunjukkan jarinya kepada pemuda bertubuh tinggi besar,
"Engkau, Umar bin Khattab! Engkau dan Abu Jahal! Tidak ada orang lain yang berani melawan
kalau kalian memukuli Muhammad!"

Orang-orang berseru "setuju."

"Sabar," tiba-tiba seseorang berseru,


"langkah awal bukanlah serangan fisik! Hancurkan dulu wibawanya! Ku usulkan agar kita suruh
para budak melempari Muhammad dan meneriakinya sebagai pembohong, orang gila, dan
tukang sihir!"

71
Usul itu disetujui. Mulai hari itu, setiap Rasulullah melewati jalan-jalan di Mekah, para budak,
para wanita yang nasibnya justru sedang diperjuangkan Rasulullah, meneriaki beliau,
"Pembohong besar! Orang gila! Tukang sihir!"

Suara mereka keras dan tajam layaknya orang sedang mengusir kucing yang masuk dapur.
Kemudian, apa yang terjadi jika Abu Jahal atau Umar mulai memukuli Rasulullah

Kuda Jantan

Saat itu merupakan masa yang berat bagi Rasulullah. Beliau pergi ke sebuah tempat yang teduh,
berbaring di atas batu, dan berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. Tidak ada yang lebih
menyakitkan dibanding cacian dan celaan dari orang-orang yang justru sedang diperjuangkan
Rasulullah mati-matian.

Sementara itu, di depan Ka'bah, Abu Jahal berkoar di depan teman temannya,
"Aku bersumpah untuk menghantam kepala Muhammad dengan sebuah batu ketika dia sedang
sujud kepada Tuhannya!"

Beberapa orang bersorak memberi semangat, sedangkan yang lain saling pandang dengan
terkejut. Itu adalah sebuah tindakan kejam yang dapat menimbulkan kematian. Jika Muhammad
meninggal, Bani Hasyim pasti akan menuntut balas dan Mekah akan terpecah oleh perang
saudara. Namun, Abu Jahal telah mengucapkan sumpah yang tidak dapat ditarik lagi tanpa
mencoreng mukanya sendiri. Oleh karena itu, mereka memilih untuk mengamati apa yang terjadi
dengan dada berdebar-debar.

Kesempatan yang ditunggu Abu Jahal pun tiba. Saat itu, Rasulullah sedang shalat di depan
Ka'bah. Ketika beliau sujud, Abu Jahal dengan cepat melangkah mendekat. Kedua tanganya
yang menggenggam batu terangkat tinggi-tinggi, matanya menyala buas.

Namun, ketika batu akan dihujamkan sekuat tenaga, mendadak Abu Jahal berbalik pergi. Batu di
tangannya lepas dan wajahnya pucat ketakutan.

"Ada apa?" semua teman- temannya bertanya kebingungan.

Dengan napas tersendat-sendat, Abu Jahal berkata,


"Demi Tuhan, di depanku tadi berdiri seekor kuda jantan. Belum pernah aku menyaksikan seekor
kuda jantan serupa itu. Kepala, tengkuk, dan giginya sungguh mengerikan. Aku yakin dia akan
menelanku seandainya batu tadi kuhantamkan!"

Abu Jahal pergi cepat-cepat untuk menenangkan diri.

Orang-orang memandang Rasulullah dengan heran dan takjub. Sementara itu, Rasulullah tetap
melanjutkan shalat dengan khusyuk. Wajah beliau begitu teduh dan tenteram.

Bagian 36

َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬
72
Singa Padang Pasir

Orang-orang terus menertawakan Rasulullah setiap kali lewat. "Pembohong besar! Orang gila!
Tukang sihir!"

Abu Jahal terus menyemangati orang-orang yang mengejek sambil kerap kali melontarkan caci
maki juga.

Rasulullah mendadak berhenti melangkah. Beliau berpaling dengan tenang menghadap Abu
Jahal, dengan sorot matanya tajam. Abu Jahal berhenti dan terdiam. Dengan wajah sayu penuh
belas kasihan, Rasulullah memandang orang-orang kecil yang mengejeknya. Seketika, sorak-
sorai pun mereda. Semua orang yang berada di sekitar tempat itu terpesona melihat keadaan
Rasulullah. Baru kali ini mereka seolah disadarkan, betapa menyakitkannya ejekan mereka itu
diterima Rasulullah.
Sorot mata Rasulullah seolah berkata, "Mengapa kalian mengejekku? Bukankah aku sedang
berjuang menyelamatkan kalian dari kekejaman bangsa Quraisy dengan membawa Islam yang
mulia? Seandainya kalian tahu, ejekan Abu Jahal itu tidak begitu menyakitkan dibanding kata-
kata kalian, sebab kepada kalianlah Allah meyuruhku menebar kasih sayang."

Tanpa sepatah kata pun, Rasulullah berlalu. Orang-orang bubar dengan membawa perasaan
masing-masing. Tatapan Rasulullah tadi sangat berkesan di hati seorang budak perempuan.
Ketika budak itu berjalan pulang, ia melihat Hamzah bin Abdul Muthalib datang.

Hamzah adalah paman Nabi, usia mereka hampir sebaya. Dari kecil, Rasulullah dan Hamzah
dibesarkan bersama, bermain bersama, dan menjadi sahabat karib. Karena itulah Hamzah begitu
menyayangi Rasulullah.

Hamzah berjalan gagah dan bangga memasuki Mekah. Ia betul-betul laki-laki perkasa dengan
perawakan tinggi dan kekar. Dengan wajah angkuh, Hamzah melangkah sambil menyandang
busurnya. Ia habis berburu.

Orang-orang yang melihatnya pun berbisik kagum. Namun, budak perempuan tadi merasa ada
yang janggal, mengapa orang segagah ini tidak membela Muhammad, keponakannya sendiri?
Mengapa ia bisa setenang itu?
Tahukah ia bahwa Muhammad keponakannya, dicaci maki orang?
Muhammad dihina pemimpin kabilah lain yang menjadi saingan Bani Hasyim!
Pantaskah ia disebut sebagai pemuda perkasa yang pantang menyerah pada lawan, sedangkan ia
tidak berbuat apa pun ketika seorang keluarga Bani Hasyim dicaci maki orang?

Dengan dada hampir meluap, budak perempuan itu menegur Hamzah, "Tuan, tidak tahukah
Anda apa yang menimpa kemenakanmu itu?"

Hamzah berhenti dan budak perempuan itu menceritakan apa yang dilihatnya. Dalam sekejap
saja, wajah Hamzah memerah. Tanpa berkata apa pun, ia berbalik menuju Ka'bah dengan
langkah bergegas. Ia mencari Abu Jahal.

Kebimbangan Hamzah

73
Di depan Ka'bah, Abu Jahal bercerita kepada beberapa temannya, "Puas rasanya melihat
Muhammad dicaci begitu banyak orang", ujar Abu Jahal, "Kalau kuberi semangat sedikit lagi,
bukan tidak mungkin mereka akan memukulinya."

Teman-temannya terlihat ikut bersemangat. Beberapa orang mulai ikut bicara, tetapi mendadak
semuanya terdiam dan memandang ke satu arah. Abu Jahal ikut menoleh dan seketika
kerongkongannya tercekat. Hamzah bin Abdul Muthalib, sang pahlawan Bani Hasyim,
menjulang di belakangnya dengan mata menyala tanpa ampun.

"Beraninya engkau mencaci maki Muhammad, padahal aku telah memeluk agamanya? Coba
lakukan penghinaanmu kepadaku jika engkau benar-benar jantan!"

Setelah berkata begitu, Hamzah melayangkan busurnya. Bunyinya mendecit, cepat , dan keras
sehingga kepala Abu Jahal pun terluka.

Beberapa teman Abu Jahal serempak berdiri. Tampaknya, perkelahian tidak terhindarkan lagi.
Ketika Abu Jahal melihat ini, ia mengangkat tangan untuk mencegah teman temannya. Abu Jahal
yakin, dalam keadaan seperti itu, Hamzah tidak akan ragu-ragu membunuh orang.

Dengan napas tersengal, Abu Jahal memegangi kepalanya. Ia berkata sambil menahan marah,
"Kita tinggalkan saja dia! Aku memang telah mencaci maki kemenakannya."

Mereka pun pergi dengan geram dan murung. Namun, hati Hamzah belum lagi lega. Ia pulang
dengan bimbang, "Mengapa begitu mudah kutinggalkan agama nenek moyangku?"

Setelah melewati malam yang gelisah, Hamzah akhirnya berdoa, "Ya Tuhan, jika Muhammad
benar, teguhkanlah hatiku. Jika Muhammad salah, jauhkanlah aku darinya!"

Hamzah menemui Rasulullah dengan sedih dan menceritakan semua kegelisahan hatinya.
Rasulullah lalu membacakan beberapa ayat Al Qur'an.

Perlahan, hati Hamzah dipenuhi rasa tenang, haru, dan kagum. Dengan bulat hati, ia pun berkata,

"Aku menyaksikan bahwa engkau itu sungguh benar, maka itu tampakkanlah agamamu, hai anak
saudaraku!"

Bukan main bersyukurnya Rasulullah. Kini, Islam telah memiliki benteng yang kuat dalam
menghadapi kekerasan Quraisy. Hamzah memeluk Islam pada akhir tahun ke enam kenabian
(nubuwwah).

Orang-orang Quraisy tidak putus asa, Mereka mempunyai cara lain untuk menekan perjuangan
Rasulullah.

Singa Allah dan Singa Rasul-Nya

Kemudian seluruh kegagahan Hamzah dibaktikannya untuk membela Allah dan agama-Nya,
sehingga Rasulullah memberi Hamzah julukan istimewa, Singa Allah dan Singa Rasulullah.
Hamzah adalah komandan Sariyah yang pertama.
Sariyah adalah pasukan Muslim yang berangkat tanpa disertai Rasulullah.

74
Bagian 37

َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Tawaran Utbah bin Rabi'ah

"Sesak dadaku melihat Muhammad dan para pengikutnya!" teriak seorang pembesar Quraisy.
"Setiap hari mereka semakin kuat!" geram yang lain. "Semua gangguan dan siksaan kita seolah
tidak berpengaruh apa-apa. Sangat mengherankan!" gerutu yang lain menggelengkan kepala.

Ketika suasana bertambah panas, Utbah bin Rabi'ah berdiri. Semua orang memandangnya dan
menunggu.

"Kalau jalan kekerasan tidak membuahkan hasil, sudah saatnya kita mencoba cara lain, " kata
Utbah bin Rabi'ah.
Suaranya pelan dan tenang.

"Kalau kalian setuju, aku akan bicara dengan Muhammad dan menawarkan beberapa hal
menarik kepadanya. Apakah kalian setuju?"

Setelah terdiam sejenak, akhirnya orang orang Quraisy itu pun setuju.

"Coba laksanakan usulmu! Kami bersedia memberi apa saja asal Muhammad mau bungkam!"
kata mereka.

Utbah bin Rabi'ah pun menemui Rasulullah.

"Anakku," katanya lembut,

"engkau adalah orang terhormat. Namun kini, engkau membawa soal besar sehingga masyarakat
kita tercerai-berai. Sekarang dengarlah, kami menawarkan kepadamu beberapa hal, mungkin
sebagiannya bisa engkau terima. Anakku, kalau yang engkau inginkan adalah harta, kami siap
mengumpulkan dan memberikan harta kami sehingga engkau akan menjadi seorang paling kaya.
Kalau engkau ingin kedudukan, akan kami angkat engkau sebagai pemimpin kami sehingga
kami tidak akan mengambil keputusan tanpa persetujuanmu. Kalau engkau ingin menjadi raja,
akan kami nobatkan engkau menjadi raja kami. Jika engkau diserang penyakit yang tidak dapat
engkau sembuhkan sendiri, akan kami biayai pengobatannya dengan harta kami sampai engkau
sembuh."

Rasulullah terdiam sejenak. Utbah bin Rabi'ah merasa kata katanya yang berbunga itu seolah
menguap tanpa jejak ke udara.

Surat Fushilat

Rasulullah lalu membaca ayat-ayat Al Qur'an Surat Fushilat mulai dari ayat pertama:

ِ‫الرحيمِ الرحْ منِ هللاِ بسْم‬


75
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

(1). ‫حم‬
Haa Miim. (Haa Miim) hanya Allah saja yang mengetahui arti dan maksudnya.

(2). ِ‫الرحيمِ الرحْ َمنِ منَِ تَ ْنزيل‬

Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

ِْ َ‫َي ْعلَمونَِ لقَ ْومِ َع َربيًا ق ْرآنًا آيَاتهِ فصل‬


(3). ِ‫ت كت َاب‬

Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang
mengetahui,

(4). ‫يرا‬
ً ‫يرا بَش‬ َِ ‫ّل فَه ِْم أَ ْكثَره ِْم فَأَع َْر‬
ً ‫ض َونَذ‬ ِ َ َِ‫يَ ْس َمعون‬

yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka
berpaling (daripadanya); maka mereka tidak (mau) mendengarkan.

(5). ‫ن َو ْقرِ آذَاننَا َوفي إلَيْهِ تَدْعونَا مما أَكنةِ في قلوبنَا َوقَالوا‬ ِْ ‫َعاملونَِ إننَا فَا ْع َم‬
ِْ ‫ل ح َجابِ َو َبيْنكَِ يْننَا ََب َوم‬
Mereka berkata: "Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami
kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka
lakukanlah (sesuai kehendak kamu); sesungguhnya kami akan melakukan (sesuai kehendak
kami)".

Rasulullah terus membacakan ayat-ayat lanjutannya yang menuturkan tentang Rasulullah


hanyalah seorang pemberi peringatan, tentang gunung-gunung yang kokoh, tentang penciptaan
langit dan tujuh lapisannya, tentang azab petir yang menimpa kaum Tsamud, tentang ngerinya
nasib kaum kafir yang menolak wahyu dari Allah.

Ayat-ayat itu begitu memesona Utbah sampai ia lupa pada apa yang ia tawarkan kepada
Rasulullah. Hatinya semakin hanyut, larut, dan...

"Cukuplah Muhammad. Cukuplah sekian saja!" seru Utbah. Ia diam sejenak, lalu kemudian
bertanya lagi,

"Apakah engkau dapat menjawab selain yang tadi engkau baca?"

"Tidak".

Utbah terpana.

"Jadi, inilah Muhammad," pikirnya.


"Laki laki ini bukanlah orang yang ingin memiliki gunungan harta, kedudukan, kerajaan, dan
sama sekali bukan orang sakit. Ia hanyalah orang yang ingin mempertahankan tugasnya dengan
baik sekali dan ia tadi mengucapkan kata kata penuh mukjizat..."

76
Begitulah, akhirnya Utbah bin Rabi'ah kembali dengan tangan hampa. Para pembesar Quraisy
pun kecewa karena Rasulullah menolak tawaran mereka. Kemudian, penganiayaan dan siksaan
terhadap kaum Muslimin pun berlanjut dan semakin ganas.

Bagian 38

َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Ke Habasyah

Gangguan terhadap kaum Muslimin semakin berat dari hari ke hari. Bahkan, beberapa orang
gugur karena disiksa terlalu keras. Berdasarkan wahyu dari Allah, Rasulullah pun
memerintahkan agar mereka berhijrah.

"Wahai Rasulullah, ke mana kami akan pergi?"

Rasulullah menasehati agar mereka pergi ke Habasyah yang rakyatnya menganut agama Kristen.

"Tempat itu diperintah oleh seorang raja dan tidak ada orang yang dianiaya di situ. Itu bumi yang
jujur, sampai nanti Allah membukakan jalan buat kita semua," demikian sabda Rasulullah.

Mematuhi perintah Rasulullah, berangkatlah rombongan pertama kaum Muslimin ke Habasyah


pada bulan Rajab, tahun ke lima kenabian. Rombongan itu terdiri atas 12 orang pria dan 4
perempuan. Dengan sembunyi-sembunyi, mereka meninggalkan Mekah, menyeberangi laut ke
benua Afrika, dan tiba di pantai Habasyah. Seperti yang dikatakan Rasulullah, Najasyi, Raja
Habasyah itu, memberi mereka perlindungan dan tempat yang baik.

Kelak, ketika mendengar bahwa orang Quraisy tidak lagi menyiksa kaum Muslimin, mereka
kembali pulang. Namun, ternyata berita itu tidak benar.
Di Mekah, keadaan justru semakin buruk bagi kaum Muslimin. Mereka pun berangkat kembali
ke Habasyah, kali ini dengan jumlah rombongan yang lebih besar, terdiri atas 83 orang pria dan
18 wanita dipimpin oleh Ja'far bin Abu Thalib.

Habasyah

Saat itu Habasyah adalah negara yang meliputi bagian selatan Mesir, Erytrea, Ethiopia, dan
Sudan. Habasyah artinya 'persekutuan'. Dahulu Habasyah bersekutu dengan kerajaan Saba atau
Himyar. Kaum Muslimin berangkat dari Teluk Syu'aibah, sebelah selatan Jeddah.

Amarah Umar

Umar bin Khattab duduk termenung di rumahnya. Di seluruh Mekah, tidak ada seorang pun yang
mampu melunakkan hati Umar. Ia begitu cepat naik pitam dan garang. Ia tidak pernah luluh oleh
rayuan gadis-gadis penghibur setiap kali ia mendatangi para penjual khamr.
Ia tidak pula pernah terbujuk ikut bergabung dengan para pejalan malam yang suka bergerombol
di pelataran rumah sambil mendengarkan para penabuh rebana.

77
Segalanya tidak mampu melembutkan kekerasan hatinya yang suka bertindak garang dan
menakutkan.

Namun kini, ia tengah duduk termenung sendiri.

"Hamzah, apa yang terjadi padamu? Engkau menaklukkan dan mempermalukan Abu Jahal,
temanmu sendiri! Apa yang membuatmu jadi seperti ini? Bahkan, engkau berani meninggalkan
agama nenek moyang kita dan bergabung dengan Muhammad! Ini jelas akan membuat pengikut
agama baru ini jadi sombong dan besar kepala!
Hamzah, bukankah engkau, Abu Jahal, Khalid bin Walid dan aku telah bersama membuat
Quraisy jadi suku paling disegani? Semua itu berkat kerja keras dan keuletan kita berempat.
Suku-suku yang lain iri kepada Quraisy karena Quraisy memiliki kita. Ini semua gara-gara
Muhammad! Hamzah tidak lagi mau minum-minum bersamaku. Betapa sepinya malam-malam
tanpa Hamzah!"

"Muhammad, engkau membuat pusing kepala orang-orang miskin, para budak, buruh kasar, dan
para perempuan lemah! Engkau membuat mereka berani menentang para majikan! Apa yang
engkau sampaikan pasti sebuah sihir.
Muhammad, tegakah engkau melihat para pengikut mu pergi meninggalkan tanah air nya ke
Habasyah yang begitu jauh?
Ini benar-benar keterlaluan! Aku harus membunuh Muhammad sekarang juga! Meski aku harus
berhadapan dengan Hamzah, aku akan membunuhmu dan membuat Mekah kembali seperti
dulu!"

Setelah berpikir begitu, Umar bin Khattab mencabut pedangnya. Amarahnya dengan cepat naik
ke ubun-ubun. Dengan langkah-langkah yang tidak bisa dirintangi, Umar berjalan cepat menuju
Darul Arqam. Matanya mengandung api dan pedangnya membara! Tidak seorang pun bisa
menghalangi Umar jika ia sudah bertekat dengan sunguh-sunguh!

Duka Umar

Ummu Abdillah adalah seorang perempuan tua. Ia juga tetangga Umar bin Khattab. Setelah ia
sekeluarga memeluk Islam, Umar suka mengganggunya. Padahal sebelum itu, Umar cukup
hormat dan bahkan menyayanginya.
Saat itu, Ummu Abdillah tengah membereskan barang-barang untuk dibawa hijrah ke Habasyah.
Tiba-tiba, hatinya berdebar. Ia melihat Umar bin Khattab melangkah dengan pedang terhunus!
Karena tidak ada waktu lagi untuk lari ke dalam rumah, Ummu Abdillah bersembunyi di balik
barang-barangnya. Hatinya berdebar tidak karuan. Tanpa sadar, ia menahan napas ketika Umar
semakin mendekat.

Akan tetapi, Umar melihatnya dan berhenti.

"Jadi engkau benar benar akan berangkat, wahai Ummu Abdillah?"

Ummu Abdillah keluar dari tempat persembunyiannya. Ia heran karena suara Umar tidak
terdengar marah seperti biasanya.

"Ya, demi Allah. Engkau telah menyakitiku dan menindasku. Aku akan benar-benar pergi ke
bumi Allah hingga Allah memberikan jalan keluar bagiku," sahut Ummu Abdillah.

78
Sesaat, Umar tampak merenung, "Ini dia tetanggaku, mereka akan pergi juga meninggalkan
Mekah."

Umar berpaling, menatap wajah tua Ummu Abdillah dan berkata dalam hati, "Begitu jauh jalan
yang akan ditempuh orang tua ini, begitu sedikit barang yang bisa dibawanya."

Akhirnya Umar melangkah pergi sambil berkata parau, "Semoga Allah senantiasa menyertaimu."

Ummu Abdillah terpana. Belum pernah Umar berlaku selembut ini sejak mereka memeluk
Islam.

"Tidakkah engkau melihat kelemahlembutan dan kedukaan Umar terhadap kita?" tanya Ummu
Abdillah kepada putranya.

"Apakah Ibu berharap ia akan memeluk Islam?" tanya sang putra. "Dia tidak akan pernah
memeluk Islam sebelum keledai bapaknya juga masuk Islam!"

Bagian 39

َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫صلِ اَللهِ ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Berita untuk Umar

Umar melanjutkan langkahnya menuju Darul Arqam.


"Sudah jelas, Muhammad-lah yang menyebabkan semua kesengsaraan ini! Aku harus
membunuhnya agar Mekah kembali damai dan tenang. Mengenai Hamzah, aku akan bertarung
dengannya. Aku yang mati atau Hamzah yang mati, itu tidak terlalu membuatku risau."

Tiba-tiba, lamunannya buyar ketika Nu'aim bin Abdullah menegurnya, "Hendak kemana, wahai
putra Khattab?"

"Aku akan menemui Muhammad! Dia yang menukar agama nenek moyang kita. Dia yang
memecah belah masyarakat Quraisy. Dia memiliki banyak angan-angan bodoh. Dia yang
mencaci tuhan-tuhan kita. Untuk semua kesalahannya itu, aku akan menebas lehernya!"

"Demi Allah, engkau telah tertipu oleh dirimu sendiri, wahai Umar! Apakah tindakanmu
membunuh Muhammad akan dibiarkan saja oleh Bani Abdi Manaf? Tidakkah lebih baik engkau
pulang dan mengurusi keluarga mu sendiri?"

Umar berhenti melangkah dan bertanya tajam, "Keluarga ku yang mana?"


"Saudara sepupumu sendiri, Sa'id bin Zaid bin Ammar dan istrinya yang tak lain adalah adik
perempuanmu, Fathimah binti Khattab. Mereka telah mengikuti ajaran Muhammad, urusi saja
mereka dulu!"

Umar segera membalikkan badan dan melangkah cepat menuju ke rumah adiknya.

79
"Kalau itu benar, aku akan bertindak pada Sa'id bin Zaid seperti yang pernah dilakukan oleh
ayahku yang garang. Al Khattab, kepada ayah Sa'id, Zaid bin Ammar! Berani-beraninya dia
memeluk Islam, sedangkan dia tahu aku membenci agama itu!"

Dengan keras, Umar bin Khattab menggedor pintu rumah Sa'id bin Zaid dan Fatimah. Suaranya
berdentum-dentum keras mengejutkan siapa saja yang ada di dalam rumah. Sudah bisa diduga,
kali ini akan jatuh lagi korban dalam penganiayaan yang menimpa kaum Muslimin.

Amuk Umar bin Khattab

Di dalam rumah, Sa'id dan Fathimah binti Khattab sedang mengikuti ayat Al Qur'an yang
dibacakan oleh Khabbab bin Al Arat. Begitu pintu berguncang diketuk Umar, Sa'id dan
Fathimah segera menyembunyikan Khabbab. Fathimah segera menyembunyikan lembaran-
lembaran yang tadi mereka baca di bawah pahanya.

Sa'id membuka pintu dan Umar bergegas masuk.


"Suara apa yang baru kudengar itu?" bentak Umar.

" Tidak.... kami tidak mendengar suara apa pun tadi "

Seketika amarah Umar bin Khattab meledak, "Kudengar kalian telah mengikuti ajaran
Muhammad!"

Belum sepatah kata pun keluar dari mulut kedua suami istri itu, pedang Umar sudah terayun dan
gagangnya mengenai Sa'id hingga ia jatuh terjerembab di lantai dan luka. Melihat suaminya
berdarah, Fathimah bangkit berusaha melerai, tetapi tangan Umar cepat sekali menampar
wajahnya.

Fathimah jatuh di samping suaminya dengan darah mengucur dari wajahnya.


Meski garang, Umar terkenal lembut dan penyayang kepada keluarganya sendiri. Melihat darah
Fathimah, Umar tertegun.

"Fathimah berdarah," pikirnya, "Mengapa aku bisa sampai begitu? Aku menyayangi adikku itu
sepenuh hati, bahkan lebih mirip rasa sayang antara ayah kepada putrinya!"

Fathimah yang lembut dan biasanya selalu patuh kepada Umar, kali ini mengangkat wajah,
menentang langsung paras kakaknya itu.

"Baiklah," seru Fathimah


"lakukanlah apa saja yang engkau kehendaki!"

Fathimah sudah siap menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Ia siap disiksa oleh
kakaknya sendiri yang dari kecil begitu menyayanginya, ia bahkan siap untuk mati. Kedua
tangannya terentang, seolah siap menerima tikaman pedang Umar ke dadanya.

Al Qur'an bukan Mantra Syair

Suatu malam, Umar bin Khattab diam-diam mendengar Rasulullah ‫ ﷺ‬membaca Al Qur'an pada
malam hari, Umar terpesona. Namun, ia berkata dalam hati, "Ah, ini pasti ucapan seorang
penyair". Bisik hati Umar.

80
Saat itu Rasulullah ‫ ﷺ‬membaca surah Al Haqqah ayat 41,

ِ ً ‫تؤْ منونَِ َما قَل‬


‫يال ِۚشَاعرِ بقَ ْولِ ه َِو َو َما‬

"Dan Al Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman
kepadanya."

Kembali, Umar bin Khattab diam-diam datang ke rumah Rasulullah pada tengah malam dan
mendengar Rasulullah membaca Al Qur'an. Umar berkata dalam hati, "Kalau ini bukan ucapan
tukang tenung, ini pasti ucapan Muhammad, bukan Firman Tuhan."
Namun, sesegera itu juga, Rasulullah membaca Surah Al Haqqah ayat 43:

ِْ ‫ْالعَالَمينَِ َربِ م‬
ِ‫ن ت َ ْنزيل‬

"Ia (Al Qur'an) adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam."

Bagian 40

َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Surat Thohaa

Akan tetapi, Umar tidak bisa melawan rasa sayang kepada adiknya. Amarahnya padam seperti
api terguyur hujan. Ia duduk, diam dalam penyesalan. Ditatapnya wajah adiknya dalam-dalam,
disesalinya luka akibat tamparannya tadi.

"Perlihatkan lembaran-lembaran tadi yang kalian baca agar aku tahu apa yang Muhammad
bawa," pinta Umar.

"Kami khawatir engkau merampas lembaran-lembaran itu."

"Tidak perlu takut, perlihatkanlah. Aku bersumpah akan mengembalikannya."

Saat itu, timbul harapan di hati Fatimah agar kakaknya memeluk Islam.

"Kakak engkau adalah penyembah berhala, karena itu engkau kotor. Sesungguhnya, lembaran ini
tidak boleh disentuh kecuali orang yang suci."

Tanpa berkata lagi, Umar berdiri lalu mandi. Setelah itu ia kembali dan membaca lembaran-
lembaran yang berisi surat Thohaa.

‫طه‬

Thaahaa.

‫لت َ ْشقَىِ ْالق ْرآنَِ َعلَيْكَِ أ َ ْنزَ ْلنَا َما‬

81
Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah;

ِ‫ن تَذْك َرِةً إّل‬


ِْ ‫َي ْخشَىِ ل َم‬

tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),

ً ‫ن تَ ْنز‬
ِ‫يال‬ َِ ‫ْالعلَى َوالس َم َاواتِ ْاْل َ ْر‬
ِْ ‫ض َخلَقَِ مم‬

yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.

ِ‫ا ْست ََوىِ ْالعَ ْرشِ َعلَى الرحْ َمن‬

(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ´Arsy.

ِ‫الث َرىِ تَحْ تَِ َو َما بَ ْينَه َما َو َما ْاْل َ ْرضِ في َو َما الس َم َاواتِ في َما لَه‬

Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara
keduanya dan semua yang di bawah tanah.

ِ‫َوأ َ ْخفَى السرِ يَ ْعلَمِ فَإنهِ ب ْالقَ ْولِ تَجْ َه ِْر َوإ ْن‬

Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang
lebih tersembunyi.

ِ َ َ‫ْالح ْسنَىِ ْاْل َ ْس َماءِ لَهِ ِۖه َِو إّلِ إلَ ِه‬
ِ‫ّل ّللا‬

Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai al
asmaaul husna (nama-nama yang baik),

............

Umar terus membaca sebagian besar lembaran-lembaran tadi, lalu berhenti. Tangannya terkulai.
Matanya sayu.
Dikembalikannya lembaran-lembaran tadi ke tangan Fatimah. Dengan rasa heran dan penuh
harap, Fatimah memerhatikan wajah kakaknya.

Kemudian di dengarnya Umar mendesah. "Alangkah bagus dan agung kata-kata ini."

Seolah mendadak matahari yang terang benderang muncul dari balik awan. Khattab bin Al Arat
segera keluar dari persembunyiannya.

"Wahai Umar!" serunya meluap-luap, "aku sungguh berharap mudah-mudahan Allah


mengistimewakan dirimu. Kemarin kudengar Rasulullah berdoa, "Ya Allah! kuatkanlah Islam
dari dua Umar, Abu Jahal bin 'Amr bin Hisyam atau Umar bin Khattab!"

Mendengar itu, Umar segera bangkit dan bergegas menuju Darul Arqam. Namun, tangannya
masih menghunus pedang dan wajahnya seperti singa padang pasir yang siap bertarung.

Keislaman Umar bin Khattab

82
Berdentum-dentum pintu Darul Arqam diketuk Umar. Sebelum membuka pintu, seorang sahabat
mengintip keluar dan terkejut, seperti baru mengalami mimpi buruk.
"Pengetuk pintu adalah Umar bin Khattab!" desisnya panik kepada Rasulullah dan orang-orang
di dalam, "Dia datang dengan pedang terhunus!"

Hamzah bin Abdul Muthalib berdiri dan berkata tenang. "Biarkan saja dia masuk. Jika dia datang
dengan maksud baik, kita sambut dengan baik. Namun, jika dia datang dengan maksud jahat,
kita bunuh saja dia dengan pedangnya"

Setelah berkata begitu, tangan Hamzah bergerak meraba gagang pedangnya. Suasana tambah
mencekam ketika pintu dibuka. Namun, Umar tidak juga masuk, ia tetap berdiri dengan sikap
garang di depan pintu.

Melihat itu, Rasulullah pun berdiri dan berjalan cepat menghampiri Umar. Dengan kecepatan
yang bahkan tidak terduga oleh Umar sendiri, tangan Rasulullah yang mulia bergerak dan
mencengkeram leher baju Umar dengan kuat.

Dengan suara tegas yang tidak bisa dibantah, Rasulullah berkata,

"Wahai Umar! Dengan maksud apa engkau datang? Demi Allah, aku tidak akan melihat engkau
berhenti dengan sikap dan tindakanmu terhadap kami hingga Allah menurunkan bencana
untukmu"

Kerongkongan Umar tersekat karena begitu terkejut. Kesombongannya runtuh, bahkan rasa takut
menguasai dirinya. Dengan suara lirih ia berkata "Wahai Rasulullah....... "

Semua orang di Darul Arqam tercengang. Mereka lebih tercengang lagi mendengar Umar bin
Khattab, sang Singa Quraisy, melanjutkan kata-katanya,

"Aku datang kepadamu untuk beriman kepada Allah dan Utusan-Nya"

Rasulullah melepaskan cengkeramannya dan berkata penuh rasa syukur, "Subhanallah ....."

Takbir Hamzah membahana. Pada bulan Dzulhijjah tahun keenam kenabian itu, Umar bin
Khattab, Sahabat berperang dan teman minumnya, menjadi saudara seiman. Hati mereka terikat
dalam tali yang tidak bisa putus lagi sampai ke akhirat. Dengan kegembiraan yang tiada tara,
Rasulullah mengusap dada Umar agar sahabat barunya itu tetap dalam keimanan.

Bagian 41

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعِلَى َِو‬

Berdakwah Terang-Terangan

Keesokan harinya, Umar mengingat-ingat siapa yang paling keras memusuhi Rasulullah.
Jawabannya pun langsung ditemukan, "Abu Jahal!" Tanpa membuang waktu, Umar pergi
mengetuk pintu rumah Abu Jahal. Abu Jahal keluar dan menyambut Umar,
83
"Selamat datang, wahai kemenakanku! Kabar apakah gerangan yang engkau bawa?"

"Aku datang untuk memberitahukan kepadamu bahwa aku telah memercayai ajaran-ajaran
Muhammad!"

Wajah Abu Jahal pucat. Sambil membanting pintu, ia berseru lantang,

"Mudah-mudahan tuhan mengutukmu. Alangkah buruknya kabar yang engkau bawa!"

Tidak berhenti sampai disitu, di sepanjang jalan, Umar memberi tahu setiap orang bahwa ia telah
memeluk Islam.

Setelah itu, Umar pergi ke Ka'bah dan mengumumkan keislamannya. Rasa takut bercampur
benci semakin membengkak di hati orang-orang Quraisy yang masih kafir.

Setelah masuk Islam, Umar bertanya,

"Wahai Rasulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran mati maupun hidup?"

Ketika Rasulullah membenarkannya dengan tegas, Umar meminta agar Rasulullah dan kaum
Muslimin keluar secara terang-terangan. Rasulullah menyetujui hal itu. Beliau dan umatnya pun
keluar ke jalan-jalan Kota Mekah dalam dua barisan menuju Masjidil Haram. Barisan sebelah
kanan Rasulullah dipimpin oleh Hamzah dan barisan di sebelah kiri dipimpin oleh Umar bin
Khattab.

Sejak itulah Umar digelari Al Faruq (sang pembeda kebenaran dan kebathilan).

Islam Mengajarkan Kebaikan

Islam kemudian menjadi bahan diskusi hangat di Kota Mekah. Mereka yang penasaran terus
bertanya kepada temannya yang Muslim. Sementara itu, mereka yang benci tidak henti-hentinya
menjelekkan agama ini.

"Apa yang diajarkan agama baru ini? Katakan kepadaku, Sobat. Biar aku paham mengapa kamu
begitu mudah meninggalkan agama nenek moyang kita," kata seseorang kepada sahabatnya.

"Engkau tahu bahwa hidupku sangat sulit," jawab teman Muslimnya,

"setiap kali kulihat orang-orang kaya mengendarai kuda-kuda istimewa, mengenakan pakaian
mewah, dan memasuki rumah megah, aku jadi bertanya, untuk apa sebenarnya Tuhan
menciptakan aku ini? Aku tidak bisa menikmati hidup kecuali bekerja keras untuk makan sehari-
hari. Aku tidak tahu setelah aku mati akan ke mana aku pergi. Sungguh sulit rasanya menjadi
orang yang berharga dan mulia."

Sang muslim menoleh dan melihat wajah temannya itu tampak bersungguh-sungguh.

"Namun kemudian, Islam datang dan mengajarkan bahwa kemuliaan bukan terletak pada
tumpukan emas dan perak kita, akan tetapi pada sebanyak apa kebaikan yang telah kita buat.
Islam tidak melarang perdagangan dan orang menjadi kaya, tetapi Islam mengajarkan bahwa

84
nilai cinta kasih, persaudaraan, tolong-menolong, dan kebersamaan berada jauh di atas nilai
setumpuk harta.
Tahukah engkau, setelah datangnya Islam, aku merasa menjadi yang lebih berarti daripada
sebelumnya."

Sang teman mengangguk-angguk.

"Lebih dari itu," lanjut si Muslim,


"Islam mengenalkan aku kepada siapa sebenarnya Pencipta alam yang patut disembah: bukan
berhala yang tidak bisa apa-apa, melainkan Allah.
Melalui Rasulullah, Allah menurunkan perkataan-Nya buat kita. Coba dengarkan beberapa ayat
berikut ini. Engkau akan tahu bahwa tidak seorang penyair pun yang mampu menandingi
keindahan bahasanya apalagi kebenaran isinya."

Kemudian, beberapa ayat Al Qur'an mengalun dari mulut si Muslim dan langsung menembus
hati temannya yang kini kian larut dan kian dekat pada kebenaran.

Kesaksian Musuh

Bahkan para musuh Rasulullah pun tidak dapat mengingkari kejujuran Rasulullah.
Tirmidzi meriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib bahwa Abu Jahal pernah berkata kepada
Rasulullah,
"Sesungguhnya kami tidak mendustakanmu, tapi kami mendustakan apa yang engkau bawa."

Utusan Quraisy

Apa yang terjadi dengan Muslim yang berhijrah ke Habasyah.

"Kita tidak bisa membiarkan mereka berlindung di Habasyah!" Seru seseorang pembesar
Quraisy.
"Dengan perlindungan yang diberikan Raja Najasyi, aku khawatir mereka akan bertambah kuat
dan membahayakan kita!"

"Kirim utusan kepada Najasyi!" Sambut pembesar yang lain,


"bujuk dia, katakan apa saja agar dia memulangkan para pengikut Muhammad itu!"

Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi'ah diutus menemui Raja Habasyah, Najasyi. Tiba di
Habasyah, mereka mempersembahkan hadiah-hadiah berharga untuk raja dan para pembesarnya.

"Paduka Raja," kata mereka, "kaum Muslim yang datang ke negeri Paduka ini adalah budak-
budak kami yang tidak punya malu. Mereka meninggalkan agama bangsanya dan tidak pula
menganut agama Paduka. Mereka membawa agama yang mereka ciptakan sendiri yang tidak
kami kenal dan tidak juga Paduka kenal. Kami diutus kepada Paduka oleh pemimpin-pemimpin
masyarakat mereka, oleh orangtua-orangtua mereka, paman mereka, dan keluarga mereka
sendiri, agar Paduka sudi mengembalikan orang-orang itu kepada kami. Kami lebih mengetahui
betapa orang-orang itu mencemarkan dan memaki-maki tuhan-tuhan kami.

Sebenarnya, kedua utusan tersebut telah menyogok para pembesar istana untuk membantu
meyakinkan raja. Namun, Najasyi adalah raja yang bijaksana. Dia sama sekali tidak terpengaruh
hadiah-hadiah yang dibawa kedua utusan Quraisyi. Dia tidak mau mengusir kaum Muslimin
kembali sebelum ia mendengar sendiri apa alasan mereka pergi meninggalkan Mekah.
85
"Bawa para pengungsi itu ke hadapanku!" perintah Najasyi.

Seluruh kaum Muslimin menghadap, Raja bertanya, Agama apa ini yang sampai membuat Tuan-
Tuan meninggalkan masyarakat Tuan sendiri, tetapi tidak juga Tuan-Tuan menganut agamaku
atau agama lain?"

Bagian 42

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Jawaban Kaum Muslimin

Saat itu, yang menjadi juru bicara kaum Muslimin adalah sepupu Rasulullah yang amat tampan,
Ja'far bin Abu Thalib.

"Paduka Raja," Ucap Ja'far penuh hormat,


"ketika itu, kami masyarakat yang bodoh, kami menyembah berhala, bangkai pun kami makan,
segala kejahatan kami lakukan, memutuskan hubungan dengan kerabat, dengan tetangga pun
kami tidak baik, yang kuat menindas yang lemah.
Demikian keadaan kami sampai Tuhan mengutus seorang utusan-Nya dari kalangan kami yang
sudah kami kenal asal-usulnya. Dia jujur, dapat dipercaya, dan bersih pula.
Dia mengajak kami menyembah Allah Yang Mahatunggal, meninggalkan batu-batu dan patung-
patung yang selama ini kami dan nenek moyang kami menyembah.
Dia menganjurkan kami untuk tidak berdusta, untuk berperilaku jujur, mengadakan hubungan
baik dengan keluarga dan tetangga, menyudahi pertumpahan darah, serta menghentikan
perbuatan terlarang lainnya.
Dia melarang kami melakukan segala kejahatan dan menggunakan kata-kata dusta, melarang
memakan harta anak yatim, dan melarang mencemarkan perempuan-perempuan bersih.
Dia minta kami menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Selanjutnya, disuruhnya kami
melakukan shalat, zakat, dan shaum (lalu Ja'far menyebut beberapa ketentuan Islam).
Kami pun membenarkannya. Kami turut segala yang diperintahkan Allah. Lalu, yang kami
sembah hanya Allah Yang Mahatunggal, tidak menyekutukan-Nya dengan apa dan siapa pun
juga.
Segala yang diharamkan kami jauhi dan yang dihalalkan kami lakukan. Oleh karena itulah,
masyarakat kami memusuhi kami, menyiksa kami, dan menghasut kami, dan supaya kami
meninggalkan agama kami dan kembali menyembah berhala supaya kami membenarkan segala
keburukan yang pernah kami lakukan dulu.
Oleh karena mereka memaksa kami, menganiaya kami, menekan kami, dan menghalang-halangi
kami dari agama kami, maka kami pun keluar, pergi ke negeri Tuan ini. Tuan jugalah yang
menjadi pilihan kami. Senang sekali kami berada di dekat Tuan, dengan harapan, di sini tidak
akan ada penganiayaan."

Najasyi mendengarkan penuh dengan kesungguhan, lalu katanya, "Adakah ajaran Tuhan yang
dibawanya itu yang dapat Tuan-tuan bacakan kepada kami?"

Surat Maryam
86
"Ya," jawab Ja'far.
Lalu, ia membaca surat Maryam, ayat 29-33:

ِ‫ت‬ َ ‫ْف قَالوا ِۖإلَيْهِ فَأَش‬


ْ ‫َار‬ ِْ ‫صبيًا ْال َم ْهدِ في كَانَِ َم‬
َِ ‫ن نكَلمِ َكي‬ َ

maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: Bagaimana kami akan berbicara
dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?
Surah Maryam (19:29)

ِ‫ي ّللاِ َعبْدِ إني قَا َل‬ َِ ‫نَبيًا َو َج َعلَني ْالكت‬


َِ ‫َاب آتَان‬

Berkata Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia
menjadikan aku seorang nabi,
Surah Maryam (19:30)

َ َ‫صاني ك ْنتِ َما ِأ َيْنَِ مب‬


‫ار ًكا َو َجعَلَني‬ َ ‫ا ًَ َحيِ د ْمتِ َما َوالزكَاةِ بالص َالةِ َوأ َ ْو‬

dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia
memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;
Surah Maryam (19:31)

‫ارا يَجْ عَ ْلني َولَ ِْم ب َوالدَتي َوبَ ًرا‬


ً ‫شَقيًا َجب‬

dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.
Surah Maryam (19:32)

ِ‫َحيًا أ ْبعَثِ َويَ ْو َِم أَموتِ َويَ ْو َِم ولدْتِ يَ ْو َِم َعلَيِ َوالس َالم‬

Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku
meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.
Surah Maryam (19:33)

Ayat-ayat Al-Qur'an itu membenarkan kitab Injil. Semua pemuka istana dibuat terkejut. Mereka
berkata,

"Itu kata-kata yang keluar dari sumber yang mengeluarkan kata-kata Isa Al Masih."

Penuh haru, Najasyi membenarkan para pembesar istananya,

"Kata- kata ini dan yang dibawa oleh Musa, keluar dari sumber cahaya yang sama."

Najasyi berpaling kepada kedua utusan Quraisy,

"Pergilah. Kami takkan menyerahkan mereka kepada Tuan-Tuan!"

Kaum Muslimin saling berpandangan penuh syukur. Sementara itu, Amr bin Ash dan Abdullah
bin Rabi'ah berjalan keluar istana dengan wajah murung.

"Tidak bisa begini," keluh Abdullah.

87
"Tidak bisa kita jauh-jauh datang kesini untuk kemudian pulang dengan tangan hampa dan
terhina."

Amr bin Ash, yang terkenal lihai dalam bersiasat, merenung sejenak.

"Rasanya, aku masih punya siasat lain," katanya. "Namun, biar kita kembali esok hari. Biarkan
para pengikut Muhammad itu merasa senang. Besok, akan kita kejutkan mereka dengan
pertanyaan yang akan kita ajukan kepada Najasyi."

Bagian 43

َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َو َعلَى‬

Kaum Muslimin Menang

Siasat para utusan Quraisy itu sederhana saja.


"Paduka" kata mereka kepada Najasyi keesokan harinya, sesungguhnya kaum Muslimin
menuduh keji terhadap Isa anak Maryam."

Mendengar itu, Najasyi terkejut. Dia langsung memanggil Ja'far dan teman-temannya.

"Benarkah kalian menuduh Isa anak Maryam dengan tuduhan yang jelek?" tanya Najasyi.

Ja'far kembali menjawab dengan tenang. "Tentang dia, pendapat adalah seperti yang dikatakan
Nabi kami. "Dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Ruh-Nya dan firman-Nya yang
disampaikan perawan Maryam. "

Najasyi turun dari singgasananya dengan mata berbinar gembira. Dia mengambil sebuah tongkat
dan membuat garis lurus diatas tanah.

"Antara agama Tuan-Tuan dan agama kami," katanya penuh gembira bercampur haru,
"sebenarnya tidak lebih dari garis ini."

Nyata bagi Najasyi bahwa kaum Muslimin mengakui Nabi Isa, mengenal adanya Kristen, dan
menyembah Allah.

Kedua utusan Quraisy pun pulang dengan tangan hampa. Tidak ada celah bagi tuduhan atau
siasat yang mereka lancarkan. Kenyataan pahit ini akan segera sampai kepada para pemuka
Quraisy di Mekah.

Setelah itu kaum Muslimin tinggal di Habasyah dengan perasaan aman dan tentram.

Sempat Kembali

Kaum muslimin yang berhijrah ke Habasyah sempat kembali ke mekah karena mendengar berita
bahwa orang Quraisy sudah tidak terlalu keras memusuhi Rasulullah dan pengikutnya. Namun,

88
ketika mengetahui bahwa orang Quraisy malah bersikap semakin keras, mereka kembali
berhijrah ke Habasyah.

Ajakan Saling Menyembah Tuhan

Di Mekah, para pembesar Quraisy, Abu Jahal bin Hisyam, Abu Sufyan bin Harb, Abu Lahab,
Utbah bin Rabi'ah, Walid bin Mughirah, dan Ummayah bin Khalaf mengundang Rasulullah ke
pertemuan mereka. Sejenak, hati Rasulullah penuh harapan, mungkin lewat pertemuan hari ini
mereka akan tersentuh oleh Islam.

Alangkah kecewanya Rasulullah ketika lagi-lagi yang mereka tawarkan kepadanya adalah soal
harta dan kekuasaan. Beliau diam sejenak, lalu berkata,

"Apa yang kalian katakan sama sekali tidak pernah terlintas dalam lubuk hatiku. Aku datang
memenuhi ajakan kalian untuk mengadakan perundingan. Tidak ada maksud sama sekali untuk
mencari harta kekayaan, tidak pula kemuliaan, dan kekuasaan.
Allah telah mengutus diriku sebagai utusan bagi kalian semua. Jika kalian mau menerima ajaran-
ajaran yang kubawa, hal itu merupakan keberuntungan kalian di dunia dan di akhirat. Jika kalian
semua menolak, aku akan bersabar hingga Allah memutuskan persoalan yang terjadi di antara
aku dan kalian."

Para pembesar Quraisy itu mengerutkan kening. Lagi-lagi Muhammad bicara tentang Tuhannya.
Salah seorang di antara mereka pun akhirnya bicara,

"Marilah antara kami dan engkau mengadakan kerja sama dalam persoalan ketuhanan ini. Jika
yang kami sembah lebih baik daripada yang kamu sembah, kami akan memperoleh keuntungan
darinya. Jika yang engkau sembah lebih baik daripada yang kami sembah, engkau akan
memperoleh keuntungan darinya."

Orang itu menarik napas sejenak, lalu melanjutkan lagi,

"Maka, engkau harus menyembah tuhan-tuhan kami dan menjalankan perintah-perintahnya.


Kami akan menyembah Tuhanmu dan menjalankan perintah-Nya."

Rasulullah tidak menunggu sejenak pun untuk menanggapi. Beliau mengutip sebuah ayat Al
Qur'an (surah Al-Kafirun),

ِ‫تَ ْعبدونَِ َما أَعْبدِ َّل‬

Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.


Surah Al-Kafirun (109:2)

ِ‫أَعْبدِ َما َعابدونَِ أ َ ْنت ِْم َو َّل‬

Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.


Surah Al-Kafirun (109:3)

ِ‫َعبَدْت ِْم َما َعابدِ أَنَا َو َّل‬

Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
Surah Al-Kafirun (109:4)
89
ِ‫أَعْبدِ َما َعابدونَِ أ َ ْنت ِْم َو َّل‬

dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Surah Al-Kafirun (109:5)

ِ‫ي دينك ِْم لَك ْم‬


َِ ِ‫دينِ َول‬

Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.


Surah Al-Kafirun (109:6)

Perundingan pun buntu. Para pembesar Quraisy itu merasa tidak ada jalan lagi untuk melakukan
perubahan. Mereka merasa harus mengambil tindakan keras! Begitu kerasnya sampai
Muhammad dan pengikutnya akan meminta ampun kepada mereka!

Pemboikotan

"Kalian bayangkan!" seru seorang pemuka Quraisy kepada yang lainnya. "Jumlah pengikut
Muhammad kian bertambah! Budak-budak kita telah berani mengangkat muka di hadapan tuan-
tuannya sebab mereka dilindungi para pengikut Muhammad yang kaya raya! Jika kita menyiksa
budak itu, pasti datang salah seorang pengikut Muhammad yang tanpa berat hati akan
membebaskan mereka!"

"Itu yang membuatku khawatir!" sahut yang lain,


"bayangkan jika jumlah budak yang dibebaskan itu makin banyak dan mereka diberi senjata, kita
pasti akan kewalahan menghadapinya!"

Pembesar yang lain terdiam. Mereka mengakui ancaman besar itu.

"Sejak Hamzah dan Umar mengikuti Muhammad, kita benar-benar kekurangan kekuatan," keluh
seseorang.

Kata-kata itu menyakitkan dan membuka luka lama. Bagi para pembesar itu, puluhan budak
yang masuk Islam tidak sebanding dengan keislaman seorang Hamzah atau Umar.

"Muhammad tidak akan berdaya kalau keluarganya dari Bani Hasyim tidak melindunginya!"
geram seseorang.

"Ya, Bani Hasyim pun belum semuanya jadi pengikut Muhammad, mereka harus menerima
akibatnya! Kita boikot mereka semua! Jangan beri mereka kesempatan untuk mencari nafkah!
Kita buat mereka semua miskin dan sengsara!"

Seruan itu disambut ramai oleh para pembesar. Akhirnya, mereka mengeluarkan sebuah
pengumuman yang mereka tulis di atas sebuah lembaran. Isinya melarang seluruh manusia
menjalin hubungan pernikahan dan jual beli dengan Bani Hasyim. Lembaran itu mereka
gantungkan di dinding Ka'bah.

Keesokan harinya, penduduk Mekah menjadi gempar. Keputusan ini akan membuat Bani
Hasyim terkucil, kelaparan dan tertekan.

90
Bagian 44

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Derita Pemboikotan

Pemboikotan kecil-kecilan terhadap kaum Muslimin sebenarnya telah lama dijalankan. Kalau
ada seseorang saudagar menjadi Muslim, Abu Jahal akan mengatakan, "Akan kami boikot
barang-barangmu dan mengubahmu sampai jadi pengemis."

Rasulullah ‫ ﷺ‬, Bani Hasyim dan kaum Muslimin diasingkan ke dalam Syi'ib, benteng kecil
milik Abu Thalib. Kaum Quraisy menegaskan bahwa jika Bani Hasyim menyerahkan Rasulullah
‫ ﷺ‬, pemboikotan kepada mereka akan dicabut. Namun, bukannya merasa takut, Bani Hasyim
malah semakin setia kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬yang merupakan anggota keluarga mereka.

Pemboikotan ini berjalan tiga tahun lamanya. Selama itu, hanya musim haji saja Rasulullah ‫ﷺ‬
dan para pengikutnya bebas berdakwah keluar Syi'ib. Itu pun selalu diikuti Abu Lahab sambil
mengolok-olok Rasulullah ‫ﷺ‬ dengan kata-kata kasar. Pada musim haji itu, Mekah ramai
didatangi para peziarah dari pelosok jazirah.

Akibat adanya pelarangan hubungan dagang, saat itu, Rasulullah ‫ﷺ‬ tidak dapat membeli
makanan yang cukup. Pada waktu-waktu yang sulit, mereka sering terpaksa makan daun-daunan
dan kulit-kulit pohon yang tipis. Anak-anak menangis pada malam hari karena kelaparan.
Semetara itu, orang-orang dewasa mengganjal perutnya dengan batu agar tidak masuk angin.

Perbuatan kejam itu juga menimbulkan rasa kasihan sebagian orang Quraisy. Apalagi yang
memiliki hubungan saudara dengan Bani Hasyim. Orang-orang itu sering dengan berbagai cara
menolong keluarga mereka di dalam Syi'ib.

Suatu ketika Abu Jahal sedang meronda di sekitar Syi'ib, memergoki Hakim bin Hisyam bin
Khuwailid dan budak laki-lakinya berusaha meyelundupkan gamdum dan makanan lain untuk
bibinya yang tidak lain Khadijah istri Rasulullah ‫ ﷺ‬.

Tanpa ampun, Abu Jahal memukuli budak laki-laki itu dan merampas karung gandumnya.

"Aku bersumpah....!" teriak Abu Jahal terengah-engah sambil terus memukul. "Aku bersumpah
tidak seorang pun dapat menyelundupkan makanan kepada Muhammad!"

Pada saat itu, Al Bakhtari datang sambil berseru kepada Abu Jahal. " Hei makanan ini tadinya
milik bibinya. Bibinya lalu mengirimkan kepadanya, mengapa engkau melarangnya
mengantarkan makanan tersebut kepada bibinya lagi?"

Kemudian keduanya berkelahi Abu Jahal terluka karena dipukul dengan tulang unta.

91
Syi'ib Abu Thalib

Syi'ib Abu Thalib, tempat kaum muslimin digiring, dikurung dan dijaga, dikelilingi dinding batu
tinggi yang tidak dapat dipanjat. Letaknya di Bukit Abu Qubays, sebelah timur Mekah. Pintu
masuknya berupa celah sempit dengan tinggi kurang dari dua meter yang hanya dapat dimasuki
unta dengan susah payah.

Derita di Pengasingan

"Ibuuu aku lapar,"...tangis seorang anak di dalam Syi'ib.

"Besok ya nak! Besok kita dapat kiriman makanan," jawab ibunya.

"Tidak mau, aku mau makan sekaraaaang....." Karena tidak kuat menahan perutnya yang perih,
anak itu menangis dan menjerit-jerit.

Tangis dan jerit anak-anak terdengar hampir setiap malam dari dalam Syi'ib. Sebagian penduduk
Mekah mulai tidak tega melihat penderitaan Bani Hasyim, tetapi mereka takut untuk membantu.

Ada empat ratus orang keluarga Bani Hasyim yang bertahan di dalam Syi'ib. Kehidupan mereka
begitu keras dan penuh dengan kekurangan, tetapi tidak satupun yang berniat mengkhianati
Rasulullah ‫ ﷺ‬. Padahal, tidak semua anggota keluarga telah memeluk agama Islam, termasuk
Abu Thalib, sang pemimpin Bani Hasyim.

Kehadiran Rasulullah ‫ ﷺ‬di tengah-tengah mereka sudah cukup membuat mereka lupa akan
segala kecemasan dan membuat mereka selalu berbahagia. Mereka mengerti bahwa Allah telah
memilih mereka untuk melindungi utusan-Nya dari semua musuh. Bagi Bani Hasyim, itu sebuah
kehormatan yang membuat mereka tidak mau menukar Rasulullah dengan apa pun, bahkan
dengan sebuah kerajaan sekali pun. Mereka bahkan menjalankan tahun-tahun pengasingan yang
pahit itu dengan rasa bangga.

Tidak satu pun dari empat ratus orang itu berniat untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Padahal,
mereka tidak tahu kapan pengasingan itu akan berakhir. Hari demi hari, minggu demi minggu,
bulan demi bulan dijalani dengan penuh harapan. Mereka semua sudah bertekad mengikuti
Rasulullah ‫ﷺ‬ kemana pun. Mereka lebih suka menjadi tawanan dari pada bebas tanpa
Rasulullah. Bagi mereka, hidup tanpa Rasulullah ‫ ﷺ‬adalah hidup yang tidak layak di jalani.

Selama masa-masa sulit itu, ada sosok penting selain Rasulullah ‫ ﷺ‬yang menjadi sosok teladan
bagi semua penghuni Syi'ib, bagaimana mereka harus menjalani hidup dengan penuh ketabahan.

92
Bagian 45

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Ketabahan Khadijah

Khadijah-lah yang menjadi teladan bagi semua orang pada saat-saat sulit itu. Beliau adalah
keturunan bangsawan dan dibesarkan dalam lingkungan yang mewah. Namun, ketika harus
meninggalkan rumahnya yang luas dan tinggal di lembah yang sempit. Khadijah sama sekali
tidak menunjukkan keengganan. Beliau mengumpulkan segala kekuatan, keberanian,
kemampuan, serta bangkit penuh semangat.

Pada saat-saat itu, air adalah hadiah yang sangat berharga. Khadijah memberikan kepada Ali bin
Abu Thalib keping-keping emas untuk membeli air yang kemudian beliau bagikan secara merata
kepada semua yang membutuhkan.

Khadijah adalah bidadari pelindung bagi kaumnya. Beliau amat memerhatikan nasib anak-anak,
keluarga Bani Hasyim. Setiap kali ada bahan makanan yang berhasil di dapatkan, Khadijah
mengatur agar anak-anak mendapatkannya lebih dahulu daripada orang dewasa. Setelah itu,
beliau mendahulukan kepentingan para orang tua dibandingkan kepentingannya sendiri.

Khadijah selalu menjadikan sabar dan shalat sebagai sumber kekuatannya. Beliau memohon
pertolongan Allah setiap saat. Ketika berdoa, Khadijah tidak hanya mendapatkan pertolongan,
tetapi juga keberanian, kekuatan, kedamaian, ketenangan dan kepuasan.

Selama tiga tahun di pengasingan itu, kekayaan Khadijah yang berlimpah itu habis. Sebagian
besar harta itu digunakan untuk membeli air. Beliau amat berbahagia karena dapat menggunakan
kekayaannya itu untuk menyelamatkan hamba Allah yang paling mulia, Muhammad ‫ ﷺ‬dan
keluarganya.
Beliau menganggap semua itu adalah sebuah kehormatan, sehingga sangat mensyukurinya.

Di tengah-tengah bencana dan kesusahan itu, Khadijah tetap tegar dalam keimanan. Hal itulah
yang menjadi sumber kekuatan yang tidak tergoyahkan bagi orang-orang di sekitar beliau.
Khadijah selalu berhubungan dengan Allah lewat shalat. Shalat adalah rahasia keberanian beliau.
Perilaku beliau yang tenang dan lembut menjadi pendorong (kekuatan) bagi seluruh anggota
Bani Hasyim di tengah-tengah kesulitan itu.

Perhiasan Terindah di Dunia

Islam sangat memuliakan kaum wanita. Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:


"Seindah-indahnya perhiasan di muka bumi ini adalah wanita sholihah."

Hikmahnya "Wanita adalah tiang sebuah bangsa. Apabila wanitanya baik, baik pulalah suatu
bangsa. Namun, apabila wanitanya jelek, jelek pulalah bangsa itu."

Harta Abu Bakar

93
Ketika masuk Islam, Abu Bakar memiliki harta sebanyak 50.000 dirham. Beliau membebaskan
tujuh budak dengan 400 dirham per orang. Jadi, uang beliau terpakai sebanyak 2.800 dirham,
sebagian besar sisanya dipergunakan untuk mempertahankan hidup bersama kaum muslimin di
dalam Syi'ib

Thufail Ad Dausi

Di tengah-tengah kesulitan itu, Rasulullah yang tidak pernah menyerah, sedikit demi sedikit
terus mendapatkan kemenangan. Suatu hari, datanglah seorang bangsawan dan penyair cendekia
dari luar Mekah, bernama Thufail Ad Dausi. Seketika itu juga, orang-orang Quraisy memberinya
peringatan,

"Hati-hati terhadap Muhammad, jangan dengar kata-katanya. Dia telah memecah belah orang
dengan keluarganya. Kami takut jika kamu mendengarnya, kaum kamu juga akan terpecah-
belah. Hati-hati dan jangan sekali-kali mendengarkannya!"

Diperingatkan seperti itu, membuat Thufail penasaran.

"Namun, aku adalah cendikiawan dan penyair. Aku dapat mengenal mana yang baik dan mana
yang buruk. Apa salahnya kalau aku mendengarkan sendiri apa yang akan dikatakan orang itu?
Jika ternyata baik akan aku terima, kalau buruk akan kutinggalkan."

Setelah berfikir begitu, Thufail Ad Dausi mengikuti Rasulullah sampai ke rumahnya.

"Tuan benarkah Anda seperti dituduhkan orang?" tanya Thufail,


"Apa yang Anda bawa dan Anda sampaikan kepada mereka?"

Rasulullah menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dan membacakan ayat-ayat Al-Qur'an. Hati


Thufail segera luluh dan dia pun memeluk Islam. Ketika kemudian ia kembali kepada kaumnya,
sebagian mereka langsung memeluk Islam, sebagian yang lain tampak ragu.

Selain Thufail ada dua puluh orang yang diutus masyarakat beragama Nasrani untuk mencari
tahu tentang Rasulullah. Begitu bertemu dan berbincang dengan beliau, mereka langsung
menyambut, menerima, dan beriman kepada beliau.

Orang-orang Quraisy menjadi geram dan memaki-maki mereka.

"Kalian ini utusan yang gagal! Kalian disuruh oleh masyarakat seagamamu mencari berita
tentang orang itu. Sebelum kamu kenal benar-benar siapa dia, agama kamu sudah kamu
tinggalkan dan lalu percaya saja apa yang dikatakannya."

Abu Sufyan, Abu Jahal, dan Akhnas

Melihat orang-orang di luar Mekah seperti Thufail Ad Dausi dan orang-orang Nasrani memeluk
Islam, para Pembesar Quraisy yang paling gigih memusuhi Rasulullah pun jadi bertanya-tanya,

"Benarkah yang dibawa Muhammad itu benar?"

Diam-diam Abu Sufyan pergi pada suatu malam mendekati kediaman Rasulullah. Dia tahu
Rasulullah selalu bangun malam dan membaca Alquran. Saat Abu Sufyan mendengar ayat-ayat

94
Alquran dibacakan, begitu tenang dan damai hatinya. Suara Rasulullah yang merdu menggema
di kalbunya.

Fajar pun tiba dan Abu Sufyan bergegas pulang. Namun saat itu, dia memergoki Abu Jahal juga
sedang mendengarkan bacaan Rasulullah. Mereka saling pandang tanpa mampu berkata,
lewatlah Akhnas bin Syariq. Rupanya, Akhnas pun diam-diam pergi mendengarkan Rasulullah
membaca Alquran. Mereka bertiga pun saling menyalahkan.

"Kejadian ini tidak boleh terulang lagi," ujar salah satu dari mereka.
"Jika masyarakat kita tahu, kedudukan kita akan lemah dan mereka akan berpihak kepada
Muhammad."

Ketiganya pun berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan itu.


Namun, pada malam berikutnya, mereka terbawa perasaannya masing-masing seperti kemarin.
Tanpa dapat menolak bisikan hati, mereka kembali ke tempat semalam dan mendengarkan ayat
Alquran dibacakan. Hampir Fajar, mereka mereka bertemu dan saling menyalahkan laki.

Perbuatan itu terulang lagi pada malam ketiga. Ketika mereka saling bertemu pada waktu fajar,
kembali mereka saling tuduh.
Rasa takut kemudian timbul di hati masing-masing. Mereka takut kehilangan kedudukan jika
masyarakatnya memeluk Islam. Rasa takut inilah yang membuat mereka berteguh hati untuk
membuang jauh-jauh perasaan tenang dan damai yang mereka rasakan saat mendengar bacaan
Alquran.
Setelah itu, tidak seorang pun dari mereka yang kembali ke rumah Rasulullah pada tengah
malam untuk mendengarkan beliau secara diam-diam.

Bagian 46

َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Mengejek Al Qur'an

َِ‫ّل َخيْرِ أَذَلك‬


ِ ً ‫ش َج َرةِ أ َ ِْم نز‬
َ ِ‫الزقُّوم‬

(Makanan surga) itukah hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum.
Surah As-Saffat (37:62)

‫للظالمينَِ فتْنَ ِةً َجعَ ْلنَاهَا إنا‬

Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang
zalim.
Surah As-Saffat (37:63)

ْ َ‫ْال َجحيمِ أ‬
َ ِ‫صلِ في ت َْخرج‬
‫ش َج َرةِ إن َها‬

Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang ke luar dari dasar neraka yang menyala.
Surah As-Saffat (37:64)

95
‫ط ْلع َها‬
َ ِ‫الش َياطينِ رءوسِ َكأَنه‬

mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan.


Surah As-Saffat (37:65)

Surat Ash-shaffat ayat 62-65 menjelaskan tentang makanan orang di neraka berupa buah
zaqqum.
Abu Jahal mengatakan bahwa pohon zaqqum itu tentunya seperti kurma Yatsrib yang dapat
kamu santap.

Kemudian, Allah menghina Abu Jahal dalam Surat Ad-Dukhan ayat 43 - 49 .

َ ِ‫الزقُّوم‬
ِ‫ش َج َرتَِ إن‬

Sesungguhnya pohon zaqqum itu,


Surah Ad-Dukhan (44:43)

َ ِ‫ْاْلَثيم‬
ِ‫طعَام‬

makanan orang yang banyak berdosa.


Surah Ad-Dukhan (44:44)

ِ‫ْالبِطونِ في يَ ْغلي ك َْالم ْهل‬

(Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut,


Surah Ad-Dukhan (44:45)

ِ‫ْال َحميمِ َكغ َْلي‬

seperti mendidihnya air yang amat panas.


Surah Ad-Dukhan (44:46)

َ ِ‫ْال َجحيم‬
ِ‫س َواءِ إلَىِ فَاعْتلوهِ خذوه‬

Peganglah dia kemudian seretlah dia ke tengah-tengah neraka.


Surah Ad-Dukhan (44:47)

ِ‫ن َرأْسهِ فَ ْوقَِ صبُّوا ثم‬


ِْ ‫ْال َحميمِ َعذَابِ م‬

Kemudian tuangkanlah di atas kepalanya siksaan (dari) air yang amat panas.
Surah Ad-Dukhan (44:48)

ِ‫ْالكَريمِ ْال َعزيزِ أ َ ْنتَِ إنكَِ ذ ْق‬

Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia.


Surah Ad-Dukhan (44:49)

Abdullah bin Ummi Maktum

Seorang buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum bertanya,


96
"Ada seseorang bernama Muhammad yang membawa ajaran baru?" Temannya mengiyakan.

"Ajaran yang mengajak meyembah Tuhan Yang Mahatinggi?" tanya Abdullah bin Ummi
Maktum lagi.

"Benar"

"Tuhan itu tidak bisa diraba seperti berhala?"

"Betul, Abdullah bin Ummi Maktum. Begitulah yang diajarkannya."

Abdullah bin Ummi Maktum termenung sambil menggosok-gosok ujung jemari tangannya.

"Tuhan yang tidak bisa diraba?" Pikir Abdullah bin Ummi Maktum,
"padahal ujung jariku ini sudah mengenal betul berhala-berhala. Aku bahkan bisa membedakan
Latta dan Uzza dengan memegang hidung mereka. Seandainya aku bisa bertemu sendiri dengan
Muhammad!"

Dipenuhi rasa ingin tahu yang besar, Abdullah bin Ummi Maktum menemui Rasulullah. Sayang
sekali, saat itu Rasulullah sedang menyampaikan ayat-ayat Al Qur'an kepada Walid bin
Mughirah. Ia adalah seorang pembesar Quraisy yang sangat diharapkan keislamanannya.

Akan tetapi, Abdullah bin Ummi Maktum tidak mengetahui kehadiran Walid, karena buta, dia
terus mendesak, mendesak dan mendesak Rasulullah agar saat itu juga menerangkan tentang
Islam kepadanya.

Karena tidak tahan didesak terus, sedangkan beliau sedang mendakwahi seorang tokoh penting,
Rasulullah membuang wajah beliau.

Saat itu, firman Allah turun untuk menegur beliau,


(QS 'Abasa, 80 ayat 1-6)

ِ‫س‬
َ ‫َوت ََولىِ َع َب‬

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,


Surah 'Abasa (80:1)

ِ‫ْاْل َ ْع َمىِ َجا َءهِ أَ ْن‬

karena telah datang seorang buta kepadanya.


Surah 'Abasa (80:2)

‫يَزكىِ لَ َعلهِ يدْريكَِ َو َما‬

Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),


Surah 'Abasa (80:3)

ِ‫الذ ْك َرىِ فَت َ ْن َفعَهِ يَذكرِ أَ ْو‬

atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
Surah 'Abasa (80:4)
97
‫ا ْستَ ْغنَىِ َمنِ أَما‬

Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,


Surah 'Abasa (80:5)

َِ‫صدىِ لَهِ فَأ َ ْنت‬


َ َ‫ت‬

maka kamu melayaninya.


Surah 'Abasa (80:6)

Demikianlah, Allah sangat menjaga utusan-Nya dari kesalahan, bahkan untuk kesalahan sekecil
itu. Apalagi Rasulullah adalah orang yang sangat halus perasaanya sehingga jika akan merugikan
orang miskin atau orang lemah, beliau merasa takut.

Karena Dengki

Kebanyakan para pembesar Quraisy tidak mau mengikuti Nabi bukan karena lebih yakin dengan
berhala, melainkan lebih karena dengki, mengapa Muhammad diangkat menjadi Nabi, bukan
mereka?

Walid bin Mughirah berkata, "Wahyu didatangkan kepada Muhammad bukan kepadaku, padahal
aku kepala dan pemimpin Quraisy, juga tidak kepada Abu Mas'ud Amr bin Umair Ats Tsaqafi
sebagai pemimpin Tsaqif. Kami adalah pembesar-pembesar dua kota."

Bagian 47

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫حمدِ سيدنا َعلَى‬


َِ ‫م‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Hisyam bin Amr

Hisyam bin Amr berjalan bolak-balik di depan rumahnya sambil menggerutu, "Tiga tahun sudah
Bani Hasyim diasingkan! Padahal, mereka masih bersaudara dengan suku-suku Quraisy yang
lain. Ada yang sebagai sepupu, ipar, paman, bibi.
Kalau saja tidak ada aku dan beberapa orang lain yang suka menyelundupkan makanan dengan
diam-diam, Bani Hasyim tentu sudah kelaparan! Sudah saatnya aku harus berbuat sesuatu!"

Dengan tekad demikian, Hisyam bin Amr pergi menemui sahabatnya, Zuhair bin Umayyah.
Zuhair adalah adalah anggota bani Makhzum, tapi bibinya adalah Atikah binti Abdul Muthalib
dari Bani Hasyim.

"Zuhair," tegur Hisyam,


"Aku heran engkau masih bisa tenang menikmati makanan, pakaian, dan lainnya, padahal
engkau tahu keluarga ibumu dikurung sedemikian rupa hingga tidak boleh berhubungan dengan
orang lain, tidak boleh berjual beli, tidak boleh saling menikahkan! Aku bersumpah kalau
mereka itu keluargaku dari pihak ibuku, keluarga Abdul Hakam bin Hisyam, lalu diajak untuk
mengasingkan mereka, tentu aku tolak mentah-mentah!"

98
Zuhair terperangah,
"Sebetulnya sudah lama sekali persoalan ini meresahkan hatiku," kata Zuhair kemudian.

"Jadi apa lagi yang engkau tunggu?" tanya Hisyam.

Keduanya pun sepakat untuk bersama-sama membatalkan piagam kejam itu. Namun, itu tidak
cukup. Mereka harus mendapat dukungan juga dari yang lain.
Kemudian, secara rahasia malam itu juga mereka menemui Mut'im bin Adi dari Bani Naufal,
Abu Al Bakhtary bin Hisyam, dan Zam'a bin Aswad dari Bani Asad. Kelima orang itu
membulatkan tekad untuk membatalkan piagam yang telah tiga tahun dipasang di dinding
Ka'bah.

Merobek Piagam

Esok harinya, Zuhair mengelingi Ka'bah tujuh kali seraya berseru, "Hai penduduk Mekah! Kamu
sekalian enak-enak makan dan berpakaian, padahal Bani Hasyim binasa, tidak bisa membeli atau
menjual sesuatu pun! Demi Allah, saya tidak akan duduk sebelum piagam yang kejam ini
dirobek!"

Ketika itu, Abu Jahal berada tidak jauh dari tempat Zuhair, dengan cepat, datang menghampiri
sambil berteriak,
"Engkau pendusta! Demi Allah, piagam itu tidak boleh dirobek!"

"Jika Zuhair engkau sebut pendusta, engkau jauh lebih pendusta!" balas Zam'a bin Aswad,
"Sebenarnya dulu pun saat piagam itu ditulis, kami tidak rela!"

"Zam'a benar!" dukung Abu Al Bakhtary,


"dulu kami tidak rela terhadap penulisan piagam itu dan kami pun tidak ikut menetapkannya!"

"Zam'a dan Abu Al Bakhtary benar!" sahut Mut'im bin Adi,


"dan siapa yang berkata selain itu dialah sang pendusta.

"Kami menyatakan kepada Allah untuk membebaskan diri dari piagam itu dan apa yang tertulis
di dalamnya!"

Mata Abu Jahal berkilat-kilat dan bahunya gemetar menahan marah.


"Kalian pasti sudah bersekongkol tadi malam!" tuduhnya.
"Kalian diam-diam berkumpul ditempat tersembunyi dan memutuskan untuk mengingkari
piagam bersama ini!"

Perang mulut hampir memuncak ketika Abu Thalib yang ketika dari tadi diam di pojok, berjalan
mendatangi mereka. Sikapnya yang tenang membuat orang-orang yang sedang bertengkar
terdiam.

Mereka memandang Abu Thalib dan menanti yang akan dikatakan pemimpin Bani Hasyim itu.

"Semalam Muhammad menyampaikan sebuah pesan kepadaku mengenai piagam itu, "demikian
kata Abu Thalib.

Rayap yang Diutus Allah


99
"Muhammad menyampaikan kepadaku bahwa Allah telah mengutus rayap untuk memusnahkan
piagam itu", lanjut Abu Thalib dengan tenang.
Orang-orang itu saling pandang dengan rasa heran bercampur takjub. Benarkah kabar ini?

Abu Thalib cepat berkata lagi,


"Jika kemenakan ku itu berbohong, kita biarkan apa yang ada di antara kalian dan dia. Biarlah
kami menanggung pengasingan selamanya. Namun jika Muhammad benar, kalian harus berhenti
memboikot dan berbuat semena-mena terhadap kami."

Tampak sekali Abu Thalib sangat yakin dengan perkataannya sehingga bersedia menanggung
boikot sampai mati jika perkataan Rasulullah tidak benar.
Semua orang terdiam. Mereka terharu sekaligus mengagumi rasa saling percaya dan kesetiaan
yang demikian tinggi antara Abu Thalib dan Rasulullah.

"Baiklah, engkau adil," kata mereka,


"kami terima perkataanmu tadi, Abu Thalib."

Berbondong-bondong, mereka pergi ke Ka'bah dan menemui bahwa yang dikatakan Rasulullah
memang benar. Rayap telah memakan isi piagam itu, kecuali sebagian kecil yang bertuliskan
"Bismika allahumma (Dengan nama-Mu ya Allah)."

Demikianlah, akhirnya piagam itu dibatalkan. Rasulullah dan keluarganya kini bisa kembali
berada di tengah-tengah masyarakat seperti semula.

Apakah kini Rasulullah dan para pengikutnya bisa bernafas lebih lega? Apalagi adanya
kekuasaan Allah melalui rayap, mungkinkah hati orang-orang musyrik berubah? Ternyata sama
sekali tidak! Justru kekufuran mereka semakin menjadi-jadi. Mereka itu seperti yang tercantum
dalam firman Allah:

ِ‫م ْستَمرِ سحْ رِ َو َيقولوا ي ْعرضوا آ َي ِةً َي َر ْوا َوإ ْن‬

Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan
berkata: (Ini adalah) sihir yang terus menerus.
Surah Al-Qamar (54:2)

Bulan-Bulan Suci

Ada empat bulan suci dalam setahun ketika Rasulullah dan kaum Muslimin dibebaskan dari
pemboikotan. Bulan-bulan suci itu adalah bulan pertama, Muharram (saat diharamkannya
kekerasan), lalu bulan ketujuh, Rajab (yang dihormati), kemudian bulan kesebelas, Dzulqa'dah
(bulan damai), terakhir bulan kedua belas Dzuhijjah (bulan haji).

Tetap Berdakwah

Bulan-bulan suci (Muharram, Rajab Dzulqa'dah, Dzulhijjah) itulah dimanfaatkan Rasulullah


untuk semakin giat berdakwah selama pemboikotan.

100
Bagian 48

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Ketegaran Tiara Banding

Suatu ketika, di tengah jalan, Rasulullah berpapasan dengan Umayyah bin Khalaf. Umayyah bin
Khalaf adalah seorang pemuda berperangai buruk. Ia suka bermusuhan dan tidak punya rasa
takut kepada siapa pun. Sekali pun Umar bin Khatthab dan Hamzah bin Abdul Muthalib telah
bergabung dengan pasukan kaum Muslimin. Umayyah menganggap enteng-enteng saja. Dia
bahkan telah sesumbar akan membunuh Rasulullah dengan tangannya sendiri.

Oleh karena itu, ketika berpapasan dengan Rasulullah, Umayyah langsung menggertak sambil
menunjuk kuda yang dituntunnya, "Aku beri makan kuda ini, tidak lain adalah untuk
membunuhmu!"

Rasulullah menatap Umayyah dengan tajam sambil membalas cepat, "Tidak, justru akulah yang
akan membunuhmu dengan izin Allah."

Kini Rasulullah tidak segan lagi menjawab setiap ejekan dan ancaman orang-orang Quraisy.
Beliau semakin gencar dan tekun berdakwah tanpa memperdulikan resikonya lagi. Keberanian
Rasulullah ini meruntuhkan wibawa musuh-musuh beliau yang selama ini selalu membangga-
banggakan diri.

Masyarakat kecil perlahan mulai terpengaruh dengan keberanian Rasulullah ini. Mereka merasa,
jika bergabung dengan kaum Muslimin, mereka tidak akan diejek dan disakiti semena-mena lagi.
Kekukuhan hati Rasulullah dalam menghadapi bahaya merambah ke hati orang-orang yang
tertindas.

Suatu hari, seorang pria asing menjerit, "Wahai orang-orang Quraisy! Adakah orang yang
bersedia menolong diriku? Hakku dirampas oleh Amr bin Hisyam (Abu Jahal)! Aku adalah
pendatang dan telah dilakukan sewenang-wenang!"

Siapa orang Quraisy yang berani menantang keganasan Abu Jahal untuk menolong laki-laki
malang ini?

Keberanian Rasulullah

Memang tidak ada yang berani! Tidak seorang pun! Namun, mereka menyarankan kepada laki-
laki asing itu,
"Carilah Muhammad dan minta tolong kepadanya."

Walau menyarankan begitu, hampir semua orang yakin, Rasulullah akan mampu melakukannya.
Semua tahu bahwa Abu Jahal adalah musuh Rasulullah yang paling jahat dan beringas.

"Ada apa, Saudara? Apa yang bisa kubantu?" Demikian sapa Rasulullah ketika orang asing itu
datang.
101
"Tuan, aku adalah orang asing di sini. Amr bin Hisyam tidak mau membayar unta yang dibeli
dariku!"

Rasulullah mengajak lelaki itu ke rumah Abu Jahal. Melihat mereka, orang-orang tertawa gaduh.
Mereka yakin Muhammad tidak akan punya cukup keberanian untuk menghadapi Abu Jahal.
Muhammad pasti akan mengecewakan laki-laki asing itu. Mereka bersiap-siap melontarkan
ejekan paling menyakitkan untuk meruntuhkan wibawa Rasulullah di hadapan para pengikutnya.

Ketika Rasulullah dan orang asing itu tiba di rumah Abu Jahal, ia sedang berada ditengah-tengah
budak dan para penunggang kudanya. Tiba-tiba pintu diketuk dengan keras. Wajah Abu Jahal
memerah menahan marah,

"Siapa yang berani mengetuk pintuku sekeras itu? Tidak tahu dia kalau aku sedang bersama
bawahanku! Dengan mudah, mereka bisa kusuruh melumatkan orang itu!"

Abu Jahal membuka pintu dan terkejut melihat Rasulullah di depannya. Saat itu wajah
Rasulullah tampak sangat penuh percaya diri. Hati beliau sudah bulat untuk membela orang yang
teraniaya ini.

Abu Jahal tidak berkata sepatah kata pun. Ia masuk ke rumah dan keluar lagi untuk membayar
pembelian unta laki-laki asing itu.

Orang asing itu sangat berterimakasih kepada Rasulullah. Ia segera pergi dan bercerita kepada
orang-orang di sekitar Ka'bah. Mau tidak mau, keberanian Rasulullah ini menimbulkan rasa
kagum di hati mereka. Mereka yang tadi sudah siap mengejek pun membubarkan diri dengan
perasaan bercampur aduk, kesal, geram, tetapi sekaligus hormat dan kagum.

Laki-laki dari Suku Ghifar

Kabar tentang ajaran Islam sudah mulai menyebar ke seluruh pelosok Jazirah Arabia. Suatu hari,
datanglah seorang laki-laki berwajah ramah dan bijaksana. Abu Thalib melihatnya, lalu
menegur, "Sepertinya Anda laki-laki asing?"

"Betul, namaku Abu Dzar dari suku Ghifar."

Sebelum datang sendiri, Abu Dzar mengutus seorang saudaranya untuk mencari tahu tentang
Rasulullah. Sesudah melihat apa yang dilakukan Rasulullah, saudara Abu Dzar melaporkan,

"Demi Allah, aku telah melihat orang menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari
keburukan."

Karena belum puas dengan berita itu, Abu Dzar pun datang ke Mekah. Ali bin Abu Thalib
mengajak Abu Dzar bermalam di rumahnya. Esok harinya, Ali bertanya kepada Abu Dzar,

"Jika Anda tidak berkeberatan bercerita, apa yang mendorong Anda datang ke negeri ini?"

"Kalau Anda berjanji untuk merahasiakannya, aku akan menceritakannya."


Ali mengangguk.

102
Kemudian, Abu Dzar berkata,

"Di kampungku, kami mendengar tentang seseorang yang bernama Muhammad. Orang
mengatakan bahwa ia membawa ajaran baru. Aku ingin menemuinya. Namun, aku tahu
pemerintah Quraisy akan menindak setiap orang asing yang sengaja menemuinya."

"Ikuti saya," bisik Ali bin Abu Thalib, masuklah ke tempat saya masuk. Jika saya melihat orang
yang saya khawatirkan akan mengganggu keselamatan Tuan, saya akan merapat ke tembok dan
Tuan silahkan berjalan terus."

Malam itu juga, Abu Dzar bertemu Rasulullah.

"Hatiku sangat pedih melihat orang-orang kaya yang congkak, budak-budak yang sengsara,
kaum perempuan yang tertindas, kaum miskin yang tidak mampu berbuat apa-apa. Apa yang
Islam tawarkan untuk mengatasi semua ini?" tanya Abu Dzar.

Rasulullah menjawab semua pertanyaan itu sampai Abu Dzar merasa sangat puas. Saat itu juga,
Abu Dzar menyatakan keimanannya dengan semangat menggelora.

Ketika Abu Dzar berpamitan, Rasulullah berpesan.


"Wahai Abu Dzar, kembalilah ke masyarakatmu. Kabarkanlah kepada mereka ajaran Islam, dan
rahasiakanlah pertemuan kita ini dari penduduk Mekah karena aku khawatir mereka akan
mengganggu keselamatanmu."

Abu Dzar malah pergi ke Ka'bah dan berseru-seru mengajak orang masuk Islam.

Anjuran bersabar kepada Abu Dzar

Suatu hari, Rasulullah bertanya kepada Abu Dzar,

"Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu jika menjumpai para pembesar yang mengambil
barang upeti untuk mereka pribadi?"

Jawab Abu Dzar,

"Demi yang telah mengutus Anda dengan kebenaran, akan saya tebas mereka dengan pedang
saya!"

Sabda Rasulullah,

"Maukah kamu aku beri jalan yang lebih baik dari itu? Yaitu bersabarlah sampai kamu
menemuiku."

103
Bagian 49

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Abu Thalib Sakit Keras

Beberapa bulan setelah piagam dihapus, Rasulullah kembali mengalami ujian besar. Kali ini
bukan penyiksaan dari pihak lawan, melainkan berupa kehilangan orang yang beliau cintai.

Karena sudah lanjut usia dan menderita kehidupan berat di pengasingan selama tiga tahun, Abu
Thalib jatuh sakit. Saat itu usianya sudah delapan puluh tahun. Mengetahui Abu Thalib sakit
keras, orang-orang Quraisy khawatir akan terjadi perang antara kaum Quraisy dan Rasulullah
beserta para pengikutnya. Apalagi dipihak Rasulullah ada Hamzah dan Umar yang terkenal
garang dan keras. Selama ini, Abu Thalib selalu bisa menjadi penengah kedua belah pihak.

Para pemuka Quraisy menemui Abu Thalib dipembaringan dan berkata,

"Abu Thalib, engkau adalah keluarga kami juga. Sekarang ini, keadaan antara kami dan
kemenakanmu sudah sangat mencemaskan kami. Panggilah dia. Kami dan dia akan saling
memberi dan menerima. Biarlah dia dengan agamanya dan kami dengan agama kami pula".

Rasulullah Kemudian datang. Mengetahui maksud kedatangan mereka, Rasulullah bersabda,

"Sepatah kata saja saya minta yang akan membuat mereka merajai semua orang Arab dan bukan
Arab."

"Katakanlah, demi ayahmu," kata Abu Jahal,


"sepuluh kata sekali pun silahkan!"

Rasulullah bersabda,

"Katakan, tidak ada ada Tuhan selain Allah dan tinggalkan segala penyembahan selain Allah."

"Muhammad," seru mereka,


"maksudmu tuhan-tuhan itu dijadikan satu saja?"

Para Pembesar Quraisy Saling pandang dengan kecewa menghadapi keteguhan Rasulullah.

"Pulanglah," kata mereka satu sama lain,


"orang Ini tidak akan memberikan apa-apa seperti yang kamu kehendaki. Pergilah Kalian!"

Abu Thalib Wafat

Rasulullah duduk di sisi pembaringan pamannya. Dengan sedih, ditatapnya wajah bijaksana
orang tua itu. Hati Rasulullah dipenuhi rasa duka, tidak hanya karena melihat sakit sebelum maut
yang diderita Abu Thalib, tetapi juga karena sampai saat itu, pamannya belum juga membuka
hatinya kepada Islam.
104
Rasulullah menggenggam tangan pamannya dengan lembut. Inilah Abu Thalib yang dulu
mengajaknya berdagang ke Syam karena tidak tega berpisah dengannya. Inilah pamannya yang
dulu merawatnya penuh kasih sayang, bahkan mencintainya melebihi kecintaan kepada anak-
anaknya sendiri. Inilah Abu Thalib yang membuka jalan pertemuannya dengan Khadijah dan
mendorongnya menjadi pemimpin kafilah dagang Khadijah. Inilah Abu Thalib yang selalu
menjadi pelindungnya sejak dirinya menjadi yatim sampai menjadi utusan Allah.

Abu Thalib membuka matanya yang sayu dan memandang Rasulullah, "Demi Allah, wahai anak
saudaraku, aku tidak melihatmu menawarkan sesuatu yang berat kepada para pemuka kaummu."

Sejenak timbul harapan Rasulullah akan keislaman pamannya itu,

"Wahai pamanku, ucapkanlah satu kalimat maka dengan kalimat tersebut engkau berhak
mendapat syafaatku pada Hari Kiamat."

Akan tetapi, Abu Thalib tetap enggan menerima ajakan tersebut. Kemudian wafatlah ia. Kini,
hilang sudah seorang pelindung Rasulullah. Mulai saat ini, Rasulullah harus menghadapi
semuanya sendiri.

Kata-Kata Terakhir Abu Thalib

Ketika Rasulullah mengajak Abu Thalib mengucapkan syahadat pada saat-saat terakhirnya, Abu
Thalib berkata,

"Kalau saja aku tidak khawatir nasib keluargaku akan dianiaya setelah kepergianku dan kaum
Quraisy bakal mengatakan, bahwa aku berucap karena gentar menghadapi sakaratul maut, aku
tentu mengucapkannya. Kalau pun kuucapkan, itu sekadar menyenangkan hatimu."

Khadijah Wafat

Seusai penguburan Abu Thalib, Rasulullah kembali ke rumah dan menemukan Khadijah jatuh
sakit. Rasulullah menggenggam tangan Khadijah yang kini terasa panas. Dari hari ke hari, wajah
Khadijah semakin pucat dan gemetar, Rasulullah amat terharu. Pada saat-saat seperti ini, istrinya
itu tetap berusaha menguatkan hatinya. Seolah-olah Khadijah tahu bahwa perjuangan suaminya
masih sangat panjang dan berliku, sedangkan perjuangannya sendiri sudah mencapai titik akhir.

Akhirnya saat perpisahan sepasang suami istri yang mulia itu pun tiba. Hanya beberapa hari
setelah Abu Thalib meninggal, Khadijah pun wafat dengan tenang.

Dalam beberapa hari saja, Rasulullah kehilangan dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya,
paman yang mengasuh dan melindunginya serta istri yang setia mendampingi dalam menempuh
semua suka dan duka, terutama setelah beliau diangkat menjadi Rasul selama sepuluh tahun
terakhir kehidupan mereka. Masa-masa duka ini dikenal dengan nama 'Amul Huzni (tahun
kesedihan).

Saat itu, seolah-olah semua kegembiraan di hati Rasulullah pudar. Indahnya kehidupan seolah-
olah ikut terkubur bersama jasad dua orang kesayangan itu. Rasulullah tertunduk di samping
pusara Khadijah. Air mata beliau mengalir tanpa tertahan.
105
Beliau ingat, betapa besar penderitaan pamannya dan kesengsaraan yang dipikul istrinya saat
mereka bertindak melindungi beliau. Rasanya, hidup Khadijah lebih banyak dilalui dengan
menanggung begitu berat beban perjuangan dibanding menikmati manisnya kehidupan.

Keluarga dan sahabat merasakan betul kesedihan Rasulullah. Sekuat tenaga, mereka berusaha
menghibur Rasulullah. Inilah saat-saat ketika para pengikut, yang biasanya dihibur dan
dikuatkan hatinya oleh Rasulullah, berganti menghibur dan menguatkan hati Rasulullah.
Sungguh pada saat yang mengharukan, tetap ada keindahan yang tampak dalam persaudaraan
mereka.

Bagian 50

‫صلِ اَلله ِم‬


َ ‫ل‬َِ ‫م َحمدِ سيدنا َع‬
َ
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلى َِو‬

Kenangan akan Khadijah

Kenangan akan Khadijah tetap hidup di hati Rasulullah sampai beliau wafat. Rasulullah ingat
pernikahan mereka yang penuh berkah. Itulah satu-satunya pernikahan di dunia ini yang
dipenuhi berkah surga dan dunia sekaligus.

Saat pernikahan itu, Khadijah mengadakan jamuan buat semua orang, mulai dari yang paling
kaya sampai yang paling miskin. Bangsa Arab yang saat itu hanya mengenal air putih, dalam
walimah pernikahan Rasulullah dan Khadijah, disuguhi minuman segar sari buah dan sirup
mawar.

Selama beberapa hari, semua orang, baik tua maupun muda, makan di rumah Khadijah. Kepada
orang-orang miskin, Khadijah memberikan beberapa keping uang emas dan perak serta pakaian.
Kepada para janda, Khadijah menyumbangkan kebutuhan hidup yang belum pernah mereka
rasakan sebelumnya.

Rasulullah juga terkenang saat setelah menikah, Khadijah tidak lagi tertarik pada perdagangan
serta kesuksesan yang diraihnya. Pernikahan telah mengganti perhatian Khadijah. Beliau telah
mendapatkan Muhammad Al Musthafa sebagai hartanya yang paling berharga di dunia ini.
Begitu Khadijah menjadi istri Rasulullah semua perak, emas, dan berlian kehilangan harga di
matanya. Rasullullah menjadi satu-satunya yang Khadijah sayangi, perhatikan, dan cintai. Beliau
mengabdikan diri sepenuhnya pada kehidupan Rasulullah.

Saat-saat didampingi Khadijah boleh dikatakan merupakan sat-saat yang sangat membahagiakan
Rasulullah. Dari rahim Khadijah-lah lahir dua orang putra dan empat orang putri Rasulullah,
termasuk puteri terkecil mereka Fatimah Az Zahra, yang menjadi cahaya mata ayahnya.

Tidak ada laki-laki lain yang cocok mendampingi Khadijah selain Rasulullah. Begitu serasinya
mereka sampai ada ahli sejarah yang menduga bahwa seandainya Khadijah tidak bertemu
Rasulullah dalam hidupnya, kemungkinan besar Khadijah tidak akan menikah sampai akhir
hidupnya, karena bukanlah kekayaan, ketampanan, dan keturunan yang menarik hati Khadijah,
melainkan keluhuran budi yang mampu meluluhkan hatinya. Itulah yang ada dalam diri
Rasulullah.
106
Rumah di Surga

Dalam Shahih Al Bukhari, Abu Hurairah berkata, Jibril mendatangi rumah Rasulullah seraya
berkata, "Wahai Rasulullah, inilah yang datang Khadijah sambil membawa bejana yang di
dalamnya ada lauk atau makanan atau minuman. Jika ia datang, sampaikan salam padanya dari
Rabb-nya dan sampaikan kabar kepadanya tentang sebuah rumah di Surga yang di dalamnya
tidak ada hiruk-pikuk dan keletihan."

Khadijah Wanita Sempurna

Sebelum kedatangan Islam, Khadijah dijuluki Ratu Mekah. Namun, ketika cahaya Islam terbit,
Allah memberi beliau kedudukan sebagai ibu kaum beriman (ummulmukminin). Saat itu,
sebagian kaum Muslimin adalah orang-orang miskin. Mereka tidak bisa mencari nafkah, karena
orang-orang kafirlah yang menguasai perdagangan. Orang-orang itu tidak memberikan
kesempatan bagi kaum Muslimin untuk bekerja. Pada saat itu, kaum Muslimin bisa terhindar dari
kelaparan berkat bantuan Khadijah.

Khadijah juga memberi mereka tempat tinggal. Khadijah menggunakan begitu banyak uangnya
untuk orang-orang Muslim di Mekah yang miskin akibat boikot orang-orang musyrik.
Pertolongan Khadijah telah mematahkan tujuan orang-orang musyrik untuk menarik para
pengikut Rasulullah yang miskin pada kekafiran lagi.

Khadijah tidak pernah menyisakan sampai uang terakhir yang dimilikinya demi kesejahteraan
para pemeluk Islam. Cinta Khadijah kepada mereka tidak berbeda dengan cinta ibu kepada
anaknya. Kalian tahu, seorang ibu rela mengorbankan nyawanya sendiri demi keselamatan anak-
anaknya. Seorang ibu bisa merasakan lapar, namun jika anak-anaknya kelaparan, ia akan
mengutamakan anak-anaknya lebih dulu. Ia akan memberikan jatah makannya untuk anak-
anaknya dan rela menahan lapar. Bahkan jika anak-anaknya merasa kenyang dan senang, itu
sudah cukup membuat seorang ibu juga merasa senang dan kenyang sehingga ia lupa rasa lapar
yang dideritanya sendiri. Cinta seorang ibu tidak mengenal syarat. Cinta seorang ibu penuh
perlindungan dan penuh kasih.

Dengan keluhuran budi istrinya yang begitu agung sangat wajar jika Rasulullah merasa amat
berduka ketika Khadijah wafat.

Rasulullah Amat Mencintai Khadijah

Begitu besarnya cinta Rasulullah kepada Khadijah sampai beliau bersabda, "Demi Allah! Allah
tidak menggantikan Khadijah dengan seorang yang lebih baik. Ia telah beriman kepadaku pada
saat orang-orang mengingkari risalahku. Ia percaya kepadaku pada saat orang-orang
nendustaiku. Ia telah mengorbankan hartanya padahal orang lain tidak mau melakukannya, dan
Allah telah melimpahkan karunia bagiku anak-anak melalui Khadijah.

Setelah Abu Thalib Tiada

107
Ketika ibunya wafat, Fatimah Az Zahra baru berusia tiga tahun. Anak perempuan yang matanya
masih basah karena baru kehilangan ibunya itu kini melihat ayahnya dihina orang sejadi-jadinya.
Para tetangga mereka seperti Hakam bin Ash, Uqbah bin Abu Muith, Adi bin Hamra, dan Abu
Lahab sangat sering melempar batu ketika ayahnya sedang shalat. Bahkan tidak cuma batu,
tetapi juga jeroan kambing. Jeroan kambing itu pernah mereka melemparkan ke dalam panci
masakan Rasulullah yang siap disajikan.

Kejadian paling ringan yang pernah menimpa Rasulullah adalah ketika seorang Quraisy pandir
mencegatnya di jalan dan secara tiba-tiba menyiramkan tanah ke atas kepala beliau. Rasulullah
tidak membalas hinaan itu. Beliau pulang ke rumah dengan kepala yang penuh tanah.

Di rumah, Fatimah membersihkan kepala ayahnya sambil menangis.

Tidak ada yang lebih pilu rasanya hati seorang ayah dibanding mendengar tangis anaknya.
Apalagi yang menangis ini adalah anak perempuan yang baru saja ditinggal mati ibunya. Hampir
kaku rasanya Rasulullah karena begitu pilu, bahkan beliau hampir saja ikut menangis.

Muhammad adalah ayah yang bijaksana dan penuh kasih sayang pada putri-putrinya. Tak ada
lagi yang beliau lakukan menghadapi tangis pilu putrinya selain memohon pertolongan kepada
Allah dengan keimanan sepenuh hati.

"Jangan menangis, putriku," begitu yang Rasulullah bisikkan kepada Fatimah sambil menghapus
air matanya,
"sesungguhnya Allah akan melindungi ayahmu."

Rasulullah kemudian berkata,


"Sebelum wafat Abu Thalib, orang-orang Quraisy itu tidak seberapa menggangguku."

Apa yang kemudian beliau lakukan untuk melepaskan diri dari tekanan Quraisy yang semakin
menjadi-jadi?

Bagian 51

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Tindakan Bengis Abu Lahab

Sepeninggal Abu Thalib, Abu Lahab terpilih sebagai ketua Bani Hasyim. Segera setelah ia
terpilih, Abu Lahab menyatakan melepas perlindungan terhadap diri Rasulullah dengan
memberikan pengumuman secara terbuka di Pasar Ukazh dan di Ka'bah. Ini adalah tindakan
yang amat kejam, sampai Rasulullah sempat minta perlindungan dari keluarga selain Bani
Hasyim.

Bani Hasyim adalah satu di antara sekian banyak kabilah. Pemimpin sebuah kabilah dipilih
karena bijak, berani, dan tegas. Pemimpin kabilah menduduki kedudukan terhormat. Pemimpin
kabilah biasanya dipilih setelah berusia 40 tahun.
Dalam pertempuran, kaum muda berjuang di garis depan melindungi pemimpin kabilah dan
sesepuh di garis belakang.
108
Cara Rasulullah Berdakwah

Ada 6 cara yang dilakukan Rasulullah untuk berdakwah:


1. Mengumpulkan orang.
2. Mendatangi tempat-tempat pertemuan dan keramaian.
3. Mendatangi kota-kota lain.
4. Menugasi setiap muslim untuk berdakwah.
5. Menugasi muslim pilihan untuk mengajar.
6. Mengirimkan surat dan utusan kepada para raja dan pemimpin.

Tha'if

Rasulullah berdakwah ke Tha'if pada tahun 10 kenabian (akhir Mei 619). Tha'if terletak 100
kilometer sebelah Tenggara Mekah. Tha'if adalah kota pegunungan dengan ketinggian hampir
2.000 meter diatas permukaan laut. Tha'if adalah kota dagang dengan hasil bumi dan perkebunan
buah seperti anggur.

Rasulullah mencoba mengalihkan dakwah langsung keluar Kota Mekah. Bersama Zaid bin
Haritsah, Rasulullah pergi ke kota Tha'if. Tiba di kota itu, Rasulullah menemui tiga orang
pembesar kota dan menawarkan Islam kepada mereka. Apa tanggapan mereka?

"Bahkan akan kusobek-sobek selubung Ka'bah untuk membuktikan bahwa demikian tidak
percayanya aku padamu!" ujar seseorang.

Mendengar temannya bicara seperti itu, yang lain tersenyum mengejek sambil berkata,
"Apakah Tuhan tidak mendapatkan orang yang lebih baik daripada kamu? Kalau engkau seorang
nabi, pastilah engkau terlalu mulia untuk menjadi teman bicaraku. Kalau bukan, maka engkau
terlalu rendah kulayani."

Rasulullah meminta tiga pembesar Tha'if yaitu Mas'ud, Abdu Yalail, dan Habib, tidak
mengumumkan kepada masyarakat penolakan mereka terhadap beliau. Akan tetapi, ketiga
pembesar itu tidak mengabulkan permintaan Rasulullah. Mereka malah menghasut agar para
pemuda mengolok-olok Rasulullah.
Mereka keluar dan berteriak kepada orang banyak,
"Wahai penduduk Tha'if! Lihat orang ini! Ia mencoba mengganti para berhala kita dengan satu
Tuhan baru yang tidak terlihat!"

Para pemuda mulai datang bergerombol dengan wajah memerah karena murka.

"Orang ini rupanya berniat menipu dan membodohi kalian! Apa yang akan kalian perbuat?"

"Usir dia!"

"Jangan cuma diusir, lempar dia dengan batu agar jera dan tidak berani membawa kegilaannya
kemari!"

Kemudian, mulailah para pemuda melempari Rasulullah dengan batu. Melihat hal itu, orang-
orang kaya tidak mau ketinggalan. Mereka menyuruh budak-budaknya,
109
"Hei, tunggu apalagi? Ambil batu dan lempari dia! Sekaranglah saatnya kalian bersenang-
senang!"

Rasulullah dan Zaid berlari di sepanjang jalan ke luar Kota Tha'if. Mereka diikuti hujan batu
disertai gemuruh caci maki dan cemooh gerombolan pemuda dan budak. Batu-batu terbang
berbunyi debag-debug menghantam seluruh tubuh Rasulullah meski sudah dilindungi Zaid.
Darah suci Rasulullah berceceran di sepanjang jalan.

Doa Rasululllah

Setelah jauh keluar dari kota, gerombolan orang yang mengejar Rasulullah pun membubarkan
diri dengan senyum puas dan mengejek. Saat itu Rasulullah bertemu dengan seorang istri
pembesar Tha'if dari Bani Jumah yang sedang lewat. Perempuan itu memandang Rasulullah
dengan rasa kasihan bercampur heran.

"Lihatlah, apa yang ditimpakan kepada kami oleh rakyat suamimu," sabda Rasulullah.

Mendengar orang Tha'iflah yang menganiaya beliau, perempuan itu berlalu dengan perasaan
takut jika diketahui orang bahwa ia menunjukkan belas kasihan kepada Rasulullah.

Untuk melepas lelah dan membasuh luka, Rasulullah dan Zaid berlindung di sebuah kebun
anggur milik Utbah dan Syaibah. Keduanya anak Rabi'ah, seorang pembesar Quraisy. Saat itu,
keluarga Rabi'ah memerhatikan Rasulullah dari jauh, tetapi mereka tidak berbuat apa pun.

Setelah napasnya kembali normal, Rasulullah mengangkat kepala dan menengadah ke langit.
Beliau memanjatkan doa yang amat mengharukan.

"Allahuma ya Allah, kepada-Mu juga aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kemampuanku,


serta kehinaanku di hadapan manusia."

"Oh Tuhan Maha Pengasih, Maha Penyayang, Engkaulah Pelindungku."

"Kepada siapa hendak Engkau serahkan aku? Kepada orang jauh yang berwajah muram,
kepadaku, atau kepada musuh yang akan menguasai diriku?"

"Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli, karena sungguh luas kenikmatan yang
Engkau limpahkan kepadaku."

"Aku berlindung kepada nur wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dunia, dan akhirat."

"Janganlah kemurkaan-Mu menimpa aku."

"Kepada-Mu lah aku menghamba sampai Engkau puas sesuai kehendak-Mu. Tiada yang lebih
kuat dan kuasa dari pada-Mu."

110
Bagian 52

َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Di Kebun Anggur

Melihat penderitaan yang begitu buruk dialami Rasulullah, Utbah dan Syaibah merasa iba.
Mereka menyuruh seorang budak mereka untuk memberikan buah anggur kepada Rasulullah.

Rasulullah menjulurkan tangan untuk memgambil anggur seraya mengucap, "Bismillah."

Budak itu terkejut keheranan mendengar ucapan itu.

"Kata-kata itu tidak pernah diucapkan oleh penduduk negeri ini." ujarnya.

Kemudian, Rasulullah bertanya kepada sang budak siapa namanya dan dari negeri mana dia
berasal, serta apa agamanya.

"Namaku Addas, aku berasal dari Niniveh di Mesopotamia. Aku beragama Nasrani."

Rasulullah kemudian berkata lagi, "Dari negeri baik-baik, Yunus bin Matta."

Dengan rasa heran yang lebih besar daripada sebelumnya, Addas bertanya, "Darimana Tuan tahu
nama Yunus bin Matta?"

"Dia saudaraku," jawab Rasulullah, "dia seorang nabi dan aku juga seorang nabi."

Mendengar itu, hati Addas dipenuhi rasa haru yang menyengat. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia
mencium kepala, tangan, dan kaki Rasulullah.

Utbah dan Syaibah memerhatikan hal itu dengan heran.

"Lihat, ia merusak budakmu," kata Syaibah.

Ketika Addas kembali, mereka bertanya dengan marah,


"Mengapa pula engkau cium kepala, tangan, dan kaki orang itu?"

"Itulah laki-laki yang paling baik di negeri ini," jawab Addas.


"Ia mengatakan sesuatu yang hanya diketahui oleh para nabi."

Utbah dan Syaibah saling pandang sebelum berkata dengan keras,


"Addas, jangan sampai orang itu memalingkan engkau dari agamamu. Agamamu itu lebih baik
daripada agamanya."

Saat Paling Getir

111
Jibril dan Malaikat Penjaga Gunung, menawarkan diri untuk menghancurkan Tha'if. Namun,
Rasulullah menolak, beliau bahkan mendoakan kebaikan bagi penduduk Tha'if.

Kembali ke Mekah

Setelah Abu Thalib meninggal, Abu Lahab lah yang terpilih sebagai pemimpin kabilah Bani
Hasyim. Abu Lahab langsung mengumumkan kepada khalayak bahwa Bani Hasyim kini tidak
lagi melindungi Rasulullah. Hal itu berarti Rasulullah boleh dianiaya, bahkan sampai dibunuh
oleh siapa pun tidak akan ada yang menuntut balas kematiannya.

Dalam perjalanan kembali ke Mekah, keadaan Nabi yang tanpa perlindungan ini merisaukan
Zaid. Zaid pun bertanya,

"Wahai Rasulullah, apa yang akan kita lakukan jika kita kembali ke Mekah tanpa perlindungan?
Aku khawatir jika orang akan berbuat sewenang-wenang kepada Anda."

Rasulullah menatap Zaid dengan pandangan menghibur sambil berkata dengan keyakinan penuh,

"Allah akan melindungi agama dan Rasul-NYA."

Tiba-tiba di luar Mekah, melalui seorang penduduk, Rasulullah menghubungi Al Akhnas bin
Syariq untuk menanyakan apakah ia mau memberi perlindungan. Namun, Al Akhnas menolak.
Rasulullah kemudian menghubungi Suhail bin Amr dari Bani Amr bin Lu'ay, tetapi ia juga
menolak.
Akhirnya Al Muth'im bin Adi bersedia memberi perlindungan.

Esok paginya, Al Muth'im menuju Ka'bah dan memgumumkan perlindungannya. Abu Lahab
datang dan memprotes dengan ejekan,

"Kamu memberi perlindungan atau menjadi pengikutnya?"

"Kami memberi perlindungan kepada orang yang seharusnya engkau lindungi", jawab Al
Muth'im.

Suatu hari, Rasulullah pergi ke Ka'bah, Abu Jahal melihatnya dan berseru kepada sekumpulan
orang Quraisy dengan nada menghina,

"Wahai keturunan Abdu Manaf, inilah Nabi kalian."

Menanggapi olokan itu, Utbah bin Rabi'ah berkata,


"Peduli apa pula engkau, apakah kita ini mempunyai seorang nabi atau raja?"

Rasulullah mendekati keduanya dan berkata,

"Wahai Utbah, demi Allah ucapanmu adalah tanggunganmu sendiri. Sementara untukmu, Abu
Jahal, nasib jelek akan menimpamu sehingga kelak engkau akan sedikit tertawa dan banyak
menangis."

Saat Penuh Perjuangan


112
Setelah Abu Thalib meninggal ruang gerak dakwah Rasulullah di Mekah semakin sempit. Beliau
pun mencoba mengalihkan dakwah Islam ke suku-suku Arab lain yang sering berdatangan ke
Mekah pada bulan-bulan haji.

Setiap hari Rasulullah mengunjungi perkemahan Badui, setiap kali itu pula Abu Lahab
mengikuti beliau. Setelah beliau beranjak pergi, Abu Lahab mendekat dan berkata,

"Orang yang tadi hanya ingin menukar kepercayaan Anda kepada Latta dan Uzza, serta jin-jin
sekutu Anda, dengan agama sesat yang dibawanya."

Seorang pemuka kabilah Badui pernah bertanya kepada Rasulullah,

"Kalau kami jadi pengikutmu dan Tuhan memberimu kemenangan menghadapi lawanmu,
apakah kami akan berkuasa setelah Anda?"

Rasulullah menjawab,

"Kekuasaan adalah pemberian Allah ketika Ia menghendaki."

Dengan muka masam, pemimpin kabilah itu berkata ketus,

"Dugaan saya, Anda ini mengharap kami melindungi Anda dari orang Badui dengan dada kami,
lalu kalau Anda menang orang lain akan memetik untung! Tidak, terima kasih."

Bagian 53

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Aisyah dan Saudah

Walau keadaan semakin berat, Rasulullah tetap berjuang dengan gigih. Namun demikian,
semakin gigih pula suku-suku pengembara Arab menolak beliau.

Pada saat penuh perjuangan itulah, Rasulullah menikah dengan Aisyah, putri Abu Bakar.
Pernikahan itu bertujuan mempererat tali persaudaraan dengan para pendukung Islam yang setia.
Tali persaudaraan yang erat itu sangat penting pada saat-saat sulit seperti itu.

Pernikahan Rasulullah dengan Aisyah merupakan penghargaan setingi-tingginya bagi Abu


Bakar, ayah Aisyah sekaligus sahabat Rasulullah. Pernikahan ini merupakan suatu bentuk
kemenangan dalam persaudaraan yang penuh cinta kasih antara Abu Bakar dan Rasulullah sejak
masa sebelum diangkat menjadi Rasul.

Sebelumnya Rasulullah menikahi Saudah. Saat itu Saudah telah menjadi janda setelah suaminya
meninggal di Habasyah. Tujuan pernikahan itu adalah untuk menolong Saudah yang hampir
hidup terlunta-lunta setelah suaminya wafat. Saudah adalah wanita yang pertama dinikahi
Rasulullah sepeninggal Khadijah.

113
Setelah berduka ditinggal Abu Thalib dan Khadijah, kesukaran yang dihadapi Rasulullah
bertambah dengan semakin kerasnya orang Quraisy memusuhi beliau. Pada saat itulah, Allah
menghibur Rasulullah dengan sebuah perjalanan luar biasa yang tidak pernah kita temui lagi
kedasyatannya dalam sejarah.

Isra'

Pada suatu malam yang hening, Malaikat Jibril mendatangi Rasulullah. Wajahnya putih berseri
dan berkilau seperti salju. Demikian heningnya saat itu sampai tidak terdengar suara burung
malam, gemericik air, dan siulan angin.

"Hai orang yang sedang tidur, bangunlah!" sapa Malaikat Jibril.

Rasulullah bangun. Saat itu, beliau sedang tidur di rumah sepupunya, Ummu Hani binti Abu
Thalib.

Jibril membawa Buraq kehadapan Rasulullah. Buraq adalah hewan yang bentuknya lebih kecil
dari kuda tapi lebih besar dari keledai dengan sayap dikedua sisi tubuhnya. Warnanya putih.
Setiap kali ia melangkah, jauhnya sama dengan jarak pandang.

Setelah Rasulullah naik ke punggungnya. Buraq pun meluncur seperti anak panah, sedangkan
Jibril terbang mengiringi dalam jarak yang dekat sekali. Mereka terbang melintasi padang-
padang pasir menuju ke utara.

Ifrit
Dalam perjalanan Isra', satu Ifrit mengejar Rasulullah sambil membawa obor. Ifrit adalah bangsa
jin yang amat jahat. Jibril mengajarkan sebuah doa kepada Rasulullah yang membuat obor Ifrit
padam dan Ifrit tersungkur jatuh.

Akhirnya Rasulullah tiba di Baitul Maqdis, Yerusalem, Palestina. Di atas Baitul Maqdis
Rasulullah bertemu Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Isa. Ketiga nabi mulia itu ditemani nabi-
nabi lain. Rasulullah kemudian memimpin shalat semua nabi dan rasul itu.

Selesai shalat, dibawakan kehadapan Rasulullah tiga buah bejana. Satu berisi khamr, satu berisi
air, dan satu lagi berisi susu.

Mi'raj

Rasulullah mendengar sebuah suara berkata, "Kalau ia memgambil air, ia akan tenggelam dan
begitu juga umatnya. Kalau ia mengambil khamr, ia akan tersesat dan begitu pula umatnya.
Kalau dia mengambil susu, ia akan dibimbing dan begitu juga umatnya."

Oleh karena itu, Rasulullah mengambil bejana berisi susu dan meminumnya dengan menyebut
nama Allah. Jibril pun berkata kepada Rasulullah, "Anda telah diberkati dan begitu pula umat
Anda, Muhammad."

Setelah itu, beliau dibawa naik sampai ke langit. Tangga dipancangkan di atas batu Yaqub.

114
Mi'raj berarti tangga. Saat naik ke langit, Rasulullah meniti Mi'raj, bukan lagi menaiki Buraq.
Buraq menunggu di bawah ditambatkan di pintu Baitul Maqdis. Oleh Jibril, tangga ini diletakkan
di atas batu besar dan ujungnya terus menjulang sampai ke langit.
Dengan tangga itu, Rasulullah naik ke atas langit berlapis tujuh. Setiap tingkatan langit di jaga
oleh malaikat agar tidak ada setan yang bisa mencuri-dengar rahasia-rahasia langit.

Di langit pertama, Rasulullah melihat semua malaikat tersenyum, kecuali satu saja. Rasulullah
bertanya kepada Jibril, lalu Jibril menjawab bahwa itu adalah Malik, malaikat penjaga neraka,
Rasulullah bertanya lagi kepada Jibril,

"Bisakah engkau memerintahkannya untuk memperlihatkan neraka?"

"Malik, perlihatkan neraka kepada Muhammad."

Lalu Malik mengangkat penutup neraka dan api berkobar tinggi sampai Rasulullah mengira
bahwa ia akan membakar segalanya.

Illiyyin dan Sijjin

Illiyyin adalah nama suatu tempat di surga tertinggi. Sementara itu, Sijjin adalah tempat yang
terletak di bawah Neraka Jahanam.

Rasulullah meminta agar Jibril memerintahkan Malik mengendalikan kobaran api yang sangat
dasyat itu. Malaikat Malik pun melakukannya dan menutup kembali pintu neraka.

Setelah itu, Rasulullah melihat seorang laki-laki sedang duduk melihat roh-roh manusia yang
lewat dihadapannya. Jika roh itu baik, ia akan mengucapkan selamat seraya berkata,

"Roh yang baik dari tubuh yang baik."

Jika yang lewat itu roh yang buruk, wajah laki-laki itu jadi keruh sambil berkata,

"Huh! Roh yang jelek dari tubuh yang jelek!"

"Siapa laki-laki itu, wahai Jibril?" tanya Rasulullah.

Jibril menjelaskan bahwa itu adalah Nabi Adam yang sedang menilai roh keturunannya. Roh
orang yang beriman membuat Nabi Adam gembira, sedangkan roh orang kafir dan murtad
membuat beliau kesal dan murung.

115
Bagian 55

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Quraisy Gempar

Saat itu, di dekat Ka'bah telah berkumpul para pembesar Quraisy. Mereka melihat Rasululllah,
Abu Jahal bertanya dengan congkak,

"Hai Muhammad! Adakah engkau mendapat suatu perkara baru lagi?"

"Ya, aku baru mendapat suatu perkara yang baru."

"Apa itu? Ceritakanlah," Abu Jahal bersiap mengejek.

"Semalam aku pergi ke Baitul Maqdis."

Senyum Abu Jahal melebar,


"Ke Baitul Maqdis dan pagi-pagi begini sudah kembali tiba disini?"

"Ya, semalam aku pergi di Baitul Maqdis."

Abu Jahal tertawa sambil menggeleng-geleng heran,

"Apakah kamu berani menyatakan hal ini di muka kaumku? Kalau memang berani, saya akan
memanggil mereka. Ceritakanlah kepada mereka hal yang telah kamu katakan kepadaku tadi!"

"Baik panggil mereka kemari," tegas Rasulullah.

Seketika itu juga, Abu Jahal pergi memanggil semua pembesar Quraisy dan orang-orang biasa.

Dalam waktu singkat, semua orang berduyun-duyun ke hadapan Rasulullah.

"Hai Muhammad!" Seru Abu Jahal.


"Katakanlah kepada kaumku sekarang seperti yang kamu katakan tadi kepadaku!"

Rasulullah pun bersabda,


"Semalam saya pergi ke Baitul Maqdis."

Orang-orang terperangah. Semua orang yang hadir disitu bersikap seolah-olah kurang jelas
mendengar kata-kata Rasulullah.

"Pergi kemana, Muhammad?"

"Semalam saya pergi ke Baitul Maqdis."

Seketika itu, gemparlah suasana. Suara tawa dan cemooh menggemuruh. Mengalahkan suara-
suara itu Abu Jahal berteriak,
116
"Muhammad itu memang selalu mengada-ada dengan ucapannya!"

Olok-olok makin terdengar riuh. Ada yang mengejek. Ada yang tertawa. Ada yang bertepuk
tangan.
Bagi bangsa Arab, tepuk tangan adalah bukan tanda semangat. Tepuk tangan atau menaruh
tangan diatas kepala adalah tanda mengejek dan hinaan bagi seseorang yang kata-katanya
dianggap tidak bisa dipercaya.

Orang-orang itu memanggil Abu Bakar. Mereka ingin tahu yang akan dikatakan Abu Bakar,
orang yang selama ini begitu kukuh kepercayaannya kepada Rasulullah.

Abu Bakar Membenarkan Cerita Rasulullah

"Kalian berdusta," kata Abu Bakar kepada orang-orang yang datang kepadanya.

"Sungguh, Muhammad kini berada di Ka'bah sedang berbicara dengan orang banyak."

"Kalaupun itu yang dikatakannya," kata Abu Bakar,


"Tentu dia bicara yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku bahwa ada berita dari Tuhan, dari
langit ke bumi pada waktu malam atau siang aku percaya. Padahal tadi itu lebih mengherankan
daripada berita sekarang ini."

Abu Bakar kemudian mendatangi Rasulullah. Saat itu, orang-orang Quraisy sedang meminta
Rasulullah menggambarkan bentuk Baitul Maqdis. Mereka tahu, Rasulullah belum pernah satu
kali pun berkunjung ke tempat itu. Sementara itu, beberapa orang dari mereka telah terbiasa
berdagang sampai ke Syam dan melewati Baitul Maqdis berkali-kali. Abu Bakar adalah salah
seorang yang pernah berdagang ke sana.

Mendengar Rasulullah begitu tepat menggambarkan keadaan Baitul Maqdis, Abu Bakar berkata
di hadapan semua orang,

"Rasulullah, saya percaya!"

Bahkan, orang-orang kafir sekali pun menggeleng-geleng kepala, heran bercampur kagum
mendengar kata-kata Abu Bakar. Mereka menghormati kesetiaan dan tingginya rasa percaya
Abu Bakar kepada Rasulullah.

Rasulullah sendiri sangat gembira mendengar perkataan Abu Bakar. Padahal saat itu, semua
orang dihadapannya tengah bertanya-tanya, mengejek, dan mencaci. Bahkan yang lebih
menyakitkan, beberapa orang yang sudah memeluk Islam kembali murtad karena tidak percaya
dengan apa yang Rasulullah sampaikan.

Sejak saat itu Rasulullah memberi julukan kehormatan dan kesayangan "As-Shiddiq" kepada
Abu Bakar. Artinya adalah "yang tulus hati", "yang sangat jujur."

117
Bukti dari Kafilah

Merasa belum cukup mendengar betapa tepat gambaran Rasulullah tentang Baitul Maqdis,
orang-orang Quraisy meminta bukti yang lain.

Rasulullah mengatakan, bahwa dalam perjalanan, beliau melewati beberapa kafilah yang sedang
dalam perjalanan menuju Mekah atau ke arah Syam. Rasulullah mengatakan bahwa di salah satu
kafilah, seekor unta terjerembab karena terkejut oleh kehadiran Buraq. Rasulullah juga
mengatakan tempat kafilah itu berada.

"Saya melanjutkan perjalanan," demikian sabda Rasulullah,


"sampai tiba di Dhajanan, melewati sebuah kafilah bani fulan. Kutemukan mereka semua sedang
tertidur. Mereka mempunyai sebuah guci yang tertutup. Saya membuka tutupnya dan meminum
air itu lalu menutupnya kembali."

Sudah menjadi kebiasaan kafilah Arab untuk menyediakan guci minum yang bisa dinikmati oleh
siapa pun tanpa perlu izin lagi. Bahkan biasanya yang disediakan adalah susu.

"Sebagai bukti kafilah itu sekarang sedang menuruni dataran tinggi Baydha di celah Tan'im.
Kafilah itu dipimpin seekor unta berwarna kelabu dengan muatan dua kantong, yang satu hitam
dan yang lain belang."

Orang-orang kemudian bergegas menuju celah itu. Mereka menemukan bahwa unta pertama
yang mereka jumpai sedang memimpin kafilah memang persis seperti yang digambarkan
Rasulullah.

Orang-orang juga bertanya kepada anggota kafilah itu tentang guci air.

"Ketika kami bangun pada pagi hari tadi, guci itu masih tertutup, tetapi isinya kosong. Padahal
semalam guci itu penuh berisi air," jawab anggota kafilah.

Orang-orang saling berpandangan mengakui yang Rasulullah katakan. Terlebih lagi setelah itu,
mereka bertanya pada rombongan kafilah lain tentang unta yang terjerembab.

"Kami memang terkejut mendengar sesuatu seperti apa yang bergerak cepat di langit. Sesuatu itu
membuat seekor unta kami terkejut dan terjerembab."

Demikian bukti-bukti kebenaran Isra' Mi'raj sudah begitu kuat. Namun, orang-orang seperti Abu
Jahal tidak bisa berubah menjadi orang beriman.

118
Bagian 56

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Rintangan dari Abu Lahab

Selain terus-menerus berdakwah kepada orang-orang Mekah, Rasulullah juga menyampaikan


ajaran Islam kepada orang-orang yang datang ke Mekah. Bangsa Arab berkumpul di Mekah pada
pekan-pekan tertentu beberapa kali dalam setahun, misalnya di Pasar Ukazh, yang diadakan
selama bulan Syawal, kemudian Pasar Mujannah, yang berlangsung setelah bulan Syawal selama
dua puluh hari.

Jika Rasulullah tahu ada rombongan datang, Beliau segera pergi mendatangi mereka sambil
berkata,

"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah memerintahkan kamu sekalian supaya


menyembah kepada-NYA dan janganlah kamu menyekutukan Dia dengan sesuatu."
"Wahai sekalian manusia ucapkanlah olehmu, Tiada Tuhan melainkan Allah, supaya kamu
berbahagia!"

Namun, di mana pun Rasulullah datang pasti di belakang beliau Abu Lahab datang mengikuti
sambil berseru keras-keras,

"Hai sekalian manusia, sesungguhnya orang ini memerintahkan kamu sekalian supaya
meninggalkan agama orangtua-orangtuamu terdahulu! Hai sekalian manusia, janganlah kamu
dengarkan perkataan orang ini karena dia itu pendusta!"

Bahkan sesekali jika marahnya sudah memuncak, Abu Lahab melempar kepala Rasulullah dari
belakang dengan batu!

Akibat tindakan Abu Lahab ini, sangat sedikit orang yang mau menerima seruan Islam. Orang-
orang Islam pun bahkan belum berani menunjukkan keislamannya secara terang-terangan.
Kebanyakan orang mencaci, mencemooh, mengusir, dan mendustakan Rasulullah.

Akan tetapi, beliau tidak pernah berputus asa. Beliau terus berdakwah semakin gencar dan
semakin bersemangat. Berkat kegigihan yang luar biasa inilah, Allah mulai menunjukkan tanda-
tanda kemenangan dari sebuah kota bernama Yatsrib.

Utbah bin Rabi'ah

Selain Abu Lahab, salah seorang yang memusuhi Rasulullah adalah Utbah bin Rabi'ah. Namun,
Utbah lebih lembut. Utbah memberi Rasulullah anggur ketika beliau diusir dari Tha'if.

Orang-Orang Yatsrib

119
(Suatu saat kelak, Rasululllah mengubah nama Yatsrib menjadi Madinah). Orang-orang Yatsrib
termasuk rombongan orang Arab yang sering datang ke Mekah. Mereka terpecah menjadi dua
golongan orang Aus dan orang Khazraj.

Kedua suku ini saling berperang satu sama lain selama 120 tahun. Suatu saat kaum Aus menang.
Pada saat lain, orang Khazraj yang mengalahkan Aus.

Suatu malam di Bukit Aqabah, Mina, Rasulullah bertemu dengan enam orang Khazraj. Mula-
mula beliau mengajukan pertanyaan, kemudian orang-orang itu menjawab dengan sopan.
Kemudian Rasulullah memperkenalkan diri dan bertanya,

"Bagaimana keadaan kalian di Yatsrib?"

Sesudah itu beliau mengajak mereka duduk bersama dan memenuhi ajakan itu dengan penuh
rasa ingin tahu. Sesudah saling bertanya, Rasulullah mengajak mereka ke tempat yang sunyi,
sedikit jauh dari penglihatan orang. Di tempat itu, Rasulullah membacakan ayat-ayat Al-Qur'an.
Keenam orang Khazraj itu mengerti dan tertarik segala apa yang beliau serukan.

Setelah Rasulullah yakin dengan kesungguhan orang-orang ini, beliau mengajak berpindah
tempat lagi ke bawah Bukit Aqabah. Tempat itu benar-benar terlindung dari jangkauan
penglihatan orang. Di tempat aman itulah, Rasulullah mengajak mereka mendukung kenabian
beliau. Rasulullah meminta agar mereka ikut menyebarkan ajaran Islam di kota asal mereka,
Yatsrib.

Orang-orang itu minta waktu untuk berunding.

"Rupanya ini adalah jalan yang diberikan Tuhan," demikian salah satu dari mereka berkata,

"Aku sudah bosan berperang dengan Aus, mudah-mudahan ajaran Islam ini akan menyatukan
kita dan Aus dalam perdamaian."

Setelah selesai, mereka menyatakan percaya dan sungguh-sungguh mendukung penyebaran


Islam di Yatsrib. Rasulullah kemudian menasihati agar mereka seiya sekata, tolong-menolong,
dan bantu-membantu dalam menjalankan tugas mulia ini.

Baiat Aqabah Pertama

Keenam orang itu kembali ke Yatsrib dan menyerukan Islam kepada seluruh penduduknya.

"Muhammad adalah nabi terakhir utusan Tuhan yang didustakan kaumnya sendiri," demikian
kata mereka.

Segera saja nama Rasulullah menjadi terkenal di kalangan penduduk Yatsrib.

Pada musim haji berikutnya, lima dari enam orang itu kembali ke Mekah bersama tujuh orang
rekan mereka. Dua berasal dari Aus dan sepuluh orang berasal dari Khazraj. Mereka menemui
Rasulullah di Bukit Aqabah. Saat itu, sudah dua belas tahun lamanya Rasulullah menyebarkan
Islam.

120
Setelah Rasulullah membacakan ayat-ayat Al-Qur'an mereka menyatakan percaya akan seruan
beliau. Rasulullah pun kemudian membaiat (sumpah setia) mereka.
Inilah yang terkenal sebagai Baiat Aqabah pertama.

Dalam baiat ini, Rasulullah mengajak mereka bersumpah untuk:


1. Menyembah Allah dan tidak menyekutukan-NYA
2. Tidak mencuri
3. Tidak bergaul dengan wanita yang belum dinikahi
4. Tidak membunuh anak-anak, seperti yang saat itu banyak terjadi
5. Tidak berdusta dan tidak membuat kedustaan
6. Tidak menolak perkara yang baik
7. Hendaknya selalu mengikuti Rasulullah, baik saat senang maupun susah
8. Hendaknya selalu mengikuti Rasulullah, baik terpaksa maupun sukarela
9. Jangan begitu saja merebut suatu perkara kecuali Allah memberikan bukti tanda-tanda
kekafiran kepada orang yang mengerjakannya
10. Hendaklah mengatakan kebenaran di mana pun berada dan tidak takut akan celaan orang

Sebagai penutup, Rasulullah bersabda,

"Hendaklah kalian menepati janji-janji ini, kelak kalian akan menerima balasan Allah berupa
surga. Namun, jika ada yang menyalahi janji ini, aku serahkan urusannya kepada Allah semata."

Ucapan Baiat

Ucapan baiat atau sumpah setia ini sebenarnya adalah menjulurkan tangan kanan ke depan
telapak tangan menghadap keatas, sedangkan pembaiat menjabat dengan posisi tangan disebelah
atas.
Baiat Aqabah yang pertama dikenal dengan nama baiat wanita sebab Rasulullah belum meminta
mereka membela beliau dengan berperang.

Bagian 57

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Pengiriman Mush'ab bin Umair

Setelah baiat terlaksana dengan sempurna, semua orang kembali ke perkemahan masing-masing
sambil menyimpan kejadian itu baik-baik di dalam hati.

Musim haji pun segera selesai. Ketika rombongan Muslim Yatsrib berangkat pulang. Rasulullah
menyertakan seorang duta pertama. Tugas duta ini adalah mengajarkan syariat Islam dan
pengetahuan agama kepada kaum Muslimin. Selain itu, ia juga berkewajiban menyebarkan
ajaran Islam kepada orang-orang yang masih menyembah berhala.

Rasulullah memilih Mush'ab bin Umair untuk melaksanakan tugas ini. Mush'ab termasuk
pemeluk Islam pertama dan terpercaya dalam pengetahuan tentang hukum-hukum Allah, bacaan
Al-Qur'an, serta ketaatannya.
121
Setelah sahabat Rasulullah itu datang, semakin banyak orang Yatsrib memeluk Islam. Seiring
dengan itu, persatuan Aus dan Khazraj semakin kuat sampai akhirnya hilanglah rasa permusuhan
di hati mereka masing-masing.

Jum'at Pertama

Melihat Islam berkembang demikian pesat, orang-orang Yahudi Yastrib amat khawatir. Mereka
takut agamanya lenyap terdesak oleh Islam. Oleh karena itu, setiap hari Sabtu mereka berkumpul
di suatu tempat dan mengadakan keramaian untuk menunjukkan keagungan agama mereka.

Ketika mendengar hal ini, Rasulullah memerintahkan Umair untuk mengumpulkan kaum
Muslimin setiap hari Jum'at untuk mengerjakan shalat dua rakaat berjamah. Mush'ab segera
mengumpulkan kaum Muslimin di Hazmun-Nabit.
Itulah shalat jum'at pertama dalam sejarah Islam. Shalat pertama itu diikuti oleh empat puluh
orang.

Abdurrahman bin Auf

Rasulullah juga pernah memerintahkan Abdurrahman bin Auf secara diam-diam pergi ke daerah
Damatul Jandal untuk berdakwah. Selama tiga hari, Abdurrahman bin Auf berdakwah sampai
akhirnya pemimpin mereka Al Ashbag pun masuk Islam.

Baiat Aqabah Kedua

Satu tahun berikutnya, jumlah jama'ah haji dari Yatsrib lebih banyak, termasuk dalam
rombongan itu tujuh puluh lima muslim. Dua di antaranya kaum perempuan.
Saat itu tahun 622 Masehi, tiga belas tahun sudah Rasulullah berdakwah dengan lemah lembut,
mengalah terhadap segala siksaan, serta menanggung semua kesakitan dengan kesabaran dan
pengorbanan.

Tidak selamanya Allah mengajarkan umat-NYA untuk terus mengalah. Suatu saat pukulan harus
dibalas pukulan, serangan pun harus dibalas serangan. Dengan tujuan inilah Rasulullah
mengadakan pertemuan dengan ketujuh puluh lima Muslim itu.

Mereka bersepakat bertemu tengah malam di bukit Aqabah pada hari-hari tasyriq. Hari Tasyriq
adalah tiga hari berturut-turut setelah hari Raya Qurban (Idhul Adha).

Kali ini mereka tidak bertemu di kaki bukit, tetapi di puncaknya. Semua orang mendaki lereng-
lereng Aqabah yang curam, termasuk kedua Muslimah tersebut. Saat itu, Rasulullah disertai
pamannya, Abbas bin Abdul Muthalib. Abbas menyadari bahwa pertemuan ini dapat berakibat
perang terhadap orang yang memusuhi keponakannya.

"Saudara-saudara dari Khazraj," demikian Abbas berkata, "posisi Muhammad di tengah-tengah


kami sudah diketahui bersama. Kami dan mereka yang sepaham dengannya telah melindunginya
dari gangguan masyarakat kami sendiri. Dia adalah orang yang terhormat di kalangan
masyarakatnya dan mempunyai kekuatan di negerinya sendiri. Namun, dia ingin bergabung
dengan Tuan-Tuan juga. Jadi, kalau memang Tuan-Tuan merasa dapat menepati janji seperti
122
yang Tuan-Tuan berikan kepadanya dan dapat melindungi dari mereka yang menentangnya,
silahkan Tuan-Tuan laksanakan. Akan tetapi kalau Tuan-Tuan akan menyerahkan dia dan
membiarkannya terlantar sesudah berada di tempat Tuan-Tuan, dari sekarang lebih baik
tinggalkan saja."

Orang-orang Yatsrib pun menjawab, "Sudah kami dengar yang Tuan katakan. Sekarang silahkan
Rasulullah bicara. Kemukakanlah yang Tuan senangi dan disenangi Allah."

Setelah membaca ayat Al-Qur'an dan memberi semangat Islam, Rasulullah bersabda,

"Saya minta ikrar Tuan-Tuan untuk membela saya seperti membela istri-istri dan anak-anak
Tuan-Tuan sendiri."

Kesetiaan Kaum Anshar

Saad bin Ubadah, seorang pemimpin Anshar berkata kepada Rasulullah,

"Hanya kepada kamilah Rasulullah menghendaki sesuatu. Demi jiwaku yang ada ditangan-NYA,
andaikan engkau menyuruh agar kami menceburkan diri ke dalam samudra, tentulah kami akan
melakukannya."

Dialog Sebelum Ikrar

Seorang pemuka masyarakat yang tertua disitu, Al Bara' bin Ma'rur, berkata,

"Rasulullah, kami sudah berikrar. Kami adalah orang peperangan dan ahli bertempur yang sudah
kami warisi dari leluhur kami."

Namun, sebelum Al Bara' selesai bicara, Abu Haitham bin Tayyihan menyela,

"Rasulullah, kami memutuskan perjanjian dengan orang-orang Yahudi. Namun, apa jadinya
kalau apa yang kami lakukan ini lalu kelak Allah memberikan kemenangan kepada Tuan, apakah
Tuan akan kembali kepada masyarakat Tuan dan meninggalkan kami?"

Rasulullah tersenyum dan berkata,

"Tidak, saya sehidup semati dengan Tuan-Tuan. Tuan-Tuan adalah saya dan saya adalah Tuan-
Tuan. Saya akan memerangi siapa saja yang Tuan-Tuan perangi dan saya akan berdamai dengan
siapa saja yang Tuan-Tuan ajak berdamai."

Tatkala mereka siap berikrar, Abbas bin Ubadah menyela,

"Saudara-saudara dari Khazraj, untuk apakah kalian memberikan ikrar kepada orang ini? Kamu
menyatakan ikrar dengan dia untuk melakukan perang terhadap yang hitam dan yang merah
(perang habis-habisan melawan siapa pun). Kalau Tuan-Tuan merasa bahwa jika harta benda
Tuan-Tuan binasa dan para pemuka Tuan-Tuan terbunuh, Tuan-Tuan hendak menyerahkan dia
kepada musuh, lebih baik dari sekarang tinggalkan saja dia. Kalau pun itu yang Tuan-Tuan
lakukan, ini adalah perbuatan hina dunia dan akhirat.

123
Sebaliknya, jika Tuan-Tuan dapat menepati seperti yang Tuan-Tuan berikan kepadanya itu,
sekali pun harta benda Tuan-Tuan habis dan para pemimpin Tuan-Tuan terbunuh, silahkan saja
Tuan-Tuan terima dia. Itulah suatu perbuatan yang baik, dunia dan akhirat."

Orang-orang pun menjawab,

"Akan kami terima, sekali pun harta benda kami habis dan bangsawan kami terbunuh. Namun,
Rasulullah, kalau dapat kami tepati semua ini, apa yang akan kami peroleh?"

Rasulullah menjawab dengan tenang dan pasti, "Surga."

Kepribadian yang Mengagumkan

Kesetiaan kaum Anshar pada saat baiat menunjukkan begitu dalamnya kepercayaan yang
tertanam dalam hati mereka kepada Rasulullah. Rasulullah memiliki kepribadian yang daya
pesonanya tidak dapat dijangkau kedalamannya. Siapa pun yang bergaul dengan beliau, pasti
akan luluh dalam pesona itu.

Bagian 58

َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Ikrar

Mereka mengulurkan tangan kepada Rasulullah dan berikrar. Inilah yang tercatat dalam sejarah
sebagai Baiat Aqabah kedua. Dalam Ikrar kedua ini, mereka berkata,

"Kami berikrar mendengar dan setia pada waktu suka dan duka, pada waktu bahagia dan
sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di mana saja kami berada, dan kami tidak takut
kritik siapa pun atas jalan Allah ini."

Rasulullah menjabat tangan para lelaki, tetapi tidak menyentuh tangan wanita. Setelah itu,
beliau berkata,

"Pilihlah dua belas orang pemimpin dari kalangan Tuan-Tuan yang akan menjadi penanggung
jawab masyarakatnya."

Mereka lalu memilih sembilan orang Khazraj dan tiga orang Aus. Kepada para pemimpin itu,
Rasulullah berkata,

"Tuan-Tuan adalah penanggung jawab masyarakat seperti pertanggungjawaban pengikut-


pengikut Isa binti Maryam. Terhadap masyarakat saya, sayalah yang bertanggung jawab."

Peristiwa ini selesai tengah malam di celah Gunung Aqabah, jauh dari masyarakat ramai. Saat
itu,mereka berharap hanya Allah saja yang mengetahui urusan mereka. Namun, ternyata ada
orang lain yang kebetulan sedang lewat dan merasa curiga dengan suara-suara dari puncak bukit.
Orang itu memanjati lereng gunung dan menyaksikan baiat Aqabah kaum Muslimin.
124
Ketentuan Perang

Salah satu isi penting ikrar Aqabah kedua ini adalah dicantumkannya ketentuan tentang perang.
Pihak Anshar berjanji akan membela Rasulullah sekali pun harus berperang dan mengorbankan
jiwa. Semua itu dilakukan kaum Anshar tanpa pamrih sama sekali tidak mengharapkan apa pun
dari Rasul kecuali keridhaan Allah.

Quraisy Terkejut

Orang yang mengintai peristiwa ikrar tadi berteriak, memberi tahu penduduk Quraisy yang
tinggal di Mina, tidak jauh dari Aqobah

"Muhammad dan orang-orang yang pindah agama itu sudah berkumpul! Mereka akan
memerangi kamu!"

Walau cuma mendengar selintas, orang itu mengetahui maksud kaum Muslimin. Dengan
berteriak keras-keras, ia bermaksud mengacaukan baiat kaum Muslimin. Orang itu berharap
kaum Muslimin jadi takut, gelisah, dan membatalkan perjanjian mereka dengan Rasulullah.

Namun, tekad kaum Muslimin sudah tidak lagi tergoyahkan. Bahkan, dengan semangat menyala,
Abbas bin Ubadah berkata kepada Rasulullah,

"Demi Allah yang telah mengutus Tuan atas dasar kebenaran, kalau sekiranya Tuan berkenan,
penduduk Mina itu besok akan kami habiskan dengan pedang kami!"

Rasulullah menjawab, "Kami tidak diperintahkan untuk itu. Kembalilah ke kemah Tuan-Tuan."

Dengan cepat dan diam-diam, kaum Muslimin kembali ke kemah mereka dan tidur sampai pagi,
seolah-olah tidak pernah terjadi apa pun.

Akan tetapi, pagi itu, orang Quraisy sudah mengetahui berita adanya ikrar. Mereka benar-benar
sangat terkejut. Para pemuka Quraisy berkumpul dengan cepat dan segera bertindak. Mereka
mendatangi para pemimpin rombongan Aus dan Khazraj.

"Apa yang terjadi? Kami dengar tadi malam kalian menjanjikan sesuatu kepada Muhammad!"
ujar pemimpin Quraisy setengah menuduh.

Tidak semua rombongan Aus dan Khazraj adalah Muslim. Kebetulan para pemimpin rombongan
adalah mereka yang belum beriman.

"Tidak! Kalian pasti salah! Tidak seorang pun dari rombongan kami keluar perkemahan tadi
malam!" bantah para pemimpin rombongan dari Yatsrib itu.

Tadi malam, kaum Muslimin memang bergerak diam-diam. Mereka tidak memberi tahu anggota
rombongan yang belum beriman tentang perjanjian mereka dengan Rasulullah. Akhirnya, orang-
orang Quraisy kembali dengan hati ragu. Sementara itu, dengan tenang, anggota rombongan dari
Yatsrib berkemas dan berangkat pulang.

125
Hijrah

Kaum Anshar atau 'para penolong', demikianlah Rasulullah menjuluki para sahabat barunya dari
kota Yatsrib.
Sebelum kaum Anshar datang, rasanya dakwah Islam akan berputar di sekitar Mekah saja.
Padahal, seluruh penduduk Mekah sudah diancam habis-habisan oleh para pemimpin Quraisy
agar tidak menjadi pengikut Rasulullah. Di mata orang Quraisy, tiba-tiba saja Islam sudah
menjadi kuat nun jauh di Yatsrib sana dan itu di luar jangkauan mereka.

Tanpa membuang waktu lagi, Rasulullah memerintahkan para sahabatnya menyusul kaum
Anshar ke Yatsrib. Dengan sangat cerdik, beliau memerintahkan kaum Muslimin hijrah dengan
berpencar-pencar dan diam-diam agar tidak menimbulkan kepanikan Quraisy.

Mulailah mereka berhijrah sendiri-sendiri dalam kelompok-kelompok kecil. Cara seperti itu
berbeda dengan yang dilakukan Nabi Musa yang membawa kaumnya berhijrah dalan kelompok
besar sekaligus. Ketika orang Quraisy tahu, mereka mulai panik.

"Tahan mereka yang mencoba mengungsi itu! Kurung orang yang mencoba pergi!" perintah
seorang pemimpin.

"Mengapa tidak kita bunuh saja?" seru yang lain.

"Apa kamu sudah tidak waras? Kalau kita bunuh, kabilahnya akan menuntut balas!
Quraisy akan dipecah dalam perang saudara! Itu sudah pasti akan menguntungkan Muhammad!
Tidak, tidak ada yang di bunuh. Bujuk saja supaya mereka kembali kepada sesembahan lama.
Iming-imingi dengan harta kalau perlu. Jika tidak mau juga, siksa dengan keras!"

Demikian keras orang Quraisy bertindak, sampai-sampai ada istri yang dipisahkan dari
suaminya. Kalau istrinya orang Quraisy, ia tidak boleh ikut suaminya hijrah. Jika tidak menurut,
wanita itu akan mereka kurung.

Semua itu rela dijalani kaum Muslimin. Mereka rela berpisah dari keluarga bahkan
meninggalkan harta untuk berhijrah demi kebebasan menyembah Allah.

Bagian 59

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Umar dan Hamzah Hijrah

Akhirnya berangkatlah kaum Muslimin secara berangsur-angsur.


Yang tinggal di Mekah saat itu hanyalah Rasulullah, Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, Hamzah,
Umar bin Khattab, dan beberapa gelintir orang yang tidak menemukan cara untuk meloloskan
diri. Ketika Abu Bakar meminta izin untuk berhijrah, Rasulullah menjawab, "Jangan tergesa-
gesa, mungkin saja Allah memerintahkan aku berhijrah dengan disertai seorang kawan."

126
Akhirnya, Hamzah pun berangkat bersama beberapa orang. Namun, beda dengan saudara-
saudara Muslimnya yang berangkat dengan sembunyi-sembunyi. Hamzah bin Abdul Mutthalib
berangkat terang-terangan sambil menyandang pedang. Sorot matanya seolah-olah berkata,

"Siapa pun yang berani mencegahku pergi, akan menghadapi tebasan pedang!"

Melihat sorot mata itu, tidak seorang Quraisy pun yang berani bertanya-tanya.

Setelah itu, Umar bin Khattab pun menyusul. Ia pergi bersama beberapa orang lemah dan miskin
yang tidak mungkin dibiarkan pergi jika dikawal seorang pelindung yang disegani Quraisy.

Sambil menyandang pedang, meletakkan busurnya di pinggang. Umar bin Khattab pergi
melewati Ka'bah. Tangannya menggenggam anak-anak panah. Di hadapan para pembesar
Quraisy yang sedang duduk-duduk disitu, ia berkata,

"Siapa di antara kalian yang ingin ibunya merasakan kematian anaknya, yang ingin anaknya
menjadi yatim, dan istrinya menjadi janda, temuilah aku di belakang lembah ini."

Namun, tidak seorang pun beranjak memenuhi tantangan itu. Melihat tantangannya tidak
terjawab, Umar bin Khattab melompat ke atas kuda dan pergi memimpin rombongan hijrah.
Kepergiannya diikuti tatapan penuh rasa takut sekaligus benci orang-orang yang memusuhi
Islam.

Kini, tinggallah Rasulullah, Abu Bakar, dan Ali bin Abu Thalib yang belum berhijrah. Melihat
Rasulullah sendirian, para pemuka Quraisy merencanakan sesuatu yang jahat untuk
mencelakakan beliau.

Quraisy Mengincar Rasulullah

Pada sebuah pertemuan bernama Darun Nadwah, para pemimpin Quraisy berkumpul untuk
menentukan sikap terhadap Rasulullah.

"Sudah berkali-kali kita membicarakan kepergian Muhammad dan pengikutnya ke Yatsrib, tetapi
sampai saat ini tidak ada satu pun tindakan yang bisa kita lakukan!" ujar seseorang.

"Betul, padahal persoalan ini begitu gawat buat kita. Sadarilah oleh kalian, jika Muhammad dan
pengikutnya berkumpul di Yatsrib, suatu saat bisa saja mereka datang ke sini untuk menyerang
kita!"

"Dan kafilah-kafilah dagang kita!" jerit yang lain. "Kafilah-kafilah dagang kita harus melalui
daerah pinggiran Yatsrib untuk bisa sampai ke Syam! Apa jadinya jika perdagangan kita mereka
tutup? Kita akan kelaparan dan menderita! Persis seperti kita mengurung Muhammad dan
keluarganya selama beberapa tahun di Syi'ib Abu Thalib!"

Semua orang bergidik ngeri membayangkan kemungkinan itu. Sejenak tidak seorang pun tahu
harus berkata apa. Sampai akhirnya, seseorang memecahkan keheningan,

"Kita harus segera bertindak! Kemukakan usul kalian tentang apa yang harus kita lakukan!"

127
"Masukkan dia dalam kurungan besi dan tutup pintunya rapat-rapat, kemudian kita awasi biar dia
mengalami nasib seperti penyair-penyair semacamnya sebelum dia, seperti Zuhair dan
Nabighah!"

Namun pendapat ini tidak mendapat dukungan yang lain.

"Kita usir dia! Buang saja dia keluar Mekah!"

Namun, nanti dia bisa bergabung dengan pengikutnya di Yatsrib!"

Akhirnya mereka menyetujui usul Abu Jahal yang sangat kejam,

"kita ambil seorang anak muda yang tangguh dan terpandang dari setiap suku. Kemudian suruh
mereka menusuk Muhammad secara bersama-sama dengan pedang-pedang yang telah diasah
setajam mungkin. Bani Abdu Manaf dan Bani Hasyim tidak akan bisa membalas kematian
Muhammad karena seluruh suku di sini terlibat pembunuhan itu! Paling-paling kita hanya harus
membayar ganti rugi yang bisa kita tanggung bersama-sama!"

Persiapan Hijrah Rasulullah

Pada hari dilaksanakannya rapat untuk membunuh Rasulullah. Jibril turun dan menyampaikan
firman Allah yang membongkar rencana Quraisy tersebut. Setelah itu, Jibril berkata,

"Ya Rasulullah! Jangan Anda tidur malam ini di atas tempat tidur yang biasa, sesungguhnya
Allah menyuruh Anda agar berangkat hijrah ke Yatsrib."

Jibril juga menyampaikan bahwa kawan hijrah Rasulullah adalah Abu Bakar. Setelah mendengar
perintah tersebut, tanpa membuang waktu lagi, Rasulullah pergi ke rumah Abu Bakar.

Saat itu, tengah hari. Panas matahari terasa membakar kepala. Rasulullah berjalan sambil
menutup muka dan kepala. Begitu tiba di depan rumah Abu Bakar, beliau segera memanggil-
manggil sahabatnya itu.

Abu Bakar terkejut,

"Rasulullah sampai memerlukan datang di tengah panas yang amat menyengat begini, pasti ada
sesuatu yang penting."

Tergesa-gesa Abu Bakar keluar menyambut Rasulullah dan menyilakan beliau masuk.
Rasulullah duduk dan berkata,

"Allah telah mengizinkan aku keluar dan hijrah."

Dengan hati berdebar dan penuh harap, Abu Bakar bertanya,

"Berkawan dengan ..... saya ya Rasulullah?"

Rasulullah tersenyum, " Ya dengan izin Allah."

128
Saat itu juga, Abu Bakar menangis karena begitu bahagia. Sudah berbulan-bulan lamanya ia
berharap agar Allah memberinya kehormatan untuk menemani hijrah Rasulullah. Saat ini,
impiannya itu menjadi kenyataan.

Abu Bakar bangkit dan menunjukkan dua ekor unta yang sangat bagus,

"Ya Rasulullah ambillah salah satu dari kedua ekor unta ini untuk kendaraan Tuan."

Rasulullah kemudian memilih seekor unta dan beliau namakan Al-Qushwa. Abu Bakar segera
berkemas. Beliau memerintahkan kedua putrinya, yaitu Aisyah dan Asma, untuk membantu
menyiapkan bekal.

Rasulullah cepat-cepat kembali ke rumah dan memanggil Ali bin Abi Thalib. Beliau berpesan
agar Ali mengembalikan semua barang orang-orang yang sebelumnya dititipkan kepada
Rasulullah.

Pemandu

Rasulullah dan Abu Bakar menyewa seorang pemandu atau penunjuk jalan bernama Abdullah
bin Uraiqith. Ia termasuk orang Quraisy yang tinggal di luar kota Mekah. Ia hafal benar jalan-
jalan dan situasi di daerah itu. Ia masih seorang musyrik, tetapi dapat dipercaya.

Daya Tahan Rasulullah

Hijrah menandai berakhirnya periode Mekah dalam dakwah Rasulullah. Selama 13 tahun
berdakwah di Mekah, Rasulullah telah menunjukkan daya tahan, kesabaran, dan ketabahan yang
luar biasa. Beliau menerima semua perlakuan buruk orang kafir selama bertahun-tahun tanpa
amarah, apalagi hingga patah semangat.

Bagian 60

ِ‫صلِ اَللِهم‬َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Dikepung

Abu Bakar berpesan kepada putranya, Abdullah, agar setiap hari mendengarkan rencana-rencana
Quraisy saat mereka tahu Rasulullah telah berangkat hijrah:

"Abdullah, setiap petang pergilah ke Gua Tsur tempat Rasulullah dan aku bersembunyi. Ajaklah
adikmu, Asma. Suruh ia membawa makanan untuk kami."

Abu Bakar juga menugasi pembantunya, Amir bin Fuhaira, agar menggembalakan kambing-
kambingnya di dekat Gua Tsur selama Rasulullah dan Abu Bakar sembunyi di situ. Amir
bertugas memerah susu kambing untuk minum Rasulullah dan Abu Bakar, sekaligus memberi
peringatan jika orang-orang Quraisy itu mendekat.

129
Malam pun tiba, Rasulullah telah besiap-siap. Beliau meminta Ali bin Abu Thalib untuk tidur di
atas tempat tidur beliau dan menggunakan selimut yang biasa beliau kenakan.

Kemudian, datanglah para pembunuh ke rumah Rasulullah. Mereka adalah para pemuda kekar
yang berasal dari berbagai kabilah. Pembunuh-pembunuh itu bersenjata lengkap dan mengepung
rumah Rasulullah dari segala penjuru: depan, belakang, dan samping. Disertai para ketua
kabilah, jumlah semuanya hampir seratus orang. Tampaknya tidak ada celah sedikit pun untuk
meloloskan diri.

Menurut sebuah riwayat, salah seorang dari mereka mengintai ke dalam rumah Rasulullah
dengan memanjat. Konon, setiap kali ia memanjat, terdengarlah suara tangis seorang anak
perempuan. Orang itu pun segera turun. Begitulah yang terjadi berkali-kali.

Menurut adat kesopanan Quraisy, terhinalah seorang ksatria yang memasuki rumah orang yang
akan dibunuhnya dan hinalah seorang ksatria yang sampai merusak keamanan seorang
perempuan. Anak perempuan tadi adalah seorang keluarga Rasulullah yang terbangun dari
tidurnya.

Demikianlah, para pembunuh terus berusaha mengintai untuk memastikan apakah Rasulullah
masih berada di rumah atau tidak. Ketika melihat Ali bin Abu Thalib yang tidur dengan
berselimut, mereka menyangka itu adalah Rasulullah. Dengan demikian, tenanglah mereka.

Rasulullah Meloloskan Diri

Ketika saatnya tiba, Rasulullah keluar rumah dengan sangat perlahan. Beliau mengambil
segenggam pasir dan menaburkannya ke kepala para pengepung sambil membaca doa. Dengan
pertolongan Allah, para pengepung itu tidak dapat melihat Rasulullah ke luar rumah. Bahkan
semuanya jadi mengantuk dan tertidur. Rasulullah pun pergi.

Tidak lama kemudian, Abu Bakar datang. Setelah tahu apa yang terjadi, Abu Bakar segera
menyusul Rasulullah dan berhasil menemui beliau di tengah perjalanan menuju Gua Tsur. Pagi
hampir tiba ketika tiba-tiba muncul seorang laki-laki tua yang tidak seorang pun pernah
melihatnya. Orang tua itu berseru nyaring untuk membangunkan para pengepung, "Hai orang
banyak! Kamu semua di sini sedang menunggu apa? Mengapa kalian tertidur demikian pulas?"

"Kami sedang menunggu Muhammad! Bukankah ia masih tidur di dalam!"

Orang itu menggeleng-geleng,


"Kasihan .... kasihan .... kasihan sekali kalian! Muhammad sudah pergi dari tadi setelah
menaburkan pasir di kepala kalian!"

Para pemuda gagah itu bangkit, sambil membersihkan pasir di kepala mereka,
"Aduh, pasir di kepala kita! Sungguh keterlaluan! Keterlaluan!"

Salah seorang dengan gemas menggedor-gedor pintu rumah Rasulullah. "Muhammad!


Muhammad! Muhammad!"

Mereka kemudian menyerbu masuk dengan pedang terhunus. Hanya dalam waktu beberapa
detik, mereka mengelilingi tempat tidur Rasulullah.

130
Dengan kasar, selimut ditarik dan pedang-pedang terangkat siap untuk dihujamkan. Namun, Ali
bin Abu Thalib yang tidur di tempat Rasulullah itu segera melompat bangun dan siap
menghadapi maut.
Wajah para pemuda itu membeku pucat melihat bukan Rasulullah yang berbaring.

"Mana Muhammad?" hardik mereka kasar.

"Aku tidak tahu!" jawab Ali bin Abu Thalib.

Para pemuda itu kemudian menggiring Ali bin Abu Thalib ke dekat Ka'bah. Di sana mereka
memukul, menendang, dan menampar wajah beliau. Namun, Ali lebih baik mati daripada
mengatakan di mana Rasulullah berada. Dengan putus asa, mereka pun melepaskan Ali bin Abu
Thalib yang telah bertahan demikian berani.

Di Gua Tsur

Saat itu Rasulullah dan Abu Bakar tiba di Gua Tsur. Selama berjalan, Abu Bakar sebentar-
sebentar melangkah di muka Rasulullah, lalu disamping, kemudian pindah ke belakang.
Demikian berulang-ulang.

"Abu Bakar, saya tidak mengerti perbuatanmu ini?" ucap Rasulullah.

"Ya Rasulullah, saya takut kita diikuti pengintai. Untuk mengelabuhi mereka, saya berpindah-
pindah berjalan di dekat Anda."

Saat itu Rasulullah berjalan dengan kaki telanjang. Padahal beliau tidak biasa berjalan tanpa alas
kaki. Akibatnya, kaki Rasulullah dipenuhi luka. Tiba di Gua Tsur, Abu Bakar meminta
Rasulullah menunggu sebentar di luar. Abu Bakar tahu Gua Tsur banyak dihuni binatang-
binatang liar, buas, dan berbisa seperti ular dan kalajengking. Tidak seorang manusia pun berani
masuk ke dalamnya.

Abu Bakar pun masuk dan membersihkan gua tanpa menghiraukan bahaya yang mengancam. Ia
merobek pakaiannya secarik demi secarik untuk menutup semua lubang yang terlihat. Setelah
itu, dengan pakaian terkoyak-koyak, ia menyingkirkan batu-batu. Mendadak seekor ular yang
bersembunyi di balik bebatuan itu menggigit kakinya dengan keras. Sakit sekali bekas gigitan itu
seperti hendak meledakkan kepalanya. Namun, Abu Bakar menahan rasa sakit itu dan terus
bekerja tanpa bersuara.

Setelah selesai, Rasulullah pun masuk. Demikian lelahnya beliau hingga tertidur dengan
meletakkan kepala di pangkuan Abu Bakar. Saat itu, rasa sakit bekas gigitan ular semakin terasa
menyengat sampai-sampai air mata Abu Bakar menetes-netes. Setitik air mata itu menetes di
muka Rasulullah. Beliau bangun dengan terkejut.

"Mengapa engkau menangis wahai Abu Bakar?"

"Saya digigit ular, ya Rasulullah."

"Oh, mengapa tidak engkau katakan dari tadi?"

"Saya takut membangunkan engkau."


131
Rasulullah memeriksa luka Abu Bakar dan mengusapnya. Seketika itu juga, bengkak dan rasa
sakitnya lenyap. Kemudian, Rasulullah bertanya,

"Kemana pakaianmu?"

Abu Bakar menceritakan semua yang terjadi. Rasulullah terharu. Beliau pun berdoa, "Ya Allah,
letakkan Abu Bakar kelak pada hari Kiamat pada derajatku!"

Bagian 61

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Memburu Rasulullah

Di Mekah, musyrikin Quraisy tampak panik. Para pembesar berkumpul sepagi mungkin. Dengan
segera, pasukan berkuda disebar ke beberapa perkampungan seputar Mekah, untuk mencari
Rasulullah.

"Mengapa Muhammad bisa lolos? Bukankah kita telah mengepung begitu rapat sampai tidak
seekor ular gurun pun dapat lolos?" teriak seorang pembesar.

Semua orang terdiam. Mereka berusaha mencari jawabannya. Namun, tidak seorang pun bisa
menjelaskan apa yang terjadi.

"Sudahlah, itu tidak penting!" akhirnya seseorang berseru.

"Sekarang yang paling mendesak adalah menemukan Muhammad secepat mungkin! Ada yang
punya usul?"

"Panggil pencari jejak paling ahli! Suruh dia melacak jejak Muhammad!"

Usul itu segera dijalankan. Pencari jejak yang amat ahli itu mengikuti jejak yang ditinggalkan
Rasulullah. Pasukan bersenjata lengkap mengikuti di belakangnya dengan wajah tidak sabar.
Sebagian besar dari mereka adalah para pemuda yang semalam ditugaskan menyergap
Rasulullah.

Setelah bekerja dengan teliti, pencari jejak itu menarik napas sambil menggeleng, "Jejaknya
sudah terhapus oleh orang yang lalu lalang tadi pagi!"

"Gawat!" gemas seseorang. "Apa kau punya usul lain, pencari jejak?"

"Siapa sahabatnya? Kita bisa bertanya kepada sahabat Muhammad yang paling dekat!"

Orang Quraisy saling pandang dan serempak bergumam, "Abu Bakar!"

Dipimpin Abu Jahal, pasukan pencari itu tiba di rumah Abu Bakar. Asma binti Abu Bakarlah
yang keluar membukakan pintu.
132
"Di mana ayahmu?" bentak Abu Jahal.

"Dia pergi dan saya tidak tahu ke mana perginya," jawab Asma dengan berani.

"Jangan berdusta! Katakan ke mana perginya?"

"Saya tidak tahu! Di rumah hanya ada ibu dan saudari saya."

"Ah, terlalu!" sambil bersungut, Abu Jahal menampar wajah Asma keras-keras.

Sarang Laba-Laba

Ketika mereka keluar kota dan menjajaki beberapa jalan, sang pencari jejak menemukan jejak
mencurigakan. Kemudian, satu kelompok pasukan berkuda mengikuti jejak itu sampai tiba di
kaki Gunung Tsur. Namun, di situ jejak terputus. Mereka kebingungan.

"Ke mana arah kita? Ke kanan atau ke kiri?" tanya komandan pasukan. "Apakah Muhammad
masuk ke dalam gua itu atau terus mendaki ke puncak?"

"Aku tidak tahu," geleng si Pencari Jejak.

Namun, lewatlah seorang gembala dan mereka menanyainya.

"Mungkin saja mereka ke dalam gua itu," jawab sang gembala.


"Tapi aku tidak melihat ada orang yang menuju ke sana."

Di dalam gua, keringat dingin Abu Bakar keluar, ketika mendengarnya,

"Bagaimana kalau mereka sampai masuk ke dalam sini? Bukan keselamtanku yang aku
khawatirkan, melainkan keselamatan Rasulullah!" kata Abu Bakar dalam hati.

Beberapa pemuda naik dan melongok-longok ke mulut gua. Jantung Abu Bakar hampir lepas. Ia
berbisik, "Ya Rasulullah, kalau ada yang menengok ke bawah, pasti kita akan terlihat."

Rasulullah menjawab mantap, "jangan takut Abu Bakar, sesungguhnya Allah bersama kita."

Para pemuda itu turun, kembali ke pasukannya.

"Mengapa kalian tidak masuk ke dalam gua?" tanya komandan mereka dingin.

"Gua itu tertutup sarang laba-laba! Tidak mungkin Muhammad masuk ke dalam tanpa
merusaknya!"

"Lagi pula ada dua ekor merpati hutan bersarang tepat di mulut gua!" lapor yang lain. "Jika
Muhammad masuk ke dalam, sarang itu juga pasti akan rusak."

Komandan pasukan mengalihkan mukanya ke arah lain sambil menghela napas, "Baiklah, naik
kudamu! Kita cari ke arah lain!" Pasukan pun menjauh.

133
Sarang laba-laba dan burung merpati yang menutupi gua itu adalah pertolongan yang diberikan
Allah. Padahal sebelum Rasulullah dan Abu Bakar masuk, tidak ada laba-laba dan burung
merpati yang bersarang.
Selain laba-laba dan burung merpati, di mulut gua juga mendadak tumbuh sebatang pohon yang
menghalangi sebagian jalan masuk.
Di dalam, Abu Bakar menarik napas lega. Keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya semakin
bertambah kuat.

Perjuangan Anak Muda

Abdullah bin Abu Bakar dan saudarinya, Asma binti Abu Bakar, masih muda ketika mereka
membantu hijrah Rasulullah dan ayah mereka. Abdullah bertugas mencari berita di tengah kaum
Quraisy, sedangkan Asma mengirimkan makanan ke gua. Itulah ciri khas para pemuda Muslim
sepanjang zaman. Mereka tidak hanya tekun beribadah ritual, tetapi juga mengerahkan seluruh
kesanggupanya untuk berjuang.

Menenteramkan Kakek

Abu Quhafah adalah ayah Abu Bakar. Dia buta. Setelah Abu Bakar hijrah, Abu Quhafah
mendatangi Asma. Sang kakek khawatir Abu Bakar tidak meninggalkan sepeser pun untuk
putrinya.
Memang demikian, karena Abu Bakar membawa semua uangnya untuk perjuangan Islam di
Madinah.
Asma membungkus batu dan berkata, Ayah telah meninggalkan banyak uang untuk kami. Abu
Quhafah meraba batu itu dan hatinya tentram karena ia menyangka Abu Bakar memang
meninggalkan uang yang banyak.

Bagian 62

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Menuju Yatsrib

Tiga hari tiga malam lamanya, Rasulullah dan Abu Bakar tinggal di Gua Tsur. Selama tiga hari
itu pula, musyrikin Quraisy kelabakan. Abdullah bin Abu Bakar menjalankan tugasnya dengan
sangat baik. Setiap hari ia memata-matai pembicaraan orang Quraisy dan menyampaikan ke Gua
Tsur ketika petang tiba. Asma binti Abu Bakar setiap sore mengantarkan makanan bersama
Abdullah. Sementara itu, Amir bin Fuhairah yang menggembalakan kambing di luar Gua Tsur
selalu memerah susu kambing agar Rasulullah dan Abu Bakar tidak kehausan sekaligus memberi
tahu jika ada orang yang mendekat. Ketiga orang itu menjalankan tugasnya dengan tenang
sehingga tidak satu pun orang Quraisy yang mencurigai gerak-gerik mereka.

Setelah tiga hari, kepanikan di kota Mekah sudah agak mereda. Saat itu lah Rasulullah dan Abu
Bakar berangkat ke Madinah. Mereka diiringi Abdullah bin Uraiqith, seorang penunjuk jalan
yang saat itu masih kafir. Ketika akan berangkat, ternyata tidak ada tali yang dapat digunakan
untuk menggantungkan makanan dan minuman di pelana unta. Asma memecahkan masalah itu.
134
Dengan sigap ia merobek sabuknya menjadi dua helai kain panjang. Sejak saat itu, Asma dikenal
dengan Dzatun Nithaqain (yang bersabuk dua).

Dengan cerdik Rasulullah memilih jalan yang sulit dan tidak bisa dilalui orang. Beliau memilih
jalan memutar ke tepi laut. Mereka berusaha secepatnya menjauhi Mekah dan menghindari
daerah pemukiman.

Di Mekah orang ribut mendengar sebuah pengumuman yang sangat menarik,


"Siapa pun yang dapat menemukan Muhammad dan membawanya sampai ke Mekah, akan
mendapat hadiah 100 ekor unta."

Dengan cepat, berita itu menyebar sampai ke dusun-dusun yang jauh. Suraqah bin Malik, kepala
kabilah Bani Mudlij, turut mendengar berita itu.

Suatu saat, ia didatangi seorang anggota kabilahnya yang datang tergopoh-gopoh.

"Tuan, tadi saya melihat dari jauh ada beberapa unta lewat di tepi pantai. Mungkin itulah
Muhammad!"

"Bukan, itu orang lain!" kata Suraqah.

Namun, setelah berkata begitu, Suraqah cepat-cepat pulang dan mengambil senjata lengkap. Ia
pacu kudanya ke arah yang ditunjukkan orang tadi.
Ternyata yang di buru Suraqah memang benar rombongan Rasulullah.

Suraqah bin Malik

Dengan cepat, Suraqah telah berada di belakang rombongan Rasulullah. Abu Bakar yang selalu
waspada menoleh dan melihat musuh mendekat,

"Ya Rasulullah, ada orang mengejar kita! Kita tentu akan tertangkap!"

Namun, Rasulullah tetap tenang. Tanpa menoleh ke belakang, beliau bersabda,

"Tenanglah sahabatku, jangan bersusah hati. Sesungguhnya Allah bersama kita."

Kemudian, Rasulullah berdoa, "Ya Allah, cukupkanlah kami akan dia (Suraqah) sekehendak
Engkau."

Saat itu juga, kuda Suraqah tergelincir dan penunggangnya terpelanting. Suraqah terdiam
sejenak. Ia merasa ada yang tidak beres. Suraqah pun memaksa kudanya bangkit dan mengejar
lagi.

Dengan keras kepala, Suraqah memaksa berdiri kudanya yang hampir tidak mampu bangkit. Ia
lalu kembali mengejar. Untuk ketiga kalinya, namun Suraqah terjatuh lagi. Saat itu hilanglah niat
jahat dalam hatinya. Ia memanggil-manggil Rasulullah.

Beliau pun berhenti dan membiarkan Suraqah mendekat.

"Maafkan saya, beribu-ribu maaf!" kata Suraqah.


135
"Jangan engkau balas perbuatan saya, wahai Muhammad! Berilah saya sebuah surat jaminan
bahwa engkau tidak akan membalas saya saat engkau dan agamamu kelak telah menguasai
seluruh jazirah Arab."

Rasulullah tersenyum dan mengabulkannya.

"Tahukah Anda bahwa orang-orang Quraisy menjanjikan 100 ekor unta bagi siapa pun yang
dapat membawa Anda kembali" ucap Suraqah.

Rasulullah kembali tersenyum menyejukkan hati.


Dengan penuh semangat, Suraqah menawarkan bekal dan peralatan untuk perjalanan jauh.
Namun, Rasulullah menolaknya dengan halus. Beliau hanya berpesan agar Suraqah
merahasiakan pertemuan ini.

Sebelum kembali berangkat, Rasulullah bersabda,

"Ya Suraqah, suatu saat kelak engkau akan berpakaian dan memakai perhiasan, gelang, serta
emas yang biasa di pakai raja-raja Persia."

Dengan hati dipenuhi rasa bahagia, Suraqah memandang wajah Rasulullah yang pergi menjauh.

Memerah Susu

Tidak lama kemudian, rombongan Rasulullah melewati kemah seorang ibu yang bernama Ummu
Ma'bad. Mereka pun berhenti untuk membeli kurma, daging, dan susu. Tempat seperti itu
memang biasa menyediakan perbekalan untuk para musyafir yang lewat. Namun sayang, apa
yang mereka inginkan ternyata sudah habis. Ummu Ma'bad yang baik hati merasa iba.

"Demi Allah, seandainya ada sesuatu yang Tuan-Tuan butuhkan, silahkan mengambilnya,Tuan-
Tuan tidak perlu membayar."

Rasulullah melihat kambing kurus dan bertanya,

"Bagaimana keadaan kambing itu, Ummu Ma'bad? Apakah ia bisa mengeluarkan susu?"

"Kambing itu adalah kambing yang sakit-sakitan Tuan. Ia sama sekali tidak menghasilkan susu."

"Apakah engkau memperkenankan saya memerah susunya? tanya Rasulullah lagi.

"Silahkan jika memang Tuan mengira ia dapat menghasilkan susu."

Dengan izin Allah, kambing sakit-sakitan itu menghasilkan susu ketika Rasulullah memerahnya.
Susu itu beliau berikan kepada Abu Bakar, lalu Abdullah bin Uraiqith, dan terakhir untuk beliau
sendiri. Sesudah itu, beliau memerahkan susu untuk Ummu Ma'bad. Dan, beliau memerahkan
segelas lagi untuk suami Ummu Ma'bad.

"Ambillah ini satu gelas buat Abu Ma'bad jika nanti ia datang."

136
Setelah itu, Rasulullah dan rombongannya pun meneruskan perjalanan. Sesudah matahari
terbenam, datanglah Abu Ma'bad. Melihat segelas susu telah disediakan untuknya, ia keheranan
dan bertanya pada istrinya, dari mana segelas susu ini Ummu Ma'bad?"

"Ini dari kambing kita yang sakit-sakitan."

Kemudian Ummu Ma'bad bercerita panjang lebar. Abu Ma'bad segera keluar dan memerah susu
kambing yang kurus itu.

Ternyata sejak saat itu sampai mati kambing kurus itu selalu menghasilkan banyak susu.

Abu Ma'bad berkata kepada istrinya,

"Sungguh, saya bercita-cita apabila kelak saya dapat berjumpa dengan orang yang kau ceritakan
itu, saya hendak menjadi pengikut dan sahabatnya."

Bagian 63

ِ‫صلِ اَللهم‬ َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Buraidah

Tidak hanya Suraqah bin Malik yang mengincar hadiah seratus ekor unta. Pemimpin Kabilah
Banu Sahmin yang bernama Buraidah bin Al Hasib Al Aslami juga keluar mencari beliau. Ia
memimpin tujuh puluh orang prajurit dan menyusuri jalan-jalan ke arah Yatsrib. Di suatu tempat,
tiba-tiba saja secara kebetulan mereka bertemu rombongan Rasulullah.

"Kepung!" perintah Buraidah. Beberapa detik kemudian, tujuh puluh pedang, tombak, dan panah
mengurung Rasulullah dan memaksa beliau berhenti. Buraidah menegur Rasulullah. Beliau pun
menjawabnya. Kemudian, sebelum Buraidah sempat bertanya lagi, Rasulullah mendahuluinya,
"Siapa Anda?"

"Saya Buraidah bin Al Hasib."

Dengan tenang Rasulullah berkata kepada Abu Bakar, "Mudah-mudahan suasana mencekam ini
kembali menjadi lebih baik."

Kemudian, beliau memandang kembali Buraidah dan bertanya, "Dari keturunan siapa Anda?"

"Dari desa Aslam, keturunan Sahmin."

Kembali Rasulullah memalingkan wajahnya ke Abu Bakar dan berkata, "Kita telah selamat dan
keluar dari jangkauan panah mereka."

"Siapakah engkau?" Kali ini Buraidah yang bertanya.

"Saya Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib."

137
Dengan kehendak Allah, saat itu juga Buraidah mengucapkan dua kalimat syahadat dan
memeluk Islam.
Melihat pemimpin mereka memeluk Islam, tujuh puluh orang pasukan pengepung pun mengikuti
jejaknya.

Setelah itu, Buraidah dan pasukannya mengawal rombongan Rasulullah sampai keluar dari
wilayah mereka.

Dalam situasi diburu dan dikejar pun, Rasulullah tetap mampu mengumpulkan pengikut, berkat
ketenangan, kekuatan iman, dan pertolongan Allah.

Penyebaran Islam di Yatsrib

Pesatnya perkembangan Islam di Yatsrib tidak lepas dari jasa Mush'ab bin Umair yang diutus
Rasulullah ke Yatsrib untuk mengajarkan Islam. Mush'ab yang cerdas dan berhati lembut mampu
membuat orang yang memusuhinya menjadi kawan.

Berikut ini adalah salah satu kisah kecemerlangan dakwah Mush'ab bin Umair.

Jauh sebelum Rasulullah dan kaum Muslimin Mekah berhijrah, di Yatsrib, Mush'ab bin Umair
sedang mengajarkan Islam kepada sekelompok orang di kebun Bani Zafar. Sa'ad bin Muadz
tidak senang mendengar berita ini. Ia lalu mendatangi Usaid bin Hudhair. Kedua orang ini adalah
para pemimpin kaumnya.

"Usaid temui orang Mekah itu. Dia datang ke daerah kita dan mengajarkan agama baru kepada
orang-orang kita. Agama itu bisa membuat orang lemah dan miskin bangkit melawan kita."

Mendengar itu, Usaid pergi menjinjing tombak ke kebun Bani Zafar. Ditegurnya Mush'ab bin
Umair dengan tombak teracung. Namun, Mush'ab berkata tenang, "Maukah kau duduk dulu dan
mendengarkan? Kalau kau tidak menyukainya, aku bersedia pergi dari sini."

Usaid berpikir sejenak, "Baiklah, itu cukup adil."

Kemudian, ia duduk dan mendengarkan Mush'ab. Semakin lama, hati Usaid makin tertarik.
Akhirnya, ia memeluk Islam saat itu juga. Setelah itu, ia menemui Sa'ad bin Muadz.

"Apa? Jadi sekarang justru engkau ikut memeluk agama baru itu?" teriak Sa'ad marah.

Ia pun bergegas menemui Mush'ab sambil menyandang pedangnya. Namun, apa yang terjadi
pada Usaid, terjadi pula pada Sa'ad. Begitu mendengar penjelasan Mush'ab tentang Islam, ia
begitu tertarik sehingga menjadi Muslim saat itu juga.

Setelah itu, tanpa membuang waktu, ia pergi menemui kaumnya dan berseru, "Hai Banu Abdul
Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang diriku?"

"Engkau adalah pemimpin kami, yang paling dekat dengan kami, engkau punya pendapat dan
pengalaman yang terpuji."

Maka kata-katamu, baik wanita maupun pria, bagiku adalah suci selama kalian beriman kepada
Allah dan utusan-Nya," demikian seru Sa'ad bin Muadz.
138
Sejak saat itu, seluruh suku Abdul Asysal memeluk Islam.

Amr bin Jamuh

Keberanian kaum Muslimin di Yatsrib benar-benar di luar dugaan kaum Muslimin di Mekah.
Para pemuda di sana dengan sangat berani mempermainkan berhala-berhala orang-orang yang
masih musyrik.

Amr bin Jamuh adalah seorang bangsawan dari Banu Salamah. Ia mempunyai sebuah berhala
bernama Manat yang terbuat dari kayu. Setelah itu para pemuda dari Banu Salamah masuk
Islam, diam-diam mereka mengambil Manat pada malam hari dan memasukkan berhala kayu itu
ke dalam lubang penuh lumpur.

"Manat! Kemana Tuhanku itu?" seru Amr bin Jamuh. Pagi-pagi sekali, ia sudah datang ke
tempat penyembahan dan kebingungan mencari Manat yang hilang. Setelah mencari kesana
kemari, ia menemukan Manat tersuruk di tempat yang sangat kotor.

Amr segera mengambil, mencuci, dan membersihkan tuhannya itu sampai bersih dan
meletakkannya lagi di tempat semula.

"Siapa yang berani mengganggu Manat, akan kutebas lehernya!" ancam Amr bin Jamuh kepada
orang-orang disekitarnya.

Namun, pada malam harinya para pemuda Muslim kembali mengambil dan memasukkan Manat
ke lubang yang kotor dan berlumpur. Sambil menuduh-nuduh dan memgancam-ancam, Amr bin
Jamuh kembali mencuci dan membersihkan tuhannya.

Begitulah terjadi berkali-kali sampai akhirnya rasa kesal Amr bin Jamuh berbalik pada Manat.
Amr mengalungkan pedang pada Manat sambil berkata pada tuhannya itu, "Kalau kau memang
berguna, bertahanlah! Kusertakan pedang ini bersamamu!"

Keesokan harinya, Amr sudah kembali kehilangan Manat. Ia menemukan tuhannya itu di dalam
sumur bersama bangkai seekor anjing. Sementara itu, pedangnya hilang.

"Mengapa kau tidak membela dirimu? Mengapa kau biarkan dirimu terhina?" keluh Amr tidak
berdaya.

Beberapa orang pemuka masyarakat yang sudah memeluk Islam mendekati Amr dan
memgajaknya berbicara. Saat itu, sadarlah Amr bin Jamuh betapa sesatnya ia selama ini. Setelah
itu, tanpa ragu lagi ia memeluk Islam dan menjadi Muslim yang taat.

139
Bagian 64

َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Rasulullah Tiba di Quba

Kaum Muslimin di Yatsrib sudah mendengar bahwa Rasulullah telah meninggalkan Mekah.
Oleh sebab itu mereka menanti-nanti dan berharap-harap kedatangan beliau. Bahkan beberapa
dari mereka pergi ke Quba, suatu kampung yang letaknya beberapa mil dari Yatsrib untuk
menyambut Rasulullah.

Setiap pagi mereka pergi bersama-sama ke tempat itu. Jika sampai siang Rasulullah belum
datang, mereka pergi dan berteduh sebentar di tempat lain. Ketika petang tiba, dan Rasulullah
belum juga tiba, mereka pulang ke Yatsrib. Begitu terus setiap hari.

Rasulullah dan rombongan memang masih agak jauh dari Yatsrib. Suatu hari ketika panas
matahari tengah begitu terik, Rasulullah tiba di Quba. Saat itu, penduduk Quba juga sudah
banyak yang memeluk Islam. Mereka juga tengah menanti-nanti kedatangan Rasulullah. Namun,
tidak seorang pun yang sudah mengenal wajah Rasulullah dan Abu Bakar. Oleh sebab itu, ketika
beliau dan Abu Bakar berteduh di bawah pohon kurma, tidak seorang pun yang datang
menyambut. Sampai akhirnya, lewatlah seorang Yahudi yang mengetahui Rasulullah dan Abu
Bakar yang tengah berteduh itu. Yahudi itu segera naik ke tempat yang tinggi dan berteriak
sekeras-kerasnya,

"Hai orang-orang Arab! Itulah orang yang kamu harap-harap dan kamu nanti-nanti
kedatangannya! Ia telah berada di sini! Ia telah datang!"

Demikian teriak orang Yahudi itu berulang-ulang. Orang-orang Quba datang berduyun-duyun ke
tempat Rasulullah berteduh. Ketika tiba, mereka memberi hormat kepada Abu Bakar. Melihat
itu, Abu Bakar segera membuka selendangnya dan meneduhi Rasulullah. Barulah orang-orang
sadar bahwa mereka telah salah menyalami orang.

Orang-orang meminta Rasulullah beristirahat selama beberapa hari di Quba. Rasulullah pun
mengabulkan permintaan itu. Beliau tinggal di rumah seorang sahabat Anshar bernama Kaltsum
bin Hadam.

Kerinduan pada Rasulullah

Banyak penduduk Muslim Yatsrib yang belum melihat Nabi Muhammad. Kerinduan akan sosok
Rasulullah melambung saat menanti kedatangan beliau. Mereka ingin bertemu laki-laki yang
telah menderita jiwa dan raga dalam berjuang, terusir dari kampung halaman, tetapi tetap
bersemangat, percaya diri, kokoh, berhati tulus, dan terus berdakwah, tanpa pernah berhenti.

Hijrah Ali bin Abu Thalib

140
Bagaimana dengan Ali bin Abu Thalib, sesuai dengan pesan Rasulullah, setelah mengembalikan
barang-barang titipan kepada pemiliknya, Ali bin Abu Thalib berangkat hijrah. Ali pergi
mengawal keluarga Rasulullah dan keluarga Abu Bakar. Mereka adalah Fatimah, Ummu
Kultsum, Saudah, Ummu Aiman dan anaknya, Usamah. Selain itu juga turut istri Abu Bakar,
Ummu Ruman dan anak-anaknya, Aisyah, Asma, dan Abdullah. Juga ada orang-orang Muslim
lain yang lemah dan tidak berdaya.

Terbayang dengan jelas betapa beratnya tugas Ali bin Abu Thalib saat berhijrah. Apalagi mereka
semua kekurangan, sehingga Ali bin Abu Thalib harus berjalan kaki menempuh jarak lebih dari
400 kilometer di tengah padang pasir itu.

Selama perjalanan, mereka berhenti dan bersembunyi pada siang hari untuk menghindari
kejaran pasukan Quraisy. Jika malam tiba, barulah mereka berangkat dan meneruskan
perjalanan.

Akhirnya, tibalah rombongan hijrah Ali bin Abu Thalib di Quba. Di sana, mereka berjumpa
dengan Rasulullah yang masih berada di tempat itu.

Begitu jauh dan beratnya perjalanan, kaki Ali bin Abu Thalib membengkak dan dipenuhi luka di
sana-sini.

Rasulullah merasa sangat iba kepada sepupunya ini. Beliau berdoa kepada Allah memohon agar
Allah berkenan menyembuhkan semua luka di kaki Ali dan memulihkan kekuatannya seperti
sedia kala.
Dengan kedua tangan beliau yang mulia itu, Rasulullah mengusap kaki Ali bin Abu Thalib.
Alhamdulillah, segera saja pulihlah semua luka, kempislah bengkak, dan lenyaplah semua rasa
sakit dari kaki Ali bin Abu Thalib.

Saat Ali bin Abu Thalib dan orang-orang yang dikawalnya tiba di Quba, Rasulullah telah
berhenti di sana selama lebih dari sepuluh hari. Dalam sepuluh hari itu, beliau dan para sahabat
yang lain telah membangun sebuah masjid. Itulah masjid pertama dalam sejarah Islam. Di dalam
Al Qur'an, Allah menyebut masjid itu dengan nama Masjid Taqwa. Sampai kini, masjid itu
dikenal sebagai Masjid Quba.

Masjid Quba

Rasulullah adalah orang pertama yang meletakkan batu untuk mendirikan Masjid Quba. Setelah
itu, beliau menyuruh Abu Bakar lalu Umar bin Khattab dan setelahnya Utsman bin Affan.
Ammar bin Yasir adalah orang yang pertama kali membangun temboknya. Kemudian, para
sahabat Muhajirin dan Anshar membangunnya bersama-sama.

Begitu masjid selesai kaum Muslimin di Quba menyangka Rasulullah akan tinggal di Quba lebih
lama lagi. Namun, Allah memerintahkan Rasulullah untuk berangkat ke Yatsrib. Begitu
mengetahui hal itu, dengan wajah sedih, Kaum Muslimin Quba mendatangi Rasulullah dan
bertanya pelan,

"Ya Rasulullah apakah Tuan memang menghendaki rumah yang lebih baik daripada rumah
kami?"

141
Rasulullah mengerti betapa besar rasa sayang kaum Muslimin Quba terhadap dirinya. Beliau pun
menjawab dengan kata-kata yang sangat halus,

"Oh tidak begitu, Allah memerintahkan saya berangkat ke Yatsrib. Karenanya, hendaklah Tuan-
Tuan membiarkan unta saya terus melanjutkan perjalanan."

Sebelum berangkat, Rasulullah berdiri di Masjid Quba. Para sahabat berkumpul dihadapan
beliau. Rasulullah bertanya kepada mereka,

"Apakah Anda sekalian orang-orang beriman?"

Semuanya terdiam, tidak seorang pun yang berani menjawab. Kemudian, Rasulullah bertanya
lagi,

"Apakah Anda sekalian orang-orang yang beriman?"

Kembali semua orang terdiam kecuali Umar bin Khattab. Saat itu Umar menjawab,

"Ya Rasulullah, sesungguhnya mereka semua orang-orang beriman dan saya termasuk salah
seorang dari mereka."

Rasulullah bertanya lagi,

"Apakah anda sekalian percaya pada keputusan Allah?"

Kali ini semuanya menjawab, "Ya."

"Apakah Anda sekalian bersabar akan malapetaka yang menimpa?"

"Ya, ya Rasulullah."

"Dan apakah Anda sekalian bersyukur saat mendapat kebahagiaan?" "Bersyukur saat mendapat
kebahagiaan?"

"Ya, kami bersyukur ya Rasulullah."

"Demi Tuhan, kalau begitu Anda sekalian orang-orang beriman."

Mengapa Masjid Dibangun Lebih Dulu?

Masyarakat Islam tidak akan tegak jika tidak ada masjid. Oleh karena itu, perbedaan pangkat,
kekayaan, kedudukan, dan lainnya akan terhapus jika umat Islam selalu bertemu setiap hari di
masjid untuk menyembah Allah. Masjid juga merupakan tempat berkumpulnya kaum Muslimin
untuk mempelajari syariat Allah.

142
KISAH NABI MUHAMMAD SAW,
MEMBELAH BULAN.

Di zaman Jahilliyah hiduplah raja bernama Habib bin Malik di Syam, dia penyembah berhala
yang fanatik dan menentang serta membenci agama yang didakwahkan Rasulullah Saw.

Suatu hari Abu Jahal menyurati Raja Habib bin Malik perihal Rasulullah Saw. Surat itu
membuatnya penasaran dan ingin bertemu dengan Rasulullah Saw, dan membalas surat itu Ia
akan berkunjung ke Mekah.

Pada hari yang telah ditentukan berangkatlah Ia dengan 10.000 orang ke Mekah. Sampai di Desa
Abtah, dekat Mekah, ia mengirim utusan untuk memberitahu Abu Jahal bahwa Dia telah tiba di
perbatasan Mekah.

Maka disambutlah Raja Habib oleh Abu Jahal dan pembesar Quraisy. "Seperti apa sih
Muhammad itu......?"
Tanya Raja Habib setelah bertemu dengan Abu Jahal.
"Sebaiknya Tuan tanyakan kepada Bani Haasyim," jawab Abu Jahal.

Lalu Raja Habib menanyakan kepada Bani Hasyim.


"Di masa kecilnya, Muhammad adalah anak yang bisa di percaya, jujur, dan baik budi. Tapi,
sejak berusia 40 tahun, Ia mulai menyebarkan agama baru, menghina dan menyepelekan tuhan-
tuhan kami.

Ia menyebarkan agama yang bertentangan dengan agama warisan nenek moyang kami," jawab
salah seorang keluarga Bani Hasyim.
Raja Habib memerintahkan untuk menjemput Rasulullah Saw, dan menyuruh untuk memaksa
bila Ia tidak mau datang.

Dengan menggunakan jubah merah dan sorban hitam, Rasulullah Saw datang bersama Abu
Bakar As Siddiq ra, dan Khadijah ra.
Sepanjang jalan Khadijah Ra, menangis karena khawatir akan keselamatan suaminya, demikian
pula Abu Bakar ra.
"Kalian jangan takut, kita serahkan semua urusan kepada Allah ‫ " ﷻ‬Kata Rasulullah Saw.

Sampai di Desa Abthah, Rasulullah Saw di sambut dengan ramah dan dipersilahkan duduk di
kursi yang terbuat dari emas.
Ketika Rasulullah Saw duduk di kursi tersebut, memancarlah cahaya kemilau dari wajahnya
yang berwibawa, sehingga yang menyaksikannya tertegun dan kagum Maka berkata Raja Habib:
"Wahai Muhammad setiap Nabi memiliki mukjizat, mukjizat apa yang Engkau
miliki.................?"

Dengan tenang Rasulullah Saw balik bertanya:


"Mukjizat apa yang Tuan kehendaki................?"
Raja Habib bin Malik Menjawab:
"Aku menghendaki matahari yang tengah bersinar engkau tenggelamkan, kemudian
munculkanlah bulan.

143
Lalu turunkanlah bulan ke tanganmu, belah menjadi dua bagian, dan masukkan masing-masing
ke lengan bajumu sebelah kiri dan kanan.

Kemudian keluarkan lagi dan satukan lagi. Lalu suruhlah bulan mengakui engkau adalah Rasul.
Setelah itu kembalikan bulan itu ke tempatnya semula. Jika engkau dapat melakukannya, aku
akan beriman kepadamu dan mengakui kenabianmu,"....
Mendengar itu Abu Jahal sangat gembira, pasti Rasulullah Saw tidak dapat melakukannya.

Dengan tegas dan yakin Rasulullah Saw menjawab: "Aku penuhi permintaan Tuan."
Kemudian Rasulullah Saw berjalan ke arah Gunung Abi Qubaisy dan shalat dua rakaat.
Usai shalat, Beliau Saw berdoa dengan menengadahkan tangan tinggi-tinggi, agar permintaan
Raja Habib terpenuhi.
Seketika itu juga tanpa diketahui oleh siapapun juga turunlah 12.000 malaikat.

Maka berkatalah malaikat:


"Wahai Rasulullah, Allah menyampaikan salam kepadamu.
Allah berfirman: 'Wahai kekasih-Ku, janganlah engkau takut dan ragu. Sesungguhnya Aku
senantiasa bersamamu. Aku telah menetapkan keputusan-Ku sejak Zaman Azali.'
Tentang permintaan Habib bin Malik, pergilah engkau kepadanya untuk membuktikan
kerasulanmu. Sesungguhnya Allah yang menjalankan matahari dan bulan serta mengganti siang
dengan malam.

Habib bin Malik mempunyai seorang putri cacat, tidak punya kaki dan tangan serta buta. Allah
‫ ﷻ‬telah menyembuhkan anak itu, sehingga ia bisa berjalan, meraba dan melihat."
Lalu bergegaslah Rasulullah Saw turun menjumpai orang kafir, sementara bias cahaya kenabian
yang memantul dari wajahnya semakin bersinar.

Waktu itu matahari telah beranjak senja, matahari hampir tenggelam, sehingga suasananya
remang-remang
Tak lama kemudian Rasulullah Saw berdoa agar bulan segera terbit.
Maka terbitlah bulan dengan sinar yang benderang.

ILUSTRASI Terbelahnya Bulan Lalu dengan dua jari Rasulullah Saw mengisyaratkan agar
bulan itu turun ke pada nya
Tiba-tiba suasana jadi amat menegangkan ketika terdengar suara gemuruh yang dahsyat.
Segumpal awan mengiringi turunnya bulan ke tangan Rasulullah Saw.

Segera setelah itu Beliau rosulalloh membelahnya menjadi dua bagian, lalu Beliau masukkan ke
lengan baju kanan dan kiri.
Tidak lama kemudian, Beliau rosulalloh mengeluarkan potongan bulan itu dan menyatukannya
kembali.

Dengan sangat takjub orang-orang menyaksikan Rasulullah Saw menggengam bulan yang
bersinar dengan indah dan cemerlang.
Bersamaan dengan itu bulan mengeluarkan suara:
"Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa rasuluh."

Menyaksikan keajaiban itu, pikiran dan perasaan semua yang hadir terguncang.
Sungguh, ini bukan mimpi, melainkan sebuah kejadian yang nyata............!
Sebuah mukjizat luar biasa hebat yang disaksikan sendiri oleh Raja Habib bin Malik.

144
Ia menyadari, itu tak mungkin terjadi pada manusia biasa, meski ia lihai dalam ilmu sihir
sekalipun.....!
Namun, hati Raja Habib masih beku.
Maka ia pun berkata, "Aku masih mempunyai syarat lagi untuk mengujimu."

Belum lagi Raja Habib sempat melanjutkan ucapannya, Rasulullah memotong pembicaraan,
"Engkau mempunyai putri yang cacat, bukan...............?
Sekarang, Allah ‫ ﷻ‬telah menyembuhkannya dan menjadikannya seorang putri yang sempurna."

Raja Habib pun terkejut karena tidak ada siapapun yang tahu penyakit anaknya itu yaitu lumpuh
dan matanya buta kecuali orang-orang istana dan mereka yang dekat dengannya saja.
Mendengar itu, betapa gembiranya hati Raja Habib.
Spontan ia pun berdiri dan berseru,
"Hai penduduk Mekah.........!

Kalian yang telah beriman jangan kembali kafir, karena tidak ada lagi yang perlu diragukan.
Ketahuilah, sesungguhnya aku bersaksi: tiada Tuhan selain Allah dan tiada sekutu baginya;
dan aku bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah Utusan dan hamba-Nya...!"

Melihat semua itu Abu Jahal jengkel dan marah, dengan emosi berkata kepada Raja Habib:
"Wahai...! Raja Habib engkau beriman kepada tukang sihir ini, hanya karena menyaksikan
kehebatan sihirnya...............?"
Namun Raja Habib tidak menghiraukannya dan berkemas untuk pulang.

Sampai di pintu gerbang istana, putrinya yang sudah sempurna, menyambutnya sambil
mengucapkan dua kalimat sahadat.
Tentu saja Raja Habib terkejut.
"Wahai putriku, darimana kamu mengetahui ucapan itu............
?
Siapa yang mengajarimu.............?"
"Aku bermimpi didatangi seorang lelaki tampan rupawan yang memberi tahu ayah telah
memeluk Islam.
Dia juga berkata, jika aku menjadi muslimah, anggota tubuhku akan lengkap. Tentu saja aku
mau, kemudian aku mengucapkan dua kalimat sahadat," jawab sang putri.
Maka seketika itu juga Raja Habib pun bersujudlah sebagai tanda syukur kepada Allah ‫ ﷻ‬.
Alangkah baiknya jika coment anda adalah bersholawat kepada baginda Nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi Wa Salam
Semoga kita semua senantiasa selalu diakui sebagai umatnya dan pantas mendapatkan berkah
dan syafaat nya Aamiin ya Robbal Aalaamiin
❤Jama'ah Cinta Rasul❤

145
Bagian 65

َ ‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


ِ‫صلِ اَللهم‬

Shalat Jum'at Pertama

Rasulullah berangkat dari Quba pada Jum'at pagi. Beliau diiringi para sahabat Muhajirin dan
Anshar. Sebagian berkendaraan, sebagian lagi berjalan kaki. Ketika waktu shalat Jum'at tiba,
Rasulullah tengah melewati Wadi Ranuna. Tempat itu dekat dengan perkampungan Bani Amr
bin Auf. Rasulullah berhenti dan mendirikan shalat Jum'at bersama para sahabatnya. Itulah shalat
Jum'at pertama yang didirikan Rasulullah.

Dalam shalat itu, Rasulullah berkhutbah,

"Wahai seluruh manusia hendaklah kalian mengerjakan amal kebaikan demi kalian sendiri.
Sungguh kalian mengetahui, demi Allah, sesungguhnya akan datang suatu hari ketika salah satu
dari kalian dikejutkan oleh suara gemuruh, sehingga ia akan melupakan harta apa pun yang
dimilikinya. Pada hari itu, Allah akan berfirman kepadanya langsung tanpa ada yang
menerjemahkan dan menghalang-halangi. Firman-Nya, "Tidaklah telah datang seorang Rasul
kepadamu lalu ia menyampaikan ajaran kepadamu dan Aku telah memberikan harta kepadamu
serta Aku telah memberikan banyak karunia kepadamu. Namun, semua itu kamu gunakan untuk
dirimu sendiri."

"Saat itu, ia akan melihat ke kanan dan ke kiri, tetapi tidak melihat apa pun. Namun, ketika
melihat ke muka, ia akan menatap Neraka Jahanam. Siapa pun yang dapat menjaga wajahnya
dari bahaya api neraka, walaupun dengan separuh kurma, hendaklah ia banyak menyebut kalimat
thayyibah karena kalimat thayyibah itu adalah sesuatu yang indah yang akan diberi balasan
sampai tujuh ratus kali lipat. Keselamatan dan rahmat Allah serta barokah-Nya semoga
dilimpahkan atas kamu dan atas Rasulullah."

Pada saat shalat Jum'at itu, Rasulullah berkhutbah setelah shalat didirikan. Baru pada kemudian
hari, Rasulullah mengubah cara itu sehingga khutbah dilakukan sebelum shalat Jum'at dilakukan.

Rasulullah pun melanjutkan perjalanan. Setiap kali melewati sebuah perkampungan, orang-orang
selalu berebut menawarkan tempat bersinggah dan beristirahat kepada beliau. Namun, selalu
mengulang jawaban yang sama,

"Biarkanlah unta ini berjalan, sesungguhnya ia diperintah Allah agar berhenti ditempat yang
dikehendaki-Nya."

Tiba di Madinah

Kota Yatsrib dipenuhi bermacam perhiasan indah untuk menyambut kedatangan Rasulullah.
Ketika beliau tiba, seluruh kaum Muslimin perempuan dan laki-laki, anak-anak dan budak
belian, keluar rumah untuk menyambut kedatangan Rasulullah yang telah lama mereka nantikan.

Anak-anak lelaki dan para budak laki-laki ramai-ramai berbaris di jalan seraya bersorak,

146
"Telah datang Muhammad! Telah datang Rasulullah! Ya Muhammad! Ya Rasulullah!"

Para pemuda dan laki-laki dewasa menghunus pedang dan tombak sebagai tanda siap mati
membela Rasulullah.

Kaum Muslimin yang mengiringi Rasulullah dari Quba berseru bersama,

"Telah datang Nabi Allah! Telah datang Nabi Allah! Telah datang Nabi Allah!"

Sementara itu, anak-anak perempuan naik ke atas rumah seraya bersama membaca syair,

"Kami anak-anak perempuan keturunan Najjar, hai orang yang cinta bertetangga dengan Nabi
Muhammad!"

Mendengar sambutan yang begitu hangat dan penuh sayang itu, Rasulullah bertanya,

"Apakah kalian semua cinta kepadaku?"

"Ya, sudah tentu ya Rasulullah!" jawab semuanya.

Dengan hati bergetar penuh kasih, Rasulullah bersabda,

"Allah mengetahui bahwa hatiku sangat mencintai kalian semua."

Ada orang yang menangis, ada juga orang yang tersenyum saat mendengar pernyataan cinta dari
Rasulullah yang begitu mulia, yang begitu mereka cintai, dan yang begitu mereka rindukan.
Maka rebana-rebana pun berbunyi dan kaum wanita berpantun.

‫ علينا البدر طلع‬¤ ‫الوداع ثنية من‬

Thola’alِbadruِ‘alaynâِminِtsaniyyatilِwadâ’i

‫ علينا الشکر وجب‬¤ ‫داع هلل دعا ما‬

Wajabasy-syukruِ‘alaynâِmâِda’âِlillâhiِdâ’î

‫ فينا المبعوث أيها‬¤ ‫المطاع باْلمر جئت‬

Ayyuhâlِmab’ûtsuِfînâِji'taِbilِamrilِmuthô’i

Telah terbit purnama di atas kita.


Dari kampung Tsaniyyatil Wada.
Wajiblah kita bersyukur akan apa yang diserukan penyeru.
Duhai orang yang diutus kepada kami.
Engkau datang dengan perintah yang ditaati.

Demikian seterusnya, pantun-pantun kehormatan diucapkan oleh kaum Muslimin laki-laki dan
perempuan ketika mereka menyambut kedatangan Rasulullah. Itu adalah suatu saat yang amat
membahagiakan dan tidak akan pernah terulang lagi dalam sejarah, suatu penyambutan yang
begitu tulus dan penuh cinta.
147
Muhajirin yang Pertama

Abu Salamah bin Abdul Asad adalah Muhajirin yang pertama tiba di Madinah. Setelah itu,
menyusul Amir bin Rabi'ah bersama istrinya, Laila binti Abi Hasymah. Beliaulah wanita
Muhajirin yang pertama tiba di Madinah.

Bagian 66

َ ‫م َحمدِ سيدنا َعلَى‬


‫صلِ اَلله ِم‬
‫م َحمد سيدنا آلِ َعلَى َِو‬

Tempat Rasulullah Menginap

Semua keluarga di Yatsrib berebut menawarkan diri menjadi tuan rumah kepada Rasulullah.
Semuanya ingin agar Rasulullah bersedia tinggal di lingkungan mereka. Rasulullah mengetahui
bahwa jika ia menentukan pilihan, keluarga yang tidak terpilih akan malu dan kecewa. Karena
itu, beliau memasrahkan pilihan itu kepada Allah. Dengan halus, beliau berkata kepada semua
kepala keluarga,

"Biarkanlah untaku ini berjalan karena ia diperintah oleh Allah dan akan berhenti ditempat yang
Allah kehendaki."

Kaum Muslimin mengikuti Al Qushwa yang berjalan perlahan-lahan. Di suatu tempat milik dua
orang anak yatim, unta Rasulullah itu berhenti dan merebahkan perutnya ke pasir. Rasulullah
mengajak Al Qushwa berjalan lagi. Namun, tidak lama kemudian, ia kembali ke tempat semula
dan merebahkan perutnya lagi ke pasir.

"Inilah tempat kediamanku, in syaa Allah," demikian sabda Rasulullah. Kemudian, beliau berdoa
empat kali,

"Ya Allah, semoga Engkau menempatkan aku di tempat kediaman yang diberkahi dan
Engkaulah sebaik-baik yang memberi tempat kediaman."

Rasulullah membeli tanah dari kedua anak yatim tersebut.

Rasulullah turun dan bertanya,

"Di mana rumah saudaraku yang paling dekat dari sini?"

Dengan penuh gembira,

"Abu Ayyub segera menjawab, "Saya, ya Rasulullah! Itu rumah saya!"

Rasulullah tersenyum dan berkata,

"Baiklah Abu Ayyub, jika Anda berkenan, aku akan tinggal di rumah Anda untuk sementara
waktu. Silahkan sediakan tempat untukku."
148
Abu Ayyub tergopoh-gopoh memasuki rumahnya karena begitu gembira. Disiapkannya tempat
untuk Rasulullah serapi mumgkin. Kemudian, ia kembali menghadap Rasulullah dan berkata,

"Ya Rasulullah, sungguh saya sudah menyediakan tempat beristirahat bagi Tuan. Dengan berkah
Allah, silahkan berdiri dan masuk ke dalam."

Gentong Pecah

Rasulullah tinggal di rumah Abu Ayyub. Abu Ayyub ingin Rasulullah tinggal di lantai atas,
tetapi Rasul menolak. Suatu ketika gentong Abu Ayyub pecah dan airnya tumpah. Abu Ayyub
dan istrinya segera menggunakan selimut satu-satunya untuk menyerap air agar tidak menetes ke
tempat tinggal Rasulullah. Setelah itu, Abu Ayyub mendesak Rasulullah agar tinggal di atas.
Akhirnya Rasulullah pun bersedia tinggal di atas.

Mendirikan Masjid

Tujuh bulan lamanya, Rasulullah dan keluarganya tinggal di rumah Abu Ayyub. Selama itu, Abu
Ayyub, Sa'ad bin Ubadah, As'ad bin Zurarah, dan yang lainya mengirim makanan untuk keluarga
Rasulullah secukup-cukupnya. Setiap pagi dan petang, Ummu Ayyub memasak makanan dan
tidak mereka makan sebelum terlebih dahulu mereka sajikan kepada Rasulullah dan keluarganya.
Demikianlah budi Abu Ayyub dan keluarganya kepada Rasulullah.

Rasulullah tinggal di rumah Abu Ayyub sampai beliau mendirikan masjid dan rumah sendiri.
Ketika akan mendirikan masjid, Rasulullah memgumpulkan Bani Najjar yang menjadi pemilik
tanah ditempat itu.

"Wahai Bani Najjar," demikian sabda Rasulullah,

"hendaklah kalian tawarkan harga kebun-kebun ini kepadaku karena aku akan membelinya."

"Ya Rasulullah, kami tidak akan menghargai kebun-kebun itu karena mengharap ridha Allah
saja."

Namun, Rasulullah tetap meminta mereka memberikan harga walaupun


rendah. Akhirnya, Abu Bakar membayar harganya sebesar sepuluh dinar.

Setelah itu, bersama para sahabat, Rasulullah membenahi tanah itu, membersihkan pohon, dan
membongkar serta memindahkan kuburan yang sudah rusak. Setelah itu barulah mendirikan
masjid.

Rasulullah meletakkan batu pertama, lalu beliau meminta Abu Bakar meletakkan batu
selanjutnya, kemudian beliau menyuruh Umar bin Khattab, setelah itu Utsman bin Affan, dan
terakhir Ali bin Abu Thalib. Beliau bersabda,

"Mereka itulah khalifah-khalifah setelah aku."

Setelah itu, semua orang bekerja keras dengan gembira dan penuh semangat. Sambil bekerja,
Rasulullah bersyair,
149
"Ya Allah sesungguhnya pahala itu pahala akhirat,
maka kasihilah sahabat-sahabat Anshar dan Muhajirin."

Para sahabat menjawab syair Rasulullah,

"Jika kami duduk termenung, padahal Nabi bekerja,


yang demikian itu sungguh perbuatan yang tidak pantas."

Batu diangkat, diletakkan, disusun, dan disisipkan sampai akhirnya masjid pun selesai. Pagarnya
dari batu dan tanah, tiangnya dari batang-batang kurma, atapnya pelepah kurma. Kiblatnya
menghadap ke Baitul Maqdis. Ketika itu, Ka'bah belum menjadi kiblat.
Di sisi masjid, didirikan dua buah kamar untuk tempat tinggal Rasulullah dan keluarganya.
Sungguh, sebuah masjid sederhana yang penuh berkah.

Warna Masjid

Umar bin Khattab pernah berkata tentang bagaimana sebuah masjid dibangun. Kata beliau,

"Lindungilah orang-orang dari tampias hujan. Janganlah kalian mewarnai (dinding masjid)
dengan warna merah atau kuning sehingga dapat menimbulkan fitnah."

150

Anda mungkin juga menyukai