Anda di halaman 1dari 7

BAB 9

DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW DI MADINAH

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar


9. Memahami Sejarah Nabi 9.1 .Menceritakan sejarah Nabi Muhammad SAW dalam membangun
masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan
9.2 .Meneladani perjuangan Nabi dan para Sahabat di Madinah

A. Nabi Muhammad SAW membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan


perdagangan

Pada tahun 622 M Nabi menyerukan kepada umat Islam agar pindah (hijrah) dari kota Makkah
menuju Yasrib atau Madinah. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan Nabi Muhammad SAW
adalah :
1. Negeri Makkah yang tandus membentuk sikap penduduk Makkah berwatak buruk dan tidak
mampu berfikir secara jernih. Sedangkan kota Madinah wilayah pertaniannya sangat subur,
sehingga hasil pertanian melimpah. Suhu udara tidak sepanas kota Makkah, berakibat
membentuk masyarakat Yasrib atau Madinah berhati lembut, penuh pertimbangan, dan cerdas.
2. Dalam sejarah umat manusia, hampir seluruh nabi yang diutus Allah tidak berkembang di
negeri sendiri, termasuk Nabi Muhammad SAW. Perjuangannya di Makkah dicaci maki para
pemuka dan kalangan bangsawan Quraisy, seperti : Abu Jahal dan Abu Lahab.
3. Adanya ancaman, gangguan, dan tekanan golongan kafir Quraisy semakin menjadi-jadi,
termasuk mengepung rumah nabi serta hendak membunuhnya ketika nabi menyerukan umat
Islam agar segera hijrah ke Madinah.

Hijrah yang dilakukan oleh umat Islam dari Makkah ke Madinah melalui tiga tahapan, yaitu :
1. Tahap pertama, hijrah dilakukan oleh umat Islam secara sembunyi-sembunyi.
2. Tahap kedua, hijrah dilakukan oleh Umar bin Khattab secara terang-terangan.
3. Tahap ketiga, hijrah dilakukan Nabi Muhammad SAW bersama Abu Bakar, pada hari Jum’at,
tanggal 16 Rabiul Awal bertepatan tanggal 8 Juni tahun 622 M. / 16 Juli 622 H
Kedatangan Nabi Muhammad SAW bersama umat Islam disambut meriah oleh masyarakat
kota Madinah yang berpenduduk asli bangsa Yahudi, Palestina, dan bangsa Arab Yaman. Mereka
berbondong-bondong dengan kegembiraannya menyambut kedatangan nabi bersama umat Islam
seraya melantunkan syair dan pujian.
Sebagai wujud kemenangan dakwah Islam, Nabi Muhammad SAW mengubah nama Yasrib
menjadi Madinatul Munawwarah (kota yang penuh cahaya terang) atau Madinah Al-Nabi (Kota Nabi),
menjadikan umat Islam Madinah sebagai kaum Anshar (masyarakat penolong) dan umat Islam
pendatang dengan sebutan kaum Muhajirin.
Kehadiran nabi ke Madinah sudah lama dinanti-nantikan untuk menjadi pemimpin tunggal
masyarakat Madinah. Karena antara suku penduduk Madinah sering terjadi pertikaian hanya persoalan
wilayah kekuasaan, perempuan, harta, dan sebagainya. Dan di Madinah tidak ditemukan seorang figur
pemimpin yang mampu menjadi pengayom dan perekat di antara mereka.
Hijrah Nabi Muhammad saw dan para sahabat dari Makkah ke Madinah sekaligus juga
membawa dampak hilangnya mata pencaharian yang selama ini telah mereka lakukan di Makkah.
Salah satu hal yang dipikirkan oleh Nabi Muhammad saw, disamping mempersatukan sahabat
muhajirin (pendatang) dengan sahabat Anshar (sahabat yang asli Madinah) adalah bagaimana
membangun kembali kegiatan ekonomi dan perdagangan.
Mula-mula beliau bermusyawarah dengan kedua sahabatnya itu Abu Bakr dan Umar. Pada
awalnya yang menjadi pokok pikirannya adalah menyusun barisan kaum Muslimin serta mempererat
persatuan mereka, guna menghilangkan segala perbedaan dan mengedepankan persamaan dan
persaudaraan.
Kalangan Ansar menampakkan sikap ramah terhadap kaum Muhajirin. Mereka menyadari
bahwa kaum muhajirin telah meninggalkan Makkah, dan bersama itu mereka tinggalkan pula segala
yang mereka miliki, pekerjaan, harta-benda dan semua kekayaan. Sebagian besar ketika mereka
memasuki Medinah sudah hampir tak punya lagi harta, disamping mereka memang bukan orang
berada dan berkecukupan selain Usman bin Affan.
Pada suatu hari Hamzah paman Rasul pergi mendatanginya dengan permintaan kalau-kalau ada
yang dapat dimakannya. Abdurrahman bin Auf yang sudah bersaudara dengan Sa'ad bin Rabi' ketika
di Yathrib (Madinah) ia sudah tidak punya apa-apa lagi. Ketika Sa'ad menawarkan hartanya akan
dibagi dua, Abdurrahman menolak. Ia hanya minta ditunjukkan jalan ke pasar, dan di sanalah ia mulai
merintis berdagang mentega dan keju. Dalam waktu tidak berapa lama, dengan kecakapannya
berdagang ia telah dapat mencapai kekayaan kembali, dan dapat pula memberikan mas kawin kepada
salah seorang wanita Medinah. Bahkan sudah mempunyai kafilah-kafilah yang pergi dan pulang
membawa perdagangan. Selain Abdurrahman, dari kalangan Muhajirin, banyak juga yang telah
melakukan hal yang sama. Dalam waktu yang tidak lama para sahabat Muhajirin dapat menyesuaikan
diri dan menekuni kembali perdagangan karena rata-rata mereka memang sangat pandai dalam hal
berdagang. Karena kepandaiannya dalam berdagang, ada pepatah yang mengatakan bahwa dengan
perdagangannya itu ia dapat mengubah pasir sahara menjadi emas.
Adapun mereka yang tidak melakukan pekerjaan berdagang, diantaranya ialah Abu Bakar, Umar
bin Khattab, Ali bin Abi Talib dan lain-lain, mereka menekuni bidang pertanian. Mereka menggarap
tanah milik orang-orang Anshar bersama-sama pemiliknya. Tetapi selain mereka ada pula yang harus
menghadapi kesulitan dan kesukaran hidup. Sungguhpun begitu, mereka ini tidak mau hidup menjadi
beban orang lain. Mereka sangat bersemangat dalam bekerja, karena dalam bekerja itu mereka
merasakan adanya ketenangan batin, yang selama di Mekkah tidak pernah mereka rasakan.
Di sisi lain terdapat golongan orang Arab yang datang ke Madinah dan menyatakan masuk
Islam, sementara mereka dalam keadaan miskin dan serba kekurangan sampai-sampai ada diantara
mereka yang tidak punya tempat tinggal. Untuk orang-orang semacam ini Nabi Muhammad
menyediakan tempat di selasar masjid yaitu shuffa (bagian masjid yang beratap) sebagai tempat
tinggal mereka. Oleh karena itu mereka diberi nama Ahlush-Shuffa (Penghuni Shuffa). Kebutuhan
mereka diberikan dari harta kaum Muslimin, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar yang
berkecukupun.

B. Dakwah Nabi di Madinah

Sebelum Islam datang, masyarakat Madinah telah memiliki agama atau kepercayaan. Agama
yang dianut sebagian besar masyarakat kota Madinah adalah agama Yahudi, Nasrani, dan Pagan.
Agama Pagan adalah kepercayaan kepada benda-benda dan kekuatan-kekuatan alam, seperti :
matahari, bintang-bintang, bulan, dan sebagainya.
Agama Yahudi masuk ke Madinah bersamaan dengan masuknya para imigran dari wilayah
utara sekitar abad pertama dan kedua Masehi. Mereka pindah ke Madinah untuk melepaskan diri dari
penjajahan bangsa Romawi. Migrasi pertama diikuti oleh gelombang perpindahan yang besar pada
tahun 132 – 135 M, tatkala Romawi menindas bangsa Yahudi yang mencoba melakukan
pemberontakan. Suku-suku bangsa yang menganut agama Yahudi di antaranya Bani Qainuqa, Bani
Nadhir, Bani Gathfan, dan Bani Quraidhah. Dari suku-suku tersebut Bani Quraidhahlah yang masih
memperlihatkan kepercayaannya sampai Islam datang. Bahkan banyak di antara mereka yang
bersekutu dengan para penguasa Quraisy untuk mengusir dan membunuh Nabi Muhammad SAW serta
menggagalkan perjuangan umat Islam.
Penganut agama Nasrani di Madinah merupakan kelompok minoritas. Mereka ini berasal dari
kelompok Bani Najran. Masyarakat Bani Najran memeluk agama Kristen pada tahun 343 M ketika
kelompok misionaris Kristen dikirim oleh Kaisar Romawi untuk menyebarluaskan agama Nasrani di
wilayah itu.
Selain penganut agama Yahudi dan Nasrani, juga terdapat penganut agama primitif yang
menyembah kekuatan-kekuatan alam. Mereka itu tidak banyak tetapi keberadaan mereka merupakan
sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. Mereka hidup sesuai dengan tradisi yang telah diwariskan oleh
nenek moyang mereka. Cara mereka menjalankan praktek peribadatan tidak sesuai dengan agama
monotheisme atau agama tauhid. Sehingga tidak jarang di antara mereka terjadi keributan, terutama
dengan pengikut agama Yahudi. Para penganut agama ini berkeyakinan bahwa mereka adalah manusia
yang dipilih Tuhan. Sehingga mereka merasa paling benar dan selalu mengejek kelompok lain. Hal
demikian itu terjadi cukup lama hingga datangnya Islam di kota Yasrib.
Keadaan masyarakat Madinah menjadi masyarakat yang labil (tidak menentu). Sekalipun
potensi alam sangat subur secara perlahan-lahan membawa kemunduran kota Madinah waktu itu.
Mengapa hal demikian terjadi ?
Kedamaian, ketenteraman, keamanan, kesejahteraan, dan kemakmuran suatu bangsa akan
menjadi permanen atau tidak ditentukan oleh keadaan moralitas (perilaku) masyarakat itu sendiri.
Sehingga tidak aneh apabila seorang penyair Arab Imam Sauqi berkata “Kelangsungan suatu bangsa
tergantung kepada akhlakul karimah. Oleh karena itu, kalau akhlakul karimah telah tiada hancurlah
suatu bangsa itu”.
Akhlakul karimah yang sepi dari perilaku mereka lebih disebabkan oleh tidak adanya iman dan taqwa
dalam setiap pribadi manusia pada saat itu. Sehingga keberadaan masyarakat Madinah semakin jauh
dari sentuhan kasih sayang Allah. Padahal suatu bangsa yang tidak lagi beriman dan bertaqwa, Allah
menutup berkah-Nya dari seluruh isi langit dan bumi.

C. Hubungan Sahabat Muhajirin dan Anshar

Setelah Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat dari Makkah sebagai kaum Muhajirin
bertemu dengan penduduk Madinah sebagai kaum Anshar, maka dalam pembinaan nabi menciptakan
persaudaraan baru yang diikat bukan karena hubungan darah, melainkan dengan ikatan agama. Hal
demikian dilakukan oleh nabi semata-mata untuk mewujudkan barisan umat Islam yang kuat di kota
Madinah.
Nabi Muhammad SAW mengajak kaum muslimin untuk membangun persaudaraan semata-
mata karena Allah, seperti : Nabi Muhammad SAW sendiri bersaudara dengan Ali bin Abi Thalib,
Hamzah bin Abdul Muthalib bersaudara dengan Zaid, Abu Bakar bersaudara dengan Kharijah bin
Zaid, Umar bin Khattab bersaudara dengan Ithbah bin Malik Al Khajraji, Ja’far bin Abi Thalib
bersaudara dengan Muaz bin Jabbal, kaum Muhajirin lain bersaudara dengan kaum Anshar lainnya.
Dengan pola persaudaraan tersebut, kaum Anshar memperlihatkan sikap sopan dan ramah
dengan saudara mereka kaum Muhajirin. Kaum Anshar turut merasakan kepedihan dan penderitaan
yang dialami oleh saudara-saudara mereka kaum Muhajirin dari kota Makkah, yang mereka jauh-jauh
ke Madinah tanpa membawa harta kekayaan sedikitpun, sehingga mereka benar-benar membutuhkan
pertolongan.
Semenjak tercipta tali persaudaraan diantara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, maka
suasana kehidupan menjadi aman dan damai, tercipta suasana kebersamaan dan kekompakan.
Dengan demikian, setelah Nabi Muhammad SAW membangun persaudaraan yang diikat
dengan tali agama, hubungan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar dan sebaliknya berjalan secara
harmonis, bagaikan dalam satu tubuh yang apabila sebagian tubuh sakit, maka yang lainnya ikut
merasakan sakit semua.

D. Hubungan Umat Islam dengan Non-Muslim

Setelah persaudaraan yang kuat antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar terbangun, maka
Nabi Muhammad SAW hendak meluaskan persaudaraan antar umat beragama. Sehingga Nabi
Muhammad SAW bermusyawarah bersama kaum Muhajirin dengan kaum Anshar untuk merumuskan
undang-undang yang dapat mengatur lebih kuat hubungan dengan kaum Muhajirin, kaum Anshar dan
masyarakat Yahudi.
Undang-undang yang terbentuk secara demokratis tersebut dinamakan sebagai Piagam
Madinah. Piagam Madinah tersebut ditulis dan disyahkan pada tahun 623 M atau tahun ke-2 H.
Piagam Madinah tersebut berisi 4 hal pokok, yaitu :
1. Kaum muslimin dan kaum Yahudi hidup secara damai, bebas memeluk dan menjalankan
ajaran agamanya masing-masing.
2. Apabila salah satu pihak diperangi musuh, maka mereka wajib membantu pihak yang
diserang.
3. Kaum muslimin dan Yahudi wajib saling menolong dalam melaksanakan kewajiban untuk
kepentingan bersama.
4. Muhammad Rasulullah adalah pemimpin umum seluruh penduduk Madinah. Bila terjadi
perselisihan diantara kaum muslimin dengan kaum Yahudi, maka penyelesaiannya
dikembalikan kepada keadilan Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin tertinggi di
Madinah.
Melalui Piagam Madinah tersebut, hubungan antara kaum muslimin dengan non muslim dapat
berjalan dengan baik, tertib, rukun dan damai. Di dalam persoalan agama, yang lebih bersifat ibadah,
mereka berjalan sesuai dengan ajaran agama yang dianut, tidak boleh saling memaksakan ajaran
agama kepada pihak lain. Tetapi dalam persoalan kemanusiaan, maka mereka saling tolong-menolong,
saling membantu dan saling bekerja sama. Karena sebagai makhluk sosial, tidak akan pernah dapat
hidup tanpa orang lain.
Di dalam mengamankan pelaksanaan Piagam Madinah tersebut, Nabi Muhammad SAW diberi
kewenangan secara aklamasi sebagai kepala negara untuk mengemban tugas sebagai pengayom,
pelindung, perekat kedamaian dan kesejukan dalam membangun negara atas dasar sendi-sendi Islam
dengan ibu kota di Madinah.

E. Perjanjian Hudaibiyah

Perjanjian Hudaibiyah yang dilakukan oleh kelompok pemuka kafir Quraisy dengan Nabi
Muhammad SAW beserta para sahabatnya merupakan jalan keluar untuk menghindari terjadinya
peperangan. Karena perjanjian yang dilaksanakan di suatu kampung yang bernama Hudaibiyah yang
berjarak 6 mil dari kota Makkah pada tahun 6 H atau 628 M terjadi pada bulan Zulqa’dah. Dalam
tradisi masyarakat Arab, bulan tersebut diharamkan untuk melakukan peperangan.
Perjanjian Hudaibiyah yang ditandatangani oleh Nabi Muhammad SAW dari pihak Islam dan
Suhail bin Amru dari pihak kafir Quraisy lebih dipicu oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Kerinduan terhadap tempat kelahiran


Semenjak terjadinya hijrah nabi bersama para sahabat tanggal 16 Rabiul Awwal (tanggal 8 Juni
622 M) hingga tahun ke-6 Hijrah atau 628 M, umat Islam belum sempat menengok tempat
kelahirannya di kota Makkah. Mereka sangat sibuk berjuang menyiarkan agama Islam bersama nabi
hingga kelelahan sekalipun mulia. Karena perjuangan tidak jarang harus ditempuh dengan peperangan.
Maka ketika meraih kemenangan dalam perang Khandak dan bulan itu sebagai bulan Zul Qa’dah,
sebagai bulan yang diharamkan berperang, umat Islam sangat rindu dengan tempat kelahirannya.

2. Adanya keinginan yang kuat untuk menunaikan ibadah haji


Semenjak hijrah itu, umat Islam tidak mempunyai kesempatan untuk menunaikan ibadah haji,
sebagai media untuk membangun semangat juang dalam menegakkan syiar Islam. Baru setelah waktu
senggang dan bertepatan bulan haji, nabi bersama para sahabat hendak menunaikan ibadah haji.

3. Adanya pemboikotan perjalanan oleh kafir Quraisy


Melihat iring-iringan umat Islam yang dipimpin oleh nabi menuju Makkah, orang-orang kafir
Quraisy yang dipimpin oleh para pemukanya menghalau perjalanan nabi beserta umat Islam. Mereka
melarang nabi beserta umat Islam meneruskan perjalanan dan menyuruh agar kembali, sekalipun
Usman bin Affan sebagai duta nabi telah memberi penjelasan maksud dan tujuannya untuk
menunaikan ibadah haji. Namun, mereka memberi kesempatan tahun depan, itupun hanya tiga hari
saja.
4. Adanya tekad umat Islam yang membara
Setelah mendengar isu bahwa Usman bin Affan sebagai duta nabi dibunuh oleh kelompok
orang-orang kafir, maka umat Islam sangat marah seraya bersumpah atau berikrar dengan sebutan
Baiatur Ridwan, yaitu bertekad untuk berjuang hingga titik darah penghabisan demi kejayaan Islam,
termasuk keinginan meneruskan menunaikan ibadah haji pada saat itu. Mendengar ungkapan tekad
tersebut kelompok kafir Quraisy panik dan akhirnya menyetujui adanya perjanjian Hudaibiyah.

Perjanjian Hudaibiyah yang disepakati kedua belah pihak memutuskan empat hal pokok, yaitu :
1) Selama 10 tahun tidak melakukan peperangan
2) Memberi kebebasan kepada umat manusia untuk bergabung atau menjalin perjanjian baik
dengan Muhammad maupun kelompok Quraisy.
3) Melarang kepada setiap orang bergabung dengan Muhammad tanpa ada alasan yang dibenarkan
tetapi kalau pengikut Muhammad bergabung dengan kelompok Quraisy terbebas dari alasan.
4) Menyuruh kembali rombongan Muhammad dan boleh menunaikan ibadah haji pada tahun depan
tetapi di Makkah tidak boleh lebih dari tiga hari.

Bila dicermati dari segi isi secara lahir, isi perjanjian Hudaibiyah adalah merugikan umat Islam
dan rombongan Nabi Muhammad karena Nabi Muhammad beserta rombongan menerima hasil
perjanjian tersebut. Namun, sebenarnya menguntungkan umat Islam dan Nabi Muhammad dalam
jangka panjang karena memberikan peluang strategis dalam perjuangan Nabi Muhammad SAW.
Peluang strategis tersebut adalah :
1) Secara tidak langsung para pemimpin Makkah telah mengakui status Nabi Muhammad SAW
sebagai pucuk pimpinan umat Islam dan pimpinan negeri Madinah.
2) Masa jeda tidak berperang sepuluh tahun memberikan peluang yang amat baik bagi umat Islam
bersama nabi untuk menyebarkan Islam karena tidak disibukkan perang.

Setelah ditandatanganinya perjanjian Hudaibiyah, kearifan Nabi Muhammad yang ditampakkan dalam
proses perjanjian Hudaibiyah menarik simpati orang-orang Quraisy, sehingga banyak yang masuk
Islam, seperti Amru Ibnu ‘Ash dan Khalid Ibnu Walid. Perubahan jumlah yang masuk Islam sangat
mencolok dari 1.400 orang menjadi 10.000.

F. Fat-hu Makkah

Dari pengaruh perjanjian Hudaibiyah tersebut ada dua suku besar di Makkah menentukan
sikapnya. Dua suku besar tersebut adalah suku Khuza’ah menyatakan bergabung dengan kekuatan
Islam di Madinah dan suku Bani Bakar menyatakan kesetiaannya bergabung dengan kekuatan kafir
Quraisy.
Dari pernyataan dua suku di atas mendorong Nabi Muhammad SAW mengadakan pembebasan
kota Makkah (fat-hu Makkah). Apakah yang menjadi sebab utama Nabi melakukan pembebasan kota
Makkah ? Ada dua sebab yang paling utama terjadinya pembebasan kota Makkah, yaitu :

1. Adanya pembantaian suku Khuza’ah oleh suku Bani Bakar


Setelah usia dua tahun masa perjanjian Hudaibiyah disepakati, ternyata pelanggaran pertama
kali dilakukan oleh kelompok kafir Quraisy. Karena dengan sengaja suku Bani Bakar yang dibantu
oleh kelompok kafir Quraisy menyerang dengan membabi buta sekaligus melakukan pembantaian
terhadap suku Khuza’ah.

2. Adanya pembatalan perjanjian Hudaibiyah


Setelah Bani Bakar dengan bantuan golongan kafir Quraisy membantai suku Khuza’ah, 40
orang utusan suku Khuza’ah mengadu sekaligus meminta perlindungan dan pembelaan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Setelah tiba saat yang tepat, Nabi Muhammad SAW mengutus seorang sahabat menemui
pemuka Quraisy untuk menyampaikan misi perdamaian dengan mengajukan tiga usulan terhadap
semua yang sudah dilakukan. Ketiga usulan tersebut adalah:
1) Orang Quraisy harus mengganti rugi terhadap para korban dari suku Khuza’ah sebagai
akibat penyerangan suku Bani Bakar atau,
2) Orang kafir Quraisy harus menghentikan persekutuannya dengan Bani Bakar, atau ;
3) Orang Quraisy harus menyatakan pembatalan terhadap perjanjian Hudaibiyah.

Dari tiga hal yang diajukan oleh delegasi Nabi Muhammad SAW tersebut, orang kafir Quraisy
memilih dan menyetujui yang ketiga, yaitu : pembatalan perjanjian Hudaibiyah yang telah disepakati
bersama. Dari sikap orang kafir Quraisy tersebut yang membangkitkan tekad Nabi Muhammad SAW
untuk melawan pasukan kafir Quraisy.
Dengan adanya dua sebab tersebut, akhirnya Nabi Muhammad SAW bersama seluruh
pengikutnya yang setia bertekad bulat untuk melakukan jihad menegakkan panji-panji Islam.
Semangat yang telah menyatu dengan dorongan mencari ridha Allah tidak dapat dipatahkan oleh
siapapun dan dalam kondisi apapun.
Karena delegasi kafir Quraisy yang bernama Abu Sufyan telah memilih pembatalan perjanjian
Hudaibiyah yang telah disepakati bersama, berarti membuka peluang untuk berperang. Tidak ada
pilihan lain bagi nabi kecuali mempersiapkan pasukan untuk melawan pasukan kafir Quraisy.
Dalam persiapan tersebut, nabi berhasil mengumpulkan 10.000 pasukan tempur. Pasukan
tersebut merupakan pasukan tempur terbesar sepanjang sejarah perjuangan nabi. Dengan tekad dan
semangat berjihad fisabilillah, sebuah bentuk semangat karena Allah SWT menjadikan pasukan Islam
tidak memiliki rasa takut terhadap siapapun kecuali Allah. Tekad dan semangat yang bulat telah
masuk dalam setiap dada pasukan Islam. Ada peristiwa apa dalam pembebasan Makkah ?
Semenjak persiapan hingga pelaksanaan pembebasan kota Makkah terdapat beberapa peristiwa
penting, antara lain :

1. Adanya rahasia persiapan yang bocor


Persiapan yang dilakukan nabi bersama umat Islam yang mengerahkan 10.000 pasukan
merupakan persiapan yang sangat dirahasiakan. Sebab kalau orang-orang kafir Quraisy mengetahui
sebelum penyerbuan terjadi, tentunya akan membuat masyarakat Makkah menjadi lain. Terdengarnya
berita tentang rencana nabi bersama umat Islam hendak membebaskan Makkah dari surat yang
dikirimkan oleh Hatib Ibnu Bathla’ah melalui budaknya Sarah kepada keluarga yang ada di Makkah.
Ada apakah di dalam hati Hatib Ibnu Bathla’ah ?
Hatib Ibnu Bathla’ah termasuk sahabat nabi yang sangat setia. Ia selalu mengikuti setiap
peperangan penegakkan Islam, baik bersama nabi maupun bersama pimpinan yang lain. Namun secara
kejiwaan, Hatib Ibnu Bathla’ah juga merasa sedih dan kasihan terhadap sanak keluarga yang masih di
Makkah. Ia juga tidak ingin kota Makkah sebagai pusat awal kelahiran Islam, hancur di tangan
umatnya sendiri. Melihat sikap Hatib Ibnu Bathla’ah tersebut, Umar bin Khattab sangat marah. Namun
setelah memperoleh penjelasan dari Hatib Ibnu Bathla’ah sendiri, Nabi bersama umat Islam termasuk
Umar bin Khattab mengampuninya.

2. Adanya perang urat syaraf


Pasukan sejumlah 10.000 pasukan yang dibawa oleh nabi tidak untuk memerangi golongan kafir
Quraisy. sebenarnya di samping hanya untuk menakut-nakuti orang kafir Quraisy, juga unjuk gigi
kepada orang-orang kafir Quraisy bahwa perkembangan Islam di Madinah sangat pesat dan memiliki
pasukan yang sangat besar. Jadi, membuat golongan kafir Makkah berfikir ulang kalau hendak
mengusir atau memusuhi umat Islam.

3. Penyebaran misi perdamaian


Pasukan Islam sejumlah 10.000 pasukan tidaklah bermaksud menghancurkan kota Makkah
tetapi hanya hendak menyampaikan misi perdamaian. Sehingga nabi berpesan kepada para pasukan
agar jangan sekali-kali merusak dan mengotori kota Makkah dengan peperangan dan jangan berbuat
sendiri-sendiri kecuali dalam komando nabi.

4. Penaklukkan kota Makkah tanpa pengorbanan


Setelah pasukan Islam bergerak menuju Makkah dengan pekikan gema takbir dan tahmid yang
mampu menggetarkan kota Makkah, umat Islam bergerak secara rapi dan dalam satu komando nabi.
Orang kafir Quraisy sudah merasa panik “jangan-jangan umat Islam yang diusir dari tanah kelahiran
sendiri akan melakukan balas dendam”.
Setelah pasukan Islam telah sampai di mulut kota Makkah, nabi membagi 4 penjuru, sebelah
utara, timur, barat, dan selatan kemudian mendirikan tenda-tenda di tepi kota Makkah. Kota Makkah
sudah terkepung oleh pasukan umat Islam. Kota Makkah telah jatuh di tangan pasukan Islam tanggal 1
Januari 630 M tanpa menelan korban.

5. Adanya gerakan masuk Islam besar-besaran


Dari gerakan moral yang dilakukan pasukan Islam ternyata membuat tokoh-tokoh kafir Quraisy
masuk Islam, seperti : Abbas Ibnu Abdul Muthalib dan Abu Sufyan selaku wakil seluruh golongan
kafir Quraisy dalam persoalan keselamatan dan kemungkinan terjadinya serangan pasukan umat Islam.
Nabi memberikan jaminan keselamatan penuh kepada tiga kelompok manusia golongan kafir
Quraisy. Ketiga kelompok golongan kafir Quraisy itu adalah orang yang masuk rumah Abu Sufyan,
orang yang masuk masjid, dan orang yang menutup pintunya rapat-rapat. Mendengarkan jaminan
keselamatan nabi tersebut, akhirnya banyak masyarakat Quraisy mengikuti langkah Abu Sufyan untuk
menyatakan masuk Islam.

6. Pembersihan kotoran Ka’bah dan panggilan Azan


Setelah kota Makkah terkuasai, nabi mengunjungi Ka’bah dan melakukan thawaf, selanjutnya
menghancurkan 360 berhala baik besar maupun kecil disaksikan orang-orang kafir Quraisy. Kemudian
nabi memerintah Bilal Ibnu Robah untuk mengumandangkan azan di atas Ka’bah dan selanjutnya
dilakukan jamaah salat bersama nabi.
Nabi tinggal di kota Makkah selama 15 hari. Beliau di sana di samping mengatur dan
menyiarkan Islam juga memberi contoh tentang cara beribadah kepada Allah, mengatur urusan
kenegaraan dan pemerintahan. Pada saat itu, bagaikan air mengalir umat manusia dalam masuk Islam.

Anda mungkin juga menyukai