Pada tahun 622 M Nabi menyerukan kepada umat Islam agar pindah (hijrah) dari kota Makkah
menuju Yasrib atau Madinah. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan Nabi Muhammad SAW
adalah :
1. Negeri Makkah yang tandus membentuk sikap penduduk Makkah berwatak buruk dan tidak
mampu berfikir secara jernih. Sedangkan kota Madinah wilayah pertaniannya sangat subur,
sehingga hasil pertanian melimpah. Suhu udara tidak sepanas kota Makkah, berakibat
membentuk masyarakat Yasrib atau Madinah berhati lembut, penuh pertimbangan, dan cerdas.
2. Dalam sejarah umat manusia, hampir seluruh nabi yang diutus Allah tidak berkembang di
negeri sendiri, termasuk Nabi Muhammad SAW. Perjuangannya di Makkah dicaci maki para
pemuka dan kalangan bangsawan Quraisy, seperti : Abu Jahal dan Abu Lahab.
3. Adanya ancaman, gangguan, dan tekanan golongan kafir Quraisy semakin menjadi-jadi,
termasuk mengepung rumah nabi serta hendak membunuhnya ketika nabi menyerukan umat
Islam agar segera hijrah ke Madinah.
Hijrah yang dilakukan oleh umat Islam dari Makkah ke Madinah melalui tiga tahapan, yaitu :
1. Tahap pertama, hijrah dilakukan oleh umat Islam secara sembunyi-sembunyi.
2. Tahap kedua, hijrah dilakukan oleh Umar bin Khattab secara terang-terangan.
3. Tahap ketiga, hijrah dilakukan Nabi Muhammad SAW bersama Abu Bakar, pada hari Jum’at,
tanggal 16 Rabiul Awal bertepatan tanggal 8 Juni tahun 622 M. / 16 Juli 622 H
Kedatangan Nabi Muhammad SAW bersama umat Islam disambut meriah oleh masyarakat
kota Madinah yang berpenduduk asli bangsa Yahudi, Palestina, dan bangsa Arab Yaman. Mereka
berbondong-bondong dengan kegembiraannya menyambut kedatangan nabi bersama umat Islam
seraya melantunkan syair dan pujian.
Sebagai wujud kemenangan dakwah Islam, Nabi Muhammad SAW mengubah nama Yasrib
menjadi Madinatul Munawwarah (kota yang penuh cahaya terang) atau Madinah Al-Nabi (Kota Nabi),
menjadikan umat Islam Madinah sebagai kaum Anshar (masyarakat penolong) dan umat Islam
pendatang dengan sebutan kaum Muhajirin.
Kehadiran nabi ke Madinah sudah lama dinanti-nantikan untuk menjadi pemimpin tunggal
masyarakat Madinah. Karena antara suku penduduk Madinah sering terjadi pertikaian hanya persoalan
wilayah kekuasaan, perempuan, harta, dan sebagainya. Dan di Madinah tidak ditemukan seorang figur
pemimpin yang mampu menjadi pengayom dan perekat di antara mereka.
Hijrah Nabi Muhammad saw dan para sahabat dari Makkah ke Madinah sekaligus juga
membawa dampak hilangnya mata pencaharian yang selama ini telah mereka lakukan di Makkah.
Salah satu hal yang dipikirkan oleh Nabi Muhammad saw, disamping mempersatukan sahabat
muhajirin (pendatang) dengan sahabat Anshar (sahabat yang asli Madinah) adalah bagaimana
membangun kembali kegiatan ekonomi dan perdagangan.
Mula-mula beliau bermusyawarah dengan kedua sahabatnya itu Abu Bakr dan Umar. Pada
awalnya yang menjadi pokok pikirannya adalah menyusun barisan kaum Muslimin serta mempererat
persatuan mereka, guna menghilangkan segala perbedaan dan mengedepankan persamaan dan
persaudaraan.
Kalangan Ansar menampakkan sikap ramah terhadap kaum Muhajirin. Mereka menyadari
bahwa kaum muhajirin telah meninggalkan Makkah, dan bersama itu mereka tinggalkan pula segala
yang mereka miliki, pekerjaan, harta-benda dan semua kekayaan. Sebagian besar ketika mereka
memasuki Medinah sudah hampir tak punya lagi harta, disamping mereka memang bukan orang
berada dan berkecukupan selain Usman bin Affan.
Pada suatu hari Hamzah paman Rasul pergi mendatanginya dengan permintaan kalau-kalau ada
yang dapat dimakannya. Abdurrahman bin Auf yang sudah bersaudara dengan Sa'ad bin Rabi' ketika
di Yathrib (Madinah) ia sudah tidak punya apa-apa lagi. Ketika Sa'ad menawarkan hartanya akan
dibagi dua, Abdurrahman menolak. Ia hanya minta ditunjukkan jalan ke pasar, dan di sanalah ia mulai
merintis berdagang mentega dan keju. Dalam waktu tidak berapa lama, dengan kecakapannya
berdagang ia telah dapat mencapai kekayaan kembali, dan dapat pula memberikan mas kawin kepada
salah seorang wanita Medinah. Bahkan sudah mempunyai kafilah-kafilah yang pergi dan pulang
membawa perdagangan. Selain Abdurrahman, dari kalangan Muhajirin, banyak juga yang telah
melakukan hal yang sama. Dalam waktu yang tidak lama para sahabat Muhajirin dapat menyesuaikan
diri dan menekuni kembali perdagangan karena rata-rata mereka memang sangat pandai dalam hal
berdagang. Karena kepandaiannya dalam berdagang, ada pepatah yang mengatakan bahwa dengan
perdagangannya itu ia dapat mengubah pasir sahara menjadi emas.
Adapun mereka yang tidak melakukan pekerjaan berdagang, diantaranya ialah Abu Bakar, Umar
bin Khattab, Ali bin Abi Talib dan lain-lain, mereka menekuni bidang pertanian. Mereka menggarap
tanah milik orang-orang Anshar bersama-sama pemiliknya. Tetapi selain mereka ada pula yang harus
menghadapi kesulitan dan kesukaran hidup. Sungguhpun begitu, mereka ini tidak mau hidup menjadi
beban orang lain. Mereka sangat bersemangat dalam bekerja, karena dalam bekerja itu mereka
merasakan adanya ketenangan batin, yang selama di Mekkah tidak pernah mereka rasakan.
Di sisi lain terdapat golongan orang Arab yang datang ke Madinah dan menyatakan masuk
Islam, sementara mereka dalam keadaan miskin dan serba kekurangan sampai-sampai ada diantara
mereka yang tidak punya tempat tinggal. Untuk orang-orang semacam ini Nabi Muhammad
menyediakan tempat di selasar masjid yaitu shuffa (bagian masjid yang beratap) sebagai tempat
tinggal mereka. Oleh karena itu mereka diberi nama Ahlush-Shuffa (Penghuni Shuffa). Kebutuhan
mereka diberikan dari harta kaum Muslimin, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar yang
berkecukupun.
Sebelum Islam datang, masyarakat Madinah telah memiliki agama atau kepercayaan. Agama
yang dianut sebagian besar masyarakat kota Madinah adalah agama Yahudi, Nasrani, dan Pagan.
Agama Pagan adalah kepercayaan kepada benda-benda dan kekuatan-kekuatan alam, seperti :
matahari, bintang-bintang, bulan, dan sebagainya.
Agama Yahudi masuk ke Madinah bersamaan dengan masuknya para imigran dari wilayah
utara sekitar abad pertama dan kedua Masehi. Mereka pindah ke Madinah untuk melepaskan diri dari
penjajahan bangsa Romawi. Migrasi pertama diikuti oleh gelombang perpindahan yang besar pada
tahun 132 – 135 M, tatkala Romawi menindas bangsa Yahudi yang mencoba melakukan
pemberontakan. Suku-suku bangsa yang menganut agama Yahudi di antaranya Bani Qainuqa, Bani
Nadhir, Bani Gathfan, dan Bani Quraidhah. Dari suku-suku tersebut Bani Quraidhahlah yang masih
memperlihatkan kepercayaannya sampai Islam datang. Bahkan banyak di antara mereka yang
bersekutu dengan para penguasa Quraisy untuk mengusir dan membunuh Nabi Muhammad SAW serta
menggagalkan perjuangan umat Islam.
Penganut agama Nasrani di Madinah merupakan kelompok minoritas. Mereka ini berasal dari
kelompok Bani Najran. Masyarakat Bani Najran memeluk agama Kristen pada tahun 343 M ketika
kelompok misionaris Kristen dikirim oleh Kaisar Romawi untuk menyebarluaskan agama Nasrani di
wilayah itu.
Selain penganut agama Yahudi dan Nasrani, juga terdapat penganut agama primitif yang
menyembah kekuatan-kekuatan alam. Mereka itu tidak banyak tetapi keberadaan mereka merupakan
sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. Mereka hidup sesuai dengan tradisi yang telah diwariskan oleh
nenek moyang mereka. Cara mereka menjalankan praktek peribadatan tidak sesuai dengan agama
monotheisme atau agama tauhid. Sehingga tidak jarang di antara mereka terjadi keributan, terutama
dengan pengikut agama Yahudi. Para penganut agama ini berkeyakinan bahwa mereka adalah manusia
yang dipilih Tuhan. Sehingga mereka merasa paling benar dan selalu mengejek kelompok lain. Hal
demikian itu terjadi cukup lama hingga datangnya Islam di kota Yasrib.
Keadaan masyarakat Madinah menjadi masyarakat yang labil (tidak menentu). Sekalipun
potensi alam sangat subur secara perlahan-lahan membawa kemunduran kota Madinah waktu itu.
Mengapa hal demikian terjadi ?
Kedamaian, ketenteraman, keamanan, kesejahteraan, dan kemakmuran suatu bangsa akan
menjadi permanen atau tidak ditentukan oleh keadaan moralitas (perilaku) masyarakat itu sendiri.
Sehingga tidak aneh apabila seorang penyair Arab Imam Sauqi berkata “Kelangsungan suatu bangsa
tergantung kepada akhlakul karimah. Oleh karena itu, kalau akhlakul karimah telah tiada hancurlah
suatu bangsa itu”.
Akhlakul karimah yang sepi dari perilaku mereka lebih disebabkan oleh tidak adanya iman dan taqwa
dalam setiap pribadi manusia pada saat itu. Sehingga keberadaan masyarakat Madinah semakin jauh
dari sentuhan kasih sayang Allah. Padahal suatu bangsa yang tidak lagi beriman dan bertaqwa, Allah
menutup berkah-Nya dari seluruh isi langit dan bumi.
Setelah Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat dari Makkah sebagai kaum Muhajirin
bertemu dengan penduduk Madinah sebagai kaum Anshar, maka dalam pembinaan nabi menciptakan
persaudaraan baru yang diikat bukan karena hubungan darah, melainkan dengan ikatan agama. Hal
demikian dilakukan oleh nabi semata-mata untuk mewujudkan barisan umat Islam yang kuat di kota
Madinah.
Nabi Muhammad SAW mengajak kaum muslimin untuk membangun persaudaraan semata-
mata karena Allah, seperti : Nabi Muhammad SAW sendiri bersaudara dengan Ali bin Abi Thalib,
Hamzah bin Abdul Muthalib bersaudara dengan Zaid, Abu Bakar bersaudara dengan Kharijah bin
Zaid, Umar bin Khattab bersaudara dengan Ithbah bin Malik Al Khajraji, Ja’far bin Abi Thalib
bersaudara dengan Muaz bin Jabbal, kaum Muhajirin lain bersaudara dengan kaum Anshar lainnya.
Dengan pola persaudaraan tersebut, kaum Anshar memperlihatkan sikap sopan dan ramah
dengan saudara mereka kaum Muhajirin. Kaum Anshar turut merasakan kepedihan dan penderitaan
yang dialami oleh saudara-saudara mereka kaum Muhajirin dari kota Makkah, yang mereka jauh-jauh
ke Madinah tanpa membawa harta kekayaan sedikitpun, sehingga mereka benar-benar membutuhkan
pertolongan.
Semenjak tercipta tali persaudaraan diantara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, maka
suasana kehidupan menjadi aman dan damai, tercipta suasana kebersamaan dan kekompakan.
Dengan demikian, setelah Nabi Muhammad SAW membangun persaudaraan yang diikat
dengan tali agama, hubungan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar dan sebaliknya berjalan secara
harmonis, bagaikan dalam satu tubuh yang apabila sebagian tubuh sakit, maka yang lainnya ikut
merasakan sakit semua.
Setelah persaudaraan yang kuat antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar terbangun, maka
Nabi Muhammad SAW hendak meluaskan persaudaraan antar umat beragama. Sehingga Nabi
Muhammad SAW bermusyawarah bersama kaum Muhajirin dengan kaum Anshar untuk merumuskan
undang-undang yang dapat mengatur lebih kuat hubungan dengan kaum Muhajirin, kaum Anshar dan
masyarakat Yahudi.
Undang-undang yang terbentuk secara demokratis tersebut dinamakan sebagai Piagam
Madinah. Piagam Madinah tersebut ditulis dan disyahkan pada tahun 623 M atau tahun ke-2 H.
Piagam Madinah tersebut berisi 4 hal pokok, yaitu :
1. Kaum muslimin dan kaum Yahudi hidup secara damai, bebas memeluk dan menjalankan
ajaran agamanya masing-masing.
2. Apabila salah satu pihak diperangi musuh, maka mereka wajib membantu pihak yang
diserang.
3. Kaum muslimin dan Yahudi wajib saling menolong dalam melaksanakan kewajiban untuk
kepentingan bersama.
4. Muhammad Rasulullah adalah pemimpin umum seluruh penduduk Madinah. Bila terjadi
perselisihan diantara kaum muslimin dengan kaum Yahudi, maka penyelesaiannya
dikembalikan kepada keadilan Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin tertinggi di
Madinah.
Melalui Piagam Madinah tersebut, hubungan antara kaum muslimin dengan non muslim dapat
berjalan dengan baik, tertib, rukun dan damai. Di dalam persoalan agama, yang lebih bersifat ibadah,
mereka berjalan sesuai dengan ajaran agama yang dianut, tidak boleh saling memaksakan ajaran
agama kepada pihak lain. Tetapi dalam persoalan kemanusiaan, maka mereka saling tolong-menolong,
saling membantu dan saling bekerja sama. Karena sebagai makhluk sosial, tidak akan pernah dapat
hidup tanpa orang lain.
Di dalam mengamankan pelaksanaan Piagam Madinah tersebut, Nabi Muhammad SAW diberi
kewenangan secara aklamasi sebagai kepala negara untuk mengemban tugas sebagai pengayom,
pelindung, perekat kedamaian dan kesejukan dalam membangun negara atas dasar sendi-sendi Islam
dengan ibu kota di Madinah.
E. Perjanjian Hudaibiyah
Perjanjian Hudaibiyah yang dilakukan oleh kelompok pemuka kafir Quraisy dengan Nabi
Muhammad SAW beserta para sahabatnya merupakan jalan keluar untuk menghindari terjadinya
peperangan. Karena perjanjian yang dilaksanakan di suatu kampung yang bernama Hudaibiyah yang
berjarak 6 mil dari kota Makkah pada tahun 6 H atau 628 M terjadi pada bulan Zulqa’dah. Dalam
tradisi masyarakat Arab, bulan tersebut diharamkan untuk melakukan peperangan.
Perjanjian Hudaibiyah yang ditandatangani oleh Nabi Muhammad SAW dari pihak Islam dan
Suhail bin Amru dari pihak kafir Quraisy lebih dipicu oleh beberapa faktor, antara lain :
Perjanjian Hudaibiyah yang disepakati kedua belah pihak memutuskan empat hal pokok, yaitu :
1) Selama 10 tahun tidak melakukan peperangan
2) Memberi kebebasan kepada umat manusia untuk bergabung atau menjalin perjanjian baik
dengan Muhammad maupun kelompok Quraisy.
3) Melarang kepada setiap orang bergabung dengan Muhammad tanpa ada alasan yang dibenarkan
tetapi kalau pengikut Muhammad bergabung dengan kelompok Quraisy terbebas dari alasan.
4) Menyuruh kembali rombongan Muhammad dan boleh menunaikan ibadah haji pada tahun depan
tetapi di Makkah tidak boleh lebih dari tiga hari.
Bila dicermati dari segi isi secara lahir, isi perjanjian Hudaibiyah adalah merugikan umat Islam
dan rombongan Nabi Muhammad karena Nabi Muhammad beserta rombongan menerima hasil
perjanjian tersebut. Namun, sebenarnya menguntungkan umat Islam dan Nabi Muhammad dalam
jangka panjang karena memberikan peluang strategis dalam perjuangan Nabi Muhammad SAW.
Peluang strategis tersebut adalah :
1) Secara tidak langsung para pemimpin Makkah telah mengakui status Nabi Muhammad SAW
sebagai pucuk pimpinan umat Islam dan pimpinan negeri Madinah.
2) Masa jeda tidak berperang sepuluh tahun memberikan peluang yang amat baik bagi umat Islam
bersama nabi untuk menyebarkan Islam karena tidak disibukkan perang.
Setelah ditandatanganinya perjanjian Hudaibiyah, kearifan Nabi Muhammad yang ditampakkan dalam
proses perjanjian Hudaibiyah menarik simpati orang-orang Quraisy, sehingga banyak yang masuk
Islam, seperti Amru Ibnu ‘Ash dan Khalid Ibnu Walid. Perubahan jumlah yang masuk Islam sangat
mencolok dari 1.400 orang menjadi 10.000.
F. Fat-hu Makkah
Dari pengaruh perjanjian Hudaibiyah tersebut ada dua suku besar di Makkah menentukan
sikapnya. Dua suku besar tersebut adalah suku Khuza’ah menyatakan bergabung dengan kekuatan
Islam di Madinah dan suku Bani Bakar menyatakan kesetiaannya bergabung dengan kekuatan kafir
Quraisy.
Dari pernyataan dua suku di atas mendorong Nabi Muhammad SAW mengadakan pembebasan
kota Makkah (fat-hu Makkah). Apakah yang menjadi sebab utama Nabi melakukan pembebasan kota
Makkah ? Ada dua sebab yang paling utama terjadinya pembebasan kota Makkah, yaitu :
Dari tiga hal yang diajukan oleh delegasi Nabi Muhammad SAW tersebut, orang kafir Quraisy
memilih dan menyetujui yang ketiga, yaitu : pembatalan perjanjian Hudaibiyah yang telah disepakati
bersama. Dari sikap orang kafir Quraisy tersebut yang membangkitkan tekad Nabi Muhammad SAW
untuk melawan pasukan kafir Quraisy.
Dengan adanya dua sebab tersebut, akhirnya Nabi Muhammad SAW bersama seluruh
pengikutnya yang setia bertekad bulat untuk melakukan jihad menegakkan panji-panji Islam.
Semangat yang telah menyatu dengan dorongan mencari ridha Allah tidak dapat dipatahkan oleh
siapapun dan dalam kondisi apapun.
Karena delegasi kafir Quraisy yang bernama Abu Sufyan telah memilih pembatalan perjanjian
Hudaibiyah yang telah disepakati bersama, berarti membuka peluang untuk berperang. Tidak ada
pilihan lain bagi nabi kecuali mempersiapkan pasukan untuk melawan pasukan kafir Quraisy.
Dalam persiapan tersebut, nabi berhasil mengumpulkan 10.000 pasukan tempur. Pasukan
tersebut merupakan pasukan tempur terbesar sepanjang sejarah perjuangan nabi. Dengan tekad dan
semangat berjihad fisabilillah, sebuah bentuk semangat karena Allah SWT menjadikan pasukan Islam
tidak memiliki rasa takut terhadap siapapun kecuali Allah. Tekad dan semangat yang bulat telah
masuk dalam setiap dada pasukan Islam. Ada peristiwa apa dalam pembebasan Makkah ?
Semenjak persiapan hingga pelaksanaan pembebasan kota Makkah terdapat beberapa peristiwa
penting, antara lain :