Anda di halaman 1dari 10

BAB IX

DAKWAH ISLAM PERIODE MADINAH

DAKWAH ISLAM PERIODE MADINAH

Dakwah Rasulullah saw. di Madinah Strategi dakwah Islam di Madinah

Kondisi umum Kota Madinah Mendirikan masjid

Kesepakatan dalam perjanjian Mempersaudarakan Kaum


Aqabah Muhajirin dan Anshar

Kaum muslimin dan Rasulullah Menciptakan perdamaian


hijrah ke Madinah antarsuku

Sikap masyarakat Madinah Memprakarsai perjanjian piagam


terhadap dakwah Rasulullah Madinah

Menggalang kekuatan untuk


mempertahankan agama

Sebelum Nabi Muhammad SAW diutus, umat manusia hidup dalam kegelapan, dunia dipenuhi dengan
segala macam kerusakan dan kebodohan, seperti ; kebiasaan menyembah patung berhala, membunuh
hidup hidup bayi perempuan, berjudi, perang antar suku, mabuk mabukan dan lain sebagainya. Di Persia
menyembah dua tuhan yaitu tuhan cahaya dan tuhan kegelapan. Para kaisar yang memerintah di negeri
itu menganggap diri mereka keturuhan tuhan dan rakyatnyapun menganggap mereka sebagai Tuhan. Di
Romawi dan Mesir agama Nasrani terpecah menjadi beberapa aliran, di India masyarakatnya juga
menyembah berhala, segala sesuatu yang ada dalam hidup ini dianggap sebagai tuhan.
Sebelum datangnya Islam, penduduk Madinah terdiri dari dua suku bangsa yaitu bangsa Arab dan Yahudi,
semula Madinah ditempati oleh suku Amaliqah atau Baidah, namun suku tersebut kemudian punah dan
ditempati suku Arab yang lain, setelah itu bangsa Yahudi memasuki kota Madinah, mereka membangun
pemukiman, pasar dan benteng pertahanan. Bangsa Yahudi yang tinggal di Madinah terdiri dari tiga suku
utama yaitu Bani Quraizah, Bani Nadir dan Bani Qainuqa, adapun suku Arab terdiri atas suku Arab
setempat dan suku Arab pendatang yang berasal dari Yaman karena pecahnya bendungan Ma’arib. Suku
Arab pendatang kemudian dikenal dengan suku Khazraj dan suku Aus.
Dalam kehidupan sehari hari Kaum Yahudi di Madinah sering menggunakan siasat memecah belah dengan
cara menyebarkan permusuhan dan kebencian antar suku Aus dan Khazraj, maka terjadilah perang antar
dua suku arab ini pada tahun 618 M yang dikenal dengan sebutan Perang Bu’as. Suku Aus bersekutu
dengan Bani Quraidah dan Bani Nadir sedangkan suku Khazraj bersekutu dengan Bani Qainuqa. Seusai
perang kedua suku ini menyadari bahwa perang itu hanya menimbulkan bencana dan kerusakan. Mereka

1
berdamai dan bersepakat untuk mengangkat Abdullah bin Muhammad (seorang pemuka suku khazraj)
sebagai pemimpin mereka

A. Dakwah Rasulullah saw. di Madinah


Sebelum masuk pada pembahasan tentang dakwah Rasulullah periode Madinah, terlebih dahulu kita akan
mempelajari keadaan Kota Madinah dan peristiwa hijrahnya Rasulullah ke Madinah.
1. Kondisi Umum Kota Madinah
Kota Madinah sekarang ini berada di wilayah kekuasaan pemerintahan Kerajaan Arab Saudi. Jika dilihat
dari geografisnya, Kota Madinah berada pada 24°28° LU dan 39°36° BT, sekitar 160 km dari Laut Merah
dan pada jarak lebih kurang 350 km sebelah utara dari Kota Mekah. Kondisi tanah Kota Madinah
dikenal subur. Di sana terdapat oase-oase untuk tanah pertanian. Oleh karena itu, penduduk kota ini
memiliki usaha di bidang pertanian, selain berdagang dan beternak. Usaha pertanian ini menghasilkan
sayur-sayuran dan buah-buahan. Tentunya, kondisi Madinah berbeda dengan Kota Mekah yang tandus
dan gersang.
Sebelum Rasulullah saw. hijrah, kota Madinah bernama Yasrib. Ada yang berpendapat bahwa nama
Yasrib berasal dari bahasa Ibrani atau Aram. Pendapat lain menyebutkan bahwa Yasrib merupakan
sebutan bagi orang-orang Arab Selatan. Penamaan Madinah, secara bahasa mempunyai akar kata yang
sama dengan ”tamaddun” yang berarti peradaban. Dengan demikian, Madinah dapat diartikan
sebagai sebuah tempat berperadaban yang lazim diterjemahkan dengan kota/perkotaan. Kondisi
masyarakat Yasrib sebelum Islam datang terdiri atas dua suku bangsa, yaitu bangsa Arab dan Yahudi.
Bangsa Arab yang tinggal di Yasrib terdiri atas penduduk setempat dan pendatang dari Arab Selatan,
yang pindah ke Yasrib karena pecahnya bendungan Ma’arib. Persoalan yang dihadapi masyarakat
Yasrib pada saat itu adalah tidak adanya kepemimpinan yang membawahi semua penduduk Yasrib.
Saat itu yang ada hanya pemimpin-pemimpin suku yang saling berebut pengaruh. Akibatnya,
peperangan antar suku pun sering terjadi.
2. Pemkoikotan, Kesepakatan dan Perjanjian
a. Pemboikotan
Faktor mendorong Rasulullah saw. untuk hijrah dari Kota Mekah adalah pemboikotan yang
dilakukan oleh kafir Quraisy kepada Rasulullah saw. dan para pengikutnya (Bani Hasyim dan Bani
Muthallib). Pemboikotan yang dilakukan oleh para kafir Quraisy diberlakukan selama 3 tahun, di
antaranya adalah seperti berikut.
a. Melarang setiap perdagangan dan bisnis dengan pendukung Muhammad saw.
b. Tidak seorang pun berhak mengadakan ikatan perkawinan dengan orang muslim.
c. Melarang keras bergaul dengan kaum muslim.
d. Musuh Muhammad saw. harus didukung dalam keadaan bagaimana pun
Pemboikotan tersebut tertulis di atas kertas śahifah atau plakat yang digantungkan di dinding Ka’bah
dan tidak akan dicabut sebelum Nabi Muhammad saw. menghentikan dakwahnya. Teks perjanjian
tersebut disahkan oleh semua pemuka Quraisy dan diberlakukan dengan sangat ketat. Blokade tersebut
ternyata hanya berlangsung selama tiga bulan dan sangat dirasakan dampaknya oleh kaum Muslimin.
Kaum muslimin merasakan derita dan kepedihan atas blokade ekonomi tersebut. Namun, semua itu
tidak menyurutkan kaum muslim untuk tetap bertahan dan membela Rasulullah saw
b. Perjanjian Hudaibiyah
Faktor lain juga disebabkan oleh telah disepakatinya perjanjian penting. Perjanjian yang dimaksud
adalah ”Perjanjian Aqabah” yang berlangsung pada tahun 621 M di Bukit Aqabah. Bai atul Aqabah I
terjadi pada tahun kedua belas kenabian. Pada saat itu dua laki-laki dari suku Aus, sepuluh laki-laki dan
seorang perempuan dari Suku Khazraj Madinah datang menghadap Rasulullah saw. Mereka berjanji
bahwa, ”. . . Kami tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun. Kami tidak akan mencuri,

2
berzina, atau membunuh anak-anak kami, tiada akan fitnah menfitnah, dan tidak akan mendurhakai
Muhammad pada sesuatu yang tidak kami ingini”
Bai atul Aqabah II berlangsung satu tahun kemudian (tahun 622 M). Pada saat itu ada 73 orang dari
suku Khazraj menghadap Rasulullah. Kali ini mereka menyarankan kepada beliau untuk berhijrah ke
Madinah. Mereka juga menyatakan akan membela dan membaiat beliau sebagai nabi dan pemimpin.
Mereka juga berikrar untuk :
1) mendengar dan mentaati Nabi Muhammad SAW
2) menafkahkan harta baik dalam keadaan suka dan duka
3) melakukan amar ma’ruf nahi munkar
4) tetap tabah dalam menghadapi celaan kaum kafir
5) melindungi Nabi Muhammad sebagaimana mereka melindungi diri sendiri dan keluarganya

Setelah melalui pemikiran yang mendalam disertai perintah langsung dari Allah Swt. untuk berhijrah
ke Madinah, disusunlah rencana Rasulullah saw. dan seluruh kaum muslim untuk hijrah ke Madinah.
Peristiwa hijrah Rasulullah saw. dari Mekah ke Madinah dilakukan dengan perencanaan yang sangat
matang. Kaum muslimin diperintahkan untuk terlebih dahulu menuju Madinah tanpa membawa harta
benda yang selama ini menjadi milik mereka. Sementara Rasulullah saw. dan beberapa sahabat
merupakan orang terakhir yang hijrah ke Madinah. Hal itu dilakukan mengingat begitu sulitnya beliau
keluar dari pantauan kaum kafir Quraisy

3. Kaum Muslim dan Rasulullah Hijrah ke Madinah


Kondisi Mekah dan kekejaman kaum musyrik Quraisy semakin meningkat. Kondisi ini dirasakan
memberatkan umat Islam yang ada di Madinah. Hijrah yang dilakukan kaum muslim Mekah ke
Madinah berlangsung dengan bertahap secara sendiri-sendiri atau dalam kelompok kecil. Tujuannya
untuk menghindari kecurigaan kaum musyrik Quraisy. Sedikit demi sedikit kaum muslimin
meninggalkan Mekah, sedangkan Rasulullah masih tetap tinggal di Mekah. Melihat kaum muslimin
hijrah ke Madinah, kaum Quraisy memilih seorang pemuda yang kuat untuk membunuh Nabi
Muhammad, para pemuda mengepung rumah nabi Muhammad SAW, turunlah wahyu untuk
berhijrah, maka Rasulullah dengan ditemani Abu Bakar selanjutnya menyusul ke Madinah, sementara
tempat tidur Rasulullah digantikan oleh Ali bin Abi Thalib. Pada saat yang sama, Rasulullah dan Abu
Bakar bersembunyi di gua Tsur selama 3 hari, pada malam ke empat beliau keluar dari gua dan
menyewa seorang kafir yang dipercaya, yaitu Abdullah bin Uraiqit, setelah 7 hari akhirnya pada hari
senin 20 September 622 M beliau tiba di Quba dan mendirikan Masjid, empat hari kemudian langsung
menuju ke Madinah tepat pada hari Jumat 24 September 622 M/ 12 Rabi ul awal dan para penduduk
menyambut kehadiran Rasulullah dengan riang gembira. Penduduk Madinah yang menyambut
kehadiran Rasulullah disebut sebagai kaum Ansar. Kaum muslimin yang hijrah dari Mekah ke Madinah
disebut kaum Muhajirin. Muslimin Madinah tetap setia terhadap janji yang telah diikrarkan di Aqabah.
Mereka juga siap di belakang Rasulullah untuk membela sepenuhnya jika beliau mendapat gangguan
dan tantangan. Demikian halnya dengan sikap penduduk Madinah yang lain, dengan kesadaran diri
berbondong-bondong memeluk Islam dan menjadi pengikut Rasulullah.

4. Sikap Masyarakat Madinah terhadap Dakwah Rasulullah


Pada umumnya sikap masyarakat Madinah mudah menerima dakwah yang disampaikan oleh
Rasulullah saw. Bahkan, sebelum Rasulullah saw. hijrah ke Madinah, sebagian penduduk kota tersebut
telah memeluk Islam. Selain itu, mudahnya masyarakat Madinah menerima Islam disebabkan keadaan
masyarakat Madinah yang banyak bersinggungan dengan kelompok agama lain seperti Yahudi, yang
telah mengenal ajaran ketuhanan. Masyarakat Madinah tidak lagi asing dengan ajaran agama tentang
berbagai hal, seperti Allah, hari akhir, surga, ataupun neraka. Dengan demikian, mereka pun menjadi

3
lebih mudah dalam menerima ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw., yaitu Islam. Alasan lain yang
menyebabkan masyarakat Madinah mudah menerima dakwah karena terjadinya silang sengketa di
antara masyarakat Arab Madinah, khususnya suku terbesarnya, yaitu Khazraj dan Aus. Silang sengketa
tersebut memang sengaja diembuskan oleh kaum Yahudi Madinah. Tujuannya agar suku Arab menjadi
terpecah belah sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kelompoknya. Setelah
berlangsungnya Perjanjian Aqabah mereka baru menyadarinya sehingga berhasil meredakan
persengketaan di antara masyarakat Arab Madinah selama ini. Oleh karena itu, mereka dengan hati
terbuka bersedia menjadi pengikut Rasulullah.
Di Kota Madinah pada akhirnya dakwah Islam dapat berlangsung dengan kesuksesan yang gemilang.
Tidak seperti ketika di Mekah, umat Islam mendapat tantangan dari suku Quraisy. Dalam waktu
singkat, jumlah umat Islam di Madinah meningkat. Kini umat Islam tidak lagi menjadi umat yang
minoritas sehingga mendapat perlakuan yang tidak adil dari musuhnya, tetapi umat yang disegani oleh
masyarakat Madinah.Bahkan, usaha-usaha yang dilakukan oleh suku yang tidak senang terhadap Islam,
seperti kaum Yahudi dan kafir Quraisy, dapat diatasi

B. Strategi Dakwah Islam di Madinah


Strategi dakwah yang dilakukan Rasulullah di Madinah berbeda dengan yang diterapkan di Mekah.
Perbedaan tersebut tentunya disesuaikan dengan kondisi sosial politik masyarakat Madinah pada saat itu.
Strategi yang diterapkan Rasulullah ketika berdakwah di Madinah antara lain sebagai berikut.
1. Mendirikan Masjid
Sewaktu Nabi Muhammad SAW sampai di Madinah, kaum anshar menawarkan tempat tinggal, akan
tetapi beliau menolaknya, selanjutnya beliau dengan bijaksana berkata : biarkan unta ini (kaswah) yang
menentukan dimana harus tinggal, ketika sampai di depan rumah Abu Ayyub Al Anshari, unta beliau
berhenti dan berlutut, kemudian Rasulullah bertanya : siapa pemilik tanah ini? Lalu Mu’ad Arfa
menjawab bahwa tanah ini milik Sahal dan Suhail, keduanya anak yatim yang diasuh oleh Asad bin
Zurarah. Maka dibelilah tanah tersebut dan di bangunlah masjid
Hal pertama yang dilakukan oleh Rasulullah sesampainya di Madinah adalah membangun masjid.
Rasulullah saw. dan umat Islam Madinah bahu-membahu membangun masjid. Masjid yang pertama
kali dibangun oleh Rasulullah saw. dan umat Islam di Madinah adalah masjid Nabawi. Sebelum
membangun masjid Nabawi Rasulullah saw. dalam perjalanan hijrahnya juga membangun masjid, yaitu
masjid Quba. Rasulullah saw. Mempergunakan masjid untuk mempersatukan kaum muslimin. Masjid
tidak hanya digunakan untuk mendirikan salat, tetapi untuk melakukan aktivitas-aktivitas lain yang
diperlukan oleh umat. Di masjid Rasulullah saw. mengajarkan ayat-ayat Al-Qur’an yang diterima dari
Allah Swt. Di masjid pula Rasulullah saw. mengadili umat yang bersalah. Melalui masjid pula Rasulullah
saw. Dapat mengetahui kondisi umatnya.
2. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar
Kaum muslimin Mekah yang hijrah ke Madinah disebut kaum Muhajirin, sedangkan kaum muslimin
Madinah disebut kaum Ansar. Pada saat hijrah ke Madinah, kaum Muhajirin tidak membawa serta
harta benda mereka. Saat itu yang ada di pikiran kaum Muhajirin hanyalah cara agar dapat selamat
dari kejaran kaum musyrik Quraisy. Mereka tidak lagi memikirkan harta benda. Meskipun kaum Ansar
mengetahui bahwa sebagian besar kaum Muhajirin tidak membawa harta bendanya ketika berhijrah,
mereka menerima saudara sesama muslim dengan tangan terbuka. Kaum Ansar bersedia berbagi
tempat tinggal, pekerjaan, dan pakaian dengan kaum Muhajirin. Untuk mempererat persaudaraan
kaum Muhajirin dan kaum Ansar Rasulullah juga menyatakan bahwa kaum Ansar dan Muhajirin saling
mewarisi. Dasar persaudaraan yang dibangun oleh Rasulullah adalah Ukhuwah Islamiyah, yaitu
persaudaraan yang didasarkan kepada agama Islam guna menggantikan Ukhuwah Qaumiyyah, yaitu
persaudaraan yang didasarkan pada kesamaan suku. Adapun sahabat yang dipersaudarakan adalah
Ibnu Mas’ud dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Mu’az kepala suku Aus, Abdurrahman bin Auf

4
dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi’. Hamzah bin Abdul Muthallib dengan Zaid bin Harits , Abu
Bakar dengan Kharizah bin Zaid , Utsman bin Affan dengan Aus bin Tsabit, dan Umar bin Khattab
dengan Itban bin Malik Al-Khazraji

3. Menciptakan Perdamaian Antarsuku


Sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, suku Aus dan Khazraj terlibat dalam pertikaian. Pertikaian
antara kedua suku ini telah berlangsung lama dan belum ada penyelesaiannya. Ketika Rasulullah
datang ke Madinah, pertikaian antar suku di Madinah dapat dikikis, khususnya suku besar, Aus dan
Khazraj. Rasulullah terus menjaga perdamaian tersebut. Menciptakan perdamaian baik antar suku
maupun antar penduduk merupakan salah satu strategi dakwah Rasulullah saw. di Madinah. Dengan
hidup damai, ketenteraman masyarakat Madinah dapat mereka rasakan dan hal ini dapat mendukung
dakwah Islam. Dalam kondisi pertikaian dan permusuhan seseorang akan sulit menerima dakwah. Oleh
karena yang ada dalam pikiran mereka hanyalah cara mengalahkan lawan. Dalam kondisi damai dan
tenteram seseorang akan mudah menerima dakwah.

4. Memprakarsai Perjanjian Piagam Madinah


Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa penduduk Madinah bukan hanya kaum muslimin. Untuk
menjembatani perbedaan dan menjaga persatuan, Rasulullah saw. memprakarsai penyusunan Piagam
Madinah. Piagam ini menjamin hak dan kewajiban setiap penduduk Madinah. Dengan piagam ini,
semangat toleransi antarmasyarakat Madinah diharapkan dapat terwujud.
Di antara pokok-pokok ketentuan Piagam Madinah sebagai berikut.
a. Seluruh masyarakat yang turut menandatangani piagam ini bersatu membentuk kesatuan
kebangsaan.
b. Jika salah satu kelompok yang turut menandatangani piagam ini diserang oleh musuh, kelompok
yang lain harus membelanya dengan menggalang kekuatan gabungan.
c. Tidak satu kelompok pun diperkenankan mengadakan persekutuan dengan kafir Quraisy atau
memberikan perlindungan kepada mereka atau membantu mereka mengadakan perlawanan
terhadap masyarakat Madinah.
d. Orang Islam, Yahudi, dan seluruh warga Madinah yang lain bebas memeluk agama dan keyakinan
masing-masing dan mereka dijamin kebebasannya dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan keyakinan masing-masing. Tidak seorang pun yang diperkenankan mencampuri urusan agama
lain.
e. Utusan pribadi atau perseorangan, atau perkara-perkara kecil kelompok nonmuslim tidak harus
melibatkan pihak-pihak lain secara keseluruhan
f. Setiap bentuk penindasan dilarang.
g. Mulai hari ini segala bentuk pertumpahan darah, pembunuhan, dan penganiayaan diharamkan di
seluruh negeri Madinah.
h. Muhammad Rasulullah menjadi pemimpin Madinah dan memegang kekuasaan peradilan yang
tertinggi.

Terbentuknya Piagam Madinah yang diprakarsai oleh Rasulullah saw. menjadi dasar kehidupan
bernegara, yaitu negara Madinah. Rasulullah saw. bukan hanya sebagai pemuka agama tetapi juga
seorang negarawan yang andal. Dalam Piagam Madinah ini tercermin toleransi yang tinggi antara umat
Islam dengan pemeluk agama lain. Penduduk Madinah menghormati perbedaan keyakinan yang
mereka anut. Kebebasan untuk beribadah sesuai dengan agama dan keyakinan masingmasing juga
tercermin dalam Piagam Madinah. Umat Islam dan pemeluk agama lain bertoleransi dalam bidang
muamalah. Mereka bersatu padu untuk menjaga kedaulatan dan keamanan negara Madinah.

5
5. Menggalang Kekuatan untuk Mempertahankan Agama
Meskipun dakwah Islam dilakukan dengan cara lemah lembut, ternyata masih mendapat tantangan
dan hambatan dari sebagian kelompok. Bahkan, ada kaum yang secara terang-terangan melanggar isi
Piagam Madinah dan bersekutu dengan kaum kafir Quraisy. Misalnya yang dilakukan oleh kaum Yahudi
Madinah yang bersekutu dengan kaum kafir Quraisy. Oleh karena itu, Rasulullah terpaksa membela
diri dan mempertahankan Islam dengan meladeni ajakan berperang. Peperangan yang dilakukan oleh
umat Islam pada masa Rasulullah antara lain sebagai berikut.

a. Perang Badar
Pertempuran Badar adalah pertempuran besar pertama antara umat Islam melawan musuh-
musuhnya. Perang ini terjadi pada 17 Maret 624 Masehi atau 17 Ramadan 2 Hijriah. Pasukan kecil
kaum Muslim yang berjumlah 313 orang bertempur menghadapi pasukan Qurasiy dari Mekkah yang
berjumlah 1.000 orang. Pada perang tersebut Setelah bertempur habis-habisan sekitar dua jam,
pasukan Muslim menghancurkan barisan pertahanan pasukan Quraisy, yang kemudian mundur dalam
kekacauan, kaum muslimin berhasil meraih kemenangan yang gemilang.
Muhammad memimpin pasukannya sendiri dan membawa banyak panglima utamanya, termasuk
pamannya Hamzah bin Abdul Muthalib dan para calon Kalifah pada masa depan, yaitu Abu Bakar ash-
Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Ali bin Abi Thalib. Dari 313 tentara Kaum Muslim ada 70 orang tentara
berunta dan 3 orang kuda, sementara di pihak Quraisy dipimpin oleh Amr bin Hisyam (Abu
Jahal), Utbah bin Rabi’ah, Walid bin Utbah, Syaibah bin Rabi'ah, dan Umayyah bin Khalaf, sementara
Abu sofyan memilih untuk tetap pulang ke Mekah, dari 1000 orang tentara Mekah ada 600 orang
berbaju besi, 100 orang tentara berkuda dan 300 orang tentara cadangan, dengan 700 unta.
Pertempuran Badar dimulai dengan perang tanding, Utbah bin Rabi’ah dihadapi oleh Hamzah bin
Abdul Muthalib, Walid bin Utbah dihadapi oleh Ubaidah bin Harist, dan Syaibah bin Rabi'ah dihadapi
oleh Ali bin Abi Thalib, akhirnya ketiga pahlawan Quraisy itu terbunuh dan dari pihak muslim Ubaidah
bin Haris mati syahid karena menderita luka.
Perang Badar adalah pertempuran skala besar pertama yang terjadi antara kedua kekuatan itu.
Muhammad saat itu sedang memimpin pasukan kecil dalam usahanya melakukan pencegatan
terhadap kafilah Quraisy yang baru saja pulang dari Syam, ketika ia dikejutkan oleh keberadaan
pasukan Quraisy yang jauh lebih besar. Pasukan Muhammad yang sangat berdisiplin bergerak maju
terhadap posisi pertahanan lawan yang kuat, dan berhasil menghancurkan barisan pertahanan Mekkah
sekaligus menewaskan 70 orang kafir Quraisy dan 12 kaum muslimin, serta beberapa pemimpin
penting Quraisy, antara lain ialah Abu Jahal alias Amr bin Hisyam.
Bagi kaum Muslim awal, pertempuran ini sangatlah berarti karena merupakan bukti pertama bahwa
mereka sesungguhnya berpeluang untuk mengalahkan musuh mereka di Mekkah. Mekkah saat itu
merupakan salah satu kota terkaya dan terkuat di Arabia zaman jahiliyah. Kemenangan kaum Muslim
juga memperlihatkan kepada suku-suku Arab lainnya bahwa suatu kekuatan baru telah bangkit di
Arabia, serta memperkokoh otoritas Muhammad sebagai pemimpin atas berbagai golongan
masyarakat Madinah yang sebelumnya sering bertikai. Berbagai suku Arab mulai memeluk agama
Islam dan membangun persekutuan dengan kaum Muslim di Madinah dengan demikian, ekspansi
agama Islam pun dimulai.

b. Perang Uhud
Jumat, 13 Syawal tahun ketiga hijrah (26 Maret 625 M). Terjadilah sebuah perang Uhud. Perang Uhud
termasuk di antara peperangan dahsyat yang terjadi akibat api dendam ini. Disebut perang Uhud
karena perang ini berkecamuk di dekat gunung Uhud. 70 Orang Syuhada gugur dan Nabi Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam terluka. Sebuah gunung dengan ketinggian 128 meter kala itu, sedangkan sekarang

6
ketinggiannya 121 meter. Bukit ini berada di sebelah utara Madinah dengan jarak 5,5 km dari Masjid
Nabawi.
Rasulullah menempatkan pasukan Islam di kaki bukit Uhud di bagian barat. Tentara Islam berada
dalam formasi yang kompak dengan panjang front kurang lebih 1.000 yard. Sayap kanan berada di kaki
bukit Uhud sedangkan sayap kiri berada di kaki bukit Ainain (tinggi 40 kaki, panjang 500 kaki).
Rasulullah menempatkan 50 pemanah di Ainain dibawah pimpinan Abdullah bin Zubair dengan
perintah yang sangat tegas dan jelas yaitu "Gunakan panahmu terhadap kavaleri musuh.
Jauhkan kavaleri dari belakang kita. Selama kalian tetap di tempat, bagian belakang kita aman. jangan
sekali-sekali kalian meninggalkan posisi ini. Jika kalian melihat kami menang, jangan bergabung; jika
kalian melihat kami kalah, jangan datang untuk menolong kami.“Di belakang pasukan Islam terdapat
14 wanita yang bertugas memberi air bagi yang haus, membawa yang terluka keluar dari pertempuran,
dan mengobati luka tersebut. Di antara wanita ini adalah Fatimah, putri Rasulullah yang juga istri Ali.
Rasulullah sendiri berada di sayap kiri.
Posisi pasukan Islam bertujuan untuk mengeksploitasi kelebihan pasukan Islam yaitu keberanian dan
keahlian bertempur. Selain itu juga meniadakan keuntungan musuh yaitu jumlah dan kavaleri Abu
Sufyan tentu lebih memilih pertempuran terbuka dimana dia bisa bermanuver ke bagian samping dan
belakang tentara Islam dan mengerahkan seluruh tentaranya untuk mengepung pasukan tersebut.
Tetapi Rasulullah menetralisir hal ini dan memaksa Abu Sofyan bertempur di front yang terbatas
dimana infantri dan kavalerinya tidak terlalu berguna. Tentara Quraish berkemah satu mil di selatan
bukit Uhud. Abu Sufyan mengelompokkan pasukan ini menjadi infantri di bagian tengah dan dua sayap
kavaleri di samping. Sayap kanan dipimpin oleh Khalid bin Walid dan sayap kiri dipimpin oleh Ikrimah
bin Abu Jahl, masing-masing berkekuatan 100 orang. Amr bin Al Aas ditunjuk sebagai panglima bagi
kedua sayap tapi tugasnya terutama untuk koordinasi. Abu Sufyan juga menempatkan 100 pemanah
di barisan terdepan. Bendera Quraish dibawa oleh Talha bin Abu Talha
Dalam Perang Uhud ini umat Islam mengalami kekalahan karena sebagian tentara muslim lalai pada
hasil musyawarah dan pesan Rasulullah saw. untuk tetap pada posisi semula, yaitu berada di puncak
bukit Uhud. Mereka tergiur oleh ganimah yang ditinggalkan musuh.
Sebab kekalahan dalam Perang Uhud
 Kisah ini ditulis di Surat Ali ‘Imran ayat 140-179. Dalam ayat2 di Surat Ali ‘Imran, Muhammad
menjelaskan kekalahan di Uhud adalah ujian dari Allah (ayat 141) – ujian bagi Muslim mu’min dan
munafik (ayat 166-167).
 Sebagaimana manusia biasa, wajar bila seseorang terlupa akan sesuatu. Begitu juga pasukan yang
berjaga di atas bukit Uhud. Mereka terlupa dan akhirnya turun ke lembah untuk mengambil hak
pemenang perang. Melihat banyak pasukan dari pihak Islam yang meninggalkan pos di atas bukit,
Khalid bin Walid memerintahkan pasukan kafir yang tersisa untuk berbalik kembali dan menyerang
pasukan islam. Pos di atas bukit direbut oleh kafirin dan pasukan islam yang tersisa di sana dibunuh,
termasuk Hamzah bin Abdul Muthalib paman Rasulullah yang dibunuh oleh Wahsyi budah Hindun
(istri Abu Sofyan), dan Mus’ab bin Umair pembawa panji bendera Islam.
Setelah berhasil merebut pos di atas bukit, pasukan kafir merasa telah menang, apalagi karena tidak
melihat Rasulullah. Abu Sofyan mengira bahwa Rasulullah telah wafat dalam perang. Ia pun bersorak
di atas bukit, "Muhammad telah mati! Perang sudah berakhir! Kami lah pemenang!!!" Namun ia salah
duga. Rasulullah masih hidup. Sesaat setelah Abu Sofyan memberi pengumuman tersebut, Rasulullah
keluar dari tempatnya --beliau terluka akibat baju perangnya mengenai wajahnya sehingga harus
diobati--. Beliau memberitahukan wahyu yang baru ia dapat, QS Ali Imran 139-140, untuk
menenangkan hati pasukan Islam yang sedih karena banyak yang akhirnya terbunuh. Abu Sofyan heran
karena dugaannya salah. Ia takut kalau semangat umat Islam kembali lagi dan kembali menyerang
pasukannya. Ia pun memerintahkan untuk mundur kembali ke Mekah. Tujuan awal pasukan kafirin
hendak menyerang muslimin tidak tercapai. Kedua hal inilah yang menjadi penyebab dapat dikatakan

7
bahwa umat Islam tidak kalah. Pasukan yang menyerah itulah yang kalah. Dalam hal ini, pasukan kafir
yang menyerah. Mereka pulang dengan tidak mencapai tujuan awal akan melakukan perang.
Ada yang mengatakan bahwa jumlah pasukan Islam yang mati lebih banyak dari pasukan kafir yang
mati. Pasukan Islam yang mati berjumlah 70 orang sedangkan pasukan kafir berjumlah 23 orang. Tapi
tidak bisa dilihat dari jumlahnya saja, perlu dihitung secara rumus perang. Total pasukan Islam semula
berjumlah 1000 orang, tetapi ada 300 orang munafik yang dipimpin Abdullah bin Ubay bin Salul
kembali ke Madinah, sehingga sisanya hanya 700 orang sedang pasukan kafir 3000 orang. Harusnya
pasukan yang berjumlah besar tidak mungkin kalah, tetapi dalam perang ini pasukan kafir menderita
kekalahan 23 orang. Bila jumlah pasukan kedua kubu disamakan, yang mati dari pihak kafir melebihi
yang mati dari pihak Islam

c. Perang Khandak
Pertempuran Khandaq (Arab:‫ )غزوةالخندق‬juga dikenal sebagai Pertempuran Al-Ahzab, Pertempuran
Konfederasi, dan Pengepungan Madinah terjadi pada bulan Syawal tahun 5 Hijriah atau pada tahun
627 Masehi,pengepungan Madinah ini dipelopori oleh pasukan gabungan antara kaum kafir Quraisy
makkah dan yahudi bani Nadir (al-ahzaab). Pengepungan Medinah dimulai pada 31 Maret, 627 H dan
berakhir setelah 27 hari
Lokasi Perang Khandaq adalah di sekitar kota Madinah bagian utara. Perang ini juga dikenal sebagai
Perang Ahzab (Perang Gabungan). Perang Khandaq dilatar belakangi rasa dendam kaum Yahudi dari
suku Bani Nadzir yang terusir oleh pasukan Islam dari Madinah, Mereka lalu menghasut kafir Quraisy
Mekah agar mau bersekutu dengan mereka untuk memerangi umat Islam di Madinah. Di samping itu,
orang Yahudi juga mencari dukungan kabilah Gatafan yang terdiri dari Qais Ailan, Bani Fazara, Asyja’,
Bani Sulaim, Bani Sa’addan Ka’ab bin Asad. Usaha pemimpin Yahudi, Huyay bin Akhtab, membuahkan
hasil sampai 10.000 orang bala tentara. Mereka bekerjasama melawan Nabi SAW. Pasukannya
berangkat ke Madinah untuk menyerang kaum muslim. Berita penyerangan itu didengar oleh Nabi
Muhammad SAW. Kaum muslim segera menyiapkan strategi perang yang tepat untuk menghadapi
pasukan musuh. Untuk menghadapinya, Rasulullah saw. bermusyawarah. Usul yang menarik dalam
musyawarah tersebut adalah membuat strategi pertahanan dengan membuat parit (khandak) di
sekitar Kota Madinah agar musuh sulit masuk ke Madinah. Usul tersebut diajukan oleh sahabat
bernama Salman al-Farisy. Musuh akhirnya berdiam di tempat dan meninggalkan Kota Madinah.
Pasukan Ahzab dibagi menjadi tiga kekuatan besar. Satu kekuatan dipimpin oleh Ibnu A’war as salami
akan menyerbu dari atas lembah, satu kekuatan lagi dipimpin oleh Uyainah bin Hisn yang akan
menyerang dari arah samping, satu kekuatan lagi dipimpin oleh Abu Sofyan.
Pengepungan kota Madinah berlangsung selama 27 hari, dengan segala kekuasaan Allah SWT,
datanglah angin topan yang bertiup sangat dahsyat memporak porandakan kemah pasukan ahzab dan
akhirnya mereka kembali ke daerah masing-masing, namun demikian di dalam Madinah sendiri terjadi
pembelotan dari bani Quraizah terhadap Rasulullah. Dan akhirnya kaum muslimin mengepungnya
selama 25 hari dan bani Quraizah menyerahkan diri.

d. Perang Hunain

Meskipun Mekah telah ditaklukkan, tidak semua suku Arab bersedia tunduk pada Nabi Muhammad
saw. Ada dua suku yang masih melakukan perlawanan terhadap Nabi Muhammad saw., yaitu Bani
Tsaqif di Thaif dan Bani Hawazin di antara Mekah dan thaif. Kedua suku ini berkomplot melawan
Nabi Muhammad saw. dengan alasan menuntut balas atas berhala-berhala mereka (yang ada di
Ka’bah) yang dihancurkan oleh tentara Islam ketika penaklukan Mekah.

8
Dengan kekuatan 12.000 pasukan di bawah pimpinan Nabi Muhammad saw., tentara Islam
berangkat menuju Hunain. Dalam waktu singkat Nabi dan pasukannya dapat menumpas pasukan
musuh. Dengan takluknya Bani Tsaqif dan Bani Hawazin, seluruh jazirah Arab di bawah
kekuasaan Nabi Muhammad saw.

e. Perang Tabuk

Perang Tabuk merupakan perang terakhir yang diikuti oleh Nabi Muhammad saw.. Perang ini
terjadi karena kecemburuan dan kekhawatiran Heraklius atas keberhasilan Nabi Muhammad saw.
menguasai seluruh jazirah Arab. Untuk itu, Heraklius menyusun kekuatan yang sangat besar di
utara Jazirah Arab dan Syria yang merupakan daerah taklukan Romawi. Dalam pasukan besar ini
bergabung Bani Gassan dan Bani Lachmides.

Menghadapi peperangan ini, banyak sekali kaum muslimin yang “mendaftar” untuk turut berperang.
Olah karena itu, terhimpun pasukan yang sangat besar. Melihat besarnya jumlah tentara Islam, pasukan
Romawi menjadi ciut nyalinya dan kemudian menarik diri, kembali ke negerinya. Nabi tidak melakukan
pengejaran, tetapi berkemah di Tabuk. Dalam kesempatan ini, Nabi membuat perjanjian dengan
penduduk setempat. Dengan demikian, wilayah perbatasan itu dapat dikuasai dan dirangkul masuk
dalam barisan Islam

Selain kelima strategi dakwah yang telah diuraikan di depan, Rasulullah juga menyampaikan dakwah
dengan cara yang lain. Misalnya, dengan berkirim surat kepada para pemimpin dan penguasa dari
kerajaan kerajaan pada saat itu. Banyak kaisar dan pemimpin di luar Jazirah Arab yang diajak untuk bekerja
sama dan memeluk Islam. Di antara mereka adalah Kaisar Heraclius (Kaisar Romawi), Raja Najassi
(Habsyah), Kaisar Persia, dan beberapa pemimpin lainnya. Di antara mereka ada yang menerima ajakan
Rasulullah, ada yang menolak secara halus, dan ada pula yang menolak dengan kasar. Dakwah Rasulullah
saw. berhasil dengan gemilang. Jumlah pemeluk Islam meningkat tajam. Di Madinah Rasulullah saw.bukan
hanya sukses sebagai pemimpin agama, tetapi juga sebagai negarawan yang ulung. Rasulullah saw.
berhasil membangun sebuah negara Madinah yang menjadi model negara modern pada masa itu.
Penduduk Madinah menjunjung tinggi toleransi dalam kehidupan sehari-hari sehingga kedamaian dapat
dirasakan oleh semua pihak, bukan hanya kaum muslimin tetapi juga pemeluk agama lain. Sebuah model
pemerintahan dan sistem kenegaraan yang banyak didambakan oleh umat Islam saat ini.

Strategi Dakwah Rasulullah


Strategi dakwah Rasulullah dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut.
a. Anjuran untuk Bersikap Peduli kepada Sesama
Bersikap peduli kepada sesama merupakan hal pokok yang dibangun oleh Rasulullah. Hal ini
ditunjukkan pada banyak hadis yang menegaskan keharusan untuk saling membantu dan menolong di
antara sesama muslim. Rasulullah saw. tidak hanya menganjurkan umatnya untuk bersikap peduli
terhadap sesama, tetapi memberi contoh. Rasulullah saw. adalah seorang yang berhati lembut dan
penyayang terhadap anak yatim dan sesama.
b. Menempatkan Diri sebagai Teladan
Rasulullah merupakan suri teladan yang diutus oleh Allah sebagai uswatun hasanah bagi umat
manusia. Banyak orang yang tertarik untuk memeluk Islam setelah mengetahui kepribadian Rasulullah
saw.

c. Membiasakan Musyawarah dalam Menyelesaikan Masalah

9
Musyawarah telah menjadi kebiasaan Rasulullah untuk menyelesaikan berbagai persoalan umat.
Ketika menghadapi persoalan dan tidak mendapat wahyu dari Allah Swt. Rasulullah saw. selalu
meminta pertimbangan dan masukan dari para sahabat. Misalnya, dalam menghadapi perang Khandak
Rasulullah saw. bermusyawarah dengan sahabat tentang strategi menghadapi musuh.
d. Menjunjung Tinggi Nilai-Nilai Keadilan
Rasulullah memberi contoh yang baik dengan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan kepada siapa
saja. Keadilan menjadi hak bagi siapa saja, tidak pandang bulu. Dalam salah satu hadis dijelaskan
bahwa, ”Jika Fatimah mencuri, akan saya potong tangannya.”
e. Dakwah Islamiah Keluar Jazirah Arabia
• Heraclius, kaisar Romawi Timur. Melalui utusan Rasulullah SAW yang bernama Dihijah bin Khalifah.
Tetapi Heraclius tidak menerima seruan tersebut karena tidak mendapat restu dari para pembesar
dan pendeta Romawi
• Muqaiqas, Gubernur Romawi di Mesir. Melalui utusan Rasulullah SAW yang bernama Hatib.
Muqaiqas tidak mau menerima seruan tersebut. Dan mengirim hadiah-hadiah berupa budak wanita,
keledai, pakaian dan kuda
• Syahinsyah, kaisar yang sombong dan lalim. Surat dari Rasulullah SAW dirobek-robeknya
• Dan beberapa raja yang lain

10

Anda mungkin juga menyukai