Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN CLINICAL STUDY II

KOMUNITAS PKM DAU

Yang dibina oleh Ns. Setyoadi, M.Kep, Sp.Kep.Kom

Oleh Kelompok 1 :

Siti Nurhidayati
Galih Kertiyasa
Denniar Suryatika

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2016
1. Konsep Dasar Keluarga

1.1 Definisi Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan
darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berorientasi satu
sama lain (Harmoko, 2012). Menurut Sutanto (2012) keluarga adalah kumpulan dua
orang atau lebih yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi,
hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya
dan menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. Menurut Depkes RI (1988)
keluarga adalah inti terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam
keadaan saling ketergantungan (Setiadi, 2008).

1.2 Struktur Keluarga

Menurut Setiadi (2008) struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga


melaksanakan fungsinya di masyarakat. Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam,
diantaranya adalah :

a. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
b. Matrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara dalam beberapa generasi,
dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
c. Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah isteri.
d. Patrilokal
Adalah sepasang suami-isteri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.
e. Keluarga kawin
Adalah hubungan sepasang suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan
beberapa sanak saudara menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan suami
atau isteri.

Friedman, Bowden & Jones (2003) dalam Harmoko (2012) membagi struktur
keluarga menjadi empat elemen, yaitu komunikasi, peran keluarga, nilai dan norma
keluarga, dan kekuatan keluarga.

1. Struktur komunikasi keluarga


Kominikasi dalam keluarga dapat berupa komunikasi secara emosional, komunikasi
verbal dan non verbal, dan komunikasi sirkuler. Komunikasi emosional
memungkinkan setiap individu dalam keluarga dapat mengekpresikan perasaan
seperti bahagia, sedih, atau marah diantara para anggota keluarga. Pada komunikasi
verbal anggota keluarga dapat mengungkapkan apa yang diinginkan melalui kata-
kata yang diikuti dengan bahasa non verbal seperti gerakan tubuh. Komunikasi
sirkuler mencangkup suatu yang melingkar dua arah dalam keluarga, misalnya pada
saat istri marah pada suami, maka suami akan mengklarifikasi kepada isteri apa
yang membuat istri marah.
2. Struktur peran keluarga
Peran masing-masing anggota keluarga baik secara formal maupun informal, model
peran keluarga, konflik dalam pengaturan keluarga.
3. Struktur nilai dan norma keluarga
Nilai merupakan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal apakah baik atau
bermanfaat bagi dirinya. Norma adalah peran-peran yang dilakukan manusia,
berasal dari nilai budaya terkait. Norma mengarah kepada nilai yang dianut
masyarakat, dimana norma-norma dipelajari sejak kecil. Nilai merupakan perilaku
motivasi diekpresikan melalui perasaan, tindakan dan pengetahuan. Nilai
memberikan makna kehidupan dan meningkatkan harga diri (Susanto, 2012). Nilai
merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak,
mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga merupakan
suatu pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan.
Norma adalah pola perilaku yang baik menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai
dalam keluarga.
4. Struktur kekuatan keluarga
Kekuatan keluarga merupakan kemampuan baik aktual maupun potensial dari
individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi perilaku orang lain berubah ke
arah positif. Tipe struktur kekuatan dalam keluarga antara lain : hak untuk
mengontrol seperti orang tua terhadap anak, seseorang yang ditiru, pendapat, ahli
dan lain-lain, pengaruh kekuatan karena adanya harapan yang akan diterima,
pengaruh yang dipaksakan sesuai keinginan, pengaruh yang dilalui dengan persuasi,
pengaruh yang diberikan melalui manipulasi dengan cinta kasih.

1.3 Fungsi Keluarga


a. Fungsi biologis
Fungsi biologis bukan hanya ditujukan untuk meneruskan kelangsungan
keturunan, tetapi juga dapat memelihara dan membesarkan anak dengan gizi
yang seimbang, memelihara dan merawat anggota keluarga juga bagian dari
fungsi biologis keluarga.
b. Fungsi psikologis
Keluarga menjalankan fungsi psikologisnya antara lain untuk memberikan kasih
sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga
membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga memberikan identitas
keluarga.
c. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi tercermin untuk membina sosialisasi pada anak
membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan perilaku
yang boleh dan tidak boleh pada anak.
d. Fungsi ekonomi
Keluarga menjalankan fungsi ekonomisnya yaitu untuk mencari sumber-
sumber penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan yang akan
datang, misalnya pendidikan anak-anak dan jaminan hari tua .
e. Fungsi pendidikan
Keluarga menjalankan fungsi pendidikan untuk menyekolahkan anak dalam
rangka untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, membentuk prilaku
anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa, dan mendidik anak
sesuai dengan tingkat perkembangannya.
1.4 Tipe atau Bentuk Keluarga
Menurut (Setyowati, 2007) tipe keluarga dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Tipe Keluarga Tradisional
a. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak.
b. Keluarga besar adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya
nenek, keponakan, paman, bibi dan sebagainya.
c. Keluarga Dyad, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami dan istri tanpa
anak.
d. Single Parent, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua (ayah
atau ibu) dengan anak (kandung atau angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh
perceraian atau kematian
e. Single Adult yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang dewasa
(misalnya seorang yang telah dewasa kemudian tinggal kost untuk bekerja atau
kuliah).
2. Tipe Keluarga Non Tradisional
a. The Unmarriedteenege other
Keluarga yang terdiri dari orang tua dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
b. The Stepparent Family
Keluarga dengan orang tua tiri.
c. Commune Family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan
saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama.
d. Cohibiting Couple
Orang dewasa yang hidup bersama di luar ikatan perkawinan karena beberapa
alasan tertentu.
e. Group Network Family
Keluarga inti yang dibatasi atauran atau nilai-nilai, hidup bersama atau
berdekatan satu sama lainnya dan saling menggunakan barang rumah tangga
bersama, pelayanan, dan tanggung jawab membesarkan anaknya.
f. Foster Family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga di dalam waktu
sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk
menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
g. Homeless Family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen
karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan problem
kesehatan mental.
h. Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari
ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian, tetapi berkembang
dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.

1.5 Peran Keluarga


Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem (Kozier, 1995).
Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat
stabil. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan akan
mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan
pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga. Berikut ini
tugas keluarga menurut Friedman (1998), adalah sebagai berikut: mengenal
masalah kesehatan, dan keluarga mampu mengidentifikasi masalah-masalah
dalam keluarga. Fungsi keluarga membuat keputusan tindakan kesehatan yang
tepat, yaitu keluarga mampu membuat keputusan dan merencanakan tindakan
keperawatan keluarga, dalam melakukan perawatan keluarga yakni keluarga
mampu merawat anggota keluarga sebelum anggota keluarga membawa anggota
keluarga ke tempat pelayanan kesehatan. Keluarga juga mampu mempertahankan
atau menciptakan suasana rumah yang sehat, untuk kelangsungan hidup anggota
keluarga, serta tetap mempertahankan hubungan dengan menggunakan fasilitas
kesehatan masyarakat. Keluarga menggunakan fasilitas kesehatan sesuai dengan
kemampuan keluarga.
1.6 Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan
Menurut Setiadi (2008), Keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang
perlu dipahami dan dilakukan, meliputi :
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga.
Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan -perubahan
yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami
anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian orang tua atau
keluarga.
b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga.
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan
yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa
diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk
menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga
diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan
teratasi.
c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.
Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi
keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui keluarga sendiri. Anggota
keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu mendapatkan tindak
lanjut atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan
dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila
keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan
pertama.
d. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.
e. Mempertahankan hubungan timbal-balik antara keluarga dan lembaga kesehatan
(pemanfaatan kesehatan yang ada).

1.7 Stress Dan Koping Keluarga


a. Sumber stressor keluarga (Stimulus)
White (1974, dalam Friedman, 1989) mengidentifikasi tiga strategi untuk adaptasi
individu yang juga dapat digunakan pada keluarga yaitu mekanisme pertahanan,
merupakan cara-cara yang dipelajari, kebiasaan dan otomatis untuk berespon, taktik
untuk menghindari masalah dan biasanya merupakan perilaku menghindari sehingga
cenderung disfungsi, strategi koping yaitu upaya-upaya pemecahan masalah,
biasanya merupakan strategi adaptasi positif dan penguasaan yaitu merupakan
mode adaptasi yang paling positif sebagai hasil dari penggunaan strategi koping
yang efektif dan sangat berhubungan kompetensi keluarga
b. Koping Keluarga
Koping keluarga menunjuk pada analisa kelompok keluarga (analisa interaksi).
Koping keluarga didefinisikan sebagai respon positif yang digunakan keluarga dalam
menyelesaikan masalah (mengendalikan stress). Berkembang dan berubah sesuai
tuntutan atau stressor yang dialami. Sumber koping keluarga bisa internal yaitu dari
anggota keluarga sendiri dan eksternal yaitu dari luar keluarga.
c. Strategi adaptasi disfungsional
Dapat berupa penyangkalan dan ekploitasi terhadap anggota keluarga seperti
kekerasan terhadap keluarga, kekerasan terhadap pasangan, penyiksaan anak,
penyiksaan usia lanjut, penyiksaan orang tua, dan penggunaan ancaman.
Penyangkalan masalah keluarga dengan menggunakan mitos keluarga, dan pisah
atau hilangnya anggota keluarga.

1.8 Tahap-Tahap Kehidupan atau Perkambangan Keluarga


Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara unik, namun
secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama (Rodgers cit Friedman, 1999)
:
a. Pasangan baru (keluarga baru)
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki dan perempuan
membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan
(psikologis) keluarga masing-masing :
1. Membina hubungan intim yang memuaskan
2. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok sosial
3. Mendiskusikan rencana memiliki anak
b. Keluarga child-bearing (kelahiran anak pertama)
Keluarga yang menantikan kelahiran, dimulai dari kehamilan samapi kelahiran
anak pertama dan berlanjut damapi anak pertama berusia 30 bulan :
1. Persiapan menjadi orang tua
2. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi,
hubungan sexual dan kegiatan keluarga
3. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan
c. Keluarga dengan anak pra-sekolah
Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama (2,5 bulan) dan berakhir saat
anak berusia 5 tahun :
1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan tempat
tinggal, privasi dan rasa aman
2. Membantu anak untuk bersosialisasi
3. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan
anak yang lain juga harus terpenuhi
4. Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di
luar keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar)
5. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap yang
paling repot)
6. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
7. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak

d. Keluarga dengan anak sekolah


Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam tahun dan berakhir
pada usia 12 tahun. Umumnya keluarga sudah mencapai jumlah anggota
keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk :
1. Membantu sosialisasi anak : tetangga, sekolah dan lingkungan
2. Mempertahankan keintiman pasangan
3. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin
meningkat, termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan
anggota keluarga
e. Keluarga dengan anak remaja
Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir
sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan rumah
orangtuanya. Tujuan keluarga ini adalah melepas anak remaja dan memberi
tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri
menjadi lebih dewasa :
1. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab,
mengingat remaja sudah bertambah dewasa dan meningkat
otonominya
2. Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga
3. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orangtua.
Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan
4. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang
keluarga
f. Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan)
Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir
pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahap ini tergantung
dari jumlah anak dalam keluarga, atau jika ada anak yang belum berkeluarga
dan tetap tinggal bersama orang tua :
1. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
2. Mempertahankan keintiman pasangan
3. Membantu orangtua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki
masa tua
4. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat
5. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga
g. Keluarga usia pertengahan
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan
berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal :
1. Mempertahankan kesehatan
2. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya
dan anak-anak
3. Meningkatkan keakraban pasangan
h. Keluarga usia lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat salah satu
pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal damapi
keduanya meninggal :
1. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan
2. Adaptasi dengan peruabahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan
fisik dan pendapatan
3. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat
4. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat
5. Melakukan life review (merenungkan hidupnya).

2. Konsep Penyakit Kronik

2.1 Pengertian Penyakit Kronik


Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama
sampai bertahun-tahun, bertambah parah, dan sering kambuh. Ketidakmampuan atau
ketidakberdayaan merupakan persepsi individu bahwa segala tindakannya tidak akan
mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan
kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan (Purwaningsih dan Karbina, 2009).

Penyakit kronis biasanya membebankan suatu kekhawatiran pada keluarga.


Penyakit kronis merupakan penyakit yang mengacu pada fisik ataupun kondisi mental
yang memerlukan pemantauan atau manajemen control gejala dari penjalanan
penyakit dalam kurun waktu jangka panjang ( lebih dari 6 bulan) ( Coorbin, 2001).

2.2 Sifat Penyakit Kronik


Menurut Wristht Le (1987) mengatakan bahwa penyakit kronik mempunyai beberapa
sifat diantaranya adalah :
a. Progresif
Yaitu suatu penyakit kronik yang semakin lama semakin bertambah parah. Contoh
penyakit jantung.
b. Menetap
Setelah seseorang terserang penyakit, maka penyakit tersebut akan menetap pada
individu. Contoh penyakit diabetes mellitus.
c. Kambuh
Penyakit kronik yang dapat hilang timbul sewaktu-waktu dengan kondisi yang sama
atau berbeda. Contoh penyakit arthritis.

2.3 Perilaku Keluarga dengan Penyakit Kronis

Keluarga juga mengalami respons yang sama dengan pasien atas penyakit yang
diderita oleh klien atau individu (Purwaningsih dan kartina, 2009), yaitu :
a. Penolakan (Denial)
Sama halnya dengan pasien atau individu, keluarga yang tidak siap atau tidak
menerima dengan kondisi yang ada pada pasien. Keluarga mengangap penyakit
yang diderita tidak terlalu berat dan menyakini bahwa penyakit kronis ini akan
segera sembuh dan hanya akan memberi efek jangka pendek.
b. Cemas
Keluarga akan memperlihakan ekspresi cemas akan diagnose yang telah divonis
oleh pihak medis. Pihak keluarga cemas akan tidak bisa sembuh penyakit tersebut
dan takut ditinggalkan dalam jangka waktu dekat oleh pesien.

c. Depresi
Keluarga yang terkejut dan tidak bisa menerima keadaan terhadap situasi yang
dialami pasien akan mengalami depresi.

3. Masalah yang di alami Keluarga dengan Penyakit Kronis


Keluarga dan pasien sama-sama mengalami masalah social dan psikologis selama
fase penyakit kronis yang dihadapi, diantaranya (Hanson, 1988; Biegel, Sales, & Schulz,
1991):

1. Mencegah krisis kesahatan dan merawat keluarga dan pasien dengan penyakit
kronis
2. Mengontrol gejala
3. Menjalankan manajemen terapi yang sudah di tentukan
4. Mencegah perasaan hidup dengan isolasi disebabkan oleh kurangnya kontak
dengan orang lain.
5. Menyesuaikan perubahan yang terjadi akibat penyakit yang dialami
6. Memperbaiki interaksi dengan orang lain dan mencari solusi keuangan untuk
membayar treatment untuk bertahan hidup, meskipun setelah kehilangan
sebagaian atau seluruh pekerjaan.
7. Berkonsultasi dengan petugas kesehatan terkait masalah psikososial,
perkawinan dan masalah keluarga.

Keluarga dengan anggota keluarga penyakit kronis telah mengalami fase perawatan
yang panjang dan mungkin konstan, progresif atau episodic. Tugas keluarga adalah
untuk mempertahankan kehidupan normal pada masa atau fase kronis yang tidak stabil (
Rolland, 1998).

4. Hubungan Tim Kesehatan dengan Keluarga

Ketika keluarga menghadapi atau menjalani kehidupan dengan mendampingi


keluarga mereka dengan penyakit kronis, keluarga akan menjadi pengasuh atau pemberi
perawatan primer yang baik. Ketika masalah penyakit kronis tersebut mengharuskan
pasien untuk di rawat inap, mempengaruhi respon keluarga yang muncul terkait asuhan
yang diberikan oleh tim kesehatan setelah mereka merawat keluarga mereka sendiri
dengan baik. Para peneliti membuat pengamatan hubungan analisis antara tim
kesehatan dengan keluarga menjadi tiga yaitu :

1. Percaya.
Anggota keluarga cenderung percaya bahwa perawatan yang diberikan oleh tim
kesehatan professional memiliki perspektif yang sama saat mereka ( keluarga)
melakukan perawatan primer sendiri. Mereka juga percaya bahwa keterlibatan
keluarga dalam asuhan perawatan primer sehari-hari diakui, dihormati dan tim
keseahtan professional kooperatif dan koordinatif. Namun, lama kelamaan
keluarga beranggapan peran mereka sebagai pengasur perawaatan primer
sering di abaikan, seperti keterlibatan mereka dalam menejemen penyakit
keluarga mereka yang makin berkurang.
2. Kekecewaan
Pada fase kekecewaan karakteristiknya yaitu kekecewaan terhadap perawatan,
frustasi dan ketakutan. Keluarga mengalami masalah komunikasi terkait kesulitan
mendapatkan informasi. Sehingga rasa percaya keluarga menajdi berkurang dan
mereka memandang bahwa keluarga mereka rentan dan membutuhkan
perlindungan.
3. Fase the guarded alliance
Keluarga berdiskusi dengan tim kesehatan professional, mereka bertanya aktif
terkait informasi dan memahami perbedaan dalam persepektif mereka dan tim
kesehatan. Keluarga juga dapat menyatakan harapan mereka dan persepsi,
kemampuan mereka dalam memberikan perawatan untuk keluarga dengan baik.
Keluarga dan tim kesehatan sudah dapat mengembangkan komunikasi yang baik.
Namun keluarga masih mengalami rasa takut dan frustasi.

5. Tugas Keluarga dan Peran Keperawatan

1. Fase Krisis
a. Membangun hubungan dengan tim perawat kesehatan
b. Pelajari tentang penyakit dan perawatan
c. Mengatasi intervensi yang terkait dengan penyakit
d. Mengembangkan rasa kompetensi keluarga
e. Berduka kehilangan identitas keluarga pra-penyakit
2. Fase Kronis
a. Akui permanenensi perubahan
b. Mempertahan kehidupan keluarga yang normal
c. Mengembangkan otonomi untuk semua anggota keluarga
d. Membangun kembali harapan yang realistis
e. Berkomunikasi secara terbuka
f. Mempertahankan fleksibilitas dengan peran keluarga
g. Merumuskan rencana masa depan
3. Fase Terminal
a. akui kerugian yang akan datang
b. Diskusikan end-of-kehidupan masalah
c. Mulai memproses reorganisasi keluarga

6. Intervensi Keluarga dengan Penyakit Kronis

Intervensi untuk keluarga yang mengalami penyakit kronis dapat berfokus pada
kognitif dan afektif yaitu :

1. Kognitif, intervensi terkait pemberian informasi tentang penyakit kronis dan


pengobatan, memberikan nasihat tentang tanggapan keluarga terkait proses
penyakit yang dialami anggota keluarga ( misalnya, perlu untuk
tangguh/menghadapi masalah anggota keluarga dengan penyakit kronis dan
mungkin ketegangan yang di alami dalam hubungan keluarga). Memberikan
informasi tentang pelayanan komunitas dan membantu pegambilan keputusan
keluarga.
2. Afektif, intervensi dirancang untuk memodifikasi emosi yang sering muncul, seperti
rasa bersalah atau marah, yang mungkin mengganggu upaya koping keluarga
terkait masalah yang sedang mereka alami (Wright & Leahey, 2000). Memvalidasi
respon emosional dan membantu mereka memahami bahwa respon tersebut
adalah normal, berdiskusi dengan keluarga cara untuk mengurangi isolasi mereka,
keluarga merujuk ke kelompok yang tepat, membantu keluarga untuk saling
berkomunikasi dan membantu keluarga mengidentifikasi dan memahami kekuatan /
koping yang dimiliki oleh keluarga. Penolakan dari keluarga dan kurangnya harapan
menjadi faktor utama penghambat adaptasi pasien. Keluarga yang putus asa juga
sangat berpengaruh terkait perawatan primer yang harus di berikan oleh keluarga
menjadi tidak efektif padahal hal tersebut sangat penting untuk pasien. Sehingga
sebagai perawat harus menfasilitasi keluarga klien mengatasi masalah tersebut.
Intervensi yang di tergetkan pada fungsi perilaku untuk membantu anggota
keluarga berinteraksi lebih efektif (Wright & Leahey, 2000).

Dalam sebuah penelitian terbaru 40 anggota keluarga pasien 65 tahun lebih yang
memiliki riwayat rawat inap di rumah sakit selama lebih dari 2 hari, menemukan bahwa
95% dari anggota keluarga lebih senang bila ikut berperan dalam kegiatan perawatan
sehari-hari hari (Li, 2002).

Merawat keluarga dengan penyakit kronis merupakan tantangan yang besar untuk
perawat- medical bedah. Kehawatiran keluarga dengan pengalaman merawat
sebelumnya menjadi kesan tersendiri yang berbeda dengan pengalaman keluarga
dengan penyakit akut. Perawat perlu lebih megerti perbedaan ini dan merencakan
perawaatan keluarga dengan lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Harmoko. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

Susanto,T. 2012. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Aplikasi Teori Pada Praktik
asuhan keperawatan Keluarga. Jakarta: Trans Info Media.

Suharto. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan


Transkurtural. Jakarta : EGC

Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC

Friedman, M. M. 1988. Keperawatan Keluarga:Teori dan Praktek. Edisi 3. Jakarta :


EGC.

Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika.

Setiadi. 2008. Konsep & Proses Keperawatan Keluarga.Yogyakarta :Graha Ilmu.

Hanson, Shirley, dkk. 2005. Family Health Care Nursing third edition. Philadelphia :

F.A. Davis Company

Anda mungkin juga menyukai