Anda di halaman 1dari 6

BAB V.

PEMBAHASAN
Pada praktikum ekologi hewan kali ini, yaitu membahas mengenai
monitoring hewan invertebrata yakni cacing tanah. Tanah berasal dari pelapukan
batuan dengan bantuan organisme, membentuk lapisan unik yang menutupi
batuan. Proses pembentukan tanah dikenal sebagai ''pedogenesis''. Proses yang
unik ini membentuk tanah sebagai tubuh alam yang terdiri atas lapisan-lapisan
atau disebut sebagai horizon tanah. Setiap horizon menceritakan mengenai asal
dan proses-proses fisika, kimia, dan biologi yang telah dilalui tanah tersebut.
Proses pembentukan tanah diawali dari pelapukan batuan induknya, pelapukan
fisik dan pelapukan kimia. Dari proses pelapukan ini, batuan induk akan menjadi
lebih lunak, longgar dan berubah komposisinya. Pada tahap ini batuan yang lapuk
belum dikatakan sebagai tanah, tetapi sebagai bahan induk tanah (regolith) karena
masih menunjukkan struktur batuan induk. Proses pelapukan terus berlangsung
hingga akhirnya bahan induk tanah berubah menjadi tanah. Organisme tanah atau
disebut juga biota tanah merupakan semua makhluk hidup baik hewan (fauna)
maupun tumbuhan (flora) yang seluruh atau sebagian dari fase hidupnya berada
dalam sistem tanah. Ada beberapa jenis organisme tanah, diantaranya adalah:
1. Pemecah bahan organik seperti slaters (spesies Isopoda), tungau (mites),
kumbang, dan collembola yang memecah-mecah bahan organic yang besar
menjadi bagian-bagian kecil.
2. Pembusuk (decomposer) bahan organik seperti jamur dan bakteri yang
memecahkan bahan-bahan cellular.
3. Organisme bersimbiosis hidup pada/di dalam akar tanaman dan membantu
tanaman untuk mendapatkan hara dari dalam tanah. Mycorrhiza
bersimbiosis dengan tanaman dan membantu tanaman untuk mendapatkan
hara posfor, sedangkan rhizobium membantu tanaman untuk mendapatkan
nitrogen.
4. Pembangun unsur tanah seperti akar tanaman, cacing tanah, ulat-ulat dan
jamur semuanya membantu mengikat partikel-partikel tanah sehingga
strukturnya stabil dan tahan terhadap erosi dll.
Salah satu organisme tanah yang dapat meningkatkan ketersediaan hara bagi
tanah adalah cacing tanah. Lahan yang banyak mengandung cacing tanah akan
menjadi subur. Cacing tanah juga dapat meningkatkan daya serap air permukaan.
Secara singkat dapat dikatakan cacing tanah berperan memperbaiki dan
mempertahankan struktur tanah agar tetap gembur. Cacing tanah dalam berbagai
hal mempunyai arti penting, misalnya bagi lahan pertanian. Lahan yang banyak
mengandung cacing tanahakan menjadi subur, sebab kotoran cacing tanah yang
bercampur dengan tanah telah siap untuk diserap akar tumbuh-tumbuhan. Cacing
tanah juga dapat menigkatkan daya serap air permukaan. Lubang-lubang yang
dibuat oleh cacing tanah meningkatkan konsentrasi udara dalam tanah. Disamping
itu pada saat musim hujan lubang tersebut akan melipatgandakan kemampuan
tanah menyerap air. Secara singkat dapat dikatakan cacing tanah berperan
memperbaiki dan mempertahankan struktur tanah agar tetap gembur.
Cacing tanah hidup didalam liang tanah yang lembab, subur dan suhunya
tidak terlalu dingin. Untuk pertumbuhannya yang baik, cacing ini memerlukan
tanah yang sedikit asam sampai netral atau pH 6-7,2. Kulit cacing tanah
memerlukan kelembaban cukup tinggi agar dapat berfungsi normal dan tidak
rusak yaitu berkisar 15%-30%. Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan antara 15oC-25oC. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekologis
cacing tanah meliputi : (a) kemasaman (pH) tanah, (b) kelengasan tanah, (c)
temperatur, (d) aerasi dan CO2, (e) bahan organik, (f) jenis tanah, dan (g) suplai
nutrisi (Hanafiah, dkk, 2005).
KISI 1 :
Adapun tujuan dilakukannya praktikum monitoring densitas cacing tanah
yaitu untuk mengetahui perbedaan lokasi terhadap densitas cacing tanah dan
mengetahui pengaruh perbedaan lokasi terhadap densitas cacing tanah. Dari
tujuan yang pertama, hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui adannya
perbedaan dari lokasi tanah yang digunakan terhadap densitas cacing tanah yang
diperoleh. Hasil data yang diperoleh nantinya akan di analisis menggunakan uji
Sample T-Test. Sedangkan pada tujuan yang kedua, dimaksudkan untuk
mengetahui adanya pengaruh perbedaan dari lokasi tanah yang digunakan
terhadap densitas cacing tanah yang diperoleh. Hasil data yang diperoleh nantinya
akan di analisis menggunakan uji Anova. Adapun lokasi tanah yang dipergunakan
dalam praktikum ini adalah tanah pertanian (cultivated) yang berlokasi di fakultas
Teknik Universitas Jember dan tanah noncultivated yaitu tanah lingkungan
kampus FKIP Universitas Jember.
KISI 2 :
Adapun prosedur kerja yang dilakukan praktikan pada tanah cultivated
maupun noncultivated adalah sama, hanya lokasi saja yang membedakan
keduanya. Pertama untuk tanah cultivated yang berada di Fakultas Teknik
Universitas Jember dimulai dengan mengukur luas tanah seluas 1 X 1 m 2
menggunakan meteran. Ukuran ini merupakan ukuran ploting yang umum dan
sering dipergunakan oleh pemula. Dikarenakan ukurannya yang sederhana yang
dianggap paling mudah dalam pengerjaannya. Kemudian setelah mendapatkan
ukuran tanah seluas 1 X 1 m2, mulai menandai tiap sudut menggunakan pasak,
hal ini tentu akan mempermudahkan dalam proses pembuatan ploting. Dimana
pasak ini yang nantinya menjadi alat untuk pengikatan tali rafia. Setelah itu, mulai
melingkari pasak menggunakan tali raffia dan membagi plot yang telah diukur
tersebut menjadi 9 bagian yang sama. Kegiatan ini, akan mempermudah bagi
praktikan dalam menentukan bagian yang akan dipergunakan sebagai sample yang
dianggap mampu mewakili plot tersebut. Setelah terbentuk 9 plot, praktikan
menentukan 3 bagian dari 9 bagian pada plot sebagai sample. Pemilihan bagian
tersebut dilakukan dengan arah vertical, horizontal maupun secara diagonal.
Kegiatan ini berguna untuk memastikan bahwa 3 bagian yang diambil mampu
mewakili area yang diploting.
Kegiatan ploting merupakan tahap awal yang harus dilakukan oleh
praktikan. Pembuatan ploting tidaklah serta merta terjadi begitu saja, melainkan
praktikan harus memiliki kemampuan dalam mengira-ngira atau memilih area
yang sesuai dengan tujuan praktikum. Setelah plot selesai dibuat, langkah
selanjutnya adalah menghitung jenis dan densitas dari vegetasi tumbuhan yang
terdapat pada plot ulangan 1, 2 dan 3. Setelah menghitung dan mengambil gambar
jenis vegetasi tumbuhan, langkah selanjutnya yakni menggali tanah dari ketiga
plot tersebut menggunakan cangkul secara perlahan dengan kedalaman 30 cm.
Kegiatan mencangkul perlahan ini, dimaksudkan agar praktikan lebih akurat
dalam melihat keberadaan cacing tanah dan meminimalisir terpotongnya tubuh
cacing tanah. Karena apabila tubuh cacing terpotong, maka kita harus menemukan
sisa bagian tubuh cacing yang terpotong. Karena, hal ini nantinya akan
mempengaruhi data panjang dan berat cacing tanah yang ditemukan. Oleh karena
itu, praktikan haruslah lebih hati-hati lagi untuk menjaga kevalidan data yang
diperoleh sebelum dianalisis.
Cacing tanah yang diperoleh dari masing-masing ulangan harus
dipisahkan. Oleh karena itu, cacing tanah yang ditemukan selanjutnya di tuangkan
pada namapan, setelah itu baru dipilih dan dipisahkan dari tanah dan dimasukkan
kedalam plastik dan diberi kertas label, untuk membedakan cacing pada masing-
masing ulangan. Bila cacing yang ditemukan putus, maka tetap diambil dan
diusahakan ditemukan bagian yang terputus tersebut. Setelah semua cacing
terkumpul sesuai ulangan, selanjutnya mulai menghitung jumlah dan mengukur
panjang serta berat dari masing-masing cacing menggunakan penggaris dan
neraca timbangan.
Pada saat penggalian berlangsung, diukur pula faktor abiotiknya yang
meliputi pH tanah dan kelembapan tanah menggunakan soilmeter serta suhu dan
kelembapan udara menggunakan hygrometer. Hal ini berfungsi untuk mengetahui
adanya pengaruh faktor abiotik terhadap densitas cacing tanah. Setelah kegiatan
selesai, menutup kembali tanah bekas galian tersebut dan melakukan hal yang
sama pada ekosistem yang berbeda yaitu tanah noncultivated yang berlokasi di
FKIP Universitas Jember. Diharapkan nantinya setelah data hasil pengamatan
dianalisis menggunakan uji Sample T-Test dan Anova serta LSD (Least Significant
Defference) akan menunjukan adanya perbedaan dan pengaruh hasil yang
signifikan terhadap densitas cacing tanah antar 2 lokasi yang berbeda.
KISI 3 :
Dalam melakukan praktikum ini, terdapat beberapa alat dan bahan yang
digunakan yaitu alat yang terdiri dari meteran yang berfungsi untuk mengukur
plot yang digunakan yaitu 1X1 m2. Tali rafia yang berfungsi untuk membuat tanda
ploting dan membagi plot menjadi 9 bagian yang sama. Pasak yang berfungsi
untuk memberi tanda plot dan membantu pada saat proses ploting. Cangkul yang
berfungsi untuk menggali lubang pada tiap sampel dengan kedalaman 30 cm.
Penggaris yang berfungsi untuk mengukur panjang cacing tanah yang ditemukan.
Nampan yang berfungsi untuk tempat memilah dan memisahkan cacing dengan
tanah. Penjepit yang berfungsi untuk mengambil cacing tanah. Plastik yang
berukuran setengah kiloan untuk tempat cacing tanah yang tertangkap, kertas label
untuk memberi label pada tiap plastik yang berisi cacing. Neraca untuk
menimbang berat masing-masing cacing. Lalu hygrometer dan soilmeter, untuk
mengukur faktor abiotik dari penelitian, dimana hygrometer digunakan untuk
mengukur suhu serta kelembapan udara dan soilmeter digunakan untuk mengukur
pH serta kelembapan tanah. Serta kamera untuk mendokumentasikan hasil
praktikum. Adapun bahan yang digunakan adalah sample tanah dari 2 lokasi yang
berbeda yaitu dari tanah pertanian (cultivated) yang berlokasi di fakultas Teknik
Universitas Jember dan tanah noncultivated yaitu tanah lingkungan kampus FKIP
Universitas Jember.

KISI 4 :
Salah satu organisme tanah yang dapat meningkatkan ketersediaan hara
bagi tanah adalah cacing tanah. Lahan yang banyak mengandung cacing tanah
akan membuat tanah tersebut menjadi subur. Cacing tanah juga dapat
meningkatkan daya serap air permukaan. Secara singkat dapat dikatakan cacing
tanah berperan memperbaiki dan mempertahankan struktur tanah agar tetap
gembur. Sehingga pada praktikum kali ini, cacing tanah dapat digunakan sebagai
bioindikator kesuburan tanah. Adapun tanah yang digunakan sebagai bahan
perlakuan adalah tanah dengan lokasi dan kondisi yang berbeda. Yakni tanah
tanah pertanian (cultivated) yang berlokasi di Fakultas Teknik Universitas Jember
dan tanah noncultivated yaitu tanah lingkungan FKIP Universitas Jember.

Adapun alasan mengapa menggunakan kedua lokasi tersebut, yakni


karena berdasarkan teori tanah cultivated atau bekas lahan pertanian menyatakan
bahwa tanah pertanian banyak terdapat cacing tanah, dikarenakan tanah tersebut
merupakan tanah sudah diolah ditambah penggunaan pupuk, penggunaan pupuk
kandang atau organic, membuat tanah banyak mengandung unsur hara dan materi
organic yang merupakan nutrisi bagi cacing tanah, sehingga dapat ditemukan
banyak cacing tanah di dalamnya. Dan ciri-ciri tanah yang sesuai dengan tanah
pertanian tersebut adalah tanah yang berlokasi di Fakultas Teknik Universitas
Jember. Karena tanah yang berlokasi di Fakultas Teknik Universitas Jember
tersebut merupakan tanah bekas persawahan atau tanah tersebut pernah
dipergunaan dalam pertanian. Sedangkan tanah noncultivated yang cenderung
tidak pernah diolah apalagi struktur dan sifat tanah yang cenderung keras, kering,
akan jarang ditemukan cacing tanah. Dan tanah yang bersifat noncultivated ini
terdapat pada lokasi FKIP Universitas Jember. Dimana tanah yang berlokasi di
FKIP Universitas Jember ini belum pernah dipergunakan atau diolah dama
pertanian, sehingga dengan perbedaan sifat dan kondisi inilah yang menjadi alasan
mengapa dipergunakan 2 macam tanah dengan lokasi dari Fakultas Teknik dan
FKIP.

Anda mungkin juga menyukai