Anda di halaman 1dari 15

MINI CASE REPORT KKN PROFESI ANGKATAN 3

PENYAKIT NON INFEKSI

Nama pasie : Dg Muna

Umur : 77 Tahun

Suku : Bugis Makassar

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : LingkunganBontoa

Anamnesis Lengkap : Pasien mengeluh nyeri pada telapak kaki karena tertusuk

bambu dan benjolan di kaki yang muncul sejak 1 minggu. Demam (-), Batuk (-),

Sesak (-), Nyeri suprapubik (-), mual (-). Muntah (-). Riwayat hipertensi

Tanda vital : Tekanan Darah : 140/96 mmHg

- Sistem Pernafasan : Pernafasan 20x/menit, Rhonchi tidak ada,

wheezing tidak ada.


- Sistem Kardiovaskular : -
- Sistem Pencernaan :-
- Sistem Integumen : Kulit warna sawo matang, akral hangat.
- Sistem Muskuloskeletal : Nampak normal, udem tidak ada.
- Sistem Persyarafan : Tidak ada kejang
- Sistem Perkemihan : -
- Status Gizi :
BB : 45,8 kg
TB : 146 cm
IMT : 21,5 (Normal)
Pemeriksaan Penunjang : -

Diagnosis : Hipertensi dan abses pada telapak kaki kanan

Perencanaan terapi :

Non medikamentosa : Kurangimakanan yang mengandunggaram (contoh:

ikanasin, mie instant, daging)


Medikamentosa :
- Cefadoxil2 x 1
- AsamMefenamat3 x 1
- Dexamethasone 3 X 1
- Amlodipine1 x 1

Diskusi dan pembahasan :

I. Definisi
Hipertensi dapat diartikan tekanan darah arterial tinggi, berbagai

kriteria sebagai batasannya berkisar dari sistol 140 mmHg dan diastol 90

mmHg hingga setinggi sistol 200 mmHg dan diastol 110 mmHg.

Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan darah

sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.

Pada Populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik

160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner & Suddarth, 1996)
II. Etiologi

Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang

spesifik.Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau

peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang

mempengaruhi terjadinya hipertensi:


1. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau

transport Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang

mengakibatkan

tekanan darah meningkat.


3. Stress Lingkungan
4. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua

serta

pelabaran pembuluh darah.

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Biasanya dimulai

sebagai proses labil (intermiten) pada individu pada akhir umur 30-

an dan awal umur 50-an dan secara bertahap menetap. Pada

suatu saat dapat juga menjadi mendadak dan berat, perjalanannya

dipercepat atau maligna yang menyebabkan kondisi pasien

memburuk dengan cepat. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak

faktor yang mempengaruhi seperti genetik yang paling

mempengaruhi, lingkungan, hiperaktifitas susunan saraf simpatis,

sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na

dan Ca intraseluler, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko,

seperti obesitas, perokok, alkohol, serta polisitemia.


2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5%

kasus. Penyebab spesifikasinya diketahui, seperti penggunaan


estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal,

hiperaldosteronisme, dan sindroma Chusing, feokromositoma,

koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kamilan dan

lain-lain.
III. Patomekanisme
Terdapat perbedaan pada kelompok lansia yang terkena hipertensi

memiliki regulasi tekanan darah, patofisiologi, dan penatalaksanaan yang

sama. Secara fisiologi tekanan darah diregulasi melalui mekanisme sistem

saraf otonom, perpindahan cairan kapiler, sistem hormon dan proses

regulasi oleh ginjal sehingga seluruh jaringan dalam tubuh mendapatkan

suplai darah yang mencukupi untuk menjalankan fungsinya masing-

masing (Lionakis et al, 2012).


Patofisiologi hipertensi pada lansia dikelompokan menjadi tiga

berdasarkan penyebabnya, yaitu :


1. Kekakuan Arteri
Penuaan akan menyebabkan perubahan pada arteri dalam tubuh

menjadi lebih lebar dan kaku yang mengakibatkan kapasitas dan rekoil

darah yang diakomodasikan melalui pembuluh darah menjadi

berkurang. Pengurangan ini menyebabkan tekanan sistol menjadi

bertambah dan tekanan diastol menurun. Kekakuan arteri juga dapat

disebabkan oleh adanya mediator vasoaktif yang bekerja di pembuluh

darah (Lionakis et al, 2012).


2. Neurohormonal dan disregulasi otonom
Penuaan akan menyebabkan terganggunya mekanisme

neurohormonal seperti sistem renin-angiotensin-aldosteron dan juga

menyebabkan meningkatnya konsentrasi plasma perifer norepinefrin

hingga dua kali lipat yang diduga sebagai mekanisme kompensasi dari
menurunnya -adrenergik. Selain itu menurunnya fungsi sensitivitas

barorefleks akibat penuaan menyebabkan hipotensi ortostatik pada

lansia. Sedangkan hipertensi ortostastik disebabkan adanya perubahan

postur tubuh pada lansia (Lionakis et al, 2012).


3. Penuaan Ginjal
Glomerulosklerosis dan intestinal fibrosis merupakan tanda-tanda

penuaan pada ginjal. Hal ini mengakibatkan Glomerular Filtration

Rate (GFR) menurun, penurunan homeostatis tubuh, serta peningkatan

vasokonstriksi dan ketahanan vaskuler (Lionakis et al, 2012).

IV. Tanda dan Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala hipertensi pada lansia secara umum adalah :
1. Sakit kepala
2. Perdarahan hidung
3. Vertigo
4. Mual muntah
5. Perubahan penglihatan
6. Kesemutan pada kaki dan tangan
7. Sesak nafas
8. Kejang atau koma
9. Nyeri dada

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :

1. Tidak ada gejala


Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan

peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh


dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak

akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.


- Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai

hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam

kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai

kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis. Menurut

Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang

menderita hipertensi yaitu : mengeluh sakit kepala, pusing,

lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual muntah, epistaksis,

kesadaran menurun.

V. Pemeriksaan Fisis dan Penunjang


1. Hemoglobin/ hematokrit
Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap

volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor

resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.


2. BUN/ Kreatinin
Memberikan informasi tentang perfusi atau fungsi ginjal
3. Glukosa
Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapar

diakibatkan oleh peningkatan kadar ketekolamin (meningkatkan

hipertensi)
4. Kalium Serum
Hipokalemia dapat mengindikasikan aldosteron utama (penyebab)

atau menjadi efek samping terapi diuretik


5. Kalsium Serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi
6. Kolesterol dan Trigliserida serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/ adanya

pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskular)


VI. Diagnosis
Di dalam kriteria hipertensi terdapat beberapa istilah yang

digunakan seperti white coat hypertension, masked hypertension,

pseudohypertension, resistant hypertension. Kriteria yang digunakan untuk

mendiagnosis hipertensi adalah kriteria menurut Joint National Committee

7 (JNC-7) dan European Society of Hypertension/European Society of

Cardiology (ESH/ESC).
Untuk dapat mendiagnosis individu hipertensi dibutuhkan minimal

tiga kali pengukuran tekanan darah yang terpisah dalam 2 kali

kunjungan. Sehingga diharapkan semakin dini diagnosis ditegakkan maka

komplikasi yang mungkin terjadi dapat diminimalisasi. Komplikasi yang

dapat terjadi pada lansia karena hipertensi seperti penyakit

cerebrovaskuler, demensia, lesi pada retina, Chronic Artery

Disease (CAD) dan Chronic Kidney Disease (CKD).


Maka dari itu ESH/ESC menyatakan kerusakan organ subklinis

merupakan komponen yang sangat penting, karena perubahan

asimptomatis sistem kardiovaskuler dan ginjal untuk kedepannya

menghubungkan hipertensi dengan kejadian kardiovaskuler dan kematian.


Penilaian kembali pada beberapa penelitian yang telah dilakukan

menemukan bahwa tidak ada pasien lansia dengan hipertensi tingkat satu

yang diikutkan dalam penelitian tersebut


VII. Penatalaksanaan
Terapi yang disarankan pada lansia mirip dengan terapi pada orang

dewasa yang lebih muda yaitu menurunkan tekanan sistol dibawah 140

mmHg. Panduan penanganan hipertensi pada lansia sangat sedikit

walaupun risikonya terhadap lansia telah diketahui secara jelas.


Beberapa meta-analisis dalam penanganan yang tepat pada pasien

lansia di atas umur 70 tahun dan 80 tahun berhasil mengurangi angka

mortalitas pada lansia. Namun dapat pula terjadi hipertensi darurat yang

menyebabkan kerusakan organ akut. Pada hipertensi darurat, tidak

disarankan untuk menurunkan tekanan darah karena dapat berdampak

buruk dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu penatalaksanaan

untuk penyakit hipertensi dapat digolongkan menjadi dua yaitu :

1. Penatalaksanaan Farmakologis

Prinsip umum dari penatalaksanaan

farmakologis adalah dengan memilih obat

golongan antihipertensi yang tepat pada lansia serta perlu

memerhatikan hal-hal penting seperti indikasi, dosis awal,

dan urutan pemberian obat golongan antihipertensi agar efektif .

Beberapa obat golongan antihipertensi menurut penelitian yang dilakukan

oleh JNC-7 menyarankan bahwa terapi untuk hipertensi pada lansia dapat

menggunakan diuretic thiazide sebagai pengobatan awal ataupun

mengkombinasikannya dengan golongan antihipertensi lainnya.

Pengobatan diureticthiazide memberikan efek reabsorbsi kalsium sehingga

dapat mencegah terbentuknya batu ginjal dan memberikan proteksi pada tulang.

Namun diuretic thiazide memiliki efek samping dalam metabolisme tubuh.

Beberapa penelitian tetap menyarankan pengobatan diuretic thiazide adalah

golongan antihipertensi yang paling unggul digunakan dalam mengatasi hipertensi

pada lansia .
Selain itu, Angiotensin Converting Enzim Inhibitor (ACEI) juga dapat

disarankan dalam terapi hipertensi bila terdapat indikasi seperti diabetes, post

infark myokard, atau penyakit kronis lainnya. Namun perlu

dilakukan monitoring pada bulan pertama terapi mengingat adanya efek samping

yang ditimbulkan ACEI.

Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) dapat digunakan sebagai alternatif

pada pasien hipertensi dengan indikasi diabetes melitus dan tidak toleransi

terhadap ACEI. Namun kegunaan Beta-blocker ini sebagai lini pertama

pengobatan pasien hipertensi diragukan. Beberapa penelitian juga

mengungkapkanBeta-blocker bukan lagi pilihan utama dalam mengobati

hipertensi, karena memiliki efek samping yang dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu

hasil dari pemblokiran Beta adrenergic resptor dan juga yang bukan hasil dari

pemblokiran reseptor tersebut.

Secara umum pengobatan hipertensi pada lansia juga dapat menggunakan

kalsium bloker dan dapat ditoleransi secara baik dan memiliki prognosis yang

lebih baik pula. Aliskiren merupakan inhibitor renin yang bekerja secara langsung

yang digunakan untuk mengobati hipertensi.

Aliskiren dapat dikombinasikan dengan Hydrochlorotiazid (HCTZ)

atau amlodipine. Namun tidak disarankan bila terjadi kontraindikasi yaitu bila

dikombinasikan dengan ACEI ataupun ARB.Aldosteron reseptor antagonis

berperan dalam meminimalisasi risiko kerusakan organ pada pasien hipertensi,

namun juga perlu diperhatikan efek sampingnya.


Obat yang bekerja pada sentral seperticlonidine dan reserpine dapat

digunakan sebagai antihipertensi, namun obat golongan ini harus diberikan

sebagai monoterapi mengingat tingginya insiden efek samping yang diakibatkan

dari masing-masing obat.

Hydralazine dan minoxidil dapat digunakan sebagai vasodilator lpada

hipertensi yang bekerja langsung, namun menyebabkan banyak efek

samping .Doxazosin sebagai agen alpha adrenergic blocking yang digunakan

untuk mengobati hipertropi prostat tidak disarankan untuk dijadikan pengobatan

hipertensi karena dapat meningkatkan risiko Heart Failure (HF), stroke,

dan angina pectoris .

Beberapa penelitian menyarankan kombinasi dari dua golongan obat

antihipertensi baik digunakan untuk menangani pasien lansia yang hipertensi

dengan tekanan darah awal yang tinggi ataupun dengan risiko kardiovaskuler

yang tinggi karena dapat meningkatkan efikasi, mengurangi efek samping, dan

memberikan efek proteksi pada organ yang berisiko untuk rusak .

2. Penatalaksanaan Non-Farmakologis

Penatalaksanaan secara non-farmakologis sering

dilakukan pada pasien lansia dengan hipertensi, yaitu

dengan merubah gaya hidup, namun hanya untuk

mencegah dan mengobati hipertensi yang ringan (Lionakis et al,

2012).

VIII. Komplikasi
Hipertensi pada lansia sangat erat hubungannya dengan kematian

dan membutuhkan usaha keras untuk meningkatkan kesadaran akan


pencegahan dan perawatannya. Prevalensi penderita hipertensi meningkat

seiring meningkatnya populasi lansia di dunia.


Nilai tekanan darah yang tergolong dalam kondisi hipertensi adalah

140 mmHg untuk sistolik dan 90 mmHg untuk diastolik. Salah satu

penelitian yang dikembangkan di Amerika, Eropa, Cina dan Tunisia

membuktikan bahwa terapi antihipertensi sedini mungkin dapat

memberikan manfaat kesehatan bagi lansia terutama mereka yang berusia

di atas 80 tahun.
Manfaat kesehatan yang didapat dari pengobatan antihipertensi

pada lansia berkaitan dengan resiko seperti stroke, serangan jantung, gagal

jantung hingga kematian. Resiko stroke dapat turun sebesar 28% dan

resiko komplikasi penyakit jantung dapat turun hingga 15% dengan

pengobatan antihipertensi pada lansia.


Pemeriksaan tekanan darah secara rutin dan terapi antihipertensi

yang terbaik adalah dengan mentargetkan penurunan tekanan darah hingga

mencapai 150 mmHg. Salah satu penemuan tentang hubungan antara

hipertensi pada lansia dengan kematian menyebutkan bahwa lansia yang

memiliki kecepatan berjalan tinggi ( 0,8 m/s) memiliki resiko lebih tinggi

daripada mereka yang memiliki kecepatan berjalan yang rendah (Beckett,

dkk., 2012 ; Michelle, dkk., 2012).


IX. Pencegahan
Menurut National Institute of Health, mengusahakan tensi agar normal

dapat dilakukan dengan hal-hal seperti ini:


1. Menurunkan berat badan (BB) berlebih: setiap 10 kg penurunan

berat badan dapat menurunkan tekanan darah sebesar 5-20 mmHg


2. Aktivitas fisik yang rutin: menurunkan 4-9 mmHg
3. Mengurangi konsumsi alkohol (membatasi dalam jumlah normal

cenderung rendah): menurunkan 2-4 mmHg


X. Pembahasan

Berdasarkan hasil observasi pemeriksaan pada pasien, didapatkan gejala

dan riwayat hipertensi yang telah lama dikeluhkan oleh pasien dan menjalani

pengobatan dan pemeriksaan rutin yang merupakan salah satu program pelayanan

Puskesmas Kec. Mandai. Dari hasil wawancara yang kami lakukan di rumah

pasien, ada beberapa faktor pencetus yang menyebabkan tingginya tekanan darah

pasien selain faktor resiko usia yang dimilikinya. Yakni pasien sering

mengkonsumsi makanan tinggi garam.

Di Indonesia, hampir 90 persen penderita hipertensi (tekanan darah tinggi)

masuk dalam kategori primer. Artinya, penyakit tersebut amat dipengaruhi oleh

faktor makanan yang banyak dibubuhi garam. Diet rendah garam sejak dini

membantu mencegah terkena risiko hipertensi.

Hipertensi adalah keadaan dimana darah yang mengalir dalam pembuluh

darah lebih cepat dan keras dari yang seharusnya.Tekanan keras pada pembuluh

yang sebenarnya tidak diperlukan akan membuat pembuluh darah melemah.

Garam dalam jumlah yang normal memang diperlukan tubuh untuk menahan

cairan agar ketika dalam cuaca panas atau selepas berolahraga, tubuh dapat

mengeluarkan keringat.

Namun, dalam kasus lain jika garam yang dikonsumsi berlebihan, ginjal

yang bertugas untuk mengolah garam akan menahan cairan lebih banyak daripada

yang seharusnya di dalam tubuh.Banyaknya cairan yang tertahan menyebabkan


peningkatan pada volume darah seseorang atau dengan kata lain pembuluh darah

membawa lebih banyak cairan.Beban ekstra yang dibawa oleh pembuluh darah

inilah yang menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra yakni adanya

peningkatan tekanan darah di dalam dinding pembuluh darah.

Pada penderita hipertensi dimana tekanan darah tinggi > 160 /gram

mmHg, selain pemberian obat-obatan anti hipertensi perlu terapi dietetik dan

merubah gaya hidup. Tujuan dari penatalaksanaan diet adalah untuk membantu

menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah menuju normal.

Disamping itu, diet juga ditujukan untuk menurunkan faktor risiko lain seperti

berat badan yang berlebih, tingginya kadar lemak kolesterol dan asam urat dalam

darah. Harus diperhatikan pula penyakit degeneratif lain yang menyertai darah

tinggi seperti jantung, ginjal dan diabetes mellitus.

XI. Dokumentasi
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & Suddart, (1996). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.

Jakarta: EGC
2. Lionakis, N., Mendrinos, D., Sanidas, E., Favatas, G., & Maria, G. (2012).

Hypertension in the elderly. World Journal of Cardiology , 4, 135-

147. (Diaksespadatanggal 29 November 2016)


3. Beckett N., dkk. (2012) Immediate and late benefits of treating very

elderly people with hypertension: results from active treatment extention

to hypertension in the very elderly Randomized Control

Trial. BMJ 2012:344.


4. Allen, M., Kelly, K., & Fleming, I. (2013). Hypertension in elderly

patients. Canadian Family Phsycian , 59, 19-21. (Diaksespadatanggal 29

November 2016)
5. Prince, Loraine M. Wilson, (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses

Penyakit, edisi 4.Jakarta: EGC


6. Corwin, J. Elizabeth, (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai