Anda di halaman 1dari 23

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Gastritis

2.1.1. Definisi

Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti

inflamasi/peradangan. Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung.

Menurut Hirlan dalam Suyono (2006), gastritis adalah proses inflamasi pada

lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme

protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Gastritis

merupakan inflamasi dari mukosa lambung klinis berdasarkan pemeriksaan

endoskopi ditemukan eritema mukosa, kerapuhan bila trauma yang ringan saja

sudah terjadi perdarahan (Hadi, 2002).

Penyebab asam lambung tinggi antara lain : aktivitas padat sehingga telat

makan, stress tinggi yang berimbas pada produksi asam lambung berlebih. Faktor

lain yaitu infeksi kuman (e-colli, salmonella atau virus), pengaruh obat-obatan,

konsumsi alkohol berlebih (Purnomo, 2009). Secara hispatologi dapat dibuktikan

dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Lindseth dalam Prince

(2005), gastritis adalah suatu peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang

dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Gastritis merupakan suatu

peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet,

misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu
berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks

empedu atau terapi radiasi (Brunner, 2006).

Secara garis besar, gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam

berdasarkan pada manifestasi klinis, gambaran hispatologi yang khas, distribusi

anatomi, dan kemungkinan patogenesis gastritis. Didasarkan pada manifestasi

klinis, gastritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Harus diingat, bahwa

walaupun dilakukan pembagian menjadi akut dan kronik, tetapi keduanya tidak

saling berhubungan. Gastritis kronik merupakan kelanjutan dari gastritis akut

(Suyono, 2006).

Gejala gastritis atau maag antara lain: tidak nyaman sampai nyeri pada

saluran pencernaan terutama bagian atas, mual, muntah, nyari ulu hati, lambung

merasa penuh, kembung, bersendawa, cepat kenyang, perut keroncongan dan

sering kentut serta timbulnya luka pada dinding lambung. Gejala ini bisa menjadi

akut, berulang dan kronis. Disebut kronis bila gejala itu berlangsung lebih dari

satu bulan terus-menerus dan gstritis ini dapat ditangani sejak awal yaitu:

mengkonsumsi makanan lunak dalam porsi kecil, berhenti mengkonsumsi

makanan pedas dan asam, berhenti merokok serta minuman beralkohol dan jika

memang diperlukan dapat minum antasida sekitar setengah jam sebelum makan

atau sewaktu makan (Misnadiarly, 2009).

Lambung sering disebut sebagai maag yang berfungsi untuk menampung

makanan. Sakit maag sering dihubungkan dengan faktor stress dan makan yang

tidak teratur. Keadaan stress memang bikin makan tidak teratur. Orang masih

percaya bahwa penyakit maag disebabkan oleh stress. Keadaan stres


menyebabkan produksi cairan asam lambung meningkat sehingga tegang

oleh cairan asam lambung. Cairan asam lambung ini bisa mengikis dinding

lambung sehingga luka dan terasa perih bila terkena bahan asam. Bila

luka lambung semakin meluas, berisiko melukai pembuluh darah dan terjadi

perdarahan yang dimuntahkan sebagai muntah darah. Hati-hatilah jangan stress

berkepanjangan, tidak ada gunanya dan makanlah secara teratur. Makanan

dari lambung akan disalurkan ke usus untuk dicerna kemudian diserap dan

masuk dalam aliran darah menuju hati (Budiman, 2011).

Gangguan pencernaan diakibatkan oleh kebiasaan pola makan yang

buruk dan stress sehari-hari. Banyak kasus gangguan pencernaan tidak

ditemukan penyebabnya secara organik dengan adanya luka atau kerusakan

pada organ. Banyak gangguan pencernaan yang dapat teratasi dengan

mengubah gaya hidup dengan mengurangi stress, berhenti merokok,

berolahraga secara rutin dan menjalankan diet yang tepat (Prita, 2010).

2.1.2. Anatomi

Gambar 1.
Anatomi Lambung
www.google.com ( gambar lambung)
Lambung adalah bagian dari saluran pencernaan yang dapat mekar
paling banyak terutama didaerah epigaster, dan sebagian di sebelah kiri
daerah hipokondriak dan umbilikal. Lambung terdiri dari bagian atas fundus
uteri berhubungan dengan osofagus melalui orifisium pilorik, terletak di
bawah diapragma di depan pankreas dan limpa, menempel disebelah kiri
fundus uteri.
Secara anatomis lambung terdiri dari :
1. Fundus Fentrikuli, bagian yang menonjol keatas terletak sebelah kiri
osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.
2. Korpus Ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian
bawah kurvantura minor.
3. Antrum Pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang
tebal membentuk spinter pilorus.
4. Kurvatura Minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari osteum
lkardiak sampai ke pilorus.
5. Kurvatura Mayor, lebih panjang dari pada kurvantura minor terbentang
dari sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus fentrikuli menuju ke kanan
sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro lienalis terbentang dari
bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.
6. Osteum Kardiakum, merupakan tempat dimana osofagus bagian abdomen
masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik(Setiadi,
2007).
Lambung terletak dibawah diafragma didepan pankreas dan limfa
menempel pada sebelah kiri fundus. Kedua ujung lambung dilindungi
oleh sfingter yang mengatur pemasukan dan pengeluaran. Sfingter kardia
atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk kedalam
lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus
kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal
dengan nama daerah kardia. Di saat sfingter pilorikum berelaksasi
makanan masuk ke dalam duodenum dan ketika berkontraksi sfingter ini
akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus halus ke dalam lambung.
Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat
mengalami stenosis ( penyempitan pilorus yang menyumbat ) sebagai
komplikasi dari penyakit tukak lambung. Stenosis pilorus atau
pilorospasme terjadi bila serat-serat otot disekelilingnya mengalami
hipertropi atau spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi untuk
mengalirkan makanan dari lambung ke dalam duodenum.
Lambung terdiri atas empat bagian yaitu :
a. Tunika serosa atau lapisan luar
Merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan
peritonium viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan
duodenum dan terus memanjang kearah hati, membentuk omentum
minus. Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ menuju ke
organ lain disebut sebagai ligamentum. Omentum minor terdiri
atas ligamentum hepatogastrikum dan hepatoduodenalis ,
menyokong lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati.
Pada kurvatura mayor, peritonium terus ke bawah membentuk
omentum mayus, yang menutupi usus halus dari depan seperti
apron besar. Sakus omentum minus adalah tempat yang sering
terjadi penimbunan cairan ( pseudokista pankreatikum ) akibat
komplikasi pankreatitis akut.
b. Lapisan berotot ( Muskularis )
Tersusun dari tiga lapis otot polos yaitu :
1) Lapisan longitudinal, yang paling luar terbentang dari esofagus
ke bawah dan terutama melewati kurvatura minor dan mayor.
2) Lapisan otot sirkuler, yang ditengah merupakan lapisan yang
paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk otot
sfingter dan berada dibawah lapisan pertama.
3) Lapisan oblik, lapisan yang paling dalam merupakan lanjutan
lapisan otot sirkuler esofagus dan paling tebal pada daerah
fundus dan terbentang sampai pilorus.
c. Lapisan submukosa
Terdiri dari jaringan areolar jarang yang menghubungkan lapisan
mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan
mukosa bergerak bersama gerakan peristaltik. Lapisan ini
mengandung pleksus saraf dan saluran limfe.
d. Lapisan mukosa
Lapisan dalam lambung tersusun dari lipatan-lipatan
longitudinal yang disebut rugae. Ada beberapa tipe kelenjar pada
lapisan ini yaitu :
1) Kelenjar kardia, berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini
mensekresikan mukus.
2) Kelenjar fundus atau gastrik, terletak di fundus dan pada
hampir seluruh korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga
tipe utama sel yaitu :
a) Sel-sel zimogenik atau chief cell, mensekresikan
pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam.
b) Sel-sel parietal, mensekresikan asam hidroklorida dan
faktor instrinsik. Faktor instrinsik diperlukan untuk
absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan
faktor instrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa.
c) Sel-sel mukus ( leher ), di temukan di leher fundus atau
kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus.
Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada
daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar
gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan
pepsinogen. Substansi lain yang di sekresikan oleh lambung
enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium,
kalium, dan klorida(Price, 2005).
Struktur syaraf penyokong lambung :Persyarafan
lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk
lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui
saraf vagus. Trunkus vagus mencabangkan ramus gastrik, pilorik,
hepatik, dan seliaka.
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splangnikus
major dan ganglia seliakum. Serabut-serabut eferen
menghantarkan impuls nyeri yang di rangsang oleh peregangan,
kontraksi otot dan peradangan, dan di rasakan di daerah
epigastrium. Serabut-serabut eferen simpatis menghambat
pergerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentenikus (
auerbach ) dan submukosa ( meissner ) membentuk persarafan
intrinsik dinding lambung dan mengkoordinasi aktivitas motorik
dan sekresi mukosa lambung.Komponen vaskularisasi pada
lambung : Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas ( serta
hati, empedu dan limfa ) terutama berasal dari arteri seliaka atau
trunkus seliaka, yang mempercabangkan cabang-cabang yang
ensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang
penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan arteria
pankreatikoduodenalis ( retroduodenalis ) yang berjalan sepanjang
bulbus posterior duodenum. Tukak dinding posterior duodenum
dapat mengerosi arteri ini dan menyebabkan perdarahan. Darah
vena dari lambung dan duodenum, serta yang berasal dari
pankreas, limpa dan bagian lain saluran cerna berjalan ke hati
melalui vena porta(Price, 2005).

2.1.3. Fisiologi
Saluran gastrointestinal (GI) merupakan serangkaian organ muskular
berongga yang dilapisi oleh membran mukosa (selaput lendir). Tujuan kerja
organ ini adalah mengabsorbsi cairan dan nutrisi, menyiapkan makanan untuk
diabsorbsi dan digunakan oleh sel-sel tubuh, serta menyediakan tempat
penyimpanan feses sementara. Saluran GI mengabsorbsi dalam jumlah besar
sehingga fungsi utama sistem GI adalah membuat keseimbangan cairan,
selain menelan cairan dan makanan, saluran GI juga menerima banyak sekresi
dari organ-organ, seperti kandung empedu dan pankreas. Setiap kondisi yang
serius mengganggu absorbsi atau sekresi normal cairan GI, dapat
menyebabkan ketidakseimbangan cairan.
Lambung
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling
banyak terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas
fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik,
terletak di bawah diafragmadi depan pankreas dan limpa, menempel di
sebelah kiri fundus uteri.
Getah cerna lambung yang dihasilkan antara lain:
a) Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino
(albumin dan pepton)
b) Asam garam (HCI), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai
antiseptik dan desinfektan dan membuat suasana asam pada
pepsinogen sehingga menjadi pepsin.
c) Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan
membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu)
d) Lapisan lambung, jumlahnya sedikit yang memecah lemak
menjadi asam lemak yang merangsang getah lambung.

Digesti dalam lambung diantaranya :


a) Digesti protein, pepsinogen yang dieksresi oleh sel chief diubah
menjadi pepsin oleh asam klorida yang disekresi oleh sel parietal.
Pepsin menghidrolisis protein menjadi polipeptida. Dan pepsin
adalah enzim yang hanya bekerja dengan PH dibawah 5
b) Lemak, enzim lipase yang disekresi oleh sel chief menghidrolisis
lemak susu menjadi asam lemak dan gliserol, tetapi aktivitasnya
terbatas dalam kadar PH yang rendah.
c) Karbohidrat, enzim amilase dalam saliva yang menghidrolisis zat
tepung bekerja pada PH netral. Enzim ini terbawa bersama bolus
dan tetap bekerja dalam lambung sampai asiditas lambung
menembus bolus. Lambung tidak mensekresi enzim untuk
mencerna karbohidrat.
Didalam lambung, makanan disimpan untuk sementara dan secara
mekanis dan kimiawi dipecah untuk dicerna dan di absorbsi. Lambung
menyekresi asam hidroklorida (HCI), leher, enzim pepsin, dan faktor
intrinsik. Konsentrasi HCI mempengaruhi keasaman lambung dan
keseimbanga asam-basa tubuh. HCI membantu mencampur dan
memecah makanan di lambung. Lendir melindungi mukosa lambung
dari keasaman dan aktifitas enzim. Pepsin mencerna protein, walaupun
tidak banyak pencernaan yang berlangsung dilambung. Faktor intrinsik
adalah komponen penting yang di butuhkan untuk absorbsi vitamin B12
didalam usus dan selanjutnya untuk pembentukan sel darah merah normal.
Kekurangan faktor intrinsik ini mengakibatkan anemia pernisiosa.Sebelum
makanan meninggalkan lambung, makanan diubah menjadi makanan
semicair yang disebut kimus. Kimus lebih mudah dicerna dan diabsorbsi
dari pada makanan padat. Klien yang sebagian lambungnya diangkat atau
yang memiliki pengosongan lambung yang cepat (seperti pada gastritis)
dapat mengalami masalahpencernaan yang serius karena makanan tidak
dipecah menjadi kimus(Potter, 2005)

3.1.2 Klasifikasi Gastritis

A. Gastritis Akut

Gastritis akut merupakan peradangan pada mukosa lambung yang

menyebabkan erosi dan perdarahan mukosa lambung akibat terpapar pada zat

iritan. Erosi tidak mengenai lapisan otot lambung. Gastritis akut suatu penyakit
yang sering ditemukan dan biasanya bersifat jinak dan sembuh sempurna

(Suratum, 2010). Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus

merupakan penyakit yang ringan. Penyebab terberat dari gastritis akut adalah

makanan yang bersifat asam atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa

menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi akibat

obstruksi pylorus (Brunner, 2006).

Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk

penyakit yang berat adalah gastritis erosif atau gastritis hemoragik. Disebut

gastritis hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa

lambung dalam berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti hilangnya

kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada

mukosa lambung tersebut (Suyono, 2006).

a. Gastritis Akut Erosif

Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung

yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Disebut erosi apabila kerusakan

yang terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai

di klinik, sebagai akibat efek samping dari pemakaian obat, sebagai penyulit

penyakit-penyakit lain atau karena sebab yang tidak diketahui. Perjalanan

penyakit ini biasanya ringan, walaupun demikian kadang-kadang dapat

menyebabkan kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran cerna bagian atas.

Penderita gastritis akut erosif yang tidak mengalami pendarahan sering

diagnosisnya tidak tercapai.


Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan khusus yang sering

dirasakan tidak sesuai dengan keluhan penderita yang ringan saja. Diagnosis

gastritis akut erosif, ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan

dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung (Suyono, 2006).

Penderita gastritis erosif yang disebabkan oleh bahan toksik atau korosif

dengan etiologi yang dilakukan pada bahan kimia dan bahan korosif antara lain

HCL, H2SO4, HNO3, Alkali, NaOH, KOH dan pemeriksaan klinis dapat

ditemukan antara lain mulut, lidah nampak edema, dyspagia dan nyeri

epigastrium, juga ditemukan tanda yaitu mual, muntah, hipersalivasi,

hiperhidrosis dan diare sampai dehidrasi. Penatalaksanaan secara umum

perhatiakan tanda-tanda vital, respirasi, turgor dan produksi urine serta tentukan

jenis racun untuk mencari anekdote (Misnadiarly, 2009).

b. Gastritis Akut Hemoragik

Ada dua penyebab utama gastritis akut hemoragik. Pertama diperkirakan

karena minum alkohol atau obat lain yang menimbulkan iritasi pada mukosa

gastrik secara berlebihan (aspirin atau NSAID lainnya). Meskipun pendarahan

mungkin cukup berat, tapi pendarahan pada kebanyakan pasien akan berhenti

sendiri secara spontan dan mortalitas cukup rendah. Kedua adalah stress gastritis

yang dialami pasien di Rumah Sakit, stress gastritis dialami pasien yang

mengalami trauma berat berkepanjangan, sepsis terus menerus atau penyakit berat

lainnya (Suyono, 2006).

Erosi stress merupakan lesi hemoragik majemuk pada lambung proksimal

yang timbul dalam keadaan stress fisiologi parah dan tidak berkurang. Berbeda
dengan ulserasi menahun yang biasa pada traktus gastrointestinalis atas, jarang

menembus profunda kedalam mukosa dan tak disertai dengan infiltrasi sel radang

menahun. Tanpa profilaksis efektif, erosi stress akan berlanjut dan bersatu dalam

20% kasus untuk membentuk beberapa ulserasi yang menyebabkan perdarahan

gastrointestinalis atas, yang bisa menyebabkan keparahan dan mengancam

nyawa.

B. Gastritis Kronik

Gastritis Kronik merupakan peradangan bagian mukosa lambung yang

menahun. Gastritis kronik sering dihubungkan dengan ulkus peptik dan karsinoma

lambung tetapi hubungan sebab akibat antara keduanya belum diketahui. Penyakit

gastritis kronik menimpa kepada orang yang mempunyai penyakit gastritis yang

tidak disembuhkan. Awalnya sudah mempunyai penyakit gastritis dan tidak

disembuhkan, maka penyakit gastritis menjadi kronik dan susah untuk

disembuhkan. Gastritis kronik terjadi infiltrasi sel-sel radang pada lamina propria

dan daerah intra epiteil terutama terdiri dari sel-sel radang kronik, yaitu limfosit

dan sel plasma. Gastritis kronis didefenisikan secara histologis sebagai

peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Derajat

ringan pada gastritis kronis adalah gastritis superfisial kronis, yang mengenai

bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang lebih parah juga

mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal ini biasanya

berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia

intestinal.
Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari dua tipe,

yaitu: tipe A yang merupakan gastritis autoimun adanya antibody terhadap sel

parietal yang pada akhirnya dapat menimbulkan atropi mukasa lambung, 95%

pasien dengan anemia pernisiosa dan 60% pasien dengan gastritis atropik kronik.

Biasanya kondisi ini merupakan tendensi terjadinya Ca Lambung pada fundus

atau korpus dan tipe B merupakan gastritis yang terjadi akibat helicobacter pylory

terdapat inflamasi yang difusi pada lapisan mukosa sampai muskularis, sehingga

sering menyebabkan perdarahan dan erosi (Suratum, 2010).

Klasifikasi histologi yang sering digunakan pada gastritis kronik yaitu:

1. Gastritis kronik superficial

Gastritis kronik superfisial suatu inflamasi yang kronis pada permukaan

mukosa lambung. Pada pemeriksaan hispatologis terlihat gambaran adanya

penebalan mukosa sehingga terjadi perubahan yang timbul yaitu infiltrasi limfosit

dan sel plasma dilamina propia juga ditemukan leukosit nukleir polimorf dilamina

profia. Gastritis kronik superfisialis ini merupakan permulaan terjadinya gastritis

kronik.

Seseorang diketahui menderita gastritis superficial setelah diketahui

melalui PA antara lain: hiperemia, eksudasi, edema, penebalan mukosa, sel-sel

limfosit, eosinofil dan sel plasma. Pemeriksaan klinis tidak jelas tetapi pasien

mengalami mual, muntah, pain-foof-pain dan nafsu makan berkurang. Pasien

gastritis superficial disarankan untuk istirahat total, mengkonsumsi makanan

lunak dan simptomatis (Misnadiarly, 2009).


2. Gastritis kronik atrofik.

Gastritik kronik atrofik yaitu sel-sel radang kronik yang menyebar lebih

dalam disertai dengan distorsi dan destruksi sel kelenjar mukosa lebih nyata.

Gastritis atrofik dianggap sebagai kelanjutan gastritis kronik superfisialis.

Seseorang menderita atropi gastritis setelah menjalani PA dan diketahui, antara

lain: mukosa tipis, muskularis atropi, kelanjar-kelenjar menurun dan adanya sel-

sel limfosit.

Pemeriksaan klinis, penderita mengalami epigastrik diskomfort, dyspepsia,

lambung rasanya penuh, nafsu makan menurun, mual, muntah, anemia peniciosa,

defisiensi Fe dan pellagra. Pengobatan yang harus dijalani adalah istirahat total,

mengkonsumsi makan lunak dan mengkonsumsi vitamin B12, Fe, dan liver

ekstrak (Misnadiarly, 2009).

Menurut Misnadiarly (2009) gastritis diklasifikasikan menjadi beberapa

bentuk yaitu:

a. Gastritis gastropati dengan keluhan umum nyeri pada ulu hati, mual,

muntah dan diare. Penyebabnya obat-obatan seperti aspirin, alkohol,

trauma pada lambung seperti pengobatan dengan laser, kelainan pembuluh

darah pada lambung dan luka akibat operasi.

b. Gastritis spesifik yaitu nyeri pada ulu hati, mual dan muntah. Penyebabnya

karena infeksi bakteri, virus, jamur, parasit, nematoda dan adanya penyakit

pada saluran pencernaan. Bila disebabkan oleh toksin biasanya disertai

dengan diare, nyeri perut, badan menjadi panas, menggigil, dan kejang

otot.
c. Gastritis kronis. Keluhan pada gastritis kronis pada umumnya tidak

spesifik berupa perasaan tidak enak pada ulu hati yang disertai mual,

muntah dan perasaan penuh dihati. Penyebabnya antara lain: infeksi

C.Pylori, gastropati reaktif, autoimun, adanya tumor pada lambung dan

faktor stress.

2.1.3 Tanda dan Gejala Gastritis

a. Tanda dan gejala Gastritis Akut

Gejala yang paling sering dijumpai pada penderita penyakit gastritis adalah

keluhan nyeri, mulas, rasa tidak nyaman pada perut, mual, muntah, kembung,

sering platus, cepat kenyang, rasa penuh di dalam perut, rasa panas seperti

terbakar dan sering sendawa ( Puspadewi, 2012)

b. Tanda dan Gejala Gastritis Kronis

1. Gastritis sel plasma

3. Nyeri yang menetap pada daerah epigastrium

4. Mausea sampai muntah empedu

5. Dyspepsia

6. Anorreksia

7. Berat badan menurun

8. Keluhan yang berhubungan dengan anemia

2.1.4 Penyebab Gastritis:

a. Makan tidak teratur atau terlambat makan. Biasanya menunggu lapar dulu,

baru makan dan saat makan langsung makan terlalu banyak.


b. Bisa juga disebabkan oleh bakteri bernama Helicobacter pylori. Bakteri

tersebut hidup di bawah lapisan selaput lendir dinding bagian dalam lamung.

Fungsi lapisan lendir sendiri adalah untuk melinudngi kerusakan dinding

lambung akibat produksi asam lambung. Infeksi yangt diakibatkan bakteri

Helicobacter menyebabkan peradangan pada dinding lambung yang disebut

gastritis (Aziz, 2011).

c. Merokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Oleh karena itu, orang

yang merokok lebih sensitive terhadap gastritis maupun ulser. Merokok juga

akan meningkatkan asam lambung, melambatkan kesembuhan dan

meningkatkan resiko kanker lambung (Yuliarti, 2009).

d. Stress. Hal ini dimungkinkan karena karena system persarafan di otak

berhubungan dengan lambung, sehingga jika seseorang mengalami stress, bisa

muncul kelainan dalam lambungnya. Stress bisa menyebabkan terjadi

perubahan hormonal di dalam tubuh. Perubahan itu akan merangsang sel-sel

dalam lambung yang kemudian memproduksi asam secara berlebihan. Asam

yang berlebihan ini membuat lambung terasa nyeri, perih dan kembung. Lama-

kelamaan hali ini dapat menimbulkan luka di dinding lambung (Sari, 2008).

e. Efek samping obat-obatan tertentu. Konsumsi obat penghilangan rasa nyeri,

seperti obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) misalnya aspirin, ibuproven

(Advil, Motrin dll), juga naproxen (aleve), yang terlalu sering dapat

menyebabkan penyakit gastritis, baik itu gastritis akut maupun kronis (Aziz,

2011).
f. Mengkonsumsi makanan terlalu pedas dan asam. Minum minuman yang

mengandung alkohol dan cafein seperti kopi. Hal itu dapat meningkatkan

produksi asam lambung berlebihan hingga akhirnya terjadi iritasi dan

menurunkan kemampuan fungsi dinding lambung (Suratum, 2010).

g. Alkohol, mengkonsumsi olkohol dapat mengiritasi (merangsang) dan mengikis

permukaan lambung (Suratum, 2010).

h. Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka, lada) menyebabkan

kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema dan pendarahan.

i. Kondisi yang stressful (trauma, luka bakar, kemoterapi dan kerusakan susunan

syaraf pusat) merangsang peningkatan produksi HCl lambung.

j. Asam empedu adalah cairan yang membantu pencernaan lemak. Cairan ini

diproduksi di hati dan dialirkan ke kantong empedu. Ketika keluar dari kantong

empedu akan dialirkan ke usus kecil (duodenum). Secara normal, cincin

pylorus (pada bagian bawah lambung) akan mencegah aliran asam empedu ke

dalam lambung setelah dilepaskan ke duodenum. Namun, apabila cincin

tersebut rusak dan tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik atau

dikeluarkan karena pembedahan maka asam empedu akan mengalir ke

lambung sehingga mengakibatkan peradangan dan gastritis kronis (Suratum,

2010).

i. Serangan terhadap lambung. Sel yang dihasilkan oleh tubuh dapat menyerang

lambung. Kejadian ini dinamakan autoimun gastritis. Kejadian ini memang

jarang terjadi, tetapi bisa terjadi. Autoimun gastritis sering terjadi pada orang

yang terserang penyakit Hashimotos disease, Addisons disease dan diabetes


tipe I. Autoimun gastritis juga berkaitan defisiensi B12 yang dapat

membahayakan tubuh (Aziz, 2011).

Patofisiologi Gastritis

0bat-obatan, alkohol, garam empedu, zat iritan lainnya dapat merusak

mukosa lambung (gastritis erosif). Mukosa lambung berperan penting dalam

melindungi lambung dari autodigesti oleh HCl dan pepsin. Bila mukosa lambung

rusak maka terjadi difusi HCl ke mukosa dan HCl akan merusak mukosa.

Kehadiran HCl di mukosa lambung menstimulasi perubahan pepsinogen menjadi

pepsin. Pepsin merangsang pelepasan histamine dari sel mast. Histamine akan

menyebabkan peningkatan pemeabilitas kapiler sehingga terjadi perpindahan

cairan dari intra sel ke ekstrasel dan meyebabkan edema dan kerusakan kapiler

sehingga timbul perdarahan pada lambung. Lambung dapat melakukan regenerasi

mukosa oleh karena itu gangguan tersebut menghilang dengan sendirinya.

Bila lambung sering terpapar dengan zat iritan maka inflamasi akan terjadi

terus menerus. Jaringan yang meradang akan diisi oleh jaringan fibrin sehingga

lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel mukasa lambung.

Faktor intrinsik yang dihasilkan oleh sel mukosa lambung akan menurun atau

hilang sehingga cobalamin (vitamin B12) tidak dapat diserap diusus halus.

Sementara vitamin B12 ini berperan penting dalam pertumbuhan dan maturasi sel

darah merah. Selain itu dinding lambung menipis rentan terhadap perforasi

lambung dan perdarahan (Suratum, 2010).


2.1.5 Pencegahan dan Penanganan Gastritis

Penyembuhan penyakit gastiritis harus dilakukan dengan memperhatikan

diet makanan yang sesuai. Diet pada penyakit gastritis bertujuan untuk

memberikan makanan dengan jumlah gizi yang cukup, tidak merangsang, dan

dapat mengurangi laju pengeluaran getah lambung, serta menetralkan kelebihan

asam lambung. Secara umum ada pedoman yang harus diperhatikan yaitu :

a. Makan secara teratur. Mulailah makan pagi pada pukul 07.00 Wib. Aturlah

tiga kali makan makanan lengkap dan tiga kali makan makanan ringan.

b. Makan dengan tenang jangan terburu-buru. Kunyah makanan hingga hancur

menjadi butiran lembut untuk meringankan kerja lambung.

c. Makan secukupnya, jangan biarkan perut kosong tetapi jangan makan

berlebihan sehingga perut terasa sangat kenyang.

d. Pilihlah makanan yang lunak atau lembek yang dimasak dengan cara

direbus, disemur atau ditim. Sebaiknya hindari makanan yang digoreng

karena biasanya menjadi keras dan sulit untuk dicerna.

e. Jangan makan makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin karena akan

menimbulkan rangsangan termis. Pilih makanan yang hangat (sesuai

temperatur tubuh).

f. Hindari makanan yang pedas atau asam, jangan menggunakan bumbu yang

merangsang misalnya cabe, merica dan cuka.

g. Jangan minum minuman beralkohol atau minuman keras, kopi atau teh

kental.

h. Hindari rokok
i. Hindari konsumsi obat yang dapat menimbulkan iritasi lambung, misalnya

aspirin, vitamin C dan sebagaianya.

j. Hindari makanan yang berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi

lambung (coklat, keju dan lain-lain).

k. Kelola stres psikologi seefisien mungki (Misnadiarly, 2009).

2.1.6 Diet Penyakit Gastritis/Penyakit Lambung

Diet penyakit gastritis adalah untuk memberikan makanan dan cairan

secukupnya yang tidak memberatkan lambung serta mencegah dan menetralkan

sekresi asam lambung yang berlebihan. Syarat-syarat diet penyakit gastritis

adalah:

a. Mudah dicerna, porsi kecil dan sering diberikan.

b. Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk

menerimanya.

c. Lemak rendah yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan

secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.

d. Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara

bertahap.

e. Cairan cukup, terutama bila ada muntah.

f. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara

termis, mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya tahan terima

perorangan).

g. Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa, umumnya tidak

dianjurkan minum susu terlalu banyak.


h. Makan secara perlahan dilingkungan yang tenang.

i. Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48 jam

untuk memberi istirahat pada lambung.

Toleransi pasien terhadap makanan sangat individual, sehingga perlu

dilakukan penyesuaian, frekuensi makan dan minum susu yang sering pada pasien

tertentu dapat merangsang pengeluaran asam lambung secara berlebihan. Perilaku

makan tertentu dapat menimbulkan gastritis misalnya porsi makan terlalu besar,

makan terlalu cepat atau berbaring/tidur segera setelah makan (Almatsier, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

1. Hirlan (2005). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 Edisi IV. Jakarta. Balai Penerbit

FKUI.
2. Baliwati, F.W (2004). Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta. Penebar Swadaya

Beyer. Dekes RI (2011). Profil Data Kesehatan Indonesia.

http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL-DATA-

KESEHATANINDONESIA-TAHUN 2011.pdf. Diakses tanggal 25 Mei 2013.


3. Prince, Silvia A (2005). Patofisiologi. Jakarta: EGC. (2006). Patofisiologi Konsep

Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.


4. Puspadewi, V.A dan Endang L (2012). Penyakit Maag dan Gangguan

Pencernaan. Yogyakarta. Kanisius. Putri, dkk. 2010. Hubungan Pola Makan

Dengan Timbulnya Gastritis Pada Pasien di Universitas Muhammadiyah Malang

Medical Center (UMC).


5. Rani, Aziz (2011). Buku Ajar Gastroenterologi. Jakarta. Interna Publishing Pusat

ma, dkk (2013). Faktor Resiko Kejadian Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas

Kampili Kabupaten Gowa. (Online)


6. Graha Ilmu. Suyono, S (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Balai

Penerbit FKUI.
7. Suratun, L (2010). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem

Gastrointestinal. Jakarta. Penerbit: Trans Info Media Sulastri, dkk. 2012.

Gambaran Pola Makan Penderita Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Kampar

Kiri Hulu Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar Riau Tahun 2012.
8. Jurnal Gizi Kesehatan Reproduksi dan Epidemiologi, Vol.1 No.2 Desember 2012.

http://jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/article/view/1051/595 Diakses 25

November 2013.

Anda mungkin juga menyukai