Anda di halaman 1dari 23

LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan prototip penyakit autoimun yang ditandai
oleh produksi antibodi terhadap komponen-komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi
klinis yang luas. LES terutama menyerang wanita usia muda dengan insidensi puncak pada usia 15-40
tahun selama masa reproduksi dengan rasio wanita : pria = 5 : 1.
Epidemiologi1
Prevalensi LES di berbagai Negara sangat bervariasi antara 29/100.000 400/100.000. LES
sering ditemukan padaa ras tertentu seperti negro, Cina dan Filipina. Terdapat terdensi familial, faktor
ekonomi dan geografi tidak mempengaruhi distribusi penyakit.
Etiologi1
Etiologi LES masih belum diketahui dengan jelas, tetapi dengan adanya autoantibodi
menunjukkan bahwa kelainan dasar LES adalah kegagalan mekanisme pengaturan yang dalam
keadaan normal mencegah autoimunitas patologis pada individu. Meskipun demikian, terdapat
banyak bukti bahwa patogenesis LES bersifat multifaktorial, dan ini mencakup pengaruh faktor
genetik, lingkungan dan hormonal terhadap respon imun.
Patogenesis1,2
Patogenesis timbulnya LES diawali oleh adanya interaksi antara faktor predisposisi genetik
dengan lingkungan, faktor hormon seks dan faktor sistem neuroendokrin. Interaksi faktor-faktor ini
akan mempengaruhi dan mengakibatkan terjadinya respon imun yang menimbulkan peningkatan
aktifitas sel T dan sel B, sehingga terjadi peningkatan auto-antibodi. Sebagian dari antibodi ini akan
membentuk kompleks imun bersama dngan nukleosom (DNA-histon), kromatin, C1q, ubiquitin dan
ribosom yang kemudian akan membuat deposit sehingga terjadi kerusakan jaringan. Perisiwa ini
menyebabkan aktifasi komplemen yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya reaksi radang.
Reaksi radang ini yang dapat menyebabkan timbulnya gejala dan keluhan pada organ atau tempat
bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, plekksus koroideus dan sebagainya.
Klinis1,2,3
1. Gejala konstitusional : demam, malaise, anoreksia, penurunan berat badan, rambut rontok dan
sakit kepala.
2. Muskuloskeletal : artralgia, mialgia dan poliartritis nonerosif.
3. Kulit : butterfly rash, ruam diskoid, ulkus mulut, alopesia dan ruam vaskulitis.
4. Hematologi : anemia, leukopenia, trombositopenia, limpadenopati dan splenomegali.
5. Ginjal : proteinuria, sindroma nefrotik dan gagal ginjal.
6. Kadiopulmoner : pleuritis, pneumonia, efusi pleura, perikarditis, miokarditis, endokarditis,
penyakit arteri koroner.
7. Gastrointestinal : nonspesifik seperti anoreksia, nyeri perut, diare dan ganguan enzim hati.

1
8. Sistem saraf pusat : disfungsi kognitif, gangguan mood, pusing, kejang.
9. Mata : konjungtivitis, episklreritis, sindroma sikka.

Diagnosis(1,2, 3)
Kriteria diagnosis didasarkan pada ARA yang diperbaharui 1997, jika dalam satu periode
ditemukan 4 dari 11 kriteria berikut :
1. Ruam malar.
2. Ruam diskoid.
3. Fotosensitifitas.
4. Ulserasi mulut.
5. Artritis nonerosif.
6. Pleuritis atau perikarditis.
7. Gangguan ginjal : proteinuri menetap > 0,5 g/hari atau cetakan seluler.
8. Gangguan neurologi : kejang-kejang atau psikosis.
9. Gangguan hematologi : anemia hemolitik dengan retikulosis atau leukopenia atau
trombositopenia
10. Gangguan imunologi : sel LE (+), anti DNA (+) atau tes positif palsu sifilis.
11. Antibodi antinuclear positif.
Diagnosis ditegakkan bila pada satu periode pengamatan ditemukan 4 kriteria atau lebih
dari 11 kriteria diatas secara bersamaan. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya
ANA positif, maka sangat mungkin LES. Bila hasil tes ANA negatif maka kemungkinan
bukan LES. Apabila hanya tes ANA positif dan gejala lain tidak ada, maka bukan LES.
Penatalaksanaan(1,2)
1. Edukasi dan konseling.
Penjelasan tentang LES dan penyebabnya, tipe dari penyakit dengan berbagai gejala klinik,
keterkaitan masalah fisik terutama terkait dengan pemakaian steroid.
2. Latihan / program rehabilitasi.
3. Mediakamentosa.
a. Glukokortikoid.
Prednison 1 mg/kg BB/hari atau metilprednisolon IV sampai 1 g/hari.
b. Imunnosupresan atau sitotoksik.
Azatioprin, siklofosfamid, metotreksat, klorambusil dan siklosporin.
c. Obat anti malaria
Klorokuin atau metilklorokuin dengan dosis 200 500 mg/hari.
d. Imunosupresif.

2
NEFRITIS LUPUS

Nefritis Lupus (NL) adalah salah satu komplikasi serius dari LES yang cukup sering
ditemukan, prevalensinya antara 31 65%, orang Asia dan kulit hitam lebih sering mengalami nefritis
dibandingkan ras lainnya.
Patogenesis Nefritis Lupus(7)
Dengan ditemukannya deposit kompleks imun dan fragmen komplemen pada biopsi
mengindikasikan bahwa Nefritis Lupus terjadi akibat respon imunologik yang didorong oleh auto-
antigen (autoantigen-driven immune response).
Gambaran Histopatologi (4,5)
Gambaran histopatologi mempunyai hubungan yang erat dengan gejala klinis yang ditemukan
pada pemeriksaan dan juga berperan dalam konfirmasi diagnosis, penanganan dan mengetahui
prognostik, karena itu biopsy ginjal sebaiknya dilakukan pada NL.
Gejala Klinis (5,6)
Gejala klinis yang ditemukan merupakan kombinasi dari manifestasi ginjal sendiri dan
kelainan diluar ginjal seperti gangguan sistem saraf pusat, sistem hematologi, persendian dan lainnya.
Manifestasi ginjal berupa proteinuria didapat pada semua pasien, sindroma nefrotik 45 65%,
hematuria mikroskopik pada 80%, gangguan tubular 60 80%, hipertensi 15 50%, penurunan
fungsi ginjal 40 80%. Gambaran klinik yang ringan dapat berubah menjadi bentuk yang berat dalam
perjalanan penyakitnya. Beberapa factor yang dihubungkan dengan perburukan NL antara lain ras
kulit hitam, hematokrit < 26%, kreatinin serum > 2,6% dan kadar C3 < 76 mg/dt.
Klasifikasi Nefritis Lupus (WHO, 2003)(5)
Klas Deskripsi.
I Glomerulus normal (dengan pemeriksaan mikroskop cahaya, imunofluoresen, mikroskop
elektron).
II Perubahan pada mesangial
a. normal dengan mikroskop cahaya, deposit pada mesangial dengan imunofluoresen dan atau
mikroskop cahaya.
b. hiperselularitas mesangial dan terdapat deposit pada imunofluoresen dan atau mikroskop
elektron.
III Fokal segmenta glomerulonefritis
a. lesi nekrotik aktif
b. lesi sklerotik aktif.
c. lesi sklerotik.
IV Glomerulonefritis difus.
a. tanpa lesi segmental.
b. dengan lesi nekrotik aktif.

3
c. dengan lesi aktif dan sklerotik.
d. dengan lesi sklerotik.
V a. glomerulonefritis membranosa murni
b. berhubungan dengan lesi klas II (a atau b).
VI Glomerulonefritis sklerotik lanjut.
Gejala Klinik dari masing-masing klas nefritis(8)

Klasifikasi Proteinuria Hematuria Gejaka Klinik Sindroma Fungsi


Hipertensi Nefrotik Ginjal
I + - - - N
II a + - - - N
II b + + - - N
III ++ ++ + + N atau
IV ++ +++ ++ ++
V ++ + ++ N atau
VI + lambat

Pengobatan(4,9)
Prinsip dasar pengobatan adalah untuk memperbaiki fungsi ginjal atau setidaknya
mempertahankan fungsi ginjal agar tidak bertambah buruk, perlu pula perhatikan efek samping obat
karena pengobatan NL relatif lama.
Klas Deskripsi
I Tidak memerlukan pengobatan spesifik, pengobatan lebih ditujukan pada gejala
ekstrarenal
II Jika tidak disertai proteinuria yang tidak bermakna ( > 1 g/hari ) dan sedimen urin yang
aktif tidak memerlukan pengobatan.
Proteinuria (>1 g/hari ), anti dsDNA yang tinggi, hematuria, dan C3 rendah diberikan
pengobatan prednisone 0,5 1 mg/kg BB/hari selama 6 12 minggu, kemudian
diturunkan perlahan-lahan ( 5 10 mg ) tiap 1 3 minggu.
III & IV Kombinasi steroid dosis rendah yaitu prednisone 0,5 mg/kg/hari selama 4 minggu yang
kemudian diturunkan perlahan-lahan sampai dosis minimal bisa remisi tapering off, bila
dosis mencapai 10 15 mg/hari pertahankan selama 2 tahun, dan siklofosfamid 750 mg/m
tiap bulan selama 6 bulan kemudian setiap 3 bulan selama 2 tahun dengan dosis yang sama
setiap pemberian.
Obat lain yang bisa digunakan :
Azatioprin 2 mg/kg, digunakan untuk menghindari efek samping siklofosfamid, juga aman
pada wanita hamil.

4
Siklosporin 5 mg/kg yang kemudian diturunkan menjadi 2,5 mg/kg setelah 6 bulan.
Mikofenolat mofetil 0,5 2 gram/hari, khususnya bila siklofosfamid tak berhasil.
V Prednison 1 mg/kg/hari selama 6 12 minggu.
VI Pengobatan lebih difokuskan pada ekstrarenal.
Monitoring respon pengobatan(6)
Terapi yang efektif dihubungkan dengan berkurangnya manifestasi inflamasi berkurangnya
gejala ekstrarenal, membaiknya kadar C3 dan C4 dan titer anti dsDNA, aktivitas sedimen urin
berkurang, membaiknya fungsi ginjal dan berkurangnya proteinuria.
Prognosis(5)
Pada klas I dan II tidak terjadi penurunan fungsi ginjal sehingga prognosisnya bagus. Klas III
dan IV hampir seluruhnya menimbulkan penurunan fungsi ginjal. Pada klas III yang keterlibatan
glomerulus < 50% akan memberikan prognosis yang lebih baik dibandingkan yang keterlibatan
glomerulusnya lebih dari 50%, dimana prognosisnya menyerupai klas IV yaitu jelek. Klas V dengan
prognosis yang lebih baik seperti klas II

DISLIPIDEMIA

Definisi(11)
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun
penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar
kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida, serta penurunan HDL.
Klasifikasi(11)
A. Klasifikasi Fenotipik
a. Klasifikasi EAS (European Atherosclerosis Society) yaitu hiperkolesterolemia, dislipidemia
campuran, dan hipertrigliseridemia.
b. Klasifikasi WHO
Fredrickson Klasifikasi Generik Klasifikasi terapeutik Peningkatan
Lipoprotein
I Dislipidemia Hipertrigliseridemia eksogen Kilomikron
II a Hiperkolesterolemia Hiperkolesterolemia LDL
II b Dislipidemia Hipertrigliseridemia endogen + LDL +
kombinasi Dislipidemia kombinasi VLDL
III.Partikel Remnan Dislipidemia Hipertrigliseridemia Partikel-
Dislipidemia remnant endogen
kombinasi
IV Dislipidemia Hipertrigliseridemia endogen VLDL
endogen
V Dislipidemia Hipertrigliseridemia endogen VLDL +
campuran kilomikron

B. Klasifikasi Patogenik

5
a. Dislipidemia primer
b. Dislipidemia sekunder : akibat suatu penyakit lain, misalnya hipotiroidisme, sindroma nefrotik,
diabetes mellitus dan lain-lain

Dislipidemia Autoimun(11)
Dislipidemia ini dapat terjadi karena mekanisme autoimun seperti penyakit-penyakit
myeloma multiple, LES, penyakit Graves dan purpura trombositopenik serta idiopatik. Disini terjadi
pembentukan antibodi yang mengikat dan mengubah fungsi enzim lipolitik (seperti LDL), apoprotein
dan reseptor.
Pengelolaan Dislipidemia(11)
Upaya non farmakologis :
Perubahan gaya hidup
Pengaturan makan
Latihan jasmani
Upaya farmakologis
Bila terapi non farmakologis telah dilakukan cukup baik selama 3-6 bulan, namun kadar lipid
belum mencapai sasaran, dianjurkan dimulai pemberian obat hipolipidemik.

ILUSTRASI KASUS

6
Telah dirawat pasien perempuan 28 tahun di bangsal penyakit dalam RSUP dr. M.
Djamil Padang , pindahan dari bangsal neurologi sejak tanggal 5 April 2011 sampai dengan
sekarang dengan :
Keluhan utama saat masuk penurunan kesadaran sejak 14 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Penurunan kesadaran sejak 14 jam sebelum masuk rumah sakit.
Kejang sejak 14 jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang terjadi saat perawatan di RS
daerah 8 hari setelah persalinan. Kejang terjadi pada seluruh tubuh. Diawali dengan
kaku dan diikuti dengan renjatan, lama kejang 30 detik. Selama kejang pasien tidak
sadar, lidah tergigit. Setelah kejang pasien tampak lemas dan tertidur, 1 jam kemudian
bangun lagi seperti semula, 8 jam kemudian kejang berulang dengan pola yang
sama. Di IGD pasien diterima oleh dokter obgyn dengan suspek eklampsi dan
dikonsulkan ke bagian neurologi, penyakit dalam dan jantung. Pasien di rawat oleh
bagian neurologi dengan dugaan adanya perdarahan intra serebral, dan rawat bersama
dengan penyakit dalam karena adanya riwayat LES pada pasien ini. Setelah dilakukan
CT scan dengan hasil sesuai dengan lupus serebral pasien dipindahkan ke bangsal
penyakit dalam untuk tatalaksana LES.
Pasien telah didiagnosa LES sejak 1 tahun yang lalu oleh spesialis penyakit dalam.
Mendapat terapi deksametason tapi pasien tidak tahu dosisnya, minum obat tiga kali
sehari, pasien tidak teratur makan obat, dan 1 bulan ini pasien tidak mengkonsumsi
obat.
Riwayat nyeri pada sendi-sendi sejak 2 tahun yang lalu.Nyeri pada sendi tangan dan
kaki, jari-jari tangan dan kaki, nyeri hilang timbul, bengkak tidak ada, perubahan
dengan warna sekitar tidak ada. Selain pada sendi jari-jari tangan, nyeri juga
dirasakan pada kedua lutut, tidak bengkak dan tidak merah.
Riwayat bercak- bercak merah muncul di kulit wajah sejak 2 tahun yang lalu, bercak
muncul berawal di atas hidung kemudian ke daerah pipi, bercak tidak gatal dan tidak
nyeri, kemerahan di wajah ini bertambah jika terkena sinar matahari, tetapi sudah
berkurang sejak 2 bulan ini.
Riwayat rambut rontok sejak 2 tahun yang lalu, dan semakin banyak sejak 2 bulan ini.
Riwayat mata silau jika terkena cahaya matahari dirasakan sejak 2 tahun yang lalu.
Badan terasa lesu, lemas dan cepat capek sejak 2 bulan ini.

7
Demam tidak tinggi, demam hilang timbul sejak 2 bulan ini.tidak menggigil, tidak
berkeringat.
Kedua tungkai sembab sejak 1 minggu yang lalu.
Nafsu makan biasa.
Buang air kecil biasa, nyeri saat BAK tidak ada
Buang air besar biasa
Pasien datang dengan telah membawa hasil labor (18 Maret 2011):
1. DS-DNA dengan hasil 835,3 IU/mL ( 200)
2. Sel LE tidak ditemukan
3. Tot kolesterol : 146 mg/%
4. HDL : 23,6 mg%
5. LDL : 33,8mg%
6. Trigliserida : 443mg%
7. Ureum : 37mg%
8. Kreatinin : 1,4mg%
9. Protein total : 6,1g%
10. Albumin : 2,4g%
11. Globulin : 3,7g%
12. Urid Acid : 15,3mg%
Urinalisa
Fisis Kimia Sedimen Rutin
Warna : kuning muda Protein : +++ Leukosit : 3-4 /LPB Bilirubin : -
Kekeruhan:agak keruh Reduksi : - Eritrosit : +++(20-30)/LPB urobilin : +

PH :6 Silinder : - /lpb benda keton : -

B.D : 1.015 Kristal : - Nitrit :-

Epitel : Gepeng +
Kubus +

Riwayat pengobatan selama di neurologi :


Pada awalnya OS didiagnosa dengan pendarahan intra serebral dan mendapat terapi :
Brain Act 2x250mg (IV)
Alinamin F 1x25mg(IV)
Dilantin 3x100mg (P.O)
Metil Predinsolon inj 1x250mg (IV) 1 sampai 5 hari

Pemeriksaan yang telah dilakukan di neurologi :


Rontgen thorak :

8
Thorak : inspirasi kurang dalam
Cor : membesar (CTR : 74%)
Pulmo : corakan vaskuler meningkat, kranialisasi (+) hilus mengabur
sinus dan diafragma kanan baik, kiri tertutup bayangan jantung.
Kesan : kardiomegali dengan tanda bendungan paru.

Brain CT SCAN:
Sulci dan gyri melebar
Tampak kalsifikasi multiple di paraventrikel lateralis dan ganglia basalis bilateral
Sisterna ventrikel dan cisterna tidak melebar
Tak tampak midline shift
CPA, Pons, cerebellum tidak tampak kelainan.
Kesan : Brain artropi dengan kalsifikasi multiple di paraventrikel lateralis dan ganglia
basalis bilateral sesuai dengan gambaran lupus cerebral.

Echocardiografi :
Dimensi ruang jantung dalam batas normal. RV dan RA kolap saat sistolik
Kontraktilitas LV baik, LVEF 62%
Katup-katup struktus dan fungsi baik
PE 1,8 cm disekeliling jantung
Kesan PE ( 500-1000cc) dengan impending tamponade

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat epilepsi tidak ada
Riwayat hipertensi sebelumnya disangkal
Riwayat SC atas indikasi PRM dan LES 8 hari yang lalu. Anak hidup BBL
1300gram,dan telah dilakukan histerektomi atas indikasi LES

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat LES dalam keluarga tidak ada
Riwayat epilepsi dalam keluarga disangkal
Riwayat penyakit autoimun dalam keluarga disangkal

Riwayat Pekerjaaan, Sosial, Ekonomi dan Status Perkawinan

9
Os seorang ibu rumah tangga dengan 3 orang anak.
Persalinan pertama :lahir spontan
Persalinan kedua : lahir spontan

Pemeriksaan Umum
Kesadaraan : CMC Keadaan Umum : Sedang
Tekanan Darah : 150/80 mmHg Status Gizi : Baik
Frekuensi Nadi : 65 x/mnt BB : 50 kg
Frekuensi Nafas : 25 x/mnt TB : 156 cm
Suhu : 370C BMI : 19.7
Ikterus : (-) Kesan : Normoweight
Edema : (-)
Anemia : (-)

Kulit : Malar rash (+), Ikterus (-),


Kelenjar Getah Bening : Tidak membesar
Kepala : Normocephal
Rambut : Tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak iketrik
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Tenggorokan : Tidak ada kelainan
Gigi dan Mulut : Caries (+), gigi tidak lengkap, oral ulcer tidak ada
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Kelenjar tiroid tidak membesar

Paru
Inspeksi : Simetris kanan = kiri statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus normal kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan = kiri
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung

10
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas Jantung kanan : LSD, Atas : RIC II, kiri : iktus1 jari
medial LMCS RIC V, Thrill (-), pinggang jantung menghilang
Auskultasi : irama teratur, suara jantung menjauh. M1 > M2, P2 < A2,
Bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak sikatrik post SCTTP. Dengan luka bagus, tidak
berdarah. Perut tidak membuncit, kolateral (-), sikatrik (-)
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Ballotement ginjal (-)
Perkusi : Timpani, shiffting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) N
Punggung : Costa Vertebrae Angle Nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)
Alat kelamin : Tidak diperiksa
Anus : Tidak diperiksa
Anggota Gerak : Reflek fisiologis (+/+), Edema (-/-)
Reflek Patologis (-/-)
Laboratorium
Hemoglobin : 8,9 gr/dl Ureum : 78mg/dl
Leukosit : 3800/mm3 Kreatinin : 1 mg/dl
LED : 20 mm/1 jam
DC : 0/0/3/62/27/8 Natrium : 133meq/l
Hematokrit : 27% Kalium : 3,8 meq/l
Trombosit: 259.000/mm3 Klorida : 111meq/l
Slide darah tepi : kesan Anemia normositik normokrom.

Urinalisa
Makroskopis
Warna : kuning
Mikroskopis Kimia
Lekosit :+ Protein : ++
Eritrosit : +++ (40-50/LPB) Glukosa : (-)
Silinder : granular (1-2/LPB) Bilirubin : (-)
11
Kristal : (-) Urobilinogen : (+)
Epitel : (+) gepeng

Feses
Makroskopis Mikroskopis
Warna : Coklat Lekosit : 0-1/LPB
Konsistensi : Lembek Eritrosit : (-)
Darah : (-) Amuba : (-)
Lendir : (-) Telur Cacing : (-)

EKG : - Irama : sinus - QRS komp : 0,08 dtk (Poor R wave progression)
- HR : 100 /mnt - ST segmen : isoelektrik
- Axis : Normal - Gel T : T inverted (-)
- Gel P : 0,08 dtk - R/S V1 < 1
- PR int : 0,12 dtk - SV1 + RV5 < 35
KESAN : irama sinus takikardi dengan Poor R wave progression

Daftar Masalah :
Lupus serebral
Nefritis lupus
LES
Efusi pericard
Bisitopenia
Hiperurisemia
Dislipidemia

Diagnosis Kerja
Diagnosa Primer : Penurunan Kesadaran ec Lupus serebralis
Diagnosis Sekunder : Nefritis Lupus Kelas III
Efusi pericard ec LES
Anemia ringan normositik normokrom ec Susp. Hemolitik
Diagnosis banding : Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronis

Terapi
- Istirahat/ RP 35 gram 1900 kkal
- Paracetamol k/p
- Metil prednisolon inj 1x250mg (IV) hari ke 5

12
- Dilantin 4x100mg
- Amlodipin 1x10 mg
- Captopril 2x25mg
- NTR 3x1 tab

Pemeriksaan anjuran
MCV, MCH, MCHC, eritrosit, retikulosit
Profil lipid
Elektrolit, asam urat
Esbach
Faal Hepar
Konsul Mata

Follow Up
Tanggal 6 April 2011
S/ udem tungkai (+), demam (-),
O/ KU: Sedang Ksdrn : CMC TD : 140/80mmHg
Nafas : 26 x/mnt Nadi : 80 x/mnt Suhu : 36,70 C
Laboratorium :
MCV : 88 fl Retikulosit :10
MCH : 29 pq eritrosit : 2,8 jt/mm3
MCHC : 25 %
Albumin : 2,1 gr/dl Tot.kolest : 247mg/dl
Globulin : 2,2 gr/dl HDL kolest : 38mg/dl
SGOT : 20 mg/dl LDL kolest : 138mg/dl
SGPT : 14 mg/dl Trigliserida : 356mg/dl
Asam Urat : 10,7 mg/dl
Urine
Protein : ++ Reduksi : (-) Bilirubin : (-)
Urobil : (-) Leukosit : 1-2/lpb Eritrosit : +++
Silinder :- Kristal : (-) Epitel : +/ gepeng
Kesan
-Anemia ringan normositik normokrom dengan retikulosit normal.
- Hipoalbuminemia
- Hiperuricemia
- Dislipidemia
- Proteinuria
- Hematuria mikroskopik

13
Sikap : cek retikulosit
Asam urat urin
Konsul Konsulen Subbagian Rheumatologi
Kesan : lupus serebral perbaikan
Advis :
Stop metil prednisolon inj. Lanjutkan dengan metil prednisolon
0,8mg/KGBB/hari (PO)
Allopurinol 3x100mg
Konsul bagian mata untuk pemakaian klorokuin

Konsul Konsulen Subbagian Ginjal Hipertensi


Kesan : Nefritis lupus
Advis :
Kontrol faktor yang memperberat fungsi ginjal
Esbach test
Terapi kortikosteroid lanjut.
Terapi lain lanjut
Konsul Konsulen Subbagian Hematologi
Kesan : Anemia ringan normositik normokrom
Advis : BMP

Konsul Konsulen Subbagian Kardiologi


Kesan : LES dengan efusi pericard
Advis : Echocardiografi ulang untuk melihat cairan efusi pericard

Konsul Konsulen Subbagian Endokrin


Kesan : Dislipidemi
Advis : Simvastatin 1x20mg
Terapi lain lanjut sesuai LES
Tanggal 7 April 2011
s/ udem tungkai (+), demam (-),
O/ KU: Sedang Ksdrn : CMC TD : 130/80mmHg
Nafas : 26 x/mnt Nadi : 80 x/mnt Suhu : 36,70 C

Esbach belum bisa dilakukan karena alat rusak

14
Dilakukan Echocardiografi ulang
Kesan : Efusi pericard 1000CC
Fungsi LV dan RV normal
Tidak ada tamponade

Konsul ulang Konsulen Subbagian kardiologi


Advice : terapi penyakit dasar

Konsul bagian gizi :


Pada pasien ini diberikan diet RP 45 gr lemak 35gr/Rchol/Rpurin/energi 1500kkall

Tanggal 8 April 2011


S/ demam (-), udem tungkai (+) berkurang
O/ KU: Sedang Ksdrn : CMC TD : 150/90mmHg
Nafas : 25 x/mnt Nadi : 75 x/mnt Suhu : 36,70 C

Konsul Subbagian Mata


Advice :Pada saat ini tidak terdapat kontra indikasi untuk pemakaian klorokuin

Konsul ulang Konsulen Subbagian Rematologi


Advice : klorokuin 1x250mg

Tanggal 9 April 2011


S/ udem tungkai (+), demam (-),
O/ KU: Sedang Ksdrn : CMC TD : 150/80mmHg
Nafas : 26 x/mnt Nadi : 75 x/mnt Suhu : 36,70 Cr
Rencana : BMP
esbach test (ke RS Yos Sudarso)

Tanggal 12 April 2011


15
S/ udem tungkai (+), demam (-),
O/ KU: Sedang Ksdrn : CMC TD : 140/80mmHg
Nafas : 26 x/mnt Nadi : 75 x/mnt Suhu : 36,70 C
Jantung
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas Jantung kanan : LSD, Atas : RIC II, kiri : iktus1 jari
medial LMCS RIC V, Thrill (-), pinggang jantung menghilang
Auskultasi : irama teratur, bunyi jantung murni, M1 > M2, P2 < A2,
Bising (-)
Urinalisa Ulang
Protein : +++ Reduksi : (-) Bilirubin : (-)
Urobil : (-) Leukosit :+ Eritrosit : +++
Silinder :- Kristal : (-) Epitel : +/ gepeng
Kesan : Proteinuria, Hematuri mikroskopis,
Keluar hasil BMP
Trombopoiesis

Jumlah megakariosit : mudah ditemukan


Bentuk abnormal :-
Pembentukan trombosit : cukup
Hitung Jenis
Mielo/mono/limfosit/blas : 1 Promonosit : 0
Progranulosit : 1 Monosit : 0,5
Mielosit :18,5 Megakariosit : 0,4
Metamielosit : 8 Limfosit : 0,4
Batang : 18,5 Limfosit : 3
Segmen : 23 Rubriblas : 1
Basofil :0 Prorubisit : 2%
Eosinofil : 1 Metarubrisit : 7%
Sel plasma : 1 M:E Rasio :3:1

Kesimpulan : normoseluler, aktifitas seri eritropietik, granulopoietik dan trombopoietik


dalam batas normal. ME ratio 3:1
Kesan : Gambaran sumsum tulang dalam batas normal.
Konsul konsulen Hematologi

16
Kesan : anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronis
Sikap : konfirmasi dengan SI TIBC, Feritin serum
SI : 61, TIBC : 175, Feritin : 433
Kesan : sesuai dengan anemia penyakit kronis.
Therapi : sesuai penyakit dasar.

Tanggal 18 April 2011


s/ Odem tungkai (+) berkurang, demam (-),
O/ KU: Sedang Ksdrn : CMC TD : 140/80mmHg
Nafas : 26 x/mnt Nadi : 75 x/mnt Suhu : 36,70 C
Urinalisa Ulang
Protein : ++++ Reduksi : (-) Bilirubin : (-)
Urobil : (-) Leukosit :+ Eritrosit : +++
Silinder :- Kristal : (-) Epitel : +/ gepeng
Keluar hasil Esbach Test
Urinalisa
Warna : kuning Reduksi : Negatif
PH : 4,8 7,8 Bilirubin : negatif
BD : 1.003-1.030 Urobilin : Negatif
Albumin : negatif Esbach : 1.2 gr/24jam

Konsul ulang konsulen Ginjal Hipertensi


Terapi kortikoteroid lanjut.

Tanggal 19 April 2011


s/ udem tungkai (+) berkurang, demam (-),
O/ KU: Sedang Ksdrn : CMC TD : 140/80mmHg
Nafas : 26 x/mnt Nadi : 75 x/mnt Suhu : 36,70 C

Keluar hasil asam urat urin : 224mg/24jam (N:200mg-1000mg/24jam)

17
DISKUSI

Telah dirawat seorang wanit umur 28 tahun dengan diagnosa akhir :


Diagnosa primer : Penurunan kesadaran ec Lupus serebralis
Diagnosa sekunder :
Nefritis lupus Kelas III
Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronis.
Dislipidemia

Lupus serebral ditegakkan pada pasien ini karena terjadi penurunan kesadaran dan
kejang. Lupus serebralis merupakan komplikasi neuropskiatri dari LES. Menurut literatur
dikatakan pada LES terdapat 22% kelainan neurologi dari seluruh persentase gejala klinis
LES yang sering ditemukan.
Disfungsi neurologis dapat berupa gangguan neuropsikiatri pada 50% penderita LES,
dan biasanya sulit didiagnosa dari awal gejala, dapat merupakan bagian dari penyakit lupus
ini atau juga disebabkan oleh faktor lain. Manifestasi klinisnyapun bisa fokal atau difus.
Gejala klinis kejang (25% pasien LES), dapat terjadi disfungsi serebri yang difus, dengan
manifestasi klinis : kelainan organ efektif, gangguan personality, psikosa, sampai koma,
vasculat/migraine headache, sindroma otak organik dan demensia.

18
Patogenesis terjadinya neuropiskiatrik LES (NPSLE) sampai sekarang masih belum
diketahui dengan pasti, namun tampaknya bukan disebabkan oleh satu mekanisme saja,
namun berbagai mekanisme.
Sekitar 60% kasus NPLES tidak ditemukan penyebabnya sehingga disimpulkan LES
sendiri sebagai penyebab manifestasi tersebut (NPLES primer ) sedangkan sisanya 40%
disebabkan oleh faktor sekunder yang berhubungan dengan LES terinfeksi, efek samping
obat atau gangguan metabolik akibat kerusakan pada organ lain.
Dugaan adanya suatu lupus serebral pada pasien ini diperkuat dengan Brain CT Scan
yang menyebutkan terdapatnya brain artropi dengan kalsifikasi multiple di paraventrikel
lateralis dan ganglia basalis bilateral sesuai dengan gambaran lupus cerebral.
Wanita penderita LES umumnya tidak mengalami gangguan dalam fungsi
reproduksinya, dan dapat mengalami kehamilan kecuali jika penyakit yang dideritanya sudah
sangat berat dan aktif. Gangguan fertilitas pada penderita LES lebih berhubungan dengan
keterlibatan organ vital terutama ginjal. Dari berbagai laporan dapat diketahui bahwa 10%
dari penderita LES aktif masih dapat mengalami kehamilan. Walaupun demikian terjadinya
eksarsebasi LES selama kehamilan dan menyebabkan bertambah tingginya tingkat mortalitas
dan morbiditas ibu terutama pada masa peripartum. Pada suatu penelitian retrospektif, telah
dibuktikan bahwa eksarsebasi LES dalam kehamilan 3 kali lebih besar pada 20 minggu
kehamilan dan 6 kali lebih besar pada 8 minggu past partum. Beberapa ahli mengganggap
bahwa kehamilan mempresipitasi timbulnya LES, dimana kematian yang terkait dengan
penyakit tersebut secara bermakna lebih tinggi. Hal ini merupakan alasan sebagian ahli
bahwa penderita dengan LES tidak diperbolehkan untuk hamil. Dewasa ini para klinisi
menganggap bahwa sesungguhnya hal ini tidak tepat, dimana diagnosis dan penatalaksanaan
LES saat ini telah lebih baik. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa wanita
dengan LES akan mengalami eksarsebasi selama kehamilan dan masa post partum.
Persalinan preterm nampaknya terjadi lebih sering pada penderita LES dibandingkan
wanita dengan kehamilan normal. Pada suatu penelitian yang mencatat usia kehamilan pada
saat kelahiran, didapatkan nilai median dari 30% kelahiran adalah sebelum 37 minggu
(kisaran 3-73%). Sebenarnya ada banyak faktor perancu lain seperti adanya tendensi ahli
kebidanan untuk melahirkan janin yang telah dianggap matur secepatnya. Persalinan preterm
pada LES nampaknya dikaitkan dengan kejadian SLE flare. Pada suatu penelitian kasus
kontrol berskala besar, didapatkan hasil bahwa persalinan preterm lebih sering pada
kelompok LES dibandingkan dengan kontrol (12% vs 4%) . Sebagai tambahan, pecah
ketuban sebelum waktunya lebih sering dijumpai pada kehamilan dengan penyulit LES.
19
Diagnosis nefritis lupus pada pasien ini ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium (proteinuria = 1,2 gr/ 24 jam, hematuria: +++). Dari kepustakaan komplikasi
LES pada ginjal adalah sebesar 30-65 % dengan rerata 40 %.
Berdasarkan klasifikasi WHO tahun 2003, pasien ini tergolong pada Nefritis Lupus
kelas III, dimana ditemukan adanya proteinuria persisten, eritrosit urin , hipertensi dan
adanya sindroma nefrotik. Bila dihubungkan gejala klinis pasien dengan klasifikasi nefritis
lupus berdasarkan biopsi, pasien ini terdapat lesi nekrotik dan lesi sklerotik yang aktif dimana
(focal segmental glomerulonefritis). Namun pemeriksaan histopatologis ginjal pada pasien
ini tidak dapat dilakukan karena keterbatasan sarana yang kita miliki.
Pengobatan terhadap nefritis lupus terdiri dari pengobatan imunologik dan
pengobatan non imunologik. Pengobatan imunologik dilakukan dengan pemberian
imunosupresan dimana sasarannya adalah untuk mengurangi atau menghilangkan tanda-tanda
klinik lupus (renal dan ekstra renal) serta pertanda serologi lupus. Sedangkan pengobatan non
imunologik dilakukan dengan pemberian antihipertensi (ACE inhibitor, inhibitor reseptor
angiotensin II), pemberian statin. Sasaran pengobatan non imunologi adalah menurunkan
tekanan darah, proteinuria dan kolesterol secara agresif. Sasaran tekanan darah kurang dari
130/80 mmHg, proteinuria kurang dari 0,51 gram/24 jam dan kolesterol LDL kurang dari
100mg/dl. Selain itu Penaatalaksanaan pada pasien ini juga mencakup non farmakologis dan
terapi farmaklogis. Terapi non farmakologis berupa cukup istirahat, hindari kelelahan,
menggunaakan tabir surya SPF 30%, baju yang lebih tertutup, memakai topi atau payung jika
bepergian atau berada di tempat terbuka.Terapi farmaklogis yaitu steroid (metilprednisolon)
0,8 mg / kg BB/ hari dan juga diberikan klorokuin 250 mg sekali sehari untuk mengontrol
lupus kutaneus dan artritis. Di kepustakaan disebutkan bahwa penggunaan kloroquin juga
memperbaiki prognosis penderita nefritis lupus, dan dapat memperbaiki profil lipid yang
terganggu akibat steroid. Pengguanan klorokuin ini dipantau efek sampingnya ke retina maka
dianjurkan untuk evaluasi pemeriksaan mata setiap 6 bulan.
Hiperurisemia pada pasien ini diberikan allupurinol sebagai penurun kadar asam urat
darah dimana obat ini bekerja sebagai penghambat xantin oxidase.
Anemia pada pasien ini merupakan suatu anemia karena penyakit kronis. Dimana dari
hasil BMP gambaran dari sumsum tulang dalam batas normal. Sesuai dengan literatur, 50%-
80% kelainan hematologi pada LES adalah tipe penyakit kronis. Leukopeni sedang sebagai
akibat dari mekanisme auto imun.
Dislipidemia pada pasien ini merupakan dislipidemia autoimun dimana akibat
mekanisme autoimun, dimana terjadi pembentukan antibodi yang mengikat dan mengubah
20
fungsi enzim lipolitik (seperti LDL), apoprotein dan reseptor. Pengelolaan dislipidemia pada
pasien ini dilakukan terlebih dahulu upaya non farmakologis, sebagaimana yang dianjurkan
NCEP-ATP III, yaitu berupa modifikasi diet, latihan jasmani dan pengelolaan berat badan.
Pada pasien ini dilakukan modifikasi diet dengan diet rendah lemak, yaitu lemak total 25-
30% dari total kalori ( 475-570 kkal ), lemak jenuh < 7 % dari total kalori (< 133 kkal <
14 gr) dan tinggi serat yaitu 10 gr / 100 kkal per hari. Terapi non farmakologis ini akan
dievaluasi setiap 3 bulan.
Penggunaan steroid pada pasien ini selama 4-6 minggu, kemudian ditappering off dan
bila sudah tercapai dosis 10-15 mg/hari dipertahankan selama 2 tahun. Prinsip pengobatan
adalah untuk menekan aktivitas penyakit, untuk mencegah progresifitas dan memantau efek
samping obat.
Selama perawatan, kejadian arthritis dan malar rash lebih kecil insidensinya. Kejadian
yang lebih sering adalah komplikasi kelainan kulit lesi discoid dan eritema lupus
subkutaneus. Kejadian nefropati, gangguan neurologi, trombositopeni, vaskulitis, dan
serositis hampir sama pada pria maupun wanita. Tidak ada bukti perbedaan imunologi antara
pria maupun wanita.
Efusi pericard yang terjadi pada pasien ini bisa terjadi karena 2 hal. Adanya
hipoalbumin, dan komplikasi dari LES itu sendiri ke jantung. Pada echocardiografi
didapatkan cairan 1000 cc. Namun demikian analisa cairan tidak bisa dilakukan karena
posisi dari cairan yang sangat sulit untuk diambil yaitu di lateral dan posterior.Hal ini sesuai
dengan literatur yang mengatakan efusi pericard juga merupakan komplikasi dari LES ke
jantung. Pengobatan untuk efusi pericard sendiri hanya pengobatan penyakit dasarnya.
Saat ini mortalitas lupus pada decade 5 tahun terakhir menunjukkan perbaikan. 5
tahun survival rate saat ini hampir 90%, sedangkan 15 tahun survival rate nya berkisar 63-
79%.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Isbagio H, dkk Lupus Eritematosus Sistemik dalam Buku Ajar Penyakit Dalam
Edisi IV jilid II, Penerbit IPD FKUI, Jakarta Indonesia, 2006, hal 1224-1232
2. Hahn H. Systemic Lupus Erythematosus in Harrisons Principles Publishing
Division,, USA, 2005, page 1961-1967
3. Wachjudi G R, dkk Lupus Eritematosus Sistemik dalam Diagnosis dan Terapi
Penyakit Reumatik, Subbagian Reumatologi bagian IPD RS Dr Hasan Sadikin,
Penerbit Sagung Seto, Jakarta, 2006, hal 21-32
4. R.P. Sidabutar, Lupus Eritematosus Sistemik dan Nefritis Lupus dalam Simposium
Nasional LES, Jakarta, Oktober 1995
5. Bawazier LA, dkk Nefritis Lupus dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV
jilid II, Penerbit IPD FKUI, Jakarta, 2006, hal : 548 554
6. Dharmeizar, Perkembangan Terbaru dalam Penatalaksanaan Nefritis Lupus dalam
Kumpulan Makalah Temu Ilmiah Reumatologi 2007, Jakarta, hal : 82 - 85
7. Prodjosujadi W, Imunopatogenesitas Nefritis Lupus dalam naskah Lengkap JNHC
5, Pernefri, Jakarta, 2005, hal 18-25
8. Dharmeizar, Diagnostik Nefritis Lupus dalam naskah Lengkap JNHC 5, Pernefri,
Jakarta, 2005, hal 26-32

22
9. Siregar P, Pengobatan Mutakhir Nefritis Lupus dalam naskah Lengkap JNHC 5,
Pernefri, Jakarta, 2005, hal 33-37
10. Parjono E, Widayati K, Anemia Hemolitik Autoimun dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid II Edisi IV, Balai Penerbit FKUI, jakarta, 2006, hal 660-668
11. Hendromartono, dkk Dislipidemia dalam Buku Ajar lmu Penyakit Dalam, Bagian
IPD FK Airlangga RS Dr Soetomo Surabaya, Airlangga University Press, 2007, hal
93-106
12. J. Wajed et al, Review : Prevention of Cardiovascular Disease in Systemic Lupus
Erythematosus- proposed guidelines for risk factor management , British Society for
Rheumatology vol 43, 2004, page 7-8
13. J Font et al, Systemic lupus erythematosus in men: clinical and immunological
characteristic , Ann Rheum Dis. 1992 September; 51(9): 10501052

23

Anda mungkin juga menyukai