Anda di halaman 1dari 17

Penatalaksanaan Dermatitis Atopik pada Anak

Febrian Lodewijk Nugraha


102015243
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
l.febrian@hotmail.com

Abstrak:
Dermatitis adalah penyakit kulit gatal-gatal, kering, dan kemerahan. Dematitis juga dapat
didefinisikan sebagai peradangan pada kulit, baik karena kontak langsung dengan zat kimia
yang mengakibatkan iritasi, atau reaksi alergi. Penyakit ini dialami sekitar 10-20% anak. Pada
70% kasus dermatitis atopik umumnya dimulai saat anak-anak dibawah 5 tahun dan 10% saat
remaja atau dewasa. Tipe dermatitis yang sering terjadi pada anak-anak yaitu dermatitis
atopik yang merupakan suatu gejala eksim terutama timbul pada masa kanak-kanak.
Dermatitis atopik (DA) merupakan suatu penyakit keradangan kulit yang kronik, ditandai
dengan rasa gatal, eritema, edema, vesikel, dan luka pada stadium akut, pada stadium kronik
ditandai dengan penebalan kulit (likenifikasi) dan distribusi lesi spesifik sesuai fase DA,
keadaan ini juga berhubungan dengan kondisi atopik lain pada penderita ataupun
keluarganya. Secara umum penatalaksanaan dermatitis atopik adalah melakukan pengobatan.
Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi komplikasi lain.

Kata kunci: dermatitis, dermatitis atopik, penatalaksanaan

Abstract:
Dermatitis is a skin disease itchy, dry, and redness. Dematitis can also be defined as an
inflammation of the skin, either due to direct contact with chemicals that cause irritation or
allergic reaction. This disease affects an estimated 10-20% of children. In 70% of cases of
atopic dermatitis generally begins when children under 5 years and 10% during adolescence
or adulthood. Type of dermatitis are common in children, namely atopic dermatitis, which is
a symptom of eczema mainly arise in childhood. Atopic dermatitis (AD) is a chronic skin
inflammatory disease, characterized by itching, erythema, edema, vesicles, and the wound in
the acute stage, the chronic stage is characterized by thickening of the skin (lichenification)
and the distribution of specific lesions corresponding DA phase, this situation also
associated with other atopic conditions in patients or their families. In general, the
management of atopic dermatitis is doing the treatment. Treatment is done early in order to
avoid other complications.

Key words: dermatitis, atopic dermatitis, treatment

1
Pendahuluan

Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh faktor
herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula, vesikel,
kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif biasanya disertai infeksi, atau alergi,
faktor psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan. Dermatitis atopik atau eksema adalah
peradangan kronik kulit yang kering dan gatal yang umumnya dimulai pada awal masa
kanak-kanak. Eksema dapat menyebabkan gatal yang tidak tertahankan, peradangan, dan
gangguan tidur. Penyakit ini dialami sekitar 10-20% anak. Umumnya episode pertama terjadi
sebelum usia 12 bulan dan episode-episode selanjutnya akan hilang timbul hingga anak
melewati masa tertentu. Sebagian besar anak akan sembuh dari eksema sebelum usia 5 tahun.
Sebagian kecil anak akan terus mengalami eksema hingga dewasa. Penyakit ini dinamakan
dermatitis atopik oleh karena kebanyakan penderitanya memberikan reaksi kulit yang
didasari oleh IgE dan mempunyai kecenderungan untuk menderita asma, rinitis atau
keduanya di kemudian hari yang dikenal sebagai allergic march. Walaupun demikian, istilah
dermatitis atopik tidak selalu memberikan arti bahwa penyakit ini didasari oleh interaksi
antigen dengan antibodi.1
Sebenarnya, seperti apa penyakit ini? Apa saja gejala, penyebab, dan
penatalaksanaannya? Berikut akan dibahas dalam sudut pandang ahli kesehatan pada makalah
ini.

Anamnesis

Menanyakan riwayat penyakit disebut anamnesis. Jadi anamnesis merupakan suatu


percakapan antara penderita dan dokter, peminta bantuan dan pemberi bantuan. Tujuan
anamnesa pertama-tama mengumpulkan keterangan yang berkaitan dengan penyakitnya dan
yang dapat menjadi dasar penentuan diagnosis. Mencatat (merekam) riwayat penyakit, sejak
gejala pertama dan kemudian perkembangan gejala serta keluhan, sangatlah penting.
Perjalanan penyakit hampir selalu khas untuk penyakit bersangkutan. Selain itu tujuan
melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik adalah mengembangkan pemahaman mengenai
masalah medis pasien dan membuat diagnosis banding. Selain itu, proses ini juga
memungkinkan dokter untuk mengenal pasiennya, juga sebaliknya, serta memahami masalah
medis dalam konteks kepribadian dan latar belakang sosial pasien.2
Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas (mencakup nama, alamat, pekerjaan,
keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan), keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, kondisi lingkungan
tempat tinggalnya, apakah bersih atau kotor, dirumahnya terdapat berapa orang yang tinggal
bersamanya, yang memungkinkan dokter untuk mengetahui apakah penyakitnya tersebut
merupakan penyakit bawaan atau ia tertular penyakit tersebut.2
Anamnesis yang dapat dilakukan pada pasien di skenario adalah sebagai berikut:
1 Anamnesa Umum
Nama, umur, alamat, pekerjaan (bisa secara alloanamnesis).
2 Keluhan Utama
Beruntus bersisik kemerahan yang terasa gatal pada badan serta kedua tungkai
atas dan bawah sejak 2 minggu lalu.

2
Pelengkap: Kulit terlihat sangat kering dan kelainan sudah timbul sejak bayi.
3 Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah sedang mengalami suatu penyakit tertentu atau tidak
4 Riwayat Penyakit Dahulu
Sebaiknya, ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang sama seperti
sekarang sudah timbul sejak bayi.
5 Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah di keluarganya pernah ada yang mengalami hal yang sama
6 Riwayat Pengobatan
Sudah mengkonsumsi obat apa saja, atau sudah mendapat pengobatan apa dan
apakah keadaan membaik atau tidak.
Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan umum dan fisik sering didapat keterangan keterangan yang menuju
ke arah tertentu dalam usaha membuat diagnosis. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan
berbagai cara diantaranya adalah pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
fisik dermatitis atopik dilakukan pemeriksaan kulit yang dibagi menjadi dua berdasarkan:
1. Lokalisasi: 2
a Bayi: kedua pipi, kepala, badan, serta ekstremitas terutama bagian ekstensor.
b Anak: tengkuk, lipat siku, lipat lutut, leher, pergelangan tangan serta bagian flexor.
c Dewasa: tengkuk, lipat lutut, lipat siku, leher dan dapat mengenai kelopak mata.
2. Effloresensi dan sifatnya: 2
a Bayi: eritema berbatas tegas, papupa dan vesikula milier disertai erosi dan eksudasi
serta krusta.
b Anak: papula-papula millier, likenifikasi, sedikit skuama, kulit kering dan tidak
eksudatif.
c Dewasa: biasanya hiperpigmentasi, kering dan terdapat likenifikasi.
Pada pemeriksaan fisik pasien didapat adalah terdapat beruntus (papul) yang terasa
gatal pada badan, kedua tungkai atas dan bawah serta kulit tampak bersisik kemerahan dan
kering.

Pemeriksaan penunjang

Kegunaan dari pemeriksaan penunjang adalah untuk keakuratan diagnosis suatu


penyakit.
1. Pemeriksaan laboratorium
a. IgE serum
IgE serum dapat diperiksa dengan metode ELISA. Ditemukan 80% pada
penderita dermatitis atopik menunjukkan peningkatan kadar IgE dalam serum
terutama bila disertai gejala atopi (alergi).3
b. Eosinofil
Kadar serum dapat ditemukan dalam serum penderita dermatitis atopik.

c. Sel T
Limfosit T di daerah tepi pada penderita dermatitis atopik mempunyai jumlah
absolut yang normal atau berkurang. Dapat diperiksa dengan pemeriksaan

3
imunofluouresensi terlihat aktifitas sel T-helper menyebabkan pelepasan sitokin
yang berperan pada patogenesis dermatitis atopik.3

2. Dermatografisme Putih
Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan 3 respon, yakni: akan tampak
garis merah di lokasi penggoresan selama 15 menit, selanjutnya mennyebar ke daerah
sekitar, kemudian timbul edema setelah beberapa menit. Namun, pada penderita atopik
bereaksi lain, garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi timbul kepucatan dan
tidak timbul edema.3
3. Percobaan Asetilkolin
Suntikan secara intrakutan solusio asetilkolin 1/5000 akan menyebabkan
hiperemia pada orang normal. Pada orang Dermatitis Atopik. akan timbul
vasokontriksi, terlihat kepucatan selama 1 jam.3
4. Percobaan Histamin
Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi penderita Dermatitis Atopik. eritema
akan berkurang, jika disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit yang
normal.3

Diagnosis banding

Diagnosis banding merupakan diagnosis yang dilakukan dengan membanding-


bandingkan tanda klinis suatu penyakit dengan tanda klinis penyakit lain. Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik dan gejala yang dialami pasien, pasien bias dicurigai menderita beberapa
penyakit seperti:
1. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap
paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit.4 Dermatitis kontak terbagi 2 yaitu:
a Dermatitis kontak iritan (mekanisme non imunologik)
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang
disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan
merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan
tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria
komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka
fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan
prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan
transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin.5
Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya
mediator-mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak
alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu:4
Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada
hampir semua orang.
Iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak
berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan,
gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.

4
Gambar 1. Dermatitis kontak iritan4

b Dermatitis kontak alergik (mekanisme imunologik spesifik)


Pada dermatitis kontak alergik, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV
yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu:
1) Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini
terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan
kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten
menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan
jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal).5
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan terjadilah proses
penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan
molekul CD3. Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-
1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2.
Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk
primed memory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan
limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen
yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan
belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah
tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis
kontak alergik.5

2) Fase Elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari
antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam
kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan
merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang
INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit
memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung
beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid
akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin
sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya
timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula
yang akan tampak sebagai dermatitis.5

No. Dermatitis kontak iritan Dermatitis kontak alergik

5
1. Penyebab Iritan primer Alergen kontak S.sensitizer

2. Permulaan Pada kontak pertama Pada kontak ulang

3. Penderita Semua orang Hanya orang yang alergik

4. Lesi Batas lebih jelas Batas tidak begitu jelas

Eritema sangat jelas Eritema kurang jelas

5. Uji Tempel Sesudah ditempel 24 jam, bila Bila sesudah 24 jam bahan
iritan diangkat reaksi akan segera allergen diangkat, reaksi
menetap atau meluas berhenti

Tabel 1. Perbedaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik4

Gambar 2. Dermatitis kontak alergik5

2. Dermatitis Numularis
Dermatitis numularis adalah dermatitis dengan lesi-lesi khas berbentuk bulat
nummular (seperti koin), berbatas tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel,
biasanya mudah pecah sehingga basah (mandidans). Staphylococcus aureus, stress
emosi, trauma lokal baik fisik atau kimiawi, kulit penderita yang cenderung kering
diduga berpengaruh munculnya dermatitis numularis. Dermatitis numularis ini biasanya
perkembangan atau manifestasi dari dermatitis atopik yang terjadi pada bayi dan anak

6
di bawah 10 tahun, namun pada orang dewasa tidak berhubungan dengan gangguan
atopi.4
Gejala klinis secara subyektif sangatlah gatal sedangkan secara obyektif
dermatitis sebesar uang logam, terdiri atas eritem, edema, kadang-kadang ada vesikel,
krusta atau papul. Lokasi terkena ialah punggung kaki, punggung tangan, ekstensor
ekstremitas terutama tungkai bawah,bahu, dan bokong.4

Gambar 3. Dermatitis numularis4

3. Dermatitis seboroik
Penyebabnya masih belum diketahui pasti. Faktor predisposisinya adalah
kelainan konstitusi berupa status seboroik yang diturunkan. Dermatitis seboroik
berubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea, yaitu kematangannnya merupakan
faktor timbulnya dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara
kuantitatif antara keaktifan kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh
dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis
yang meningkat. Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya
dermatitis seboroik dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stress emosional, infeksi
atau defisiensi umum. Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak
dan agak kekuningan batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan
hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak
yang kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang
halus dan kasar yang disebut pitiriasis sika, sedangkan bentuk yang berminyak disebut
pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut
pada tempat tersebut mempunya kecenderungan rontok. Pada bentuk yang berat maka
dapat meluas kedahi, glabela, telinga posaurikular dan leher. Pada bentuk yang lebih
berat lagi seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang kotor dan berbau tidak sedap.
Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan kumpulan-kumpulan debris epitel
yang lekat pada kulit kepala disebut cradle cap. Selain tempat-tempat tersebut
dermatitis seboroik juga dapat mengenai liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah
sterenal, areola mamae, lipatan dibawah mamae pada wanita, interskapular, umbilicus,
lipat paha, dan daerah anogenital. Pada daerah pipi, hidung dan dahi kelainan dapat
berupa papul-papul. Terdapat sisik kuning gelap pada pipi, badan dan lengan. Onset
invariabel pada daerah pantat halus, tidak bersisik, batas jelas, merah terang. Dermatitis
seboroik pada bayi memiliki ciri-ciri axillary patches, kurang oozing dan weeping, dan
kurang gatal.4

7
Dermatitis seboroik dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh
faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. Kelainan kulit
terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan, batasnya agak
kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa
skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai
seluruh kulit kepala dengan skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut disebut
pitiriasis sika (ketombe dandruff). Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides
yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut
mempunyai kecenderungan rontok, mulai di bagian verteks dan front
al.1

Gambar 5. Dermatitis seboroik1

Diagnosis kerja
Berdasarkan gejala-gejala yang timbul dapat diduga kalau pasien anak laki-laki tersebut
menderita dermatitis atopik. Dermatitis atopik merupakan keadaan peradangan kulit kronis
dan residif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,
sering berhubungan dengan peningkatan IgE dalam serum dan riwayat atopi keluarga atau
penderita.3

8
Gambar 6. Dermatitis atopik pada anak3
Etiologi

Penyebab DA belum diketahui, terdapat 2 teori yang menjelaskan etiologi DA. Teori
pertama menyatakan DA merupakan akibat defisiensi imunologik yang didasarkan pada
kadar Imunoglobulin E (Ig E) yang meningkat dan indikasi sel T yang berfungsi kurang
baik. Sedangkan teori kedua menyatakan adanya blokade reseptor beta adrenegik pada kulit.
Namun, kedua teori tersebut tidak adekuat untuk menjelaskan semua aspek penyakit DA.6

Epidemiologi

Oleh karena definisi secara klinis tidak ada yang tepat, maka untuk menginpretasi hasil
penelitian epidemiologik harus berhati-hati. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia,
dan negara industri lain, pravelensi Dermatitis Atopik pada anak mencapai 10-20%,
sedangkan pada dewasa kira-kira 1-3%. Di negara agraris, misalnya Cina, Eropa Timur, Asia
Tengah, pravelensi DA jauh lebih rendah. Wanita lebih banyak menderita DA, daripada pria
dengan rasio 1,3:1.7
DA cenderung diturunkan. Lebih lagi dari seperempat anak dari seorang ibu yang
menderita atopi akan mengalami DA pada masa kehidupan 3 bulan pertama. Bila salah satu
orangtua menderita atopi, lebih separuh jumlah anak akan mengalami gejala alergi sampai
usia 2 tahun dan akan meningkat sampai 79% bila kedua orangtua menderita atopi. Resiko
mewarisi DA lebih tinggi bila ibu yang menderita DA dibandingkan dengan ayah. Tetapi, bila
DA yang dialami berlanjut hingga masa dewasa, maka resiko untuk mewariskan kepada
anaknya sama saja yaitu kira-kira 50%.7

Patofisiologi

Sampai saat ini patologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya diketahui,
demikian pula pruritus pada DA. Tanpa pruritus diagnosis DA tidak dapat ditegakkan. Rasa
gatal dan rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor di taut dermoepidermal, yang disalurkan
lewat saraf C tidak bermielin ke saraf spinal sensorik yang selanjutnya diteruskan ke talamus

9
kontralateral dan korteks untuk diartikan. Rangsangan yang ringan, superfisial dengan
intensitas rendah menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi
menyebabkan rasa nyeri. Sebagian patogenesis DA dapat dijelaskan secara imunologik dan
nonimunologik.7
1. Faktor imunologik
Multifaktor: DA mempunyai penyebab multi faktorial antara lain faktor genetik,
emosi, trauma, keringat, imunologik.
Respon Imun Sistemik: terdapat IFN-g yang menurun. Interleukin spesifik
alergen yang diproduksi sel T pada darah perifer (interleukin IL-4, IL-5 dan IL-
13) meningkat. Juga terjadi Eosinophilia dan peningkatan IgE.
Imunopatologi Kulit: Pada DA, sel T yang infiltrasi ke kulit adalah CD45RO+.
Sel T ini menggunakan CLA maupun reseptor lainnya untuk mengenali dan
menyeberangi endotelium pembuluh darah. Di pembuluh darah perifer pasien
DA, sel T subset CD4+ maupun subset CD8+ dari sel T dengan petanda
CLA+CD45RO+ dalam status teraktivasi (CD25+, CD40L+, HLADR+). Sel
yang teraktivasi ini mengekspresikan Fas dan Fas ligand yang menjadi penyebab
apoptosis. Sel-sel itu sendiri tidak menunjukkan apoptosis karena mereka
diproteksi oleh sitokin dan protein extracellular matrix (ECM). Sel-sel T tersebut
mensekresi IFN g yang melakukan upregulation Fas pada keratinocytes dan
menjadikannya peka terhadap proses apoptosis di kulit. Apoptosis keratinocyte
diinduksi oleh Fas ligand yang diekspresi di permukaan sel-sel T atau yang
berada di microenvironment.
Respon imun kulit: sel-sel T baik subset CD4+ maupun subset CD8+ yang
diisolasi dari kulit (CLA+ CD45RO+ T cells) maupun dari darah perifer, terbukti
mensekresi sejumlah besar IL-5 dan IL-13, sehingga dengan kondisi ini lifespan
dari eosinofil memanjang dan terjadi induksi pada produksi IgE. Lesi akut
didominasi oleh ekspresi IL-4 dan IL-13, sedangkan lesi kronik didominasi oleh
ekspresi IL-5, GM-CSF, IL-12, dan IFN-g serta infiltrasi makrofag dan eosinofil.
Genetik: pengaruh gen maternal sangat kuat. Ada peran kromosom 5q31-33,
kromosom 3q21, serta kromosom 1q21 and 17q25. Juga melibatkan gen yang
independen dari mekanisme alergi. Ada peningkatan prevalensi HLA-A3 dan
HLA-A9. Pada umumnya berjalan bersama penyakit atopi lainnya, seperti asma
dan rhinitis. Resiko seorang kembar monosigotik yang saudara kembarnya
menderita DA adalah 86%
2. Faktor non imunologis
Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain adanya
faktor genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kekeringan kulit diperberat oleh
udara yang lembab dan panas, banyak berkeringat, dan bahan detergen yang berasal
dari sabun. Kulit yang kering akan menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun,
sehingga dengan rangsangan yang ringan seperti iritasi wol, rangsangan mekanik, dan
termal akan mengakibatkan rasa gatal.7

10
Manifestasi Klinis

Kulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di


epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat, jaritangan teraba dingin.
Penderita dermatitis atopik cenderung tipe astenik, dengan inteligensia di atas rata-rata,
sering merasa cemas, egois, frustasi, agresif, atau merasa tertekan.8
Gejala klinis yang spesifik yaitu rasa gatal yang khas dengan predileksi yang khas,
berlangsung kronis dan residif. penderita dermatitis atopik mempunyai tingkat ambang rasa
gatal yang rendah, gatal dapat hilang timbulsepanjang hari tetapi umunya lebih hebat pada
malam hari serta adanya stigmataatopik pada pasien maupun keluarga yang lain.Tempat
predileksi adalah hal yang paling penting untuk diketahui dari pasien dermatitis atopik.
Manifestasi klinis dermatitis atopik berbeda pada setiap tahapan atau fase perkembangan
kehidupan, mulai dari saat bayi hingga saat dewasa. Pada setiap anak didapatkan derajat
keparahan yang bervariasi, tetapi secara umum merekamengalami pola distribusi lesi yang
serupa.8
Dermatitis atopik dikelompokkan dalam 3 fase yaitu:7
1. Dermatitis atopik infantile (2 bulan-2 tahun)
Biasanya timbul pada usia 2 bulan sampai usia 2 tahun, tetapi dapat pula terjadi
pada usia 2-3 minggu. Bentuk yang paling sering adalah bentuk basah. Mula-mula
berupa papula milier kemudian timbul eritem, papulovesikel yang bila pecah akan
menimbulkan erosi dan eksudasi. Biasanya terjadi pada muka terutama pipi, dapat
meluas ke dahi, kulit kepala, leher, pergelangan tangan, ekstremitas bagian ekstensor
dan bokong. Bentuk lain yang jarang terjadi adalah bentuk kering. Kelainan dapat
berupa papula kecil, skuama halus, likenifikasi dan erosi. Biasanya terjadi pada anak
yang lebih besar. Eksaserbasi bisa terjadi karena tindakan vaksinasi, makanan, bulu
binatang atau perubahan suhu.
2. Dermatitis atopik fase anak (3-10 tahun)
Kelainan dapat berupa papula, likenifikasi, skuama, erosi dan krusta. Biasanya
terjadi pada fossa poplitea, antekubiti, pergelangan tangan, muka dan leher. Eksaserbasi
tipe anak lebih sering karena iritasi dan kadang-kadang karena makanan.
Stigmata Atopik pada anak:
1. Temperamen, anak tak pernah diam, iritabel dan agresif
2. Lipatan bawah mata (tanda Dennie-Morgan)
3. Penipisan alis bagian lateral (tanda Hertoghe)
4. Kulit kering atau xerotik
5. Pitiriasis alba
6. Keratosis pilaris
7. Muka pucat (paranasal dan periorbita)
8. Lipatan garis tangan berlebihan
9. Keratokonus dan katarak juvenile
10. Mudah terkena infeksi
3. Dermatitis atopik fase remaja dan dewasa (13-30 tahun)
Kelainan yang ditemukan berupa bercak kering dengan likenifikasi, skuama halus
dan hiperpigmentasi atau hipopigmentasi. Biasanya terjadi pada daerah ekstremitas

11
bagian fleksor, leher, dahi dan mata. Eksaserbasi pada DA tipe dewasa sering terjadi
karena tekanan mental, iritasi dan makanan.

Kriteria diagnostik dermatitis atopik


Kriteria diagnostik DA pada mulanya didasarkan atas fenomena klinis yang menonjol,
yaitu gejala gatal. George Rajka menyatakan bahwa diagnosis DA tidak dapat dibuat tanpa
adanya riwayat gatal. Kemudian pada tahun 1980 Hanifin dan Rajka membuat kriteria
diagnostik DA yang masih sering digunakan hingga saat ini:8
1 Kriteria mayor:
Pruritus (gatal)

Morfologi sesuai umur dan distribusi lesi yang khas.

Bersifat kronik eksaserbasi.

Ada riwayat atopi individu atau keluarga.


2 Kriteria minor:
Tanda Dennie-Morgan Xerotic

Keratokonus Iktiosis pada kaki

Konjungtivitis rekuren Eczema of the nipple

Katarak subkapsuler anterior Gatal bila berkeringat

Cheilitis pada bibir Awitan dini

White dermatographisme Peningkatan Ig E serum

Pitiriasis Alba Reaktivitas kulit tipe cepat (tipe 2)

Fissura pre aurikular Kemudahan mendapat infeksi


Stafilokokus dan Herpes Simpleks
Dermatitis di lipatan leher anterior
Intoleransi makanan tertentu
Facial pallor
Intoleransi beberapa jenis bulu
Hiperliniar palmaris binatang

Keratosis palmaris Perjalanan penyakit dipengaruhi


faktor lingkungan dan emosi
Papul perifokular hiperkeratosis

12
Tanda Hertoghe ( kerontokan pada Hiperpigmentasi daerah periorbita
alis bagian lateral).

13

Untuk membuat diagnosis DA berdasarkan kriteria menurut Hanifin dan Rajka diatas
dibutuhkan sedikitnya 3 kriteria mayor ditambah 3 atau lebih kriteria minor.8

Gambar 7. Kriteria minor dermatitis atopik pada anak8

Komplikasi

Keratokonjungtivitis atopik. Keadaan ini terjadi pada penderita dermatitis


atopik yang menderita gatal okular yang berat, mata merah, kelopak mata bengkak
dan menebal, dan bila kornea terlibat ada fotofobia. Keratokonus, pembengkakan
ringan kornea sentralis, diduga karena gosokan berulang pada mata, dan katarak
merupakan komplikasi.9
Pasien yang mengalami dermatitis atopik berat memiliki risiko terkena infeksi
kulit sekunder oleh stafilokokus, herper primer yang luas (ekzema herpertikum), dan
varisela.9

Penatalaksanaan

Pengobatan dibagi atas atas medikamentosa (menggunakan obatobat yang di


minum) dan juga nonmedika mentosa (tidak mengonsumsi obat).10
1 Medika mentosa
Pengobatan DA tidak bersifat menghilangkan penyakit tapi untuk
menghilangkan gejala dan mencegah kekambuhan. Secara konvensional pengobatan
DA pada umumnya menurut Boguniewicz & Leung tahun 1996 adalah sebagai berikut:
a Antibiotik: ditujukan pada DA dengan infeksi sekunder
b Antihistamin: digunakan sebagai antipruritus yang cukup memuaskan dan banyak
digunakan untuk terapi DA.
Pengobatan Topikal:
a Hidrasi kulit: pada kulit diberikan pelembab misalnya krim hidrofilik urea 10%;
dapat pula ditambahkan hidrokortison 1% didalamnya.
b Kortikosteroid topikal: pengobatan yang paling sering digunakan sebagai anti-
inflamasi lesi kulit. Pada bayi dapat digunakan salap steroid berpotensi rendah
misalnya hidrokortison 1-2,5%.

Pengobatan Sistemik:
a Kortikosteroid: hanya digunakan untuk mengendalikan eksaserbasi akut dalam
jangka pendek dan dosis rendah diberikan berselang seling atau dosis diturunkan
secara bertahap, kemudian diganti dengan pemberian kortikosteroid topikal.
b Antihistamin: untuk mengurangi rasa gatal yang hebat terutama malam hari,
sehingga menggangu tidur.
c Anti-infeksi: bagi yang belum resisten dapat diberikan eritromisis, asitromisin,
atau klaritromisin, sedang yang telah resisten dapat diberikan dikloksasin,
oksasilin, atau generasi pertama sefalosporin.
d Interferon: menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi sel TH2.
e Siklosporin: untuk DA yang sulit diatasi dengan pengobatan konvensional dapat
diberikan pengobatan dengan siklosporin dalam jangka pendek.
f Terapi sinar: dapat digunakan PUVA untuk DA yang berat dan luas. Terapi UVB
atau Goeckerman dengan UVB dan ter juga efektif.
2 Non medikamentosa
Menghindari bahan iritan: bahan seperti sabun, detergen, bahan kimiawi karena
penderita DA mempunyai nilai ambang rendah dalam merespon berbagai iritan.
Mengeliminasi alergen yang telah terbukti: pemicu kekambuhan yang telah
terbukti misal makanan, debu rumah, bulu binatang dan sebagainya harus
disingkirkan.
Mengurangi stress: stress pada penderita DA merupakan pemicu kekambuhan,
bukan sebagai penyebab.
Pemberian pelembab kulit dan menghilangkan pengeringan kulit: pemakaian
pelembab dapat mempebaiki barier stratum korneum.

Prognosis

Sulit meramalkan prognosis dermatitis atopik pada seseorang. Prognosis lebih


buruk bila kedua orang tuanya menderita dermatitis atopik. Ada kecenderungan
perbaikan spontan pada masa anak, dan sering ada yang kambuh pada masa remaja.
Sebagian kasus menetap pada usia di atas 30 tahun. Penyembuhan spontan dermatitis
atopik yang diderita sejak bayi pernah dilaporkan terjadi setelah umur 5 tahun sebesar
20-60%, terutama jika penyakit ringan. Sebelumnya juga ada yang melaporkan bahwa
84% dermatitis atopik anak berlangsung hingga masa remaja. Ada pula laporan,
dermatitis atopik pada anak yang diikuti sejak bayi hingga remaja, 20% menghilang,
dan 65% berkurang gejalanya. Lebih dari setengah dermatitis atopik remaja yang
telah diobati, kambuh kembali setelah dewasa.1
Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik DA, yaitu:1
DA luas pada anak
Menderita rhinitis alergik dan asma bronchial.
Riwayat DA pada orangtua atau saudara kandung
Awitan (onset) DA pada usia muda
Anak tunggal
Kadar IgE serum sangat tinggi.
Pencegahan
Pencegahan untuk mengurangi risiko kekambuhan D.A. dapat dilakukan
dengan:3
Kulit penderita D.A. cenderung lebih rentan terhadap bahan iritan, oleh karena itu
penting untuk mengidentifikasi kemudian menyingkirkan faktor yang memperberat
dan memicu siklus 'gatal-garuk', misalnya sabun dan detergen, kontak dengan
bahan kimia, pakaian kasar, pajanan terhadap panas atau dingin yang ekstrim.
Bila memakai sabun hendaknya yang berdaya larut minimal terhadap lemak dan
mempunyai pH netral.
Pakaian baru sebaiknya dicuci terlebih dahulu sebelum dipakai untuk membersihkan
formaldehid atau bahan kimia tambahan.
Mencuci pakaian dengan detergen harus dibilas dengan baik, sebab sisa detergen
dapat bersifat iritan.
Selesai berenang harus segera mandi untuk membilas klorin yang biasanya digunakan
pada kolam renang.
Hindari stress karena stres juga dapat menyebabkan eksaserbasi DA.
Seringkali serangan dermatitis pada bayi dan anak dipicu oleh iritasi dari luar, misalnya
terlalu sering dimandikan, menggosok terlalu kuat pakaian terlalu tebal, ketat atau
kotor, kebersihan kurang terutama di daerah popok, infeksi local, seperti iritasi kencing
atau feses; bahkan juga edicated baby oil. Pada bayi penting diperhatikan kebersihan
daerah bokong dan genitalia, popok segera diganti, bila basah atau kotor. Upaya
pertama adalah melindungi daerah yang terkena terhadap garukan agar tidak
memperparah penyakitnya. Usahakan tidak memakai pakaian yang bersifat iritan
(misalnya wol, atau srtetik), bahan katun lebih baik. Kulit anak atau bayi dijaga tetap
tertutup pakaian untuk menghindari pajanan iritan atau trauma garukan.
Mandi dengan pembersih yang mengandung pelembab, hindari pembersih
antibacterial karena berisiko menginduksi resistensi.

Kesimpulan

Berdasarkan gejala-gejala yang timbul pada anak laki-laki usia 10 tahun,


pasien menderita dermatitis atopik. Dimana dermatitis atopik merupakan suatu
penyakit peradangan kulit yang kronik, ditandai dengan rasa gatal, eritema, edema,
vesikel dan luka pada stadium akut. Sedangkan pada stadium kronik ditandai dengan
penebalan kulit (likenifikasi) dan distribusi lesi spesifik sesuai fase dermatitis atopik,
keadaan ini juga berhubungan dengan konsisi atopik pada penderita ataupun
keluarganya. Dengan penanganan yang baik dan teratur, penyakit ini dapat segera
diatasi.

Daftar Pustaka

1 Handoko RP. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta; EGC; 2010.h.122-
4
2 Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga Medical
Series; 2007.h.42.
3 Djuanda A, Wiryadi B, Kosasih A, dkk. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI Jakarta; 2010.h.139-46.
4 Sularsito SA, Djuanda S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6 th. Jakarta: FKUI;
2010.h.138-47, 200-2.
5 Brown RG, Burns T. Lecture notes dermatology. Jakarta: Erlangga. 2005.h.120-1.
6 Davey P. Medicine at a glance. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2005.h.401.
7 Stawiski MA. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Ed 6 th. Volum 2.
Jakarta: EGC; 2005.1430-2.
8 Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.h.111-3.
9 Mitchell, Kumar, Abbas, Fausto. Buku saku dasar patologis penyakit. Edisi 7. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h.708.
10 Ganiswarna SG, dkk. Farmakologi dan terapi. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2005.h.622-4.

Anda mungkin juga menyukai