Anda di halaman 1dari 64

1

A. Judul: Pengaruh Model Pembelajaran RESIK (Realistik Setting Kooperatif)

Berbasis Masalah Terbuka Terhadap Hasil Belajar Pada Mata

Pelajaran Matematika Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Gugus V Dr.

Soetomo Denpasar Selatan Tahun Ajaran 2012/2013

B. Latar Belakang Masalah

Paradigma baru pengelolaan kurikulum nasional dengan pendekatan dan

desain baru, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan semangat otonomi

pendidikan, telah menghadirkan warna dan tagihan baru dalam pembelajaran

matematika di Sekolah Dasar (Hasan, 2006: 82). Warna dan tagihan yang

dimaksud adalah bahwa guru dituntut untuk mampu memerankan dirinya sebagai

kreator dan fasilitator pembelajaran yang kreatif bagi kepentingan belajar siswa,

serta mampu menjadikan siswa sebagai waga negara yang berkualitas, mandiri,

cerdas, dan mampu bermasyarakat (Hasan, 2006). Menurut Dirjen Pendidikan

Dasar dan Menengah (2005), pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan

dasar harus mampu membekali siswa dengan seperangkat kompetensi dan

keterampilan serta nilai yang dibutuhkan oleh mereka untuk mengenal diri,

lingkungan, dan tantangan masa depan yang akan dihadapi dan memiliki

seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematik, siswa memperoleh

pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri.

Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi

penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan kembali, dan penolakan; (4)

pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya berasal dari

seperangkat ragam pengalaman.


2

Depdiknas (2003) menekankan bahwa dalam mengelola pembelajaran

matematika, siswa dikondisikan untuk menemukan kembali rumus, konsep, atau

prinsip dalam matematika melalui bimbingan guru. Ditegaskan bahwa belajar

akan bermakna bagi siswa apabila mereka aktif dengan berbagai cara untuk

mengonstruksi atau membangun sendiri pengetahuannya. Soedjadi (2003)

menyatakan, guru hendaknya jangan punya anggapan bahwa siswa harus selalu

diberi tahu, tetapi harus mulai percaya bahwa siswa pun memiliki kemampuan-

kemampuan yang dapat muncul dari dirinya sendiri. Selanjutnya dikatakan bahwa

guru perlu memberi waktu cukup kepada siswa untuk mencoba berpikir sendiri,

menemukan sendiri dan berani mengungkapkan pendapat sendiri. Menurut Slavin

(1994), salah satu prinsip yang paling penting dari psikologi pendidikan adalah

guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa.

Siswa harus membangun pengetahuan di dalam pikiran mereka sendiri. Guru

tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa

harus membangun pengetahuan di dalam pikiran mereka sendiri. Guru dapat

memudahkan proses ini, dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi

menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa.

Pembelajaran secara bermakna adalah pembelajaran yang lebih

mengutamakan proses terbentuknya suatu konsep dari pada menghafalkan konsep

yang sudah jadi (Suparno, 2001). Konsep-konsep dalam matematika tidak

diajarkan melalui definisi, melainkan melalui contoh-contoh yang relevan dengan

melibatkan konsep tertentu yang sudah terbentuk dalam pikiran siswa.

Pembelajaran secara bermakna terjadi bila siswa mencoba menghubungkan


3

fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka, tidak hanya sekedar

menghafal.

Pembelajaran matematika merupakan suatu bentuk kegiatan

pembelajaran yang mengutamakan keterlibatan siswa untuk membangun

pengetahuan matematikanya dengan caranya sendiri. Dalam kegiatan tersebut

guru berperan sebagai fasilitator dan mediator. Sebagai fasilitator, guru

menyediakan berbagai sarana pembelajaran yang memudahkan siswa membangun

pengetahuan matematikanya sendiri. Sebagai mediator, guru menjadi perantara

dalam interaksi antar siswa atau antara siswa dengan ide matematika dan

menghindari pemberian pendapatnya sendiri ketika siswa sedang mengemukakan

pendapat.

Proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah sampai sekarang ini,

pada umumnya didominasi guru, siswa dijadikan objek pembelajaran. Guru

berusaha memberikan informasi sebanyak-banyaknya, sehingga siswa tidak

mempunyai kesempatan yang cukup untuk merenungkan apa yang dieberika

oleh guru, dan yang penting bagi mereka adalah dapat menyelesaikan soal-

soal berdasarkan contoh-contoh yang telah diberikan. Sehingga pembelajaran

berlangsung secara mekanistik tanpa makna. Itulah beberapa gambaran dari

paradigma mengajar yang didasarkan pada teori belajar yang menuntut

perhatian yang berlebihan, keseriusan yang kaku, dan hukuman menjadi bagian

dari pembelajaran.
4

Menurut Marpaung (2003) paradigma mengajar mempunyai ciri-ciri

antara lain: (1) guru aktif, siswa pasif; (2) pembelajaran berpusat kepada

guru; (3) guru mentransfer pengetahuan kepada siswa; (4) pemahaman siswa

cenderung bersifat instrumental; (5) pembelajaran bersifat mekanistik; dan (6)

siswa diam (secara fisik) dan penuh konsentarasi (mental) memperhatikan apa

yang diajarkan guru. Lebih lanjut, dikemukakan bahwa hasil pembelajaran yang

berdasarkan paradigma mengajar, antara lain (1) siswa tidak senang pada

matematika; (2) pemahaman siswa terhadap matematika rendah; (3)

kemampuan menyelesaikan masalah (problem solving), bernalar (reasoning),

berkomunikasi secara matematis (communication), dan melihat keterkaitan antara

konsep-konsep dan aturan-aturan (connection) rendah. Dengan demikian,

dapat dikemukakan bahwa untuk mendukung tercapainya tujuan pembelajaran

matematika dan meningkatkan kualitasnya, maka paradigma mengajar perlu

diperbaiki.

Perbaikan pertama yang perlu dilakukan dalam pembelajaran

matematika adalah menciptakan kondisi belajar yang menyenangkan (paling

sedikit tidak tegang) dan menarik perhatian siswa. Menurut hasil penelitian

suasana yang menyenangkan dapat meningkatkan hasil belajar secara signifikan

(Nugroho, 2005: 89). Upaya ini bisa dilakukan dengan cara menjadikan siswa

aktif mencari informasi dan pengetahuan yang diperlukan sehingga siswa tidak

pasif, dan tidak hanya mendengarkkan apa yang disampaikan oleh guru. Dengan

kata lain, pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru tetapi pembelajaran berpusat

pada siswa (Sanjaya, 2009; 99).


5

Terkait dengan pernyataan di atas, ternyata pembelajaran yang

diharapkan berpusat pada siswa masih didominasi oleh pelaksanaan pembelajaran

yang berpusat pada guru. Kenyataan yang terjadi, berdasarkan hasil observasi

yang dilakukan pada tanggal 16 Januari 2013 khususnya di kelas IV SD Gugus V

Dr. Suetomo, ditemukan bahwa hasil belajar Matematika siswa masih jauh dari

yang diharapkan. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata ulangan sumatif

Matematika kelas IV dari masing-masing sekolah yang ada di SD Gugus V Dr.

Soetomo sebagai berikut.

Tabel 01. Nilai rata-rata Matematika siswa kelas IV SD Gugus V Dr.


Suetomo Denpasar Selatan
Sekolah Kelas Nilai Rata-rata
SD N. 4 Sesetan IV 66
SD No. 9 sesetan Iva 6.8
IVb 6.5
SD No. 12 Sesetan Iva 6.9
IVb 66
SD No. 14 Sesetan IV 70
SD No. 1 Renon Iva 70
IVb 71
SD No. 3 Renon Iva 67
IVb 70
Cerdas Mandiri IV 71
Doremi Iva 70
IVb 71
(Dokumen Nilai rata-rata ulangan sumatif Matematika semester 1)

Belum optimalnya hasil belajar Matematika yang diperoleh siswa kelas IV

SD Gugus V Dr. Soetomo disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya proses

pembelajaran Matematika yang seharusnya mengutamakan keterlibatan siswa

untuk membangun pengetahuan matematikanya dengan caranya sendiri, melalui

penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap, tapi yang

dilakukan guru hanya dengan ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas
6

individu. Pembelajaran yang berlangsung dikelas lebih didominasi oleh guru

dimana siswa jarang diberikan kesempatan untuk melibatkan pengalaman belajar

secara langsung dalam proses pembelajaran serta sarana pembelajaran dan model

pembelajaran yang perlu diperbaiki.

Melihat permasalahan yang terjadi, dapat diperkirakan model

pembelajaran yang memungkinkan untuk dilaksanakan sebagai upaya perbaikan

yaitu diperlukannya suatu pendekatan yang realistik, yang memberikan

kesempatan luas pada siswa untuk memudahkan siswa lebih memahami materi

matematika serta dengan caranya sendiri dan dekat dengan kehidupan mereka.

Menurut Aisyah (2007:73) mengemukakan bahwa dunia nyata diartikan sebagai

segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari,

lingkungan sekita, maupun mata pelajaran selain matematika. Jika siswa

menyelesaikan masalah dengan pendekatannya sendiri tentu akan lebih

merangsang siswa untuk berpikir sesuai struktur kognitifnya sehingga siswa akan

merasa lebih mudah dalam memahami pelajaran matematika karena berkaitan

dengan kehidupan sehari-hari siswa.

Dalam pelaksanaan pembelajaran matematika, yang mengarah kepada

pembelajaran dunia nyata adalah pendekatan Pendidikan Matematika Realistik

Indonesia (PMRI). Ramadhan (2009) mengemukakan bahwa pendekatan PMRI

merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan untuk membawa

matematika pada pembelajaran bermakna dengan mengaitkannya dalam

kehidupan sehari-hari yang bersifat realistik. Mengaitkan matematika dengan

kehidupan nyata siswa, matematika menjadi tidak menyeramkan lagi bagi siswa
7

tetapi akan terasa menyenangkan dan akan mampu meningkatkan hasil belajar

siswa. Teori belajar yang baru menyatakan bahwa belajar adalah proses

mengkonstruksi pengetahuan. Teori belajar yang dilandasi oleh filsafat

konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer dari

yang mengetahui kepada si pebelajar. Pengetahuan yang dimiliki seseorang

adalah konstruksi atau bentukan dari orang itu sendiri (Suparno, 2003), dan

dalam mengkonstruksi pengetahuan itu si pebelajar harus aktif baik mental

maupun fisik (Marpaung, 2003). Oleh karena itu, guru dituntut untuk

memahami dan mampu menerapkan berbagai model pembelajaran yang sesuai

dengan kekhasan materi dan karakteristik siswa sehingga dapat memfasilitasi

aktivitas siswa dalam belajar. Salah satu model pembelajaran yang banyak

disarankan berbagai pakar pendidikan untuk memfasilitasi aktivitas siswa dalam

belajar adalah model pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif bukan hanya untuk meningkatkan

hasil belajar siswa, tetapi juga untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan

keterampilan sosial. Hal ini bersesuian dengan yang disarankan Marpaung

(2003) bahwa perlu dikembangkan model pembelajaran matematika berdasarkan

konstruksi psikologis dan konstruksi sosiologis. Dengan alasan, bahwa

masyarakat kita adalah masyarakat yang berorientasi sosial, suka kumpul,

bertandang dan berbicara. Selain itu, salah satu pendekatan dalam pembelajaran

matematika yang tepat dan telah banyak diadopsi di dunia, adalah Realistik

Mathematics Education (RME). Dengan demikian model pembelajaran kooperatif

dengan menggunakan pendekatan RME diadaptasi dalam penelitian ini untuk


8

merancang model pembelajaran matematika yang diberi nama dengan model

RESIK (Realistik Setting Kooperatif), yang mencangkup makna yang terkandung

dari RME dan pembelajaran kooperatif, agar pembelajaran yang berpusat pada

guru selama ini dapat beralih menjadi pembelajaran yang berpusat kepada

siswa.

Model pembelajaran RESIK ini dipilih karena mengingat perlunya

permasalahan yang dekat dengan realita kehidupan sehari-hari, maka

pembelajaran yang akan dilaksanakan berupa model pembelajaran RESIK

(Realistik Setting Kooperatif) berbasis masalah terbuka. Salah satu ciri utama dari

pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran RESIK

adalah menggunakan masalah kontekstual yang diangkat sebagai masalah awal

dalam pembelajaran, yakni guru memberikan masalah kontekstual sesuai dengan

materi pembelajaran yang akan dipelajari, siswa diajak untuk mencermati dan

memikirkan permasalahan yang akan diberikan kemudian belajar mengajukaan

pendapat (Suradi, 2007). Sedangkan dalam penerapan model pembelajaran

RESIK dengan berbasis masalah terbuka yaitu masalah atau soal-soal matematika

yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga memiliki beberapa atau bahkan

banyak solusi yang benar dan terdapat banyak cara untuk mencari solusi tersebut

(Sudiarta, 2008: 47).

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran RESIK

menempatkan siswa sebagai subjek dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran

RESIK, guru tidak lagi berfungsi sebagai pemberi ilmu, tetapi lebih sebagai
9

fasilitator. Dalam hal ini pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru tetapi

pembelajaran berpusat pada siswa.

Semua keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh model pembelajaran

RESIK berbasis masalah terbuka tersebut diharapkan mampu menangani semua

permasalahan di kelas yang masih menjadi penyebab rendahnya hasil belajar

matematika siswa. Pembelajaran RESIK yang secara terus menerus dilakukan

dalam setiap pembelajaran di kelas, diharapkan akan memberikan pembelajaran

yang bermakna bagi siswa.

Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakukan penelitian tentang

Pengaruh Model Pembelajaran RESIK (Realistik Setting Kooperatif) Berbasis

Masalah Terbuka Terhadap Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran Matematika Siswa

Kelas IV Sekolah Dasar Gugus V Dr. Soetomo Tahun Ajaran 2012/2013.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka

dikemukakan rumusan permasalahan sebagai berikut: apakah terdapat perbedaan

yang signifikan hasil belajar Matematika siswa yang dibelajarkan melalui model

pembelajaran RESIK (Realistik Setting Kooperatif) berbasis masalah terbuka

dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa

kelas IV Sekolah Dasar Gugus V Dr. Soetomo Denpasar Selatan Tahun Ajaran

2012/2013?
10

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

perbedaan yang signifikan hasil belajar Matematika siswa yang dibelajarkan

melalui model pembelajaran RESIK (Realistik Setting Kooperatif) berbasis

masalah terbuka dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran

konvensional pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Gugus V Dr. Soetomo Denpasar

Selatan Tahun Ajaran 2012/2013.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan dalam memilih model pembelajaran yang tepat untuk

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar dalam proses pembelajaran dan hasil

penelitian ini dapat memberi sumbangan positif bagi pengembangan dan

kemajuan pendidikan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Model Pembelajaran RESIK (Realistik Setting Kooperatif)

Berbasis Masalah dapat digunakan sebagai alternatif guru dalam

melaksanakan proses pembelajaran. Dengan model pembelajaran seperti

ini diharapkan dapat membantu guru dalam menciptakan pembelajaran

dengan suasana belajar yang efektif dan menyenangkan bagi siswa, selain

itu, guru dapat memposisikan dirinya sebagai fasilitator dan juga

mediator dalm proses pembelajaran.


11

b. Bagi Siswa

Dengan model pembelajaran Model Pembelajaran RESIK

(Realistic Setting Kooperatif) Berbasis Masalah Terbuka diharapkan

dapat memberikan siswa kesempatan yang lebih luas untuk aktif dalam

kegiatan pembelajaran agar dapat membangun pengetahuannya sendiri

yang dapat mengaitkan antara dunia nyata dengan materi pembelajaran,

sehingga pelajaran dirasakan lebih bermakna.

c. Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

kepala sekolah untuk mengambil suatu kebijakan yang paling tepat dalam

meningkatkan kinerja guru dan kualitas pembelajaran yang efektif dan

efisien di Sekolah.

d. Bagi Peneliti Lain Dan Mahasiswa

Dengan penelitian ini peneliti mempunyai penngalaman langsung

sebagai calon guru dalam mengembangkan model pembelajaran

kooperatif pada proses pembelajaran dan penelitian ini dapat dijadikan

sebagai pedoman dalam menciptakan suatu penngalaman yang lebih

bermakna.
12

F. Asumsi dan Keterbatasan Penelitian


a. Asumsi Penelitian
Dalam penelitian ini ditetapkan beberapa asumsi, sehingga kebenaran

dari hasil penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan selama asumsi-

asumsi tersebut tetap berlaku. Asumsi yang dimaksud adalah sebagai

berikut.
1. Selama proses penelitian kondisi siswa dianggap sehat jasmani dan

rohani.
2. Sarana, prasarana dan fasilitas belajar matematika yang dimiliki

sekolah dan siswa dianggap cukup memadai


3. Peneliti memberikan perlakukan dalam penelitian ini dianggap

memiliki kemampuan dan pengalaman yang setara.


b. Keterbatasan Penelitian
Karena keterbatasan biaya, waktu dan tenaga, penelitian ini memiliki

beberapa keterbatasan, yaitu sebagai berikut.


1. Populasi pada penelitian ini terbatas pada siswa kelas IV SD Gugus V

Dr. Soetomo.
2. Pada penelitian ini materi yang diteliti hanya terbatas pada pokok

bahasan pecahan.
3. Penelitian ini yang diselidiki hanya terbatas pada pengaruh model

pembelajaran RESIK (Realistik Setting Kooperatif) terhadap hasil

belajar matematika siswa.

G. KAJIAN TEORI

1. Model Pembelajaran RESIK (Realistik Setting Kooperatif) Berbasis

Masalah Terbuka

a. Pembelajaran Matematika Realistik


a) Pengertian Pembelajaran Matematika Realistik
13

Realistic Mathematics Education (RME), yang diterjemahkan sebagai

Pendidikan Matematika Realistik (PMR) adalah sebuah pendekatan belajar

matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli

matematika oleh sekelompok ahli matematika di Belanda. Pendidikan Matematika

Realistik (PMR) merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang

harus selalu menggunakan masalah sehari-hari (Ariyadi, 2012: 20).


Menurut Ardana (2007) Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

merupakan pembelajaran yang diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata),

sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara

langsung. Ini artinya menggunakan konteks dunianya akan memudahkan siswa

lebih memahami materi sehingga mudah mencapai tujuan yang diinginkan karena

pendekatan ini memungkinkan siswa untuk memberikan kebebasan kepada siswa

dalam upaya menemukan sendiri konsep yang ada maupun dalam

mengembangkannya.
Berdasarkan uraian diatas dapat dirangkum bahwa Pendidikan Matematika

Realistik (PMR) merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang

menggunakan masalah-masalah realistik (nyata) yang harus mengarahkan siswa

kepada penggunaan berbagai situasi dan untuk menemukan kembali ide dan

konsep matematika dengan cara mereka sendiri sehingga mudah mencapai tujuan

yang diinginkan. Upaya ini dilakukan melalui penjajahan berbagai situasi dan

persoalan-persoalan yang nyata dan dekat dengan lingkungan siswa.


b) Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik
Treffers (dalam Ariyadi, 2012: 21) mengemukakan lima karakteristik

Pembelajaran Matematika Realistik diantaranya:


(a) Penggunaan konteks : proses pembelajaran diawali dengan keterlibatan
siswa dalam pemecahan masalah tersebut.
14

(b) Instrumen vertikal : konsep atau ide matematika direkonstruksi oleh siswa
melalui model-model instrument vertikal, yang bergerak dari prosedur
informal ke bentuk formal.
(c) Kontribusi siswa : siswa aktif mengkonstruksi sendiri bahan matematika
berdasarkan fasilitas dengan lingkungan belajar yang disediakan guru,
secara aktif menyelesaikan soal dengan cara masing-masing.
(d) Kegiatan interaktif : kegiatan belajar bersifat interaktif, yang
memungkinkan terjadi komunikasi dan negosiasi antar siswa.
(e) Keterkaitan topik : pembelajaran suatu bahan matematika terkait dengan
berbagai topik matematika secara terintegrasi.

b. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

a). Pengertian Pembelajaran Koopertif (Cooperative Learning)

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana

siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil, saling membantu untuk

memahami suatu materi pelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban

temannya yang salah, serta aktivitas lainnya dengan tujuan untuk mencapai hasil

belajar yang tinggi. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk

meningkatkan partismatematikasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman

sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan

kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang

berbeda latar belakangnya (Trianto, 2007:42).

Menurut Slavin (1997), pembelajaran kooperatif merupakan model

pembelajaran dengan peserta didik bekerja secara kelompok yang memiliki

kemampuan heterogen. Sedangkan Asma (2006:11) pembelajaran kooperatif

merupakan salah satu model pembelajaran yang terstruktur dan sistematis, dimana

kelompok-kelompok kecil bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.


15

Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama didalam kelompok kecil

yang terdiri dari 4-6 orang siswa heterogen, yang bertujuan untuk memberikan

kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir

dan kegiatan belajar. Pembelajaran kooperatif mempunyai efek yang berarti

terhadap penerimaan yang luas terhadap keragaman ras, budaya dan agama, strata

social, kemampuan dan ketidakmampuan (Ibrahim,dkk, 2000: 9).

Selama belajar secara kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya

selama beberapa kali pertemuan, mereka diajarkan ketrampilan khusus agar dapat

bekerja dengan baik di dalam kelompoknya seperti menjadi pendengar yang aktif,

memberikan penjelasan kepada teman, dan berdiskusi.

Dari uraian diatas dapat dirangkum bawa pembelajaran koooperatif

merupakan model pembelajaran yang dibentuk dalam suatu kelompok kecil

dimana siswa bekerjasama dan mengoptimalkan keterlibatan dirinya dan anggota

kelompoknya dalam belajar yang memiliki kemampuan yang heterogen untuk

mencapai tujuan bersama.

b). Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Pada pembelajaran kooperatif, terdapat beberapa unsur-unsur yang saling

terkait satu dengan yang lainnya. Asma (2006: 6) menyatakan bahwa ada tujuh

unsure dasar yang terdapat dalam struktur pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai

berikut.

(a) Siswa dalam kelompoknya beranggapan bahwa mereka sehidup


sepenanggungan bersama.
(b) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu dalam kelompoknya.
16

(c) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota dalam kelompoknya


mempunya tujuan yang sama
(d) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama
diantara anggota kelompoknya.
(e) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan
yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
(f) Siswa berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk
belajar bersama selama proses belajarnya.
(g) Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

c). Manfaat Pembelajaran Kooperatif

Manfaat pembelajaran kooperatif adalah dapat meningkatkan partisifasi

siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat

keputusan dalam kelompok, serta memberikan kepada siswa untuk berinteraksi

dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangya. Jadi dalam

pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun

sebagai guru.

Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat positif untuk siswa

yang rendah hasil belajarnya. Ibrahim (2000: 18) manfaat pembelajaran kooperatif

bagi siswa dengan hasil belajar yang rendah, seperti berikut ini.

(a) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas.


(b) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi.
(c) Memperbaiki sikap.
(d) Memperbaiki kehadiran.
(e) Angka putus sekolah menjadi rendah.
(f) Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar.
(g) Prilaku mengganggu menjadi lebih kecil.
(h) Konflik antar pribadi berkurang.
(i) Sifat apatis berkurang.
(j) Pemahaman yang lebih mendalam.
(k) Motivasi lebih besar.
(l) Hasil belajar lebih tinggi.
17

(m)Retensi lebih lama.


(n) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.

c. Model Pembelajaran RESIK (Realistik Setting Kooperatif)

Kombinasi dari Pendidikan Matematika Realistik (PMR) dengan model

pembelajaran kooperatif digunakan untuk merancang sebuah model pembelajaran

Matematika yang diberi nama model pembelajaran RESIK (Realistik Setting

Kooperatif) (Suradi, 2007).

Model pembelajaran RESIK (Realistik Setting Kooperatif) merupakan

suatu model pembelajaran yang memuat enam tahap pembelajaran, yaitu tahap

memotivasi siswa, tahap menyajikan informasi dan melibatkan siswa memahami

masalah kontekstual, tahap mengorganisasi siswa ke dalam kelompok belajar dan

memberi tugas kelompok, tahap membimbing kelompok belajar dan belajar, tahap

diskusi dan negosiasi, serta tahap evaluasi dan penghargaan (Suradi, 2007).

Salah satu ciri utama dari pembelajaran matematika dengan menggunakan

model pembelajaran RESIK adalah menggunakan masalah kontekstual yang

diangkat sebagai masalah awal dalam pembelajaran, yakini guru memberikan

masalah kontekstual sesuai dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari siswa.

Kemudian meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Jika terdapat hal-

hal yang kurang dipahami oleh siswa, guru menjelaskan atau memberi petunjuk

seperlunya terhadap bagian-bagian yang belum dipahami siswa.

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran RESIK

menempatkan siswa sebagai subjek dalam proses pembelajaran. Dalam model

pembelajaran RESIK, guru tidak lagi berfungsi sebagai pemberi ilmu, tetapi lebih

sebagai fasilitator. Guru menyiapkan berbagai perangkat pembelajaran,


18

mengorganisasi siswa dalam kelompok kelompok kecil, mendorong siswa untuk

dapat belajar lebih terfokus dan optimal, mengarahkan diskusi siswa, serta

mengajukan pertanyaan-pertanyaan realistik yang merangsang siswa untuk

berpikir.

Dalam model RESIK, siswa diharapkan dapat memahami sendiri

suatu konsep, tanpa dijelaskan oleh guru. Jadi prinsip konstruksi pengetahuan

oleh siswa, menjadi perhatian utama dalam model RESIK. Selain itu, model

RESIK dirancang untuk menyediakan kondisi yang memungkinkan penguatan

dan perluasan pengetahuan siswa. Untuk tercapainya hal ini, sangat

dibutuhkan perencanaan aktivitas atau pemecahan masalah secara baik dan

sesuai. Peran guru dalam hal perencanaan aktivitas atau pemecahan

masalah ini sangat utama. Guru perlu merencanakan dan mempersiapkan

masalah kontekstual yang sesuai, yang memungkinkan siswa untuk

beraktivitas saling membantu dalam kelompok kecil untuk mengkonstruksi

pengetahuan sendiri.

Menurut Freudental 1991 (dalam Ariyadi, 2012:20) menyatakan bahwa


kebermaknaan konsep matematika merupakan konsep utama dari
pembelajaran matematika realistik. Proses belajar siswa hanya akan terjadi
jika pengetahuan (knowledge) yang dipelajari bermakna bagi siswa. Suatu
pengetahuan akan menjadi bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran
dilaksanakan dalam suatu konteks atau pembelajaran menggunakan
permasalahan realistik. Suatu masalah realistik tidak harus selalu berupa
masalah yang ada di sunia nyata (real word problem) dan bisa ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari siswa. Suatu masalah disebut realistik jika
masalah tersebut dapat dibayangkan (imagineable) atau nyata (real) dalam
pikiran siswa.
19

Model RESIK yang dikembangkan memuat lima komponen penting,

yakni (a) sintaks, (b) sistem sosial, (c) prinsip reaksi, (d) sistem pendukung, (e)

dampak instruksional dan pengiring (Suradi, 2007). Adapun lima komponen

tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

a) Sintaks
Sintaks (syntax) menunjuk pada keseluruhan alur atau urutan

kegiatan belajar mengajar. Sintaks model RESIK terdiri dari 6 (enam)

fase, yakni (1) memotivasi siswa,(2) menyajikan informasi dan

melibatkan siswa memahami masalah kontekstual, (3) mengorganisasi

siswa kedalam kelompok belajar dan memberikan tugas kelompok,(4)

membimbing kelompok bekerja dan belajar, (5) diskusi dan

negosiasi, dan (6) evaluasi dan penghargaan. Penempatan evaluasi pada

fase terakhir tidak dimaksudkan bahwa penilaian harus selalu dilakukan

pada akhir proses belajar mengajar. Dalam model RESIK, penilaian

dapat dilakukan di awal, pertengahan ataupun di akhir proses belajar

mengajar. Penggunaan model pembelajaran RESIK, setelah fase kelima

yakni diskusi dan negosiasi, jika masih tersedia waktu untuk mempelajari

materi berikutnya, maka proses belajar mengajar dapat kembali ke fase

ketiga yakni membimbing kelompok bekerja dan belajar. Dengan demikian

proses belajar mengajar dengan menggunakan model RESIK ini dapat

digambarkan sebagai berikut.

Memotivasi siswa

Menyajikan informasi dan melibatkan


siswa memahami masalah kontekstual
20

Mengorganisasi siswa kedalam kelompok


belajar dan memberikan tugas kelompok

Membimbing kelompok bekerja dan


belajar

Diskusi dan negosiasi

Evaluasi dan
penghargaan

Gambar 3.1 Alur Proses belajar Mengajar dengan menggunakan

Model Pembelajaran RESIK (Realistik Setting Kooperatif)

b) Sistem sosial
Dalam model RESIK, dikembangkan suasana demokratis.

Interaksi antar siswa dalam melakukan aktivitas belajar melalui

pendekatan realistik pada kelompok masing-masing mendapat

penekanan penting dalam model ini. Demikian juga interaksi

antar siswa dalam kelas pada fase diskusi dan negosiasi,

mendapat penekanan penting. Guru berfungsi menfasilitasi agar

interaksi antar siswa dalam semua aktivitas PBM ini dapat


21

berlangsung baik. Guru perlu pula mengorganisasi PBM sebaik

mungkin agar siswa tetap di dalam aktivitas atau tugas belajar (on-task),

dan menfasilitasi dan memotivasi siswa agar terjadi kerjasama secara

kooperatif dan memungkinkan terjadinya konstruksi pengetahuan.


Prinsp-prinsip yang dikandung dalam model RESIK ini adalah (1)

kerjasama, (2) kebebasan menyampaikan pendapat, (3) tanggung

jawab pada diri sendiri dan kelompok, dan (4) kesamaan derajat.

Dalam setiap prinsip tersebut terkandung norma-norma tertentu.

Misalnya dalam prinsip kerjasama, terkandung norma-norma saling

membantu dan saling menghargai. Dalam prinsip kebebasan menyam-

paikan pendapat, terkandung norma menghargai pendapat orang

lain, menyampaikan pendapat dengan cara yang santun, dan sebagainya.

c) Prinsip reaksi
Prinsip reaksi merupakan pola kegiatan yang menggambarkan

bagaimana seharusnya guru melihat dan memperlakukan siswa, termasuk

bagaimana seharusnya guru melihat dan memperlakukan siswa, termasuk

guru memberikan respon terhadap mereka. Prinsip ini memberikan

petunjuk bagaimana seharusnya guru menggunakan aturan permainan

yang berlaku pada setiap model.


Pada model RESIK, guru berperan sebagai fasilitator, dan

moderator. Sebagai fasilitator, guru menyediakan sumber-sumber

belajar, mendorong siswa untuk belajar, dan memberikan bantuan

bagi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi pemahamannya

secara optimal. Sebagai moderator, guru memimpin diskusi kelas,


22

mengatur mekanisme sehingga diskusi kelas berjalan lancar, dan

mengarahkan diskusi sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai.


d) Sistem pendukung
Sistem pendukung (support system) suatu model pembelajaran

merupakan semua sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk

menerapkan model tersebut.


Dalam pembelajaran dengan menggunakan model RESIK

diperlukan sejumlah bahan dan media pembelajaran. Untuk setiap

pokok bahasan yang akan dibahas, guru perlu menyiapkan bahan ajar

yang realistik bagi siswa (baik berupa buku siswa, hand out, dan

sebagainya), lembar kegiatan siswa (LKS), perangkat evaluasi, dan

media pembelajaran yang relevan.


e) Dampak instruksional dan pengiring
Setiap model pembelajaran selalu diharapkan menghasilkan

dampak intruksional dan dampak pengiring. Dampak intruksional adalah

hasil belajar yang dicapai langsung yang mengarahkan para siswa pada

tujuan yang diharapkan, misalnya penguasaan terhadap materi A.

Sedangkan dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan

oleh proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang

dialami langsung oleh siswa tanpa pengarahan langsung dari guru,

contohnya kemampuan komunikasi matematika.


Model pembelajaran RESIK juga dapat mengembangkan

kemampuan berpikir dan kemampuan bekerjasama siswa. Pembelajaran

matematika dengan menggunakan model pembelajaran RESIK ini juga

diharapkan dapat memunculkan dampak intruksional dan dampak

pengiring.
23

Rincian dampak intruksional dan dampak pengiring adalah : (1)

dampak intruksional, berupa: kemampuan konstruksi pengetahuan,

penguasaan bahan ajar, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan

berpikir kritis, keterampilaan kooperatif, dan kemampuan komunikasi

matematika, (2) dampak pengiring, berupa: kemandirian dan otonomi

dalam belajar, sikap positif terhadap matematika.

d. Masalah Terbuka
a). Pengertian Masalah Terbuka
Suatu masalah pada dasarnya tentu memerlukan suatu jawaban atau

penyelesaian. Masalah dapat dipandang identik dengan suatu pertanyaan

karena mempunyai persamaan, yaitu memerlukan suatu jawaban (Ruseffendi,

1988). Untuk itu, masalah yang diberikan oleh guru pada siswa dapat

sekaligus merupakan pertanyaan pada siswa untuk dicarikan penyelesaiannya.

Masalah yang memungkinkan memiliki jawaban benar maupun cara yang

beragam disebut masalah terbuka (open-ended problem).

Suyatno (2009:62-63) mengatakan bahwa Pembelajaran dengan problem

(masalah) terbuka, artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan

dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam

(multi jawab, fluency)". Dengan demikian Pembelajaran ini melatih dan

menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-

interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntut untuk

berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang

bervariasi dalam memperoleh jawaban siswa yang beragam. Selanjutnya siswa


24

juga diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Dengan

demikian, pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang

akan membentuk pola pikir, keterpaduan, keterbukaan, dan ragam berfikir.

Secara konseptual masalah terbuka (open-eded problem) dalam

pembelajaran matematika adalah masalah atau soal-soal matematika yang

dirumuskan sedemikian rupa, sehingga memiliki beberapa atau bahkan banyak

solusi yang benar dan terdapat banyak cara untuk mencari solusi tersebut

(Sudiarta, 2008: 47). Penyajian masalah open eded dalam pembelajaran akan

dapat meningkatkan daya nalar siswa sehinngga siswa dapat berpikir logis,

kritis dan kreatif.

Masalah matematika open eded menuntut siswa untuk menjelaskan pola

pikir matematika mereka melalui proses penalaran di mana hal ini dapat

menjadi sumber informasi guru dalam melihat keberhasilan pembelajaran

yang dilaksanakan. Penerapan matematika dengan menggunakan masalah

open eded membuka ruang selebar-lebarnya untuk melatih dan

mengembangkan komponen-komponen kompetensi ranah pemahaman yang

meliputi 1) mengerti konsep, ide dan prinsip matematika, 2) memilih dan

menyelenggarakan proses dan strategi pemecahan masalah, 3) menjelaskaan

dan mengkomunikasikan mengapa strategi tersebut berfungsi, 4)

mengidenntifikasi dan melihat kembali alasan-alasan mengapa solusi dan

prosedur menuju solusi tersebut benar.

b). Manfaat dan Ciri-Ciri Umum Masalah Terbuka


25

Sudiarta (2008:113) mengemukakan ciri-ciri umum masalah terbuka

(open- eded problem) seperti berikut ini.


(a). Mendeskripsikan secara tidak lengkap, artinya membiarkan atau
menyembunyikan atau menghilangkan sebagian informaasi yang
berkaitan dengan masalah, justru untuk dikontruksi oleh siswa
sendiri dalam rangka mengembangkan berbagai perspektif secara
kritis dan kreatif.
(b). Dirumuskan sedemikian rupa sehingga memungkinkann adanya lebih
dari satu jawaban yang benar.
(c). Hasil pemecahan masalah tidak dapat ditebak-tebak, apalagi hanya
dengan menggunakan basik skill dan fakta-fakta saja.
(d). Informasi bisa diinterpretasikan secara bervariasi. Perlu dipecahkan
secara berulang-ulang jika ada perubahan kondisi dan penambahan
informasi yang lebih baik.
(e). Dapat dipecahkan dengan suatu proses pemecahan masalah.

Menurut Swada (dalam Ariyadi, 2012: 61) penggunaan open-ended

problem dalam pembelajaran matematika menyebutkan lima manfaat penggunaan

open-ended problem, yaitu sebagai berikut.

(a). Siswa menjadi lebih aktif berpartisifasi dalam pembelajaran dan


menjadi lebih sering mengekpresikan gagasan mereka. Open-ended
problem menyesiakan situasi pembelajaran yang bebas, terbuka,
responsive dan suportif karena open-ended problem memiliki
berbagai solusi yang benar sehingga setiap siswa memiliki
kesempatan untuk mendapatkan jawaban yang unik dan berbeda-
beda.
(b). Siswa memiliki lebih banyak kesempatan untuk menggunakan
pengetahuan dan keterampilan matematika mereka secara
komprehensif.
(c). Setiap siswa dapat bebas memberikan berbagai tanggapan yang
berbeda untuk masalah yang mereka kerjakan.
(d). Penggunaaan soal open-ended memberikan pengalaman penalaran
kepada siswa.
(e). Soal open-ended pengalaman yang kaya kepada siswa untuk
melakukan kegiatan penemuan yang menarik serta menerima
pengakuan dari siswa lain terkait solusi yang mereka miliki.
26

Jadi masalah terbuka (open-ended problem) adalah pembelajaran yang

menyajikan suatu permasalahan yang sedemikian rupa, pemecahan masalah yang

dapat dilakukan dengan berbagai cara dan solusi yang beragam, dalam hal ini

siswa dituntut untuk menjelaskan bagaimana cara mereka untuk menemukan

jawaban dari permasalahan yang dihadapi dimana permasalahan ini lebih

mementingkan proses daripada hasil.

e. Model Pembelajaran RESIK (Realistik Setting Kooperatif) Berbasis

Masalah Terbuka.

Dari uraian diatas dapat dirangkum bahwa model pembelajaran RESIK

(Realistik Setting Kooperatif) merupakan suatu model pembelajaran yang memuat

enam tahap pembelajaran, yaitu tahap memotivasi siswa, tahap menyajikan

informasi dan melibatkan siswa memahami masalah kontekstual, tahap

mengorganisasi siswa ke dalam kelompok belajardan memberi tugas kelompok,

tahap membimbing kelompok belajar dan belajar, tahap diskusi dan negosiasi,

serta tahap evaluasi dan penghargaan. Salah satu ciri model ini dengan

menggunakan masalah kontekstual yang diangkat sebagai masalah awal dalam

pembelajaran, yakini guru memberikan masalah kontekstual sesuai dengan materi

pelajaran yang sedang dipelajari siswa. Kemudian meminta siswa untuk

memahami masalah tersebut. Penggunaan berbasis masalah terbuka ini bertujuan

untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, dapat

dilakukan dengan berbagai cara dan solusi yang beragam, dalam hal ini siswa

dituntut untuk menjelaskan bagaimana cara mereka untuk menemukan jawaban

dari permasalahan yang dihadapi dimana permasalahan ini lebih mementingkan


27

proses daripada hasil dan dapat meningkatkan daya nalar siswa sehinngga siswa

dapat berpikir logis, kritis dan kreatif.

Adapun sintak model pembelajaran RESIK berbasis masalah terbuka

terdapat pada table 02.

Table 02

Sintaks Model Pembelajaran RESIK Berbasis Masalah Terbuka


Fase Aktivitas Guru dan Siswa
1 2
1. Memotivasi Siswa a. Guru membuka pelajaran dan mengorganisasi
kelas untuk belajar. Siswa mengambil tempat
dalam kelompok masing-masing.
b. Guru menyampaikan hasil kerja kelompok
berdasarkan hasil pertemuan sebelumnya.
c. Guru menyampaikan kepada siswa tentang
materi pokok, standar kompetensi, kompetensi
dasar, hasil belajar dan tujuan pembelajaran.
d. Guru menyampaikan kepada siswa apa yang
mereka akan lakukan dalam kerja kelompok:
menyelesaikan masalah kontekstual pada
LKS.
e. Guru memotivasi siswa dengan mengaitkan
materi yang akan dipelajari dengan kehidupan
siswa sehari-hari.

2.Menyajikan informasi dan a. Guru menyajikan informasi tentang materi


melibatkan siswa memahami
yang akan dipelajari siswa dengan cara
masalah kontekstual
demonstrasi atau merujuk kepada buku dengan
menggunakan masalah kontekstual sesuai
materi pelajaran yang sedang dipelajari siswa.
28

b. Meminta siswa untuk memahami masalah


tersebut dan memecahkan dengan berbagai
cara dan solusi.
c. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bertanya.
d. Jika terdapat hal-hal yang kurang dipahami
oleh siswa, guru menjelaskan atau
memberikan petunjuk seperlunya.
(Karakteristik realistik yang muncul adalah
menggunakan masalah kontekstual sebagai
awal pembelajaran).

3.Mengorganisasi siswa kedalam a. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana


kelompok belajar dan mem-
caranya membentuk kelompok belajar dan
berikan tugas kelompok.
membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
b. Guru membagikan LKS atau tugas yang akan
diselesaikan siswa kepada masing-masing
kelompok.
4. Membimbing kelompok bekerja a. Siswa melakukan aktivitas yang telah diten-
dan belajar
tukan guru (mempelajari materi tertentu,
menyelesaikan masalah kontekstual pada
LKS, menyelesaikan masalah tertentu,
melakukan investigasi, dan sebagainya) dalam
kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.
Pada langkah ini karakteristik PMR yang
muncul adalah menggunakan model.
b. Guru berkeliling dan memberikan bantuan
terbatas kapada setiap kelompok. Bantuan ini
dapat berupa penjelasan secukupnya (tanpa
memberikan jawaban terhadap masalah yang
sementara dihadapi siswa), dapat pula
memberikan pertanyaan yang merangsang
berpikir siswa dan mengarahkan siswa untuk
29

lebih jelas melihat masalah yang sebenarnya


atau mengarahkan siswa kepada pemecahan
masalah.
c. Setiap kelompok diminta untuk memeriksa
kembali apa yang mereka telah lakukan atau
yang mereka pelajari sebelum menuliskan
jawaban kelompok.
d. Guru memberikan penekanan, bahwa setiap
anggota kelompok harus saling membantu
agar materi yang dipelajari dipahami oleh
semua anggota kelompoknya.
5. Diskusi dan negosiasi a. Siswa melaporkan hasil penyelesaian masalah
atau hasil dari aktivitas kelompok.
b. Guru menentukan siswa tertentu atau
kelompok tertentu untuk mempresentasikan
hasil kerjanya.
c. Guru memimpin diskusi. Peran guru di sini
sangat menentukan lancarnya interaksi antara
setiap kelompok, juga sangat menentukan
berhasilnya proses negosiasi.
d. Guru dapat mengajukan pertanyaan apakah,
mengapa, dan bagaimana, sehingga lebih
mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan.
e. Guru meminta kepada setiap siswa membuat
kesimpulan dari hasil diskusi.
(Karakteristik PMR yang muncul pada
langkah ini adalah penggunaan kontribusi
siswa dan terdapat interaksi antara siswa
dengan siswa, dan antara siswa dengan guru).
6. Evaluasi dan penghargaan a. Penilaian dapat dilakukan sebelum (pre-test),
selama, dan setelah pembelajaran dilakukan.
b. Guru memberikan penghargaan kepada setiap
kelompok sesuai dengan hasil penilaian yang
dilakukan.
( Sumber: Suradi, 2007)
30

f. Model Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional adalah suatu pembelajaran yang secara umum

dilakukan oleh kebanyakan guru dalam kegiatan belajar mengajar, yang

memposisikan guru dalam pembelajaran sebagai pengajar, yakni orang yang

menyampaikan atau menanamkan ilmu pengetahuan. Sanjaya (2005: 74)

mengemukakan bahwa mengajar memiliki karakteristik sebagai berikut:

a) Proses pengajaran berorientasi pada guru yang penting untuk menentukan

segalanya. Guru memiliki peran yang sangat dominan dalam pembelajaran

yakni berperan sebagai perencana pembelajaran, sebagai penyampai

informasi, dan sebagai evaluator. Sebagai perencana pembelajaran,

sebelum proses pembelajaran seperti materi apa yang akan disampaikan,

bagaimana cara menyampaikannya, media apa yang harus digunakan dan

lain sebagainya. Dalam melaksanakan perannya sebagai penyampai

informasi, biasanya guru menggunakan metode ceramah sebagai metode

utama yang dianggap paling ampuh dalam proses pembelajaran.

Sedangkan peran sebagai evaluator guru berperan dalam menentukan alat

evalusi keberhasilan pengajaran yang kriteria keberhasilannya diukur dari

sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran yang disampaikan

guru;

b) Siswa sebagai obyek belajar, mereka dianggap sebagai organisme yang

pasif, yang belum memahami apa yang harus dipahami, sehingga melalui

proses pembelajaran mereka dituntut memahami segala sesuatu yang


31

diberikan guru. Peran siswa adalah sebagai penerima informasi yang jenis

dan pengetahuan yang harus dipelajari tidak berpijak dari kebutuhan siswa,

baik dari segi pengembangan bakat maupun dari minat siswa, akan tetapi

berangkat dari pandangan apa yang menurut guru dianggap baik dan

bermanfaat;

c) Kegiatan pembelajaran terjadi pada tempat dan waktu tertentu, misalnya

terjadi di dalam kelas dengan penjadwalan yang sangat ketat, sehingga

siswa hanya belajar manakala ada kelas yang telah didesain sedemikian

rupa sebagai tempat belajar, dengan demikian proses pembelajaran terjadi

secara sangat formal;

d) Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran, sehingga

keberhasilan suatu proses pembelajaran diukur dari sejauhmana siswa

dapat memahami materi pelajaran yang disampaikan guru.

Pembelajaran konvensional menempatkan siswa sebagai obyek belajar yang

hanya berperan sebagai penerima informasi secara pasif, dalam kegiatan

pembelajaran lebih banyak belajar secara individual dengan menerima, mencatat,

dan menghafal materi pelajaran yang dikaitkan dengan kehidupan nyata secara

riil, akan tetapi materi pelajaran yang diajarkan lebih bersifat teoritis dan abstrak.

Dari segi kemampuan, pembelajaran konvensional tidak berdasarkan pada

pemberian pengalaman kepada peserta didik, melainkan diperoleh melalui latihan-

latihan yang mempunyai tujuan akhir pada perolehan nilai atau angka.

Dalam pembelajaran konvensional, tindakan atau perilaku individu

didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan
32

sesuatu disebabkan oleh takut akan adanya hukuman, atau melakukan sesuatu

hanya sekedar untuk memperoleh angka atau nilai dari guru. Selanjutnya,

pengetahuan yang dimiliki setiap individu dalam pembelajaran konvensional tidak

berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya atas dasar setiap siswa

bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakekat pengetahuan yang dimiliki, oleh

karena kebenaran pengetahuan yang dimiliki bersifat absolut yang dikontruksi

oleh orang lain yakni guru. Guru mempunyai tanggung jawab penuh memantau

dan mengembangkan pembelajaran karena guru penentu jalannya proses

pembelajaran yang mana pembelajaran konvensional hanya dilakukan di dalam

kelas dan keberhasilan pembelajaran hanya di ukur dari tes.

Adapun langkah-langkah pembelajaran konvensional baik aktivitas guru

maupun aktivitas siswa dapat dilihat pada Tabel 03.

Tabel 03

Langkah-langkah Pembelajaran Konvensional

Fase Aktivitas Guru Aktivitas Siswa


Apersepsi Menyampaikan pokok Mendengarkan informasi

bahasan atau materi yang yang disampikan dan

akan diberikan menerima materi baru


Kegiatan Inti Mendemontrasikan Memperhatikan penjelasan

keterampilan atau guru

menyajikan materi tahap

demi tahap
Memberikan contoh soal Mencatat contoh soal

yang relevan dengan

materi yang dioberikan


33

Menyuruh siswa Menyelesaikan soal-soal

menyelesaikan soal-soal yang ada dalam LKS

yang ada dalam LKS


Penutup Memberikan pekrejaan Mencatat pekerjaan rumah

rumah
(Rose,Colin, 2002:53)

Dalam penelitian ini yang dimaksud pembelajaran konvensioanal adalah

prosedur yang digunakan guru dalam membahas suatu pokok bahasan yang telah

biasa digunakan dalam pembelajaran Matematika. Langkah-langkah pembelajaran

diawali dengan apersepsi untuk menarik perhatian siswa, dilanjutkan dengan

penjelasan singkat tentang materi yang ditentukan oleh guru, siswa diajari teori,

definisi, teori yang harus dihafal, dilengkapi dengan pemberian contoh soal

kemudian diakhiri dengn latihan soal dan pemberian PR kepada siswa.

Guru hanya berpedoman pada kebiasaan dengan urutan sajian materi

pembelajaran yaitu : (1) diajarkan teori/definisi, (2) diberikan contoh-contoh, dan

(3) diberikan latihan soal (Soerjadi, 2001: 1). Permasalahan dalam kehidupan

sehari-hari ditempatkan pada akhir pokok bahasan, yang berarti bahwa pemecahan

masalah dalam kehidupan sehari-hari merupakan aplikasi dari pengetahuan

matematika bukan sebagai sumber belajar.

Berdasarkan uraian diatas, maka pembelajaran konvensional merupakan

pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak

satu arah dari ke siswa dan metode pembelajaran lebih pada penguaasaan konsep-

konsep bukan kompetensi. Adapun perbedaan model pembelajaran RESIK dengn

pembelajaran konvensional dilihat pada table 04.


34

Tabel 04
Perbedaan Pembelajaran RESIK (Realistik Setting Kooperatif) dengan
Pembelajaran Konvensional

No RESIK Pembelajaran Konvensional


1. Kegiatan pembelajaran Kegiatan pembelajaran terpusat pada

terpusat pada siswa (student siswa (student centered).

centered).
2. Siswa aktif dalam kegiatan Siswa pasif dalam kegiatan

pembelajaran. pembelajaran.
3. Siswa dilibatkan dalam Siswa kurang dilibatkan dalam masalah

masalah kontekstual pada kontekstual pada proses pembelajaran.

proses pembelajaran.
4. Siswa diberikan kebebasan Siswa hanya berperan sebagai penerima

dalam menyampaikan informasi saja.

pendapat.
5. Menggunakan berbagai Hanya menggunakan buku paket saja

media, alat dan sumber dalam kegiatan pembelajaran.

belajar dalam kegiatan

pembelajaran.
6. Adanya interaksi antara Interaksi yang terjadi hanya pada satu

siswa dengan siswa dan arah yaitu antara siswa dengan guru.

siswa dengan guru.


Sumber: (Suryawan, 2010)

g. Hasil Belajar Matematika


35

a). Pengertian Hasil Belajar

Dalam pendidikan berhasilnya suatu proses pembelajaran diukur dari

seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa. Dimyati dan Moedjiono

(1994:250-251) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan hal yang dapat

dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil

belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila

dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut

terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari

sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.

Menurut Rusman (2012:123) juga berpendapat bahwahasil belajar adalah

sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang mencakup ranah kognitif,

afektif, dan psikomotorik. Belajar tidak hanya penguasaan konsep teori mata

pelajaran saja, tapi juga penguasaan kebiasaan, persepsi, kesenangan, minat-bakat,

penyesuaian sosial, macam-macam keterampilan, cita-cita, keinginan dan harapan.

Suprijono (2009:5) menyatakan bahwa, hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,

nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan-

keterampilan.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dirangkum yaitu hasil belajar

matematika adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengalami proses

pembelajaran matematika, baik dari hasil latihan maupun pengalaman. Hasil

tersebut dapat terlihat dari perubahan tingkah laku seseorang, baik dalam bidang

pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor).

b). Ciri-ciri Hasil Belajar


36

Menurut Sudjana (1990:56) ciri-ciri belajar adalah telah terjadinya perubahan

pada seseorang yang belajar, ia mengalami perubahan yang banyak untuk

memperoleh pengetahuan dan pemahaman dalam bidang kognitif, keterampilan

berupa sensori-motorik, memperoleh nilai dan sikap dalam dinamika efektif. Hasil

belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal

ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut.

(a) Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar

intrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang

rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau

setidaknya mempertahankan apa yang telah dicapai sebelumnaya.


(b) Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu

kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang

tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya.


(c) Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan

lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari

aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan

mengembangkan kreativitasnya.
(d) Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif),

yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah

afektif (sikap) dan ranah psikomotorik, keterampilan atau perilaku.


(e) Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan

diri terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan

mengendalikan proses dan usaha belajarnya.

c). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


37

Hasil belajar dapat dipengaruhi atau ditentukan oleh banyak faktor,

karena itulah hasil belajar seseorang sangat bervariasi. (Mudjijono, 1991:16)

mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar sebagai berikut.

1) Faktor Internal adalah kondisi yang timbul dari dalam diri anak yang

terdiri dari: faktor fisik dan faktor fsikis. Faktor fisik, agar belajar dapat

mencapai hasil sesuai dengan harapan maka perlu diperhatikan, seperti

kondisi badan yang sehat melakukan olahraga teratur, cukup istirahat,

terpenuhinya kebutuhan makanan yang mengandung vitamin serta cukup

nutrisinya. Sedangkan Faktor fsikis adalah kondisi yang berasal dari aspek

kejiwaan seperti rasa kemampuan, minat, perhatian, integensi, matif

kedisiplinan dan ingatan.

2) Faktor Ekternal adalah kondisi yang berasal dari luar diri siswa biasanya

berkaitan dengan lingkungan seperti:

a. Tempat untuk belajar yang kondusif, sebaiknya tersedia tempat

khusus atau tersendiri, tenang, warna dinding tidak mencolok,

petukaran udara yang cukup serta ventilasi yang memenuhi

persyaratan.

b. Alat belajar, kurangnya alat belajar akan berpengaruh terhadap

keberhasilan siswa dalam belajar.

c. Waktu, kegagalan belajar salah satunya disebabkan oleh tidak

teraturnya waktu yang diperlukan.


38

d. Pergaulan, untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif,

maka diperlukan upaya bahwa aktifitas dalam belajar perlu

memilih atau memiliki teman yang rajin serta gemar belajar.

e. Bahan yang dipelajari, keberhasilan belajar selain dipengaruhi oleh

bahan juga berkaitan dengan metode yang dipilih bagi siswanya.

Jadi dapat dirangkum bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar

secara garis besarnya dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal yaitu

factor yang timbul dari dalam diri anak yang terdiri dari: faktor fisik dan faktor

fsikis. dan faktor eksternal factor yang berasal dari luar diri siswa biasanya

berkaitan dengan lingkungan.

h. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

teknologi modern, mempunyai peran dalam berbagai disiplin dan memajukan

daya pikir manusia" (Aisyah, 2007:1). Oleh karena itu, mata pelajaran matematika

perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali

siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif,

serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik

dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan

informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan

kompetitif. Agar dapat menguasai kemampuan tersebut di masa depan, untuk itu

diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini dan pembelajaran yang

membuat siswa belajar dan menjadi bermakna.


39

Matematika mempelajari tentang keteraturan, tentang struktur

terorganisasikan, konsep-konsep metematika tersusun secara hirarkis, berstruktur

dan sistematika, mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep

paling kompleks. Dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak.

Objek dasar itu meliputi.

1) Konsep, merupakan suatu ide abstrak yang digunakan untuk

menggolongkan sekumpulan objek.

2) Prinsip, merupakan objek matematika yang kompleks. Pronsipp dapat

terdiri atas beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi atau

operasi, dengan kata lain prinsip adalah hubungan antara berbagai objek

dasar matematika.

3) Operasi, merupakan pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar, dan

pengerjaan matematika lainnya.

Menurut Bruner (dalam Hudoyo, 1990:48) belajar matematika adalah

belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat

di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep

dan struktur-struktur matematika itu. Dengan demikian, siswa dalam belajar

haruslah terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan struktur yang

tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, siswa akan memahami materi

yang harus dikuasainya itu. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika

hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi


40

(contextual problem). Pada saat mengajukan masalah kontekstual, siswa secara

bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika.

Pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivis adalah

membantu siswa untuk membangun konsep matematika dengan kemampuan

sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep terbangun kembali,

transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep atau prinsip baru (Grouw

dalam Sogog, 1999:6).

Agar lebih spesifik, Hundojo (1998) mengatakan bahwa pembelajaran

matematika dalam pandangan konstruktivis antara lain dirinci sebagai berikut.

(1). Siswa terlibat aktif dalam belajarnya, karena mereka belajar meteri
matematika secara bermakna denngan bekerja dan berpikir.
(2.) Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi lain sehingga menyatu
dengan skema yang dimiliki siswa agar pemahaman terhadap informasi
yang telah kompleks terjadi.
(3). Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada
dasarnya adalah pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika

di Sekolah Dasar adalah pembelajaran yang mengajarkan siswa untuk memahami

konsep dan struktur matematika serta keterkaitan antar konsep dalam suatu materi

pelajaran sehingga siswa dapat menumbuhkan kemampuan berpikir logis, kritis,

analitis, sistematis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama.

i. Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan


41

Adapun hasil penelitian yang relevan dengan model pembelajaran yang

dilakukan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.

a) Penelitian yang dilakukan oleh Suradi (2007) dengan judul Model

Pembelajaran RESIK sebagai Strategi Mengubah Paradigma Pembelajaran

Matematika di SMP yang Teachers Oriented menjadi Student Oriented.

Hasil penelitian yang menyatakan bahwa pada siklus I diperoleh nilai rata-

rata hasil belajar sebesar 68,09 dengan kategori aktif. Pada siklus II nilai

rata-rata hasil belajar sebesar 81,90 dengan kategori baik. Ketuntasan

belajar pada siklus I sebesar 66,66% dan pada siklus II sebesar 85,71%.

Hasil penelitian menyatakan bahwa pembelajaran lebih banyak berpusat

kepada siswa (student oriented) dan kompetensi akademik siswa yang

diajar dengan model pembelajaran RESIK lebih baik dari pada kompetensi

belajar siswa yang diajar secara konvensional (pembelajaran yang berpusat

pada guru)
b) Penelitian yang dilakukan oleh I Gusti Putu Suryawan (2010) dengan judul

Implementasi Model Pembelajaran RESIK dalam Meningkatkan Prestasi

Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP. Hasil penelitian menyatakan

bahwa prestasi belajar matematika siswa sudah mencapai KKM yaitu

minimal 64, daya serap dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal

masing-masing minimal 64% dan 70%. Jadi, dengan menerapkan model

pembelajaran RESIK proses belajar siswa menjadi lebih bermakna

sehingga terdapat peningkatan terhadap prestasi belajar matematika siswa.


j. Kerangka Berpikir
Proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dibutuhkan peran aktif

dengan didukung perencanaan yang sistematis oleh guru. Guru harus mampu
42

mengembangkan diri dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang bertujuan

untuk mencapai hasil belajar siswa.


Dalam pembelajaran Matematika siswa berperan sebagai masukan mentah

yang berasal dari lingkungan belajar yang rendah. Hal ini disebabkan oleh

beberapa faktor anara lain proses pembelajaran Matematika yang seharusnya

mengutamakan keterlibatan siswa untuk membangun pengetahuan matematikanya

dengan caranya sendiri, melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan

proses dan sikap, tapi yang dilakukan guru hanya dengan ceramah, tanya jawab

dan pemberian tugas individu. Pembelajaran yang berlangsung dikelas lebih

didominasi oleh guru dimana siswa jarang diberikan kesempatan untuk

melibatkan pengalaman belajar secara langsung dalam proses pembelajaran.


Guru memegang peranan penting dalam proses pembelajaran, kemampuan

guru untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang menarik serta

menyenangkan siswa akan menentukan kualitas hasil belajar siswa tergantung dari

pada kelancaran interaksi komunikasi antara komponen yang terkkait (siswa

dengan guru, siswa dengan siswa maupun siswa dengan sumber-sumber belaajar

yang tersedia).
Selanjutnya, sehubungan dengan permasalahan diatas perlu dijelaskan

bahwa penelitian ini bukan hanya mengajar semata tapi sebuah kesadaran dan

kekritisan terhadap diri pengajar (guru) itu sendiri untuk siap menghadapi proses

perubahandan perbaikan kinerja dalam proses pembelajaran. Telah diketahui

pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang

melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.

Pembelajaran kooperatif menekankan kerja sama antara siswa dalam kelompok.


43

Hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa siswa lebih mudah memahami suatu

konsep jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.


Untuk menyajikan konsep matematika agar tidak terlalu abstrak,

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) dapat menjadi salah satu solusi.

Dengan menyajikan konsep Matematika yang bertolak dari konsep nyata, seperti

pandangan Matematika Realistik, akan mampu mencapai hasil belajar yang tinggi.

Kombinasi dari Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) dengan model

pembelajaran kooperatif digunakan untuk merancang sebuah model pembelajaran

Matematika yang diberi nama model pembelajaran RESIK (Realistik Setting

Kooperatif).
Dalam model pembelajaran RESIK, siswa tidak menerima informasi

secara pasif, tetapi secara aktif mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman

belajarnya yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. pembelajaran

dirancang untuk memberikan kesempatan bagi siswa melakukan aktivitas atau

mendiskusikan permasalahan dalam kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.

Dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, dapat dilakukan dengan berbagai

cara dan solusi yang beragam.

Selanjutnya, sehubungan dengan permasalahan diatas perlu dijelaskan

bahwa penelitian ini bukan hanya mengajar semata tapi sebuah kesadaran dan

kekritisan terhadap diri pengajar (guru) itu sendiri untuk siap menghadapi proses

perubahan dan perbaikan kinerja dalam proses pembelajaran.


Penggunaan model pembelajaran RESIK berbasis masalah terbuka dalam

proses pembelajaran dapat dimanfaatkan pada tahap penanaman konsep sebagai

usaha untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran RESIK berbasis masalah terbuka, siswa


44

diharapkan dapat memahami sendiri suatu konsep, tanpa dijelaskan oleh guru.

Jadi prinsip dasar dalam model RESIK adalah bahwa suatu pengetahuan

semestinya dipahami sendiri oleh siswa melalui aktivitas atau pemecahan

masalah yang dilakukan dimana proses pembelajaran yang berlangsung tidak

didominasi oleh guru. Artinya bahwa pengetahuan itu tidak diperoleh siswa

sebagai hasil penjelasan dari guru, tetapi pengetahuan itu diperoleh siswa melalui

aktivitas dan pemecahan masalah bersama dengan teman-teman sekelompoknya.


Berdasarkan pemaparan di atas, pembelajaran dengan model

pembelajaran RESIK (Realistik Setting Kooperatif) dapat memberikan

dampak positif terhadap pemahaman konsep dan hasil belajar siswa.


k. Hipotesis
Berdasarkan uraian dari rumusan dan tujuan penelitian yang telah

diungkapkan diatas, dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji dalam

penelitian ini yaitu, terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar

Matematika siswa yang menerapkan Model Pembelajaran RESIK (Realistik

Setting Kooperatif) Berbasis Masalah Terbuka (kelas eksperimen) dan yang

menerapkan Model Pembelajaran Konvensional (kelas kontrol).


H. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan ini merupakan penelitian eksperimen.

Mengingat tidak semua variable (gejala yang muncul) dan kondisi eksperimen

dapat diatur dan dikontrol secara ketat, maka penelitian ini dikategorikan

penelitian eksperimen semu (quasi experiment).


2. Populasi, Sampel dan Definisi Penelitian
a. Populasi Penelitian
Populasi merupakan kumpulan dari beberapa individu sejenis. Populasi

dalam penelitian bisa diartikan sebagai keseluruhan individu yang akan

diteliti. Agung (2011:45) menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan


45

subjek dalam suatu penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

siswa kelas IV SD gugus Dr.Soetomo Denpasar Selatan yang terdiri dari 8

Sekolah yaitu SD N. 4 Sesetan, SD No. 9 sesetan, SD No. 12 Sesetan, SD No.

14 Sesetan, SD No. 1 Renon, SD No. 3 Renon, Cerdas Mandiri, Doremi,

dengan komposisi pada masing-masing kelas yang disajikan pada tabel

sebagai berikut.

Table 05. Komposisi Populasi Siswa kelas IV SD Gugus V Dr.


Soetomo Denpasar Selatan

Sekolah Kelas Jumlah Siswa


SD N. 4 Sesetan IV 41
SD No. 9 sesetan IVa 40
IVb 44
SD No. 12 Sesetan IVa 28
IVb 32
SD No. 14 Sesetan IV 35
SD No. 1 Renon IVa 35
IVb 37
SD No. 3 Renon IVa 30
IVb 33
Cerdas Mandiri IV 17
Doremi IVa 23
IVb 24
419

b. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil, yang dianggap

mewakili seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu

(Agung, 2011:45). Apabila jumlah populasi sangat banyak maka tidak semua

anggota populasi tersebut diteliti, melainkan dipilih beberapa individu yang


46

dianggap mewakili seluruh populasi. Ini dilakukan berdasarkan pertimbangan

efisiensi. Dalam melakukan pemilihan sampel penelitian, tidak dapat

dilakukan pengacakan individu karena tidak bisa mengubah kelas yang

terbentuk sebelumnya dan kelas IV yang akan dijadikan sampel berada di

sekolah yang berbeda. Kelas dipilih sebagaimana telah terbentuk tanpa adanya

campur tangan peneliti dan tidak dilakukan pengacakan individu, dengan

tujuan untuk mencegah kemungkinan subjek mengetahui dirinya dilibatkan

dalam penelitian, sehingga penelitian ini benar-benar menggambarkan

pengaruh perlakuan yang diberikan.

Berdasarkan karakteristik populasi dan tidak bisa dilakukan pengacakan

individu, maka pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan

teknik random sampling, yang dirandom adalah kelas. Dalam penelitian ini,

setiap kelas memperoleh hak yang sama dan mendapat kesempatan dipilih

menjadi sampel. Dua kelas yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini

yaitu kelas yang menggunakan model pembelajaran RESIK (Realistik Setting

Kooperatif) berbasis masalah terbuka (kelompok eksperimen) yaitu kelas IV

di SD N 4 Sesetan dan satu lagi kelas yang menggunakan model pembelajaran

konvensional (kelompok kontrol) yaitu kelas IVB di SD No. 9 Sesetan.

Setelah itu dilakukan uji kesetaraan sampel penelitian untuk mengetahui

tingkat kesetaraan antara kelas eksperimen dan kelas control dengan uji-t

sebagai berikut.
47


1 2
t hitung =

S1 S2
+
n1 n2

Dengan :
2
1

S 21 = n1
1



2 2

S 22 = n2 1


(Sudjana dalam Agung, 2010:34)

Keterangan :
1
= rata-rata nilai tes awal dari kelas eksperimen
2
= rata-rata nilai tes awal dari kelas kontrol
S1
= Simpangan baku tes awal dari kelas eksperimen
S2
= Simpangan baku dari tes awal dari kelas kontrol
n1
= Jumlah subjek dari kelas eksperimen
n2
= Jumlah subjek dari kelas kontrol
t hitung >t tab
Jika maka H0 ditolak dan H1 diterima sehingga

t hitung >t tab


kelas tidak setara, sebaliknya jika maka H1 ditolah dan H0

diterima sehingga kelas setara.


c. Definisi Operasional Variabel

1) Definisi Model Pembelajaran RESIK Berbasis Masalah Terbuka, memiliki

makna yaitu model pembelajaran RESIK (Realistik Setting Kooperatif)

merupakan suatu model pembelajaran yang memuat enam tahap


48

pembelajaran, yaitu tahap memotivasi siswa, tahap menyajikan informasi

dan melibatkan siswa memahami masalah kontekstual, tahap

mengorganisasi siswa ke dalam kelompok belajar dan memberi tugas

kelompok, tahap membimbing kelompok belajar dan belajar, tahap diskusi

dan negosiasi, serta tahap evaluasi dan penghargaan. Masalah terbuka

merupakan pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan yang

sedemikian rupa, pemecahan masalah yang dapat dilakukan dengan

berbagai cara dan solusi yang beragam, dalam hal ini siswa dituntut untuk

menjelaskan bagaimana cara mereka untuk menemukan jawaban dari

permasalahan yang dihadapi dimana permasalahan ini lebih mementingkan

proses daripada hasil.

2) Model Pembelajaran Konvensional merupakan suatu pembelajaran yang

dilakukan oleh guru, dan berpusat pada guru dengan menggunakan metode

sederhana seperti ceramah dan penugasan sebagai cara untuk

menyampaikan materi pelajaran.

3) Hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang

mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

3. Rancangan Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada siswa kelas IV SD gugus Dr.

Soetomo Denpasar Selatan. Rancangan penelitian yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah Nonequivalent Control Group Design. Rancangan

penelitian ini disajikan seperti gambar berikut.


49

O1 X O2

O3 - O4

(Sugiyono, 2012:79)

Keterangan :

O1 = Pre Test pada kelompok eksperiment

O3 = Pre Test pada kelompok control

X = Perlakuan (treatment) dengan model pembelajaran RESIK (Realistik

Setting Kooperatif)

- = Perlakuan dengan model pembelajaran konvensional

O2 = Observasi berupa post test pada kelompok eksperiment

O4 =Observasi berupa post test pada kelompok control

4. Variabel Penelitian
Variabel dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi

objek pengamatan penelitian (Agung, 2011:45). Variable dalam penelitian ini

terdiri atas variable bebas (independent variable) dan variable terikat

(dependent variable).
1) Variable Bebas
Variable bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran

RESIK berbasis masalah terbuka dan pembelajaran konvensional.


2) Variable Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar

Matematika.
5. Prosedur Penelitian
Untuk dapat mengungkapkan secara tuntas mengenai permasalahan

yang diajukan dalam penelitian ini, maka langkah-langkah yang ditempuh

adalah sebagai beikut.


1. Tahap I
50

a) Menentukan sampel penelitian yang berupa kelas-kelas dari populasi

yang tersedia dengan cara melakukan pengundian.


b) Dari dua kelas sampel yang dipilih selanjutnya diacak untuk

menentukan kelas eksperiment dan kelas control.

2. Tahap II
a) Menyusun rencana pembelajaran dan lembar kerja siswa.
b) Menyusun instrument penilaian berupa tes soal esai untuk mengukur

hasil belajar siswa.


c) Mengkonsultasikan instrument penilaian dengan dosen dan beberapa

guru matematika di sekolah tempat melakukan penelitian.


d) Melaksanakan uji coba instrument untuk menentukan validitas dan

realibilitasnya.
e) Melaksanakan pembelajaran yaitu memberikan perlakukan kepada

kedua kelas. Untuk kelas eksperimen memberikan perlakukan berupa

model pembelajaran RESIK berbasis masalah terbuka dan kelas

control dengan memberikan perlakukan model pembelajaran

konvensional.
f) Memberikan post test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan

instrument penilaian yang sama persis dan secara bersamaan.


g) Menganalisis data hasil penelitian untuk menguji hipotesis yang

diajukan.
6. Metode Pengumpulan Data dan Instrument Penelitian
1) Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan untuk

mengumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang hasil belajar

Matematika siswa kelas IV. Untuk mengumpulkan data tersebut

digunakan tes, yaitu tes untuk mengukur hasil belajar Matematika.

Dilihat dari jenis datanya data ini termasuk data primer, Karena data

yang diperoleh merupakan data yang didapat langsung dari objeknya.


51

Sedangkan dilihat dari sifatnya data ini termasuk kuantitatif yaitu data

yang berbentuk bilangan atau data numerik ( bersaran ). Data tentang

hasil belajar Matematika dikumpulkan dengan menggunakan tes hasil

belajar Matematika. Tes yang berisi soal mata pelajaran Matematika,

dikembangkan oleh peneliti yang berkaitan dengan materi yang akan

dan telah dipelajari saat perlakukan.

Kisi kisi Tes Hasil Belajar


Standar Kompetensi Dasar Indikator Nomor
Kompetensi Soal
1 2 3 4
52
1.1 Menggunakan 1.1 Menjelaskan arti 1. Menjelaskan 1
pecahan pecahan dalam pengertian pecahan
dalam urutannya 2. Menyajikan bentuk 2
pemecahan pecahan dalam
masalah gambar
3. Menuliskan letak 3
pecahan pada garis
bilangan
4. Membandingkan 4
pecahan berpenyebut
sama (<,>, =)
5. Mengurutkan 5
pecahan berpenyebut
sama

1.2 Menyederhanakan 1. Melakukan


berbagai bentuk penyederhanaan pada
pecahan pecahan 6

1. Melakukan
1.3 Menjumlahkan penjumlahan pecahan
pecahan yang berpenyebut 7,8
sama
2. Melakukan
penjumlahan pecahan
yang berpenyebut
tidak sama 9,10

1. Melakukan
1.4 Mengurangkan pengurangan pecahan
pecahan yang berpenyebut
sama
2. Melakukan
pengurangan pecahan
yang berpenyebut
tidak sama.

1. Menyelesaikan
1.5 Menyelesaikan masalah penjumlahan
masalah yang pecahan yang
berkaitan dengan berpenyebut sama
pecahan yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari
2. Menyelesaikan
masalah penjumlahan
pecahan yang
berpenyebut tidak
sama yang berkaitan
dengan kehidupan
sehari-hari
3. Menyelesaikan
masalah pengurangan
pecahan yang
berpenyebut sama
yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari
4. Menyelesaikan
53

2). Instrument
Tes untuk mengukur hasil belajar matematika dikonstruksi dalam

bentuk soal essay yang disesuaikan dengan materi yang dipakai dalam

penelitian. Jumlah soal sebanyak 10 soal. Tes ini mengungkapkan tentang

penguasaan siswa terhadap pelajaran matematika yang diperoleh. Kriteria

penilaian tes kemapuan menyelesaiakan soal essay matematika akan

menggunakan skala penilaian 0-2.


Dalam proses menjawab, tipe soal essay dapat merangsang pelajar

untuk berpikir devergen dan melibatkan proses mental cukup tinggi.

Pertanyaan-pertanyaan esay yang menuntut para pelajar

mendemonstrasikan kemampuannya untuk (1) memanggil pengetahuan

faktual, (2) melakukan evaluasi pengetahuan faktualnya, (3)

mengorganisasi ide-idenya, (4) mempresentasikan ide-idenya dalam suatu

logika dan cara koheren. Untuk menilai respon divergen siswa, digunakan

rubrik sebagai kreteria penilaian (Santyasa, 2004). Rubrik untuk tipe esai

ditunjukkan pada table.

Tabel 06. Rubrik Assmen Tipe Esai

No Kriteria
0 Tidak menjawab, menjawab dengan langkah-langkah salah
1 Menjawab dengan langkah-langkah benar tetapi hasil salah
2 Menjawab dengan langkah-langkah benar dan hasil benar

Sebelum tes kemampuan menyelesaiakan soal esai matematika

digunakan dalam penelitian harus diuji cobakan tingkat validitas tes dan

realibilita tes. Jenis data, sumber data, instrument, dan waktu pelaksanaannya

dipaparkan seperti table 07.


54

Table 07. Instrumen dan Teknik pengumpulan data

Sifa
N Sumbe Sumbe t
Jenis Data Instrumen Waktu
o r data r Dat
a
1 Kemampuan Siswa (tes soal esai) Setelah Siswa Sko
menyelesaiakan pembelajaran r
soal esai

7. Validasi Instrumen

Perangkat tes perlu diujicobakan terlebih dahulu kepada peserta didik

di luar sampel untuk mengetahui mutu perangkat tes yang telah dibuat. Tes uji

coba dilakukan pada peserta didik di luar sampel. Hasil dari uji coba

kemudian dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas

tes. setelah dianalisis, selanjutnya digunakan untuk mengukur hasil belajar

siswa dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

1) Validitas Tes

Validitas tes adalah tingkat suatu tes mampu mengukur apa yang

hendak diukur. Untuk mengukur validitas tes yang berbentuk polytomi

digunakan rumus korelasi Product Moment sebagai berikut.

N XY X Y
rxy
N X 2
X
2
N Y 2
Y
2

( Koyan, 2007: 126)
Keterangan:
rxy
: Koefisien korelasi
55

N
: Banyaknya peserta test

X
: Skor item yang akan dicari validitasnya

Y
: skor total

Kriteria yang digunakan untuk menentukan butir soal yang valid

adalah jika koefisien korelasi yang di dapat dari perhitungan lebih besar

daripada koefisien yang didapat pada table harga kritis dari r Product

rxy rtabel
Moment ( > ) dengan taraf signifikansi 5%.

2) Realiabilitas Tes
Reliabilitas tes merupakan suatu ukuran yang menunjukkan sejauh

mana suatu alat ukur dapat dipercaya (dapat diandalkan) atau dengan kata

lain menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tersebut tetap konsisten

jika dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama.

Untuk menguji realibilitas jika data berbentuk polytomi maka digunakan

rumus Alpha Cronbach dengan rumus sebagai berikut.

r11
n
1
i2

n 1 t2
Alpha :
X 2

X 2

N

2
1
N
Varian tiap butir tes :
Y 2

Y 2

N
t2
N
Varian total :
(Arikunto, 2002 :154 )
56

Keterangan:
r11
: reliabilitas tes
n
: banyaknya butir pertanyaan
1 2

: jumlah varian skor item


t 2

: varian total
N
: jumlah responden
Y
: skor total item
Z
: skor tiap item
Dalam menentukan derajat reliabilitas alat evaluasi dapat

digunakan kriteria sebagai berikut yang dikemukan oleh Guilford (dalam

Koyan, 2011 )
r11
0,80 < 1,00 Reliabilitas sangat tinggi (sangat baik)
r11
0,60 < 0,80 Reliabilitas tinggi (baik)
r11
0,40 < 0,60 Reliabilitas sedang (cukup)
r11
0,20 < 0,40 Reliabilitas rendah (kurang)
r11
0,20 Reliabilitas sangat rendah (sangat Kurang)
Kriteria yang digunakan untuk menentukan butir soal yang reliabel

adalah jika koefisien reliabilitas yang didapat dari perhitungan lebih besar

rtabel
daripada koefisien yang terdapat pada tabel harga kritis dari

r11 rtabel
, maka tes atau soal tersebut realibel.
8. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat
57

Sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji

prasyarat analisis sebagai berikut.


1) Uji Normalitas
Sebelum dilaksanakan pengujian untuk memperoleh simpulan,

data yang diperoleh harus diuji normalitasnya. Untuk menguji

normalitas digunakan uji Chi-Square ( 2


) pada taraf signifikansi

5% dan derajat kebebasan db = ( 1 .


n
( f 0f e )
=
2
h it
t f0 (Winarsunu, 2010 ; 88)

Keterangan :
fo
= frekuensi observasi
fe
= frekuensi harapan
t = kelas interval

Sementara itu, hipotesis statistik yang akan di uji dalam uji

normalitas data adalah :

fe fo
H1 :

fe fo
H0 : =

Kreteria pengujian adalah jika X2 hit < X2 , maka h0


(1-) (k-3)

diterima (gagal ditolak) yang berarti data berdistribusi normal.

Sedangkan taraf signifikasinya adalah 5% dan derajat kebebasannya

(dk) = (k 1).
2) Uji Homogenitas
Selain diperlukan uji normalitas, juga diperlukan uji

homogenitas varians. Uji homogenitas dilakukan untuk menunjukkan


58

bahwa perbedaan yang terjadi pada uji hipotesis benar-benar terjadi

akibat adanya perbedaan antar kelornpok, bukan sebagai akibat

perbedaan dalam kelompok. Homogenitas varians diuji dengan

menggunakan uji F dengan rumus sebagai berikut.


2
Varian Terbesar S
12
Varian Terkecil S2
F=

X X 1 2

n1 1
2
S1 =
X X 2
2

n2 1
2
S2 = (Winarsunu, 2010; 100)

Keterangan:

S12 = Varians terbesar

S22 = varians terkecil

Fh it Ftabel
Kretaria pengujian adalah jika < , maka data

homogeny, sedangkan derajat kebebasannya adalah n 1.

2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan

analisis uji-t. karena penelitian ini merupakan penelitian dengan

membandingkan satu variable bebas dan satu variable terikat. Hipotesis

yang diambil yaitu,


Ho : terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika

siswa yang mengikuti model pembelajaran RESIK (Realistik

Setting Kooperatif) berbasis masalah terbuka dengan siswa yang

mengikuti pembelajaran konvenvensional.


59

H1 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar

matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran RESIK

(Realistik Setting Kooperatif) berbasis masalah terbuka dengan

siswa yang mengikuti pembelajaran konvenvensional


Hipotesis statistik yang diajukan dan yang akan diuji dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut.

Ho : 1 = 2

H1 : 1 2
Keterangan :
1 : rata-rata hasil belajar matematika siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan model pembelajaran RESIK (Realistik

Setting Kooperatif) berbasis masalah terbuka.


2 : rata-rata hasil belajar matematika siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.

t hitung t tabel
Kreteria pengujian Ho ditolak jika , dengan taraf

signifikan 5%. Uji hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini

menggunakan uji-t sebagai berikut.

s 21 s2
+ 2 rumus (separated varians)
n 1 n2
X X
t= 1 2

Atau

X 1 X 2
t= rumus( polled varians)


2
( n11 ) s1 + ( n21 ) s 2 1 1
n1+ n22 (n n )
1
+
2

Sugiyono, (2010:273)
Keterangan :
60

1 2
= rata-rata nilai post test siswa kelompok eksperimen
1 2 2
= rata-rata nilai post test siswa kelompok control
S1 2
= varians kelompok eksperimen
S2 2
= varians kelompok kontrol
n1= jumlah kelompok eksperimen
n2= jumlah kelompok kontrol
Pedoman penggunaan rumus separated varians dan polled varians

yaitu sebagai berikut.


1) Jika n1 = n2 dan varians homogen, maka dapat digunakan rumus t-

test, baik untuk separated varians maupun polled varians, dengan db =

n1 + n2 2
2) Jika n1 n2 dan varians homogen, maka dapat digunakan rumus

polled varians dengan db = n1 + n2 2.


3) Jika n1 = n2 dan tidak homogen, maka dapat digunakan salah satu

rumus di atas, dengan db = n1 1 atau n2 1 (bukan n1 + n2 2).


4) Jika n1 n2 dan tidak homogen, maka dapat digunakan rumus

separated varians, harga t pengganti t table dihitung selisih dari harga t

table, dengan db = (n1 1) dan db = (n2 1), dibagi dua, kemudian

ditambah dengan harga t yang terkecil.


Jika syarat uji t tidak terpenuhi maka digunakan metode statistik

Nonparametrik, atau disebut pula metode statistika bebas distribusi

(Sudjana, 1992; 446). Dalam penelitian ini, akan membandingkan

pengaruh hasil dua perlakuan untuk data yang berpasangan, satu sebagai

hasil perlakuan A dan satu sebagai hasil perlakukan B, sedangkan untuk

membandingkan kedua hasil perlakukan (ditinjau dari rata-rata) digunakan

uji tanda. Menurut Sudjana (1992; 447) sendiri, uji tanda ini akan

dilakukan berdasarkan tanda, yakni + dan yang dari selisih nilai


61

pengamatan. Jika Xi > Yi diberi tanda + (positif), dan jika Xi < Yi diberi

tanda (negatif), sedangkan untuk Xi Yi abaikan pasangan tersebut

(Sudjana,1992:447).

I. Jadwal Penelitian

N Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan V


Kegiatan
o 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Seminar *
2 Revisi Profosal *
3 Menghubungi
*
sekolah rekanan
4 Penyusunan dan
analisis * * * * * * * * * * *
instrument
5 Penelitian * * * * * * * * * *
6 Pengumpulan data * * * * *
7 Analisis data * * *
8 Penyusunan
* * *
skripsi
9 Pengesahan *
62

DAFTAR PUSTAKA

Agung, A.A. Gede. 2011. Evaluasi Pendidikan. Singaraja : STKIP Negeri


Singaraja.

Aisyah, Nyimas, dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD.


Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.

Ardana. 2007. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: PT. Sdi Mahastya.

Asma, Nur. 2006. Model Pembelajaran Kooperatif. Depdiknas.

Hudoyo, H. 1990. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di


Depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional.

Hundojo, Herman. 1998. Pembelajaran Matematika Menrut Pandangan


Konstruktivistik. Makalah disajikan dalam seminar Nasional Upaya-Upaya
Meningkatkan Peran Pendidikan Matematika dalam Menghadapi Era
Globalisasi. Jurnal Penelitian IKIP Negeri Singaraja.

Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Koopertaif. Surabaya: Universitas Negeri


Surabaya.
Koyan, I Wayan. 2007. Statistika Terapan (Teknik Analisis Data Kuantitatif).
Singaraja; Universitas Pendidikan Ganesha.
63

Marpaung, Y. 2003. Perubahan Paradigma Pembelajaran Matematika di Sekolah.


Makalah. Disampaikan dalam Seminar Pendidikan Matematika di USD
Yogyakarta, Yogyakarta, 27-28 Maret 2003.

Ramadhan, Hammad Fithry. 2009. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia


(PMRI). Jakarta: Bumi Aksara.

Ruseffendi, E. T. (1988). Pendidikan Matematika 3. Jakarta : Dekdikbud.

Rusman. 2012. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer. Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Santyasa, dkk. 2004. Penerapan Model ICI dalam Pembelajaran Fisika Sebagai
Upaya Perbaikan Miskonsepsi, Pemahaman KOnsep dan Hasil Belajar
Siswa Kelas I SMUN 1 Singaraja Pada Semester I Tahun Ajaran
2004/2005. Jurnal Penelitian IKIP Negeri Singaraja.

Sogog, W. 1999. Model Konstruktivistik Dalam Pembelajaran Matematika.


Makalah (tidak diterbitkan). Disampaikan dalam seminar Pendidikan
Matematika se-Kabupaten Buleleng. STKIP Singaraja. Singaraja 2
Oktober 1999.

Sudiarta, I. G. P. 2008. Membangun Kompetensi Berfikir Kritis Melalui


Pendekatan Open Ended. Singaraja: Undiksha.

Sudjana, Nana 1992. Metode Statistik. Bandung. Tarsito.

Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Sugiyono, 2010. Metode penelitian pendidikan: pendekatn kuantitatif, kualitatif,


dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suprijono, Agus. 2009. Cooverative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suryawan, I Gusti Putu. 2010. Implementasi Model Pembelajaran RESIK


(Realistik Setting Kooperatif) dalam Meningkatkan Prestasi Belajar
Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Singaraja Tahun Pelajaran
2009/2010. Hasil Penelitian (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan
Ganesha.
64

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana


Pustaka.

Tahmir, Suradi. 2007. Model Pembelajaran Resik Sebagai Strategi Mengubah


Paradigma Pembelajaran Matematika di SMP yang Teachers Oriented
Menjadi Student Oriented. Tersedia pada
http://www.puslitjaknov.org/data/file/2008makalahpostersessionpdf/Surad
i.Model%20Pembelajaran%20Resik%20sebagai%20Strategi.pdf

Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Realistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

---------. 2012. Pendidikan Matematika Realistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Winarsunu. 2010. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang :


Universitas Negeri Malang.

Anda mungkin juga menyukai