Anda di halaman 1dari 6

KORTIKOSTEROID TOPIKAL

I. Sejarah dan Batasan


Penggunaan kortikosteroid topikal pertama kali diperkenalkan oleh Sulzberger dan
Witten pada tahun 1952 dengan menggunakan hidrokortison. Sejak saat itu kortikosteroid
topikal adalah obat yang paling umum diberikan dalam terapi dermatologis.
Hormon kortikosteroid yang alami berasal dari bahan dasar kortisol yang diproduksi
dan dilepaskan oleh korteks kelenjar adrenal. Fungsi hormon kortikosteroid adalah menjaga
fungsi homeostasis tubuh dengan mengatur aktivitas enzim dalam tubuh. Baik hormon
kortikosteroid alami maupun sintetik digunakan untuk diagnosis dan pengobatan gangguan
fungsi adrenal. Reseptor kortikosteroid ditemukan pada berbagai jenis sel seperti limfosit,
monosit/makrofag, osteoblas, sel hati, otot, lemak dan fibroblas. Hal ini menjelaskan
mengapa kortikosteroid memberikan efek biologis terhadap begitu banyak sel.
Hormon-hormon steroid dihasilkan oleh ovarium, testis, dan korteks adrenal. Kedua
kelenjar adrenal, yang masing-masing mempunyai berat kira-kira 4 gram, terletak di kutub
superior dari kedua ginjal. Tiap kelenjar terdiri atas 2 bagian yang berbeda, yaitu medula
adrenal dan korteks adrenal. Medula adrenal secara fungsional berkaitan dengan sistem
saraf simpatis yang mensekresi hormon epinefrin dan norepinefrin. Korteks adrenal
mensekresi kelompok hormon kortikosteroid. Korteks adrenal sendiri dibagi dalam 3 zona
yang mensintesis berbagai steroid. Bagian luar yaitu zona glomerulosa menghasilkan
mineralokortikoid, yaitu aldosteron yang mempengaruhi keseimbangan elektrolit (mineral)
cairan ekstraselular, terutama natrium dan kalium. Tanpa mineralokortikoid, maka besarnya
konsentrasi ion kalium dalam cairan ekstraselular meningkat secara bermakna, konsentrasi
natrium dan klorida akan berkurang, dan volume total cairan ekstraselular dan volume darah
juga akan sangat berkurang. Pasien akan mengalami penurunan curah jantung yang dapat
berakibat kematian. Oleh karena itu mineralokortikoid dikatakan merupakan bagian
penyelamat nyawa dari hormon adrenokortikal.
Bagian tengah, zona fasikulata dan lapisan terdalam zona retikularis mensintesis
glukokortikoid seperti kortisol/hidrokortison dan androgen adrenal. Kortisol sendiri
memiliki efek yang bermacam macam, beberapa diantaranya adalah untuk merangsang
proses glukoneogenesis (pembentukan karbohidrat dari beberapa protein dan zat lain) oleh
hati, penurunan pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh, pengurangan protein sel di seluruh
tubuh kecuali protein hati, mobilisasi asam lemak dan efek anti inflamasi.
Pelepasan atau sekresi kortikosteroid diatur oleh hormon hipotalamus yaitu CRH
(Corticotropin Releasing Hormone). CRH kemudian akan memberi sinyal kepada hipofisis
anterior untuk mengeluarkan ACTH. ACTH ini akan merangsang sel fasikulata pada korteks
adrenal untuk mengeluarkan kortisol.

Obat kortikosteroid topikal adalah suatu modifikasi kortisol, suatu molekul dasar
yang ditambah atau diubah dari grup fungsional pada posisi tertentu yang menyebabkan
perubahan potensi serta efek samping, yang digunakan secara topikal
II. Klasifikasi
Berdasarkan dengan potensi klinisnya, kortikosteroid dibagi menjadi 7 kelas:
1. Kelas I (super potent)
Krim Temovate 0.05% (klobetasol propionate)
Salep Temovate 0.05%
Krim Diprolene 0.05% (betametason dipropionat) (vehikulum optimal)
Salep Diprolene 0.05%(betametason dipropionat) (vehikulum optimal)
Salep Psorcon 0.05% (diflorason diasetat)
Krim Ultravate 0.05% (halobetasol propionat)

2. Kelas II (potent)
Salep Cyclocort 0.1% (amkinonide)
Krim Diprolene AF 0.05% (betametason dipropionat) (vehikulum optimal)
Salep Diprosone 0.05% (betametason dipropionat) (vehikulum optimal)
Salep Florone 0.05% (diflorason diasetat)
Salep Elocon 0.1% (mometason furoate)
Krim Halog 0.1% (halkinonide)
Krim Lidex 0.05% (flukinonide)
Gel Lidex 0.05% (flukinonide)
Salep Lidex 0.05%(flukinonide)
Salep Maxiflor 0.05% (diflorason diasetat)
Krim Topicort 0.25% (deksometason)
Gel Topicort 0.05% (deksometason)
Salep Topicort 0.25%(deksometason)

3. Kelas III
Salep Aricocort 0.1% (triamkinolone asetonide)
Salep Cutivate 0.005% (flutikason propionat)
Krim Cyclocort 0.1% (amkinonide)
Lotion Cyclocort 0.1% (amkinonide)
Krim Diprosone 0.05% (betametason dipropionat)
Krim Florone 0.05 (diflorason diasetat)
Krim Lidex A 0.05% (flukinonide)
Krim Maxiflor 0.05%(diflorason diasetat)
Salep Valisone 0.1% (diflorason diasetat)
4. Kelas IV (setengah potensi)
Salep Cordran 0.05% (flurandrenolide)
Krim Elocon 0.1% (mometason furoat)
Krim Kenalog 0.1% (triamkinolone asetonide)
Foam/Busa Luxiq 0.12% (betametason valerat)
Salep Synalar 0.025% (fluorokinolon asetonide)
Salep Westcort 0.2% (hidrokortison valerat)

5. Kelas V
Krim Cordran 0.05% (flurandrenolide)
Lotion Cordran 0.05% (flurandrenolide)
Krim Cutivate 0.05%(flutikason proprionat)
Lotion Diprosone 0.05% (betametason diproprionat)
Lotion Kenalog 0.1% (triamkinolone asetonide)
Krim Locoid 0.1% (hidrokortison butirat)
Krim Synalar 0.025% (fluokinolon asetonide)
Krim Valisone 0.1 (betametason valerat)
Krim Westcort 0.2% (hidrokortison valerat)

6. Kelas VI (sedang)
Krim Aclovate 0.05% (aklometason dipropionat)
Salep Aclovate 0.05% (aklometason dipropionat)
Krim Aristocort 0.1% (triamkinolon asetonide)
Krim DesOwen 0.05% (desonide)
Krim Synalar 0.01% (fluokinolon asetonide)
Solusi Synalar 0.01% (fluokinolon asetonide)
Krim Tridesilon 0.05% (desonide)
Lotion Valisone 0.1% (betametason valerat)

7. Kelas VII
Topikal dengan hidrokortison.
Deksametason, flumetson, prenisolon dan metilprednisolon

III. Indikasi
Indikasi untuk pemberian kortikosteroid topikal dapat dikompilasi berdasarkan respon
penyakit yang menjadi indikasi terhadap steroid, yakni sebagai berikut:

RESPONS TINGGI RESPONS SEDANG RESPONS LEMAH


-Psoriasis ( intertriginosa) -Psoriasis (tubuh) -Palmoplantar psoriasis
-Dermatitis atopik (anak-anak) -Dermatitis atopik (dewasa) -Psoriasis pada kuku
-Dermatitis seboroik Intertrigo -Dermatitis numularis -Eksema dishidrotik
-Dermatitis iritan primer -Lupus eritematosus
-Urtikaria papular -Pemfigus
-Parapsoriasis -Liken planus
-Liken simpleks kronikus -Granuloma anularis
-Nekrobiosis lipoidika diabetikorum
-Sarkoidosis
-Dermatitis kontak alergik, fase akut
-Gigitan serangga

Diberikan : Diberikan : Diberikan :


Kortikosteroid dengan potensi Kortikosteroid dengan Kortikosteroid dengan potensi kuat
rendah potensi sedang
DAFTAR PUSTAKA

1. Chrousos, George. Adrenocorticosteroids and Adrencortical


Antagonists. IN :Katzung BG, editor. Basic and Clinical Pharmacology. 9th ed.
USA : The McGraw-Hill Companies, Inc., 2004 : 641-658.
2. Guyton, Arthur C; Hall, John E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Jakarta. EGC. 1997 : 1203-1219.
3. Hamzah, Mochtar. Dermatoterapi. Dalam : Djuanda, Adhi, Hamzah,
Mochtar, Aisah, Siti, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 3. Jakarta.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002 : 326 329.
4. Mycek, Mary, Harvey, Richard, Champe, Pamela, Fisher, Bruce.
Kortikosteroid Adrenal. Dalam : Mycek, Mary, Harvey, Richard, Champe, Pamela,
Fisher, Bruce, editor. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2. Jakarta. Widya
Medika. 1995 : 276 - 281.
5. Valencia, Isabel, Kerdel, Fransisco. Topical Glucocorticosteroids.
IN : Wolff, Klaus, Jhonson, Richard, Suurmond, Dick, editor. Fitzpatricks Colour
Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Edisi 5. USA : The McGraw-Hill
Companies, Inc., 2005 : 2324 - 2327.

Anda mungkin juga menyukai