Dan Ketaqwaan[1]*) Oleh : Aly Rosyad Yusya`, Lc Pendahuluan Dalam kehidupannya, manusia tidak akan pernah bisa lepas untuk mencari nilai-nilai kebenaran yang sebenarnya karena kesehariannya manusia dihadapkan berbagai macam persoalan yang membutuhkan penyelesaian. Dengan perkembangan iptek yang pesat ini persoalan hidup menjadi lebih kompleks dan manusia pun semakin sulit mengatasi persoalan hidupnya. Di saat kita tidak bisa menyelesaikan atau mengatasi persoalan hidup sebagai makhluk yang syarat dengan kelemahan dan kekurangan serta keterbatasan otak kita dalam berfikir jauh kedepan, pasti lebih memilih lari dari masalah tersebut dan melakukan hal-hal yang menyimpang. Seperti minuman-minuman keras, narkoba, dll. Dan bahkan tidak sedikit dari mereka yang melakukan bunuh diri gara-gara tidak bisa mengatasi persoalan kehidupan yang sedang dihadapinya. Di sinilah iman dan taqwa itu mengambil perannya sebagai jalan keluar atau solusi untuk menyelesaikan masalah kehidupan tersebut. Ketika seseorang telah bisa memahami dan menerapkan konsep dari iman dan taqwa kedalam kehidupannya, maka ia dapat mengatasi permasalahan hidupnya. Jadi, iman dan taqwa itu sangat penting bagi manusia, khususnya bagi kita pemeluk agama Islam, agar selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan menjadi hamba-Nya yang beriman dan bertaqwa. Dengan begitu, konsep iman dan taqwa itu perlu untukdikaji. Iman atau kepercayaan merupakan dasar utama seseorang dalam memeluk sesuatu agama karena dengan keyakinan dapat membuat orang untuk melakukan apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang oleh keyakinannya tersebut atau dengan kata lain iman dapat membentuk orang jadi bertaqwa. Berdasarkan Latar belakang masalah yang dikemukakan diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apa pengertian iman dan taqwa dan hubungan antara keduannya ? 2. Apa tanda dan wujud peningkatan iman dan takwa tersebut ? 3. Bagaimana cara mengaktualisasikan diri dengan konsep iman dan taqwa di dalam kehidupan sehari-hari ? Pengertian Iman dan Taqwa Pengertian Iman Kata iman juga berasal dari kata kerja amina-yu'minu imanan yang berarti percaya. Oleh karena itu iman berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati. Iman menurut bahasa adalah percaya atau yakin, keimanan berarti kepercayaan atau keyakinan. Dengan demikian, rukun iman adalah dasar, inti, atau pokok pokok kepercayaan yang harus diyakini oleh setiap pemeluk agama Islam. iman menurut istilah adalah membenarkan (mempercayai) Allah dan segala apa yang datang dari pada-Nya sebagai wahyu melalui Rasul-rasul-Nya dengan kalbu, mengikrarkan dengan lisan dan mengerjakan dengan perbuatan. Dalam surat al-Baqarah: 165, dikatakan bahwa orang yang beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah (Asyaddu Hubban Lillah). Oleh karena itu, beriman kepada Allah berarti sangat rindu terhadap ajaran Allah. Oleh karena itu, beriman kepada Allah berarti amat sangat menaati ajaran Allah apapun yang termaktub dalam Al-Quran dan sunnah rasul. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (al-Imaanu 'aqdun bil qalbi waiqraarun billisaani wa'amalun bil arkaan) Keimanan adalah perbuatan yang bila diibaratkan pohon, mempunyai pokok dan cabang. Sebagaimana disabdakan Nabi SAW : Al-Iimaanu Bidh`un Wa Sittuuna Syu`batan. Yang artinya : Iman itu ada enam puluh sekian cabang. Bukankah sering kita baca atau dengar sabda Rasullah SAW yang kita jadikan kata-kata mutiara, misalnya malu adalah sebagian dari iman, kebersihan sebagian dari iman, cinta bangsa dan Negara sebagian dari iman, bersikap ramah sebagian dari iman, menyingkirkan duri atau yang lainnya yang dapat membuat orang sengsara dan menderita, itu juga sebagian dari iman. Diantara cabang - cabang keimanan yang paling pokok adalah keimanan kepada Allah SWT. Pengertian Taqwa Taqwa berasal dari kata Waqa, Yaqi , Wiqayah, yang berarti takut, menjaga, memelihara dan melindungi. Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka taqwa dapat diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten ( istiqomah ). Yaitu dengan menjalankan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Jadi, Seorang muslim yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah Tuhannya dan menjauhi segala laranganNya dengan segenap kesanggupannya. Karakteristik orang orang yang bertaqwa, secara umum dapat dikelompokkan kedalam lima kategori atau indikator ketaqwaan, yaitu ; A. Iman kepada Allah, para malaikat, kitab kitab dan para nabi. Dengan kata lain, instrument ketaqwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan memelihara fitrah iman. B. Mengeluarkan harta yang dianugerakan untuknya kepada kerabat, anak yatim, orang orang miskin, orang orang yang terputus di perjalanan, orang orang yang meminta minta dana, orang orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban memerdekakan hamba sahaya. Indikator taqwa yang kedua ini, dapat disingkat dengan mencintai sesama umat manusia yang diwujudkan melalui kesanggupan mengorbankan harta. C. Mendirikan solat, menjalankan puasa wajib, menunaikan zakat, dan haji. Atau dengan kata lain, memelihara ibadah formal. D. Menepati janji, yang dalam pengertian lain adalah memelihara kehormatan diri. E. Memiliki kesabaran sempurna (tiga macam) dalam kondisi apapun. Atau dengan kata lain memiliki semangat perjuangan pantang menyerah. Hubungan antara Iman Dan Taqwa Pada prinsipnya, iman adalah syarat sedangkan taqwa adalah tujuan. Kedudukan iman sebagai syarat menunjukkan bahwa kewajiban melaksanakan ibadah puasa hanya dapat disahuti melalui wadah keimanan ini. Mengingat bahwa nilai-nilai iman berfluktuasi, maka sudah pasti nilai-nilai puasa juga demikian. Oleh karena itu, melalui wadah iman ini pulalah maka tujuan dari puasa yaitu menuju jenjang taqwa sangat mudah direalisasikan. Iman dan taqwa merupakan dua sisi mata uang yang sangat sulit untuk dipisahkan dan bahkan kedua-duanya saling membutuhkan. Dengan kata lain, jenjang taqwa tidak akan pernah terwujud bila tidak diawali dengan keimanan. Dan keimanan itu sendiri tidak akan memiliki nilai apapun bila tidak sampai kederjat ketaqwaan. Perpaduan antara iman dan taqwa ini adalah kemuliaan sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al- Qur'an. Oleh karena itu, Al-Qur'an dengan tegas menyebutkan bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah orang-orang yang paling taqwa. Prediket kemuliaan ini sangat ditentukan oleh kualitas taqwa, semakin tinggi tingkat ketaqwaan seseorang, maka semakin mulia pula kedudukannya pada pandangan Allah. Perpaduan antara iman dan taqwa ini tidak akan terjadi secara otomatis karena iman memiliki persyaratan untuk menuju nilai kesempurnaannya. Persyaratan ini dapat dilihat melalui aturan-aturan yang diberlakukan kepada iman yaitu memadukan keyakinan dengan perbuatan. Tanpa melakukan perpaduan ini maka iman akan selalu bersifat statis karena berada pada tataran ikrar tidak pada tataran aplikasi. Oleh karena itu, maka kata 'iman' selalu digandeng dalam Al-Qur'an dengan amal shaleh (Amanu Wa 'Amilu Ash-Shalihat) supaya keberadaan iman terkesan lebih energik. Penggandengan kata 'iman' dengan perbuatan baik ini menunjukkan adanya upaya-upaya khusus yang harus dilakukan untuk menjaga keeksisan iman itu sendiri. Perlunya upaya khusus ini karena posisi manusia masih sangat labil jika masih berada pada level iman. Untuk menguatkan posisi ini maka orang-orang yang beriman diperintahkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik untuk menuju kestabilan. Adapun yang dimaksud dengan taqwa ialah kemampuan diri menjaga perpaduan ini secara kontinyu sesuai makna dasar dari kata taqwa itu sendiri yaitu 'menjaga'. Dengan demikian, maka sifat taqwa merupakan benteng untuk menjaga aturan-aturan Allah SWT supaya posisi iman tidak lagi berada dalam kelabilan. Kunci sukses yang ditawarkan Al-Qur'an untuk menghindari kelabilan ini ialah dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik.
Dalam Al-Qur'an dijumpai beberapa perintah kepada
orang-orang yang beriman agar bertaqwa kepada Allah sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah 278, Ali 'Imran 102, al-Maidah 35, al-Taubah 119, al-Ahzab 70, al- Hadid 28 dan al-Hasyr 18. Perintah-perintah ini mengindikasikan bahwa iman belum mencapai kesempurnaannya tanpa mendapatkan nilai taqwa. Berdasarkan hal ini, maka orang-orang yang beriman harus cerdas mencari mediator yang cocok untuk dijadikan jembatan menuju taqwa. Al-Qur'an telah memberikan bimbingan kepada orang-orang Mukmin bahwa mediator yang paling efektif untuk memfasilitasi hubungan iman dengan taqwa adalah ibadah. Wujud Peningkatan Iman dan Taqwa dan tanda- tandanya Seseorang dinyatakan beriman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai keyakinannya. Oleh karena itu, lapangan iman sangatlah luas. Iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat dengan aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam. Menjaga mata, telinga, pikiran, hati dan perbuatan dari hal-hal yang dilarang agama, merupakan salah satu bentuk wujud seorang muslim yang bertaqwa. Karena taqwa adalah sebaikbaik bekal yang harus kita peroleh dalam mengarungi kehidupan dunia Tanda-tanda orang beriman sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Quran adalah sebagai berikut : 1. Jika disebut nama Allah, hatinya akan bergetar dan berusaha tidak lepas dari syaraf memorinya (al-anfal : 2) 2. Senantiasa tawakal, yaitu bekeja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah. (Ali imran : 120) 4. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu melaksanakn perintah-Nya. (al-anfal: 3) 5. Menafkahkan rizki yang diterima dijalan Allah. (al- anfal: 3) 6. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan. (Al-mukminun: 3, 5) 7. Memelihara amanah dan menepati janji. (Al- mukminun: 6) 8. Berjihad di jalan Allah dan Suka menolong. (al-Anfal : 74) 9. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin. (an-nur: 62) Adapun ciri-ciri orang yag bertaqwa kepada Allah SWT adalah sebagai berikut : 1. Teguh dalam keyakinan dan bijaksana dalam pelaksanaannya 2. Tampak wibawanya karena semua aktivitas hidupnya dilandasi kebenaran dan kejujuran 3. Menonjol rasa puasnya dalam perolehan rejeki sesuai dengan usaha dan kemampuannya 4. Senantiasa bersih dan berhias secara islami walaupun miskin 5. Selalu cermat dalam perencanaan dan bergaya hidup sederhana walaupun kaya 6. Murah hati dan murah tangan 7. Tidak menghabiskan waktu dalam perbuatan yang tidak bermanfaat 8. Tidak berkeliaran dengan membawa fitnah 9. Disiplin dalam tugasnya 10. Tinggi dedikasinya 11. Terpelihara identitas muslimnya (setiap perbuatannya berorientasi kepada terciptanya kemaslahatan / kemanfaatan masyarakat) 12. Tidak pernah menuntut yang bukan haknya dan tidak menahan hak orang lain 13. Kalau ditegur orang maka akan segera introspeksi diri. Kalau ternyata teguran tersebut benar maka dia menyesal dan mohon ampun kepada Allah SWT serta minta maaf kepada orang yang tertimpa oleh kesalahannya itu 14. Kalau dimaki orang dia tersenyum simpul sambil mengucapkan: "Kalau makian anda benar saya bermohon semoga Allah SWT mengampuniku. Akan tetapi Kalau teguran anda ternyata salah, saya bermohon agar Allah mengampunimu. Cara Meningkatkan Kadar Iman & Taqwa 1. Pelajarilah berbagai ilmu agama Islam yang bersumber pada Al-Quran dan Hadits a. Perbanyaklah membaca Al-Quran dan renungkan maknanya Ayat-ayat Al-Quran memiliki target yang luas dan spesifik sesuai kebutuhan masing-masing orang yang sedang mencari atau memuliakan Tuhannya. Sebagian ayat Al- Quran mampu menggetarkan hati seseorang yang sedang mencari kemuliaan Allah, dilain pihak Al-Quran mampu membuat menangis seorang pendosa, atau membuat tenang seorang pencari ketenangan. Sebagaimana firman Allah SWT Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang lalim selain kerugian. (QS, al-Israa 17:82) b. Pelajarilah ilmu mengenai Asmaul Husna, Sifat-sifat Allah Yang Maha Agung. Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Mengetahui, maka ia akan menahan lidahnya, anggota tubuhnya dan gerakan hatinya dari apapun yang tidak disukai Allah. Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Indah, Maha Agung dan Maha Perkasa, maka semakin besarlah keinginannya untuk bertemu Allah di hari akhirat kelak, sehingga iapun secara cermat memenuhi berbagai persyaratan yang berikan Allah SWT untuk bisa bertemu dengan-Nya (yaitu dengan memperbanyak amal ibadah). Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Santun, Maha Halus dan Maha Penyabar, maka iapun merasa malu ketika ia marah, dan hidupnya merasa tenang karena tahu bahwa ia dijaga oleh Tuhannya secara lembut dan sabar. c. Pelajari dengan cermat sejarah (Siroh) kehidupan Rasulullah SAW. Dengan memahami perilaku, keagungan dan perjuangan Rasulullah SAW, maka akan menumbuhkan rasa cinta kita terhadapnya, kemudian berkembang menjadi keinginan untuk mencontoh semua perilaku beliau dan mematuhi pesan-pesan beliau selaku utusan Allah SWT. Seorang sahabat RA mendatangi Rasulullah saw dan bertanya, Wahai Rasul Allah, kapan tibanya hari akhirat?. Rasulullah saw balik bertanya : Apakah yang telah engkau persiapkan untuk menghadapi hari akhirat?. Si sahabat menjawab , Wahai Rasulullah, aku telah sholat, puasa dan bersedekah selama ini, tetap saja rasanya semua itu belum cukup. Namun didalam hati, aku sangat mencintai dirimu, ya Rasulullah. Rasulullah saw menjawab, Insya Allah, di akhirat kelak engkau akan bersama orang yang engkau cintai. (HR Muslim). Dengan begitu, Jelaslah bahwa mencintai Rasulullah adalah salah satu jalan menuju surga, dan membaca riwayat hidupnya (siroh) adalah cara terpenting untuk lebih mudah memahami dan mencintai Rasulullah SAW. d. Mempelajari Jasa-jasa dan Kualitas Agama Islam Perenungan terhadap syariat Islam, hukum-hukumnya, akhlak yang diajarkannya, perintah dan larangannya, akan menimbulkan kekaguman terhadap kesempurnaan ajaran agama Islam ini. Tidak ada agama lain yang memiliki aturan dan etiket yang sedemikian rincinya seperti Islam, dimana untuk makan dan ke WC pun ada adabnya, untuk aspek hukum dan ekonomi ada aturannya, bahkan untuk berhubungan suami -istripun ada aturannya. e. Mempelajari Kehidupan Orang-orang Sholeh (generasi Shalafus Sholihin, para sahabat Rasulullah SAW, murid- murid para sahabat, tabiin dan tabiit tabiin) Mereka adalah generasi-generasi terbaik dari Islam. Mereka adalah orang-orang yang kadar keimanannya diibaratkan sebesar gunung Uhud. Sementara manusia di zaman ini diibaratkan kadar keimananya tak lebih dari sebutir debu dari gunung Uhud. Umar RA pernah memuntahkan makanan yang sudah masuk ke perutnya ketika tahu bahwa makanan yang diberikan padanya kurang halal sumbernya. Sejarah lain menceritakan tentang lumrahnya seorang tabiin meng-khatamkan Quran dalam satu kali sholatnya. Atau cerita tentang seorang sholeh yang lebih dari 40 tahun hidupnya berturut-turut tidak pernah sholat wajib sendiri kecuali berjamaah di mesjid. Atau seorang sholeh yang menangis karena lupa mengucap doa ketika masuk mesjid. Inilah cerita-cerita teladan yang mampu menggetarkan hati seorang yang sedang meningkatkan keimanannnya. 2. Renungkanlah tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam (marifatullah) Singkirkan dulu kesombongan akal kita, renungkan secara tulus bagaimana alam ini diciptakan. Sungguh pasti ada kekuatan luar biasa yang mampu menciptakan alam yang sempurna ini, sebuah struktur dan sistem kehidupan yang rapi, mulai dari tata surya, galaksi hingga struktur pohon dan sel-sel atom. Renungkan pula rahasia dan mukjizat Quran. Salah satu keajaiban Al Quran adalah struktur matematis Al Quran. Walau wahyu Allah diturunkan bertahap namun ketika seluruh wahyu lengkap maka ditemukan bahwa kata tunggal hari disebut sebanyak 365 kali, sebanyak jumlah hari pada satu tahun syamsiyyah (masehi). Kata jamak hari disebut sebanyak 30 kali, sama dengan jumlah hari dalam satu bulan. Sedang kata Syahrun (bulan) dalam Al Quran disebut sebanyak 12 kali sama dengan jumlah bulan dalam satu tahun. Kata Saaah (jam) disebutkan sebanyak 24 kali sama dengan jumlah jam sehari semalam. Dan semua kata-kata itu tersebar di 114 surat dan 6666 ayat dan ratusan ribu kata yang tersusun indah. Dan masih banyak lagi keajaiban dan mukjizat Al Quran dari sisi pandang lainnya yang membuktikan bahwa itu bukan karya manusia. Masih banyak pula mukjizat lainnya di alam ini yang membuktikan bahwa alam ini memiliki struktur yang sangat sempurna dan tidak mungkin tercipta dengan sendirinya. Adalah lumrah, bahwa sesuatu yang tidak mungkin diciptakan manusia, pastilah diciptakan sesuatu yang Maha Kuasa, Maha Besar. Inilah yang menambah kecilnya diri kita dan menambah kekaguman dan cinta serta iman kita kepada Sang Pencipta alam semesta ini. 3. Berusaha keras melakukan amal perbuatan yang baik secara ikhlas Amal perbuatan perlu digerakkan. Dimulai dari hati, kemudian terungkap melalui lidah kita dan kemudian anggota tubuh kita. Selain ikhlas, diperlukan usaha dan keseriusan untuk melakukan amalan-amalan ini. a. Amalan Hati Dilakukan melalui pembersihan hati kita dari sifat-sifat buruk, selalu menjaga kesucian hati. Ciptakan sifat-sifat sabar dan tawakal, penuh takut dan harap akan Allah. Jauhi sifat tamak, kikir, prasangka buruk dan sebagainya. b. Amalan Lidah Perbanyak membaca Al-Quran, zikir, bertasbih, tahlil, takbir, istighfar, mengirim salam dan sholawat kepada Rasulullah dan mengajak orang lain kepada kebaikan, melarang kemungkaran. c. Amalan Anggota Tubuh Dilakukan melalui kepatuhan dalam sholat, pengorbanan untuk bersedekah, perjuangan untuk berhaji hingga disiplin untuk sholat berjamaah di mesjid (khususnya bagi pria). Sebab-sebab turunnya kadar iman : Sebab-sebab dari dalam diri kita sendiri (Internal) : 1. Kebodohan Kebodohan merupakan pangkal dari berbagai perbuatan buruk. Seseorang berbuat jahat boleh jadi karena ia tak tahu bahwa perbuatan itu dilarang agama, atau ia tidak tahu ancaman dan bahaya yang akan dihadapinya kelak di akhirat, atau ia tidak tahu keperkasaan Sang Maha Kuasa yang mengatur denyut jantungnya, mengatur musibah dan rezekinya. 2. Ketidakpedulian, keengganan dan melupakan Ketidakpedulian menyebabkan pikiran seseorang diisi dengan hal-hal duniawi yang hanya ia sukai (yang ia pedulikan), sedangkan yang bukan ia sukai, tidak diberi tempat dipikirannya. Ini menyebabkan ia tidak ingat (dzikir) pada Allah, sifatnya tidak tulus, tidak punya rasa takut dan malu (kepada Allah), tidak merasa berdosa (tidak perlu tobat), dan bisa jadi ia menjadi sombong karena tidak merasakan pentingnya berbuat rendah hati dan sederhana. Kengganan seseorang untuk melakukan suatu kebaikan, padahal ia tahu hal itu telah diperintahkan Allah, maka ia termasuk orang yang men-zhalimi (melalaikan) dirinya sendiri.. 3. Menyepelekan dan melakukan perbuatan dosa Awal dari perbuatan dosa adalah sikap menyepelekan (tidak patuh terhadap) perintah dan larangan Allah. Perbuatan dosa umumnya dilakukan secara bertahap, misalnya dimulai dari zina pandangan mata yang dianggap dosa kecil, kemudian berkembang menjadi zina tubuh. Dosa-dosa kecil yang disepelekan merupakan proses pendidikan jahat (pembiasaan) untuk menyepelekan dosa-dosa besar. Oleh karena itu, basmilah dosa-dosa kecil selagi belum tumbuh menjadi dosa besar. 4. Jiwa yang selalu memerintahkan berbuat jahat Ibnul Qayyim Al Jauziyyah mengatakan, Allah menggabungkan dua jiwa, yakni jiwa jahat dan jiwa yang tenang sekaligus dalam diri manusia, dan mereka saling bermusuhan dalam diri seorang manusia. Disaat salah satu melemah, maka yang lain menguat. Perang antar keduanya berlangsung terus hingga si empunya jiwa meninggal dunia. Adalah sungguh merugi orang-orang yang jiwa jahatnya menguasai tubuhnya. Seperti sabda Rasulullah, Barang siapa yang diberi petunjuk Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkannya maka tidak ada seorangpun yang dapat memberinya petunjuk. Sifat lalai, tidak mau belajar agama, sombong dan tidak peduli merupakan beberapa cara untuk membiarkan jiwa jahat dalam tubuh kita berkuasa. Sedangkan sifat rendah hati, mau belajar, mau melakukan instropeksi (Muhasabah) merupakan cara untuk memperkuat jiwa kebaikan (jiwa tenang) yang ada dalam tubuh kita. Sebab-sebab dari luar diri kita (External) : 1. Syaitan Syaitan adalah musuh manusia. Tujuan syaitan adalah untuk merusak keimanan orang. Siapa saja yang tidak membentengi dirinya dengan selalu mengingat Allah, maka ia menjadi sarang syaitan, menjerumuskannya dalam kesesatan, ketidak patuhan terhadap Allah, membujuknya melakukan dosa. 2. Bujukan dan rayuan dunia Allah SWT berfirman : Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS, al-Hadiid 57:20). Tujuan hidup manusia seluruhnya untuk akhirat. Apapun kegiatan dunia yang kita lakukan, seperti mencari nafkah, menonton TV, bertemu teman dan keluarga, seharusnya semua itu ditujukan untuk meraih pahala akhirat. Tidak secuilpun dari kegiatan duniawi boleh dilepaskan dari aturan main yang diperintahkan atau dilarang Allah. Ibnul Qayyim mengibaratkan hati sebagai suatu wadah bagi tujuan hidup manusia (akhirat dan duniawi) dengan kapasitas (daya tampung) tertentu. Ketika tujuan duniawi tumbuh maka ia akan mengurangi porsi tujuan akhirat. Ketika porsi tujuan akhirat bertambah maka porsi tujuan duniawi berkurang. Dalam situasi dimana tujuan dunia menguasai hati kita, maka hanya tersisa sedikit porsi akhirat di hati kita, dan inilah awal dari menurunnya keimanan kita. 3. Pergaulan yang buruk Seorang teman yang sholeh selalu memperhatikan perintah dan larangan Allah, karenanya ia selalu mengajak siapa saja orang disekitarnya untuk menuju kepada kebaikan dan mengingatkan mereka bila mendekati kemungkaran. Teman dan sahabat yang sholeh sangat penting kita miliki di zaman kini. Dimana pergaulan manusia sudah sangat bebas dan tidak lagi memperhatikan nilai-nilai agama Islam. Berada diantara teman-teman yang sholeh akan membuat seorang wanita tidak merasa asing bila mengenakan jilbab. Demikian pula seorang pria bisa merasa bersalah bila ia membicarakan aurat wanita diantara orang-orang sholeh. Sebaliknya, berada diantara orang-orang yang tidak sholeh atau berperilaku buruk menjadikan kita dipandang aneh bila berjilbab atau bahkan ketika hendak melakukan sholat. Cara Mengaktualisasikan Diri Dengan Konsep Iman Dan Taqwa Di Dalam Kehidupan Sehari-Hari Tanpa iman, ibadah yang dilakukanakan sia-sia, bahkan amal yang dilakukan tidak akan sampai kepada Allah SWT, Keimanan dan ketaqwaan yang dianugerahkan Allah SWT untuk hamba-Nya haruslah disyukuri dan diperkuat dengan cara meningkatkan amal ibadahnya. Misalnya; disamping menjalankan ibadah wajib (sholat, zakat, puasa), juga menjalankan ibadah sunnah. Misalnya dengan membayar infaq dan sedekah. Berikut adalah penerapan iman dan taqwa dalam kehidupan sehari-hari: A. Menjalankan keenam rukun iman. B. Menaati perintah Allah dan beramal sholeh untuk mendapatkan ridhlo Allah C. Membersihkan diri dari hal-hal yang diharamkan (menghindari keharaman) D. Ringan tangan atau saling membantu sesama manusia. E. Menjaga aurat pada dirinya sesuai dengan ajaran agama. F. Menjaga amanah dan menepati janji. G. Menjaga sholat wajib. H. Selalu siap untuk menghadapi kematian . Penerapan iman dan taqwa dalam kehidupan di atas, memang telah dilakukan oleh sebagian anak muda. Namun,sebagian darinya masih juga kurang sepenuhnya menerapkan iman dan taqwanya dalam kehidupan sehari-hari. Banyak masalah yang muncul akibat kurang kokohnya iman dan taqwa yang tertanam dalam diri masing-masing individu. Ada beberapa faktor penyebab munculnya masalah berkurangnya kekuatan iman dan taqwa dalam diri, sebagai berikut: A. Tidak mengenal siapa Allah SWT. B. Lalai dan memalingkan diri dari rambu-rambu agama. Tidak memperhatikan ayat-ayat Allah dan hukum- hukumNya, baik yang bersifat kauni maupun syar'i.Sesungguhnya kelalaian dan sikap tidak mau tahu semacam itu pasti akan membuat hati menjadi sakit atau bahkan mati karena belitan syubhat dan jeratan syahwat yangmerasuki hati dan sekujur tubuhnya. C. Meninggalkan ketaatan, baik berupa keyakinan, ucapan, maupun amalan fisik. Sebab iman akan semakin banyak berkurang apabila ketaatan yang ditinggalkan juga semakin besar. Apabila nilai suatu ketaatan semakin penting dan semakin prinsip maka meninggalkannya pun akan mengakibatkan penyusutan dan keruntuhan iman yang semakin besar dan mengerikan. Bahkan terkadang dengan meninggalkannya bisa membuat pelakunya kehilangan iman secara total, sebagaimana orang yang meninggalkan shalat sama sekali. Perlu diperhatikan pula bahwa meninggalkan ketaatan itu terbagi menjadi dua. Pertama, ada yang menyebabkan hukuman atausiksa yaitu apabila yang ditinggalkan adalah berupa kewajiban dan tidak ada alasan yang hak untuk meninggalkannya. Kedua, sesuatu yang tidak akan mendatangkan hukuman dan siksa karena meninggalkannya, seperti : meninggalkan kewajiban karena udzur syar'i (berdasarkan ketentuan agama) atau hissi (berdasarkan sebab yang terindera), atau tidak melakukan amal yang hukumnya mustahab/sunnah.Contoh untuk orang yang meninggalkan kewajiban karena udzur syar'i atau hissi adalah perempuan yang tidak shalat karena haidh. Sedangkan contoh orang yang meninggalkan amal mustahab/sunnah adalah orang yang tidak mengerjakan shalat Dhuha kesimpulan Agama islam bukanlah hambatan untuk perkembangan iptek tapi justru agama islam bisa lebih mengembangkan dan memperbaiki iptek itu. Dan dengan adanya agama islam permasalahan-permasalahan yang muncul seiring dengan perkembangan iptek ini dapat diatasi atau diselesaikan. Dengan cara tetap menerapkan konsep iman dan taqwa tersebut dalam kehidupan kita, dengan begiu kemajuan iptek tidak membuat kemerosotan moral pada diri manusia. Dengan adanya hubungan yang dinamis antara agama dan modernitas, maka diperlukan upaya untuk menyeimbangkan pemahaman orang terhadap agama dan modernitas. Pemahaman orang terhadap agama akan melahirkan sikap keimananan dan ketaqwaan (Imtaq), sedang penguasaan orang terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) di era modernisasi dan industrialisasi mutlak diperlukan. Dengan demikian sesungguhnya yang diperlukan di era modern ini tidak lain adalah penguasaan terhadap Imtaq dan Iptek sekaligus. Salah satu usaha untuk merealisasikan pemahaman Imtaq dan penguasaan Iptek sekaligus adalah melalui jalur pendidikan. Dalam konteks inilah pendidikan sebagai sebuah sistem harus didesain sedemikian rupa guna memproduk manusia yang seutuhnya. Yakni manusia yang tidak hanya menguasai Iptek melainkan juga mampu memahami ajaran agama sekaligus mengimplementasikan dalam kehidupan sehari- hari.