Anda di halaman 1dari 23

Tugas Kelompok Perekonomian Indonesia

MEA KAITANNYA DENGAN PEREKONOMIAN INDONESIA

Disusun Oleh:

Reski . A A11114023

Firman Hidayat A21113001

Birgita Carla Octavianus A31114029

Salsabila A31114302

Helkias Toban A31114307

Masita Hasan A31114509

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, patutlah tim penulis memanjatkan puji dan syukur kepada


Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, tim penulis dapat
menyelesaikan makalah Perekonomian Indonesia dalam semester akhir 2016/2017
yang berjudul MEA Kaitannya dengan Perekonomian Indonesia.

Makalah ini telah disusun sesuai dengan kemampuan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam proses penyelesaian makalah
ini, khususnya kepada dosen yang telah membimbing tim penulis dan juga orang tua
yang selalu memberikan dukungan maupun doa, sehingga makalah ini bisa
diselesaikan dengan baik.

Akhir kata, tim penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, tim penulis mohon maaf atas segala kekurangan yang
ada dan menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar makalah selanjutnya
dapat disusun dengan lebih baik dari sebelumnya. Tim penulis berharap makalah ini
dapat memberikan manfaat kepada pembaca.

Makassar, 20 Maret 2017

Tim Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3 Tujuan..................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian MEA...................................................................................3


2.2 Sejarah Terbentuknya MEA................................................................3
2.3 Tujuan Pembentukan MEA..................................................................5
2.4 Dampak MEA terhadap Perekonomian Indonesia..............................6
2.5 MEA dan Daya Saing Indonesia..........................................................8
2.6 MEA dan Kebijakan Indonesia.............................................................11
2.7 Analisis Data........................................................................................15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..........................................................................................19
3.2 Saran...................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................20

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Globalisasi yang pada awalnya dianggap mampu memberikan
solusi alternatif bagi masyarakat dunia untuk mencapai kehidupan
ekonomi yang lebih baik dengan membuka kesempatan yang lebih
luas, terbukti tidak sepenuhnya berhasil. Keuntungan ekonomi dari
proses globalisasi yang terus berjalan hanya dinikmati sejumlah
negara maju, sedangkan negara berkembang mengalami banyak
dampak negatif berupa makin tergantungnya kehidupan warga
negaranya pada produk-produk asing, kualitas sumber daya alam
dan lingkungan yang makin buruk akibat eksploitasi berlebihan dan
kesejahteraan pekerja yang makin merosot akibat kuatnya posisi
perusahaan dalam menentukan hak dan kewajiban pekerja (Hamid,
2012:123).
Berangkat dari masalah globalisasi terhadap pasar dalam
perekonomian dunia, makalah ini akan membahas mengenai
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang lebih dikhususkan pada
negara yang termasuk dalam Asia Tenggara yang tentunya juga
dipengaruhi oleh globalisasi. Dalam abstrak artikel Keuangan yang
ditulis oleh G. T Suroso, dikemukakan bahwa Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) merupakan realisasi pasar bebas di Asia Tenggara
yang telah dilakukan secara bertahap melalui KTT ASEAN di
Singapura pada tahun 1992. Tujuan dibentuknya MEA untuk
memingkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN, serta
diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah di bidang ekonomi
antarnegara ASEAN.
Kekhawatiran dan banyaknya pertanyaan khalayak mengenai
MEA merupakan hal yang wajar. Justru kekhawatiran dapat

1
merupakan refleksi kepedulian dari seluruh elemen masyarakat
(Masyarakat ASEAN Edisi 7, 2015:4). Dengan demikian, kita harus
pandai melihat peluang dan hambatan dengan adanya MEA karena
tentunya MEA memiliki dampak baik positif maupun negatif di
antara negara-negara dalam Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Oleh sebab itu, makalah ini dikhususkan untuk melihat
bagaimana kaitan antara MEA dengan Perekonomian Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan
sebelumnya, maka rumusan masalah yang dibahas dalam makalah
ini, antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan MEA?
2. Bagaimana sejarah terbentuknya MEA?
3. Apa tujuan dibentuknya MEA?
4. Bagaimana dampak MEA terhadap Perekonomian Indonesia?
5. Bagaimana kaitan MEA dengan daya saing Indonesia?
6. Bagaimana kaitan MEA dengan kebijakan Indonesia?
7. Bagaimana menganalisis data untuk melihat kaitan MEA
dengan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia?

1.3 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan
informasi kepada pembaca mengenai pengertian MEA, sejarah
terbentuknya MEA, tujuan dibentuknya MEA, dampak MEA terhadap
Perekonomian Indonesia, kaitan MEA dengan daya saing Indonesia
dan kebijakan Indonesia, serta analisis data untuk melihat kaitan
MEA dengan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian MEA

2
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah bentuk integrasi
ekonomi ASEAN dalam artian adanya sistem perdagaangan bebas
antara Negara-negara ASEAN. Indonesia dan sembilan negara
anggota ASEAN lainnya telah menyepakati perjanjian Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC).
MEA membentuk ASEAN menjadi pasar dan basis dari
produksi tunggal yang dapat membuat ASEAN terlihat dinamis dan
dapat bersaing dengan adaya mekanisme dalam memperkuat
pelaksanaan yang baru yang berinisiatif ekonomi; mempercepat
perpaduan regional yang ada di sektor-sektor prioritas; memberikan
fasilitas terhadap gerakan bisnis, tenaga kerja memiliki bakat dan
terampil; dapat memperkkuat kelembagaan mekanisme di ASEAN.

2.2 Sejarah Terbentuknya MEA


Indonesia termasuk salah satu negara dalam Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA)
atau ASEAN
Economic
Community (AEC) yang akan bergulir mulai akhir tahun 2015 ini. MEA
merupakan realisasi pasar bebas di Asia Tenggara yang sebelumnya telah
disebut dalam Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic
Cooperation pada tahun 1992. Pada pertemuan tingkat Kepala Negara
ASEAN (ASEAN Summit) ke-5 di Singapura pada tahun 1992 tersebut
para Kepala Negara mengumumkan pembentukan suatu kawasan
perdagangan bebas di ASEAN (AFTA) dalam jangka waktu 15 tahun.
Kemudian dalam perkembangannya dipercepat menjadi tahun 2003, dan
terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. (www.tarif.depkeu.go.id)
Pembentukan MEA berawal dari kesepakatan para pemimpin
ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember 1997
di Kuala Lumpur, Malaysia. Kesepakatan ini bertujuan meningkatkan
daya saing ASEAN serta bisa menyaingi Tiongkok dan India untuk
menarik investasi asing. Modal asing dibutuhkan untuk
meningkatkan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan warga ASEAN.

3
Saat itu, ASEAN meluncurkan inisiatif pembentukan integrasi
kawasan ASEAN atau komunitas masyarakat ASEAN melalui
ASEAN Vision 2020 saat berlangsungnya ASEAN Second Informal
Summit. Inisiatif ini kemudian diwujudkan dalam
bentuk roadmap jangka panjang yang bernama Hanoi Plan of Action
yang disepakati pada 1998.
Pada KTT selanjutnya Indonesia merupakan salah satu inisiator
pembentukan MEA yaitu dalam Deklarasi ASEAN Concord II di Bali
pada 7 Oktober 2003 dimana Para Petinggi ASEAN mendeklarasikan
bahwa pembentukan MEA pada tahun 2015
(nationalgeographic.co.id). Pembentukan Komunitas ASEAN ini
merupakan bagian dari upaya ASEAN untuk lebih mempererat
integrasi ASEAN. Selain itu juga merupakan upaya evolutif ASEAN
untuk menyesuaikan cara pandang agar dapat lebih terbuka dalam
membahas permasalahan domestik yang berdampak pada kawasan
tanpa meninggalkan prinsip-prinsip utama ASEAN, yaitu: saling
menghormati (Mutual Respect), tidak mencampuri urusan dalam
negeri (Non-Interfence), konsensus, diaog dan konsultasi. Komunitas
ASEAN terdiri dari tiga pilar yang termasuk di dalamnya kerjasama di
bidang ekonomi, yaitu: Komonitas Keamanan ASEAN (ASEAN
Security Comunity/ASC), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN
Economic Community/AEC) dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN
(ASEAN Sosio-Cultural Community/ASCC).
2.3 Tujuan Pembentukan MEA
Tujuan dibentuknya MEA untuk meningkatkan stabilitas
perekonomian dikawasan ASEAN, serta diharapkan mampu
mengatasi masalah-masalah dibidang ekonomi antar negara
ASEAN. Selama hampir dua dekade, ASEAN terdiri dari hanya lima
negara - Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand -
yang pendiriannya pada tahun 1967. Negara-negara Asia Tenggara
lainnya yang tergabung dalam waktu yang berbeda yaitu Brunei

4
Darussalam (1984), Vietnam (1995 ), Laos dan Myanmar (1997 ),
dan Kamboja (1999 ).
Ada empat tujuan pembentukan MEA lainnya, yaitu:
1. Mewujudkan kawasan single market (pasar tunggal) dan
production base (pasar produksi).
Kawasan ini yang memiliki tingkat konsumsi domestic yang
tinggi sekaligus menjadi bagian dari mata rantai produksi
dunia. Hal tersebut diwujudukan melalui dipermudahnya
arus perdagangan untuk sektor barang, jasa, investasi,
pekerja terampil, dan modal.
2. Menjadikan kawasan ASEAN memiliki daya saing tinggi di
dunia.
Hal ini dirasa sangat penting mengingat persaingan global
yang semakin ketat dan sehingga perlu adanya upaya
bersama Negara ASEAN untuk meningkatkan daya saing.
Hal tersebut dilakukan melalui kerja sama pembentukan
regional competition policy, IPRs action plan,
pengembangan infrastruktur, kerja sama energi, perpajakan,
serta pengembangan UMKM.
3. Mewujudkan kawasan dengan pembangunan ekonomi yang
merata.
Kesepuluh negara ASEAN memiliki tingkat perekonomian
yang berbeda, beda sehingga perlu adanya pemerataan
pembangunan ekonomi dikawasan Asia Tenggara.
Pemerataan ekonomi akan membawa kestabilan ekonomi
dikawasan tersebut untuk jangka waktu yang panjang.
Upaya pemerataan perekonomian di ASEAN dilakukan
melalui kerja sama pengembangan UKM serta realisasi dari
program-program pemerataan ekonomi di Negara CLMV
(Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam) melalui ASEAN
Initiative for ASEAN Integration.
4. Berperan aktif dan berintegrasi penuh dalam ekonomi
global.

5
Kondisi perekonomian ASEAN yang stabil dan memiliki
pertumbuhan yang tinggi, menjadikan kawasan ASEAN
sebagai Bintang kawasan tujuan investasi dunia. Oleh
karena itu, seiring dengan meningkatnya aktivitas investasi
dan perdagangan di ASEAN, sudah saatnya ASEAN
berperan aktif dalam penentuan dalam penentuan arah
kebijakan perdagangan dunia.

2.4 Dampak MEA terhadap Perekonomian Indonesia


Gambaran karakteristik utama MEA adalah pasar tunggal dan
basis produksi; kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi;
kawasan dengan pembangunan ekonomi yang adil; dan kawasan
yang terintegrasi ke dalam ekonomi global. Dampak terciptanya MEA
adalah terciptanya pasar bebas di bidang permodalan, barang dan
jasa, serta tenaga kerja. Konsekuensi atas kesepakatan MEA yakni
dampak aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN, dampak
arus bebas jasa, dampak arus bebas investasi, dampak arus tenaga
kerja terampil, dan dampak arus bebas modal.
Dari karakter dan dampak MEA tersebut di atas sebenarnya
ada peluang dari momentum MEA yang bisa diraih Indonesia.
Dampak positif dari MEA terhadap perekonomian Indonesia, antara
lain:
1. Dengan adanya MEA diharapkan perekonomian Indonesia
menjadi lebih baik.
Salah satunya pemasaran barang dan jasa dari Indonesia
dapat memperluas jangkauan ke negara ASEAN lainnya.
Pangsa pasar yang ada di Indonesia adalah 250 juta orang.
Pada MEA, pangsa pasar ASEAN sejumlah 625 juta orang
bisa disasar oleh Indonesia. Jadi, Indonesia memiliki
kesempatan lebih luas untuk memasuki pasar yang lebih
luas. Ekspor dan impor juga dapat dilakukan dengan biaya
yang lebih murah. Tenaga kerja dari negara-negara lain di
ASEAN bisa bebas bekerja di Indonesia. Sebaliknya, tenaga

6
kerja Indonesia (TKI) juga bisa bebas bekerja di negara-
negara lain di ASEAN.
2. Investor Indonesia dapat memperluas ruang investasinya
tanpa ada batasan ruang antar negara anggota ASEAN.
Selain investor Indonesia yang dapat memperluas ruang
investasinya, Indonesia juga dapat menarik investasi dari
para pemodal-pemodal ASEAN. Para pengusaha akan
semakin kreatif karena persaingan yang ketat dan para
professional akan semakin meningkatakan tingkat skill,
kompetansi dan profesionalitas yang dimilikinya.
Namun, selain peluang atau dampak positif yang terlihat di
depan mata, ada pula hambatan menghadapi MEA yang harus kita
perhatikan. Hambatan tersebut di antaranya:
1. Mutu pendidikan tenaga kerja masih rendah, di mana
hingga Febuari 2014 jumlah pekerja berpendidikan SMP
atau dibawahnya tercatat sebanyak 76,4 juta orang atau
sekitar 64 persen dari total 118 juta pekerja di Indonesia.
2. Ketersediaan dan kualitas infrastuktur masih kurang
sehingga mempengaruhi kelancaran arus barang dan jasa.
Menurut Global Competitiveness Index (GCI) 2014, kualitas
infrastruktur kita masih tertinggal dibandingkan negara
Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand.
3. Sektor industri yang rapuh karena ketergantungan impor
bahan baku dan setengah jadi.
4. Keterbatasan pasokan energi.
5. Lemahnya Indonesia menghadapi serbuan impor, dan
sekarang produk impor Tiongkok sudah membanjiri
Indonesia. Apabila hambatan-hambatan tadi tidak diatasi
maka dikhawatirkan MEA justru akan menjadi ancaman bagi
Indonesia.

2.5 MEA dan Daya Saing Indonesia


Dalam Jurnal Lingkar Widyaiswara oleh Fajar Usman (2016),
dikemukakan bahwa berada dalam satu kawasan bukan jaminan
Indonesia aman dari persaingan dengan negara-negara ASEAN

7
lainnya. Memasuki era MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) pada
awal tahun 2016 lalu, Indonesia ditantang untuk mampu bersaing
dengan sembilan negara ASEAN lainnya.Untuk itu, perlu ada
kesiapan dari masing-masing negara dalam menghadapi MEA.
Untuk beberapa hal, Indonesia dinilai masih belum siap
menghadapi persaingan MEA. Ukuran ekonomi Indonesia yang
besar bisa jadi merupakan salah satu penyebabnya. Indonesia
memang merupakan negara terbesar di ASEAN, baik dari segi luas
wilayah jumlah penduduk, maupun ukuran ekonominya. Namun
sayangnya, dalam hal kualitas terutama daya saing, Indonesia masih
tertinggal dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand.

2.5.1 Segi Ekspor


Studi Bank Dunia (2013) menyebutkan, daya saing produk
ekspor Indonesia relatif tertinggal dibanding negara-negara
ASEAN lain, terutama kaitannya dengan nilai tambah produk
ekspor kita 2. Hal ini disebabkan komposisi ekspor kita lebih
didominasi oleh komoditas dan barang primer. Sementara
Singapura, Malaysia, dan Thailand sebagian besar ekspornya
terdiri dari produk-produk yang bermuatan teknologi dengan
nilai tambah yang lebih tinggi.
2.5.2 Kondisi Infrastruktur
Berdasarkan survei Global Competitiveness Index (GCI)
2013/2014 yang diadakan oleh World Economic Forum
(WEF), kualitas infrastruktur Indonesia menempati peringkat
ke-82 dari 148 negara, atau berada di bawah Singapura,
Malaysia, Brunei, dan Thailand. Kondisi Infrastruktur yang
minim tersebut dapat meningkatkan biaya logistik tinggi
sehingga pada akhirnya menyebabkan inefisiensi. Hal ini juga
tercermin dari kondisi industri logistik yang berdasarkan
Logistic Performance Index (LPI) 2012, Indonesia hanya
menduduki peringkat ke-59 atau jauh di bawah Singapura

8
yang berada di puncak di antara 155 negara yang disurvei dan
masih kalah dibandingkan dengan Malaysia, Thailand,
Vietnam, dan Filipina serta hanya unggul terhadap Myanmar
dan Kamboja.
2.5.3 Kemampuan Sumber Daya Manusia
Berdasarkan data Bappenas (2013), kesiapan tenaga kerja
Indonesia menurut Asian Productivity Organization (APO)
menunjukkan dari setiap 1.000 tenaga kerja Indonesia hanya
sekitar 4,3% yang terampil, sedangkan untuk tenaga kerja
Filipina, Malaysia dan Singapura dari 1.000 tenaga kerja
komposisinya masing-masing 8,3%, 32,6% 34,7% tenaga
kerja yang terampil. Begitu pula hasil survei yang dilakukan
oleh Bisnis Indonesia (2014) terhadap 200 responden para
pelaku bisnis di Indonesia, juga menunjukkan rendahnya daya
saing SDM Indonesia. Hasil survei menyebutkan bahwa
43,6% responden menilai kualitas SDM di Indonesia tidak
kompetitif. Selain itu, 3,6% responden merasa SDM di
Indonesia sangat tidak kompetitif. Sementara terdapat 30,8%
responden yang merasa SDM asal Indonesia sudah kompetitif
dan 4,1% sangat kompetitif.
2.5.4 Daya Tarik Investasi
Meskipun menghadapi situasi yang demikian, Indonesia tetap
optimis mampu bersaing dengan negara-negara ASEAN
lainnya, terutama dalam hal menarik investasi. Dasar
keyakinannya antara lain dari hasil survei Price water house
Coopers (PwC) terhadap 800 responden para CEO
perusahaan di Asia-Pasifik. Survei yang dirilis dalam
pelaksanaan KTT APEC pada 16 November itu menyebutkan,
52% responden berencana meningkatkan investasinya ke
Indonesia. Sementara Singapura hanya mendapatkan 46%
responden 6. Begitu pula berdasarkan hasil survei ASEAN
Business Survey Outlook 2015 yang dilakukan AmCham

9
Singapura dan US AmCham terhadap 588 Senior Eksekutif
sebagai wakil dari perusahaan-perusahaan AS di 10 (sepuluh)
negara ASEAN, menunjukkan Indonesia paling diminati oleh
investor Amerika Serikat yang kemudian diikuti oleh Vietnam
dan Myanmar 7. Hasil dari survei-survei ini juga sejalan
dengan data FDI Markets Financial Times yang
menyebutkan pada Januari-September 2015 FDI Indonesia
tertinggi di ASEAN, yakni US$ 20,96 miliar atau 29,12% dari
total FDI. Diikuti oleh Vietnam US$ 14,06 miliar (19,54%) dan
Myanmar US$ 9,22 miliar (12,81%).
2.5.5 Kesiapan Pelaku Usaha
Dari sisi kesiapan pelaku usaha, beberapa BUMN yang
bergerak di bidang energi, penyedia jasa konstruksi, dan
produksi semen telah terbukti mampu bersaing di pasar dunia.
Sebagai contoh PT Semen Indonesia (Persero) Tbk telah
memiliki pabrik semen di Vietnam setelah mengakuisisi Thang
Long Cement Company pada Desember 2012. Tahun 2016,
kapasitas produksi semen akan mencapai 90 juta ton yang
menjadikan Indonesia sebagai produsen semen terbesar di
Asia Tenggara. Contoh lain, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk
telah membangun sejumlah proyek di beberapa negara
termasuk negara anggota ASEAN.
2.5.6 Ketenagakerjaan
Salah satu tantangan yang akan dihadapi Indonesia
dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah dimana terjadinya
pasar bebas tenaga kerja. Ini berarti tenaga kerja di Indonesia
akan bersaing dengan tenaga kerja dari negara ASEAN
lainnya. Pasar bebas tenaga kerja akan menjadi tantangan
tersendiri bagi pemerintah, mengingat saat ini konflik buruh
dengan pengusaha masih terus berlanjut terkait dengan upah
minimum. Sementara itu, Myanmar, Kamboja dan Vietnam
menawarkan upah buruh yang lebih murah dibandingkan

10
dengan upah buruh di Indonesia. Kualitas sumber daya
manusia di Indonesia masih membutuhkan banyak
peningkatan, sehingga di masa mendatang Indonesia mampu
untuk menyuplai tenaga kerja terampil.

2.6 MEA dan Kebijakan Indonesia


Pemerintah berusaha mengubah paradigma kebijakan yang
lebih mengarah ke kewirausahaan dengan mengedepankan
kepentingan nasional. Untuk bisa menghadapi persaingan MEA,
tidak hanya swasta (pelaku usaha) yang dituntut harus siap namun
juga pemerintah dalam bentuk kebijakan yang pro pengusaha.
Negara lain sudah berpikir secara entrepreneurial (wirausaha),
bagaimana agar pemerintah berjalan dan berfungsi laksana seubah
organisasi entrepreneurship yang berorientasi pada hasil. Maka
dengan momentum MEA ini sudah tiba saatnya pemerintah
Indonesia mengubah pola pikir lama yang cenderung birokratis
dengan pola pikir entrepreneurship yang lebih taktis, efektif dan
efisien. Sebagai contohnya adalah kebijakan subsidi Bahan Bakar
Minyak (BBM) sebesar Rp 300 triliun (US$ 30 miliar) yang kurang
produktif diarahkan kepada pembiayayaan yang lebih produktif
misalnya investasi infrastruktur.
2.6.1 Dalam bidang pendidikan
Pemerintah juga dapat melakukan pengembangan
kurikulum pendidikan yang sesuai dengan MEA. Pendidikan
sebagai pencetak sumber daya manusia (SDM) berkualitas
menjadi jawaban terhadap kebutuhan sumber daya manusia.
Oleh karena itu meningkatkan standar mutu sekolah menjadi
keharusan agar lulusannya siap menghadapi persaingan.
Kegiatan sosialisasi pada masyarakat juga harus ditingkatkan
misalnya dengan Iklan Layanan Masyarakat tentang MEA
yang berusaha menambah kesiapan masyarakat
menghadapinya.

11
Mendikbud (saat itu) Anies Baswedan mengatakan,
meningkatkan standar mutu pendidikan salah satunya dengan
menguatkan aktor pendidikan, yaitu kepala sekolah, guru, dan
orang tua. Menurutnya, kepemimpinan kepala sekolah
menjadi kunci tumbuhnya ekosistem pendidikan yang baik.
Guru juga perlu dilatih dengan metode yang tepat, yaitu
mengubah pola pikir guru.

2.6.2 Dalam bidang Perindustrian


Menteri Perindustrian Saleh Husin juga memaparkan
strategi Kementrian Perindustrian menghadapi MEA yaitu
dengan strategi ofensif dan defensif. Strategi ofensif yang
dimaksud meliputi penyiapan produk-produk unggulan. Dari
pemetaan Kemenperin, produk unggulan dimaksud adalah
industri agro seperti kakao, karet, minyak sawit, tekstil dan
produk tekstil, alas kaki kulit, mebel, makanan dan minimum,
pupuk dan petrokimia, otomotif, mesin dan peralatan, serta
produk logam, besi, dan baja. Adapun strategi defensive
dilakukan melalui penyusunan Standar Nasional Indonesia
untuk produk-produk manufaktur (www.kemenperin.go.id).
2.6.3 Dalam Bidang Perdagangan
Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel punya langkah-
langkah yang akan dilakukan untuk menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) 2019. Salah satunya adalah
mencanangkan Nawa Cita Kementerian Perdagangan,
dengan menetapkan target ekspor sebesar tiga kali lipat
selama lima tahun ke depan. Cara tersebut bisa dilakukan
dengan membangun 5.000 pasar, pengembangan Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta peningkatan
penggunaan produk dalam negeri. Adapun target ekspor pada
2015 dibidik sebesar US$192,5 miliar. Selanjutnya pemerintah
juga menyiapkan strategi subsititusi impor untuk
meningkatkan ekspor, dan memberi nilai tambah produk

12
dalam negeri. Pada saat ini 65 persen ekspor produk
Indonesia masih mengandalkan komoditas
mentah.Pemerintah berusaha membalik struktur ekspor ini
yaitu dari komoditi primer ke manufaktur, dengan komposisi 35
persen komoditas dan 65 persen manufaktur. Oleh karena itu,
industri manufaktur diharapkan tumbuh dan fokus pada
peningkatan kapasitas produksi, untuk meningkatkan ekspor
sampai 2019.
Pemerintah juga mendekati industri yang berpotensi
menyumbang peningkatan ekspor, misalnya industri otomotif.
Diketahui, industri otomotif berencana mengekspor 50 ribu
sepeda motor ke Filipina. Kementerian Perdagangan juga
mendorong sektor mebel untuk semakin menggenjot
ekspornya. Selain itu, sektor perikanan juga memberikan
optimisme terhadap peningkatan ekspor Indonesia.
Tak hanya itu, pemerintah juga akan memperkuat produk
UKM dengan membina melalui kemasan, sertifikasi halal,
pendaftaran merek, dan meningkatkan daya saing produk
dalam negeri. Lalu, mereka juga memfasilitasi pelaku UKM
dalam pameran berskala internasional. Melalui fasilitas itu,
Kementerian Perdagangan berharap, produk serta merek
yang dibangun oleh pelaku UKM di Indonesia dapat dikenal
secara global.

13
2.7 Analisis Data

Tabel 1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Penduduk Usia 15


Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
(persen), 2014-2016

2014 2015 2016


PendidikanTertinggi yang
Ditamatkan Agustus Februari Agustus Februari Agustus

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


SD ke bawah 3,04 3,61 2,74 3,44 2,88

Sekolah Menengah
Pertama 7,15 7,14 6,22 5,76 5,75

Sekolah Menengah Atas 9,55 8,17 10,32 6,95 8,73

Sekolah Menengah
Kejuruan 11,24 9,05 12,65 9,84 11,11

Diploma I/II/III 6,14 7,49 7,54 7,22 6,04

Universitas 5,65 5,34 6,40 6,22 4,87

Jumlah 5,94 5,81 6,18 5,50 5,61

(Sumber: Badan Pusat Statistik)

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2016 sebesar


5,61 persen yang berarti dari 100 angkatan kerja terdapat sekitar 5 hingga
6 orang pengangguran. Jika dibandingkan dengan kondisi setahun yang
lalu (Agustus 2015) TPT mengalami penurunan sebesar 0,57 persen poin.

TPT untuk Sekolah Menengah Kejuruan menempati posisi tertinggi


(11,11 persen), disusul oleh TPT Sekolah Menengah Atas (8,73 persen).

14
Sementara TPT terendah terdapat pada tingkat pendidikan SD ke bawah,
yaitu sebesar 2,88 persen. Hal ini dikarenakan mereka yang
berpendidikan rendah cenderung mau menerima pekerjaan apapun,
sementara mereka yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih
pekerjaan yang sesuai. Apabila dibandingkan keadaan pada Agustus
2015, TPT mengalami penurunan hampir di semua jenjang pendidikan
kecuali pada tingkat pendidikan SD ke bawah sebesar 0,14 persen.

Tabel 2. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi (persen),


2014-2016

2014 2015 2016

i Provinsi
Agustus Februari Agustus Februari Agustus

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Aceh 9,02 7,73 9,93 8,13 7,57


Sumatera Utara 6,23 6,39 6,71 6,49 5,84
Sumatera Barat 6,50 5,99 6,89 5,81 5,09
Riau 6,56 6,72 7,83 5,94 7,43
Jambi 5,08 2,73 4,34 4,66 4,00
Sumatera Selatan 4,96 5,03 6,07 3,94 4,31
Bengkulu 3,47 3,21 4,91 3,84 3,30
Lampung 4,79 3,44 5,14 4,54 4,62
Bangka Belitung 5,14 3,35 6,29 6,17 2,60
Kepulauan Riau 6,69 9,05 6,20 9,03 7,69
DKI Jakarta 8,47 8,36 7,23 5,77 6,12
Jawa Barat 8,45 8,40 8,72 8,57 8,89
Jawa Tengah 5,68 5,31 4,99 4,20 4,63
DI Yogyakarta 3,33 4,07 4,07 2,81 2,72

15
Jawa Timur 4,19 4,31 4,47 4,14 4,21
Banten 9,07 8,58 9,55 7,95 8,92
Bali 1,90 1,37 1,99 2,12 1,89
Nusa Tenggara Barat 5,75 4,98 5,69 3,66 3,94
Nusa Tenggara Timur 3,26 3,12 3,83 3,59 3,25
Kalimantan Barat 4,04 4,78 5,15 4,58 4,23
Kalimantan Tengah 3,24 3,14 4,54 3,67 4,82
Kalimantan Selatan 3,80 4,83 4,92 3,63 5,45
Kalimantan Timur 7,38 7,17 7,50 8,86 7,95
Kalimantan Utara - 5,79 5,68 3,92 5,23
Sulawesi Utara 7,54 8,69 9,03 7,82 6,18
Sulawesi Tengah 3,68 2,99 4,10 3,46 3,29
Sulawesi Selatan 5,08 5,81 5,95 5,11 4,80
Sulawesi Tenggara 4,43 3,62 5,55 3,78 2,72
Gorontalo 4,18 3,06 4,65 3,88 2,76
Sulawesi Barat 2,08 1,81 3,35 2,72 3,33
Maluku 10,51 6,72 9,93 6,98 7,05
Maluku Utara 5,29 5,56 6,05 3,43 4,01
Papua Barat 5,02 4,61 8,08 5,73 7,46
Papua 3,44 3,72 3,99 2,97 3,35

Total 5,94 5,81 6,18 5,50 5,61

(Sumber: Badan Pusat Statistik)

Berdasarkan Tabel 2 di atas, dapat disimpulkan bahwa Tingkat


Pengangguran Terbuka (TPT) yang paling tinggi berada di Banten (8,92 persen),
lalu kemudian disusul dengan Provinsi Jawa Barat (8,89 persen). Sedangkan

16
untuk Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) terendah berada di Bali sebesar
1,89 persen.

Apabila kita melihat secara keseluruhan, total Tingkat Pengangguran


Terbuka (TPT) tertinggi dialami pada bulan Agustus 2015 dan terendah pada
bulan Februari 2016. Apabila kita kaitkan dengan MEA, maka tenaga kerja juga
bebas bekerja di wiliayah ASEAN. Tenaga kerja di Singapura bisa bekerja di
Indonesia, dan demikian pula sebaliknya. Oleh sebab itu, Indonesia perlu
meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia yang dimiliki, misalnya melalui
pelatihan keterampilan, sehingga tenaga kerja di Indonesia mampu bersaing
dengan tenaga kerja di negara-negara ASEAN lainnya.

BAB III

PENUTUP

17
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN
dalam artian adanya sistem perdagaangan bebas antara Negara-
negara ASEAN. Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN
lainnya telah menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC). Tujuan dibentuknya
MEA untuk meningkatkan stabilitas perekonomian dikawasan ASEAN,
serta diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah dibidang
ekonomi antar negara ASEAN.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, sebaiknya sebagai salah satu
negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Indonesia harus
pandai dalam melihat peluang dan menghadapi rintangan dengan
berlakunya MEA, terlebih khusus dari segi ketenagakerjaan. Tenaga
kerja di Indonesia sebaiknya diberi pelatihan agar bisa menjadi tenaga
kerja yang terampil dan bisa bersaing dengan tenaga kerja dari
negara-negara ASEAN lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Edy Suandy. 2012. Dinamika Ekonomi Indonesia. Yogyakarta: UII


Press.

18
http://deskarwangi.blogspot.co.id/2016/05/dampak-mea-terhadap-
perekonomian-di.html?m=1 diakses pada 21 Maret 2017, Pukul
07.05 WITA

http://pranamaungbandung1933.blogspot.co.id/2016/05/makalah-
pengaruh-mea-terhadap.html diakses pada tanggal 21 Maret 2017,
Pukul 15:02 WITA

http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikel-keuangan-
umum/20545-masyarakat-ekonomi-asean-mea-dan-perekonomian
diakses pada tanggal 20 Maret 2017, Pukul 15.30 WITA.

(BPPK-Kementrian Keuangan, artiekl ditulis oleh G.T. Suroso pada


tanggal 12 Februari 2015, Pukul 08.23 WIB)

https://www.bps.go.id/website/brs_ind/brsInd-20161107121150.pdf diakses
pada 22 Maret 2017, Pukul 16.04 WITA

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://juliwi.com/published/E0301/Juliwi
0301_33-36.pdf&ved=0ahUKEwiCg5G3yOjSAhXFG5QKHaYIA-
0QFggbMAE&usg=AFQjCNHjhu-sqGeTusWEtYE_DAwrQ8kEVw
diakses pada tanggal 22 Maret 2017, Pukul 05.59 WITA.

(Jurnal Lingkar Widyaiswara oleh Fajar Usman yang diterima pada


tanggal 11 Januari 2016 dan diterbitkan pada tanggal 31 Maret 2016)

19
http://www.kemenperin.go.id diakses pada 21 Maret 2017, Pukul 06.01
WITA

Media Publikasi Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementrian Luar


Negeri RI. 2015. Masyarakat Edisi 7. Jakarta Pusat

20

Anda mungkin juga menyukai