Anda di halaman 1dari 7

TUHAN YANG MAHA ESA DAN KETUHANAN

DOSEN PENGAMPUH : ABDUL HAMID S. Ag, M. Pd. I

NAMA : PUJA ASTUTININGRUM

STAMBUK : N 201 14 073

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2014
Dalam masyarakat yang sudah maju, agama yang dianut bukan lagi animisme,
dinamisme, politeisme, atau henoteisme, tetapi agama monoteisme, agama tauhid. Dasar
ajaran agama monoteisme adalah Tuhan Satu, Tuhan Maha Esa, dengan demikian Tuhan
tidak lagi merupakan Tuhan Nasional akan tetapi Tuhan Internasional, tuhan semua
bangsa di dunia ini dan bahkan Tuhan alam semesta. Disinilah Islam mengambil posisi
sebagai agama tauhid yang hanya menhakui adanya satu tuhan yaitu Allah SWT, yang
merupakan inti dari ajaran agama Islam yang terumuskan dalam kalimat tauhid La
ilaha illallah. Dan keyakinan atau keimanan yang merupakan pengembangan dari
kalimat tauhid di atas sering disebut dengan Aqidah.

Aqidah dalam bahasa Arab (dalam bahasa Indonesia ditulis akidah), menurut
etimologi, adalah ikatan, sangkutan. Disebut demikian, karena ia mengikat dan menjadi
sangkutan atau gantungan segala sesuatu.

Dalam pengertian teknis artinya iman atau keyakinan. Akidah Islam (aqidah
Islamiyah), karena itu ditautkan dengan rukun iman yang menjadi asas seluruh ajaran
Islam. Kedudukannya sangan sentral dan fundamental, menjadi asas dan sekaligus
sangkutan atau gantungan segala sesuatu dalam Islam. Juga menjadi titik tolak kegiatan
seorang muslim.

Akidah Islam berawal dari keyakinan kepada Zat Mutlakk Yang Maha Esa yang
disebut Allah. Allah Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan wujud-Nya itu disebut tauhid.
Tauhid menjadi inti rukun iman dan prima causa seluruh keyakinan Islam.

Secara sederhana, sistematikan akidah Islam, dapat dijelaskan sebagai berikut.


Kalau orang telah menerima tauhid sebagai prima causa yakni asal yang pertama, asal
dari segala-galanya dalam keyakinan Islam, maka rukun iman yang lain hanyalah akibat
logis (masuk akal) saja penerimaan tauhid tersebut. Kalau orang yakin bahwa :

Allah mempunyai kehendak, sebagai bagian dari sifat-Nya, maka orang yakin
pula adanya (para) Malaikat yang diciptakan Allah (melalui perbuatan-Nya) untuk
melaksanakan dan menyampaikan kehendak Allah yang dilakukan oleh malaikat Jibril
kepada para Rasul-Nya, yang kini dihimpun dalam kitab-kitab suci. Namun, perlu
segera dicatat dan diingat bahwa kitab suci yang masih murni dan asli memuat
kehendak Allah, hanyalah Al-Quran. Kehendak Allah itu disampaikan kepada manusia
melalui manusia pilihan Tuhan yang disebut Rasulullah atau utusan-Nya. Konsekuensi
logisnya adalah kita meyakini pula adanya para rasul yang menyampaikan dan
menjelaskan kehendak Allah kepada umat manusi, untuk dijadikan pedoman dalam
hidup dan kehidupan. Hidup dan kehidupan ini pasti akan berakhir pada suatu ketika,
sebagaimana dinyatakan dengan tegas oleh kitab-kitab suci dan oleh para rasul itu.
Akibat logisnya adalah kita yakin adanya Hari Akhir, tatkala seluruh hidup dan
kehidupan seperti yang ada sekarang ini akan berakhir. Pada waktu itu kelak Allah Yang
Maha Esa dalam perbuatan-Nya itu akan menyediakan suatu kehidupan baru yang
sifatnya baqa (abadi), tidak fana (sementara) seperti yang kita lihat dalam alam
sekarang.

Dalam uraian singkat tersebut di atas, tampak logis dan sistematisnya pokok-
poko keyakinan Islam terangkum dalam istilah Rukun Iman. Pokok-pokok keyakinan
atau Rukun Iman ini merupakan akidah Islam. Secara singkat, Rukun Iman akan
diuraikan sebagai berikut;

a. Keyakinan (Iman) Kepada Allah berarti yakin dan percaya dengan sepenuh hati
akan adanya Allah, keesaan-Nya serta sifat-sifat-Nya yang sempurna. Konsekuensi
dari pengakuan ini adalah mengikuti tanpa reserve petunjuk/tuntunan/bimbingan
Allah dan Rasul-Nya yang tersebut dalam Al-Quan dan Hadits Nabi, menjalankan
ibadah sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan As-Sunnah (Masjfuk Zuhdi; 1993:11)
b. Keyakinan pada para malaikat
Malaikat adalah makhluk gaib, tidak dapat ditangkap pancaindera manusia. Akan
tetapi, dengan izin Allah malaikat dapat menjelmakan dirinya seperti manusia,
seperti malaikat Jibril menjadi manusia dihadapan Maryam, ibu Nabi Isa as (Q.S.
Maryam (19): 16-17). Karena malaikat itu makhluk Allah yang gaib, maka yang
dituntut dari seorang yang beriman kepada Allah hanya wajib percaya adanya.
Tidak perlu untuk membuktikan adanya malaikat. Untuk mengetahui bahwa
malaikat itu ada dan diciptakan oleh Allah, seorang mukmin wajib percaya/yakin
pada keterangan-keterangan tentang malaikat ini dari sumber yang otentik yaitu Al-
Quran dan Al-Hadits. Di dalam Al-Qran tidak dijelaskan asal kejadian malaikat,
akan tetapi memberikan keterangan berupa tugas dan sifat malaikat, antara lain;
Selalu taat dan patuh kepada Allah, tidak pernah maksiat kepada Allah. Keterangan
ini dapat dibaca dalam Al-Quran ayat 6 Surat At-Thamrin.
Para malaikat mempunyai tugas tertentu di alam gaib dan di alam dunia. Tugas
malaikat di alam dunia antara lain:
- Menyampaikan wahyu Allah kepada manusia melalui para Rasul-Nya,
- Mengukuhkan hati orang-orang yang beriman,
- Memberi pertolongan kepada manusia,
- Membantu perkembangan rohani manusia,
- Mendorong manusia untuk berbuat baik,
- Mencatat perbuatan manusia, dan
- Melaksanakan hukuman Allah.

Kewajiban untuk percaya pada malaikat dinyatakan dengan tegas oleh Allah dalam
firman-Nya di dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 177:

sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,


malaikat-malaikat ...

c. Keyakinan pada kitab-kitab suci


Kitab-kitab suci memuat wahyu Allah. Dalam pengertian yang umum wahyu adalah
firman Allah yang disampaikan malaikat Jibril kepada para Rasul-Nya. Dengan
demikian dalam perkataan wahyu terkandung pengertian penyampaian firman Allah
kepada orang yang dipilih-Nya untuk diteruskan kepada umat manusia guna
dijadikan pegangan hidup. Sebagai ummat Islam kita wajib meyakini adanya kitab-
kitab suci yang memuat ajaran tauhid, ajaran keesaan Allah yang menjadi esensi
semua kitab-kitab suci.
d. Keyakinan pada Nabi dan Rasul
Antara Nabi dan Rasul terdapat perbedaan tugas utama. Para Nabi menerima
tuntunan atau wahyu dari Allah, akan tetapi tidak diwajibkan untuk menyampaikan
kepada ummat manusia. Sedangkan Rasul adalah utusan Allah yang menerima
wahyu dan wajib menyampaikan wahyu tersebut kepada ummat manusia. Oleh
karena itu seorang Rasul pastilah Nabi, tetapi seorang Nabi belum tentu seorang
Rasul. Jumlah para Rasul yang pernah diutus oleh Allah untuk memimpin manusia
adalah 313 orang, sedangkan jumlah para nabi 124.000 orang. Sedangkan yang
jelas disebut dalam Al-Quran ada 25 orang nabi dan rasul. Setelah para Nabi dan
Rasul yang cukup banyak di atas diutus Allah untuk membimbing dan memimpin
masing-masing umatnya di muka bumi ini, Allah mengutus Nabi Muhammad
sebagai Nabi dan Rasul yang penutup/terakhir.
e. Keyakinan pada hari kiamat dan perrtanggung jawaban manusia di akhirat
Rukun iman yang kelima adalah keyakinan pada hari akhirat. Keyakinan ini sangat
penting dalam rangkaian kesatuan rukun iman lainnya, sebab tanpa mempercayai
hari akhirat sama halnya orang tidak mempercayai agama Islam, walaupun orang
itu menyatakan iman kepada Allah.
f. Meyakini Qadha dan Qadar
Qadha dan Qadar disebut juga dengan takdir. Kemudian arti Qadar dalam Al-
Quran ialah suatu peraturan umum yang telah diciptakan Allah untuk menjadi
dasar alam ini, dimana terdapat hubungan sebab dan akibat. Oleh karena itu iman
kepada takdir memberikan arti dimana kita wajib mempercayai bahwa segala
sesuatu yang terjadi di alam ini, dalam kehidupan dan diri manusia, adalah menurut
hukum, berdasarkan suatu undang-undang universil atau kepastian umum atau
takdir.

Konsep Ketuhanan dalam Islam

Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang
menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia.
Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-
Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu Allah, dan selain Allah. Subjektif
(hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung, pohon, binatang,
dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada
surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:

Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap
Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.

Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep


tauhid (monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-
ungkapan yang mereka cetuskan, baik dalam doa maupun acara-acara ritual. Abu
Thalib, ketika memberikan khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar
15 tahun sebelum turunya Al-Quran) ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat
Al-Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di
kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah,
kemaha besaran Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan
tersebut timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi
Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan
konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep
ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka
yakini tentu tidak demikian kejadiannya.

Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan


dalam Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

Jika kepada mereka ditanyakan, Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan
menundukkan matahari dan bulan? Mereka pasti akan menjawab Allah.

Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu


berarti orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik dinyatakan
bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas dasar
itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan ajaran Allah
yaitu Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta,
melainkan juga pengatur alam semesta.

Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana


dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah pernyataan lain sebagai
jawaban atas perintah yang dijaukan pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika
Allah yang harus terbayang dalam kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah
disamping Allah sebagai Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai
Uswah hasanah.

Anda mungkin juga menyukai