PENDAHULUAN
dalam penetapan nilai mata uangnya untuk mempertahankan nilai tukar yang
negara yang dari waktu ke waktu secara konstan terus mengintervensi atau
memanipulasi nilai mata uangnya agar tetap bernilai rendah (undervalued) sebagai
upaya untuk mempertahankan harga ekspor barang China tetap murah di pasar
internasional. Intervensi mata uang juga pernah dilakukan oleh sejumlah negara lainnya,
namun tidak berdampak sesignifikan seperti yang diakibatkan oleh kasus intervensi
China ialah negara yang memiliki pasar konsumer dan merupakan importir berjumlah
massal (semisal Uni Eropa dan Amerika Serikat). Akibat murahnya barang impor dari
China, negara partner dagang China menjadi semakin dependen terhadap barang impor
untuk konsumsi domestik dan harus mereduksi produksi lokal dan barang ekspornya.
penetapan nilai mata uang di China.2 Tekanan yang sama juga dilakukan terhadap
1 Wayne Morrison. (2011). Chinas Economic Conditions. CRS Report for Congress. Diakses
dari http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL33534.pdf, tanggal 14 Februari 2012., hal. 3
2 Ibid
1
internasional dan stabilisasi moneter internasional agar menciptakan suatu aturan (code
pembenaran yang serupa dengan bentuk subsidi ekspor, sama halnya dengan subsidi
pertumbuhan pasar.4 Debat mengenai apakah intervensi mata uang memang diperlukan
oleh China masih terus memanas. Upaya untuk menghentikan manipulasi mata uang di
sisi lain dapat membawa suatu negara mengalami resesi dan krisis ekonomi.
fenomena dimana suatu pihak (dalam hal ini, negara melalui pemerintah atau bank
sentral) menaikkan atau menurunkan nilai mata uangnya terhadap nilai mata uang
negara lain. Terdapat suatu hubungan yang erat antara kebijakan moneter seperti
intervensi mata uang ini dengan hubungan dagang internasional. 5 Stimulus moneter
kesempatan ini. Intervensi mata uang oleh bank sentral misalnya, dalam keadaan
tertentu, mampu menstimulasi nilai ekspor dan menurunkan impor atau sebaliknya
Dalam teori, intervensi mata uang dengan membeli suatu mata uang asing dan
menjual mata uang negara sendiri mengakibatkan nilai mata uang yang lebih rendah
3 The G-20 Torronto Summit Declaration. (2010). Point no. 47. Diakses dari
http://www.dfat.gov.au/trade/g20/index.html, tanggal 26 September 2011.
4 The Economist (2010). The Clock Ticks: Global Rebalancing. Diakses dari:
htpp://www.economist.com/node/16379927, tanggal 23 Mei 2011.
5 Robert Staiger dan Alan Saykes. (2008). CurrencyManipulation and World Trade. National
Bureau of Economic Research (NBER), Working Paper 14600, hal.1-2
2
sehingga menolong eksportir negara bersangkutan menurunkan harga ekspor atau
mempertahankan harga ekspor untuk keuntungan bersih yang lebih banyak. Kebijakan
ini juga akan membuat harga barang impor menjadi relatif lebih mahal. Harga ekspor
yang rendah dan harga impor yang meninggi akan menciptakan suatu surplus
ekonomi.6
Bank sentral dapat mensterilkan sirkulasi kurs dengan menjual surat hutang
secara lokal untuk menjaga suplai kurs tetap konstan. Dalam pemahaman ekonomi,
ketika intervensi tidak disterilisasi, pembelian mata uang asing sama halnya dengan
meningkatkan suplai uang yang beredar karena bila pelaku pasar membeli mata uang
asing melalui eksportir lokal dengan mata uang domestik, mata uang asing ini kemudian
memasuki arus suplai mata uang.7 Namun demikian, dalam praktik nyata, operasi pasar
mata uang dapat mengalami penyimpangan. Secara khusus, hubungan jangka panjang
antara intervensi dan nilai tukar mata sulit untuk dibuktikan secara empiris. Walau
intervensi memiliki efek-efek jangka pendek, efek-efek jangka panjang pada nilai tukar
dan arus perdangangan yang dimilikinya cukup kabur terutama karena intervensi
biasanya dilakukan dengan melihat arus pasar, kemudian melawan arus ini agar tetap
atau membatasi apresiasi nilai mata uangnya, Renminbi (Renmimbi atau RMB),
terhadap dolar Amerika Serikat (United States Dollar atau USD) dan mata uang lainnya
6 Ibid
7 Murray Gibbs. (2010) Trade Policy, UN Department for Economic and Social Affairs, hal.35.
Diakses dari http://esa.un.org/techcoop/documents/pn_tradepolicynote.pdf, tanggal 26
September 2011.
3
telah menjadi suatu isu yang hangat dalam pertemuan kongres pemerintahan di Amerika
Serikat. Kritisi menduga kebijakan penetapan nilai mata uang China ditujukan untuk
membuat harga barang-barang ekspor China menjadi sangat murah, dan harga barang
impor ke China menjadi lebih mahal, dibandingkan dengan apabila nilai mata uangnya
manipulasi RMB terhadap USD merupakan salah satu kontributor besar terciptanya
defisit tahunan dari perdagangan AS-China yang berujung pada hilangnya lapangan
tindakan yang lebih agresif dalam menanggapi kebijakan mata uang China, misalnya
dengan memberikan label China sebagai manipulator mata uang dalam undang-
yang diakibatkan oleh kebijakan moneter China terhadap Amerika Serikat. Contohnya,
dalam Kongres ke-112, proposal UU H.R. 639, S. 328, dan S. 1130 menyatakan bahwa
perdagangan.12
Dari bulan Juli 2005 sampai pada Juli 2008, Bank Sentral China melepaskan
RMB untuk terapresiasi terhadap dolar sebesar 21%. Namun demikian terjadi
perubahan kebijakan pada saat dampak krisis ekonomi tahun 2008 mulai terasa. China
9 World Trade Talks End in Collapse. (2008). BBC News. Diakses dari:
http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/7531099.stm, tanggal 12 Januari 2012.
10 World Trade Contracted 12 Percent in 2009: WTOs Lamy. (2010, 24 Februari) Reuters.,
hal. 27
11 Ibid
12 Ibid
4
kemudian kembali menahan apresiasi RMB untuk membantu industri-industri China
Dari bulan Juli 2008 sampai pertengahan Juni 2010, China kemudian menahan
nilai tukar RMB secara konstan di angka 6.83 yuan (unit dasar RMB) terhadap dolar.
Pada tanggal 19 Juni 2010, Bank Sentral China kemudian mengumumkan secara publik
bahwa pemerintah China akan melanjutkan apresiasi nilai tukar RMB. Sejak saat itu,
Banyak pakar moneter di AS tetap mengkritisi bahwa angka ini masih terlalu kecil,
terutama jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi China yang sangat signifikan
di beberapa tahun terakhir ini, termasuk dalam sektor perdagangan serta cadangan
devisa yang mencapai angka 3,2 triliun dolar AS per bulan Juni 2011.15
Hal yang serupa dengan intervensi mata uang yang dilakukan oleh China
sekarang juga pernah dilakukan oleh pemerintah Jepang. Pada tahun 1971, ketika
hubungan antara dolar Amerika Serikat dan emas memburuk dan dolar dibiarkan
berfluktuasi dalam batasan tertentu, nilai yen juga mulai terapresiasi. Nilai tukar yen
dan dolar, dimulai sejak masa okupasi AS di Jepang pada tahun 1949, ditetapkan pada
angka 360 yen per dolar untuk kurun waktu selama 22 tahun. Sejak itu, nilai yen
terapresiasi menjadi 105 yen per dolar pada awal tahun 2005, namun pada akhir tahun
2005 nilai tukar yen menurun menjadi 120 yen per dolar sebelum kemudian naik
menguat kembali ke angka 119 yen per dolar pada bulan Maret 2007.16
13 Ibid
14 Dont Starve Thy Neighbor. (2011, 9 September). The Economist print edition., hal. 87.
15 Ibid
16 Dick K. Nanto. (2007). Japans Currency Intervention. CRS Report for Congress. Diakses
dari http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL33178.pdf, tanggal 14 Februari 2012, hal. 9
5
Pemerintah Jepang melakukan intervensi terhadap nilai mata uangnya dengan
cara membeli dolar atau mata uang asing lainnya di masa ketika yen terapresiasi dengan
kecepatan yang dianggap terlalu signifikan. Jepang juga telah melakukan intervensi
dengan menjual dolar pada saat nilai mata uang dolar terdepresiasi dengan cepat.
Sebagai hasilnya, cadangan devisa Jepang meningkat menjadi sekitar 888 miliar dolar
Intervensi Jepang paling signifikan untuk mencegah apresiasi yen terjadi pada
perantara tahun 1976-1978, 1985-1988, 1992-1966, dan 1998-2004. Sejak bulan Maret
2004, pemerintah Jepang tidak lagi mengintervensi pasar mata uangnya secara
signifikan.18 Walaupun intervensi ini dilakukan dengan membeli (atau menjual) dolar
secara besar-besaran, intervensi ini hanya mampu memperlambat perubahan nilai yen
kebijakan mata uang hanya bersifat berlawanan arus pasar namun tidak mampu
mengubah arah arus perubahan nilai mata uang itu sendiri. Dalam banyak kasus,
intervensi Jepang hanyalah memperhalus fluktuasi dalam pertukaran mata uang dan
tidak mengubah arah pergerakannya sama sekali. Bisa dikatakan Jepang berhasil
asset dolar sebagai cadangan devisa, banyak pengamat yang menganggap transaksi
17 Ibid
6
intervensi seperti ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan perputaran mata uang
sehari-hari di Jepang yang dapat mencapai 1,9 triliun dolar AS pada pasar mata uang
tradisional dan mencapai 2,4 triliun dolar AS pada pasar turunan suku bunga dan mata
uang secara langsung. Transaksi mata uang yang terjadi melalui ekspor dan impor,
investasi, remitansi, dan tujuan lain mengecilkan upaya intervensi yang dilakukan oleh
Namun tetap saja, adalah efek intervensi pemerintah secara keseluruhan yang
bahas dalam bab 2 skripsi ini). Pembelian dan penjualan mata uang oleh pemerintah
menjadi tambahan pada atau pengurangan dari akumulasi permintaan dan penawaran
global. Intervensi pemerintah juga dapat menjadi efek sinyal yang kuat bagi pelaku
Dalam laporan IMF bulan Agustus 2005 mengenai Jepang, dibandingkan dengan
Amerika Serikat dan Eropa, Jepang secara mencolok tampak menggunakan intervensi
pasar pertukaran mata uang sebagai instrumen kebijakan makro ekonominya. IMF
melaporkan bahwa sejak tahun 1991, Bank Jepang telah mengintervensi selama 340
hari, Bank Sentral Eropa sebanyak 4 hari (sejak didirikannya pada tahun 1998), dan
Bank Sentral AS sebanyak 22 hari. Lebih lanjut IMF menyatakan terdapat beragam
20 Ibid
21 Ibid
22 Ibid, hal 4.
7
IMF mengutip Takashi Ito, seorang ekonom Jepang, yang menemukan intervensi
sebesar 2,5 triliun yen (sekitar 250 miliar dolar AS) secara rerata mampu mengubah
nilai tukar 1 yen terhadap dolar sebesar 1%. 23 Mengikuti tindakan Jepang, nilai dolar
juga meningkat terhadap mata uang Korea, Taiwan, Singapura, dan juga yuan China.
Tindakan Jepang untuk melemahkan nilai yen merupakan suatu tindakan yang berani,
meskipun pemerintah Jepang sangat sadar bahwa kebijakan seperti ini memiliki rekam
Studi kasus intervensi serupa juga pernah terjadi di Eropa. Di awal tahun 2010,
Bank Nasional Swiss memulai pembelian besar-besaran terhadap Euro. Tujuannya ialah
untuk menghambat kenaikan besar nilai franc Swiss dan untuk mempertahankan daya
Namun demikian, nilai franc terus naik dan pada bulan Juli. Nilai franc bahkan
menyentuh nilai tertinggi terhadap euro dari masa sebelumnya. Sejak saat itu,
pemerintah Swiss semakin gencar melakukan intervensi untuk menekan harga franc.
Bank Sentral Swiss melakukan ini secara sembunyi-sembunyi dan informasi mengenai
besaran intervensi pun cenderung ditutupi. Akibatnya terjadi rumor besar-besaran terkait
nilai franc, dan Bank Nasional Swiss menjadi subyek spekulasi akibat intervensi yang
dilakukannya. Banyak ekonom berpendapat bahwa upaya intervensi ini akhirnya sia-
sia.26
23 Ibid
25 Jonathan E. Sanford. (2010). Currency Manipulation: The IMF and WTO. Congressional
Research Service. Diakses dari http://www.fas.org/sgp/crs/misc/RS22658.pdf, tanggal 27
September 2011.
26 Ibid
8
Namun demikian, walaupun banyak skeptisme oleh para pakar ekonomi
melihat tindakan ini sebagai salah satu senjata utama kebijakan moneter yang mampu
melindungi daya saing dalam kompetisi dagang internasional. Dalam beberapa tahun
terakhir ini, banyak negara berkembang seperti Indonesia, Meksiko, Polandia, serta
Rusia yang juga melakukan tindakan-tindakan serupa untuk melindungi nilai mata
uangnya.27 Di tahun terakhir, Rusia diisukan telah menghabiskan sejumlah 210 miliar
dolar untuk mempertahankan rouble pada angka 41 terhadap dolar dan euro. Rouble
kini bernilai 34.86 dan menjadi contoh lain dimana upaya intervensi tidak sanggup
bertahan terus-menerus. Swis dan Rusia merupakan contoh gagal dari intervensi mata
uang namun tidak ada yang dapat memprediksikan seberapa kuat nilai franc dan rouble
Salah satu contoh lain kegagalan intervensi terjadi pada tahun 1992, ketika
Inggris berupaya menutupi nilai Deutschmark Jerman. Hanya dalam satu hari, Inggris
terhadap mata uang Jerman. Namun pengamat pasar perdagangan valuta asing tahu
benar bahwa upaya ini tidak ada gunanya dan apresiasi terus terjadi.29
Kembali pada kasus China, pendapat pakar ekonomi mengenai dampak yang
diakibatkan dari kebijakan moneter China terkait nilai tukar mata uangnya terhadap
Amerika Serikat cukup beragam. Nilai RMB yang berada di bawah nilai sebenarnya
dapat dipandang sebagai bentuk subsidi ekspor tak langsung yang mengakibatkan
27 Ibid
28 Russel Hotten. (2010). Currency Interventions Mixed Record of Success. BBC Business.
Diakses dari: http://www.bbc.co.uk/news/business-11311802, tanggal 16 September 2011.
29 Ibid
9
menurunnya harga produk buatan China dalam pasar Amerika Serikat. Hal ini akan
komponen barang setengah jadi dari China, namun dapat secara negatif mempengaruhi
RMB yang berada di bawah nilai tukar sebenarnya juga dapat mengakibatkan
penurunan ekspor AS ke China bila dibandingkan apabila mata uang China berfluktuasi
secara bebas mengikuti mekanisme pasar. Permasalahan ini menjadi semakin kompleks
akibat besarnya pembelin cadangan sekuritas AS oleh China yang mencapai 1,2 trilyun
dolar AS pada akhir tahun 2010.31 Pembelian ini dapat dilakukan oleh China akibat
intervensi mata uang China mengakibatkan akumulasi devisa yang sangat besar bagi
surat hutang AS. Pembelian surat hutang AS oleh China dapat membantu pemerintah
AS mendanai defisit kas negara serta dapat membantu menjaga suku bunga pinjaman
AS tetap rendah. Hal ini menunjukkan bahwa apresiasi nilai RMB mampu memberikan
dampak positif pada beberapa sektor di Amerika Serikat dan di saat bersamaan
Efek dari krisis ekonomi global membuat perhatian internasional terfokus pada
investasi, devisa, dan perdagangan), terutama yang berkaitan dengan hubungan China
dan Amerika Serikat. Banyak ekonom yang berpendapat bahwa China harus mengambil
30 Ibid
31 Heller & Carrel. (2010). Germany says U.S. Monetary Easing Policy is Wrong. Reuters.
Diakses dari: http://www.reuters.com/article/idUSLDE69M02P20101023, tanggal 23 Oktober
2011
10
langkah-langkah untuk dapat mengurangi ketergantungannya terhadap pendapatan hasil
ekspor dan investasi tetap untuk pertumbuhan ekonominya dan beralih pada pendapatan
dari konsumsi domestik. Kebijakan penetapan nilai mata uang yang berdasarkan atas
kinerja pasar bebas merupakan faktor yang penting untuk mencapai tujuan ini.33
Meskipun intervensi mata uang di berbagai negara banyak yang terbukti tidak
berhasil, hasil yang berbeda nampak terjadi di China. 34 Intervensi yang secara konsisten
konstan nilai mata uang China dan membuat negara pesaing dengan pasar yang besar,
intervensi mata uang China dan besarnya dampak global yang ditimbulkannya, terutama
terhadap AS, membuat fenomena ini sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Perdebatan mengenai efektifitas kebijakan intervensi mata uang masih sangat hangat
dibicarakan oleh pakar politik ekonomi internasional dan belum banyak solusi yang
kebijakan intervensi nilai mata uang China terhadap hubungan perekonomian China dan
Amerika Serikat. Walaupun China diduga telah melakukan praktik intervensi mata uang
sebagai bagian dari kebijakan makroekonomi dan moneternya sejak tahun 1994, 35
penelitian ini secara khusus akan difokuskan kepada perkembangan kebijakan China
33 Ibid
35 Edward Wong. (2009, 25 Januari). China Rejects Currency Manipulation Charge. New York
Times, hal. 30.
11
mulai tahun 2005 hingga tahun 2011, dimana intervensi mata uang beberapa kali
dilakukan oleh China sebagai respon untuk mencegah dampak krisis ekonomi global
bagi perdagangan dan pertumbuhan ekonomi domestiknya. 36 Di samping itu, skripsi ini
juga akan menguraikan bagaimana kebijakan intervensi nilai mata uang China memiliki
dampak yang signifikan secara global, yang juga secara akumulatif kemudian
sebagai bagian pemain utama perekonomian global dalam kaitannya dengan kebijakan
1. Tujuan Penelitian
36 The Economist. (2010). The Clock Ticks: Global Rebalancing. [Online]. Diakses dari web:
htpp://www.economist.com/node/16379927, tanggal 23 Mei 2011.
12
b. Untuk menganalisa dan menjelaskan dampak yang diakibatkan kebijakan
intervensi penetapan nilai mata uang China terhadap hubungan ekonomi dan
dampak yang dihasilkan oleh kebijakan intervensi nilai mata uang China.
2. Kegunaan Penelitian
Melalui tujuan penelitian tersebut, maka penelitian ini diharapkan dapat berguna
sebagai:
perekonomian China AS; serta dapat menjadi bahan bacaan bagi peneliti lain
b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan rujukan pemerintah
dan lembaga terkait dalam memahami dan menanggapi kebijakan intervensi nilai
mata uang China dan dampaknya terhadap hubungan perekonomian China AS.
D. Kerangka Konseptual
Internasional (EPI) dalam menjelaskan fenomena yang terjadi terkait dampak yang
diakibatkan dari intervensi mata uang China. EPI merupakan bidang ilmu yang
pengaruhnya dengan kebijakan negara, seperti kebijakan fiskal dan moneter.37 EPI,
secara sederhana, berbicara mengenai saling keterkaitan aspek ekonomi dan politik
dalam isu-isu internasional. Pertanyaan utama dalam EPI umumnya dirumuskan untuk
37 Joan E. Spero (2002), The Politics of International Economic Relations, 4th ed., hal. 4-5.
13
menjelaskan kejadian-kejadian isu perekonomian dunia dan hal-hal apa saja yang
domestik. Kompleksitas ini umumnya timbul akibat banyaknya aktor yang terlibat,
seperti negara, perusahaan multinasional, yang juga dibentuk oleh beragam norma,
aturan, organisasi bahkan kebiasaan. EPI berupaya melihat apa yang mendorong aksi-
reaksi dari aktor-aktor yang berbeda ini dan bagaimana dampak yang dihasilkannya.39
liberalism dan merkantilisme. Seberapa jauh peran negara dalam menegaskan pengaruh
dan kontrolnya terhadap aktifitas ekonomi menjadi tolak ukur utama yang membedakan
kedua pendekatan ini.40 Secara sederhana, liberalisme meyakini pasar bebas bersifat
sudut pandang paradigma liberal. Paradigma liberal dipandang penulis dapat membantu
menjelaskan seberapa besar dampak intervensi nilai tukar mata uang China terhadap
38 Ibid
39 Benjamin J. Cohen. (2007). The Transatlantic Divide: Why are American and British IPE
so Different?, Review of International Political Economy, Vol. 14, No. 2., hal. 31
40 Ibid, hal. 35
41 Ibid
14
dengan sistem penetapan nilai mata uang universal yang mengambang bebas (fee
floating) didasarkan atas permintaan dan penawaran global. Perspektif liberalisme juga
membantu menunjukkan dampak intervensi mata uang China ini terhadap ekonomi
global secara lebih luas, yang kemudian dikerucutkan bagaimana fenomena global ini
moneter terkait dengan pengaturan nilai suku bunga (interest rates) dan asset,
pada situasi yang ingin dikendalikan oleh pemerintah. Kedua kebijakan ini dapat
berkontribusi secara signikan terhadap nilai mata uang satu negara terhadap nilai mata
Bentuk kebijakan makroekonomi yang akan dibahas dalam tulisan ini ialah
kebijakan intervensi nilai tukar mata uang yang memiliki sifat intrisik yang sangat
kompleks, bukan hanya melibatkan kebijakan moneter saja melainkan juga kebijakan
fiskal suatu negara. Intervensi nilai tukar mata uang atau manipulasi kurs merujuk pada
suatu fenomena dimana suatu pihak meningkatkan atau menurunkan nilai satu mata
uang terhadap mata uang lainnya. Dalam konteks ini, pihak yang dimaksud umumnya
42 Sullivan, Arthur, Sheffrin, dan Steven. (2003). Economics: Principles in Action. New Jersey:
Pearson Prentice Hall Internaional, Inc., hal. 76.
43 Ibid
15
Terdapat suatu hubungan yang dekat antara kebijakan moneter dan perdagangan
kesempatan ini. Intervensi bank sentral terhadap pasar mata uang, pada kondisi tertentu,
dapat menstimulasi jumlah ekspor dan menghambat jumlah impor, begitu pula
Dalam teori, intervensi mata uang melalui pembelian mata uang asing dan
penjualan mata uang lokal dapat mengakibatkan nilai mata uang menjadi lebih murah
mereka untuk menurunkan harga barang ekspor mereka atau mempertahankan harga
barang ekspor untuk mendapat keuntungan yang lebih. Upaya ini juga akan membuat
harga barang impor menjadi lebih murah. Harga ekspor yang lebih murah dan harga
impor yang lebih mahal akan meningkatkan surplus dagang negara, sehingga
Bank sentral dapat menjual surat hutang negara untuk menjaga suplai mata uang
lokal tetap konstan. Dalam logika EPI, jika suatu intervensi tidak disterilisasi melalui
penjualan surat hutang, pembelian mata uang asing sama dengan peningkatan suplai
uang. Hal ini dapat dimengerti karena kementerian keuangan membeli mata uang asing
dari eksportir lokal dengan menggunakan mata uang lokal, yang kemudian memasuki
defisit transaksi berjalan dan surplus yang mencerminkan perdagangan dan arus
16
keuangan dalam skala global, dalam hal ini yakni antara Amerika Serikat (juga negara-
negara importir besar sepeti Uni Eropa dan negara tetangga di Asia Timur) dan China. 44
Isu utama yang menjadi kajian dalam konsep ini mencakup ketidakseimbangan
perdagangan yang dapat membahayakan kesejahteraan global dan karena itu menjadi
Lebih lanjut, skripsi ini dielaborasi menggunakan paradigma teori kritis, secara
mengenai teori kritis dapat menjadi teori utama mengenai dinamika dan struktur sistem
internasional. Teori kritis internasional merupakan suatu upaya untuk merefleksikan alur
kritis fenomena dalam hubungan internasional dan memfokuskan pada baik kesamaan
konstruktif. 45
dengan ilmu-ilmu sosial melalui metode yang non-reduktif. Domain teori ini mencakup
pertanyaan terhadap dimensi normatif akifitas sosial secara khusus bagaimana aktor
mereka dari suatu perspektif yang kompleks dalam konteks yang beragam. 46 Dalam hal
ini, teori ini menganalisa faktor-faktor relevan yang memengaruhi formulasi kebijakan
dari intervensi nilai tukar mata uang China, dari perspektif tradisional dan ideologi
46 Ibid
17
liberalistik) terkait pertumbuhan ekonomi. Teori ini juga dapat membentuk pola pikir
yang menjelaskan dampak-dampak apa saja yang diakibatkannya terhadap negara lain,
secara khusus pada Amerika Serikat, dan bagaimana, pada gilirannya, AS merespon
balik fenomena ini yang terefleksikan dalam formulasi kebijakan luar negerinya.
bagaimana suatu negara bersikap terhadap negara lain, baik yang terkait isu politik
Karena kepentingan nasional bersifat sangat penting, kebijakan luar negeri didesain oleh
kepentingan nasional dapat terjadi sebagai hasil dari penerapan kebijakan luar negeri
E. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
ini dilakukan dengan menggambarkan dampak kebijakan penetapan mata uang China
secara ekonomi dan politik terhadap Amerika Serikat. Metode deskriptif digunakan
dalam menjabarkan dampak ini dimulai dari perspektif dalam justifikasi kebijakan
48 Ibid
18
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam tulisan ini, adalah telaah
pustaka (library research), yaitu dengan mengumpulkan berbagai data dari literatur-
literatur seperti jurnal, buku, artikel, dan bahan tertulis lainnya. Serta pemberitaan dari
media elektronik dan cetak yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.
Data-data yang didapat dari berbagai literatur tersebut, digunakan sebagai bahan untuk
membantu menganalisa fenomena yang dibahas dalam penelitian. Adapun tempat yang
menjadi sumber literatur selama pengumpulan data dilakukan yaitu Perpustakaan Pusat
beberapa literatur dari koleksi pribadi penulis serta dari media online dengan sumber
3. Jenis Data
Berdasarkan pembahasan yang telah ditentukan maka, jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini berupa data teoritis yang berhubungan dengan penelitian yang
ditulis. Data ini diperoleh dari berbagai literatur dan hasil olahan dari berbagai sumber
terkait. Data teoritis inilah yang kemudian dianalisis untuk menjawab permasalahan
yang ditentukan. Di samping itu juga terdapat berbagai data numerik dan statistik, untuk
Teknik analisis data yang digunakan dalam tulisan ini adalah teknik analisis data
kualitatif. Dengan teknik ini, analisis ditekankan pada data kualitatif yang analisisnya
akan diarahkan pada data non-matematis. Namun untuk data pelengkap, juga disertakan
data kuantitatif berupa angka-angka statistik serta bantuan ilustrasi melalui kurva dan
19
grafik yang memiliki keterkaitan dengan obyek penelitian, yang penekanannya tetap
5. Metode Penulisan
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deduktif.
berdasarkan teori-teori dan data-data yang didapat ditarik kesimpulan yang bersifat
khusus.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
Dalam telaah pustaka penulis akan menjabarkan beberapa teori dan konsep yang
menjadi acuan dasar pengembangan pemikiran. Teori yang digunakan ialah teori
ekonomi politik internasional secara khusus mengenai ekonomi liberal dan perdagangan
internasional, sedangkan konsep dasar yang digunakan meliputi konsep mengenai valuta
asing dan kurs, intervensi pemerintah dalam penentuan nilai tukar, dan
ketidakseimbangan global. Berikut, pemaparan dan ulasan telaah pustaka skripsi ini:
sebagai:
20
Dinamika interaksi global antara pengejaran kekuasaan (politik) dan pengejaran
kekayaan (ekonomi). Dalam definisi ini terdapat hubungan timbal balik antara
politik dan ekonomi.49
masalah yang terjadi dalam sistem internasional. Dalam mengkaji teori ini dibutuhkan
isu perdagangan internasional, moneter, dan pembangunan. Menurut Robert Jackson &
dalam era globalisasi, pemahaman bahwa terdapat jalinan yang saling tergantung dan
tidak dapat dipisahkan antara faktor ekonomi dan politik, serta antara negara dengan
Ekonomi politik internasional yang merupakan suatu bagian dari studi hubungan
dinyatakan, bahwa ekopolinter adalah sebuah studi tentang masalah yang terfokus pada
elemen-elemen interdependen kompleks yang sering terjadi pada kehidupan kita sehari-
hari. Dalam interaksi internasional secara umum terdapat terdapat mekanisme pasar
50 Ibid. Hal 76
51 Hamdy Hady. (2004). Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia,
hal.36
21
yang cukup rumit seperti penentuan kurs/valuta asing, faktor produksi, serta fluktuasi
pasar dan beberapa kasus internasional menjadi acuan yang penting dalam menentukan
pola-pola interaksi tersebut hingga melahirkan suatu kesepakatan (harga di dalam) pasar
internasional.
Salah satu konsep besar yang paling umum dijadikan sebagai acuan dalam sudut
pandang liberal ekonomi politik internasional ialah perdagangan bebas (free trade).
Dalam perspektif ini, perdagangan bebas, yang juga berkaitan erat dengan konsep
mampu melakukan efisiensi dalam interaksi ekonominya, serta dianggap sebagai bentuk
paling adil dalam mengatur jalannya mekanisme pasar. Hal ini dapat terjadi akibat
Secara khusus dalam tulisan ini, bagian EPI yang menjadi pusat bahasan ialah
moneter internasional dapat dipahami mencakup semua fitur utama dari hubungan
moneter lintas batas nasional - proses dan lembaga intermediasi keuangan (mobilisasi
tabungan dan alokasi kredit) serta pembuatan dan pengelolaan uang itu sendiri.
aspek tak terpisahkan. Ini terdiri atas, bukan hanya struktur ekonomi politik di mana
kredit dibuat, tetapi juga sistem moneter atau sistem yang menentukan nilai relatif dari
22
uang yang berbeda di mana kredit adalah mata uang."52 Kedua aspek tersebut
Dan apa yang dimaksud dengan kekuatan dalam hubungan moneter? Secara
dapat dipahami terdiri dari dua dimensi kritis, otonomi dan pengaruh. Dimensi yang
lebih umum didengar adalah dimensi pengaruh, yang didefinisikan sebagai kemampuan
untuk membentuk peristiwa atau hasil. Secara operasional, dimensi ini secara alami
setara dengan kapasitas untuk mengontrol perilaku para aktor - "membiarkan orang lain
melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan aktor lain," cukup serupa dengan definisi
Aktor, dalam pengertian ini, bersifat sangat kuat sampai-sampai secara efektif
dapat menekan atau memaksa orang lain. Singkatnya, sejauh itu dapat melaksanakan
kapasitas untuk bertindak. Seorang aktor juga memiliki kekuatan dimana ia mampu
menggunakan kebebasan operasional untuk bertindak secara bebas, bebas dari tekanan
luar. Dalam hal ini, kekuasaan tidak berarti mempengaruhi orang lain, melainkan berarti
tidak membiarkan orang lain untuk mempengaruhi seorang aktor dengan kata lain
52 Susan Strange. (2004). States and Markets, 2nd Edition. Diakses dari:
http://books.google.co.id/books/about/States_and_Markets.html?
id=YkjtEOM5LbkC&redir_esc=y, tanggal 18 Oktober 2011.
53 Benjamin Cohen. (2006). The Macrofoundations of Monetary Power, dalam David M. Andrews, ed.
International Monetary Power. Ithaca, NY: Cornell University Press. 14:31-50.
23
membiarkan aktor ini memiliki kebijakan sendiri, walaupun, mungkin, bertentangan
Untuk aktor negara dalam sistem moneter, kunci otonomi terletak pada distribusi
nasional tak dapat dipungkiri lagi terkait melalui neraca pembayaran internasional.
pertentangan atau bahkan dapat berpotensi menciptakan konflik baik secara ekonomi
dan politik.
jika diberi pilihan, akan lebih memilih bukan untuk melihat aktor lain yang membuat
pengorbanan yang diperlukan. Untuk negara, oleh karena itu, dasar dari kekuatan
moneter adalah kapasitas untuk menghindari beban penyesuaian yang diperlukan oleh
ketidakseimbangan pembayaran.
yang didefinisikan sebagai biaya perubahan itu sendiri. Dimana proses penyesuaian
itu kepada aktor lain. Kekuatan untuk menunda sebagian besar merupakan fungsi dari
posisi likuiditas internasional suatu negara relatif terhadap negara lain, yang terdiri dari
24
kedua cadangan yang dimiliki dan kapasitas pinjaman. Kekuatan untuk mengalihkan
bersumber pada beberapa variabel struktural mendasar yang menentukan derajat relatif
Untuk aktor sosial dalam sistem moneter, kunci otonomi terletak pada hubungan
pasti antara domain pasar yang relevan dan yurisdiksi hukum. Di dunia yang semakin
global, jangkauan pasar keuangan terus menerus berkembang. Namun otoritas politik
Oleh karena ketidaksinkronan yang berlaku antara domain pasar dan yurisdiksi
hukum yang menciptakan banyak ruang untuk perilaku oportunistik oleh perusahaan
dimanfaatkan untuk keuntungan. Sebagai aktor sosial, dasar kekuasaan moneter adalah
kemampuan untuk menavigasi dengan sukses dalam celah antara rezim politik.54
Kedua mode mulai dengan otonomi moneter sebagai syarat dasar dan perlu, dan
dalam kedua kasus aktor lain yang terkait mungkin merasa terdorong untuk
mematuhinya. Tapi dalam eksternalitas mode pasif bersifat insidental dan tak dapat
diduga-duga sebelumnya, sedangkan pada tekanan modus aktif berlaku langsung dan
sengaja. Modus aktif, pada dasarnya, mempolitisasi hubungan, yang bertujuan untuk
kekuasaan. Dari sudut pandang ekonomi politik, perbedaan antara dua mode sangat
penting.
25
Fenomena inilah yang sering menimbulkan konflik kepentingan politik dan
ketidakseimbangan global ekonomi, yang menjadi bagian dari fokus skripsi ini. Yang
mana, China sebagai seorang aktor hubungan internasional yang independen dalam
pengembangan ekonomi) dihadapkan dengan kepentingan negara lain (dalam hal ini,
Amerika Serikat). Penjabaran teori ekonomi politik internasional yang kompleks ini
Valuta Asing merupakan mata uang yang bukan merupakan alat pembayaran sah
utama di suatu negara. Contoh Dollar AS di China, walaupun dapat menjadi alat
transaksi, namun tidak dapat diterima di semua tempat transaksi dan harus ditukarkan
Dalam keadaan tanpa adanya intervensi, besarnya nilai tukar mata uang suatu
negara terhadap mata uang lainnya biasanya ditentukan oleh keadaan perekonomian
suatu negara. Foreign exchange market ini tidak tetap, melainkan selalu berubah
Pasar valas dapat diartikan sebagai suatu tempat atau wadah atau sistem dimana
perorangan, perusahaan dan bank dapat melakukan transaksi keuangan
55Tajul Khalwaty. (2000). Inflasi dan Solusinya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, hal. 23.
26
internasional dengan jalan melakukan pembelian atau permintaan dan penjualan
dan penawaran. (Hady, Hamdy 2001:23)56
bahwa peran valas yang terwujud dalam pertukaran mata uang dapat bervariasi di pasar
valas internasional. Sebagai konsekuensinya maka diperlukan nilai tukar yang rasional
antara mata uang yang diperdagangkan. Nilai uang yang terbentuk akan dipengaruhi
oleh banyak faktor seperti faktor teknikal, fundamental, psikologis, dan lain-lain yang
terakomodasi dalam periode tertentu. Ketiga faktor tersebut berimplikasai pada suatu
kondisi nilai tukar yang cenderung fluktuatif dan penuh ketidakpastian dalam suatu
perekonomian internasional.57
2.Kurs
Kurs adalah jumlah satuan atau unit dari mata uang tertentu yang diperlukan
untuk memperoleh atau membeli satu unit atau satuan jenis mata uang lainnya. Menurut
Samuelson definisi kurs adalah: the price of one unit foreign is currency in term of
domestic currency is determined, and the price is called the foreign exchange rates. 58
Sedangkan menurut Sawaldjo Puspopranoto, definisi kurs adalah harga dimana mata
uang suatu negara dipertukarkan dengan mata uang negara lain disebut nilai tukar
(kurs).59
kurs adalah nilai suatu mata uang dibandingkan degan mata uang lainnya. Misalnya
57 Ibid
58 Paul A. Samuelson. (2005). Theoretical Notes on Trade Problems. Review of Economics and
Statistics. 46:2., hal. 14554.
59 Sawaldjo Puspopranoto. (2004), Manajemen Bisnis: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Jakarta:
Penerbit PPM, hal. 212
27
nilai mata uang RMB terhadap Dolar AS. Pemerintah umumnya memiliki
kecenderungan untuk mengambil peran dalam penentuan kurs agar sampai pada tingkat
yang kondusif bagi dunia usaha. Kurs, khususnya nilainya terhadap Dolar AS, sangat
berkaitan erat dan mempengaruhi arus barang dan jasa serta modal dari dalam dan
3. Jenis Kurs
1. Kurs Beli (bid price) adalah besar satuan mata uang negara lain yang harus
diserahkan untuk membeli tiap unit uang asing kepada Bank atau money changer.
2. Kurs Jual (selling price) adalah besaran satuan mata uang negara lain yang akan
diterima dari bank atau money changer jika kita membeli mata uang asing.
3. Kurs Spot adalah nilai valuta asing yang digunakan untuk transaksi spot di pasar
valuta asing.
4. Kurs Forward, adalah nilai tukar yang berlaku dan digunakan untuk transaksi
5. Kurs Silang adalah nilai antara dua valas yang diperoleh dari nilai tukar masing-
6. Kurs Opsi adalah kurs yang ditetapkan dimuka sesuai dengan pendapat Shapiro
yaitu, Call option give the customer the right to purchase, but option give the
60 A. C. Saphiro. (2006). Multinational Financial Management. New Jersey: Pearson Prentice Hall
International, Inc., hal. 116.
28
Terdapat tiga jenis sistem nilai tukar, yakni kurs tetap (fixed exchange rate), kurs
bebas (free floating rate).61 Kurs tetap merupakan sistem dimana intervensi nilai mata
uang berlaku, dimana pemerintah atau bank sentral menetapkan suatu nilai tetap mata
uangnya terhadap nilai mata uang negara lain, tanpa memperhitungkan aktifitas
penawaran dan permintaan di pasar uang. Dalam kurs mengambang terkendali, hal yang
sama yakni intervensi nilai mata uang juga terjadi namun dalam skali yang lebih kecil,
dimana nilai mata uang tidak sepenuhnya mengikuti nilai riil dalam pasar bebas
melainkan tetap mendapatkan perlakuan kontrol dari pemerintah dan bank sentral.
Sebaliknya, dalam kurs mengambang bebas, nilai tukar mata uang sepenuhnya
ditentukan dari jumlah penawaran dan permintaan mata uang dalam pasar bebas untuk
mencapai kondisi equilibrium sesuai dengan kondisi eksternal dan internal dengan tidak
Pasar valas merupakan sebuah contoh baik dari pasar yang sangat kompetitif. Di
pasar ini ada banyak pembeli dan penjual dari suatu produk yang homogen. Setiap
pembeli dan penjual relatif kecil dibanding seluruh pasar, sehingga tidak ada seorang
pembeli atau penjual pun yang dapat mempengaruhi nilai tukar secara berarti. Pada
sistem nilai tukar mengambang bebas, pemerintah tidak melakukan intervensi di pasar
pasar bebas. Di lain pihak, pada sistem nilai tukar mengambang terkendali, pemerintah
kadang kala melakukan intervensi sebagai upaya untuk mencegah pergerakan nilai tukar
61 Kurs Tetap, Kurs Mengambang Bebas, Kurs Mengambang Terkendali dan Penerapannya di
Indonesia, (2012). Diakses dari http://economicwatcher.com/2012/06/kurs-tetap-kurs-
mengambang-bebas-kurs.html, tanggal 13 September 2012.
29
Hasil yang diperoleh dari intervensi nilai mata uang umumnya sangat terbatas,
yaitu hanya menahan nilai kurs untuk sementara waktu dan tak mampu menolong kurs
itu sendiri dari keterpurukan. Namun perlu disadari, bahwa dewasa ini walaupun
pemerintah ikut melakukan intervensi, volume dari kegiatan tersebut relatif kecil sekali
terhadap jumlah total kegiatan pihak swasta di pasar valas. Hal ini juga merupakan
fenomena global.
Munandar, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam penentuan nilai tukar
dan paritas daya beli (PPP) yang kedudukannya sangat penting untuk
pengambil kebijakan dan kritikus ekonomi politik internasional. Hal ini memancing
tekanan global yang mengarah pada keinginan untuk "penyeimbangan kembali" di mana
63 D. Salvatore. (2007). Ekonomi Internasional. Edisi kelima, Jakarta: Penerbit Erlangga, hal.
84.
30
menerus, seperti China, akan mengurangi ekspor bersih.64 Isu utama yang menjadi
membahayakan kesejahteraan global dan karena itu menjadi tanda bahwa kebijakan
yang baru dan merupakan fenomena yang telah ada sejak tahun 1970-an. Konsep ini
kemudian marak dipergunakan kembali saat terjadi krisis finansial global tahun di tahun
berjalan dan surplus yang mencerminkan perdagangan dan arus keuangan dalam skala
global, dalam hal ini yakni antara Amerika Serikat (juga negara-negara importir besar
sepeti Uni Eropa dan negara tetangga di Asia Timur) dan China.
ketidakseimbangan global dan dengan demikian risiko sistemik dan penyimpangan dari
dalam perdagangan global dan mekanisme keuangan. Definisi yang lebih tepat
perdagangan (current account) dan keuangan (neraca berjalan dan posisi keuangan),
64 Corden W. Max. (2009). Chinas Exchange Rate Policy, Its Current Account Surplus and the
Global Imbalances. Dalam Ross Garnaut, Ligang Song dan Wing Thye Woo (Ed). Chinas New
Place in a World in Crisis. Canberra: Australia National University Press.
65 Pavel Hnat. (2009). Global Imbalances and Their Impact on Global Economic Governance
(case of IMF). Diakses dari http://stockholm.sgir.eu/uploads/Hn
%C3%A1t_stockholm_final.pdf, tanggal 2 Juli 2012.
31
serta kekhawatiran yang dipahami lebih dari sekedar cermin dari satu sama lain
menjadi tanda akan adanya suatu disequilibrium. Sebaliknya, hal ini dapat menjadi
suatu tanda yang menunjukkan bahwa memang terjadi perdagangan dalam kurun waktu
dan tempat tertentu. Hal ini diilustrasikan dalam Kurva 2.1. yang menunjukkan teori
dapat capai baik dalam autarki dan dengan perdagangan bebas. Namun demikian, kurva
ini tidak menampilkan jumlah dari dua barang yang berbeda pada titik waktu yang
sama, melainkan menunjukkan barang yang sama namun pada waktu yang berbeda.
Yakni, bahwa Negara A relatif lebih baik pada, dan demikian memiliki keuntungan
produksi barang Negara B cenderung lebih baik hanya di masa yang akan datang.67
Dari kurva 2.1., perbedaan keduanya direfleksikan dalam harga relatif yang
lebih rendah di masa kini dibandingkan dengan di masa depan pada Negara A dan
dengan di Negara B. Hal ini juga dapat dikorespondensikan dengan suku bunga riil
bebas, ditunjukkan oleh garis harga melengkung yang serupa yang berarti tingkat suku
kini, berlaku bahwa Negara A memproduksi barang lebih dari jumlah yang
66 Goldstein, Morris dan Nicholas R. Lardy. (2009). The Future of Chinas Exchange Rate
Policy. Washington DC: Peterson Institute for International Economics, hal. 125.
67 Ibid
32
dikonsumsinya dan dengan demikian mengalami surplus perdangan, sedangkan Negara
B mengalami defisit.68
Sumber:Global Imbalances and Their Impact on Global Economic Governance (case of IMF).
Diakses dari http://stockholm.sgir.eu/uploads/Hn%C3%A1t_stockholm_final.pdf
komparatif inter temporal dari situasi ini. Keduanya bahkan akan mampu mencapai
kurva indiferens yang lebih tinggi, mewakili kesejahteraan yang lebih tinggi. Tidak akan
Namun apabila diperhatikan lebih dekat dari apa yang membedakan kedua
Perbedaan dua kemungkinan kurva produksi ini berarti bahwa rasio output riil di masa
dengan di Negara A, atau dengan kata lain output riil bertumbuh dengan lebih cepat,
68 Ibid
69 Huang, Yiping dan Kunyu Tao. (2010). Causes and Remedies of Chinas Current Account
Surpluses. CCER Working Paper 2010002, 25 February. Beijing: China Center for Economic
Research. Diakses dari http://en.ccer.edu.cn/ReadNews.asp?NewsID=6802, tanggal 12 Oktober
2011.
33
dari waktu ke waktu, di Negara B. Hal ini menjelaskan mengapa konsumen di Negara B
mengalami defisit harus melakukan perubahan jumlah konsumsi dari waktu ke waktu.70
Namun jika ingin mencocokkan skenario teori ini dengan kenyataan yang
sedang terjadi, terdapat suatu masalah. Negara yang mengalami surplus perdagangan
yang sangat besar secara mengejutkan ialah negara berkembang China, bukan Amerika
antara Negara A dan Negara B dengan situasi nyata, Amerika Serikat identik dengan
Negara A, sedangkan China identik dengan Negara B. Teori akan berbicara bahwa AS
perdagangan.
ialah bahwa secara spesifik dalam kasus China-Amerika Serikat, keduanya justru
kedua negara ini memiliki preferensi yang berbeda. Diandaikan apabila Negara A
memili preferensi lebih besar terhadap konsumsi di masa sekarang dibandingkan dengan
preferensi ekstrim yang serupa mengenai tingkat konsumsi di masa yang akan datang.
Kurva 2.2 memberikan ilustrasi terkait dalam kondisi equilibrum pada perdagangan
bebas.
Sumber: Global Imbalances and Their Impact on Global Economic Governance (case of IMF).
Diakses dari http://stockholm.sgir.eu/uploads/Hn%C3%A1t_stockholm_final.pdf
70 Yiping Huang. (2010). Krugmans Chinese Renminbi Fallacy. VoxEU.org. Diakses dari
http://www.voxeu.org/article/china-us-and-renminbi-rejoinder-krugman, tanggal 26 Maret 2012.
34
Kurva di atas merupakan kurva yang mengilustrasikan perdagangan temporal
masa sekarang sedangkan Negara B memilih konsumsi masa depan. Kurva ini
Apakah Kurva 2.2 telah mampu menggambarkan apa yang terjadi dalam
fenomena nyata? Tampaknya demikian, memang benar bahwa banyak dari penduduk di
sekarang dibanding dengan untuk masa yang akan datang, dan tingkat simpanan
berlawanan. Namun demikian, hal ini belum dapat merefleksikan keseluruhan fenomena
yang terjadi.71
Jika gambar pada Kurva 2.2 merupakan refleksi utuh, maka diharapkan nilai suku
bunga riil di AS lebih tinggi dibandingkan dengan di China, kecuali bahwa perdagangan
dan / atau arus modal memiliki tingkat bunga yang saling menyamakan kedudukan
secara internasional. Hal demikian tidak terjadi. Dan dalam hal apapun, mengandalkan
71 Ibid
35
penjelasan tentang perilaku yang bertumpu terlalu banyak perbedaan pada preferensi
mengintervensi perdagangan inter-temporal bebas dalam Kurva 2.1. di atas yang dapat
hambatan perdagangan seperti tarif, tetapi ini tidak akan membantu dalam kasus ini.
menjadi nol, bukan membalikkan mereka. Apa yang dibutuhkan adalah kebijakan yang
mendukung kebijakan serupa untuk ekspor barang yang merupakan bagian dari
Secara khusus, teori ini berasumsi bahwa Negara A mensubsidi ekspor barang
untuk masa yang akan datang sedangkan Negara B mensubsidi ekspor barang di masa
kini. Hasil dari sepasang kebijakan ini ditunjukkan dalam Kurva 2.3. dimana
ekspor untuk barang di masa datang oleh Negara A, harga relatifnya lebih mahal di
dalam pasar domestik, baik bagi produser maupun konsumen, dibanding dengan harga
dalam pasar dunia. Hal sebaliknya berlaku bagi Negara B. Dan di kedua negara,
anggaran konsumen dengan harga dalam negeri berkurang di bawah nilai produksi oleh
72 Ibid
36
Sumber:Global Imbalances and Their Impact on Global Economic Governance (case of IMF).
Diakses dari http://stockholm.sgir.eu/uploads/Hn%C3%A1t_stockholm_final.pdf
negara menurun dibawah tingkat autarki. Hal ini tidaklah selalu demikian, karena cukup
mungkin bagi suatu negara untuk memperoleh keuntungan jika subsidi yang diterapkan
bernilai lebih kecil dibandingkan dengan lainnya. Namun rugi bersih dalam lingkaran
bahwa beberapa ekonomi dunia yang sedang bertumbuh pesat seperti China mengalami
global sedang berlangsung. Meskipun semua konsepsi ini terlihat agak asing, hal ini
73 Ibid
37
hanyalah analog ekspor subsidi dengan tarif impor, yang juga dapat diidentikkan dengan
kebijakan intervensi nilai tukar mata uang yang serupa dengan subsidi perdagangan.74
Dalam kasus pemerintah China, kebijakan subsidi dalam bentuk intervensi nilai
tukar mata uang ini terlihat sangat jelas. Dalam jangka waktu bertahun-tahun,
pemerintah China telah mengakumulasikan aset luar negeri sebagai salah satu produk
sampingan dari intervensi pasar pertukaran mata uang ini. Sebagai hasilnya, China
dunia.
Hasil kebijakan ini kurang lebih serupa dengan hasil yang dapat diraih suatu
negara melalui subsidi ekspor barang produksi masa kini. Di Amerika Serikat, tidak
begitu nampak suatu kebijakan yang dapat diidentikkan sebagai bentuk subsidi ekspor
barang untuk masa yang akan datang maupun untuk impor barang di masa sekarang.
Namun demikian, keadaan kebijakan moneter dan fiskal terlihat cenderung mendukung
konsumsi untuk masa kini dibanding untuk konsumsi di masa depan, dan dengan
global serta taraf kesejahteraan secara luas. Hal ini tidak secara tepat sesuai dengan
efek yang cukup serupa75. Hal inilah yang juga akan dikaji lebih lanjut di dalam bab-bab
75 Justin Yifu. (2010). Dealing with Global Imbalances, presentation at the KDI/IMF
conference. Reconstructing the World Economy. Seoul, Korea, 25 Februari.
38
BAB III
uangnya, Renminbi (RMB), atau yuan, terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) dan mata
uang asing lainnya telah menjadi sumber ketegangan hubungan politik ekonomi
Beberapa analis menduga bahwa China dengan sengaja memanipulasi nilai mata
uangnya untuk memperoleh keuntungan dari partner dagangnya. Lebih lanjut, mereka
berpendapat bahwa nilai mata uang China yang dijaga tetap konstan merupakan
penyebab utama terjadinya defisit dagang tahunan Amerika Serikat terhadap China
dalam jumlah yang sangat besar sehingga menyebabkan hilangnya lapangan pekerjaan
menyatakan bahwa intervensi nilai mata uang China telah menempatkan perusahaan-
kebijakan mata uang China ini sebagai salah satu prioritas utamanya. 77 Dalam suatu
konferensi berita di bulan November 2011, Presiden Obama juga menyatakan bahwa
76 Nama resmi mata uang China ialah renminbi (RMB), yang didenominasikan dalam unit
yuan. Baik RMB maupun yuan sering digunakan secara bergantian untuk mangacu pada unit
mata uang China.
77 Paul Krugman. (2010). Taking on China. The New York Times. 14 Maret. Diakses dari
http://www.nytimes.com/2010/03/15/opinion/15krugman.html?_r=1 tanggal 15 April 2012.
39
China perlu untuk maju selangkah menuju sistem pasar besar dalam menentukan nilai
tukar mata uangnya dan Amerika Serikat dan negara lainnya telah merasa bahwa
dampak akibat nilai mata uang China pada kongres AS yang ke 112. Termasuk di
dalamnya S.1619, yang disahkan oleh Senat pada tanggal 11 Oktober 2011. 79 Rancangn
Nilai RMB telah terapresiasi sebesar 30.4% terhadap dolar Amerika Serikat di
antara bulan Juli 2005 (ketika reformasi siginifikan nilai kurs China diterapkan) sampai
pada tanggal 30 November 2011. Namun demikian, apresiasi ini dilaksanakan dengan
sangat perlahan dan bertahap, dan di beberapa masa tertentu, tetap bernilai konstan.
Tingkat apresiasi RMB dikritisi oleh banyak partner dagang China, termasuk oleh
Amerika Serikat, karena dinilai terlalu lambat, dan banyak analis yang berargumentasi
bahwa nilai mata uang China masih tetap di bawah nilai sebenarnya.
internasional mengenai dampak ekonomi yang diakibatkan oleh intervensi nilai mata
uang China terhadap Amerika Serikat (banyak yang menyatakan dampak positif juga
negatif), kebanyakan dari analis ini setuju bahwa fleksibilitas mata uang menjadi salah
satu faktor utama untuk mengurangi ketidakseimbangan global, yang diyakini menjadi
78 The White House, News Conference by President Obama, 14 November 2011. Diakses dari
http://www.whitehouse.gov/briefing-room/press-briefings, tanggal 17 Maret 2012.
79Wayne M. Morrison dan Marc Labonte. (2011). Chinas Holdings of U.S. Securities:
Implications for the U.S. Economy. CRS Report for Congress, RL34314, 26 September. Diakses
dari http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL34314.pdf, tanggal 3 Juli 2012.
40
perekonomian dunia. Lebih lanjut, mereka berpendapat bahwa reformasi kurs China
merupakan salah satu bagian dari kepentingan nasional China sendiri. China telah
sepakat untuk melanjutkan reformasi nilai kurs China menjadi lebih fleksibel, namun di
saat yang bersamaan menyatakan kekhawatirannya bahwa apresiasi China yang terlalu
keuntungan signifikan bagi ekonomi AS. Mereka berpendapat bahwa harga produk
China akan meningkat tajam sehingga akan merugikan konsumer AS dan perusahaan
AS yang menggunakan komponen produksi asal China. Selain itu, apresiasi RMB dapat
mengurangi kebutuhan pemerintah China untuk membeli sekuritas AS, yang dapat
Lebih lanjut dikatakan bahwa mata uang yang menguat tidak akan mendorong
negara murah lainnya Asia Timur. Di samping itu, apresiasi RMB diduga dapat
meningkatkan jumlah ekspor AS ke China, tetapi efek dari penurunan harga produk AS
di China bisa dinegasikan melalui kebijakan hambatan dagang dan diinvestasi yang juga
diterapkan China.
Para analis melihat bahwa reformasi kebijakan intervensi mata uang sebagai
salah satu bagian dari tujuan yang sesuai dengan kebijakan dagang AS. Tujuan-tujuan
41
a. Menyeimbangkan ekonominya dengan cara menjadikan permintaan
negara);
AS.80
Sebelum tahun 1994, China mempertahankan sistem tukar ganda. Sistem ini
terdiri atas sistem tukar resmi (yang digunakan oleh pemerintah), dan sistem tukar yang
sedikit lebih dekat dengan nilai tukar asli berdasarkan sistem pasar, yang digunakan
oleh importir dan eksportir dalam pasar tukar (swap market).81 Walaupun demikian,
akses untuk tukar menukar mata uang asing sangatlah terbatas dengan tujuan untuk
membatasi impor. Hal ini kemudian mendorong maraknya pasar gelap untuk transaksi
Kedua jenis nilai tukar mata uang di China pada masa itu memiliki perbedaan
yang cukup signifikan. Nilai tukar mata uang resmi dengan USD pada tahun 1993
berada pada angka 5.77 yuan sedangkan nilai tukar dengan USD pada pasar tukar pada
angka 8.70. Sistem nilai tukar ganda China beserta kebijakan dagang lainnya menuai
kritik dari Amerika Serikat karena dipandang sebagai kebijakan yang sangat membatasi
80 Ibid
81 Ibid
42
Pada tahun 1994, pemerintah China menyatukan nilai tukar mata uangnya
dengan nilai awal pada angka 8.70 yuan terhadap Amerika Serikat. Angka ini kemudian
diapresiasi menjadi 8.28 pada tahun 1997 dan kemudian dijaga terus konstan sampai
pada Juli 2005.83 RMB kemudian menjadi lebih mudah untuk didapatkan dan ditukar
melalui kegiatan perdagangan internasional, namun tidak dalam bentuk modal, yang
berarti bahwa yuan masih sulit untuk didapatkan untuk tujuan investasi di masa itu.
Pada tahun 1994 sampai pada Juli 2005, China mempertahankan suatu kebijakan
mematok (pegging) RMB terhadap USD pada angka kurang lebih 8.28 yuan per satu
USD. Standar patok ini dijustifikasi oleh pemerintah China untuk menjaga kestabilan
lingkungan bagi perdagangan asing dan investasi di China (karena kebijakan ini dapat
mencegah pergeseran besar dalam nilai tukar mata uang). Kebijakan yang serupa
Bank sentral China mempertahankan nilai patok ini dengan cara membeli (atau
menjual) aset-aset dengan denominasi dalam USD dan ditukarkan dengan pencetakan
baru mata uang yuan sesuai dengan kebutuhan untuk mencegah kelebihan permintaan
(atau penawaran) terhadap yuan. Sebagai hasilnya, nilai tukar mata uang antara yuan
dan dolar relatif konstan, meskipun banyak faktor ekonomi lain yang terjadi yang dapat
mengakibatkan nilai tukar RMB terapresiasi (atau depresiasi) relatif terhadap dolar.
Dalam sistem nilai tukar mengambang yang dipakai secara universal dalam
82 Edward Wong. (2009). China Rejects Currency Manipulation Charge. The New York Times,
24 Januari. Diakses dari http://www.nytimes.com/2009/01/25/world/asia/25beijing.html, tanggal
25 Januari 2012.
83 Ibid
84 Ibid
43
perdagangan bebas, permintaan relatif terhadap produk dan aset kedua negara menjadi
Juli 2005. Seperti yang dipublikasikan, nilai tukar mata uang China akan disesuaikan,
berdasarkan permintaan dan penawaran dengan referensi pergerakan nilai kurs yang
ada,86 dan bahwa nilai tukar USD terhadap RMB akan disesuaikan dari 8.28 yuan
menjadi 8.11, terapresiasi sebesar 2.1%. Namun tidak persis halnya dengan sistem nilai
tukar mengambang, RMB hanya diperbolehkan untuk berfluktuasi dalam rentang 0.3%
(kemudian diubah menjadi 0.5%) setiap harinya terhadap nilai kurs yang ada.87
Setelah bulan Juli 2005, China memperbolehkan RMB untuk terapresiasi secara
berangsur-angsur, dengan sangat perlahan. Dari tanggal 21 Juli 2005 sampai pada
tanggal 21 Juli 2008 nilai tukar USD-RMB berubah dari 8.11 menjadi 6.83, terapresiasi
sebesar 18.7% (atau sebesar 20.8% jika apresiasi awal sebesar 2.1% dimasukkan dalam
88
perhitungan). Situasi hasil kebijakan pada waktu tersebut dapat dikatakan sebagai
pasar valas.
85 Ibid
86 Baru kemudian diumumkan bahwa komposisi nilai kurs yang dimasukkan merujuk pada
dolar, yen, euro, dan beberapa kurs lainnya, akan tetapi komposisi nonimal yang sebenarnya
tidak pernah dipublikasikan. Jika nilai yuan memang ditentukan berdasarkan sekolompok nilai
kurs lainnya, nilai yuan tidak akan sebegitu stabilnya terhadap dolar pada pertengahan tahun
2008 sampai pada pertengahan tahun 2010, kecuali apabila nilai yuan memang sengaja dibuat
demikian terhadap nilai dolar.
88 Ibid
44
2. 2008: Penghentian Apresiasi RMB
2008 (lihat Grafik 3.1.). Justifikasi pegging ini utamanya karena penurunan permintaan
global terhadap produk ekspor China akibat dari krisis finansial global. Pada tahun
2009, ekspor dan impor China menurun sebesar 15,9% dan sebesar 11,3% dibandingkan
Grafik 3.1. Nominal Nilai Tukar RMB-Dolar: Januari 2008 - Mei 2010
(yuan per U.S. dolar [rerata per bulan])
ditutup dan lebih dari 20 juta pekerja imigran kehilangan mata pencahariannya di tahun
2009 karena terkena efek langsung dari dampak penurunan pertumbuhan ekonomi
89 Kathryn. (2003). Foreign Exchange Intervention: Did it Work in the 1990s? Dalam Fred B.
& John W. (ed.). Dollar Overvaluation and the World Economy. Washington: Institute for
International Economics, hal. 217-245
45
global. Nilai tukar mata uang RMB/USD ditahan konstan pada angka 6.83. Situasi ini
Berikut merupakan grafik nilai tukar RMB terhadap USD pada bulan Juni 2010
Grafik 3.2. Rerata Bulanan Nilai Tukar RMB-USD: Juni 2010-November 2011
(yuan per dolar AS)
Pada tanggal 19 Juni 2010, bank sentral China, the Peoples Bank of China
(PBC), berdasarkan pada situasi ekonomi saat itu, memutuskan untuk meneruskan
lebih lanjut inisiatif reformasi nilai tukar RMB dan meningkatkan fleksibilitas nilai
tukar mata uangnya. Namun ini bukan berarti terjadi revaluasi besar-besaran dalam
sekejap, dengan alasan bahwa penting untuk menghindari fluktuasi tajam dan besar-
90 Ibid
46
besaran dari nilai tukar RMB. Dengan demikian, korporasi korporasi China dapat lebih
diambil dan dipublikasikan ialah dimaksudkan untuk mencegah nilai tukar RMB
menjadi fokus utama dalam pertemuan G-20 di Toronto pada bulan Juni 2010. Seperti
yang diilustrasikan dalam Grafik 3.2., nilai tukar RMB terhadap dolar mengalami
perubahan naik dan turun semenjak kebijakan apresiasi RMB dilanjutkan. Secara garis
besar, nilai RMB terus meningkat.91 Dari tanggal 19 Juni 2010 (ketika apresiasi mata
uang dilanjutkan) sampai pada tanggal 3 November 2011, nilai tukar RMB-USD
B.Perspektif dan Justifikasi RRC dalam Kebijakan Penentuan Nilai Mata Uang
China tidak dimaksudkan untuk meningkatkan ekspor agar melebihi impor, namun
untuk menjaga stabilitas ekonomi melalui stabilitas nilai mata uang. Kebijakan ini
lapangan pekerjaan bagi penduduk China dan menarik investasi asing untuk
dalam berbagai kesempatan bahwa reformasi nilai mata uang China merupakan salah
91 Fakta bahwa nilai mata uang China terapreasiasi dalam kurun waktu tertentu dan
terdepresiasi dalam kurun waktu lainnya menimbulkan pertanyaan akan seberapa jauh Bank
Sentral China akan memperbolehkan nilai RMB terapresiasi dari waktu ke waktu. Banyak
pengamat yang menyimpulkan bahwa hal ini merupakan indikasi bahwa apreasiasi RMB akan
terjadi dalam jangka waktu yang sangat panjang, namun dengan metode yang tidak dapat
diprediksi sebagai upaya untuk membatasi spekulasi terhadap RMB dan aliran masuk uang
panas yang justru dapat mengganggu stabilitas ekonomi China.
92 B. Amy. (2011). Will Currency Manipulation Bill Ignite Trade War with China? ABC News.
Diakses dari: http://abcnews.go.com/politics/2011/10/will-currency-manipulation-bill-trade-
war-with-China/, tanggal 11 Oktober 2011.
47
satu tujuan jangka panjang pemerintah yang akan dicapai secara bertahap. Para anggota
pemerintah secara tegas mengutuk tekanan internasional yang terus mendesak China
untuk mengapresiasi mata uangnya, dengan alasan bahwa tekanan ini sama saja dengan
domestiknya sendiri.
pemerintah, yang namanya tak ingin disebut, menyatakan bahwa sangatlah sulit untuk
mengharapkan adanya apresiasi langsung nilai RMB di suatu negara dimana 40 juta
penduduknya hidup dengan penghasilan di bawah 1 dolar AS per harinya. 93 Media ini
juga melaporkan Perdana Menteri China Wen Jiabao menyatakan bahwa beberapa
negara menginginkan apreasiasi nilai yuan, di saat yang bersamaan juga menerapkan
berbagai macam kebijakan proteksi pasar terhadap China. Hal ini tidak adil dan
reformasi nilai mata uang, langkah ini diambil dengan sangat berhati-hati. Pemerintah
kestabilan politik, dan oleh karenanya menjadi acu untuk menerapkan kebijakan yang
meluas yang dapat mengarah pada aksi protes massa. 95 Selain itu, anggota pemerintah
93 Liu Wei. (2008). The Exchange Rate Adjustment Should be Based on the Judgment of
Major Domestic Contradiction. China Center for National Accounting and Economic Growth,
Peking University. Diakses dari: http://www.nepku.com/read.asp? id=461, tanggal 26
September 2011.
94 Ibid
95 Telah terdapat banyak laporan akan adanya protest massa di berbagai kawasan di China,
sebagian besar mengenai isu upah buruh. Pemerintah China mengkhawatirkan bahwa apresiasi
nilai mata uang China memberikan alasan bagi eksportir China untuk menahan upah buruh
seminimal mungkin atau bahkan terpaksa untuk memecat karyawannya, sehingga dapat
48
China menolak pernyataan dari berbagai ekonom bahwa kebijakan rezim nilai kurs
China telah melemahkan ekonomi global atau bahwa apresiasi RMB diperlukan untuk
pertumbuhan ekonomi yang drastis merupakan bagian dari kebijakan yang dapat
diambil China untuk membantu memulihkan kondisi ekonomi global. Mereka mencatat
bahwa impor China telah meningkat secara drastis di tahun-tahun belakangan ini
sebesar 38.8% di 2010 (dibandingkan tahun sebelumnya) dan sebesar 28.7% selama 10
bulan pertama di tahun 2011 (basis tahun per tahun) (lihat Grafik 3.3).
Selain itu, mereka mencatat, barang surplus perdagangan China turun pada tahun 2009
dan 2010, dan berdasarkan data Januari-Oktober 2011, kemungkinan akan menurun
pada tahun 2011. Surplus perdagangan China menurun dari puncaknya sebesar $297
miliar pada tahun 2008 menjadi $198 miliar pada tahun 2009 dan menjadi $185 miliar
49
Sumber: Global Trade Atlas menggunakan statistik resmi China.
Surplus perdagangan China juga menurun pada 10 bulan pertama tahun 2011
sebesar 15,4%, yang mengindikasikan bahwa surplus perdagangan China dalam setahun
kini berada dia angka $156 miliar. Kritik menyanggah dalih ini dengan argumentasi
bahwa ekspor China telah berkembang dengan pesat sejak awal 2009 dan telah
melampaui tingkat sebelum krisis, sedangkan pertumbuhan PDB riil China selama dua
tahun terakhir ini merupakan yang tertinggi (sebesar 9,2% pada tahun 2009 dan 10,3%
pada tahun 2010) dibandingkan ekonomi negara besar lainnya. Akibatnya, kritikus
berpendapat, upaya China untuk menekan nilai mata uangnya tidak dapat dibenarkan
Terdapat suatu implikasi kritis yang dimiliki oleh pertumbuhan ekonomi China
50
AS. Pertumbuhan ekonomi China yang luar biasa pesat ini juga berjalan seiring dengan
kebutuhannya yang besar akan sumber daya, modal, dan teknologi, China dengan
sukses telah mulai menjalin kerjasama dagang, menyepakati kontak minyak bumi dan
gas, perjanjian kerjasama teknologi dan ilmu pengetahuan, dan perjanjian pertahanan
keamanan secara multilateral dengan berbagai negara lain, baik dengan negara tetangga,
maupun dengan negara-negara lain di berbagai penjuru dunia. Pengaruh ini bahkan telah
yang pada mulanya mengalami defisit mulai mengalami peningkatan pesat hingga
mencapai surplus yang dari tahun ke tahun terus meningkat secara fantastis. Pada tahun
2010, surplus perdagangan China mencapai US$ 184,5 miliar. China mengalami surplus
umumnya dengan negara-negara industri maju dan cenderung mengalami defisit dengan
dengan negara-negara maju, neraca dagang China secara akumulatif tetap bernilai
positif.
internasional China meningkatkan adanya persaingan yang kuat antara China dan AS
atas penguasaan sumber daya, kekuatan dan pengaruh. Republik Rakyat China
merupakan partner dagang ketiga terbesar Amerika Serikat, dengan total nilai dagang
sebesar AS$ 285 miliar pada tahun 2005.97 Isu-isu yang sedang marak antara hubungan
China (sebesar AS$ 202 miliar pada tahun 2005), kegagalan China melindungi hak cipta
97 Ibid
51
dan hak kekayaan intelektual inovasi dari AS, pemberlakuan kebijakan yang
menghalangi pasar bebas, seperti subsidi serta kebijakan intervensi nilai mata uangnya
itu sendiri, serta upaya pemerintah China dalam membeli kepemilikan surat hutang
AS.98
Para kritisi AS menganggap bahwa intervensi nilai mata uang China menjadi
pemerintah AS, diharapkan dengan segera mampu merefleksikan harga mata uang
China yang sebenarnya berdasarkan sistem pasar bebas. Pemerintah AS secara proaktif
dengan mengumumkan bahwa nilai mata uang China akan disesuaikan terhadap
beberapa nilai mata uang partner dagang utamanya, termasuk dolar Amerika Serikat.
Namun demikian, proses apreasiasi yang lambat dan dengan nilai yang tidak begitu
signifikan ini rupanya tidak cukup untuk menahan kekhawatiran AS dan Senator AS
undang (S. 295) yang, apabila disahkan, akan menaikkan tariff AS terhadap barang-
barang impor asal China sebesar 27.5% kecuali apabila nilai mata uang China
memberikan arti penting peningkatan interaksi politik antar kedua negara. Pada tanggal
7 Desember 2005, Wakil Sekretaris Negara AS Robert Zoellick dan Wakil Menteri Luar
98 Ibid
52
Negeri China Dai Bingguo melaksanakan pertemuan bilateral Dialog Senior yang kedua
serta membahas isu-isu lainnya.99 Ide penyelenggaraan pertemuan bilateral ini awalnya
diusulkan oleh Presiden China Hu Jintao pada saat bertemu dengan Presiden AS Bush
pada bulan November 2004 dalam pertemuan Asia Pacific Economic Cooperation
(APEC) di Chili. Amerika Serikat secara politis memandang China memiliki arti yang
sangat penting utamanya sebagai pemain utama politik internasional secara khusus di
Asia dan secara umum pada skala global, sekaligus sebagai salah satu pemegang hak
diplomasi yang sesuai dengan kebutuhan kedua negara. Amerika Serikat lebih
menekankan pada peran serta China untuk menjadi aktor bertanggungjawab dalam
memperoleh keuntungan ekonomi, namun juga mulai memegang peran tanggung jawab
siap untuk menjalin kerjasama bilateral yang lebih erat dengan pemerintahan China
yang masih berlandaskan atas ideologi komunis, di saat bersamaan tetap mengharapkan
Perubahan situasi ekonomi China secara drastis tidak lepas dari adanya
perselisihan antara berbagai kelompok sosial di China. Para petani di wilayah pedesaan
China pada mulanya harus menanggung bebas pajak yang sangat besar sehingga terjadi
kesenjangan pendapatan antara masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan dan yang
tinggal di daerah pedesaan. Beberapa lahan petani bahkan disita oleh pemerintah untuk
99 Ibid
53
dijadikan wilayah pembangunan industri, dengan memberikan kompensasi yang sangat
minim. Salah satu kasus penahanan lahan pertanian oleh angkatan bersenjata China
terjadi pada tanggal 6 Desember 2005 di kota Dongzhou (Shanwei), ketika pemerintah
China ingin membangun konstruksi sumber energi di wilayah pertanian, yang kemudian
mengakibatkan beberapa rakyat sipil meninggal akibat bentrok antar sipil dan militer
pemerintah China mengusulkan suatu mekanisme baru di awal tahun 2005 untuk
China. Meningkatnya demonstrasi dan protes buruh, terutama di wilayah utara dan
sebelah dalam China menjadi sumber kekhawatiran tersendiri bagi rezim politik China
kaum buruh. Meningkatnya aktifitas protes ini memberikan tekanan yang lebih besar
bagi pemerintah China utamanya melalui satu-satunya organisasi buruh yang sah di
pengaruhnya ke berbagai negara. Namun, berbeda halnya dengan AS, cara yang
dilakukan oleh China dalam memberikan bantuan sama sekali tidak terkait dengan
berbagai prasyarat demokratisasi dan pasar bebas. Bantuan China ke berbagai negara
kondisi dalam negeri suatu negara tidak menjadi persoalan dalam melakukan kerjasama
100 All China Federation of Trade Unions. (2007). A Brief Introduction of the All-China
Federation of Trade Unions (ACFTU). Diakses dari
http://english.acftu.org/template/10002/file.jsp?cid=63&aid=156, tanggal 17 Maret 2012.
54
ekonomi, karena menurutnya hal tersebut merupakan urusan dalam negeri suatu negara
dipercaya kini lebih disenangi oleh negara-negara berkembang yang berada di Afrika
dan Amerika Latin, khususnya negara-negara yang anti Amerika Serikat. Makin
utama dalam dunia internasional juga menjadi tantangan bagi sistem liberalisme dan
demokratisasi yang dijalankan Amerika Serikat yang sealma ini dianggap sistem terbaik
dalam menjalankan suatu negara. Sampai sekarang Amerika Serikat masih menjadi
Amerika Serikat tidak lagi menjadi satu-satunya pemain utama. Amerika Serikat bahkan
baik dalam negeri maupun luar negeri yang terkait dengan China.
55
BAB IV
Perdana Menteri China Wen Jiabao mengumumkan bahwa China akan mengambil
langkah yang lebih lanjut terkait reformasinya dan membentuk mekanisme yang lebih
yang melibatkan banyak aspek yang perlu dipertimbangkan. 101 Sepanjang masa
101 Guo, Kai, dan NDiaye. (2009). Is Chinas Export-Oriented Growth Sustainable. IMF
Working Paper, Agustus. Diakses dari
56
reformasi ini, pemerintah China mempertimbangkan banyak faktor, termasuk
efek dari perdagangan asing, dan situasi keuangan dan perekonomian dunia.
reformasi nilai tukar RMB. Prinsip ini diharapkan bergerak menuju rezim yang lebih
tidak dipengaruhi hanya oleh tekanan eksternal saja karena pemerintah China menganut
Apresiasi sejumlah 2,1% pada tanggal 21 Juli 2005 dapat dilihat sebagai
keputusan yang diambil setelah menimbang secara cermat pro dan kontra dari apresiasi
itu sendiri, dan dampak yang dapat dihasilkannya pada kepentingan ekonomi, sosial,
dan politik China.104 Kekhawatiran akan konsekuensi negatif yang ditimbulkan dari
perubahan drastis rezim nilai tukar mata uang China telah membawa para pemimpin
dampak-dampak yang dapat dihasilkan dari inisiasi reformasi nilai tukar mata uang
102 China to Improve RMB Exchange Rate System. (2004). Xinhua. Diakses dari
http://www.Chinadaily.com.cn/english/doc/2004-09/29/content_378700.htm, tanggal 26
September 2011.
103 Premier Wen on Principles for RMB Exchange Rate Reform. (2005, 27 Juni) Renmin
ribao. Diakses dari http://english.people.com.cn/200506/27/eng20050627_192511.html, tanggal
26 September 2011.
104 Ibid
57
1. Dampak terhadap Ekspor RRC
nilai tukar RMB dapat membawa dampak buruk terhadap ekspor dan pertumbuhan
ekonomi China, terutama karena adanya kasus negatif yang sama yang terjadi pada
Jepang di pertengahan tahun 1980-an. Di tahun 1985, dalam upaya untuk menekan
ekspor Jepang, Amerika Serikat dan beberapa negara industrialis lainnya memaksa
Jepang untuk menandatangani Perjanjian Plaza (Plaza Accord) dimana yen direvaluasi
sebanyak 30%.
Perjanjian ini dianggap sebagai salah satu penyebab utama resesi ekonomi yang
terjadi setelahnya di Jepang pada tahun 1990-an. Setelah revaluasi awal yen, industri
ekspor Jepang kehilangan seluruh keuntungan komparatif harganya dan juga harus
memindahkan basis manufakturnya ke negara Asia Timur lain. Ekonomi Jepang, yang
pada saat itu sedang berada pada puncaknya, tiba-tiba kehilangan daya saing dan
dengan demikian masuk pada dekade kehilangan (lost decade). Hal yang serupa
merupakan hal yang mungkin terjadi bahwa revaluasi RMB memiliki dampak yang
negatif terhadap ekspor China, menaikkan harga barang setelah dikonversi ke mata
uang asing dan dengan demikian akan menurunkan permintaan. Karena margin
keuntungan yang sangat sempit, hal ini akan membawa tekanan yang berat terhadap
berkaitan dengan kegiatan pemrosesan dan kegiatan manufaktur yang sangat mudah
58
yang fundamental apabila nilai RMB meningkat dalam jumlah margin yang kecil. 105
Namun demikian, apresiasi RMB yang terus berlangsung sejak tahun 2005, ketika
China mulai meninggalkan nilai patok RMB terhadap USD, dapat menjadi tantangan
RMB yang lambat dan dilakukan secara bertahap menyediakan ruang bagi para
eksportir untuk menyesuaikan pada perubahan, dalam jangka panjang apresiasi RMB
akan mengurangi kemampuan eksportir ini untuk menghasilkan produk yang memiliki
daya saing yang lebih nyata (terutama dari segi kualitas barang dan bukan harga).
Revaluasi RMB juga dapat membawa dampak positif bagi kualitas eksport
China karena tekanan kompetisi pasar memberikan insentif bagi para pengusaha untuk
dapat mendorong (atau memaksa) eksportir dengan efisiensi rendah untuk keluar dari
industri dan memberikan keleluasaan bagi kompetisi pasar internasional yang begitu
keras. Rekonstruksi sektor perdagangan akan memberikan ruang efisiensi bagi eksportir
agar dapat bertahan dan dengan demikian kualitas barang ekspor di masa yang akan
datang akan meningkat. Sebagai hasilnya, diiringi dengan perbaikan dari segi
ekspor China. Akan tetapi, hal ini dapat memperbaiki dan mengoptimalisasi struktur
105 Yu Yongding. (2011). What If the RMB Chooses Appreciation. Ershiyi shiji jingji baodao.
Diakses dari http://www.nanfangdaily.com.cn/southnews/zt/2004nztk/jj/jr/200412290065.htm,
tanggal 23 Maret 2012. Yu Yongding adalah seorang pakar ekonomi dari Institute of World
Economics and Politics, Chinese Academy of Social Sciences.
59
teknologi, dan merelokasikan sumber daya pada sektor non-dagang dalam jangka
panjang. Hal ini dapat lebih memajukan perkembangan sektor jasa dan mendorong
Investasi asing menjadi hal yang sangat penting bagi perkembangan ekonomi
China. Sektor ini telah berkontribusi secara luar biasa besar terhadap kesuksesan
reformasi pasar China, terutama terkait kebijakan China untuk menjadi lebih terbuka
terhadap pasar asing untuk manggalakkan pertumbuhan ekonomi. Akibat yang dapat
dihasilkan dari perubahan rezim mata uang China terhadap investasi asing juga menjadi
sumber kekhawatiran pemerintah China. Hal ini bersifat paradoks: di satu sisi revaluasi
dapat menaikkan biaya investasi bagi perusahaan asing dan dengan demikian
Dua faktor yang memiliki daya tarik paling besar bagi investor asing ialah
pekerja murah dan potensi pasar yang sangat besar di China. Pertama, Biaya upah
pekerja di China cukup rendah bila dibandingkan dengan di negara lain, hal ini
memberikan kontribusi kepada daya saing internasional China. Untuk alasan ini,
ditambah dengan harga yang murah untuk barang mentah impor, revaluasi RMB tidak
memiliki dampak yang begitu signifikan dalam mengubah keuntungan kompetitif harga
berkisar sekitar 13%, sehingga tingkat sederhana apresiasi tahunan RMB terhadap USD
60
(sebesar 3.2% di tahun 2006 dan 6.5% di tahun 2007) tidak akan memengaruhi sebagian
Kedua, salah satu jenis inflow modal asing ialah FDI (Foreign Direct
Investment), dan yang menjadi daya tarik masuknya FDI ialah potensi pasar China yang
begitu besar. Dengan daya tarik yang demikian, revaluasi RMB akan memiliki dampak
yang sangat kecil bagi masuknya modal asing ini. Jenis lain dari inflow modal asing
berasal dari dana spekulasi (speculative money). Revaluasi RMB akan secara langsung
memberikan keuntungan bagi spekulan di balik pemasukan dana dan dengan demikian
terus mendorong masuknya dana spekulasi, yang akan terus memenuhi lingkaran
ekspektasi revaluasi RMB. Selain itu, kebanyakan dari uang panas (hot money) ini
dipercaya telah memasuki sektor perumahan (real estate) atau sektor investasi domestik
lainnya yang menyebabkan harga domestik meningkat secara cepat dan dapat mengarah
miliar dolar AS dana spekulasi mengalir ke pasar perumahan di tahun 2004 dan figur ini
China mendapatkan legalitas pada tahun 2002. Sejak tahun tersebut, investor asing
perkotaan dan memetik keuntungan yang luar biasa besar. Hal ini terlihat dari nominal
jumlah transaksi perumahan yang diperoleh Macquarie Bank, Goldman Sachs, dan
Morgan Stanley di Shanghai pada tahun 2005. Konsekuensinya, dalam jangka pendek,
revaluasi RMB hanya akan memengaruhi kualitas tinggi perumahan di kota-kota besar
106 Ibid
107 Liu Manping. (2011, 22 Agustus). After the RMB Appreciation What Will Be the Impacts
of Foreign Capital on the Chinese Real Estate Markets?. Zhongguo jingji ribao (Chinese
Economic Times).
61
China, dan sebagian kecil, memengaruhi keputusan transaksi dalam pasar menengah
Akan tetapi, ekspektasi pasar akan revaluasi RMB melemah di akhir tahun 2005.
Stephen Green menyimpulkan bahwa nilai suku bunga AS yang lebih tinggi di tahun
2005 dan pasar properti yang melemah telah menurunkan arus masuk modal.108 Selain
itu, terdapat tanda akan terjadinya depresiasi RMB dalam jangka waktu menengah,
sebagai reaksi perubahan fundamental ekonomi. Hal ini ditulis dalam laporan resmi oleh
December 2005.109 Laporan Green menunjukkan bahwa China memiliki celah dana
lebih dari 2.000 miliar yuan dana jaminan sosial, lebih dari 1.000 miliar yuan dari kredit
bermasalah (NPL) di bank BUMN, dan utang pemerintah daerah yang besar.110 Data
transaksi RMB juga menunjukkan bahwa apresiasi RMB melambat di pasar, seperti
108 Stephen Green. (2006, 16 Januari). China's Foreign Exchange Reserves Soar to $819bn.
Financial Times. Diakses dari http://news.ft.com/cms/s/f9d7a456-85fe-11da-bee0-
0000779e2340.html, tanggal 27 September 2011. Stephen Green adalah seorang ekonom dari
Standard Chartered di Shanghai.
109 Xia Bin dan Chen Daofu. (2011, 15 Desember). Zhongguo huilu zhidu baogao 2005
(Report on China's exchange rate system 2005). Diyi caijing ribao (China Business News).
110 Ibid
62
Hanya pada pergerakan awal pada bulan Juli 2005, terakumulasi suatu kekuatan
pasar yang kuat mendorong RMB. Mulai dari bulan September 2005, tren kenaikan
RMB melemah dan pada akhir tahun itu telah berubah menjadi cenderung stabil.
Namun demikian, data ini menunjukkan bahwa pada tahun 2006-07 terdapat suatu
ekspektasi pasar bahwa RMB akan terus mengalami apresiasi walaupun ekspektasi akan
apreasiasi dan perubahan drastis cukup rendah. RMB kemudian mulai terapresiasi
() pada kurun waktu dimana Amerika Serikat dan Uni Eropa memotong kuota
impor produk tekstil dari China. Akan tetapi, jika revaluasi RMB mendorong
rekonstruksi sektor ekspor, ini dapat meningkatkan efisiensi sektor tersebut dan kualitas
ekspornya di masa depan. Permintaan eksternal untuk ekspor kemudian akan meningkat
di masa depan.
63
China. Efisiensi dan permintaan yang meningkat akan membantu menambah
yang akan datang. Kondisi Amerika Serikat di akhir tahun 1990-an merupakan contoh
mempertahankan pertumbuhan ekonomi pada level yang tinggi, yang akan berpengaruh
menimbulkan apresiasi nilai tukar RMB. Liu Wei () mengestimasikan bahwa setiap
1 persen pertumbuhan PDB (Pertumbuhan Domestik Bruto) dapat menyediakan 1,7 juta
kesempatan lapangan pekerjaan di China.111 Liu menyarankan bahwa dalam konteks ini,
kestabilan nilai RMB untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan.
Pemerintah China telah menjadikan wilayah pedesaan mereka sebagai salah satu
prioritas utama. Pemerintah China, khawatir akan revaluasi nilai RMB dapat berdampak
internasional. Kebanyakan hasil pertanian China dikonsumsi dalam pasar domestik dan
Jika nilai RMB meningkat secara drastis, harga produk impor pertanian akan
merosot tajam di pasar internasional dan permintaan akan produk pertanian impor akan
64
menurun begitu pula dengan harganya. Sektor pertanian yang menjadi lapangan
pekerjaan dari 60 persen penduduk China akan semakin melemah. Seorang ekonom
China, Tao Dong (), menyarankan di tahun 2005 agar China harus tetap bertahan
pada strategi apresiasi gradual RMB seperti di masa sekarang untuk mempertahankan
Dalam pandangan Perdana Menteri Wen Jiabao, reformasi nilai tukar harus
dilakukan dengan membangun suatu sistem tukar yang berdasarkan atas mekanisme
pasar dan mengambang secara terkendali serta menjaga nilai tukar RMB tetap stabil
dan berada pada nilai yang masuk akal.113 Tak diragukan lagi, China harus melanjutkan
upaya reformasi nilai tukar mata uangnya dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip
inisiatif yang independen, terkontrol, dan dilakukan melalui proses yang bertahap.
Namun demikian, perubahan apapun yang terjadi tetap ditargetkan pada upaya menjaga
Wen telah mengakui bahwa China butuh mengintensifkan reformasi nilai tukar
mengembangkan pasar tukar asing dan menyediakan lebih banyak layanan finansial
pengawasan aliran modal antar negara untuk memastikan kelancaran mekanisme nilai
tukar mata uang yang baru. Li Deshui ( ), seorang anggota Komite Kebijkan
bahwa China tidak akan membiarkan pergerakan bebas nilai RMB dalam kurun waktu
112 Tao Dong, (2005, 15 Agustus). There Will Be Further RMB Appreciation in the Coming
Two Years, USD/RMB Could Be 1:5 in Ten Years. Xin caifu (New Fortune).
113 RMB Exchange Rate Reform Gradual Process. (2005). Xinhua. Diakses dari
http://news.xinhuanet.com/english/2005-10/14/content_3617557.htm, tanggal 26 September 2011.
65
lima tahun ke depan karena situasi pasar finansial yang sangat riskan.114
pada ekonomi China, revaluasi besar-besaran nilai tukar RMB tidak akan menjadi
bagian dari kepentingan China, dimana suatu pengaturan bertahap kursnya akan
menjadi lebih menguntungkan. Tao Dong telah mengungkapkan bahwa apreasiasi RMB
secara pesat dan besar-besaran akan merugikan bukan hanya eksportir China namun
juga konsumer asing.115 Dalam opini ini, memperluas kisaran nilai mengambang RMB
dan terus mengapresiasi nilainya menjadi dua kondisi yang berbeda. Kondisi pertama
bergantung pada volume dagang jangka pendek sedangkan kondisi kedua merefleksikan
perubahan pada kondisi dasar makroekonomi jangka panjang. Tao percaya bahwa
penyesuaian pada nilai RMB harus mengikuti proses yang bertahap dan hati-hati,
dengan melihat dampak yang dapat diakibatkannya terhadap ekonomi nasional dan
Sejak diberlakukannnya apresiasi pada bulan Juli 2005, RMB terus menghadapi
tekanan untuk revaluasi akibat surplus dan cadangan devisa China yang sangat besar.
Pada tahun 2007, surplus dagang China meningkat menjadi US$ 262,2 triliun dan
cadangan devisa mencapai US$ 1.528,2 triliun.116 Secara khusus, kenaikan mendadak
dan cepat dalam nilai cadangan devisa ini mengakibatkan isu pengelolaan cadangan
berlebihan telah menjadi fokus dari kebijakan nilai tukar China dalam beberapa tahun
terakhir.
Sejak tahun 2004, sumber cadangan devisa China dengan pertumbuhan paling
114 Ibid
115 The U.S. Trade Deficit with China Continues to Enlarge, Urging on Appreciation Increases
Again. (2005, 15 November). Jingji zoushi genzong (The Pursuit of Economic Trends), 87., hal.
62.
116 Ibid
66
pesat berasal dari transaksi kreditpinjaman luar negeri dolar Amerika oleh
China.117 Pinjaman ini didorong sama kuatnya oleh spekulasi akan adanya kemungkinan
revaluasi RMB dengan kesempatan investasi dalam ekonomi China yang sangat
dinamis. Pada tahun 2005, pemerintah China menguatkan kendali pinjaman asing,
Aliran yang kuat akan mempertahankan tekanan terhadap China untuk membuat
RMB menjadi lebih fleksibel dan responsif terhadap kekuatan pasar di saat yang
perhatian pada kebijakan nilai tukar mereka pada tiga hal berikut pada tahun 2006:
pertama, menjaga tingkat nilai tukar RMB stabil dan lancar, sedang tetap
cadangan devisa besar China untuk mempertahankan fungsi efektif dari kebijakan
117 Ibid
118 Statistical Data Shows That up to the End of Last Year Official Foreign Reserve Balance
Reached $818.9bn. (2006). Xinhua. Diakses dari http://news.xinhuanet.com/fortune/2006-
01/15/content_4053666.htm, tanggal 26 September 2011.
67
aset asing dan kekayaan asing China dapat menyusut, akibat dari apresiasi RMB terus
cepat dalam cadangan devisa harus menjadi prioritas dalam manajemen cadangan
China.119
Metode yang berguna untuk melakukan hal ini meliputi peningkatan permintaan
ekonomi akan menjadi kunci untuk mengatasi permasalahan tersebut. Badan regulator
mendiversifikasikan devisanya yang terus bertumbuh dari dolar Amerika dan surat
hutang negara.120
Pergeseran semacam ini memiliki implikasi signifikan bagi pasar keuangan dan
Langkah baru ini konsisten dengan tujuan pemerintah China mengelola cadangan devisa
dengan secara efektif mendukung strategi nasional untuk menciptakan ekonomi terbuka
119 The Accumulation of Foreign Reserves Increased Again at the Year, Expert: $7.4bn is
Suspected to Be Hot Money. (2006). Xinhua. Diakses dari http://news.xinhuanet.com/fortune/
2006-01/16/content_4057667.htm, tanggal 26 September 2011. Zhang Bin adalah seorang
ekonomi dari Institute of World Economics and Politics, Chinese Academy of Social Sciences.
120 Questions Grow over China's Foreign Exchange Strategy. (2006, 6 Januari) Financial
Times. Diakses dari http://news.ft.com/cms/s/5413c5d6-7ee7-11da-a6a2-0000779e2340.html,
tanggal 26 September 2011.
121 Ibid
68
Menurut Xia Bin dan Chen Daofu, proses memajukan kebijakan nilai tukar
China dalam dua tahun berikut dapat digambarkan sebagai "terukur dan mudah
sekelompok kecil fluktuasi, meskipun RMB terapresiasi secara perlahan. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam jangka menengah dan panjang, masih ada kemungkinan
bahwa RMB terdepresiasi, tergantung pada proses reformasi ekonomi China dan
keadaan keuangan internasional. Dengan revaluasi kecil RMB sebesar 2,1 persen
terhadap dolar AS dan apresiasi yang sederhana lebih lanjut sejak itu, Bank Sentral
Dalam beberapa dekade terakhir, China telah memperoleh manfaat yang sangat
besar dengan mengadopsi pendekatan bertahap reformasi, baik itu dalam bidang
ekonomi atau politik. China mungkin akan terus mereformasi nilai tukar dengan cara
bertahap. Sementara tekanan eksternal untuk reformasi terus meninggi, kapasitas China
untuk melawan tekanan seperti ini juga diperkuat dengan pertumbuhan ekonominya.
China kemungkinan akan melakukan hal ini sesuai dengan perencanaan domestiknya.
Faktor eksternal tentu akan menjadi penting ketika merumuskan rencana ini, dengan
melihat fakta bahwa China sekarang merupakan bagian penting dari ekonomi global.
Namun demikian, yang lebih penting adalah persepsi kepemimpinan China terhadap
prioritas domestik dan kemampuannya untuk mengatasi masalah yang lebih mendesak
di dalam negeri. Inilah yang dimaksud Wen Jiabao ketika ia berulang kali menekankan
69
mengharapkan bahwa transparansi operasi di bawah rezim nilai tukar yang baru akan
meningkat dan rentang di mana RMB akan berfluktuasi meluas dari waktu ke waktu.
Suatu rezim nilai tukar fleksibel merupakan bagian dari tujuan jangka panjang China
dan rezim ini akan mendorong pembangunan ekonomi China di masa depan. Namun,
akan membutuhkan waktu lama bagi pemerintah China untuk mencapai target ini jika,
Pertumbuhan ekspor China yang luar biasa menjadi bahan diskusi yang sangat
hangat dibicarakan oleh para pakar ekonomi politik internasional, terutama akibar
ekonomi negara lain. Pertanyaan mendasar yang perlu dijabarkan melalui skripsi ini
ialah apakah ledakan ekspor China ke negara lain dapat terjelaskan melalui kebijakan
nilai tukar mata uang China. Untuk melihat apakah suatu mata uang bernilai sesuai
dengan seharusnya cukup sulit dilakukan secara matematis namun dengan melihat
peran China yang sangat penting dalam rantai suplai perekonomian global, hal ini
Pada kenyataannya, kebijakan China mengenai nilai tukar mata uang China
bukan hanya penting secara global melainkan juga terhubung secara erat dengan rantai
produksi banyak negara lain, terutama partner dagang China (AS dan Eropa) serta
negara-negara tetangga China di wilayah Asia Timur. Seperti yang dapat dilihat dari
Grafik 4.2 (halaman 72)., China telah menjadi tujuan ekspor utama banyak negara Asia
Timur. Sebagai salah satu contoh paling dramatis, dari seluruh jumlah ekspor Korea
seperempatnya pertama-tama ditujukan ke China, baik itu kepada pasar domestik China
70
maupun seringkali juga ditujukan pada sektor pengolahan untuk kemudian dikirim lagi
Isu mengenai dampak nilai tukar menjadi semakin kompleks oleh fakta bahwa
Banyak analis berpendapat bahwa peningkatan yang tajam pada impor AS dari China
produksi dari negara lain (utamanya di Asia) ke China. Ini berarti, berbagai macam
produk yang dulunya disusun atau dirakit di tempat-tempat lain, seperti Jepang, Taiwan,
Hong Kong, dan lainnya, sebelum kemudian diekspor ke AS kini dibuat di China
(dalam banyak kasus, oleh perusahaan AS sendiri maupun perusahaan asing lainnya
terhitung sebesar lebih dari separuh dari total aliran dagang di China (baik ekspor
setengah jadi (seperti komponen), dan mesin-mesin produksi ke China. Salah satu studi
dengan iPod milik Apple Inc. menemukan bahwa produk ini sendiri diproduksi di
China di dalam pabrik yang dimiliki oleh perusahaan China dengan menggunakan
nilai tambah yang dihasilkan oleh pekerja China yang merakit iPod ini diperkirakan
lebih kecil dibandingkan total biaya yang diperlukan untuk memproduksi tiap unitnya
71
(berkisar 3%), dan lebih kecil lagi dibandingkan dengan harga jual tiap unitnya di
Amerika Serikat.123
yang diperlukan untuk menyusun produk ekspor China, nilai RMB yang terapresiasi
akan memiliki dampak yang sangat kecil terhadap harga produk ekspor China, dan
dengan demikian juga memiliki efek yang minim terhadap arus dagang bilateralnya.
China mengalami kenaikan biaya akibat nilai RMB yang terapresiasi, mereka akan
perdagangan AS terhadap China akan menurun, defisit dagang AS terhadap negara lain
Pada riset terkini,124 dapat disusun suatu analisa secara empiris bagaimana nilai
tukar China mempengaruhi perdagangan luar negerinya. Dapat dipastikan bahwa hasil
yang diduga terjadi ialah menurunnya kuantitas ekspor akibat apreasiasi nilai mata uang
China, barang-barang impor ke China tenyata juga bereaksi secara tak terduga;
kuantitas impor juga menurun akibat apresiasi ini. Sebagaimana yang akan terlihat
dengan mengestimasikan persamaan impor bilateral bagi partner dagang utama China,
hal ini dijelaskan oleh peran kunci China sebagai importir suku cadang dan komponen
Bahkan, penurunan ekspor China akibat apresiasi nilai tukar juga menyiratkan
penurunan impor China dari barang-barang investasi serta bagian dan komponen untuk
123Greg Linden. (2009). Who Captures Value in a Global Innovation Network? The Case of
Apples iPod, March 2009. Communication of the ACM, Maret 52:3. Diakses dari
http://pcic.merage.uci.edu/papers/2008/WhoCapturesValue.pdf, tanggal 15 Januari 2012., hal. 4-
5.
124 Garcia-Herrero, Alicia dan Tuuli Koivu. (2008). Chinas exchange rate policy and Asian trade.
Economie Internationale, 116:53-92
72
sektor ekspor. Selain itu, tidak dapat ditemukan bukti bahwa negara-negara Asia Timur
bisa mengimbangi dampak negatif dari apresiasi renminbi pada ekspor mereka dengan
meningkatkan ekspor ke negara lain. Ini berarti bahwa keputusan China mengenai nilai
tukarnya memiliki dampak besar pada perekonomian lain di wilayah tersebut. Secara
akumulatif hal ini juga membawa dampak berlipat kali ganda terhadap perekonomian
menyeluruh utamanya karena terdorong oleh permintaan, secara khusus setelah China
menjadi anggoa WTO pada bulan Desember 2001 (Tabel 4.1.). Penelitian tersebut juga
memberikan afirmasi bahwa ekspor China memiliki elastisitas harga; apreasiasi dari
Tabel 4.1. Dampak Jangka Panjang Nilai Tukar Mata Uang Riil dan Permintaan
Pasar Dunia terhadap Ekspor dan Impor China
bahwa impor ke dalam China juga akan menurun bukan meningkat seperti yang
contohnya, Garcia-Herrero dan Koivu (2010) menemukan bahwa 10% apreasiasi RMB
125 Ibid
73
akan menyebabkan penurunan sebesar 6% dari kuantitas impor di sektor prosesing.
Impor di sektor lain dapat menurun dengan presentasi yang bahkan lebih besar lagi. 126
Tabel 4.2. Dampak Jangka Panjang Nilai Tukar Mata Uang Bilateral dan
Permintaan terhadap Impor China oleh Mitra Dagang Utamanya
Ketika melihat pada besaran impor lebih dekat, dapat diketahui bahwa impor
dari negara-negara Asia Timur yang akan menurun ketika RMB terapreasiasi (Tabel
4.2). Penemuan yang tidak sesuai dugaan ini merujuk pada pentingnya berada pada
posisi kunci dalam rantai produksi global. Pada kenyataannya, apresiasi kurs yang
menyebabkan penurunan pada daya saing ekspor China juga menyebabkan penurunan
impor dari sektor tersebut. Hal ini juga mengakibatkan suatu implikasi yang perlu
Dari hasil studi yang ada tergambarkan bahwa kebangkitan China menjadi efek
crowding out127 pada ekspor dari negara yang lain. Hal ini terjadi walaupun, di Asia
khususnya, dampak negatif dari kebangkitan China sebagai ekonomi ekspor utama
126 Ibid
127 Offset dalam permintaan agregat yang terjadi ketika kebijakan fiskal ekspansif menaikkan
tingkat bunga dan dengan demikian mengurangi pengeluaran investasi. Termwiki. Diakses dari
http://id.termwiki.com/ID:crowding-out_effect, tanggal 25 Juni 2012.
74
telah diimbangi sebagian besar oleh impor China yang meningkat dari daerah
terdekat.128 Impor China meningkat mencerminkan sebagian fakta bahwa dalam waktu
yang relatif singkat China telah menjadi platform utama bagi ekspor barang yang
dihasilkan tidak hanya di China daratan tetapi juga melalui rantai produksi
internasional. Hal ini tercermin melalui dualisme neraca perdagangan bilateral China;
surplus terhadap ekonomi maju - sebagian besar negara Eropa dan AS - dan defisit
yang dapat menurunkan baik ekspor maupun impor China, mengharuskan negara-
negara Asia untuk berkompetisi secara langsung dengan China pada pasar ketiga
dengan melewatkan China sebagai negara perantara atau negara pengolah. Di sisi lain,
beberapa penelitian lain tidak sejalan dengan penemuan ini (Garcia-Herrero dan Koivu
2008 dan 2010). Sebenarnya tampaknya apresiasi renminbi efektif riil akan
mengakibatkan penurunan total ekspor dari banyak negara Asia Timur (Tabel 4.3).
128 Greenaway, David, Mahabir, dan Chris Milner. (2008). Has China displaced other Asian countries
exports?. China Economic Review, 19:152-169.
75
Dengan kata lain, ekspor dari negara-negara Asia lain tampaknya lebih bersifat
Tabel 4.3. Dampak Jangka Panjang Nilai Tukar Mata Uang China Riil, Nilai
Tukar Mata Uang Riil dan Permintaan terhadap Total Ekspor Negara-negara
Asia Timur
Negara Eksporter:
Jepang Korea Malaysia Filipina Singapura Thailand
Dampak 10%
apresiasi RMB -9% -6% -8% -15% -17% -7%
Dampak 10%
apreasiasi kurs negara -4% (-2%) (-6%) +17% 12% +6%
masing-masing
Dampak 1%
peningkatan +0.8% +0.8% +0.9% (0.0%) -0.5% 0.8%
permintaan global
Akibat dari rantai produksi yang ketat di Asia Timur, apresiasi RMB yang
mengurangi impor dari negara Asia lain ke dalam China menjadi suatu kekhawatiran
yang besar bagi banyak negara Asia lain. Fakta bahwa ekspor dari negara Asia Timur
lebih bersifat komplementer dan bukan substitusi produk China sangat berkaitan
dengan meningkatnya nilai penting China dalam rantai perdagangan global di masa ini.
Dengan kata lain, China dapat mengontrol pembelian yang mengurangi kemungkinan
bahwa negara lain tidak akan melangkahi China sebagai negara perantara.
kenaikan - akibat apresiasi nilai tukar juga memiliki konsekuensi penting. Meskipun
apresiasi renminbi akan mengurangi ekspor China, dampak pada surplus perdagangan
China terbatas karena impor ke China juga akan menurun. Penurunan impor ini
memiliki konsekuensi yang besar bagi lebih banyak negara karena impor utama China
yang berasal dari wilayah Asia Timur ini akan menurun. Dengan alasan ini, kebijakan
nilai tukar China bukan hanya relevan bagi negara-negara Barat, namun juga bagi
76
negara-negara di kawasan Asia. Hasil ini sesuai dengan kekhawatiran banyak negara
Asia yang disuarakan melalui berbagai forum internasional bahwa China harus terus
sangat hati-hati.
selisih antara simpanan domestik dan investasi, sementara surplus perdagangan secara
keseluruhan adalah sama dengan surplus simpanan domestik relatif terhadap investasi.
Selama bertahun-tahun, China merupakan negara dengan jumlah simpanan yang sangat
Serikat merupakan negara dengan tingkat simpanan yang rendah dan secara
keseluruhan mengalami defisit perdagangan. Pemakaian patok terhadap nilai tukar mata
uang dan kontrol modal oleh China merupakan salah satu kontributor terhadap tingkat
simpanannya yang besar ini, namun demikian perubahan rezim nilai tukar mata uang
China bukan berarti dapat mengeliminasi kesenjangan yang besar terkait tingkat
menjadi negara penghutang dan China akan terus menjadi negara kreditor (pemberi
pinjaman) bahkan apabila nilai RMB meningkat. Jika begitu, konsep mengenai
77
Banyak pengambil kebijakan AS menduga bahwa apabila China mengapresiasi
nilai mata uangnya secara signifikan, kondisi ekonomi AS akan membaik. Ekspor AS
ke China akan meningkat, impor dari China ke AS akan menurun, dan defisit
perdagangan AS terhadap China akan menurun dalam jangka waktu yang relatif
pendek. Sebagai contoh, C. Fred Bergsten berpendapat bahwa apabila RMB memiliki
nilai yang reflektif terhadap kondisi pasar, hal ini akan menurunkan defisit tahunan
perekonomian AS sangatlah kompleks. Hal ini dikarenakan dampak yang terjadi dapat
dibedakan ke dalam efek jangka pendek dan efek jangka panjang, dan bahwa nilai tukar
hanyalah merupakan satu dari sekian banyak faktor yang memengaruhi arus
perdagangan. Faktor-faktor lain yang juga akan memainkan peran penting akan dibahas
Sebelumnya
Untuk mengilustrasikan bahwa nilai tukar hanyalah salah satu faktor yang
menetukan arus perdagangan, dapat dilihat dari efek yang ditimbulkan oleh apreasiasi
21% RMB terhadap dolar pada bulan Juli 2005 sampai pada bukan Juli 2008 terhadap
aliran dagang AS-China. Di satu sisi, selama periode ini impor barang AS dari China
meningkat sebesar 39%, dibandingkan dengan kenaikan sebesar 92% dari tahun 2001-
2004 (ketika nilai tukar RMB ditahan pada nilai konstan). 130 Di sisi lain, ekspor barang
129 Fred Bergsten. (2010). Correcting the Chinese Exchange Rate: An Action Plan, Peterson
Institute for International Economics, Testimony before the Committee on Ways and Means,
U.S. House of Representatives. Diakses dari
http://www.iie.com/publications/testimony/bergsten20100915.pdf., tanggal 16 April 2012.
130 Bloomberg News. (2012). China Plans Lower Budget Deficit for This Year as Economic
Growth Cools. Diakses dari http://www.bloomberg.com/news/2012-03-05/china-plans-lower-
78
AS ke China pada periode 2005-2008 tidak bertumbuh secepat pada periode 2001-2004
Walaupun terjadi apreasiasi nilai tukar RMB di tahun 2005-2008, defisit neraca
RMB cenderung terlihat memiliki efek yang sangat minim terhadap keseimbangan
perdagangan antara China dan AS pada tahun 2005-2008. Pada masa ini, surplus
dagang China meningkat dari $102 triliun hingga $297 triliun, suatu peningkatan
sebesar 191%, dan surplus neraca serta akumulasi devisa China dalam periode ini
dagang) yang dapat melemahkan kekuatan pasar dan mengganggu distribusi sumber
daya yang paling efisien ini. Nilai tukar yang terpatok maupun terkontrol dimana level
naik turunya tidak sesuai dengan kondisi nyata perubahan ekonomi dipandang sebagai
suatu gangguan. Dengan demikian, dari perspektif ekonomi, mengadopsi nilai tukar
mata uang berdasarkan atas mekanisme pasar merupakan suatu solusi menang-menang
(win-win solution) baik bagi China, Amerika Serikat, maupun bagi ekonomi global
secara menyeluruh. Dalam perspektif ini, mekanisme pasar akan mengarah pada suatu
bentuk alokasi sumber daya yang efisien di kedua negara (namun bukan berarti
131 Ibid
132 Ibid
133 Ibid
79
Dari sudut pandang kebijakan, dapat dikatakan bahwa kebijakan nilai tukar
China yang sekarang menghasilkan sisi menang dan kalah di kedua negara, dengan
demikian suatu penyesuaian terhadap kebijakan ini hanya akan membentuk perubahan
menang-kalah dari sisi lain. Walaupun terdapat berbagai macam faktor yang
memengaruhi pertumbuhan ekonomi global dan aliran dagang, apreasiasi nilai mata
uang (terutama RMB) memainkan peran yang sangat signifikan dalam arus
perdagangan ini. Pertanyaan yang kemudian muncul: apa dampak yang akan
dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yakni: dampak terhadap eksportir dan
kompetitor importir AS, dampak terhadap konsumer dan beberapa produsen AS, dan
dampak terhadap debitor AS. Dampak pada kelompok pertama, ketika kebijakan nilai
tukar membuat nilai RMB menjadi lebih murah dari kondisi ketika nilainya ditentukan
oleh permintaan dan penawaran, hal ini menyebabkan ekspor China menjadi tidak
mahal dan ekspor AS ke China menjadi relatif mahal. Sebagai hasilnya, barang dan jasa
ekspor dan kegiatan produksi AS yang berkompetisi dengan impor China menurun,
sektor manufaktur. Buruh yang bekerja pada sektor manufaktur AS menurun dari 31.8% pada
tahun 1960, menjadi 22.4% di 1980, dan menjadi 13.1% di tahun 2000, dan 8.9% di tahun
permintaan agregat dalam jangka waktu pendek, hal lainnya cenderung relatif tetap
stabil seperti sedia kala. Kebijakan yang didasarkan atas mekanisme pasar dapat
134 Bureau of Labor Statistics. (2012). Workforce Statistics. United States Department of
Labor. Diakses dari http://www.bls.gov/iag/tgs/iag31-33.htm, tanggal 5 Mei 2012.
80
membangkitkan ekspor AS dan menyediakan ruang bagi perusahaan AS untuk
diukur dari seberapa banyak mereka dapat memproduksi, melainkan dari seberapa
yang lebih murah untuk impor dari China mengakibatkan penduduk AS dapat
konsumen AS.
Barang impor dari China tidak hanya terbatas dalam bentuk barang-barang
dari China untuk memproduksi barang jadi. Nilai RMB yang dimanipulasi menurunkan
biaya yang dibutuhkan untuk perusahaan ini, dengan demikian menurunkan harga jual,
meningkatkan intensitas output, dan menambah daya saing produknya pada pasar
internasional. Apresiasi nilai mata uang China dapat meningkatkan harga produk bagi
mengakibatkan semakin sedikit barang dan jasa yang dapat dibeli oleh penduduk AS.
akan menghadapi biaya produksi yang lebih tinggi, sehingga menurunkan daya saing
produk mereka.
Ketiga, nilai RMB yang dimanipulasi juga memiliki dampak bagi peminjam
dana yang sama mengalir dari China ke AS, seperti yang terlihat dari neraca
81
pembayaran AS. Hal ini timbul karena Bank Sentral China atau penduduk China
berinvestasi dalam aset AS, yang mengakibatkan lebih banyak dana investasi untuk
pabrik dan peralatan AS dibandingkan jika nilai RMB tidak termanipulasi. Investasi
modal meningkat karena permintaan yang lebih besar akan aset AS menekan nilai suku
Aliran ini kemudian mendorong kenaikan dalam belanja agregat dalam jangka
pendek. Hal ini juga meningkatkan ukuran ekonomi AS dalam jangka panjang dengan
meningkatkan modal saham. Efek yang ditimbulkan terhadap tingkat suku bunga
menjadi lebih besar pada masa pertumbuhan ekonomi yang pesat, ketika permintaan
bunga rendah akibat arus masuk modal (defisit perdagangan) dari China. Bentuk
pengeluaran rumah tangga yang sensitif bunga, seperti kebutuhan tahan lama dan
perumahan, juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi apabila modal tidak
mengalir dari China ke Amerika Serikat. Lebih lanjut, sejumlah besar aset-aset AS yang
dibeli oleh China, utamanya oleh Bank Sentral, ialah sekuritas atau surat obligasi
negara, yang membiayai defisit Negara AS. Menurut Department Keuangan AS, China
memiliki sedikitnya $1.15 triliun dalam surat obligasi AS per September 2011,
membuat China sebagai pemegang asing surat hutang terbesar sebesar 24.6% dari total
pemegang asing.135
anggaran 2008, menyebabkan peningkatan tajam dalam jumlah surat obligasi yang
135 Wayne M. Morrison dan Marc Labonte. (2011). Chinas Holdings of U.S. Securities:
Implications for the U.S. Economy. CRS Report for Congress, RL34314, 26 September. Diakses
dari http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL34314.pdf, tanggal 3 Juli 2012.
82
harus dijual. Sementara Pemerintahan Obama terus mendorong China untuk
mengapresiasi mata uangnya, Obama juga mendorong China untuk terus membeli surat
berharga AS. Beberapa analis berpendapat bahwa, meskipun apresiasi mata uang China
dapat membantu meningkatkan ekspor AS ke China, hal ini juga bisa mengurangi
kebutuhan China untuk membeli surat berharga AS, yang bisa mendorong kenaikan
suku bunga AS. Dalam skenario kasus terburuk, jika China berhenti membeli surat
berharga pada saat AS mengalami defisit anggaran yang luar biasa tinggi, hal ini dapat
Dalam jangka menengah, menurut teori ekonomi, nilai RMB yang rendah tidak
modal China. Dengan demikian, nilai RMB diharapkan tidak membawa pengaruh
pengangguran.
cenderung naik ketika pengangguran jatuh (dan ekonomi tumbuh) dan jatuh ketika
berjalan AS mencapai puncaknya pada 6,0% dari PDB pada 2006, ketika tingkat
pengangguran sebesar 4,6%, dan turun menjadi 2,7% dari PDB pada 2009, ketika
pekerjaan dan produksi yang disebabkan oleh defisit perdagangan tidak akan terdispersi
secara merata di seluruh daerah dan sektor ekonomi: secara seimbang, beberapa daerah
136 Ibid
83
akan memperoleh keuntungan sementara yang lain akan mengalami kerugian. Dan
dengan mengubah komposisi output AS ke basis modal yang lebih tinggi, ukuran
ekonomi AS akan menjadi lebih besar dalam jangka panjang sebagai akibat dari defisit
arus masuk / perdagangan modal (meskipun keuntungan dari modal asing tidak akan
mengalir ke Amerika).
output agregat AS dan kesempatan kerja dalam jangka panjang, namun terdapat
konsekuensi negatif jangka pendek. Jika output AS di sektor perdagangan jatuh lebih
cepat dari peningkatan output dari penerima modal China di AS, agregat belanja AS
dan lapangan kerja bisa menurun sementara waktu. Hal ini lebih mungkin menjadi
berada pada kondisi dimana lapangan kerja tercukupi. Jika tidak, ada kemungkinan
lain dari permintaan agregat. Defisit perdagangan AS dengan China (atau dengan pasar
Sebuah studi Yale University memperkirakan bahwa 25% dari apresiasi RMB
awalnya akan mengurangi impor AS dari China dan menyebabkan produksi dalam
negeri lebih besar di Amerika Serikat dan peningkatan ekspor ke China. Namun,
oleh penurunan pertumbuhan ekonomi China (karena penurunan ekspor), yang akan
mengurangi permintaan untuk impor, termasuk dari Amerika Serikat. Selain itu,
apresiasi RMB akan meningkatkan biaya AS untuk produk impor dari China
84
(menurunkan kekayaan riil dan upah riil), dan menyebabkan suku bunga jangka pendek
AS menjadi lebih tinggi. Akibatnya, efek akumulasi dari apresiasi RMB sebesar 25%
Analisis oleh IMF menunjukkan bahwa apresiasi mata uang saja oleh China
akan menghasilkan manfaat yang terbatas untuk ekonomi global (termasuk ekonomi
AS) kecuali apabila apreasiasi ini disertai dengan peningkatan konsumsi China dan
ekspansi sektor jasa. Diperkirakan bahwa apresiasi RMB 20% akan meningkatkan
China akan meningkatkan pertumbuhan AS lebih dari 0,15%.138 Penelitian yang sama
juga memperkirakan bahwa apresiasi RMB 20% saja bisa mengurangi pertumbuhan
ekonomi China sebesar 2,0% hingga 8,8%, sedangkan menggabungkan apresiasi RMB
hingga 1%.139
intervensi nilai mata uang China, pemerintah AS telah menyatakan posisi dan
kekhawatiran mereka sendiri terkait isu ini. Banyak pengambil kebijakan AS dan
137 Ray C. Fair. (2010). Estimated Macroeconomic Effects Of A Chinese Yuan Appreciation,
Cowles Foundation Discussion Paper 1755.
138 International Monetary Fund. (2011). Peoples Republic of China, 2011 Article IV
Consultation, hal. 36.
85
beberapa kelompok bisnis dan pekerja AS menuduh bahwa China dengan sengaja
memanipulasi nilai mata uangnya terhadap dolar AS dengan tujuan agar harga ekspor
China yang masuk ke AS menjadi lebih murah dibandingkan harga pasar sebenarnya. 140
Lebih jauh lagi, kelompok kepentingan ini berargumentasi bahwa nilai patok kurs mata
uang China dapat ditolerir hanya pada masa awal perkembangan ekonomi China. Di
masa sekarang, melihat betapa besarnya ukuran ekonomi, arus perdagangan keluar-
masuk di China, serta besaran surplus tahunan yang diperoleh China, serta dampak
yang diakibatkannya terhadap ekonomi global, kebijakan China seperti ini tidak dapat
lagi dibenarkan.
Para kritisi lebih lanjut berpendapat bahwa mata uang China yang bernilai
rendah telah menjadi faktor utama di balik defisit perdagangan AS dengan China yang
sedang berkembang, yang melonjak dari $ 10 miliar pada 1990 menjadi $ 273 miliar
pada tahun 2010, dan diproyeksikan akan mencapai sekitar $ 295 miliar pada tahun
2011. Faktor lain yang dipandang oleh beberapa sebagai bukti manipulasi mata uang
China ialah akumulasi cadangan devisa China yang, berdasarkan perhitungan akhir
tahun, tumbuh dari $403 miliar di tahun 2003 menjadi $2.85 triliun di tahun 2010, serta
surplus tahunan, yang bertumbhuh dari $46 milliyar di tahun 2003 menjadi $412 miliar
di tahun 2008, (lihat Grafik 4.3.).141 Dalam laporan tahun 2010, International Monetary
Fund (IMF) memperingatkan bahwa, dalam jangka waktu menengah, akan terdapat
141 International Monetary Fund (2010). Peoples Republic of China: 2010 Article IV
ConsulatationStaff Report. In Staff Statement; Public Information Notice on the Executive
Board Discussion, Juli 2010, hal. 1.
86
potensi pertumbuhan yang lebih besar terhadap surplus perdagangan China akibat
Laporan World Economic Outlook terbitan IMF pada bulan September 2011
memperkirakan bahwa neraca keuangan China akan meningkat dari $305 miliar di
tahun 2010 menjadi $361 miliar di tahun 2011, dan diproyeksikan menjadi $852 miliar
pada tahun 2016.143 Global Insight memprediksikan bahwa cadangan devisa China akan
142 Surplus ekonomi China dalam persentasi PDB saat ini diprediksikan oleh IMF akan meningkat dari
5,2% pada tahun 2010 menjadi 7,8% pada tahun 2016. Sumber IMF, World Economic Outlook Database,
April 2011. Diakses dari http://www.worldtradelaw.net/articles/ahnimf.pdf, tanggal 10 Maret 2012.
143 Ibid
87
meningkat mencapai besaran $4.6 trilyun pada tahun 2014, yang berarti peningkatan
dikhawatirkan merupakan salah satu output tidak langsung dari kebijakan manipulasi
mata uang China terhadap perekonomian AS. Banyak pakar ekonomi yang beranggapan
bahwa apresiasi nilai RMB akan memompa tingkat ketersediaan lapanga pekerjaan di
menurut klaim EPI juga diakibatkan oleh kebijakan mata uang China) mengakibatkan
dipecatnya 2.8 juta pekerja (69% pada sektor manufaktur) antara tahun 2001 dan
lapangan kerja bagi penduduk AS, impor AS dari China menggantikan kesempatan
penduduk AS yang berpeluang dipekerjakan dalam pembuatan produk tersebut bila tak
harus diimpor dari China.146 Hasil penelitian EPI ini, seringkali disebut-sebut sebagai
referensi oleh para anggota Senat dalam pembuatan rancangan Undang-undang S.1619
(dibahas selanjutnya).
144 IHS Global Insight, China, Interim Forecast, Juni 2011. Diakses dari
http://www.ihs.com/products/global-insight/index.aspx, tanggal 23 September 2011.
145 Economic Policy Institute. (2010). Unfair hina Trade Costs Local Jobs 2.4 Million Jobs
Lost, Thousands Displaced in Every U.S. Congressional District, Briefing Paper #260. Diakses
dari http://epi3.cdn.net/91b2eeeffce66c1a10_v5m6beqhi.pdf, tanggal 23 Maret 2012. Sebagai
catatan, beberapa analis mengkritisi metodologi yang digunakan dalam laporan ini, yang secara
langsung mengasumsikan bahwa defisit perdagangan AS (dimana impor AS lebih besar dari
ekspornya) memiliki efek langsung terhadap jumlah lapangan pekerjaan di AS.
146 Ibid.
88
Beberapa analis berpendapat bahwa kebijakan mata uang China menyebabkan
ekonomi Asia Timur lainnya melakukan intervensi di pasar mata uang dan menjaga
mata uang mereka lemah terhadap dolar sehingga mereka dapat bersaing dengan
produk asal China. Hal ini dianggap mencegah penyusutan lebih lanjut dari dolar relatif
terhadap mata uang Asia lainnya, dan dengan demikian mengurangi ekspor AS di
seluruh Asia. Berdasarkan asumsi bahwa nilai mata uang China tertahan sebesar 40%
dari nilai sebenarnya terhadap dolar dan 25% dari nilai pasar sesungguhnya, C. Fred
Bergsten dari Peterson Institute for International Economics memperkirakan nilai mata
uang China yang berdasarkan atas nilai pasar akan menyebabkan apresiasi nilai RMB
dan nilai mata uang negara Asia lainnya (atau dengan kata lain depresiasi nilai USD
terhadap kurs negara-negara Asia), yang kemudian dapat mendorong ekspor AS dan
menciptakan sekitar 600.000 hingga 1,2 juta lapangan pekerjaan di Amerika Serikat.147
Ekonom AS, Paul Krugman, berargumen bahwa nilai termanipulasi RMB telah
menjadi faktor pencegah yang signifikan terhadap proses pemulihan krisis ekonomi
penurunan angka PDB global sebesar 1,4% dan secara khusus menimbulkan kerugian
bagi negara-negara berkembang.148 Klaim mengenai dampak negatif dari nilai tukar
dengan observasi bahwa ekonomi China telah bertumbuh dengan luar biasa pesar dalam
lima tahun terakhir (PDB riil bertumbuh pada nilai rerata 10 persen dari tahun 2008-
2010 bahkan pada saat krisis ekonomi terjadi), di saat negara lainnya tengah mengalami
147 Fred Bergsten. (2010). Peterson Institute for International Economics, Testimony before
the Committee on Ways and Means, U.S. House of Representatives, March 24, 2010. Diakses
dari http://www.iie.com/publications/testimony/bergsten20100915.pdf., tanggal 16 April 2012.
148 New York Times, 14 Maret 2010 dan 31 Desember 2009. Krugman juga mengestimasikan
bahwa kebijakan mata uang China telah menyebabkan hilangnya 1,4 juta lapangan pekerjaan di
Amerika Serikat.
89
pertumbuh yang stagnan bahkan negatif. Hal ini memancing kecurigaan bahwa
kebijakan mata uang China mengandung prinsip kebijakan mengemis pada sesamamu
konsekuensi yang mengakibatkan kerugian bagi negara-negara lain) terutama pada saat
Beberapa analis lain berpendapat bahwa apresiasi nilai RMB secara signifikan
Misalnya, suatu laporan oleh Bloomberg, diperkirakan bahwa apresiasi tahunan nilai
RMB sebesar 7% terhadap dolar akan memotong separuh dari defisit perdagangan AS
dengan China di tahun 2014.150 Penelitian ini juga menunjukkan bahwa apresiasi nilai
RMB akan membawa efek domino terhadap apresiasi nilai mata uang negara-negara
Asia lainnya, yang pada gilirannya akan menurunkan secara signifikan defisit
perdagangan AS yang sebelumnya berkisar $368 miliar pada tahun 2011 menjadi $59
miliar di tahun 2014. Akibat dari faktor-faktor ini, beberapa anggota legislatif AS
negara yang telah memanipulasi nilai mata uangnya untuk memperoleh keuntungan
Tukar RRC
149 Ibid
150 Bloomberg Government. (2011). A Higher Yuan Would Half the U.S.-China Trade Deficit,
hal. 53
90
Banyak rancangan undang-undang telah diperkenalkan di Kongres selama
beberapa tahun terakhir yang ditujukan untuk mendorong China (dan negara lain)
mereformasi kebijakan mata uangnya atau untuk mengatasi efek yang dirasakan oleh
kebijakan terkait terhadap ekonomi AS. Sebagai contoh, salah satu rancangan undang-
undang yang diperkenalkan oleh Senator Schumer pada Kongres AS ke-108 (S. 1586).
produk impor China kecuali apabila China memutuskan untuk mengapresiasi nilai tukar
subsidi) AS untuk mengatasi efek dari manipulasi nilai mata uang China. Usulan ini
meliputi langkah dimana produk kebijakan nilai mata uang China dianggap sebagai
yang disertakan dalam penentuan anti-dumping. Pasca diberlakukan, usulan ini akan
perpajakan anti-dumping.
Salah satu pertentangan paling sengit terkait usulan peraturan ini adalah apakah
bahwa WTO memungkinkan negara (dalam kondisi tertentu) negara anggotanya untuk
mereka berpendapat bahwa kebijakan manipulasi nilai mata uang China dapat dijadikan
sehingga akan konsisten dengan aturan WTO. Kritik terhadap usulan ini menegasikan
151 Sandar Levin dan Sherrod Brown. (2011). Currency Reform for Fair Trade Act. Diakses dari
http://waysandmeans.house.gov/media/pdf/111/hr2378_one-pager.pdf, tanggal 15 April 2012.
91
pernyataan tersebut dengan argumen bahwa aturan WTO tidak secara spesifik
menyertakan manipulasi mata uang sebagai faktor yang dapat digunakan untuk
jika diberlakukan, dapat ditantang oleh China (dan mungkin oleh anggota WTO
negara manapun yang memanipulasi nilai mata uangnya sejak tahun 1994. Beberapa
kebijakan manipulasi nilai mata uang (berdasarkan kriteria tertentu), terlepas dari
tindakan (beberapa diantaranya bersifat hukuman) yang akan diambil oleh Amerika
Beberapa pendukung dari legislasi yang ditujukan untuk China berharap bahwa
dengan adanya tindakan nyata ini akan mendorong China untuk mengapresiasi kursnya
dengan lebih cepat. Kritik dari rancangan undang-undang ini berpendapat bahwa
tindakan AS dapat menimbulkan kebencian dari pihak China dan membuat kebijakan
apresiasi menjadi lebih lama. Kekhawatiran lainnya berupa ketakutan bahwa China
membalas kembali kebijakan ini dengan melakukan pelarangan yang sama terhadap
92
1. Legislasi Kongres Amerika ke-112
Hingga pada akhir tahun 2011, telah terdapat 5 rancangan undang-undang yang
telah diperkenalkan dalam Kongres AS ke-112, yakni H.R. 639, S. 328, S. 1130, S.
1238, S. 1619 (yang berhasil disahkan oleh Senat pada bulan Oktober 2011).153 Berikut
Reformasi Kurs untuk Perdagangan yang Adil (Currency Reform for Fair Trade Act),
identik dengan rancangan H.R. 2378 yang disahkan oleh DPR AS dalam Kongres ke-
mengenai hukum bea cukai (terkait subsidi ekspor pemerintah asing) yang
manipulasi nilai tukar mata uang sebagai suatu bentuk subsidi yang perlu diberikan
penanganan khusus.155
termanipulasi secara signifikan dianggap oleh Badan Perdagangan sebagai suatu bentuk
keuntungan yang diraih oleh pemerintah asing melalui ekspornya. Lebih lanjut, RUU
ini juga ingin mengklarifikasi bahwa bentuk subsidi (termasuk di dalamnya yang
154 Ibid.
93
perusahaan non-ekspor (selain perusahaan ekspor itu sendiri). Dengan alasan itu saja,
bukan berarti bahwa kebijakan manipulasi mata uang bukanlah merupakan bentuk
subsidi yang tidak perlu ditangani di dalam undang-undang bea cukai. Dengan kata
lain, interpretasi intervensi nilai tukar mata uang dapat dilakukan dengan melihat
Monetary Fund (IMF) dalam memperkirakan besaran manipulasi nilai suatu mata uang.
nilai mata uang ini untuk pengukuran dalam undang-undang bea cukai termasuk, antara
lain:
(1) intervensi mata uang besar-besaran pada pasar kurs dalam jangka waktu
yang lama;
(2) kisaran besaran intervensi nilai tukar mata uang sebesar 5%; dan
iii. Nilai impor negara yang bersangkutan dalam kurun waktu 4 bulan
terakhir.156
dalam bentuk manipulasi nilai tukar mata uang asing dengan tujuan untuk mengenakan
pajak tambahan, yang kemudian didefinisikan sebagai selisih antara nilai tukar riil dan
94
lebih lanjut, mengarahkan Badan Perdagangan untuk menggunakan rerata sederhana
dalam metodologi yang digunakan IMF dalam penentuan nilai tukar. Jika data yang
diperlukan ini tidak dapat diperoleh dari IMF, Badan Perdagangan akan diperbolehkan
1.2. S. 1619
Mata Uang (Currency Exchange Rate Oversight Reform Act) tahun 2011, yang
diperkenalkan pada tanggal 22 September 2011, dan diloloskan oleh Senat pada tanggal
11 Oktober 2011. RUU ini menyediakan sistem untuk identifikasi mata uang
laporan untuk Kongres sebanyak dua kali dalam setahun terkait kebijakan moneter
internasional dan nilai tukar mata uang, sebagai tambahan dari beberapa ketentuan yang
telah ada dalam UU yang telah berlaku.157 Laporan ini meliputi, antara lain sebagai
berikut:
(1) Deskripsi bentuk intervensi mata uang yang dilakukan baik oleh AS sendiri
maupun oleh negara-negara partner dagang AS, atau bentuk tindakan lain
yang dilakukan untuk menyesuaikan nilai tukar mata uang negara lain
(2) Evaluasi faktor-faktor global dan domestik yang menjadi dasar kondisi
pasar kurs;
157 Sherrod Brown. (2011). 3004 of Omnibus Trade and Competitiveness Act of 1988 (22
U.S.C 5305). Diakses dari
http://www.usitc.gov/publications/docs/tata/hts/bychapter/1000htsa.pdf, tanggal 17 Maret 2012.
95
(3) Terkait dengan negara-negara yang menjadi partner dagang AS maupun
(4) Suatu daftar nilai mata uang yang menjadi fokus perhatian utama (priority
action);
(5) Suatu identifikasi akan nilai nominal nilai tukar equilibrium jangka
menengah relatif terhadap dolar bagi tiap-tiap mata uang yang berada dalam
(6) Suatu deskripsi dari setiap konsultasi, termasuk tindakan yang diambil
(1) Terlibat dalam intervensi pasar mata uang secara besar-besaran, terkhusus
neraca pembayaran) terhadap arus modal masuk dan keluar, yang tidak
menyeluruh; dan
158 Ibid
96
(4) Memberlakukan bentuk-bentuk kebijakan atau tindakan lain yang dianggap
Apabila suatu negara tergolong ke dalam daftar perhatian utama ini tidak
melakukan tindakan untuk memperbaiki kondisi kebijakan manipulasi nilai tukar mata
uangnya terhadap dolar Amerika Serikat dalam kurun waktu 90 hari, tindakan-tindakan
(2) Presiden diharapkan untuk melarang pembelian barang maupun jasa oleh
Ketentuan ini tidak akan memengaruhi China karena OPIC sendiri sudah
159 Ibid
97
(4) Direktur Eksekutif AS pada bank multilateral akan diarahkan untuk
(5) Amerika Serikat akan meminta kepada IMF untuk memberikan konsultasi
Jika negara yang berada pada daftar perhatian utama gagal untuk mengambil
langkah yang diharapkan dalam mengurangi intervensi selang 360 hari setelah
lanjuti:
bentuk kebijakan intervensi nilai mata uang perlu ditanggapi, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dengan tanggapan pada bentuk subsidi countervailing apabila
suatu petisi diajukan oleh pihak terkait dan disertai dengan informasi yang mendukung
160 Ibid
161 Ibid
98
tuduhan terkait. RUU ini juga akan mengklarifikasi, fakta terkait subsidi yang
berhubungan intervensi nilai mata uang, fakta bahwa suatu subsidi (yakni nilai mata
uang termanipulasi) juga dapat menguntungkan perusahaan dari sektor non-ekspor, dan
karena alasan ini saja, berarti bahwa subsidi ini tidak dapat dianggap memiliki kaitan
terhadap negara dalam daftar prioritas utama dan proses dimana Kongres dapat tidak
menyutujui pengecualian ini. S. 1619 juga akan menambah ketentuan terhadap hukum
memasukkan negara dalam daftar perhatian utama sebagai salah satu faktor untuk
perubahan terkait ekonomi negara berbasis non-pasar menjadi ekonomi negara berbasis
pasar.
Untuk tujuan mengukur keuntungan yang diperoleh dari intervensi nilai tukar
mata uang dalam kasus bea cukai pada umumnya, pihak Perdagangan akan diarahkan
untuk membandingkan rerata sederhana dari tingkat nilai tukar nyata dari penerapan
terhadap nilai tukar sehari-hari yang resmi. Metode ini akan berdasarkan pada data IMF
dan Bank Dunia, jika tersedia, atau pada organisasi internasional dan pemerintah
lainnya jika data yang dibutuhkan tidak tersedia. Untuk kasus yang melibatkan negara
dengan manipulasi nilai mata uang dalam daftar perhatian khusus, S. 1619 akan
dari manipulasi nilai mata uang dengan membandingkan nilai nominal diasosiaikan
dengan sistem nilai tukar seimbang dari mata uang negara eksportir terhadap nilai tukar
99
Untuk tujuan kasus pajak anti-dumping bagi negara di dalam daftar perhatian
harga sesuai dengan harga ekspor atau harga ekspor nyata untuk merefleksikan besaran
manipulasi nilai mata uang negara eksportir. Manipulasi mata uang didefinisikan
sebagai suatu pengurngan nilai mata uang secara signifikan dan berkelanjutan dari nilai
mata uang efektif riil yang sebenarnya, disesuaikan dengan faktor-faktor transisi dan
berulang, dari nilai seimbang jangka menengahnya. Istilah manipulasi mata uang dan
ukuran manipulasi ini dalam H.R. 639/S. 328 dam S. 1619 nampaknya dirancang
sebagian besar dari Keputusan atas Pengawasan Bilateral Kebijakan Anggota (Decision
1.3. S. 1130
manipulasi nilai tukar mata uang sebagai subsidi yang dapat ditindaklanjuti di bawah
undang-undang bea cukai AS. Manipulasi nilai tukar mata uang dideginisikan sebagai
intervensi besar-besaran dalam kurun waktu yang panjang untuk mengurangi nilai mata
uang suatu negara di pasar pertukaran. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
1.4. S. 1238
memperluas status hubungan dagang permanen terhadap negara lain; Presiden harus
162 Senator John Rockefeller, Press Release, 21 Juni 2011. Diakses dari
http://www.whitehouse.gov/briefing-room/press-briefings, tanggal 17 Maret 2012.
100
sebagai partner dagang namun dalam kurun 10 tahun setelah pengakuan tetap
melakukan intervensi nilai mata uang dengan tujuan memperoleh keuntungan dari
partner dagangnya melalui pasar internasional. Sebagai tambahan, Senat akan menahan
dikeluarkan oleh anggota senat siapapun dan tidak disertai dengan persetujuan
Presiden.
memberikan insentif bagi negara-negara lain agar tetap mampu bersaing dengan produk
ekspor China dengan harga yang rendah. Rancangan undang-undang ini, seperti yang
dikutip melalui pernyataan Senator Olympia, intended to send the message that a key
precondition to entering into any trade agreement with the U.S. should be the clear
demikian, seluruh barang impor yang masuk ke dalam Amerika Serikat hanyalah
barang yang bebas dari segala bentuk intervensi dan manipulasi nilai tukar mata uang.
Presiden Obama menyatakan pada bulan Februari 2010 bahwa nilai mata uang
sebagai salah satu prioritas kebijakan moneternya. 164 Dalam suatu konferensi berita
pada bulan November 2011, Obama juga menyatakan bahwa China perlu untuk
meneruskan inisiatif untuk bergerak ke arah sistem dimana nilai mata uangnya
163 Senator Olympia Snowe, Press Release, 21 Juni 2011. Diakses dari
http://www.whitehouse.gov/briefing-room/press-briefings, tanggal 17 Maret 2012.
164 The White House, Remarks by the President at the Senate Democratic Policy Committee
Issues Conference, 3 Februari 2010. Diakses dari http://www.whitehouse.gov/briefing-
room/statements-and-releases, tanggal 17 Maret 2012.
101
ditentukan berdasarkan kondisi pasar dan bahwa AS dan negara-negara lain merasa
moneter China sepanjang proposal legislasi yang diajukan tidak bertentangan dengan
baik secara bilateral maupun multilateral terkait isu manipulasi ini. Pemerintah
menolak RUU DPR yang disahkan H.R. 2378 dalam Kongres ke-111. Pada masa
pertimbangan RUU S. 1619 oleh Senat pada bulan Oktober 2011, salah seorang
legislasi yang sedang dibahas dalam mengambil tindakan untuk memastikan bahwa
pekerja dan perusahaan AS bersaing secara adil dengan China, termasuk terkait
manipulasi nilai mata uang China, isu yang telah kami bicarakan, serta Sekretaris
Geithner dan lainnya telah bicarakan sebelumnya. Aspek-aspek dalam legislasi, seperti
berada dalam proses mendiskusikannya dengan Kongres. Apabila RUU ini disahkan,
China terkait isu ini melalui Dialog Ekonomi dan Strategis (Strategic & Economic
165 The White House, News Conference by President Obama, 14 November 2011. Diakses
dari http://www.whitehouse.gov/briefing-room/statements-and-releases, tanggal 17 Maret 2012.
166 The White House, Press Briefing by Press Secretary Jay Carney, 12 Oktober 2011.
Diakses dari http://www.whitehouse.gov/briefing-room/press-briefings, tanggal 17 Maret 2012.
102
Commerce and Trade (JCCT)).167 Pada akhir sesi S&ED pada bulan Mei 2011,
Sekretaris Keuangan Tim Geithner menyatakan: Kami berharap bahwa China bergerak
ke arah dimana nilai tukar mata uangnya diapresiasikan secara meluas terhadap nilai
mata uang partner dagangnya. Dan penyesuaian ini, tentunya, sangat kritis bukan hanya
bagi upaya China yang sedang berlangsung melainkan juga untuk menahan tekanan
inflasi dan untuk mengatur risiko yang dibawa oleh arus modal masuk terhadap pasar
aset dan kredit, serta untuk mendorong pergesaran besar ini terhadap suatu strategi
Group of 20 (G-20) negara-negara ekonomi maju dan berkembang serta IMF, sebagai
cara untuk mendorong kerjasama internasional terkait neraca eksternal dan kebijakan
nilai tukar dan untuk membawa lebih banyak tekanan terhadap China untuk
mengapresiasi mata uangnya. Sebagai contoh, pada tanggal 20 Oktober 2010 Sekretaris
menteri keuangan dan gubernur bank sentral pada tanggal 23 Oktober 2010. Proposal
defisit) dibawah porsi khusus dari PDBnya dalam beberapa tahun ke depan.
167 Isu nilai tukar mata uang China juga merupakan salah satu topic utama dalam China-AS
Strategic Economic Dialogue (SED) yang dimulai sejak pemerintahan Bush tahun 2006.
168 U.S. Department of State, Joint Closing Remarks for the Strategic and Economic
Dialogue, 10 Mei 2011, diakses dari http://www.state.gov/secretary/rm/2011/05/162969.htm
tanggal 26 September 2011.
169 United States Department of Treasury. (2010). Dear G-20 Colleagues Letter, 20 Oktober.
Diakses dari
http://www.thechicagocouncil.org/UserFiles/File/GlobalAgDevelopment/Newsletter/Letter
%20to%20G20%20Food%20Security%20October%2018.pdf, tanggal 17 Maret 2012.
103
(2) Negara-negara G-20 harus berkomitmen untuk tidak melakukan kebijakan
cara melemahkan nilai mata uang sendiri atau dengan mencegah apresiasi
mata uang yang dimanipulasi (dengan jumlah devisa yang cukup) perlu
(3) G-20 perlu menyerukan agar IMF mengambil peran khusus dalam
Banyak pakar ekonomi AS berpendapat bahwa nilai mata uang China yang
keseimbangan makroekonomi global. Bagian akhir skripsi ini akan memaparkan analisa
mengenai opsi kebijakan yang tersedia bagi AS; dimana kebijakan melalui jalur
multilateral dianggap berjalan lebih lamban, namun opsi ini memiliki kecenderungan
yang lebih minim dalam memprovokasi repson politik yang negatif. Namun demikian,
hal pertama yang perlu dilakukan oleh AS ialah menentukan prinsip yang kuat dalam
mengambil sikap.
104
Dalam dinamika politik Amerika Serikiat yang semakin memanas terkait
kebijakan nilai mata uang China, terdapat berbagai macam desakan agar AS segera
kebijakan respon untuk China, harus dipertimbangkan terlebih dahulu tindakan seperti
apa yang AS inginkan agar dilakukan oleh China. AS harus dengan hati-hati melihat
dampak yang akan ditimbulkan oleh kebijakan tertentu dan bagaiman reaksi balik
Terdapat suatu opini publik yang kuat di AS bahwa nilai tukar mata uang China
telah secara signifikan membawa kerugian bagi kestabilan situasi ekonomi global. Bagi
mereka yang percaya akan pandangan ini, mereka beranggapan bahwa nilai patok mata
uang yang diberlakukan China tidak dapat ditolerir. Lalu, kebijakan seperti apa yang
dapat diterima oleh AS? Dan bagaimana seharusnya sikap terbaik AS dalam
besaran rata-rata 6% setiap tahun. Kebijakan seperti ini mungkin tidak akan memiliki
dampak yang signifikan terhadap AS dalam jangka waktu menengah. Dengan merujuk
pada sejarah, kebijakan apresiasi sejarah justru mendorong pertumbuhan surplus dan
Namun dengan besaran total nilai RMB yang dimanipulasi berkisar antara 25% sampai
40%, apreasiasi besar-besaran seperti ini akan menimbulkan ancaman pergeseran dalam
perekonomian China, yang kemudian akan lepas kendali nantinya.170 Lebih lanjut,
170 Wayne M. Morisson dan Marc Labonte. (2011). op. cit. hal. 6.
105
kebijakan ekstrim seperti ini tidak akan menstimulasi konsumsi China, setidaknya
mengenai seberapa cepat China harus mengapresiasi nilai dolar dengan membiarkannya
mengambang sesuai dengan situasi pasar sekarang. Hal ini dapat membuka kesempatan
dimana RMB dapat diperjual belikan secara lebih bebas. Namun demikian, hal ini juga
terhadap China dan belum begitu pasti bahwa nilai mata uang China akan tetap
terapresiasi sesuai dengan harapan melalui metode seperti ini. Apabila nasabah China
bebas memutuskan dimana mereka ingin menyimpan uangnya di mana pun di dunia ini,
akan terdapat arus modal keluar RMB secara besar-besaran terhadap mata uang lain
antara tindakan China yang seperti apa yang dapat diterima dan tidak dapat diterima.
Pada saat AS menempatkan dirinya pada posisi sebagai pihak yang mengeluarkan
dengan harapan dan yang tidak. Apakah 1% tingkat apresiasi tahunan cukup?
sikap China ditentukan dari persentasi apreasiasi nilai tukar mata uangnya? Tidak ada
Tanpa suatu basis prinsip sikap, kebijakan AS akan terlihat semena-mena saja.
Dengan tidak adanya tolak ukur standar respon yang jelas, pendekatan yang paling
masuk akal saat ini ialah bekerja sama dengan negara lain dengan posisi yang sama
106
bagi para politisi China untuk menjadikan dua hal berikut sebagai sumber legitimasi
kebijakan: kinerja ekonomi dan nasionalisme (Shirk 2007).171 Pemerintah China harus
mengendalikan situasi yang sulit antara inflasi yang timbul akibat adanya kelebihan
suplai uang dalam negeri dan pengagguran yang dapat timbul dari kebijakan apresiasi
mata uang. Posisi China yang cenderung menunda-nunda dalam menentukan sikap
membuat pilihan antara kedua opsi ini menjadi semakin sulit untuk diambil.
nyata dan seingkali dihubungkan dengan trauma masa lalu dalam sejarah China.
Trauma ini memang nyata dan spesifik, seperti perang antara China dan Jepang, atau
berhubungan dengan masa-masa suram bagi ekonomi China yang ditandai dengan
istilah abad memalukan - century of humiliation" yang terjadi pada masa perang
opium di pertengahan abad ke-19. Masa-masa dikenal sebagai masa awal upaya
Implikasi praktis dari nasionalisme China dalam konteks ini adalah bahwa
Pejabat pemerintah dapat merasa dibatasi dalam tindakan mereka dan mungkin hal ini
keberhasilan ekonomi China tahun terakhir yang membuat pemimpin China menjadi
persaingan politik dalam negeri membuat pemerintah berupaya sekeras mungkin agar
171 Susan Shirk. (2007). Fragile Superpower: How Chinas Internal Politics Could Derail Its
Peaceful Rise. Oxford: Oxford University Press.
172 Michael Wines. (2010). China Blames US for Strained Relations. New York Times, 7Maret.
107
Dalam konteks apresiasi mata uang China, pemimpin China kemungkinan akan
mempertimbangkan tidak hanya implikasi ekonomi namun juga dampak politik dalam
negeri apabila pemerintah China tunduk terhadap ancaman atau tuntutan asing. Dari
perspektif kepemimpinan itu, hasil terburuk yang mungkin akan menjadi konsesi
akibat tunduk terhadap tekanan Barat. Hal ini cukup dipahami, terutama karena
Sampai pada masa ini, dua gelombang pemerintahan terakhir telah berupaya
untuk merumuskan strategi diplomasi diam yang memiliki catatan kesuksesan yang
tidak selalu berhasil. China terpaksa mengapresiasi nilai mata uangnya sebesar 20%
pada tahun 2005-2008. Di luar periode ini, namun demikian, nilai RMB tetap konstan
besar, yakni pendekatan unilateral dan multilateral. Pendekatan ini bukan berdasarkan
atas otoritas mana yang akan mengajukan komplain terhadap China, namun semata-
mata berdasarkan kondisi apakah AS perlu melakukan tekanan sendiri atau bersama-
sama dengan negara lain. Ketika AS melakukan tekanan ini sendiri, kemungkinan
respon balasan politik dari pemerintah China cenderung bersifat negatif, demikian
sebaliknya.
173 Wayne M. Morrison dan Marc Labonte. (2009). op. cit. hal. 11.
108
Kementerian Keuangan menunda keputusan mengenai apakah China telah
memanipulasi nilai mata uangnya, namun pada akhirnya harus mengambil keputusan
terkait. Memberikan label yang bersifat peyoratif kepada China akan membuat kondisi
politik yang semakin sulit bagi China untuk memaksa mengubah kebijakannya. Namun
konsekuensi secara ekonomi bagi China bila perubahan substansial memang sangat
diperlukan.
Salah satu ide yang paling terkemuka berkenaan dengan tindakan yang dapat
diambil oleh AS ialah dengan memperlakukan manipulasi nilai mata uang China
sebagai tindakan subsidi perdagangan yang perlu ditindaklanjuti. Akan tetapi, terdapat
tiga masalah dengan pendekatan ini. Pertama, kasus pemberlakuan bea cukai subsidi
pedagangan memiliki cakupan yang sempit dan sulit untuk disimpulkan. Hal ini
membatasi dampak ekonomi yang diharapkan baik terhadap China maupun terhadap
Kedua, cukup diragukan bahwa kebijakan ini sejalan dengan ketentuan WTO.
Gary Hufbauer dari Peterson Institute berpendapat bahwa bea cukai subsidi
perdagangan berlaku umum, dan bukan khusus ditujukan kepada industri tertentu, dan
belum ada kasus pendahulu dimana kebijakan ini dianggap sebagai pemberian
109
akan mengusik China namun tidak akan cukup kuat dalam memberikan alasan bagi
Ide opsi kebijakan ketiga ialah dengan menggugat kasus China sebagai bentuk
pelanggaran ketentuan dalam pasal XV WTO.175 Pasal ini menyebutkan, seperti berikut:
yang dibangun dalam perjanjian ini." Apabila panel tim penyelesaian masalah WTO
terhadap produk China apabila China menolak untuk mengubah kebijakannya. Akan
tetapi, juga terdapat dua permasalahan utama dengan pendekatan ini. Pertama, upaya
penyelesaian sengketa dagang oleh WTO dapat memakan waktu selama bertahun-
tahun; dengan demikian hasil yang diinginkan tidak akan didapatkan dalam waktu
dekat ini.
menginterpretasi Pasal XV WTO, juga tidak terdapat bahasa negosiasi maupun panduan
yang akan dijadikan acuan oleh panel penyelesaian sengketa dagang WTO dalam
dagang AS mungkin tidak akan mengabulkan gugatan AS, atau mengabulkannya atas
174 Gary Hufbauer. (2007). The US Congress and the Chinese Yuan. Paper presented at the conference
on Chinas Exchange Rate Policy, Peterson Institute for International Economics, Washington DC, 19
Oktober.
175 International Monetary Fund. (2006). Agreement Between the International Monetary
Fund and the World Trade Organization. Diakses dari
http://www.worldtradelaw.net/articles/ahnimf.pdf, tanggal 10 Maret 2012.
110
dasar prinsip-prinsip yang kabur. Walaupun AS seringkali menentang tindakan
keputusan panel WTO atas prinsip demikian, keputusan panel yang mendukung
Tindakan unilateral paling tegas yang dapat diambil oleh AS ialah dengan
menggunakan tarif lintas sektor yang baru-baru ini sering diadvokasikan oleh Paul
kerugian ekonomi langsung bagi China, namun di saat yang bersamaan akan
untuk menurut terhadap tuntutan negara-negara barat. Akan tetapi, dengan terang-
kerusakan permanen pada sistem berbasis ekonomi multilateral. Ini bisa menjadi
bencana bagi ekonomi AS yang terintegrasi ke dalam ekonomi dunia dan cenderung
menjadi lebih bergantung pada ekspor untuk pertumbuhannya. Selain itu gangguan
dalam kerja sama dan hubungan akan tidak akan terbatas hanya pada batas-batas sempit
konsekuensi jangka panjang ini selama bahwa tarif sepihak dapat segera membantu
mencapai tujuan jangka pendek AS terlepas dari keinginan China untuk turut
bilateral demikian dapat segera dielakkan oleh penataan kembali arus perdagangan
176 Paul Krugman. (2010). Capital Export, Elasticity Pessimism, and the Renminbi (Wonkish),
The Conscience of a Liberal. New York Times, 16 Maret.
111
dunia, secara efektif membalikkan pergeseran pola perdagangan yang mengiringi
Bagi banyak produsen barang China dengan harga yang sangat murah, pesaing
negara-negara berkembang. Meskipun jika AS ingin masuk dalam jalur bisnis dimana
Dengan demikian, hanya ada sedikit peluang dimana keuntungan jangka pendek dapat
tak terhindarkan akan selalu menyertainya dan oleh sulitnya menetapkan aturan global
tanpa sebuah konsensus yang lebih luas, terutama dengan tidak adanya jawaban teknis
yang jelas.
demikian, perlu diketahui opsi-opsi apa saja yang dimiliki oleh dalam jalur
aturan baru dan lebih jelas di bawah WTO mengenai sikap terhadap penentuan nilai
tukar mata uang.177 Yurisdiksi dari WTO ialah untuk memberikan pengawasan dan
177 Aaditya Mattoo dan Arvind Subramanian. (2008). Currency Undervaluation and Sovereign
Wealth Funds: A New Role for the World Trade Organization. Peterson Institute Working Paper
WP 08-2, January.
112
memberlakukan ketentuan segala hal yang berkaitan dengan kegiatan perdagangan
antar negara, maupun hal-hal yang dapat berpotensi menghambat kegiatan perdagangan
sekretariat WTO terkait kasus manipulasi keuangan, namun demikian WTO dapat
kendala. Ada pun segala bentuk perubahan peraturan atau pemberlakuan peraturan
baru, memerlukan konsensus dari seluruh anggota WTO, termasuk China sendiri.
Direktur Manager IMF telah menyatakan pandangan IMF bahwa nilai tukar
RMB memang mengalami ketidaksesuaian harga (Wall Street Journal 2010). 179
Manipulasi nilai tukar merupakan subyek dimana IMF memiliki keahlian dan
pengetahuan yang cukup dan sesuai dengan mandat pendirian perjanjian dan penetapan
terkait. Tapi daya kerja IMF untuk memberlakukan suatu tindakan pada negara anggota
umumnya terbatas pada kondisi persyaratan pinjaman. Ini hanya bekerja jika negara
berusaha untuk meminjam dan memiliki relevansi ketika negara seperti China terlibat
akan menjadi lembaga yang tepat di mana untuk menetapkan norma-norma baru untuk
178 Ibid
113
perilaku keuangan internasional, jika kesepakatan tentang norma-norma ini dapat
terbangun.
G20. Sementara G20 menawarkan legitimasi yang lebih tinggi dengan memasukkan
negara-negara seperti Brazil, China, dan India, tentu membuat konsensus lebih sulit
Tak satu pun dari pendekatan multilateral menawarkan jalan pintas yang cepat
pendekatan multilateral bisa membuat kondisi secara politis menjadi lebih mudah bagi
dan menunggu ruang bagi tekanan domestik China sendiri untuk pemberlakuan
harapan ini tercapai dan China dengan cepat melonggarkan patokan nilai mata uangnya,
114
tekanan internasional diharapkan terus berkurang. Jika China melakukan tindakan
penundaan lebih lanjut, seruan keras akan kembali disuarakan dengan tekanan yang
lebih besar.
Inisiatif untuk peningkatan substansial dalam nilai renminbi demikian jelas dan
untuk segera memperbaharui apresiasi bertahap nilai tukar RMB seperti pada
pertengahan tahun 2005 sampai pertengahan 2008 (5% sampai 7% per tahun) atau
bahkan akan melakukan (5% sampai 10%) revaluasi sekali secara cukup dramatis
(dengan atau tanpa upaya melanjutkannya secara lebih perlahan sesudahnya). 180 Di sisi
lain, Perdana Menteri Wen Jiabao baru-baru ini membantah bahwa renminbi mereka
kurang terapresiasi sama sekali dan menuduh negara-negara lain berusaha untuk
memperluas ekspor dan menciptakan lapangan kerja secara tidak adil melalui depresiasi
Sayangnya, dua strategi yang lebih disukai untuk mendorong tindakan China -
rekam keberhasilan yang belum cukup memuaskan. Kedua upaya harus terus berlanjut,
bagaimanapun, dan ini sangat penting bahwa setiap inisiatif desakan terhadap China
dilakukan secara multilateral. China jauh lebih mungkin untuk merespon secara positif
terhadap suatu koalisi multilateral dibandingkan terhadap tekanan bilateral dari AS,
terutama jika koalisi tersebut berisi sejumlah pasar berkembang dan negara
berkembang dimana China senantiasa mengklaim sebagai pemimpin. Selain itu, upaya
multilateral yang tersedia harus lebih dioptimalkan lagi dan ini secara khusus menjadi
180 Ibid
115
sangat penting bagi AS untuk mengupayakan segala bentuk pendekatan multilateral
terlebih dahulu sebelum berpikir untuk mengambil langkah-langkah sepihak yang lebih
tegas.
Sebagian besar kesalahan atas kegagalan kebijakan sampai saat ini jatuh pada
Pemerintah AS, yang belum bersedia untuk memberi label China sebagai manipulator
mata uang yang telah begitu jelas berlangsung selama beberapa tahun. Keengganan AS
melawan China di IMF, WTO, G20, atau di tempat lain. Sebuah strategi yang masuk
akal dan efektif harus dimulai dengan membalikkan posisi tidak berdaya ini.
lapis untuk mendorong apreasiasi substansial yang lebih cepat dari nilai RMB:
(1) Memberikan label China sebagai negara "manipulator nilai mata uang"
China dalam penerapan apreasiasi nilai mata uangnya dan perbaikan situasi
116
membuahkan hasil, AS perlu meminta Badan Eksekutif IMF untuk
China.181
haknya untuk meminta WTO menyusun suatu badan koalisi yang berfungsi
Suatu inisiatif dengan tiga lapisan kebijakan ini akan memfokuskan perhatian
dunia global terhadap ketidaksesuain nilai mata uang China dan keengganannya dalam
mengambil tindakan untuk memperbaikinya hingga sampai pada masa ini. Upaya ini
akan membuahkan hasil yang optimum apabila dilakukan secara simultan oleh negara-
negara yang memiliki kepentingan serupa, karena besaran ekonomi dan bagiannya
dalam ekonomi global yang serupa, baik itu negara berkembang maupun negara maju
seperti Eropa dan negara berpendapatan tinggi lainnya. Negara-negara Asia, seperti
Jepang dan India juga mengalami hantaman yang kuat akibat ketidaksesuaian nilai mata
uang China ini, juga diharapkan untuk turut serta menyuarakan desakan yang sama
117
Tujuan dari desakan ini tentu saja untuk membujuk China ke dalam tindakan
korektif. Sayangnya, IMF tidak memiliki sanksi yang dapat digunakan terhadap tindak
penyimpangan seperti ini (kecuali dalam bentuk prasyarat pinjaman, seperti austerity
measures yang diberlakukan pada Italia). Oleh karena itu WTO, yang dapat
dilibatkan. Sayangnya, ada masalah teknis dan hukum dengan aturan WTO (seperti
aturan IMF) sehingga aturan dasar WTO juga mungkin perlu diubah untuk tujuan masa
depan.
penurunan nilai dari RMB merupakan sebuah bentuk subsidi ekspor dalam menentukan
apakah akan menerapkan bea masuk countervailing terhadap impor dari China.
membuat jelas bahwa penentuan tersebut telah sesuai dengan hukum. Dalam kedua
kasus, China bisa mengajukan banding ke WTO dan AS harus membela tindakannya
atau sektor khusus dari impor China bukanlah suatu langkah yang akan membuahkan
hasil yang diinginkan, karena sifatnya yang hanya akan mengaburkan penyimpangan
kebijakan China. Kebijakan ini hanya akan berlaku pada sektor maupun produk spesifik
dan tidak akan memengaruhi ekonomi secara menyuruh namun justru akan
menimbulkan implikasi politik yang buruk. Seperti yang telah dianalisa sebelumnya,
segala sektor ekspor dan bentuk tarif ke segala sektor impor. Dengan demikian,
118
diperlukan respon yang komprehensif pula melalui malalui pengaturan rezim nilai tukar
itu sendiri. Kombinasi upaya AS yang mencakup upaya unilateral dalam pelabelan
negara manipulator mata uang, serta upaya multilateral melalui IMF dan WTO
nampaknya akan menjadi solusi serta strategi ekonomi politik internasional yang paling
119
BAB V
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya,
sektor pertanian. Perkembangan ekonomi China ini juga berkaitan sangat erat
dengan aspek sosial serta politik dalam negeri. Dalam aspek sosial, kegagalan
kebijakannya yang ekstrim, terlepas dari tekanan luar negeri yang terus
Kebijakan intervensi mata uang China diduga telah menjadi salah satu penyebab
120
Ketidaksesuaian nilai mata uang China juga diduga mendorong negara-negara
perubahan kebijakan mata uang China tidak akan membawa pengaruh positif
yang berbasis komponen import China serta menekan daya beli masyarakat AS.
3. Pemerintah China beberapa kali telah mereformasi rezim mata uangnya dan
tingkat apresiasi ini, oleh beberapa pihak, dianggap terlalu lambat dan belum
sesuai dengan refleksi nilai RMB riil dalam pasar bebas. Sejauh ini, belum ada
negara dengan kebijakan intervensi mata uang. Upaya lain juga secara
WTO dan IMF untuk mengambil tindakan tegas terhadap China. Akan tetapi,
121
B. Saran-Saran
sangat riskan bagi AS apabila China merespon balik kebijakan ini secara negatif.
2. Berbagai opsi alternatif kebijakan mulatilateral dapat menjadi pilihan yang lebih
seperti adjudikasi melalui IMF dan WTO dapat menciptakan desakan secara
kolektif bagi China untuk menyesuaikan nilai mata uangnya, tanpa harus
China, sudah saatnya China untuk lebih terbuka dalam mengatur nilai mata
uangnya agar lebih reflektif terhadap kondisi pasar yang sebenarnya. Peran
diambil oleh China. Akan tetapi, perubahan nilai mata uang yang drastis juga
122
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Cooley, John. (2008). Currency Wars: How Forged Money is the New Weapon of Mass
Destruction. New York: Skyhorse Publishing.
Dharmawan, Bagus. (ed.). (2006). Cermin dari China: Geliat Sang Naga di Era
Globalisasi. Jakarta: Kompas.
Friedman, Michael Jay (ed.) (2009). Outline of the U.S. Economy. Washington: Bureau
of International Information Programs United States
Department of State.
Goldstein, Morris dan Nicholas Lardy. (2009). The Future of Chinas Exchange Rate
Policy. Washington DC: Peterson Institute for
International Economics.
Hady, Hamdy. (2004). Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Haryono, Endi dan Ilkodar, Saptopo B. (2005). Menulis Skripsi: Panduan untuk
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Tajul Khalwaty. (2000). Inflasi dan Solusinya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
Kathryn, M.D. (2003). Foreign Exchange Intervention: Did it Work in the 1990s? In:
Fred B. & John W. (ed.). Dollar Overvaluation and the
World Economy. Washington: Institute for International
Economics.
Lin, Yifu, dan Li Zhou. (2005). The China Miracle: Development Strategy and
Economic Reform. Hong Kong: The Chinese University
of Hong Kong Press.
Ma, Guonan dan Haiwen Zhou (2009). Chinas Increasing External Wealth. Dalam Ross
Garnaut, Ligang Song dan Wing Thye Woo (Ed.). Chinas
New Place in a World in Crisis. Canberra: Australia
National University Press.
Max, Corden. (2009). Chinas Exchange Rate Policy, Its Current Account Surplus and
the Global Imbalances. Dalam Ross Garnaut, Ligang
123
Song dan Wing Thye Woo (Ed). Chinas New Place in a
World in Crisis. Canberra: Australia National University
Press.
Naisbitt, John dan Naisbitt, Doris. (2010). Chinas Megatrends: 8 Pilar yang Membuat
Dahsyat China. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Nolan, Cathal J. (2002). The Greenwood Encyclopedia of International Relations A-E,
1, 331.
Park dan Charles Wyplosz. (2010). Monetary and Financial Integration in East Asia:
The Relevance of European Experience. Oxford: Oxford
University Press.
Rickards, James. (2011). Currency Wars: the Making of the Next Global Crisis. New
York: Penguin Group, Inc.
Shirk, Susan. (2007). Fragile Superpower: How Chinas Internal Politics Could Derail
Its Peaceful Rise. Oxford: Oxford University Press.
Strange, Susan. (2004). States and Markets. London: Continuum. Diakses dari:
http://books.google.co.id/books/about/States_and_Market
s.html?id=YkjtEOM5LbkC&redir_esc=y, tanggal 18
Oktober 2011.
Sullivan, Arthur, Sheffrin, dan Steven. (2003). Economics: Principles in action. New
Jersey: Pearson Prentice Hall Internaional, Inc.
Jurnal
Chang dan Raymond Yip. (2006). Impact of Exchange Rate Movements on the Chinese
Economy. Hong Kong Monetary Authority, Juli 2010,
3/06.
Chang, Shu dan Raymond Yip. (2006). Impact of Exchange Rate Movements on the
Chinese Economy. Hong Kong Monetary Authority,
Number 3/06.
Clark, Ian. (2011). China and the United States: A Succession of Hegemonies?.
International Affair,s 87 (1), 1328. Diakses dari
http://www.chathamhouse.org/sites/default/files/public/Int
124
ernational%20Affairs/2011/87_1clark.pdf, tanggal 30
Desember 2011.
________________ (2007). The transatlantic divide: Why are American and British IPE
so different?. Review of International Political Economy,
Vol. 14, No. 2
Eichengreen, B., Yeongseop Rhee, dan Hui Tong. (2007). China and the Exports of
Other Asian Countries. Review of World Economics,
143:201-226.
Eichengreen, Barry. (2012). When Currencies Collapse. Foreign Affairs, the Clash of
Ideas, 91:117-134.
Garcia-Herrero, Alicia dan Tuuli Koivu. (2008). Chinas exchange rate policy and Asian
trade. Economie Internationale, 116:53-92
Greenaway, David, Mahabir, dan Chris Milner. (2008). Has China displaced other Asian
countries exports?. China Economic Review, 19:152-169.
Linden, Greg. (2009). Who Captures Value in a Global Innovation Network? The Case
of Apples iPod, March 2009. Communication of the
ACM, Maret 52:3. Diakses dari
http://pcic.merage.uci.edu/papers/2008/WhoCapturesValu
e.pdf, tanggal 15 Januari 2012.
Mallaby and Wethington. (2012). The Future of Yuan. Foreign Affairs, the Clash of
Ideas, 91:135-146.
Marquez, Jaime dan John Schindler. (2006). Exchange-Rate Effects on Chinas Trade:
An Interim Report. Board of Governors of the Federal
Reserve System, International Finance Discussion Papers
No. 861.
Thorbecke, Willem dan Gordon Smith. (2009). How Would an Appreciation of the
Renminbi and Other East Asian Currencies Affect Chinas
Exports. Review of International Economics, 18:95-108.
125
Woo, Wing Thye. (2006). The Structural Nature of Internal and External Imbalances in
China. Journal of Chinese Economic and Business
Studies, 4(1): 1- 19.
Wu, Zhonmg, Karp, Phil, dan Wang. (2010). Chinas International Poverty Reduction
Center a Platform for South-South Learning.
Development Outreach, Oktober 2010, 32-34.
Yongding, Yu. (2007). Global Imbalances and China. Australian Economic Review
40(1):1-33. Diakses dari
http://www.gibs.ac.za/SiteResources/Uploads/ABN_Uplo
ads/9785_Cap_markets_Africa07.pdf, tanggal 25 Februari
2012.
Dokumen
Aziz, Jahangir, dan Xiangming Li. (2007). Chinas Changing Trade Elasticities. IMF
Working Paper 07/266. Diakses dari
http://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/2007/wp07266.pd
f, tanggal 17 Desember 2011.
Cheung, Yin-Wong, Menzie D Chinn, dan Eiji Fujii. (2008). Chinas Current Account
and Exchange Rate. NBER Working Paper 14673. Diakses
dari http://www.ssc.wisc.edu/~mchinn/NBER_China.pdf,
tanggal 26 September 2011
Gibbs, Murray. (2010) Trade Policy, UN Department for Economic and Social Affairs,
hal.35. Diakses dari
http://esa.un.org/techcoop/documents/pn_tradepolicynote.
pdf, tanggal 26 September 2012.
Guo, Kai, dan NDiaye. (2009). Is Chinas Export-Oriented Growth Sustainable. IMF
Working Paper, Agustus. Diakses dari
http://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/2009/wp09172.pd
f, tanggal 21 Maret 2012.
IMF Resident Representative Office Peoples Republic of China. (2012). China
Economic Outlook, 6 Feberuari, hal. 1. Diakses dari
http://www.imf.org/external/country/CHN/rr/2012/020612
.pdf, tanggal 10 Maret 2012.
126
International Monetary Fund. (2006). Agreement Between the International Monetary
Fund and the World Trade Organization. Diakses dari
http://www.worldtradelaw.net/articles/ahnimf.pdf, tanggal
10 Maret 2012.
Morrison, Wayne. (2011). Chinas Economic Conditions. CRS Report for Congress, 24
Juni. Diakses dari
http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL33534.pdf, tanggal 14
Februari 2012.
Morrison, Wayne M dan Marc Labonte. (2009). Chinas Currency: A Summary of the
Economic Issues. CRS Report for Congress, RS 1625, 17
Juni. Diakses dari
http://fpc.state.gov/documents/organization/125960.pdf,
tanggal 26 September 2011.
Morrison, Wayne M dan Marc Labonte. (2011). Chinas Holdings of U.S. Securities:
Implications for the U.S. Economy. CRS Report for
Congress, RL34314, 26 September. Diakses dari
http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL34314.pdf, tanggal 3
Juli 2012.
Nanto, Dick K. (2007). Japans Currency Intervention. CRS Report for Congress.
Diakses dari
http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL33178.pdf, tanggal 14
Februari 2012.
Staiger, Robert dan Sykes. (2008). Currency Manipulation and World Trade. National
Bureau of Economic Research (NBER), Working Paper
14600. Diakses dari
127
http://www.nber.org/papers/w14600.pdf?new_window=1,
tanggal 15 April 2012.
The G-20 Torronto Summit Declaration. (2010). Point no. 47. Diakses dari
http://www.dfat.gov.au/trade/g20/index.html, tanggal 26
September 2011.
Majalah
Bin, Xia dan Chen Daofu. (2011, 15 Desember). Zhongguo Huilu Zhidu Baogao 2005
(Report on China's exchange rate system 2005). Diyi
caijing ribao (China Business News).
Bloomberg Government. (2011, Desember). A Higher Yuan Would Half the U.S.-China
Trade Deficit.
Dont Starve Thy Neighbor. (2011, 9 September). The Economist Print Edition.
Dong, Tao. (2005, 15 Agustus). There Will Be Further RMB Appreciation in the
Coming Two Years, USD/RMB Could Be 1:5 in Ten
Years. Xin caifu (New Fortune).
Manping, Liu. (2011, 22 Agustus). After the RMB Appreciation What Will Be the
Impacts of Foreign Capital on the Chinese Real Estate
Markets?. Zhongguo jingji ribao (Chinese Economic
Times).
The Economist (2010). The Clock Ticks: Global Rebalancing. [Online]. Diakses dari
web: htpp://www.economist.com/node/16379927, tanggal
23 Mei 2011.
The U.S. Trade Deficit with China Continues to Enlarge, Urging on Appreciation
Increases Again. (2005, 15 November). Jingji zoushi
genzong (The Pursuit of Economic Trends), no. 87.
World Trade Contracted 12 Percent in 2009: WTOs Lamy. (2010, 24 Februari) Reuters.
Koran
Capital Export, Elasticity Pessimism, and the Renminbi: The Conscience of a Liberal
Krugman, Paul. (2010). New York Times, 16 Maret, hal.
18
China Bisa Bantu Ekonomi Dunia. (2011). Kompas, 6 September, hal. 10.
China Rejects Currency Manipulation Charge. (2009). New York Times. 25 Januari.
128
China resmi Salib Jepang. (2010). Kompas, 18 Agustus, hal. 9.
China: Nasionalisme di Balik Visi Pembangunan. (2010). Kompas, 27 September, hal.
11.
Wines, Michael. (2010). China Blames US for Strained Relations. New York Times, 7
Maret.
Internet
All China Federation of Trade Unions. (2007). A Brief Introduction of the All-China Federation
of Trade Unions (ACFTU). Diakses dari
http://english.acftu.org/template/10002/file.jsp?
cid=63&aid=156, tanggal 17 Maret 2012.
Amy, B. (2011). Will Currency Manipulation Bill Ignite Trade War with China? ABC
News. Diakses dari:
http://abcnews.go.com/politics/2011/10/will-currency-
manipulation-bill-trade-war-with-China/, tanggal 11
Oktober 2011.
Bergsten, Fred. (2010). Correcting the Chinese Exchange Rate: An Action Plan,
Peterson Institute for International Economics, Testimony
before the Committee on Ways and Means, U.S. House of
Representatives. Diakses dari
http://www.iie.com/publications/testimony/bergsten20100
915.pdf., tanggal 16 April 2012.
Bednarz, Ann. (2012). U.S. Losing High-TechJjobs, R&D Dominance to Asia. Diakses
dari http://www.networkworld.com/news/2012/011912-
science-tech-jobs-255072.html, tanggal 3 Maret 2012.
Blanchard, Oliver. (2007). Global Imbalances. Diakses dari
http://economics.mit.edu/files/762, tanggal 21 Mei 2012.
Bloomberg News. (2012). China Plans Lower Budget Deficit for This Year as Economic
Growth Cools. Diakses dari
http://www.bloomberg.com/news/2012-03-05/china-
plans-lower-budget-deficit-for-this-year-as-economic-
growth-cools.html, tanggal 30 April 2012.
129
Brookes, Adam. (2011). US Watches China Warily. BBC, 12 Maret. Diakses dari
http://news.bbc.co.uk/2/hi/americas/4342527.stm, tanggal
27 Oktober 2011.
Bureau of Labor Statistics. (2012). Workforce Statistics. United States Department of
Labor. Diakses dari http://www.bls.gov/iag/tgs/iag31-
33.htm, tanggal 5 Mei 2012.
China Finance / Banking. (2012). Diakses dari http://www.chinatoday.com/fin/a.htm,
tanggal 20 Februari 2012.
China GDP Annual Growth Rate. (2012). Diakses dari
http://www.tradingeconomics.com/china/gdp-growth-
annual, tanggal 14 Februari 2012.
China to Improve RMB Exchange Rate System. (2004). Xinhua. Diakses dari
http://www.Chinadaily.com.cn/english/doc/2004-
09/29/content_378700.htm, tanggal 26 September 2011.
Ching, Pao Yu. (2012). American Imperialism and its Domination over Asia Refuting
The Myth That China is Becoming an Economic Super
Power. Diakses dari www.globalresearch.ca/index.php?
context=va&aid=4999, tanggal 18 Maret 2012.
Department of Commerce, International Trade Administration. (2010). Aluminum
Extrusions from the Peoples Republic of China: Initiation
of Countervailing Duty Investigation, Federal Register,
75:80. Diakses dari
https://www.federalregister.gov/articles/2010/09/07/2010-
22204/aluminum-extrusions-from-the-peoples-republic-
of-china-preliminary-affirmative-countervailing-duty,
tanggal 15 April 2012.
Economic Policy Institute. (2010). Unfair China Trade Costs Local Jobs 2.4 Million
Jobs Lost, Thousands Displaced in Every U.S.
Congressional District. Briefing Paper #260. Diakses
dari:
http://epi3.cdn.net/91b2eeeffce66c1a10_v5m6beqhi.pdf,
tanggal 23 Maret 2012.
130
Heller G., Carrel P. (2010). Germany says U.S. monetary easing policy is wrong.
Reuters. Diakses dari:
http://www.reuters.com/article/idUSLDE69M02P2010102
3, tanggal 23 Oktober 2011
Hnat, Pavel. (2009). Global Imbalances and Their Impact on Global Economic
Governance (case of IMF). Diakses dari
http://stockholm.sgir.eu/uploads/Hn
%C3%A1t_stockholm_final.pdf, tanggal 2 Juli 2012.
Hotten, Russel. (2010). Currency interventions mixed record of success. BBC Business.
Diakses dari: http://www.bbc.co.uk/news/business-
11311802, tanggal 16 September 2011.
Huang, Yiping. (2010). Krugmans Chinese Renminbi Fallacy. VoxEU.org. Diakses dari
http://www.voxeu.org/article/china-us-and-renminbi-
rejoinder-krugman, tanggal 26 Maret 2012.
Huang, Yiping dan Kunyu Tao. (2010). Causes and Remedies of Chinas Current
Account Surpluses. Beijing: China Center for Economic
Research. Diakses dari
http://en.ccer.edu.cn/ReadNews.asp?NewsID=6802,
tanggal 12 Oktober 2011.
Kementerian Keuangan RI. (2011). Kinerja Perekonomian 2010 dan Proyeksi 2011.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok kebijakan
Fiskal 2012, 2012, hal. 10. Diakses dari
http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010/adoku/2011/KEM_P
PKF_2012.pdf, tanggal 4 Desember 2011.
Krugman, Paul. (2010). Taking on China. The New York Times. 14 Maret. Diakses dari
http://www.nytimes.com/2010/03/15/opinion/15krugman.
html?_r=1 tanggal 15 April 2012.
Kurs Tetap, Kurs Mengambang Bebas, Kurs Mengambang Terkendali dan
Penerapannya di Indonesia, (2012). Diakses dari
http://economicwatcher.com/2012/06/kurs-tetap-kurs-
mengambang-bebas-kurs.html, tanggal 13 September
2012.
Marshall, Tyler. (2006). China Poised to Dominate Influence in Asia. Diakses dari
http://pulitzercenter.org/articles/china-poised-dominate-
influence-asia, tanggal 26 Oktober 2011.
131
as-an-international-relations-theory.htm, tanggal 5
November 2011
Prasad, Eswar. (2011). The U.S.-China Economic Relationship: Shifts and Twists in the
Balance of Power. Diakses dari
http://www.brookings.edu/testimony/2010/0225_us_china
_debt_prasad.aspx, tanggal 27 Oktober 2011.
President Barrack Obamas Administration Pess Briefings. (2012). The White House.
Diakses dari http://www.whitehouse.gov/briefing-
room/press-briefings, tanggal 21 Mei 2012.
President Barrack Obamas Administration Statements and Releases. (2012). The White
House. Diakses dari: http://www.whitehouse.gov/briefing-
room/statements-and-releases, tanggal 21 Mei 2012.
Tim Riset Global Future Institute. (2009Premier Wen on Principles for RMB Exchange
Rate Reform. (2005, 27 Juni) Renmin ribao. Diakses dari
http://english.people.com.cn/200506/27/eng20050627_19
2511.html, tanggal 26 September 2011.
Questions Grow over China's Foreign Exchange Strategy. (2006, 6 Januari) Financial
Times. Diakses dari http://news.ft.com/cms/s/5413c5d6-
7ee7-11da-a6a2-0000779e2340.html, tanggal 26
September 2011.
Rosdiansyah. (2011). IMF Ungkap Pertumbuhan Ekonomi BRICs 2011. Diakses dari
http://www.lensaindonesia.com/2011/09/21/imf-ungkap-
pertumbuhan-ekonomi-brics-2011.html, tanggal 7
Desember 2011.
Statistical Data Shows That up to the End of Last Year Official Foreign Reserve Balance
Reached $818.9bn. (2006). Xinhua. Diakses dari
http://news.xinhuanet.com/fortune/2006-
01/15/content_4053666.htm, tanggal 26 September 2011.
The Accumulation of Foreign Reserves Increased Again at the Year, Expert: $7.4bn is
Suspected to Be Hot Money. (2006). Xinhua. Diakses dari
http://news.xinhuanet.com/fortune/ 2006-
01/16/content_4057667.htm, tanggal 26 September 2011.
The Clock Ticks. Global Rebalancing. (2010, 17 Juni). (The) Economist. Diakses dari
http://www.economist.com/node/16379927, tanggal 26
September 2011
U.S. Department of State. (2011). Joint Closing Remarks for the Strategic and
Economic Dialogue. Diakses dari
http://www.state.gov/secretary/rm/2011/05/162969.htm,
tanggal 10 November 2011.
132
U.S. International Reserve Position. (2012). Diakses dari
http://www.treasury.gov/resource-center/data-chart-
center/IR-Position/Pages/2102012.aspx, tanggal 21
Februari 2012.
Wei, Liu. (2008). The Exchange Rate Adjustment Should be Based on the Judgment of
Major Domestic Contradiction. China Center for
National Accounting and Economic Growth, Peking
University. Diakses dari: http://www.nepku.com/read.asp?
id=461, tanggal 26 September 2011.
RMB Exchange Rate Reform Gradual Process. (2005). Xinhua. Diakses dari
http://news.xinhuanet.com/english/2005-
10/14/content_3617557.htm, tanggal 26 September 2011.
What If the RMB Chooses Appreciation. (2011). Ershiyi shiji jingji baodao. Diakses
dari
http://www.nanfangdaily.com.cn/southnews/zt/2004nztk/jj
/jr/200412290065.htm, tanggal 23 Maret 2012.
Wong, Edward. (2009). China Rejects Currency Manipulation Charge. The New York
Times, 25 Januari. Diakses dari
http://www.nytimes.com/2009/01/25/world/asia/25beijing
.html, tanggal 25 Januari 2012.
World Bank. (2011). GDP per capita growth (annual%). Diakses dari,
http://search.worldbank.org/quickview?view_url=http
%3A%2F%2Fdatabanksearch.worldbank.org
%2FDataSearch%2FLoadReport.aspx%3Fdb
%3D2%26cntrycode%3D%26sercode
%3DNY.GDP.PCAP.KD.ZG%26yrcode%3D, tanggal 15
Februari 2012.
World Trade Talks End in Collapse. (2008). BBC News. Diakses dari
http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/7531099.stm, tanggal
12 Maret 2012
133