Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Anak

Di Ruang Seruni Rumah Sakit Karsa Husada Batu

Oleh :

Nurfadila Rasyid 150070300011092

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2016
ASMA

A. Definisi
Asma adalah penyakit paru dengan cirri khas yakni saluran napas
sangat mudah bereaksi terhadap berbagai rangsangan atau pencetus
dengan manifestasi berupa serangan asma. Kelainan yang didapatkan
adalah otot bronkus akan mengerut (terjadi penyempitan), selaput lendir
bronkus edema, dan produksi lendir makin banyak, lengket, kental; sehingga
ketiga hal tersebut menyebabkan saluran lubang bronkus menjadi sempit dan
anak akan batuk bahkan dapat sampai sesak napas. Serangan demikian
dapat hilang sendiri atau dapat hilang dengan bantuan obat (Ngastiyah;
2005).
Asma merupakan penyakit keturunan dimana kira-kira 2-20% populasi
anak dilaporkan pernah menderita asma. Di Indonesia belum ada
penyelidikan yang menyeluruh tetapi diperkirakan berkisar antara 5-10%. Di
poliklinik subbagian paru anak FKUI/RSCM Jakarta lebih dari 50% kunjungan
merupakan pasien asma (Ngastiyah; 2005).
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan
utama ialah reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hiperaktivitas
bronkus), yang belum jelas diketahui penyebabnya. Diduga karena adanya
hambatan dari sebagian sistem adrenergic, kurangnya enzim adenilsiklase
dan meningginya tonus sistem parasimpatik, lalu ada rangsangan sehingga
menghasilkan spasme bronkus. Banyak faktor yang ikut menentukan derajat
reaktivitas atau iritabilitas tersebt diantaranya faktor genetic, biokimiawi, saraf
autonom, imunologis, infeksi, endokrin, faktor psikologis. Oleh karena itu
asma disebut sebagai penyakit multifaktoral (Ngastiyah; 2005).
Asma bronkial adanya penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai
oleh spasme akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran
udara dan penurunan ventilasi alveolus.
Asma bronkial adalah proses peradangan di saluran napas yang
mengakibatkan peningkatan responsive dari saluran napas terhadap
berbagai stimulus yang dapat menyebabkan penyempitan saluran napas
yang menyeluruh dengan gejala khas sesak napas yang reversible (Nugroho,
2011)
Asma adalah penyakit jalan napas obstuktif intermitten, reversible
dimana trakea dan bronchi berespon secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu (Smeltzer, 2002 : 611). Menurut sumber yang berbeda menyatakan
asma merupakan obstruksi jalan napas yang bersifat reversible, terjadi ketika
bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif.

B. Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi


timbulnya serangan asma.

a. Faktor predisposisi
Genetik
Pada asma, yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.

b. Faktor presipitasi
Alergen
Faktor alergi dianggap mempunyai peranan pada sebagian besar anak
dengan asma. Disamping itu hiperaktivitas saluran napas juga
merupakan factor yang penting. Bila tingkat hiperaktivitas bronkus
tinggi, diperlukan jumlah allergen yang sedikit dan sebaliknya jika
hiperaktivitas rendah diperlukan jumlah antigen yang lebih tinggi untuk
menimbulkan serangan asma. Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis,
yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri
dan polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh: makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh: perhiasan, logam dan jam tangan
Infeksi
Biasanya infeksi yang sering terjadi adalah infeksi akibat virus,
terutama pada bayi dan anak. Virus yang menyebabkan adalah
respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza. Kadang-
kadang karena bakteri misalnya pertusis dan streptokokus, jamur,
misalnya aspergillus dan parasit seperti askaris.
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu.
Faktor Psikis
Factor psikis merypakan factor pencetus yang tidak boleh diabaikan
dan sangat kompleks. Tidak adanya perhatian atau tidak mau
mengakui adanya persoalan tentang asma pada anak
sendiri/keluarganya akan menggagalkan usaha pencegahan.
Sebaliknya terlalu takut terhadap adanya serangan atau hari depan
anak juga dapat memperberat serangan asma.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi
lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
C. Klasifikasi
Berbagai pembagian asma pada anak, diantaranya adalah:
a. Asma episodik yang jarang
Biasanya terdapat pada anak usia 3-8 tahun. Pencetus utama dari
asma ini yaitu infeksi virus saluran nafas bagian atas, dengan banyaknya
serangan 3-4 kali pertahun. Lamanya serangan dapat beberapa hari,
jarang merupakan serangan yang berat, gejala lebih berat pada malam
hari.
b. Asma episodik sering
Pada golongan ini serangan pertama terjadi pada umur
sebelum 3 tahun. Pada permulaan, serangan berhubungan dengan
infeksi saluran nafas akut. Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi serangan
tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkannya
dengan perubahan udara, allergen, aktivitas fisik dan stress. Frekuensi
serangan 3-4 kali dalam setahun, tiap serangan biasanya beberapa hari
sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan paling tinggi pada umur
8-13 tahun. Pada golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan
dengan golongan asma kronik atau persisten.
c. Asma kronik atau persisten
Pada 25% anak golongan ini serangan pertama terjadi sebelum
umur 6 bulan: 75% sebelum umur 3 tahun. Pada lebih dari 50% anak
terdapat wheezing yang lama pada 2 tahun pertama, dan 50% sisanya
serangannya episodik. Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas terjadinya
obstruksi saluran nafas yang persisten dan hampir selalu terdapat
wheezing setiap hari, dan pada malam hari terdapat batuk disertai
wheezing. Aktivitas fisik juga sering menyebabkan asma, seringkali
memerlukan perawatan di rumah sakit. Biasanya setelah mendapatkan
penanganan anak dan orang tua baru menyadari mengenai asma pada
anak dan masalahnya. Obstruksi jalan nafas mencapai puncaknya pada
umur 8-14 tahun, baru kemudian terjadi perbaikan. Pada golongan
dewasa muda, 50% golongan ini biasanya tetap menderita asma
persisten.
D. Tanda dan Gejala
a. Asma episodik yang jarang:
Gejala muncul pada malam hari;
Timbul wheezing kurang dari 3-4 hari;
Batuk-batuk berlangsung sampai 10-14 hari;
Tumbuh kembang anak biasanya tidak terganggu.
b. Asma episodik sering:
Gejala muncul pada malam hari disertai batuk, disertai wheezing;
Sering terbangun pada malam hari akibat sesak dan batuk;
Waktu serangan lebih dari 1-2 minggu.
c. Asma kronik atau persisten:
Sesak saat beraktifitas;
Perubahan bentuk toraks (pigeon chest, barrel chest);
Terdapat sulkus horizon;
Gangguan pertumbuhan (tubuh kecil);
Kemampuan aktivitas menurun;
Sering tidak masuk sekolah sehingga prestasi belajar terganggu;
Sebagian kecil mengalami gangguan psikososial.

E. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus
yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi
yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada
asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari
semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen
bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan
tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi
daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru
selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena
bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya
adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat
melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu
fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama
serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari
paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
Anak dengan riwayat asma

Paparan terhadap factor predisposisi dan factor presipitasi

Reaksi hipersensitivitas
Saluran napas (bronkiolus)

Pengeluaran zat-zat : histamine


Anafilaksis yang berekasi lambat, (leukotrient
Kemotatik eosinofilik, dan bradikinin oleh sel mast

Spasme otot Sumbatan Edema Inflamasi


bronchus mukus dinding
bronchus

Mk: Bersihan
Obstruksi sal nafas Alveoli tertutup
Jalan Nafas
( bronchospasme )
Tidak Efektif
Mk: Gangguan
Hipoksemia
pertukaran gas

Penyempitan jalan napas Asidosis metabolik

Mk: Defisit Pengetahuan

Penurunan volume aliran udara


ke paru

Upaya kompensasi tubuh


(Peningkatan kerja pernafasan)

Mk: Pola Nafas


Tidak Efektif Hyperventilasi nafsu makan menurun sesak nafas

Retensi CO2 intake oral tidak adekuat rasa tidak


nyaman
Asidosis respiratorik
Mk: Mk: Gangguan
Ketidakseimbangan pola tidur
Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan Tubuh

F. Penatalaksanaan / Pengobatan
Tujuan pengobatan anti penyakit asma adalah membebaskan penderita
dari serangan penyakit asma. Hal ini dapat dicapai dengan jalan mengobati
serangan penyakit asma yang sedang terjadi atau mencegah serangan
penyakit asma jangan sampai terjadi.

1) Agonis Reseptor Beta-2 Adrenergik

Merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan penyakit asma yang


terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin
dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran
udara oleh reseptor beta-adrenergik.

2) Kortikosteroid
Kortikosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam
mengurangi gejala penyakit asma. Jika digunakan dalam jangka panjang,
secara bertahap kortikosteroid akan menyebabkan berkurangnya
kecenderungan terjadinya serangan penyakit asma dengan mengurangi
kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan.

3) Cromolin dan Nedocromil

Kedua obat tersebut diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan


dari sel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan
saluran udara. Obat ini digunakan untuk mencegah terjadinya serangan,
bukan untuk mengobati serangan. Obat ini terutama efektif untuk anak-
anak dan untuk penyakit asma karena olah raga. Obat ini sangat aman,
tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita
bebas gejala.

4) Obat Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan
pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin.
Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara
pada penderita yang sebelumnya telah mengkonsumsi agonis reseptor
beta2-adrenergik. Contoh obat ini yaitu atropin dan ipratropium bromida.

5) Pengubah Leukotrien

Merupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan penyakit asma.


Obat ini mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang
dibuat oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala penyakit
asma). Contohnya montelucas, zafirlucas dan zileuton.

G. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:
1) Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang
kemudian menjadi berat dan tidak memberikan respon (refrakter)
adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status
asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.
2) Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru
akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau
akibat pernafasan yang sangat dangkal.
3) Hipoksemia adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat kekurangan
oksigen secara sistemik akibat inadekuatnya intake oksigen ke paru
oleh serangan asma.
4) Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang
menyebabkan kolapsnya paru.
5) Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan
(obstruksi) saluran nafas karena kantung udara di paru
menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang
luas.

H. Prognosis
Pada umumnya bila segera ditangani dengan adekuat, prognosa
terhadap adalah baik. Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang
paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari
populasi berisiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Namun, angka kematian
cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma mengatakan bahwa prognosis
baik ditemukan pada 50 sampai 80 persen pasien, khususnya pasien yang
penyakitnya ringan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang
menderita asma 7 sampai 10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari
26 sampai 78 persen, dengan nilai rata-rata 46 persen; akan tetapi
persentase anak yang menderita penyakit yang berat relative rendah (6
sampai 19 persen). Tidak seperti penyakit saluran napas yang lain seperti
bronchitis kronik, asma tidak progresif.

I. Pencegahan

Semua serangan penyakit asma harus dicegah. Serangan penyakit


asma dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari.
Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan meminum obat
sebelum melakukan olah raga. Ada usaha-usaha pencegahan yang dapat
dilakukan untuk mencegah datangnya serangan penyakit asma, antara lain :

1. Menjaga Kesehatan

Menjaga kesehatan merupakan usaha yang tidak terpisahkan dari


pengobatan penyakit asma. Bila penderita lemah dan kurang gizi, tidak
saja mudah terserang penyakit tetapi juga berarti mudah untuk mendapat
serangan penyakit asma beserta komplikasinya. Usaha menjaga
kesehatan ini antara lain berupa makan makanan yang bernilai gizi baik,
minum banyak, istirahat yang cukup, rekreasi dan olahraga yang sesuai.

2. Menjaga kebersihan lingkungan

Lingkungan dimana penderita hidup sehari-hari sangat mempengaruhi


timbulnya serangan penyakit asma. Keadaan rumah misalnya sangat
penting diperhatikan. Rumah sebaiknya tidak lembab, cukup ventilasi dan
cahaya matahari. Saluran pembuangan air harus lancar. Kamar tidur
merupakan tempat yang perlu mendapat perhatian khusus. Sebaiknya
kamar tidur sesedikit mungkin berisi barang-barang untuk menghindari
debu rumah. Hewan peliharaan, asap rokok, semprotan nyamuk, atau
semprotan rambut dan lain-lain mencetuskan penyakit asma. Lingkungan
pekerjaan juga perlu mendapat perhatian apalagi kalau jelas-jelas ada
hubungan antara lingkungan kerja dengan serangan penyakit asmanya.
3. Menghindari Faktor Pencetus

Alergen yang tersering menimbulkan penyakit asma adalah tungau debu


sehingga cara-cara menghindari debu rumah harus dipahami. Alergen
lain seperti kucing, anjing, burung, perlu mendapat perhatian dan juga
perlu diketahui bahwa binatang yang tidak diduga seperti kecoak dan
tikus dapat menimbulkan penyakit asma. Infeksi virus saluran pernapasan
sering mencetuskan penyakit asma. Sebaiknya penderita penyakit asma
menjauhi orang-orang yang sedang terserang influenza. Juga dianjurkan
menghindari tempat-tempat ramai atau penuh sesak. Hindari kelelahan
yang berlebihan, kehujanan, penggantian suhu udara yang ekstrim,
berlari-lari mengejar kendaraan umum atau olahraga yang melelahkan.
Jika akan berolahraga, lakukan latihan pemanasan terlebih dahulu dan
dianjurkan memakai obat pencegah serangan penyakit asma. Zat-zat
yang merangsang saluran napas seperi asap rokok, asap mobil, uap
bensin, uap cat atau uap zat-zat kimia dan udara kotor lainnya harus
dihindari.

4. Menggunakan obat-obat anti penyakit asma

Pada serangan penyakit asma yang ringan apalagi frekuensinya jarang,


penderita boleh memakai obat bronkodilator, baik bentuk tablet, kapsul
maupun sirup. Tetapi bila ingin agar gejala penyakit asmanya cepat
hilang, jelas aerosol lebih baik. Pada serangan yang lebih berat, bila
masih mungkin dapat menambah dosis obat, sering lebih baik
mengkombinasikan dua atau tiga macam obat. Misalnya mula-mula
dengan aerosol atau tablet/sirup simpatomimetik (menghilangkan gejala)
kemudian dikombinasi dengan teofilin dan kalau tidak juga menghilang
baru ditambahkan kortikosteroid. Pada penyakit asma kronis bila
keadaannya sudah terkendali dapat dicoba obat-obat pencegah penyakit
asma.
ASUHAN KEPERAWATAN ASMA

A. Pengkajian

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:

a) Pemeriksaan Fisik:
a. Data Demografi:
Nama, usia, tempat tinggal, pekerjaan orang tua.
b. Riwayat kesehatan yang lalu:
i. Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
ii. Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor
lingkungan.
iii. Kaji riwayat pekerjaan pasien.
c. Aktivitas
i. Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
ii. Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
iii. Tidur dalam posisi duduk tinggi.
d. Pernapasan
i. Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau
latihan.
ii. Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
iii. Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
iv. Adanya bunyi napas mengi.
v. Adanya batuk berulang.
e. Sirkulasi
i. Adanya peningkatan tekanan darah.
ii. Adanya peningkatan frekuensi jantung.
iii. Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
iv. Kemerahan atau berkeringat.
f. Integritas ego/psikologis
i. Ansietas
ii. Ketakutan
iii. Peka rangsangan
iv. Gelisah
g. Asupan nutrisi
i. Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
ii. Penurunan berat badan karena anoreksia.
h. Hubungan sosial
i. Keterbatasan mobilitas fisik.
ii. Susah bicara atau bicara terbata-bata.
iii. Adanya ketergantungan pada orang lain.

b) Pemeriksaan penunjang:
Foto toraks normal diluar serangan, hiperinflasi saat serangan.
Faal paru (spirometri/ PEFR) menilai berat obstruksi,
reversibilitas, variabilitas
Uji provokasi bronkus membantu diagnosa
Status alergi skin prick test, Ig E, eosinofil count

B. Diagnosa Keperawatan pada Anak Asma


1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran
nafas (bronchospasme)
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(alveoli tertutup mukus)
4) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan asupan oral akibat anoreksia
5) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pernafasan/asma
7) Keletihan berhubungan dengan infeksi akut/asma
8) Ketidakefektifan pemilihan kesehatan berhubungan dengan kurang
pendidikan/kurang informasi

C. Perencanaan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran
nafasbronkospasme
Tujuan :
Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan
sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal
keadaan umum baik.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya :
wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi
jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi
(empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses
infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi
ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala
tidak duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan
dengan menggunakan gravitasi.

d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu


tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada
klien lansia, sakit akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat.
Rasional : Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme
bronkus.
f. Libatkan keluarga dalam perawatan anak

Rasional: Memberikan pendidikan pada keluarga untuk perawatan


dirumah

g. Kolaborasi obat sesuai indikasi.


Bronkodilator spiriva 11 (inhalasi).
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi
mukosa.
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
Tujuan :
Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam
batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi:
a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran
nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan
bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang
berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels,
wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas /
kegagalan pernafasan.
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan pernafasan.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
e. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan
ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
f. Pantau dan kaji pasien tiap 2 jam sekali
Rasional: mengetahui keadaan pasien setelah diberikan penanganan
untuk mengetahui mengkaji kekambuhan asma
g. Berikan informasi pada keluarga tentang penyakit yang dapat
kambuh kapan saja
Rasional : memberikan pencegahan lebih parah terhadap pasien
ketika kambuh

h. Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan
Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas,
memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu
pengenceran sekret.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(alveoli tertutup mucus)
Tujuan:
Klien akan memperlihatkan kemampuan pertukaran gas yang
kembali normal

Kriteria Hasil:

Hasil AGD normal

PH (7,35 7,45)
PO2 (80 100 mmHg)

PCO2 ( 35 45 mmHg)

BE ( -2 - +2)

Tidak ada sianosis

Intervensi:
a. Mandiri
Kaji dan awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.
Rasional: Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan dan
sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Palpasi fremitus
Rasional: Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumplan
cairan/udara.
Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional: Tachicardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat
menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi
jantung.
Tingkatkan aktivitas secara bertahap
Rasional : menjelaskan bahwa fungsi pernafasan akan meningkat
dan dispnea akan menurun dengan melakukan latihan
Ajarkan individu untuk latihan nafas dalam dan latihan batuk yang
terkontrol lima kali setiap jam
Rasional : dapat mengatasi jika penyakit kambuh sewaktu-waktu
Bantu untuk reposisi, mengubah posisi tubuh dengan sering
Rsional : untuk membantu mempermudah fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.

b. Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan
toleransi pasien.
Rasional: Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya
hipoksia.
Berikan sedatif
Rasional : memberikan ketenangan pada pasien setelah proses
penyakit
4) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan asupan oral akibat anoreksia
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik,
tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang
disediakan, berat badan dalam batas normal.
Intervensi:
a. Mandiri
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat
kerusakan makanan.
Rasional: Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia
karena dipsnea
Sering lakukan perawatan oral,buang sekret, berikan wadah
khusus untuk sekali pakai.
Rasional: Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan
dapat menyebabkan mual/muntah dengan peningkatan
kesulitan nafas.
Tentukan kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat
Rasional: untuk mengontrol kebutuhan kalori agar seimbang
Timbang berat badan
Rasional: penurunan berat badan merupakan indikasi asupan
yang tidak seimbang
Ajarkan individu untuk istirahat sebelum makan
Rasional : istirahat dapat membuat pasien lebih tenang
Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional : asupan nutrisi yang adekuat dapat menjaga
keseimbangan nutrisi
Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : menentukan asupan gizi yang seimbang
b. Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk
makan, meningkatkan masukan.
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan :
Pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit menjadi
bertambah.

Kriteria hasil :
Mencari tentang proses penyakit :
- Klien dan keluarga mengerti tentang definisi asma
- Klien dan keluarga mengerti tentang penyebab dan
pencegahan dari asma
- Klien dan keluarga mengerti komplikasi dari asma
Intervensi:
a. Jelaskan tentang penyakit individu
Rasional: Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan
partisipasi pada rencana pengobatan.
b. Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak
diinginkan.
Rasional: Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek
samping mengganggu dan merugikan.
c. Tunjukkan tehnik penggunaan inhaler.
Rasional: Pemberian obat yang tepat meningkatkan keefektifannya.
d. Ajarkan perawatan pasien dirumah jika kambuh sewaktu-waktu
Rasional : mencegah terjadi resiko yang lebih parah tentang penyakit
e. Berikan informasi tentang pengobatan yang tepat dan efektif
Rasional : pengobatan yang tepat dapat mengurangi proses penyakit

D. Evaluasi
1) Jalan nafas kembali efektif.
2) Pola nafas kembali efektif.
3) Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
4) Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
5) Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.
REFERENSI

Anonim. 2010. Nyeri Dada. http://www.totalkesehatananda.com/chestpain6.html.


[diakses tanggal 18 Desember 2016]

Anonim. 2011. Pencegahan Asma.


http://medicastore.com/asma/pencegahan_asma.php. [diakses tanggal 18
Desember 2016]

Carpenito-Moyet. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Wong, Donna, L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. Jakarta:


EGC.

NANDA. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika


Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Tanjung, Dudut, S.Kp. 2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronkial.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3598/1/keperawatan-
dudut2.pdf [diakses tanggal 18 Desember 2016]

Anda mungkin juga menyukai