Anda di halaman 1dari 22

May 29, 2013 by ikad49009

Makalah ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)


BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Latar belakang pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student needs special
needs) membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dalam penyusunan program pembelajaran untuk setiap
bidang studi, hendaknya guru kelas sudah memiliki pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi
yakni berkaitan dengan teristik spesifik, kemampuan dan kelemahannya, kompetensi yang
dimiliki, dan tingkat perkembangannya.

Karakteristik spesifik anak berkebutuhan khusus pada umumnya berkaitan dengan tingkat
perkembangan fungsional. Karakteristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan
sensorik motor, kognitif, kemampuan berbahasa, keterampilan diri, konsep diri, kemampuan
berinteraksi social, serta kreatifitasnya. Untuk mengetahui secara jelas tentang karakteristik pada
setiap siswa, guru terlebih dahulu melakukan skrining atau assessment agar mengetahui secara
jelas mengenai kompetensi diri peserta didik yang bersangkutan. Tujuannya agar saat
memprogramkan pembelajaran, sudah dipikirkan mengenai: Intervensi pembelajaran yang
diangap cocok.assement disini adalah kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan
setiap peserta didik dalam segi perkembangan kognitif dan perkembangan social, pengamatan
yang sensitive. Kegiatan ini biasannya memerlukan penginstrumen khusus secara baku atau
dibuat sendiri oleh guru kelas. Guru yang mempuni adalah guru yang mampu mengorganisir
kegiatan mengajar dikelas melalui program pembelajaran individual dengan latihan kemampuan
dan kelemahan setiap individu siswa. Pola kegiatan belajar ini kita kenal dengan nama lain
sebagai individualis eduka/jarogram (IEP) selama proses kegiatan, guru kelas ditantang untuk
dapat memberikan intervensi khusus guna mengatasi bentuk kelainan-kelainan prilaku yang
muncul, agar pembelajaran berjalan dengan lancar.
Adanya perbedaan karakteristik setiap peserta didik berkebutuhan khusus, akan
memerlukan kemampuan khusus guru. Guru dituntut memiliki kemampuan beraitan dengan cara
mengombinasikan kemampuan dan bakat setiap anak dalam beberapa aspek. Aspek-aspek
tersebut meliputi kemampuan berpikir, melihat, mendengar, berbicara, dan cara besosialisasikan.
Hal-hal tersebut diarahkan pada keberhailan dari tujuan akhir pembelajaran, yaitu perubahan
perilaku kearah pendewasaan. Kemampuan guru semacm itu merupakan kemahran seorang guru
dalam menyelaraskan keberadaannya dengan kurikulum yang ada kemudian diramu menjadi
sebuah program pembelajaran individual.

Model pembelajaran terhadap peserta didik berkebutuhan khusus yang disiapkan oleh para
guru disekolah, ditunjukan agar peserta didik mampu untuk berinteraksi terhadap lingkungan
social. Pembelajaran tersebut disusun secara khusus melalui penggalian kemampuan diri peserta
didik yang paling dominan dan disarkan kepada kurikulum berbai kompetisi.

Model bimbingan kepada pesrtadidik berkebutuhan khusus, seyogyanya difokuskan


dahulu terhadap prilaku non adaptif atau prilaku menyimpang sebelum mereka melakukan
kegiatan kegiatan program kegiatan belajar individual bimbingan semacam ini dapat diterapkan
didalam pengkondisian lingkungan yang dapat mencapai perkembangan optimal dalam upaya
pengembangan prilaku-prilaku sesui dengan tugas-tugas perkembangnnya.

Masalah-masalah perilaku psikososial yang seringkali muncul adalah 1. Penakut seperti


pada takut pada binatang, gelap, dan lain-lain. 2. Perilaku agresif, yang tampak pada tindakan-
tindakan anak yang cenderung melukai anak lain. 3. Pendiam, menarik diri dan atau rendah diri.
Belakangan ini, sering juga terdengar istilah anak dengan budaya autisme.
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :

1. Bagaimana cara memberi pemahaman kepadea orang tua siswa untuk memahami
anaknya yang ABK ?

2. Apakah harus di dalam sekolah inklusi memiliki beberapa guru pedamping? Sedangkan
guru yang berada di lingkungan tersebut sudah memiliki ijazah PLB?

3. Apakah siswa normal yang ada di SDN Putraco tidak merasa terganggu dengan
keberadaan siswa ABK

C. TUJUAN

Tujuan Umum :

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui factor, jenis, ciri-ciri, dan cara
membantu anak berkebutuhan khusus, proses pembelajaran dan kurikulum yang terdapat pada
sekolah dari hasil kunjungan observasi.

Tujuan Khusus :

1. Meningkatkan wawasan pendidikan anak berkebutuhan khusus.

2. Menjabarkan pengertian berbagai kategori anak berkebutuhan khusus sesuai dengan hasil
kunjungan atau observasi.

3. Mengidentifikasi cirri-ciri berkebutuhan khusus sesuai kategorinya.

D.MANFAAT
Adapun manfaat yang kami harapkan dari penyusunan makalah ini yaitu untuk dapat menambah
pengetahuan bagi kami khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Selain itu dengan disusunnya makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi segala
sesuatu dan betapa pentingnya bagi kehidupan.

E. SISTEMATIKA PENULISAN MAKALAH

Sistematika penullisan ini terdiri dari IV Bab, yaitu :

Bab I yaitu Pendahuluan, bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penyusunan, manfaat penyusunan, sistematika penulisan.

Bab II yaitu Landasan Teori, yang berisi dan membahas tentang segala sesuatu mengenai Makna
Teori,dan Peran Filsafat Pendidikan Dalam pengembangan teori belajar

Bab III yaitu Metodology, terdiri atas Pembahasan, yang berisi dan membahas tentang
segala sesuatu mengenai SDN Putraco Indah

Bab IV yaitu Hasil Kunjungan,terdiri atas hasil wawancara.


Bab V yaitu Kesimpulan dan Saran

BAB II

KAJIAN TEORI

A . Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Sebelum di bahas tentanghakekat anak autistik sebagai bagian integral dari anak yang
berkebutuhan khusus yang juga secara umum dikeal oleh masyarakat sebagai anak luar biasa
,maka terlebih dahulu dibahas tentang hakekat anak luar biasa . Dalam percakapan sehari hari ,
orang yang dijuluki sebagai orang luar biasa ialah mereka yang memiliki kelebihan yan luar
biasa , misalnya orang yang terkenal memiliki kemampuan intelektuaL yang luar biasa ,
memiliki kreatifitas yang tinggi dalam melahirkan suatu temuan temuan yang luar biasa
dibidaang IPTEKS , religius,dan bidang bidang kehidupan lainnya yang bermanfaat bagi
masyarakat , dan orang yang mencapai prestasi yang menghebohkan dan spektakuler , misalnya
orang yang berhasil menaklukan gunung tertinggi di dunia dan sebagainya .

Dalam dunia pendidikan , kata luar biasa juga merupakan julukan atau sebutan bagi mereka yang
memiliki kekurangan atau mengalami berbagai kelainan dan penyimpagan yang tidak di alami
oleh orang normal pada umumnya . Kelainan , atau kekurangan yang dimiliki kekurangan oleh
mereka yang disebut luar biasa dapat berupa kelainan dalam segi fisik , psikis , sosisal , dan
moral .

Kelainan dari segi fisik berupa kecacatan fisik , misalnya orang yang tidak memiliki kaki
sebelah kiri , matanya buta sebelah , dan sejenisnya . kelainan dari segi fsikis atau aspek
kejiwaan ( psikologis ) . misalnya orang yang menderita keterbelakangan mental akibat dari
intelegesi yang dimiliki di bawah normal . Kelainan dari segi sosial , misalnya orang yang tidak
dapat melakukan interaksi dan komunikasi sosial , sehingga mereka tidak dapat di terima secara
sosial oleh masyarakat sekitarnya yang mnyebabkan mereka kurang bergaul dan merasa rendah
diri yang berlebihan , dan kelainan dari segi moral dapat berupa ketidakmampuan seseorang
untuk mengendalikan emosi dan hati nuraninya sehingga orang tersebut berbuat amoral di tengah
masyarakatnya .Contoh golongan orang yang menderita kelainan moral ialah mereka yang
menyandang sebagai anak yang tunalaras .

Pengertian luar biasa dalam dunia pendidikan mempunyai ruang lingkup pengertian yang
lebih luas daripada pengertian berkelainan atau cacat dalam percakapan sehari hari . dalam
dunia pendidikan istilah luar biasa mengandung arti ganda , yaitu mereka yang menyimpang ke
atas karena mereka memiliki kemampuan yang luar biasa dibanding dengan orang normal pada
mereka yang mnyimpangumumnya dan mereka yang mnyimpang ke bawah , yaitu mereka yang
menderita kelainan atau ketunaan dan kekurangan yang tidak di derita oleh orang normal pada
umumnya .

Contoh orang yang menyimpang ke atas dari segi kemampuan intelektual ( otak ) , misalnya
professor B.J Habibie karna dia memiliki inteligensi di atas orang normal dan kemampuan
intelektual dibidang aerodinamika yang berkelas dunia sehingga beliau di juluki sebgai orang
yang jenius di bidangnya , sedangkan contoh orang yang menyimpang ke bawah ialah mkisalnya
orang yang memiliki inteligensi di bawah rata rata degan gejala prilaku , yaitu lamban dalam
belajar dan sulit dalam belajar .

Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) di definisikan sebagai
anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan potensi
kemanusiaan mereka secara sempurna (Hallahan dan Kauffman, 1986). Anak luar biasa, juga
dapat di definisikan sebagai anak yang berkebutuhan khusus. Anak luar biasa di sebut sebagai
anak berkebutuhan khusus, karena dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, anak ini
membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan sosial, layanan bimbingan dan konseling,
dan berbagai jenis layanan lainnya yang bersifat khusus.

Jenis-jenis layanan tersebut di berikan secara khusus kepada anak yang berkebutuhan khusus
oleh pihak yang berkompeten pada setiap jenis layanan itu. Adapun yang termasuk pihak-pihak
yang berkompeten dalam memberikan layanan pendidikan, sosial, yang berijazah pendidikan
luar biasa, pekerja sosial, konselor/petugas bimbingan konseling, dan ahli lain yang relevan
dengan jenis layanan yang di berikan kepada anak luar biasa. (Halaman 1-15)

B. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Dalam dunia pendidikan luar biasa dewasa ini, anak berkeutuhan khusus di klasifikasikan atas
beberapa kelompok sesuai dengan jenis kelainan anak. Klasifikasi tersebut mencakup kelompok
anak yang mengalami keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar, gangguan emosional,
kelainan fisik, kerusakan atau gangguan pendengaran, kerusakan atau gangguan penglihatan,
gangguan bahasa dan wicara, dan kelompok anak yang berbakat. Urayan berikut ini di bahas
tentang pengertian, faktor penyebab, karakteristik dari masing-masing klasifikasi anak
berkebutuhan khusus tersebut.

1. Anak retardasi mental

Pengertian dan Definisi Retardasi Mental

Kelompok anak yang mengalami keterbelakangan mental atau disebut juga retardasi mental di
definisikan sebagai kelompok anak yang memiliki fungsi intelektual umum dibawah rata-rata
secara signifikan yang berkaitan dengan gangguan dalam penyesuaian prilaku yang terwujud
atau terjadi selama periode perkembangan (Grossman, in press, 1987). Fungsi intelektual umum
yang dimiliki oleh anak yang mengalami retardasi mental dapat diukur dari rata-rata tes
inteligensi yang diadministrasi secara individual. Pedoman dari American Association Mental
Deficiency (AAMD)dapat digunakan sebagai garis pedoman bagi posisi seseorang yang tidak
termasuk retardasi mental, kecuali juka seorang anak memiliki skor tes inteligensi sebesar 70
atau dibawah 70 baru dianggap sebagai redartasi mental.

Disisi lain, ada pedoman yang menetapkan skor tes inteligensi sebesar 75 sebagai retardasi
mental, terutama dalam setting sekolah. Sedangkan ukuran penyesuaian perilaku ialah berkenaan
dengan bagaimana seseorang dapat beradaptasi terhadap tuntutan lingkingan, dan periode
perkembangan terjadinya retardasi mental pada diri anak menurut AAMD, yaitu antara konsepsi
(sejak terjadinya pertemuan sel jantan dan sel betina/sel telur) dan sembilan belas hari kelahiran.

Klasifikasi dan Faktor Penyebab Keterbelakangan Mental

Kelompok amak yang retardasi mental terbagi atas empat klasifikasi menurut AAMD, yaitu
retardasi ringan, sedang, berat dan sangat berat. Pengelompokan ini di dasarkan atas tingkat
intelegensi yang dimiliki oleh anak dan tingkat keterbelakangan mental dan yang dialami oleh
anak .

Keterbelakangan mental yang dialami oleh seorang anak di sebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya faktor latar belakang sosial ekonomi orang tua yang rendah, faktor genetik, dan
lingkungan sosial (Heber, 1959). Selain itu, keterbelakangan mental juga di sebabkan karena
kekurangan fisik otak, karena downs sindrom, phenylketunuria, dan penyakit Tay-Sachs
(Macmillan, 1982). Downs sindrom disebabkan oleh kelainan kromosom yang dialami oleh
anak, yaitu hanya terdapat 21 pasangkromosom yang seharusnya berjumlah 23 pasang
kromosom. (Halaman 24)

Selain faktor kromosom yang menyebabkan lahirnya anak yang downs sindrom, juga
disebabkan karena faktor usia ibu uang hamil, pengaruh radiasi, dan karena infeksi virus
(Macmillan, 1982). Oleh karena itu, kesemua faktor-faktor yang menjadi penyebab lahirnya anak
yang downs sindrom harus diperhatikan oleh calon ibu, ibu yang sedang hamil, pihak ayah,
keluarga, dan masyarakat.

Phenylketunuria (PKU) ialah suatu kondisi yang di wariskan yang menyebabkan ketidah
mampuan tubuh untuk mengubah phenylalanine (suatu subtansi makanan umum yang ditemukan
dalam susu) kedalam tyrosin. Penambahan kekuatan phenylalanine berakibat pada
perkembangan otak yang tidak normal. Phenylketunuria (PKU) dapat di deteksi pada hari
pertama sesudah kelahiran melalui tes darah bayi dan ibu bayi secara rutin.

Anak yang menderita phenylketunuria dapat diobati dengan suatu tindakan diet khusus. Jika
tindakan diagnosis dan tindakan pengobatan dapat dilakukan secara dini, maka kemungkinan
anak menderita keterbelakangan mental masih dapat diatasi. Akan tetapi sebaliknya, jika tidak
segera dilakukan tindakan pengobatan pada bayi yang phenylketunuria maka kemungkinan bayi
mengalami kerusakan otak sangat besar yang pada akhirna menyebabkan anak mengalami
retardasi mental .

Karakteristik keterbelkangan mental

Dari berbagai hasil penelitian tentang retardasi mental dan pengalaman kerja hidup bersama
dengan anak yang terbelakang mental untuk mengamati prilaku anak tersebut, maka kita dapat
memiliki sejumlah pengetahuan tentang karakteristik keterbalakangan mental anak. Salahsatu
karakteristik intelektual umum dari anak yang mengalami keterbekangan mental ialah anak
memiliki kesulitan dalam semua aspek fungsi intelektual-belajar konsep, memori, perhatian, dan
bahasa. Anak yang retardasi mental lambat dalam belajar konsep, memiliki kesulitan dalam
mengingat sesuatu, menunjukan masalah perhatian, dan mengalami defisiansi bahasa dan
percakapan.

Dengan mengetahui bahwa anak yang mengalami keterbelakangan mental memiliki masalah
dalam belajar konsep, memori atau ingatan, perhatian, dan bahasa, sebagai pendidik tidak dapat
berbuat banyak dalam mengatasi kesulitan intelektual yang di alami oleh anak yang terbalakang
mental tersebut. Namum para pendidik khusus dan para ahli psikologi tetap berupaya untuk
membantu anak dalam meringankan kesulutan intelektual yang dialami dan berusaha mencari
penyebab keterbelakangan mental pada anak dan upaya mencegah dan mengatasinya. Telah
banyak perhatian yang di curahkan oleh para pendidik khusus yang ahli psikologi untuk meneliti
tentang masalah intelektual umum yang dialami oleh anak yang terbelakang mental yang
mempengaruhi kesulitan belajar kosep, memori, perhatian, dan bahasa anak terbelakang mental.
Pada umumnya pendidik khusus beranggapan bahwa keterbelakangan mental yang dialami
seorang anak terutama di sebebkan oleh kerusakan dalam struktural atau fisiologik otak. Para
pendidik khusus percaya bahwa tingginya persentase individu yang mengalami keterbelakangan
yang miskin performasi dalam belajar konsep, memori , perhatian, dan bahasa adalah akibat dari
kerusakan fisiologik otak pada diri anak yang terbelakang mental. Para ahli fsikologi dan
pendidik khusus telah melakukan berbagai upaya melalui proses kontrol ekskutif dalam
mengurangi kemiskinan performansi belajr konsep, memori, perhatian, dan bahasa memori,
perhatian, dan bahasa pada diri anak yang mengalami keterbelakangan mental (Baumeister dan
Brooks, 1981; Campione dan Brown, 1977). (Halaman 25)

Proses kontrol eksekutif merupakan strategi individual yang dapat digunakan untuk membantu
diri sendiri bagi para individu yang terbelakang mental dengan melakukan berbagai tugas dengan
baik tentang : belajar konsep, memori, perhatian, dan bahasa dalam daerah memori terhadap dua
strategi latihan dan organisasi yang dapat diberikan kepada anak yang terbelakang. Sebagai
contoh anak dilatih untuk mengorganisasi sepuluh kata yang dicampur aduk kedalam tiga
kelompok, yaitu kata-kata yang termasuk ke dalam kelompok binatang, kelompok bunga, dan
kelompok makanan. Kata-kata yang bercampur aduk iyalah kata-kata berikut ini : anjing, kucing,
susu, bunga matahari, kancil, roti, bunga mawar, bunga narsis, burung dan kue. Latihan
pengelompokkan kata-kata ini ialah untuk melatih memori anak yang terbelakang mental.

Selain anak terbelakang mental memiliki karakteristik intelektual, juga memiliki karakteristik
kepribadian. Karakteristik kepribadian anak yang terbelakang mental di pengaruhi oleh
karakteristik intelektual anak. Sebaliknya, karakteristik intelektual anak terbelakang mentang
akan mempengaruhi karakteristik kepribadian, sosial, dan emosional anak. Oleh karena itu, anak
yang terbelakang mental memiliki hubungan sosial dan emosional yang miskin dengan orang
lain dan lingkungannya.

Pada umumnya ahli di bidang pendidikan luar biasa percaya bahea soal kepribadian yang dialami
oleh anak yang terbelakang mental akan mengurangi motivasi anak untuk sukses. Harters (1978)
memandang masalah motivasi pada anak yang terbelakang mental dapat di terima dengan wajar.
Harters mengkaji antar motivasi anak normal dengan motivasi anak yang terbelakang mental
terhadap penguasaan tugas. Sepanjang anak terbelakang mental bersama dengan anak normal
maka anak terbelakang mental tersebut akan dimanipulasi dikuasai lingkungan mereka oleh anak
yang normal. Hal ini disebabkan karena motivasi anak terbelakang untuk menguasai tugas-tugas
sosial lebih rendah ketimbang dengan motivasi anak normal untuk menguasai tugas-tugas sosial.

Sepanjang sejarah menunjukkan bahwa anak terbelakang mental sering gagal melakukan suatu
tugas dari pada anak normal. Anak terbelakang mental secara umum kurang memiliki motivasi
untuk sukses dan kurang percaya diri dalam berbuat sehingga sering mengalami kegagalan dalam
hidup yang sering dialami oleh anak yang terbelakang mental, juga menjadi faktor penghambat
bagi munculnya motivasi untuk hidup pada diri anak yang terbelakang mental.

Namun pada umumnya anak terbelakang mental yang hidup di lingkungan masyarakat yang
pamiliar dan bersikap sosial yang positif terhadap anak yang terbelakang mental, akan dapat
menumbuh kembangkan motivasi hidup kepada diri anak. Oleh karena itu, sangat diharapkan
pada semua pihak, khususnya pihak orang tua, anggota keluarga seisi rumah, pihak sekolah, dan
masyarakat harus dapat menerima keberadaan anak terbelakang mental dilingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat agar anak memiliki motivasi dan rasa percaya diri untuk menjalani
hidup dengan penuh kemandirian sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

1. Anak Tidak Mampu Belajar

Pengertian atau Definisi Anak tidak Mampu Belajar

Ketidakmampuan belajar secara spesifik berarti suatu gangguan pada satu atau lebih dari
keterlibatan proses psikologik dasar dalam memahami dan dalam menggunakan bahasa,
bercakap, dan menulis yang diwujudkan dalam ketidakmampuan dalam mendengar, berpikir,
brcakap, membaca, menulis, mengeja, dan untuk melakukan kalkulasi matematik. (Register
Federal, 1997). Anak yang tidak mampu belajar, juga dapat diartikan sebagai anak yang
mengalami kesenjangan yang berat antara kemampuan intelektual yang dimiliki dengan hasil
yang dicapai pada salah satu atau lebih bidang belajar berupa: ekspresi oral, pemahaman
pendengaran, keterampilan membaca dasar, pemahaman bacaan, dan kalkulasi matematik atau
pemikiran matematik (Register Federal, 1997). (Halaman 26)

Penyebab Ketidakmampuan Belajar

Penyebab ketidak mampuan belajar dapat di kelompokan ke dalalm empat kategori penyebab,
yaitu karena disfungsi otak, gangguan biokemik, faktor genetik, dan faktor lingkungan.
Disfungsi otak berkaitan dengan ketidakmampuan belajar yang terjadi karena anak mengalami
kelukaan pada otaknya yang di sebut kerusakan otak minimal yang menyebabkan otak tidak
bekerja dengan baik. Karena otak mengalami kelukaan atau kerusakan jaringan (Sandoval dan
Haapmanen, 1982).

Sebagian ahli berpendapat bahwa disfungsi otak yang minimal berdasar kepada berbagai signal
prilaku yang di pertunjukan oleh anak (Gaddes, 1981). Tanda prilaku ini di sebut tanda yang
halus, karena tidak mungkin tanda keras terhadap neurologik yang klasikal yang
menunjukan garis batas disfungsi otak. Metode lain dalam mendeteksi atau mendiagnosis
disfungsi otak pada anak ialah dengan menggunakan EEG(electroencephalogram). EEG ini dapat
di gunakan untuk mengukur aktifitas elektrik otak melalui elektroda yang dilekatkan kepada
tengkorak kepala.

Kekurangan utama dari metode EEG ini dalam mendiagnosis disfungsi otak ialah metode EEG
ini sangat tidak akurat (Coles, 1978 dan Winkler, dkk, 1970). Seseorang yang benar-benar
mengalami kerusakan otak karena kesakitan dan kecelakaan tidak menunjukan tanda halus yang
abnormal yang terekam dalam EEG. Beberapa ahli percay bahwa anak yang tidak mampu belajar
dapat mengalami masalah fisiologik atau gangguan biokemik. Ada dua penyabab utama bagi
munculnya gangguan biokemik ini, yaitu karena anak mengalami defisiensi vitamin(Brenneer,
1982 dan alergi terhadap bahan makanan seperti makanan celupan), (Mayron, 1979 dan Weiss,
1982). Dalam kasus anak mengalami alergi terhadap makanan, anak menunjukan sindrom
kelelahan dengan tensi alergik.

Perlakuan yang dapat di berikan kepada anak yang mengalami difisiensi vitamin ialah
memberikan vitamin kepada anak dengan dosis yang tinggi (Cott.1971). untuk anak yang alergi
terhadap makanan, maka perlakuan yang dapat di berikan ialah dengan mnyuruh anak untuk diet
secara khusus (Feingold, 1975). Dengan perlakuan diet ini, sekitar 50%anak yang hiperaktif
dapat di bantu dengan diet dengan membatasi anak memakan makanan yang berwarna yang
imitasi dan jenis makanan berupa apel, orange, tomat, dan buah arbei yang secara ilmiah
mengandung bahan yang di sebut salicylate.

Ketidak mampuan belajar yang di alangmi oleh seseorang tidaklah di wariskan dari
keduaorangtua. Dengan kata lain, faktor genetik bukan merupakan faktor penyebab terjadinya
anak yang tidak mampu belajar, kontribusi genetik terhadap ketidak mampuan belajar masih
tidak jelas, sehingga para ahli berpendapat bahwa ketidak mampuan belajar alami seseorang
belajar yang di alami seorang anak bukan di sebabkan oleh faktor genetik.

Fangktor lingkungan juga merupakan faktor yang tidak menyebabkan anak mengalami
ketidakmampuan belajar. Mayoritas anak yang tidak mampu belajar tidak berasal dari
lingkungan keluarga yang melarat. Namun lingkungan belajar yang miskin berkontribusi kecil
bagi lahirnya anak yang mengalami ketidak mampuan belajar.

Karakteristik Anak yang Tidak Mampu Belajar

Masalah karakteristik anak yang tidak mampu belajar akan tercermin pada perilaku belajar anak.
Karena itu, terdapat sepuluh karakteristik anak yang menyalami ketidakmampuan belajar.
Kesepuluh karakteristik tersebut terwujud berupa sompton-simpton, yaitu anak hiperaktif, anak
mengalami kerusakan perseptual motor, kelabilan emosional, kurangnya koordinasi secara
umum, anak mengalami gangguan perhatian, gangguan memori, impulsip, gangguan memori dan
pikiran, mengalami masalah akademik yang khusus (masalah membaca, aritmatik menulis, dan
mengeja), gangguan bicar dan pendengaran, dan isarat neurologik yang tidak jelas dan
ketidakteraturan EEG.
1. Anak Dengan Gangguan Emosional

Pengertian atau Definisi Gangguan Emosional

Gangguan Emosional diartikan sebagai suatu ketidakmampuan belajar yang tidak dijelaskan oleh
faktor kesehatan, intelektual, dan sensorik. Gangguan Emosional juga dapat diartikan sebagai
suatu ketidakmampuan yang dimiliki oleh seseorang dalm membangun dan memelihara
hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan guru. Suatu keadaan jiwa yang tidak
bahagia dan depresi dan suatu ketidaktepatan tipe perilaku atau perasaan pada kondisi sekitar
yang normal juga merupakan definisi dari gangguan emosional. Selain itu, gangguan Emosional
juga dapat di definisikan sebagai suatu kecenderungan berkembangnya simpton fisik atau
ketakutan yang dihubungkan dengan masalah personal masalah sekolah.

Penyebab Gangguan Emosional

Pada umumnya kasus gangguan emosional yang ringan sampai yang berat tidak diketahui
penyebabnya. Banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi emosi dan pengalaman manusia
merupakan faktor yang mempersulit untuk menentukan dengan nyata faktor-faktor apa yang
menyebabkan seseorang mangalami gangguan emosional. Pengalaman lingkungan dan keadaan
sekitar diduga dapat menjadi faktor penyebab gangguan emosional. Banyak sekali situasi yang
ada sekarang ini yang dapat menciptakan masalah emosional pada remaja kita, sehingga para
remaja mengalami gangguan emosional. (Halaman 27)

Karakteristik Umum dan Khusus Anak Dengan gangguan Emosional

Terdapat tiga karakteristik umumyang nampak pada anak yang mengalami gangguan emosional
ringan dan sedang , yaitu hasil belajar belajar anak rendah di bidang akademik, hubungan
interfersonal anak yang miskin, dan anak yang memiliki haraga diri yang rendah. Dalam hal hasil
belajar akademik yang rendah, salah satu kesalahan konsepsi yang umum ini ada benarnya,
kebanyakan anak yang mengalami gangguan emosional yang ringan dan sedang justru
performasinya kurang pada tes intelegensi dan dalam semua bidang hasil belajar akademik jika
di bandingkan dengan teman sebaya mereka yang tidak mengalami gangguan emosional.

Dari segi hubungan interpersonal yang miskin yang di alami oleh anak dengan gangguan
emosional, anak ini sering di gambarkan sebagai anak yang blak-blakan karena mereka
kehilangan keterampilan sosial dan sifat-sifat kepribadian yang menyenangkan bagi oranglain,
guru, orangtua, dan teman sebaya mereka. Anak dengan gangguan emosional ini sering tidak di
sukai dan di tolak oleh orang yang mereka temui.
Dari segi harga diri yang rendah anak dengan gangguan emosional seringkali memiliki perasaan
yang miskin terhadap kebenaran diri dan konsep dirinya. Mengukur konsep diri sesuai
pengamatan guru menunjukan bahwa anak yang mengalami gangguan emosional memiliki
masalah harga diri yang berat atau rendah. Sedangkan karakteristik khusus yang di tunjukan oleh
anak yang mengalami gangguan emosional menurut Achenbach dan Edelbrock (1981), yaitu
anak bertindak kepada kaum muda dengan cara tidak hormat, menentang, tidak dapat
konsentrasi, obsesi, hiperaktif, pusing, menangis, mimpi siang bolong, meminta perhatian, kejam
terhadap orang lain, tidak tunduk kepada peraturan di sekolah dan di rumah, miskin relasi
sosialnya dengan teman sebayanya, merasa tidak bersalah, merasa tidak di cintai, merasa benar,
suka menyendiri, nervus, imfulsif, defresi, tidak di sukai teman dan orang lain. Beberapa
karakteristik prilaku di atas merupakan gangguan yang kadang tidak menunjukan perbedaan
yang berarti antara anak yang mengalami gangguan emosional dengan anak normal.

Karakteristik anak Dengan Gangguan Emosional Berat dan Sangat Berat

Anak yang mengalami gangguan emosional yang berat dan sangat berat memiliki lebih dari satu
karakteristik, yaitu tidak mampu bercakap, kurang mengerti percakapan orang lain, terbanyak
prilaku yang menstimulasi diri, melukai diri, kurang bahkan tidak memiliki keterampilan untuk
memelihara diri, tidak resposif dan tidak hangat kepada oranglain, dan mengalami
keterbelakangan intelektual. Karakteristik anak dengan gangguan emosional berat dan sangat
berat harus di pahami dengan baik oleh para pendidik khusus, pendidik sekolah reguler dengan
sistem inklusi, para orangtua dan anggota keluarga serta masyarakat dalam upaya untuk
menyukseskan pemberian layanan pendidikan kepada mereka.

1. Anak Dengan Gangguan Bahasa dan Wicara

Pengertian Gangguan Bahasa dan Wicara

Anak yang mengalami gangguan bicara dan bahasa akan mempengaruhi komunikasi dan
menyebabkan perasaan tidak enak pada pembicara dan pendengar. Beberapa bentuk kelainan
dalam berbicara dan berbahasa, misalnya dialek regional dan logat atau aksen yang biasanya
yang mendatangkan reaksi negatif atau tidak enak dari pendengar. Akan tetapi sepanjang
komunikasi tidak terganggu, maka kelainan yang muncul tidak di tetapkan sebagai suatu
gangguan. Gangguan bahasa merupakan kelainan dalam sistem atau komunikasi seperti
kekurangan verbal/atau kekurangan reseptif bahasa secara nyata. Gangguan wicara merupakan
masalah dalam produksi bahasa yang dapat di ketahui dengan jelas. Gangguan wicara merupakan
pengubahan karakteristik atau prilaku khusus yang merintangi produksi vokal. (Halaman 28)

Tipe-tipe Gangguan Bahasa dan Wicara

Terdapat empat tife gangguan bahasa , yaitu ketidak hadiran bahasa, kelambatan dalam bahasa ,
gangguan atau hambatan berbahasa, dan kualitas gangguan berbahasa. Sedangkan ganguuan
wicara mencakup absensi wicara, gangguan artikulasi, gangguan suara, dan gangguan kelancaran
berbahasa.
Penyebab Gangguan Bahasa dan Wicara

Beberapa penyebab kelainan wicara yang nyata menurut para ahli memiliki implikasi penting
untuk menyeleksi intervensi. Misalnya gangguan suara dan artikulasi kadang di sebabkan oleh
abnormalitas muka dan mulut yang dapat mempengaruhi kegunaan lidah, bibir, bagian hidung,
telinga, gigi dan langit-langit mulut. Penyebab gangguan suara dan artikulasi yang lain yaitu
ketulian dan kerusakan kontrol maskular (otot). Penentuan penyebab dalam kasus seperti ini
penting diketahui untuk tujuan penyembuhan atau korektif. Penyebab gangguan wicara ialah
karena anak mengalami abnormalitas fasial, ketulian, dan dysarthria belum dikaji secara dalam.
Pada umumnya kasus seperti ini terjadi pada saat kelahiran yang belum dapat dideteksi
(Kneedler,dkk.,1984).

Karakteristik Gangguan Bahasa dan Wicara

Anak yang mengalami gangguan wicara dan bahasa akan merasa frustasi pada diri mereka sejak
mereka merasa terhambat keinginannya untuk mengelola dan menyampaikan gagasan mereka
kepada oaranglain. Selain itu, anak akan merasa mendapatkan beban tambahan jika masyarakat
bersikap menolak dan alienasi kepada mereka (Kneedler,dkk.,1984).

1. Anak Dengan Kerusakan Pendengaran

Pengetian Anak dengan Kerusakan Pendengaran Secara Fisikologik

Para ahli berpendapat bahwa kerusakan pendengaran secara fisiologik diartikan sebagai
gangguan pendengaran yang timbul karena kerusakan fungsi-fungsi alat dengar. Kehilangan
pendengaran yang berat diklasifikasikan sebagai anak yang tuli dan anak yang mengalami
kehilangan pendengaran ringan ditetapkan sebagai anak yang menderita keras pendengaran.

Definisi Anak dengan Keruskan Pendengaran Secara Pendidikan

Kerusakan pendengaran secara pendidikan ialah gangguan pendengaran yang dialami oleh anak
yang menyebabkan anak tidak memiliki keterampilan dalam berkomunikasi dan keterampilan
lain yang dibutuhkan dalam proses pendidikan di kelas. Oleh karena itu, pada guru diharapkan
dapat mengembangkan keterampilan komunikasi atau bahasa dan wicara anak tuli secaravisual
dan pengembangan keterampilan komunikasi dasar melalui saluran pendengaran yang secara
umum menggunakan alat bantu dengar (Ross, 1982). Anak tuli sering diajar dalam bahasa isyarat
dan mengeja dengan jari dan anak dengan keras pendengaran lebih mungkin diajar memahami
kata-kata dengan melihat gerak bibir orang lain, dan selanjutnya anak diajar berbicara.(Halaman
29)

Kehilangan pendengaran yang berat

Sejumlah kasus kehilangan pendengaran diketahui dengan cara mengukur intensitas suara yang
disebut Bel (Alexander Graham Bell). Skala pengukuran kasus kehilangan pendengaran
manggunakan satuan desibel. Setia desibelmenggambarkan kecilnya perbedaan kekerasan suara
dalam berbicara. Keredupan suara seseorang dengan pendengaran normal dapat dideteksi oleh
pencatat pada desibel nol. Suara bisikan = 30 desibel (db), pecakapan normal = 60 desibel, suara
keras = 90 desibel, dan rentangan suara yang mulai tidak mengenakkan dan menyakitkan telinga,
yaitu pada 120-130 desibel.Jika seseorang yang tidak dapat mendengar suara pada kekerasan 90
desibel atau lebih besar dari itu, berarti orang tersebut menderitakehilangan pendengaran sangat
berat dan dikelompokan sebagai anak tuli. Orang yang kehilangan suara pada taraf ringan dapat
dalam dideteksi dalam rentangan 60-70 desibel, dan dianggap sebagai anak yang menderita
kehilangan pendengaran sedang dan dikelompokkan sebgai anak yang keras pendengaran.

Karakteristik Anak yang Mengalami Kehilangan Pendengaran

Boothroyd (1982) berpendapat bahwa anak yang mengalami kehilangan pendengaran bahwa
anak yang mengalami kehilangan pendengaran dicirikan oleh adanya masalah sensorik yang
dialami oleh anak yang ditandai dengan adanya gangguan: perseptual, wicara, komunikasi,
kognitif, sosial, emosional, pendidikan, intelektusal, dan vokasional. Beberapa karakteristik atau
ciri yang ditunjukan oleh anak yang mengalami kehilangan pendengaran tidak semuanya muncul
dan dialami oleh anak yang mengalami hilang pendengaran. Beberapa karakteristik tersebut
perlu diketahui dan dipahai oleh para peserta didik, pendidik, para orang tua dan anggota
keluarga dilingkungan rumah, masyarakta, dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
pendidikan untuk anak tunarungu guna mempermudah proses pembelajaran anak disekolah,
dirumah, dan dimasyarakat.

1. Anak Dengan Gangguan atau Kerusakan Penglihatan

Pengertian Anak dengan Gangguan / Kerusakan Penglihatan Menurut Pendidikan


Anak dengan gangguan atau kerusakan penglihatan adalah individu yang mengalami kerusakan
penglihatan sehingga dalam proses pendidikannya harus diajar dapat membaca dengan
menggunakan alat bantu Braille atau dengan metode aural (menggunakan media tape yang dapat
merekam dan didengar) oleh anak yang mengalami kerusakan penglihatan. Sedangkan orang
yang melihat secara parsial (sebagian) adalah orang yang dapat membaca cetakan yang
diperbesar dengan alat pembesar dan buku cetak yang diperbesar mungkin agar orang tersebut
dapat membacanya untuk tujuan proses pembelajaran kelas.

Penyebab Kerusakan Penglihatan

Penyebab kerusakan visual secara umum ialah karena kesalahan refraksi yang berkaitan dengan
lipatan sinar cahaya oleh mata. Akibatnya dari kesalahan refraksi itu yaitu menyebabkan
berkurangnya ketajaman penglihatan sentral. Faktor maskular, juga menjadi penyebab terjadinya
kerusakan penglihatan. Faktor maskular mencakup faktor strabimus dan nystagmus. Faktor
Strabimus dapat menyebabkan kebutaan jika dibiarkan tanpa diobati atau diterapi. Nygstamus
ialah suatu kondisi yang mana mata bergerak secara terpaksa, cepat, dan tersentak. Kerusakan
penglihatan juga dapat disebabkan oleh faktor biologik. Pada umumnya kondisi seperti ini
melibatkan kerusakan retina dan dapat menyebabkan kerusakan visual yang berat.

Karakteristik Anak dengan gangguan / Kerusakan Penglihatan

Salah satu karakteristik utama dari anak yang mengalami gangguan atau kerusakan penglihatan
ialah anak tersebut menggunakan alat berjalan atau pemandu berjalan yang bersifat eksternal.
Ada tiga alat berjalan untuk anak yang mengalami kerusakan penglihatan, yaitu menggunakan
manusia pemandu, tongkat untuk berjalan, dan anjing pemandu sebagai alat untuk berjalan.

Selain itu alat pemandu untuk berjalan yang dapat digunakan oleh anak yang mengalami
kerusakan penglihatan, juga penggunaan alat bantu untuk melihat apapun jenisnya sangat
membantu bagi anak yang mengalami gangguan penglihatan kategori ringan dan sedang. Sebagai
contoh, anak yang mengalami gangguan penglihatan dalam bentuk tidak mampu membaca
naskah bacaan yang kecil tulisannya, maka dapat menggunakan kacamata positif yang
disesuaikan dengan tingkat gangguan penglihatan yang dialami oleh anak dan usia anak. Karena
itu, salah satu ciri anak yang mengalami gangguan penglihatan ialah menggunakan kacamata
sebagai alat bantu untuk melihat.

1. Anak Dengan Ketidakmampuan Fisik

Pengertian Anak Dengan Ketidakmampuan Fisik


Anak denga ketidakmampuan fisik ialah anak yang mengalami gangguan atau kerusakan fisik
yang mempengaruhi kehadiran anak disekolah, karena itu pemberian layanan khusus kepada
mereka sangat diperlukan. Hal ini sejlan dengan tuntuna badan kemanusiaan dunia yang
menyerukan perlunya pemberian pendidikan kepada mereka yang mengalami kelainan dan
ketidakmampuan dalam menjalani hidup mereka.

Penyebab Ketidakmampuan Fisik

Ketidakmampuan fisik atau gangguan fisik yang dialami oleh seseorang disebabkan oleh
berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut, diantaranya Faktor Genetin, Kelukaan, Kecelakaan, dan
Faktor Penyakit. Faktor penyakit poliamyelitis atau polia sebagi suatu infeksi penyakit viral
merupakan penyebeb umum kelumpuhan yang dapat menyebabkan ketidakmampuan fisik.
Sedangkan penyakit spinabifida pada umumnya bersihat bawaan. Spinabifida yaitu tulang
belakang tidak tertutup sama sekali pada garis tenga tubuh selama perkembangan fetus.

Seorang bayi yang lahir dengan spinabifida biasanya dilakukan pembedahahn pada awal
kehidupan anak untuk memperbaiki kalainan jika memungkinkan. Anak yang mengalami
spinabifida yang tidak diobati, maka akan menggunakan tongkat penolong atau kursi roda agar
dapat hadir belajar disekolah. Masalah yang biasa dialami oleh pihak sekolah dalam mendidik
anak dengan spinabifida ialah menghadapi anak yang tidak dapat mengontrol air besar dan air
kecilnya disekolah. Jika kondisi ini terjadi, maka dibutuhkan kesabaran dan keuletan dari pihak
guru dan staf sekolah lainnya dalam menangani anak dengan spinabifida.

1. Anak Berbakat

Pengertian Anak Berbakat

Anak berbakat ialah anak yang memiliki bakat yang istimewa di bidang intelektual , seni, olah
raga, dan keterampilan tertentu. Istilah anak berbakat mengacu kepada tiga istilah yang umum di
gunakan oleh masyarakat pendidikan, yaitu anak jenius, gifted, dan telented. Anak jenius
menunjuk kepada anak yang memiliki tingkat kecerdasan atau intelegensi yang luar biasa
misalnya berintelegensi 180 ke atas. Istilah gifted juga menunjuk kepada bakat intelektual yang
istimewa yang dimiliki oleh seseorang. Sedangkan istilah telented lebih mengacu kepada
kemampuan istimewa yang dimiliki seseorang pada bidang seni, olah raga, dan keterampilan
tertentu (Kneedler,1984).

Faktor Penyebab Keberbakatan

Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap lahirnya ank yang berbakat. Faktor-faktor
tersebut diantaranya faktor genetik atau keturunan (faktor biologik), faktor gizi yang baik yang di
konsumsi oleh ibu hamil, dan ibu hamil bebas dari gangguan kesehatan, infeksi, dan penyakit
selama kehamilan, juga merupakan faktor pendukung lahirnya bayi yang berbakat. Hasil
penelitian (Bouchard dan McGue,1981) menyimpulkan bahwa pengaruh faktor genetik terhadap
kemampuan mental seseorang ialah sangat besar. Ini berarti bahwa faktor gen berbakat dari
orangtua memegang peranan yang besar.

Selain faktor biologik dan faktor lain yang berpengaruh dalam melahirkan anak yang berbakat,
faktor budaya dan lingkungan sosial juga memiliki sumbangan yang sangat signifikan dalam
melahirkan sumber daya manusia yang berbakat. Suatu masyarakat yang memiliki tingkat
kemajuan kebudayaan dan lingkungan sosial (termasuk lingkungan belajar) yang sangat maju
akan lebih dapat memberikan iklim pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak yang lebih
baik dari pada ank yang hidup di iklim lingkungan sosial dan budaya yang terbelakang.

Karakteristik Anak Berbakat

Ada beberapa karakteristik yang menonjol pada diri anak yang berbakat, yaitu anak memiliki
intelegensi yang tinggi, superior dalam bidang akademik di sekolah, dan bekerja secara
profesional dalam menekuni suatu pekerjaan tertentu dan memiliki suatu kreatifitas yang tinggi.
Salah satu wujud peran yang dapat di berikan oleh pihak keluarga, sekolah dan masyarakat
dalam membantu anak yangembang berbakat untuk mencapai aktualisasi diri ialah melalui
pengembangan kreatifitas pada diri anak berbakat. Pihak keluaga, sekolah dan masyarakat
hendaknya dapat berperan dalm menghargai anak berbakat sebagai pribadi, memberikan contoh
teladan yang baik dalam hal pengembangan kreatifitas anak, menaruh perhatian yang besar
dalam mengembangkan bakat dan kreatifitas anak, dan tidak khawatir terhadap segala gerak-
gerik dan berbagai aktifitas yang dilakukan oleh anak dalam mewujudkan potensi dan bakatnya
melalui aktivitas yang kreatif (Campbell,1986).

C. Program Pendidikan Untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Kata program berasal dari Bahasa Inggris, yaitu Programe yang mengandung arti rencana atau
rencana kegiatan. Dengan mengacu pada arti kata program yang berarti rencana, maka program
pendidikan untuk berkebutuhan khusus dalam tulisan ini diartikan sebagai rencana kegiatan
pendidikan yang akan diberikan kepada anak berkabutuhan khusus di sekolah-sekolah khusus
dan di sekolah-sekolah regular yang menerapkan system pendidikan. Program pendidikan yang
cocok dan sesuai dengan kebutuhan mereka ialah program pedidikan individual yang biasa
disingkat PPI.

Program pengembangan pendidikan individual (PPI) untuk anak yang berkebutuhan khusus
dikembangkan dengan melalui berbagai proses atau tahap-tahap pengembangan dan pelaksanaan
program pengembangan pendidikan individual, yaitu mencakup tahap: penjaringan dan
identifikasi peserta didik yang berkelainan dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa, melakukan rujukan ke tim pendidikan khusus, melakukan pertemuan tim, malakukan
asesmen, melakukan pertemuan tim asesmen, menyusun program pendidikan individual (PPI),
melaksanakan program pendidikan individual, dan evaluasi pelaksanaan program pendidikan
individual (Depdiknas,tahun 2003 ). ( halaman 30 )
Pada tahap penjaringan dan identifikasi yang perlu dilakukan oleh semua satuan pendidikan
khusus ialah menemukan atau menjaring semua peserta didik yang berkebutuhan khusus yang
berhak memperoleh pendidika khusus. Program penjaringan umumya menccakup program tes
hasil belajar atau tes kelompok yang lain, penyebaran angket kepada guru-guru untuk
mengidentifikasi peserta didik yang menunjukkan gejala-gejala yang bermasalah. Program
kampanye kepedulian bertujuan untuk memeberikan informasi kepada masyarakat tentang
tersedianya berbagai layanan kepada penyandang kalainan.

Survey juga dapat dilakukan untuk menjaring dan mengidentifikasi anak yang berkebutuhan
khusus dengan malakukan survey kepada tokoh masyarakat, dokter, tenaga paramedis, dan pihak
lainnya agar anak berkebutuhan khusus yang belum terjangkau pendidikan dapat diidentifikasi.
Tahap rujukan ke Tim Pendidikan Khusus sebagai tahap pengembangan dan pelakasanaan
program pendidikan program pendidkan individual (PPI), dimaksudkan yaitu setiap peserta didik
yang diketahui menunjukkan tanda-tanda bermasalah akan dirurjuk kepada Tim Pendidikan
Khusus. Masalah-masalah yang dialami oleh peserta didik sehingga perlu dirujuk ialah karena
peserta didik tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas sekolah, kesulitan bergaul dengan teman,
kemampuan membaca yang rendah, tidak mampu memusatkan perhatian, prestasi belajar yang
dicapai jauh dibawah teman-teman sekelasnya, dank arena anak mengalami gangguan mobilitas
karena kondisi fisik , dan sebagainya.

Tahap pertemuan Tim Rujukan dalam pengembangan pelaksanaan program pendidikan


individual (PPI) bertujuan memeprtemukan semua tenaga profesi yang pernah atau sedang
menangani peserta didik yang dirurjuk sehingga informasi tentang peserta didik yang
bersnagkutan dapat diperoleh denan lengkap . ( Halaman 31)

Program pendidikan individual (PPI) yang telah disusun secara resmi lalu dilaksanakan kepada
peserta didik yang berkebutuhan dalam proses pembelajaran dikelas. Untuk mengetahui
keberhasilan pelaksanaan program pendidikan individual ini, maka perlu dilakuakn kegiatan
evaluasi pelaksanaan program ini secara teratur dan kontinyu.

D. Kurikulum Pendidikan Untuk Anak Ynag Berkebutuhan Khusus

Dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pada pasal
1 butir 19 disebutkan bahwa Kurikulum adalah (1) seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan (2) bahan pelajarn, serta (3) cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, pada Kurikulum 1994 diwujudkan dalam Buku
Landasan, Program, dan Pengembangan Kurikulum, dan bahan pelajaran pada Kurikulum 1994
diwujudkan dalam Buku Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Pada kurikkulum 1994 diwujudkan dalam Buku-buku Pedoman Pelaksana
Kurikulum.

Setiap satuan pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan bagi peserta didiknya harus
berpengangan pada kurikulum terbari yang berlaku, seperti sekarang ini di tahun 2004 kurikulum
yang berlaku adalah kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Oleh karena itu, dalam
penyelenggaraan pendidikan khusus untuk anak yang berkebutuhan khusus dewasa ini adalah
juga harus mengacu kepada kurikulum yang berbasis kompetensi yang disebut sebagai
Kurikulum2004. (Halaman 32)

Dalam penyelenggaraan pendidikan khusu yang berdasar kepada kurikulum berbasis kompetensi
tersebut hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik dari masing-masing jenis
peserta didik yang berkebutuhan khusus. Selain itu, faktor pemilihan dan penentuan metode
pembelajaran, dan hal lain yang terkait dengan pembelajaran di sekolah oleh pihak guru,
haruslah bermuara kepada pencapaian targer kurikulum yang berbasis kompetensi tersebut.

Satuan pendidikan tertentu yang menyelenggarakan pendidikan inklusif sebagai sistem


pendidikan khusus yang akan diberlakukan secara nasional juga akan menggunakan kurikulum
yang berbasis kompetensi. Namun perlu diingat bahwa pelaksanaan atas penerapan kurikulum
yang berbasis kompetensi tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan dan berkebutuhan
khusus bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus di berbagai jenjang pendidikan, yaitu mulai
dari jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB), Sekolah-sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB),
Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB).

Bentuk penyesuaian kurikulum terhadap kebutuhan peserta didik yang berkebutuhan khusus
ialah dapat dituangkan dalam Program Pengajaran Individual atau Program Pendidikan
Individualisme yang disingkat PPI. Program Pendidikan Individual merupakan rencana
pendidikan bagi seorang peserta didik yang berkebutuhan khusus, Semua peserta didik yang
berkebutuhan khusus, baik yang berkelaina maupun yang memiliku potensi kecerdasan istimewa
harus dibuatkan program pendidikan individual. Program pendidikan individual haruslah
merupakan program pembelajaran yang dinamis yang berarti sensitif terhadap berbagai
perubahan kemajuan peserta didik yang disusun oleh sebuah tim dari berbagai profesi dan
kelainan yang terkait dengan kebutuhan pendidikan anak yang berkebutuhan khusus. (Halaman
33)

Ada bebrapa hal ynag perlu diperhatikan oleh pihak guru dan pihak terkait lainnya sebelum
marancang dan menyusun program pendidikan atau pengajaran individual (PPI), yaitu perlu
dipahami tentang: (1) pengertian peserta didik yang berkelainan dan atau peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa, karakteristik, dan (3) tingkat kecerdasan
peserta didik yang berkebutuhan khusus (Direktorat PLB Ditjendikdasmen Depdiknas, 2003).

Peserta didik yang berkelainan (sekarang disebut sebagai peserta didik yang berkebutuhan
khusus) adalah peserta didik yang secara signifikan mengalami kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena mengalami kelainan fisik, mental, intelektual, emosional, atau sosial,
sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan yang bersifat khusus. Peserta didik dapat
diajar dan dididik di sekolah-sekolah luar biasa dan di sekolah-sekolah biasa yang menerapkan
sistem pendidikan inklusi.

Untuk keperluan pendidikan inklusi (sistem pendidika untuk anak luat biasa yang diselenggrakan
di sekolah biasa bersama dengan anak normal yang diajar oleh guru sekolah biasa dengan
kerjasama dengan guru pembimbing khusus), maka peserta didik yang termasuk berkelainan dan
berkebutuhan khusus ialah peserta didik yang mengalami tunanetra atau gangguan penglihatan,
tunarungu atau gangguan pendengaran, tunawicara atau gangguan komunikasi, tunagrahita atau
gangguan kecerdasan, tunadaksa atau gangguan fisik dan kesehatan, tunalaras atau gangguan
emosi dan perilaku, anak yang berkesulitan belajar, anak yang lamban belajar, anak autistik, anak
dengan gangguan motorik, anak yang korban penyalahgunaan narkoba, dan gabungan dari dua
atau lebih jenis-jenis ank berkelainan di atas (Direktorat PLB Ditjendikdasamen Depdiknas,
2003). (Halaman 34)

Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat yang istimewa yang memerlukan
pendidikan khusus ialah meliputi: (1) peserta didik dengan kecerdasan luar biasa, (2) Pesrta didik
dengan kreativitas yang luar biasa, (3) peserta didik dengan bakat seni atau olahraga yang luar
biasa, dan (4) gabungan dari dua atau lebih jenis-jenis di atas. Setiap peserta didik yang
berkebutuhan khusus yang memiliki kelaiana ataupun yang memiliki potensi kecerdasan dan
bakat yang istimewa memiliki ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya. Perbedaan karakteristik ini juga menggambarkan adanya perbedaan
kabutuhan layanan pendidikan bagi setiap peserta didik yang berkebutuhan khusus.

Tim pengembang program pendidikan atau pengajaran individual (PPI) terlebuh dahulu erlu
mengetahui tentang kebutuhan khusus setiap peserta didik yang berkebutuhan khusus tersebut,
baik yang berkaitan dengan kemampuan maupun ketidakmampuan peserta didik yang
berkebutuhan khusus tersebut individual. Untuk keperluan pengembangan program pendidikan
untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus, kebutuhan khusus peserta didik perlu
diidentifikasi terlebih dahulu malalui pengenalan karakteristik yang menonjol.

Identifikasi karakteristik dan cara mengidentifikasi kebutuhan khusus setiap peserta didik yang
berkelainan (sekarang disebut peserta didik yang berkebutuhan khusus) dan peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa perlu diketahui oleh para calon guru dan guru
pendidikan khusus dan pihak yang terkait dengan progaram pengajaran individual untuk peserta
didik yang berkebutuhan khusus.

Tingkat kecerdasan dari peserta didik yang berkebutuhan khusu sebagai salah satu faktor yang
perlu diperhatikan sebelum merancang dan menyusun program pendidikan individual, harus
benar-benar diketahui dan dipahami oleh para pengembangan program pendidikan individual.
Dari segi tingkat kecerdasan peserta didik yang membutuhkan layanan pendidikan khusus
melalui layanan program pendidikan individual, maka peserta didik yang berkebutuhan khusus
tersebut dikelompokan menjadi tiga kelompok tingkatan kecerdasan, yaitu peserta didik yang
berkecerdasan di bawah normal atau rata-rata, peserta didik yang berkecerdasan normal atau
rata-rata, dan peserta didik yang berkecerdasan di atas normal atau di atas rata-rata.

Pada uraian terlebih dahulu telah dijelaskan tentang perlunya guru dan pihak lain yang terkait
dengan proses pembelajaran guru dan pihak lain yang terkait dengan proses pembelajaran dan
pendidikan peserta didik yang berkebutuhan khusus untuk memeperhatikan kurikulum
pendidikan untuk mereka. Dengan mengacuk kepada tujuan kurikulum, maka seorang guru akan
dapat mengembangkan program pendidikan individual (PPI) yang sesuai dengan kebutuhan,
karakteristik, dan batas kemampuan yang dimiliki. (Halaman 35)

Anda mungkin juga menyukai