Anda di halaman 1dari 10

BAB VIII

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT

A. Pengertian
Menurut UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli
adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu
kelompok pelaku usaha.
Menurut UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian pelaku usaha
adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama, melalui
perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang
ekonomi.
Menurut UU No. 5 Tahun 1999 persaingan tidak sehat adalah
persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan
cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan
usaha.

B. Asas dan Tujuan


Dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus
berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan
umum.
Tujuan UU No. 5 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :
1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi
nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan
rakyat.

71
2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan usaha
yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan
berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha
menengah dan pelaku usaha kecil.
3. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha.
4. Terciftanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

C. Kegiatan yang Dilarang


1. Monopoli
Monopoli adalah situasi pengadaan barang dagangan tertentu (di
pasar lokal atau nasional) sekurang-kurangnya sepertiga dikuasai
oleh satu orang atau satu kelompok sehingga harganya dapat
dikendalikan.
2. Monopsoni
Monopsoni adalah keadaan pasar yang tidak seimbang, yang
dikuasai oleh seorang pembeli; oligopsoni yang terbatas pada
seorang pembeli.
3. Penguasaan Pasar
Penguasaan pasar adalah proses, cara, atau perbuatan menguasai
pasar. Dengan demikian pelaku usaha dilarang melakukan
penguasaan pasar baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-
sama pelaku usaha lainnya yang mengakibatkan praktik monopoli
atau persaingan usaha tidak sehat.
4. Persengkongkolan
Persekongkolan adalah berkomplot atau bersepakat melakukan
kejahatan (kecurangan).
5. Posisi Dominan
Posisi dominan artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam pasar 1
angka 4 UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan
merupakan suatu keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai

72
pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi
tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan
dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan,
penjualan serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan
permintaan barang atau jasa tertentu.
6. Jabatan Rangkap
Mengenai jabatan rangkap, dalam pasal 26 UU No. 5 Tahun 1999
dikatakan bahwa seseorang yang menduduki jabatan sebagai
direksi atau komisaris dari suatu perusahaan pada waktu yang
bersamaan dilarang meragkap sebagai direksi atau komisaris pada
perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan itu :
a. berada dalam pasar bersangkutan yang sama;
b. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis
usaha;
c. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan
atau jasa tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
7. Pemilikan Saham
Mengenai pemilikan saham, berdasarkan pasal 27 UU No. 5 Tahun
1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham
mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis dan melakukan
kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang
sama atau mendirikan perusahaan yang sama apabila kepemilikan
tersebut mengakibatkan, antara lain :
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai
lebih dari 50 % pangsa satu jenis barang dan atau jasa tertentu.
b. Dua atau tiga pelaku usaha, kelompok usaha dan pelaku
kelompok usaha menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu.
8. Penggabungan, Peleburan dan pengambilalihan

73
Sementara itu, pasal 28 UU No. 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa
pelaku usaha berbadan hukum maupun bukan berbadan hukum
yang menjalankan perusahaan yang bersifat tetap dan terus
menerus dengan tujuan mencari keuntungan. Dalam menjalankan
perusahaan tindakan penggabungan, peleburan, pengambilalihan
yang akan mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan tidak
sehat yang secara tegas dilarang.

D. Perjanjian yang Dilarang


1. Oligopoli
Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli
barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang
dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar. Dengan demikian,
keadaan pasar yang tidak seimbang karena dipengaruhi oleh
sejumlah pembeli, dengan demikian, maka :
a. pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha yang secara bersama-sama melakukan penguasaan
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-
sama dan atau melakukan penguasaan produksi dan atau
pemasaran barang atau jasa, apabila 2 atau 3 pelaku usaha
atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu.
2. Penetapan Harga
Dalam rangka penetralisir pasar, pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian, antara lain :
a. perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan
harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pada pasar yang sama.

74
b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli harus membayar
dengan harga berbeda dari harga yang harus dibayar oleh
pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan
harga di bawah harga pasar.
d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan
bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau
memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya
dengan harga lebih rendah dari pada harga yang telah
diperjanjikan.
3. Pembagian Wilayah
Mengenai pembagian wilayah, pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk
membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang
dan atau jasa.
4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain
untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan dalam negeri
maupun pasar luar negeri.
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya untuk menolak menjual setiap barang dan atau
jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut berakibat :
a. merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha
lain;
b. membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli
setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.
5. Kartel
Pelaku usaha dilaarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
persaingnya yang bermaksud mempengaruhi harga dengan

75
mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau
jasa.
6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan
perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap
menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap
perusahaan atau perseroan anggotanya yang bertujuan untuk
mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa.
7. Oligopsoni
a. pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lain dengan tujuan untuk secara bersama-sama
menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat
mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar
bersangkutan.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-
sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan, apabila
dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar satu jenis barang atau
jasa tertentu.
8. Integrasi Vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk
yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa
tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil
pengelolahan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian
langsung maupun tidak langsung.
9. Perjanjian Tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang

76
dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali
barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada
tempat tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang
memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau
jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari
pelaku.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau
potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa yang membuat
persyaratan bahwa pelaku usaha menerima barang dan atau jasa
dari pelaku usaha pemasok, antara lain :
a. harus bersedia membeli barang dan atau jasa dari pelaku usaha
pemasok;
b. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau
sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku
usaha pemasok.
10. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar
negeri yang memuat ketentuan dan dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

E. Hal-Hal yang Dikecualikan dari Undang-Undang Anti Monopoli


1. Perjanjian yang dikecualikan
a. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual,
termasuk lisensi, paten, merk dagang, hak cifta, desain produk
industri, rangkaian elektronik terpadu dan rahasia dagang.
b. Perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
c. Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau
jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;
d. Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat
ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa

77
dengan harga yang lebih rendah dari harga yang telah
diperjanjikan;
e. Perjanjian kerjasama penelitian untuk peningkatkan atau
perbaikan standar kehidupan masyarakat luas;
f. Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah.
2. Perbuatan yang dikecualikan
a. perbuatan pelaku usaha yang tergolong dalam pelaku usaha;
b. kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk
melayani anggota.
3. Perbuatan dan atau Perjanjian yang Diperkecualikan
a. perbuatan atau perjanjian yang bertujuan untuk melaksanakan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan untuk eksport dan
tidak menganggu kebutuhan atau pasokan dalam negeri.

F. Komisi Pengawas Persaingan Usaha


Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebuah lembaga yang
berfungsi untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
usahanya melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.
Hal ini diatur berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999, dibentuklah suatu
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang bertugas untuk
mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar
tidak melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
Adapun tugas dan wewenang KPPU, antara lain :
1. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang telah dibuat oleh
pelaku usaha;
2. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan
pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya;
3. mengambil tindakan sesuai wewenang komisi;

78
4. memberikan saran dan pertimbangan kebijakan pemerintah
terhadap praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat;
5. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha
tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat;
6. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan
atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadi
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
7. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus
dugaan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
yang dilaporkan oleh masyarakat atau pelaku atau yang ditemukan
oleh komisi sebagai hasil dari penelitiannya;
8. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang
yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan
undang-undang;
9. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha,
saksi, saksi ahli, atau setiap orang yang tidak bersedia memenuhi
panggilan komisi;
10. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku
usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.

G. Sanksi
1. Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi adalah dapat berupa penetapan pembatasan
perjanjian, pemberhentian integrasi vertikal, perintah kepada pelaku
usaha untuk menghentikan posisi dominan, penetapan pembatalan
atas penggabungan , peleburan dan pengambilalihan badan usaha,
penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan denda serendah-
rendahnya satu miliar rupiah atau setinggi-tingginya dua puluh lima
miliar rupiah.

79
2. Sanksi Pidana Pokok dan Tambahan
Sanksi pidana pokok dan tambahan adalah dimungkinkan apabila
pelaku usaha melanggar integrasi vertikal, perjanjian dengan pihak
luar negeri, melakukan monopoli, melakukan monopsoni,
penguasaan pasar, posisi dominan, pemilikan saham,
penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dikenakan denda
minimal dua piluh lima miliar rupiah dan setinggi-tingginya seratus
miliar rupiah, sedangkan untuk pelanggaran penetapan harga,
perjanjian tertutup, penguasaan pasar dan persekongkolan, jabatan
rangkap dikenakan denda minimal lima miliar rupiah dan maksimal
dua puluh lima miliar rupiah.
Sementara itu, bagi pelaku usaha yang dianggap melakukan
pelanggaran berat dapat dikenakan pidana tambahan sesuai
dengan pasal 10 KUH Pidana berupa :
a. pencabutan izin usaha
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan
pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki
jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya dua tahun
dan selama-lamanya lima tahun,
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan
timbulnya kerugian pada pihak lain.

80

Anda mungkin juga menyukai