Anda di halaman 1dari 8

PERCOBAAN VI

PENGUJIAN EFEK ANTIDIARE

I. TUJUAN
Untuk mengetahui sejauh mana aktivitas antidiare
dapat menghambat diare yang disebabkan oleh oleum ricini
pada hewan percobaan.

II. PRINSIP
Berdasarkan hewan percobaan yang diinduksi oleh
oleum ricini yang dapat menyebabkan diare kemudian
dihambat oleh obat antidiare.

III. TEORI
III.1 Definisi Diare
Diare didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana frekuensi
defekasi melebihi frekuensi normal (lebih dari tiga kali sehari) dengan
konsistensi feses yang menurun (lembek atau cenderung cair).
peningkatan frekuensi defekasi terjadi karena menurunnya waktu
transit chymus dalam saluran cerna akibat meningkatnya pergerakan
(motilitas) saluran cerna. Meningkatnya waktu transit chymus dalam
saluran cerna juga menyebabkan tidak cukupnya waktu untuk absorpsi
air. Hal ini menyebabkan feses yang dikeluarkan menjadi lebih
lembek atau cair.
Diare sebenarnya adalah proses fisiologis tubuh untuk
mempertahankan diri dari serangan mikroorganisme (virus, bakteri,
parasit dan sebagainya) atau bahan-bahan makanan yang dapat
merusak usus agar tidak menyebabkan kerusakan mukosa saluran
cerna. Diare dikatakan meningkat ketika frekuensi meningkat dengan
konsentrasi feses lebih lembek atau cair, bersifat mendadak dan
berlangsung dalam waktu 7-14 hari.

III.2 Penyebab Diare


Menurut National Disgestive Disease Informtion Clearinghouse
(2007) beberapa hal yang dapat menyebabkan diare antara lain :
1. Infeksi bakteri, beberapa jenis bakteri dikonsumsi bersama
dengan makanan atau minuman, contohnya Campylobacter,
Salmonella, Shigella, dan Eschericia coli.
2. Infeksi virus menyebabkan diare, termasuk rotavirus, norwalk
virus , Cytomegalo virus, herpes simpleks virus, dan virus
hepatitis.
3. Intoleransi makan beberapa orang tidak mampu mencerna
semua makan, misalnya pemanis buatan dan laktosa. 4) Parasit,
parasit dapat memasuki tubuh melalui makan atau minuman
dan menetap di dalam system pencernaan. Parasit yang
menyebabkan diare misalnya giardia lamblia, Entamoeba
histolytica, and Cryptosporidium.
4. Reaksi atau efek samping pengobatan antibiotik, penurun
tekanan darah, obat kanker dan antasida mengandung
magnesium yang mampu memicu diare.
5. Gangguan intestinal.
6. Kelainan fungsi usus besar.

Pada anak anak dan orang tua diatas 65 tahun diare sangat
berbahaya. Bila penanganan terlambat dan mereka jatuh ke dalam
dehidrasi berat maka bisa berakibat fatal. Dehidrasi adalah suatu
keadaan kekurangan cairan, kekurangan kalium (hipokalemia) dan
adakalanya acidosis (darah menjadi asam), yang tidak jarang berakhir
dengan shock dan kematian. Keadaan ini sangat berbahaya terutama
bagi bayi dan anak-anak kecil, karena mereka memiliki cadangan
cairan intrasel yang lebih sedikit sedangkan cairan ekstra-selnya lebih
mudah lepas daripada orang dewasa (Adnyana 2008).

III.3 Mekanisme Diare


Diare dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu :
1. Peningkatan osmolaritas intraluminer, disebut diare osmotik. Diare
osmotik timbul pada pasien yang saluran ususnya terpapar dan tak
mampu menahan beban hiperosmolar, yang biasanya terdiri dari
karbohidrat atau ion divalen. Contohnya : intoleransi laktosa,
malabsorpsi asam empedu.
2. Adanya peningkatan sekresi cairan usus. Organisme yang
menimbulkan diare sekresi melepaskan toksin atau senyawa lain
yang menyebabkan usus halus aktif mensekresikan cairan dalam
jumlah besar. Hal ini menyebabkan terjadinya diare sekretorik.
3. Malabsorpsi asam empedu dan malabsorpsi lemak akibat gangguan
pembentukan micelle empedu.
4. Defek sistem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di
enterosit menyebabkan gangguan absorpsi Na+ dan air.
5. Motilitas dan waktu transit usus abdonimal. Terjadi motilitas yang
lebih cepat dan tidak teratur sehingga isi usus tidak sempat
diabsorpsi. Mekanismenya ditandai dengan disfungsi motilitas yang
berbeda tetapi dengan kapasitas pencernaan yang normal. Diare
hasilnya bersifat multifaktor dan lazim melibatkan unsur salah cerna
dengan diikuti komponen osmotik dan sekresi.
6. Gangguan permeabilitas usus. Terjadi kelainan morfologi usus pada
membran epitel spesifik sehingga permeabilitas mukosa usus halus
dan usus besar terhadap air dan garam atau elektrolit terganggu.
7. Eksudasi cairan, elektrolit, dan mukus berlebihan. Sehingga terjadi
peradangan dan kerusakan mukosa usus.

III.4 Klasifikasi Diare


Beberapa klasifikasi diare antara lain adalah:
III.4.1 Klasifikasi berdasarkan pada jenis infeksi gastroenteritis (diare
dan muntah), diklasifikasikan menurut dua golongan:
a. Diare infeksi spesifik : titis abdomen dan poratitus, disentri
bani (Shigella).
b. Diare non spesifik.

III.4.2 Klasifikasi lain diadakan berdasarkan organ yang terkena infeksi:


a. Diare infeksi enternal atau diare karena infeksi di usus
(bakteri, virus, parasit).
b. Diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi di luar usus
(otitis,media, infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran urin,
dan lainnya).
III.4.3 Klasifikasi diare berdasarkan lamanya diare :
a. Diare akut atau diare karena infeksi usus yang bersifat
mendadak, dan bisa berlangsung terus selama beberapa hari.
Diare ini disebabkan oleh karena infeksi usus sehingga dapat
terjadi pada setiap umur dan bila menyerang umumnya
disebut gastroenteritis infantile.
b. Diare kronik merupakan diare yang berlangsung lebih dari
dua minggu, sedangkan diare yang sifatnya menahun diantara
diare akutdan diare kronik disebut diare sub akut (Andrianto,
1995).
Patogenesis terjadinya proses diare kronik sangat kompleks
dan multipel. Patogenesis utama pada diare kronik adalah
kerusakan mukosa usus yang menyebabkan gangguan digesti
dan transportasi nutrien melalui mukosa. Faktor penting
lainnya adalah faktor intraluminal yang menyebabkan
gangguan proses digesti saja misalnya akibatgangguan
pankreas, hati, dan membranbrushbord er enterosit. Biasanya
kedua faktor tersebut terjadi bersamaan sebagai penyebab
diare kronik (Suraatmaja, 2005).

III.5 Penggolongan Obat Diare


III.5.1 Kemoterapeutika
Walaupun pada umumnya obat tidak digunakan pada diare,
ada beberapa pengecualian dimana obat antimikroba diperlukan
pada diare yag disebabkan oleh infeksi beberapa bakteri dan
protozoa. Pemberian antimikroba dapat mengurangi parah dan
lamanya diare dan mungkin mempercepat pengeluaran toksin.
Kemoterapi digunakan untuk terapi kausal, yaitu memberantas
bakteri penyebab diare dengan antibiotika (tetrasiklin,
kloramfenikol, dan amoksisilin, sulfonamida, furazolidin, dan
kuinolon) (Schanack 1980).
III.5.2 Zat penekan peristaltik usus
Obat golongan ini bekerja memperlambat motilitas saluran
cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus.
Contoh: Candu dan alkaloidnya, derivat petidin (definoksilat dan
loperamin), dan antikolinergik (atropin dan ekstrak beladona)
(Departemen Farmakologi dan Terapi UI 2007).
III.5.3 Adsorbensia
Adsorben memiliki daya serap yang cukup baik. Khasiat
obat ini adalah mengikat atau menyerap toksin bakteri dan hasil-
hasil metabolisme serta melapisi permukaan mukosa usus sehingga
toksin dan mikroorganisme tidak dapat merusak serta menembus
mukosa usus. Obat-obat yang termasuk kedalam golongan ini
adalah karbon, musilage, kaolin, pektin, garam-garam bismut, dan
garam-garam alumunium ) (Departemen Farmakologi dan Terapi
UI 2007).
Obat diare yang dapat dibeli bebas mengandung adsorben
atau gabungan antara adsorben dengan penghilang nyeri
(paregorik). Adsorben mengikat bakteri dan toksin sehingga dapat
dibawa melalui usus dan dikeluarkan bersama tinja. Adsorben yang
digunakan dalam sediaan diare antara lain attapulgit aktif, karbon
aktif, garam bismuth, kaolin dan pektin (Harkness 1984).
Obat ini memperlambat motilitas saluran cerna dengan
mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Obat ini
berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek
konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor
tersebut. Obat ini sama efektifnya dengan difenoksilat untuk
pengobatan diare kronik. Efek samping yang sering dijumpai
adalah kolik abdomen, sedangkan toleransi terhadap efek
konstipasi jarang sekali terjadi. Pada sukarelawan yang
mendapatkan dosis besar loperamid, kadar puncak pada plasma
dicapai dalam waktu empat jamsesudah makan obat. Masa laten
yang lama ini disebabkan oleh penghambatan motilitas saluran
cerna dan karena obat mengalami sirkulasi enterohepatik. Waktu
paruhnya adalah 7-14jam. Loperamid tidak diserap dengan baik
melalui pemberian oral dan penetrasinya ke dalam otak tidak baik;
sifat-sifat ini menunjang selektifitas kerja loperamid. Sebagian
besar obat diekskresikan bersama tinja. Kemungkinan
disalahgunakannya obat ini lebih kecil dari difenoksilatkarena tidak
menimbulkan euphoria seperti morfin dan kelarutannya rendah
(Departemen Farmakologi dan Terapi UI 2007).

III.6 Contoh Obat Diare


1. Racecordil
Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak
menyebabkan konstipasi, mempunyai indeks
terapeutik yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk
terhadap sistem saraf pusat, dan yang tak kalah
penting, tidak menyebabkan ketergantungan.
Racecordil yang pertama kali dipasarkan di Perancis
pada 1993 memenuhi semua syarat ideal tersebut.
Berdasarkan uji klinis didapatkan bahwa anti diare ini
memberikan hasil klinis yang baik dan dapat
ditoleransi oleh tubuh. Produk ini juga merupakan
anti diare pertama yang cara kerjanya
mengembalikan keseimbangan sistem tubuh dalam
mengatur penyebaran air dan elektrolit ke usus.
Selain itu, Hidrasec pun mampu menghambat
enkephalinase dengan baik. Dengan demikian, efek
samping yang ditimbulkannya sangat minimal.
2. Loperamide
Loperamide merupakan golongan opioid yang
bekerja dengan cara emeperlambat motilitas saluran
cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan
longitudinal usus. Obat diare ini berikatan dengan
reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya
diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor
tersebut. Efek samping yang sering dijumpai ialah
kolik abdomen, sedangkan toleransi terhadap efek
konstipasi jarang sekali terjadi.
3. Nifuroxazide
Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki
efek bakterisidal terhadap Escherichia coli, Shigella
dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan
Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide bekerja lokal
pada saluran pencernaan.
Aktifitas antimikroba Nifuroxazide lebih besar dari
obat anti infeksi intestinal biasa seperti
kloroyodokuin.
Pada konsentrasi encer (1 : 25.000) Nifuroxazide
masih memiliki daya bakterisidal.
Obat diare ini diindikasikan untuk dire akut, diare
yang disebabkan oleh E. coli & Staphylococcus,
kolopatis spesifik dan non spesifik, baik digunakan
untuk anak-anak maupun dewasa.
4. Dioctahedral smectite
Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat
nonsistemik berstruktur filitik, secara in vitro telah
terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan
menyerap toksin, bakteri, serta rotavirus. Smectite
mengubah sifat fisik mukus lambung dan melawan
mukolisis yang diakibatkan oleh bakteri. Zat ini juga
dapat memulihkan integritas mukosa usus seperti
yang terlihat dari normalisasi rasio laktulose-manitol
urin pada anak dengan diare akut (Putri, 2010).

IV. ALAT DAN BAHAN


V. PROSEDUR
VI. DATA PENGAMATAN
VII. PEMBAHASAN
VIII. KESIMPULAN
IX. DAFTAR PUSTAKA

Yulia A. 2011. Aktivitas Obat Antehelmintik. Bandung : Universitas Islam Bandung Press.
Durianto, Darmadi. 2004. Brand Equity Ten Strategi Memimpin Pasar. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Adnyana, Ketut. 2004. Sekilas
Diare. http://www.blogdokter.net/2008/10/30/sekilas-tentang-diare/.
[Diakses tanggal 28 April 2014]
Anne, Ahira. 2011. Penyakit Diare Akut. http://www.anneahira.com/diare- akut.htm.
[Diakses tanggal 10 April 2011]
Daldiyono. 1990. Diare, Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta : Infomedika. Hal : 14-4.
Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007. Farmakologi dan Terapi ed 5. Jakarta :
Penerbit UI Press.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
Harkness, Richard. 1984. Interkasi Obat. Bandung : Penerbit ITB.
National Digestive Diseases Information Clearinghouse. 2007. Diarrhea. Available online
at www.digestive.niddk.nih.gov . [Diakses tanggal 28 April 2014
Andrianto,P.1995. Penataaksanaan dan PencegahanDiare Akut. Penerbit Buku EGC : Jakarta.
Suraatmaja, S. 2005.GastroenterologiAnak. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RS
Sanglah : Denpasar.
Adnyana, Ketut. 2004. Sekilas Tentang
Diare. http://www.blogdokter.net/2008/10/30/sekilas-tentang-diare/. [Diakses
tanggal 10 April 2011]
Anne, Ahira. 2011. Penyakit Diare Akut. http://www.anneahira.com/diare-akut.htm.
[Diakses tanggal 10 April 2011]
Daldiyono. 1990. Diare, Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta : Infomedika. Hal :
14-4.
Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007. Farmakologi dan Terapi ed 5. Jakarta :
Penerbit UI Press.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
Harkness, Richard. 1984. Interkasi Obat. Bandung : Penerbit ITB.
National Digestive Diseases Information Clearinghouse. 2007. Diarrhea. Available online
at www.digestive.niddk.nih.gov . [Diakses tanggal 10 April 2011]
Putri, Titian.2010.Diare. http://titianputri.blogspot.com/2010/02/diare-adalah.html
. [Diakses tanggal 10 April 2011]
Schanack, W., et al. 1980. Senyawa Obat, Edisi kedua. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.

Anda mungkin juga menyukai