Mengetahui efek obat terhadap aktivitas lokomotor hewan percobaan yang dimasukkan ke
dalam roda putar berdasarkan pengamatan jumlah putaran roda.
<!--[if !supportLists]-->II.
<!--[endif]-->PRINSIP
Pemberian stimulant dan depresan yang mempengaruhi aktivitas lokomotor hewan
percobaan.
Sifat pokok makhluk hidup adalah dapat terangsang (keterangsangan), yaitu kemampuan
sel-sel tertentu untuk bereaksi terhadap suatu rangsang fisika atau kimia dengan suatu reaksi
spesifik yaitu eksitasi. Disamping sel saraf, terdapat pengkhusussan sel reseptor dan sel otot.
Rangsang dihantarkan ke sel-sel lain melalui neurit (misalnya dari perifer ke sistem saraf
pusat dan sebaliknya). Pada dendrit tempat berakhirnya sebagian serabut saraf neuron lain,
terjadi pengalihan rangsang.
Dalam keadaan istirahat, antara lain bagian dalam suatu serabut saraf dan ruang
ekstrasel terdapat perbedaan potensial, potensial (istirahat) membran, dari -60 sampai
-100mV. Potensial membran dapat dibuktikan, jika suatu mikroelektrode ditusukkan ke dalam
suatu sel saraf melalui membran dan diukur tegangan terhadap elektrode yang diletakkan di
luar. Penyebab sifat kenegatifan dari bagian dalam sel terhadap sekitarnya adalah perbedaan
distribusi ion-ion dalam kedua ruangan.
Dengan rangsang kimia atau fisika dapat terjadi perubahan potensial membran. Jika
potensial membran menurun dalam jumlah tertentu akibat rangsang demikian
(terdepolarisasi) dan dengan demikian melewati nilai ambang tertentu (potensial ambang),
maka potensial membran mendadak menurun dalam waktu yang sangat singkat. Bahkan
untuk sementara bagian dalam saraf positif terhadap bagian luar dari membran. Akhirnya
potensial membran lama dibentuk kembali (repolarisasi). Proses depolarisasi dan repolarisasi
ini yang dapat diikuti sebagai perubahan potensial dalam waktu yang sangat singkat disebut
potensial aksi.
Dalam neuron, energi dialihkan dengan penghantaran saraf yang melibatkan proses
elektrik murni. Proses hantaran sinaptik melibatkan pengalihan energi dari ujung cabang
akson pada neuron yang satu ke neuron yang lain yang tidak saling berhubungan
penghantaran impuls saraf melalui sambungan sinaptik adalah suatu proses kimia. Perubahan
aktivitas listrik disebabkan oleh perubahan permeabilitas membran sel pascasinaptik, dan ini
disebabkan pula oleh pelepasan transmiter. Bila zat transmiter bereaksi dengan reseptor
pascasinaptik, zat itu dapat menimbulkan eksitasi atau hambatan. Kerja transmiter itu
meningkatkan atau menurunkan secara selektif penghantaran ion atau permeabilitas membran
terhadap ion.
Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) memperlihatkan efek yang sangat
luas. Obat tersebut mungkin merangsang atau menghambat aktivitas SSP secara spesifik atau
secara umum. Beberapa kelompok obat memperlihatkan selektivitas yang jelas misalnya
analgesik antipiretik yang khusus mempengaruhi pusat pengatur suhu dan pusat nyeri tanpa
pengaruh jelas terhadap pusat lain. Sebaliknya anestetik umum dan hipnotik sedatif
merupakan penghambat SSP yang bersifat umum sehingga takar lajak yang berat selalu
disertai koma. Pembagian obat dalam kelompok yang merangsang dan kelompok yang
menghambat SSP tidak tepat, karena psokofarmaka misalnya menghambat fungsi bagian SSP
tertentu dan merangsang bagian SSP yang lain. Obat yang mempengaruhi susunan saraf pusat
(SSP) dapat bersifat merangsang atau mendepresi. Berdasarkan kegunaan terapeutiknya, obat
SSP dapat dibagi dalam tiga golongan :
Stadium REM (dengan mimpi) dipersingkat, yang berefek pasien mengalami tidur
kurang nyaman.
Efek paradoksal dapat terjadi dalam dosis rendah pada keadaan nyeri, yakni justru
eksitasi dan kegelisahan
Mekanisme adiksi
Ada indikasi kuat bahwa terjadinya toleransi dan ketergantunga berkaitan erat dengan
aktivasi dari sistem dopaminerg di otak. Semua zat yang bersifat adiksi berkhasiat
meningkatkan jumlah dopamin secara akut yang dihubungkan dengan efek eufori, labilitas
emosional, kekacauan dan histeri. Lebih dari sepuluh neurotransmiter lain antaranya
noradrenalin dan serotonin, memegang peranan pula pada adiksi tetapi pengaruhnya jauh
lebih ringan. Kadar dopamin yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan halusinasi dan psikosis
akut.
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Kafein
DIAZEPAM
Obat ini masuk dalam golongan benzodiazepin. Obat ini bukan merupakan depresan umum,
turunan obat ini mempunyai profil farmakologi yang sangat serupa, tetapi berbeda dalam
selektivitas sehingga pemakaian kliniknya berbeda. Diazepam terutama digunakan untuk
terapi konvulsi rekuren, misalnya status epileptikus. Obat ini juga bermanfaat untuk terapi
bangkitan parsial sederhana misalnya bangkitan klonik fokal dan hipsaritmia yang refrakter
terhadap terapi lazim. Diazepam dapat efektif pada bangkitan lena karena menekan tiga
gelombang paku dan ombak yang terjadi dalam satu detik. Untuk mengatasi bangkitan status
epileptikus, disuntikkan 5-20 mg diazepam IV secara lambat. Dosis ini dapat diulang
seperlunya dengan tenggang waktu 15-20 menit sampai beberapa jam. Diazepam dapat
mengendalikan 80-90 % pasien bangkitan rekuren. Pemberian per rektal dengan dosis 0,5
mg atau 1mg/kg BB diazepam untuk bayi dan anak dibawah 11 tahun dapat menghasilkan
kadar 500 g/ml dalam waktu 2-6 menit. Bagi anak yang lebih besar dan orang dewasa
pemberian rektal tidak bermanfaat untuk mengatasi keadaan kejang akut, karena kadar
puncak lambat tercapai dan kadar plasmanya rendah. Walaupun diazepam telah sering
digunakan untuk mengatasi konvulsi rekuren, belum dapat dipastikan kelebihan manfaatnya
dibandingkan obat lain, seperti barbiturat atau anestetik umum, untuk ini masih diperlukan
suatu uji terkendali perbandingan efektivitas. Efak samping berat dan berbahaya yang
menyertai penggunaan diazepam IV ialah obstruksi saluran nafas oleh lidah, akibat relaksasi
otot. Disamping ini dapat terjadi efek depresi nafas sampai henti nafas, hipotensi, henti
jantung kantuk.
Sejenis obat yang mempunyai kemampuan untuk memperlambat fungsi sistem saraf pusat
dan otonom. Obat antidepresan memberikan perasaan melambung tinggi, memberikan rasa
bahagia semu, pengaruh anastesia (kehilangan indera perasa), pengaruh analgesia
(mengurangi rasa sakit), penghilang rasa tegang dan kepanikan, memperlambat detak jantung
dan pernapasan serta dapat berfungsi sebagai obat penenang dan obat tidur. Contoh: obat
penenang hipnotis, alkohol, benzodiazepines, obat tidur, analgesik narkotika (opium, morfin,
heroin, kodein), analgesik nonnarkotika (aspirin, parasetamol), serta anastesia umum seperti
ether, oksida nitrus.
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Kafein
Zat yang dapat ditemukan pada kopi, teh, coklat dan minuman soda (seperti coca cola).
Dalam dosis rendah kafein tidak berbahaya melainkan dapat menyegarkan. Tetapi dalam
dosis tinggi, kafein dapat menyebabkan gugup, tidak dapat tidur, gemetar, naiknya kadar gula
dalam darah, koordinasi hilang, nafsu makan berkurang, bahkan bisa keracunan. Efek kafein,
seperti juga pada obat-obatan lainnya, akan sangat tergantung pada jumlah pemakaian dan
individunya.
FARMAKODINAMIK
Orang yang minum cofein merasakan tidak begitu mengantuk, tidak begitu lelah, dan
daya pikirnya lebih cepatrdan lebih jernih, tetapi kemampuannya berkurang dalam pekerjaan
yang memerlukan koordinasi otot halus, ketepatan waktu atau ketepatan berhitung. Efek di
atas timbul pada pemberian cofein 85-250 mg. Coffein dosis rendah dapat merangsang SSP
yang sedang mengalami depresi. Misalnya dosis 0,5 mg/kg BB cofein sudah cukup untuk
merangsang napas pada individu yang sama dengan 10 mg morfin.
FARMAKOKINETIK
Cofein cepat diabsorpsi setelah pemberian oral, rektal atau parenteral. Sediaan bentuk
cair atau tablet tidak bersalut akan diabsorpsi secara cepat dan lengkap. Cofein
didistribusikan ke seluruh tubuh. Eliminasi cofein terutama melalui metabolisme dalam hati.
Sebagian besar diekskresi bersama urin dalam bentuk asam metilurat. Waktu paruh plasma
cofein antara 3-7 jam, nilai ini akan 2x lipat pada wanita hamil. Pada manusia kematian
akibat keracunan jarang terjadi. Gejala yang mencolok dari penggunaan cofein dosis
berlebihan adalah muntah dan kejang. Kadar cofein yang menimbulkan kematian antara 80g
sampai 1 mg/ml. Gejala permulaan berupa sukar tidur, gelisah dan eksitasi yang dapat
berkembang menjadi delirium ringan. Gangguan sensoris dapat beerupa tinitus dan kilatan
cahaya sering dijumpai. Otot rangka menjadi tegang dan gemetar, sering pula ditemukan
takikardia ekstrasistol, dan pernapasan menjadi lebih cepat.
KEGUNAAN
Kombinasi cofein dengan analgetik seperti aspirin digunakan untuk pengobatan sakit
kepala. Cofein juga dikombinasikan dengan alkaloid ergot untuk pengobatan migren, ini
disebabkan kemampuan cofein menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah serebral.
Minuman cofein paling populer ialah kopi, coklat, the, dan minuman cola. Tidak dapat
disangkal minuman yang mengandung cofein ditentukan oleh daya stimulasinya, sedangkan
tiap individu berbeda daya stimulasi yang dialami. Anak-anak lebih mudah peka terhadap
rangsangan cofein daripada orang dewasa. Psien dengan tukak peptik yang aktif dan
hipertensi sebaiknya tidak minum yang mengandung cofein.
analisis variasi dan kebermaknaan perbedaan lama waktu tidak bergerak antara kelompok
kontrol dan kelompok uji dianalisis dengan Studentst-test.
<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Data disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.
PERHITUNGAN
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Dosis :
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Mencit 1 = 0,65 ml
t = 3, r = 4, N = t . r = 3 . 4 = 12
Hipotesis
Ho : t1 = 0, artinya seluruh perlakuan memberikan efek yang sama terhadap mencit.
H1 : t1 0, artinya seluruh perlakuan memberikan efek yang berbeda terhadap mencit.
Tabel Anava
Sumber Variasi Dk Jk KT Fhit
Rata-rata 1 30669,39 30669,39
vml]-->
>
TOTAL 72 69566
Perhitungan :
Dk
Rata-rata =1
Waktu = (b-1) = 6 - 1 = 5
Pemberian obat = (p-1) = 3 - 1 = 2
Kekeliruan eksperimen = (b-1)(p-1) = 5 x 2 = 10
Total = 3 x 4 x 6 = 72
Kekeliruan subsampling = 72 - (1+5+2+10) = 54
Jk
Ey = Sb (By+Py)
=21399,11 (539,11+19862,19)
= 997,81
Sy = y2 Ry Sb
= 69566 30669,39 21399,11
= 17497,5
Dengan = 5% = 0.05
Ftabel = F(2.10) = 4,1
Fhitung =
Fhit > Ftabel , maka Ho ditolak. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan dari efek pemberian
obat-obat tersebut.
% Aktivitas Stimulan
= 100% - 386,49%
= - 286,49%
% Aktivitas Depresi
= 100% - 80,65 %
= 19,35 %
Dalam percobaan ini ingin mengetahui efek obat terhadap aktivitas lokomotor mencit
yang dimasukkan ke dalam roda putar (wheel cage), berdasarkan pengamatan jumlah
putaran roda. Obat uji yang digunakan adalah diazepam (obat antidepresan) dan kafein (obat
stimulant). Diazepam termasuk golongan benzodiazepin, obat yang bersifat hipnotik sedatif,
selain itu juga merupakan anestetik parenteral, pelemas otot, antiepilepsi dan anticemas
(antiansietas). Sedangkan kafein merupakan senyawa hasil metabolisme sekunder golongan
alkaloid. Kafein bekerja di dalam tubuh dengan mengambil alih reseptor adenosin dalam sel
saraf. Peranan utama kafein di dalam tubuh adalah meningkatan kerja psikomotor sehingga
tubuh tetap terjaga dan memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi.
Obat stimulan biasanya bekerja merangsang susunan saraf pusat melalui 2 mekanisme
yaitu mengadakan blokade sistem penghambatan dan meningkatkan perangsangan sinaps.
Kafein dapat berfungsi sebagai stimulan (perangsang) karena kafein bekerja pada susunan
saraf pusat dengan meningkatkan perangsangan sinaps yaitu terutama pada korteks serebri.
Selain itu, kafein juga dapat memberikan rangsangan pada medula oblongata sehingga pusat
vasomotor dan pusat pernapasan pun ikut terangsang. Akan tetapi tekanan darah tidak naik,
hal ini terjadi karena pada saat bersamaan, terjadi juga dilatasi pembuluh kulit, ginjal dan
koroner, akibat kerjanya di sistem saraf perifer. Rangsangan pada pusat vasomotor oleh
kafein disebabkan adanya kostriksi pembuluh darah otak dan turunnya tekanan liquor.
Meningkatnya perangsangan sinaps oleh kafein mengakibatkan kondisi tubuh menjadi
siaga dan kemampuan psikis pun akan meningkat. Dengan pemberian secara per oral, kafein
akan diabsorpsi dengan cepat dan sempurna sehingga efek kafein dapat dengan cepat
dirasakan.
Sedangkan obat antidepresan biasanya bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan
memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem
saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan
oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja
sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin
dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas
GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat.
Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan
lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida
menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk
dirangsang berkurang.
Sebagai hewan percobaan mencit yang digunakan harus memenuhi beberapa
persyaratan yaitu: bersifat homogen baik dari segi galur, berat, umur dan jenis kelaminnya
karena akan mempengaruhi dosisnya. Jenis kelamin mencit yang digunakan pada percobaan
ini adalah mencit jantan karena mencit betina tidak stabil. Mencit betina mengalami
menstruasi dan pada saat menstruasi maka hormonnya akan meningkat sehingga
mempengaruhi kondisi psikologisnya. Kenaikan hormon ini juga akan berpengaruh pada efek
obat. Dengan alasan inilah mencit betina jarang digunakan sebagai hewan percobaan.
Pada percobaan ini akan mencit dibagi menjadi tiga kelompok. Pertaman-tama ketiga
kelompok mencit ditimbang bobot badannya, hal ini dilakukan untuk perhitungan dosis obat
yang nantinya akan diberikan kepada masing-masing mencit. Kelompok pertama adalah
mencit yang hanya diberikan larutan suspensi gom arab (PGA) 1-2 % saja tanpa penambahan
obat-obatan yang lain, kelompok ini digunakan sebagai kelompok kontrol. Kelompok yang
kedua adalah kelompok mencit yang diberikan obat diazepam secara per oral. Kelompok
ketiga adalah kelompok mencit yang diberi obat kafein secara per oral pula.
Pada awalnya untuk mencit diberikan obat diazepam dan kafein masing-masing untuk
mencit II dam III secara per oral, kemudian didiamkan selama 30 menit sebelum dimasukan
ke dalam roda putar dan diamati jumlah putaran roda selang 5 menit selama 30 menit waktu
pengamatan. Proses didiamkannya mencit setelah diberikan obat adalah agar obat tersebut
dapat diabsorpsi terlebih dahulu oleh mencit, sehingga efeknya akan lebih terlihat pada saat
mencit diletakkan ke dalam roda putar.
Pada kelompok pertama (I), yaitu kelompok kontrol, pada kelompok ini mencit hanya
diberikan larutan suspensi gom arab (PGA) 3 % saja, sehingga mencit pada kelompok ini
bekerja alami tanpa ada pengaruh obat, sehingga kelompok-kelompok yang lain dapat
dibandingkan dengan kelompok kontrol ini.. Pada kelompok kedua adalah kelompok mencit
yang telah diberikan obat diazepam, sedangkan pada kelompok ketiga, mencit diberikan obat
kafein sehingga mencit pada kedua kelompok ini bergerak dipengaruhi oleh obat. Diharapkan
dapat terlihat hasil yang yang berbeda dengan adanya perbedaan pada pemberian jenis obat
yang diberikan kepada mencit.
Berdasarkan percobaan kali ini dapat dilihat pengaruh pemberian obat diazepam
maupun kafein pada mencit. Berdasarkan pengujian data secara statistika, dapat dilihat bahwa
pemberian diazepam ataupun kafein memberikan efek terhadap mencit apabila dibandingkan
dengan kontrol.
Banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi jumlah putaran. Yang sangat
mempengaruhi dari absorpsi obat adalah berat badan mencit, karena berpengaruh pada
luasnya daerah absorpsi dan tentu saja sangat mempengaruhi absorpsi obat. Perbedaan jumlah
pada tiap bagian ini dipengaruhi bagaimana ketersediaan obat dalam mencit. Semakin lama
obat dalam mencit akan bekerja sampai puncaknya dan kemudian lama-lama efeknya akan
menurun karena ketersediaan obat makin berkurang.
Pada percobaan kali ini, mencit yang tidak diberikan obat uji tidak terlalu
memberikan efek atau pengaruh yang signifikan terhadap perubahan aktivitas yang
ditunjukkan dengan peningkatan atau penurunan jumlah putaran roda putar. Sedangkan untuk
mencit yang diberikan obat uji berupa diazepam, seiring dengan berjalannya waktu
pengamatan ternyata aktivitas mencit perlahan mengalami penurunan, hal tersebut di
tunjukkan dengan berkurangnya jumlah putaran roda putarnya. Penurunan aktivitas pada
mencit ini disebabkan karena diazepam termasuk golongan benzodiazepin, obat yang bersifat
hipnotik sedatif sehingga mengakibatkan mencit perlahan mengalami rasa sedasi yang cukup
kuat dan apabila dosisnya ditingkatkan maka kemungkinan mencit tersebut akan tertidur atau
tidak melakukan aktivitas apapun. Untuk mencit yang diberikan obat kafein ternyata
mengalami peningkatan aktivitas yang cukup signifikan ditandai dengan peningkatan jumlah
putaran rodanya. Kafein meningkatan kerja psikomotor sehingga tubuh tetap terjaga dan
memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi. Dengan demikian maka mencit akan
terus aktif bergerak selama efek obat tersebut masih ada namun seiring dengan berjalannya
waktu pengamatan maka lama-lama efeknya akan menurun karena ketersediaan obat makin
berkurang di dalam tubuh mencit. Hal ini ditandai dengan berkurangnya jumlah putaran roda.
Pada grafik mencit dengan pemberian kafein, terlihat bahwa grafik meningkat sampai
puncak kemudian menurun kembali. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pada grafik yang
meningkat mencit mulai mersakan efek kafein yaitu adanya peningkatan kondisi fisik dan
psikis mencit, namun pada grafik yang menurun setelah puncak, mencit mulai kelelahan
sehingga jumlah putaran rodanya menjadi semakin sedikit.
Sedangkan pada grafik mencit dengan pemberian diazepam terlihat bahwa grafik
semakin menurun. Hal tersebut dapat diartikan bahwa efek sedasi dan hipnosis yng diberkan
diazepam pada mencit semakin meningkat sehingga putaran rodanya semakin sedikit.
Data pengamatan yang didapat diolah berdasarkan statistika melalui metode analisis
variansi (ANAVA). Hipotesis nol (H0) ialah bahwa ketiga perlakuan memberikan efek yang
sama pada mencit. Statistik uji ialah f = P/E yang kemudian akan dibandingkan dengan f
tabel. Dari perhitungan dengan menggunakan kekeliruan 5 % didapat bahwa jika H 0 ditolak
artinya terdapat perbedaan yang signifikan dari efek pemberian obat-obat tersebut sedangkan
jika H0 diterima maka perlakuan memberikan efek yang sama pada mencit.
Berdasarkan perhitungan anava, F hitung < F tabel dan menunjukkan H0 ditolak.
Artinya terdapat perbedaan yang signifikan dari efek pemberian obat-obat tersebut. Hal
tersebut sesuai dengan kenyataan yang seharusnya terjadi, dimana pemberian zat stimulan
dan depresan pada hewan uji akan memberikan efek yang signifikan terhadap hewan uji yang
digunakan sebagai kontrol negatif berdasarkan perbedaan jumlah putaran yang dilakukan
oleh hewan uji.
Karena ingin diketahui kebermaknaan masing-masing obat uji terhadap lama waktu
gerak mencit maka dilakukan uji lanjut menggunakan metode Students t-test. Uji tersebut
dilakukan berdasarkan nilai derajat kebebasan, t antara obat uji dan kontrol melalui
perhitungan dari nilai rata-rata dan simpangan baku.
Dari uji didapat bahwa t obat uji diazepam hampir signifikan terhadap kontrol
sehingga perbedaan lama waktu tidak bergerak kontrol dengan obat uji diazepam ialah
signifikan dilihat dari jumlah putaran yang dilakukan oleh mencit kontrol negatif dan mencit
obat uji diazepam. Dari uji didapat pula bahwa t obat uji Caffein sangat signifikan terhadap
kontrol sehingga perbedaan lama waktu tidak bergerak kontrol dengan obat uji Caffein sangat
signifikan dilihat dari jumlah putaran yang dilakukan oleh mencit kontrol negatif dan mencit
obat uji Caffein.
Diketahui bahwa obat stimulan (kafein) dapat meningkatkan aktivitas mencit dilihat dari
% stimulasi sebesar 286,49% dan diketahui pula bahwa obat anti depresan (diazepam) dapat
menurunkan aktivitas mencit dengan % depresi sebesar 19,35 %.
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. Farmakologi Dan Terapi
Edisi 4. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Ganiswarna, SG. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Gaya baru.
Mutchler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Edisi Kelima. Bandung: Penerbit ITB
Panitia Farmakope Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi ke 4. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Panitia Farmakope Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi ke 3. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Tjay, Hoan Tan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek
Sampingnya. Edisi kelima. Cetakan kedua. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia.