BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Manusia dan hewan multiseluler, mempunyai daya faal untuk mengenal bahan
atau substansi yang dianggap diri sendiri (self) dan membedakan dari yang asing
(non self). Dasar sistem imun dalam tubuh berusaha untuk mengeluarkan atau
memusnahkan bahan asing/antigen yang masuk ke dalam tubuh. Pengenalan self dan
non self dicapai dengan setiap sel menunjukkan suatu penanda berdasarkan pada
Major Histocompability Complex (MHC). Beberapa sel yang tidak menunjukkan
penanda ini diperlakukan sebagai non self dan diserang. Terkadang sistem imun
menyerang sel-selnya sendiri (penyakit autoimun) misalnya multiple sclerosis, system
lupus erythematosus, rheumatoid arthritis, diabetes serta myastheina gravis (Harti,
2013).
Selain itu perasaan depresi dan marah dapat melemahkan sistem imun. Stress
menyebabkan perubahan-perubahan fisiologis tubuh yang melemahkan sistem imun,
dan akhirnya mempengaruhi kesehatan sehingga mudah terserang penyakit, serta
timbulnya kelainan sistem imun dengan munculnya psoriasis dan eczema. Saat terjadi
3
Dunhoff (1998) juga menjelaskan bahwa gangguan tidur pada orang tua dapat
melemahkan sistem imun karena darah mengandung penurunan NKC (Natural Killer
Cell). NKC adalah bagian dari sistem imun tubuh, jika kadarnya menurun dapat
melemahkan imunitas sehingga rentan terhadap penyakit. Studi yang dilakukan di
Pittsburgh tahun 1998 menunjukkan pentingnya tidur bagi orang tua untuk
memelihara kesehatan tubuh.
Di sisi lain Kresno (2003) menyatakan bahwa respon imun sangat bergantung
pada kemampuan sistem imun untuk mengenali molekul asing (antigen) yang
terdapat pada patogen potensial dan kemudian membangkitkan reaksi yang tepat
untuk menyingkirkan antigen tersebut. Proses pengenalan antigen dilakukan oleh
unsur utama sistem imun yaitu limfosit, baru kemudian melibatkan berbagai jenis sel
sistem imun. Limfosit dapat dipacu menjadi aktif oleh antigen atau mitogen.
Kemampuan sistem imun untuk melaksanakan fungsi protektif secara optimal antara
lain bergantung juga pada kecepatan sel limfosit spesifik berproliferasi.
Protein: arginin dan glutamin. Lebih efektif dalam memelihara fungsi imun
tubuh dan penurunan infeksi pasca-pembedahan. Arginin mempengaruhi
fungsi sel T, penyembuhan luka, pertumbuhan tumor, dans ekresi hormon
prolaktin, insulin, growth hormon. Glutamin, asam amino semi esensial
berfungsi sebagai bahan bakar dalam merangsang limfosit dan makrofag,
meningkatkan fungsi sel T dan neutrofil.
Lemak. Defisiensi asam linoleat (asam lemak omega 6) menekan respons
antibodi, dan kelebihan intake asam linoleat menghilangkan fungsi sel T.
Konsumsi tinggi asam lemak omega 3 dapat menurunkan sel T helper,
produksi cytokine.
Yoghurt yang mengandung Lactobacillus acidophilus dan probiotik lain.
Meningkatkan aktivitas sel darah putih sehingga menurunkan penyakit
kanker, infeksi usus dan lambung, dan beberapa reaksi alergi.
Mikronutrien (vitamin dan mineral). Vitamin yang berperan penting dalam
memelihara sistem imun tubuh orang tua adalah vitamin A, C, D, E, B6, dan
B12. Mineral yang mempengaruhi kekebalan tubuh adalah Zn, Fe, Cu,
asamfolat, dan Se.
Zinc. Menurunkan gejala dan lama penyakit influenza. Secara tidak langsung
mempengaruhi fungsi imun melalui peran sebagai kofaktor dalam
pembentukan DNA, RNA, dan protein sehingga meningkatkan pembelahan
sellular. Defisiensi Zn secara langsung menurunkan produksi limfosit T,
respons limfosit T untuk stimulasi/rangsangan, dan produksi IL-2.
Lycopene. Meningkatkan konsentrasi sel Natural Killer (NK)
Gambar Pertahanan respirasi garis pertama. Bagian penting dari garis pertahanan
pertama tubuh adalah membran mukosa yang melapisi bagian atas sistem respirasi. Pada
lapisan trakea, yang ditunjukkan disini, sel-sel khusus (berwarna gelap) menghasilkan
mukus yang menjerat mikroba sebelum penyerangan itu dapat memasuki paru-paru.
Membran mukosa juga dilengkapi dengan sel-sel bersilia (berwarna terang). Denyutan
silia yang serentak akan mengeluarkan mukus dan mikroba yang terjerat menuju faring
(SEM yang diwarnai) (Campbell, )
jaringanatau beredar dalam darah ke bagian tubuh yang lain (Tortora and Derrickson,
2009).
Lapisanepitel membran mukosamengeluarkan cairan yang disebut mukus
yang berfungsimelumasi dan membasahi permukaan rongga. Karena mukus sedikit
kental sehinggabanyak mikroba dan zat-zat asing terperangkap. Membran
mukosahidung memiliki rambut mukus berlapis yang berfungsisebagaiperangkap dan
memfilter mikroba, debu, dan polutan dari udara yang dihirup. Membran
mukosasaluran pernapasan bagian atas mengandung silia, mirip rambut mikroskopis
yang berada pada permukaan sel-sel epitel. Batuk dan bersin mempercepat
pergerakan mukus dan patogen yang terperangkap keluar dari tubuh(Tortora and
Derrickson, 2009).
Cairanlainnya yang dihasilkan oleh berbagai organ juga membantu
melindungi permukaan epitel kulit dan membran mukosa. Apparatus lakrimal mata
memproduksi air mata dalam menanggapi iritasi.Air mata juga mengandung lisozim,
enzim yang mampu menghancurkan dinding sel bakteri tertentu. Selain air mata,
lisozim hadir dalam air liur, keringat, sekresi hidung, dan cairan jaringan(Tortora and
Derrickson, 2009).
Bahan kimia tertentu juga berkontribusi terhadap tingkat resistensitinggi
dari kulit dan membran mukosaterhadapinvasi mikroba. Kelenjar kulit sebasea
(minyak) mengeluarkan zat yang berminyak disebut sebum yang membentuk lapisan
pelindung di atas permukaan kulit. Asam lemak tak jenuh dalam sebum menghambat
pertumbuhan
bakteri patogen dan jamur tertentu. Keasaman kulit (pH 3-5) disebabkan oleh sekresi
asam lemak dan asamlaktat. Keringat membantu menghilangkanmikroba dari
permukaankulit. Getah lambung yang dihasilkan oleh kelenjar lambung adalah
campuran asam klorida, enzim, dan mukus. Keasaman getah lambung yang kuat (pH
1,2-3,0) mampumenghancurkan banyak bakteri. Sekresi vagina juga sedikit asam
yang menghambat pertumbuhan bakteri (Tortora and Derrickson, 2009).
Ketika patogen menembus pertahanan fisik dan kimia kulit dan membran
mukosa, mereka kemudianmenghadapi pertahanankedua yang terdiri dari zat
antimikroba internal, fagosit, sel-sel pembunuh alami, peradangan, dan
demam(Tortora and Derrickson, 2009).
tercermin dalam jumlah sel darah putih diferensial (Tortora and Derrickson,
2009).
3. Sel-sel pembunuh alami
Selain sel fagosit, sel lain yang berperan dalam respon imun adalah sel NK
(Natural Killer Cell). Sel NK adalah limfosit bergranul besar yang dapat
mengenali dan menghancurkan sel-sel abnormal yang ada di jaringan perifer. Sel
NK akan mengeluarkan protein toksik yang dikenal dengan perforin. Perforin
yang dibebaskan oleh badan golgi sel NK akan membentuk pori-pori di dinding
sel abnormal sehingga menyebabkkan lisis sel. Mekanisme lisis sel dengan cara
demikian disebut mekanisme Membran Attack Complex (MAC) (Mulyani, 2013).
4. Peradangan (Inflamatori)
Inflamasi merupakan sebuah reaksi yang kompleks dari sistem imun tubuh pada
jaringan vaskuler yang menyebabkan akumulasi dan aktivasi leukosit serta
protein plasma yang terjadi pada saat infeksi, keracunan maupun kerusakan
sel (Abbas. 2010). Inflamasi diperlukan tubuh untuk mempertahankan diri dari
berbagai bahaya yang mengganggu keseimbangan tetapi juga dapat memperbaiki
kerusakan struktur serta gangguan fungsi jaringan (Baratawidjaja, 2004).
Terjadinya proses inflamasi diinisiasi oleh perubahan di dalam pembuluh
darah yang meningkatkan rekrutmen leukosit dan perpindahan cairan serta
protein plasma di dalam jaringan. Proses tersebut merupakan langkah
pertama untuk menghancurkan benda asing dan mikroorganisme serta
membersihkan jaringan yang rusak (Judarwanto, 2012).
Kerusakan sel terkait dengan inflamasi berpengaruh pada selaput membran sel
yang menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim lisosomal yaitu arachidonic
acid kemudian dilepas dari persenyawaan fosfolipid, dan berbagai eicosanoid
akan disintesis (Katzung, 2009). Kerusakan atau perubahan yang terjadi pada sel
dan jaringan akibat noksi akan membebaskan berbagai mediator atau
substansi radang antara lain histamin, bradikinin, kalidin, serotonin,
prostaglandin dan leukotrien (Mansjoer, 1999). Senyawa kimia ini akan
menyebabkan pelebaran pada pembuluh darah di daerah yang terinfeksi. Hal
ini akan menaikkan aliran darah ke daerah yang terkena infeksi. Akibatnya
daerah terinfeksi menjadi berwarna kemerahan dan terasa lebih
11
Kondisi ini adalah tanda pasti bahwa suhu tubuh meningkat. Ketika suhu tubuh
mencapai pengaturan termostat, dingin menghilang. Tubuh akan terus untuk
mempertahankan temperaturnya pada 39 C sampai sitokin dihilangkan.
thermostat mengembalikan ulang ke suhu 37 C. Sebagai infeksi reda,
mekanisme kehilangan panas seperti vasodilatasi dan berkeringat. Kulit menjadi
hangat, dan orang mulai berkeringat. Ini fase demam, yang disebut krisis,
menunjukkan bahwa suhu tubuh menurun. Sampai titik tertentu, demam dianggap
sebagai pertahanan terhadap penyakit. Interleukin-1 membantu meningkatkan
produksi sel T. suhu tubuh tinggi mengintensifkan efek interferon antivirus dan
meningkatkan produksi transferin yangmenurunkan besi yang tersedia untuk
mikrob. Juga, karena kecepatan suhu tinggi reaksi tubuh, mungkin membantu
jaringan tubuh memperbaiki dirinya sendiri lebih cepat. Di antara komplikasi
demam adalah takikardia (rapid denyut jantung), yang dapat membahayakan
orang yang lebih tua dengan penyakit kardiopulmoner; meningkat tingkat
metabolisme, yang dapat menghasilkan asidosis, dehidrasi, elektrolit
ketidakseimbangan, kejang di anak muda dan delirium dan koma. Sebagai aturan,
hasil kematian jika suhu tubuh naik di atas 44 sampai 46 C (112 sampai 114
F). Seperti dengan rasa sakit yang terkait dengan peradangan, ibuprofen dan
aspirin dapat digunakan untuk mengurangi demam (Tortora and Derrickson,
2009).
Pertama
Kulit Sel darah putih Limfosit
Membran mukosa fagositik Antibodi
Sekresi dari kulit Protein
dan membran antimikroba
mukosa Respon
Peradangan
makrofag.
Proses menelan ini terjadi setelah proses kelekatan. Membran plasma dari
fagosit memanjang dan menonjol yang disebut dengan pseudopod yang berfungsi
untuk menelan mikrooganisme. Setelah Mikroorganisme terperangkap, pseudopod
akan berfusi dikedua ujungnya, mengelilingi mikroorganisme dengan sebuah kantung
yang disebut dengan fagosom atau vesikel fagosit. Membran dari fagosome memiliki
enzim yang mampu memompa proton (H+) kedalam fagosome.
3. Pencernaan (Digestion)
Selanjutnya fagosome akan masuk kedalam sitoplasma dimana didalam
sitoplasma inilah fagosome akan bertemu dengan lisosom yang mengandung enzim
pencernaan dan zat-zat bakterisida. Ketika terjadi kontak antara fagosome dan
lisosom, membran keduanya akan berfusi membentuk struktur yang besar disebut
dengan fagolisosome.
Enzim lisosom yang menyerang sel mikroba secara langsung adalah lisosime
yan mana berfungsi untuk menghidrolisis peptidoglikan pada dinding bakteri. Lipase,
protease , ribonuklease dan deoksiribonuklease menghidrolisis komponen
makromolekular lain dari mikroorganisme. Lisosom juga mengandung enzim yang
dapat memproduksi oxygen racun seperti superoksida radikal, hidrogen peroksida,
nitrit oksidam oksigen tunggal dan hidroksil radikal. Oxygen beracun ini diproduksi
oleh sebuah ledakan oksidatif. Enzim lainnya dapat menggunakan oksigen beracun
ini untuk menelan mikroorganisme.
Setelah enzim mencerna isi dari fagolisosome yang dibawa saat proses ingesti,
fagolisosome sekarang mengandung material yang sudah tidak dapat dicerna atau
disebut dengan residual body. Residual body ini kemudian pindah menuju perbatasan
sel dan dibuang keluar sel.
INFLAMASI
Setelah 1 jam setelah proses inflamasi, aliran darah menurun, dan sel fagosit
( neutrofil dan monosit) akan menempel pada permukaan dalam dari endothelium
pada pembuluh darah. Proses penempelan ini merupakan respon lokal sitokin yang
disebut dengan migrasi. Sitokin mengubah molekul selular adhesi pada sel-sel
endothelium pembuluh darah, sehingga fagosit dapat menempel pada area inflamasi.
Kemudian, sel fagosit akan mulai menyisip diantara sel endothelium dari pembuluh
darah untuk sampai didaderah yang luka. Proses migrasi ini, terjadi dengan gerakan
amoeboid yang disebut dengan diapedesis; yang memakan waktu sekitar 2 menit.
Kemudan sel fagosit mulai melawan mikroorganisme yang menginfeksi dengan
proses yang disebut dengan fagositosis. (Tortora,2001)
Gambar Proses inflamasi. A) terjadi kerusakaan pada jaringan kulit. B) terjadi vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas dari pembuluh darah yang memungkinkan migrasi dari fagositosis.
Fagositosis oleh makrofag dan neutrofil menghilangkan bakteri. Makrofag merupakan
perkembangan dari monosit. C) perbaikan pada jaringan yang luka. (Tortora,2001)
18
Antigen seperti itu disebut antigen yang bergantung pada sel T. 1) Makrofag menelan
patogen. 2) fragmen antigen dari patogen yang dicerna sebagian lalu membentuk
kompleks dengan protein MHC kelas II. Kompleks ini kemudian diangkut ke
permukaan sel. 3) sel T helper dengan reseptor yang spesifik berinteraksi dengan
makrofag dengan cara berikatan dengan kompleks MHC dan antigen. 4) Sel T helper
yang diktifkan kemudian berinteraksi dengan sel B yang telah menghancurkan
antigen dengan cara endositosis dan memperlihatkan fragmen antigen bersama
dengan protein MHC kelas II. Sel T helper mensekresikan IL-2 dan sitokinin untuk
mengaktifkan sel B. 5) sel B lalu membelah secara berulang-ulang dan berdiferensiasi
menjadi sel B memori dan sek plasma, yang merupakan sel efektor yang mensekresi
antibodi pada kekebalan humoral.
Pada gambar 2.3 dapat diketahui bahwa sel-sel B dan sel-sel T tubuh
bersama-sama mengenali antigen dengan jumlah yang tidak terbatas, tetapi
masing-masing individu sel hanya mengenali satu jenis antigen. Jika dicermati
pada gambar, akan terlihat adanya variasi bentuk reseptor antigen pada
keenam sel B. Ketika suatu antigen berikatan dengan sel Batau sel T, sel
tersebut akan berpoliferasi atau memperbanyak diri dan membentuk klon sel-
sel efektor dengan spesifitas yang sama. Pada diagram, antigen itu
menyeleksi suatu sel B tertentu dan merangsangnya untuk memperbanyak
diri dan menjadi suatu populasi sel-sel efektor yang identik yang disebut
dengan sel plasma. Sel plasma mensekresi antibodi yang spesifik untuk
antigen tersebut dan terbentuk juga sel memori yang spesifik untuk antigen
tersebut.
SISTEM IMUN SPESIFIK SELULER
Limfosit t sitotoksik yang diaktifkan oleh antigen membunuh sel-sel
kanker dan sel-sel yang terinfeksi oleh virus atau patogen intraseluler lainnya.
Semua sel bernukleus dalam tubuh secara terus-menerus menghasilkan molekul
MHC kelas I. Sementara molekul MHC kelas I yang baru disintesis bergerak
menuju permukaan sel, molekul itu menangkap fragmen kecil dari salah satu
protein lain yang disintesis. Dengan cara ini molekul MHC kelas I memaparkan
protein asing yang disintesis dalam sel terinfeksi atau sel abnormal ke sel T
sitotoksik. Interaksi antara sel penyaji antigen dan sel T sitotoksik sangat
dipengaruhi oleh kehadiran protein permukaan sel T yang disebut CD8.
22
BABIII
PENUTUP
Kesimpulan
Daftar Rujukan
Daniels S. 2002. Folate Supplements could Improve Immune System in the Elderly.
http://www.nutraingredients.com.
23
Dunhoff, C. 1998. Sleep May Have Negative Impact on Immune System. UPMC
News Bureau.
Fatmah. 2006. Respon Imunitas yang Rendah pada Tubuh Manusia Usia Lanjut.
Makara Kesehatan 10(1):47-53.
Harti, A.S. 2013. Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis. Yogyakarta: Graha Ilmu
Judarwanto, W., 2012, Imunologi Dasar : Radang dan Respon Inflamasi (online)
(http://imunologi-dasar-radang-danrespon-inflamasi/) diakses pada 28 Maret
2017
Murray F. 1991. Vitamin E can Boost Immune Response in Elderly People. Better
Nutrition 1989-1990. http://www.findarticles.com.