Anda di halaman 1dari 4

BAB 13

KONJUGASI PADA BAKTERI

Konjugasi merupakan proses transfer informasi genetik satu arah yang terjadi melalui
kontak sel langsung antara suatu sel bakteri donor dan suatu sel bakteri resipien. Dalam arti
lain Konjugasi merupakan fusi temporer dua organisme sel tunggal dalam rangka transfer
seksual materi genetik. Konjugasi pertama kali ditemukan oleh pada Joshua Lederberg dan
Edward Tatum pada 1946 dengan eksperimen sederhana yang mempelajari dua strain
Escherichia coli yang memiliki kebutuh nutrisi yang berbeda. Strain A dapat hidup di
medium minimal hanya jika medium ditambahi dengan metionin dan biotin, sedangkan strain
B dapat hidup di medium minimal hanya jika medium ditambahi dengan traonin, leusin dan
tiamin. Strain B tersebut disebut auxotroph. Sehingga, strain A dapat ditulis sebagai metbio
thr+ leu+ thi+ dan strain B sebagai met+ bio+thr leu thi. Jika strain A dan strain B dicampur,
maka dihasilkan beberapa anakan tipe liar yang memiliki kemampuan untuk hidup tanpa
nutrisi tambahan. Penelitian ini menunjukkan bahwa telah terjadi rekombinasi gen antara
genom-genom kedua strain yang menghasilkan bakteria prototroph.

Perlakuan campuran strain A dan B yang ditumbuhkan bersama pada medium


minimal. Beberap koloni terbukti dapat tumbuh, hal itu diartikan sebagai akibat suatu
pertukaran genetik yang bukan tergolong mutasi. Jelaslah bahwa peristiwa rekombinasi inilah
yang menyebabkan pada perlakuan campuran strain A dan B, sebagian sel auxotroph berubah
menjadi prototroph. Rekombinasi yang terjadi tersebut disebabkan karena konjugasi, hal itu
dibuktikan oleh Bernard Davis melalui percobaannya yang menggunakan suatu perangkat
tabung U. Davis merancang sebuah tabung U yang kedua lengannya dipisahkan oleh
saringan. Pori-pori saringan terlalu kecil untuk dilewati oleh bakteri, tetapi cukup besar untuk
dilewati pleh medium cari dan subtansi terlarut di dalamnya. Strain A dimasukkan ke dalam
salah satu lengan tabung dan strain B ke dalam lengan lainnya. Setelah kedua strain
diinkubasi selama beberapa waktu, Davis menguji apakah bakteri dalam tiap lengan tabung
dapat tumbuh di medium minimal, dan ternyata tidak satupun yang dapat tumbuh. Dengan
kata lain, kontak fisik antara kedua strain dibutuhkan agar terbentuk sel tipe liar. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa E.coli mempunyai tipe sistem perkawinan yang disebut konjugasi
yang memungkinkan transfer materi genetik antar bakteri.

Telah diketahui bahwa selama konjugasi terjadi transfer DNA dari suatu sel donor ke
sebuah sel resipien melewati suatu penghubung antar sel khusus, ynag disebut tabung
konjugasi, sehingga terbentuk antar sel-sel bakteri. Sel-sel bakteri yang berkemampuan
menjadi donor selama proses konjugasi, memiliki karakteristik pembeda berupa adanya
juluran tambahan serupa rambut di permukaan sel yang disebut sebagai F pili. Pembentukan
F, pili berada di bawah kontrol beberapa gen yang terletak pada suatu molekul DNA sirkuler
kecil yang disebut juga sebagai kromosom mini. Di dalam sel bakteri, F factor atau faktor F
dapat terintegrasi dengan kromosom inang atau bebas tidak terintegrasi. Jika terintegrasi
dengan kromosom inang, maka faktor F itu bereplikasi bersama dengan bagian bagian
kromosom ianng yang lain.

Bakteri F+, F-, dan Hfr


Suatu sel donor yang mengandung faktor F yang otonom tidak terintegrasi disebut
sebagai sel F+; sebaliknya sel yang tidak mengandung faktor F disebut sel F- (sel resipien).
Dewasa ini selain sel F+ dan sel F-, sudah umum diketahui adanya sel Hfr (High frequency
recombination). Pada tahun 1953, William Hayes dan Luca Cavalli-Sforza menyatakan
bahwa transfer genetik terjadi dalam satu arah antara dua strain persilangan yang sudah
disebutkan di atas. Satu sel bertindak sebagai donor, dan sel lainya bertindak sebagai resipien.
Awalnya, transfer gen satu arah ini dihubungkan dengan perbedaan jenis kelamin,
sebagaimana donor disebut sebagai jantan dan resipien sebagai betina. Namun, transfer gen
ini tidak sama dengan reproduksi seksual. Pada transfer gen bakteri, satu organisme
menerima informasi genetik dari satu donor, lalu resipien akan diubah oleh informasi
tersebut. Pada reproduksi seksual, dia organisme mendonorkan materi genetik yang sama
banyak untuk membentuk organisme baru.
Secara kebetulan, Hayes menemukan beberapa sel donor yang tidak mempu
memproduksi rekombinan setelah disilangkan dengan sel resipien. Tampaknya, sel donor
telah kehilangan kemampuannya mentransfer materi genetik dan berubah menjadi sel
resipien. Dalam analisisnya mengenai sel donor yang mandul ini, Hayes menyatakan
bahwa kemampuan donor merupakandikendalikan oleh gen-gen dalam molekul DNA sirkuler
yang disebut faktor fertilitas (F). Dalam faktor F terdapat operon tra yang mensintesis protein
TraI. Protein ini bertindak sebagai enzim pemutus dan pembuka pilinan unting DNA. Selain
itu, dalam faktor F juga terdapat gen yang mensintesis pili.
Faktor F dapat berada dalam dua kondisi yaitu kondisi autonom dan kondisi
terintegrasi. Kondisi autonom memungkinkan replikasi yang tidak tegantung kromosom
bakteri, dan kondisi terintegrasi, dimana faktor F secara kovalen tersisip ke dalam kromosom
bakteri dan hanya akan tereplikasi jika kromosom bakteri bereplikasi. Sel donor memiliki
faktor F autonom dan disebut sel F+. Sel resipien tidak memiliki faktor F dan disebut sel F-.
Jika sel F+dicampur dengan sel F-, maka lama-lama seluruh populasi sel akan menjadi sel
F+dan tidak dijumpai lagi sel F-. Faktor F dapat terintegrasi ke dalam kromosom bakteri
melalui rekombinasi spesifik tapak. Sel yang memiliki faktor F terintegrasi disebut sel Hfr
(high-frequency recombination). Baik F+ maupun Hfr adalah sel donor, namun berbeda
dengan konjugasi antara sel F+ dan F-, konjugasi antara sel Hfr dan F- mengakibatkan
sejumlah gen dari kromosom Hfr ditransfer ke F- dan tidak mengakibatkan sel F- berubah
menjadi F+.
Mekanisme transfer DNA dari sel donor ke sel resipien selalu sama, baik ketika hanya
faktor F yang ditransfer (pada perkawinan F+>< F-), maupun ketika kromosom bakteri yang
dtransfer (pada perkawinan Hfr >< F-).Selama konjugasi, salah satu unting pada molekul
DNA sirkuler dipotong pada situs khusus yang disebut oriT oleh enzim TraI. Transfer
dilakukan melalui replikasi rolling-circle.
Faktor F1
Terlepasnya faktor F dari kromosom inang berlangsung tidak teliti atau tidak tepat
sesuai dengan ukurannya pada saat terintegrasi. Sebagai akibatnya adalah bahwa faktor F
yang terlapas itu dapat mengandung sebagian kecil kromosom inang, ynag letaknya
berdekatan dengan faktor F di saat berlangsungnya integrasi. Faktor F1 adalah faktor F yang
mengandung sebagian kromosom bakteri, atau yang mengandung gen-gen bakteri. Sel yang
memiliki faktor Fmasih tetap dapat berkonjugasi dengan sel F.Hal itu disebabkan seluruh
fungsi faktor F tetap ada. Pada saat berlangsungnyakonjugasi, satu salinan faktor Fditransfer
ke sel F-yang mengakibatkan secarafenotip sel itu menjadi sel F+. Terdapat fenomena sex
conduction, yaitutransfer gen-gen kromosom dari suatu sel bakteri donor ke sebuah sel
resipien oleh faktor F.

Diah Ajeng Mustikarini


140342600824
Pertanyaan
1. Apakah perbedaan strain A dan strain B pada konjugasi bakteri E. coli ?
Jawaban :
Strain A dapat hidup di medium minimal hanya jika medium ditambahi dengan metionin
dan biotin, sedangkan strain B dapat hidup di medium minimal hanya jika medium
ditambahi dengan traonin, leusin dan tiamin.
2. Apakah perbedaan Faktor F dalam keadaan autonom dan terintegrasi ?
Jawaban
Pada kondisi autonom, kondisi ini memungkinkan replikasi yang tidak tegantung
kromosom bakteri, dan pada kondisi terintegrasi, dimana faktor F secara kovalen tersisip
ke dalam kromosom bakteri dan hanya akan tereplikasi jika kromosom bakteri bereplikasi.
Sel donor memiliki faktor F autonom dan disebut sel F+. Sel resipien tidak memiliki faktor
F dan disebut sel F-. Jika sel F+dicampur dengan sel F-, maka lama-lama seluruh populasi
sel akan menjadi sel F+dan tidak dijumpai lagi sel F-.

Anda mungkin juga menyukai