Anda di halaman 1dari 9

INTERAKSI OBAT

INTERAKSI OBAT

A. Pengertian interaksi obat


Secara singkat dapat dikatakan interaksi obat terjadi jika

suatu obat mengubah efek obat lainnya. Kerja obat yang diubah dapat

menjadi lebih atau kurang aktif. (Harkness, 1989).

Interaksi dikatakan terjadi ketika efek dari salah satu obat diubah

oleh adanya obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau oleh

beberapa bahan kimia lingkungan (Stockley, 2008).

Kesimpulan : interaksi obat merupakan efek obat, jika obat tersebut

diminum bersamaan antara obat yg pertama dengan

obat yang lainnya, makanan, dan jamu-jamuan. Yang

dimana efeknya bisa naik turun


B. Mekanisme interaksi obat secara garis besar yaitu :
1. Interaksi obat terhadapat farmaseutik atau inkompatibilitas
2. Interaksi obat terhadapat farmakokinetik
3. Interaksi obat terhadapat farmakodinamik
1) Interaksi obat terhadapat farmaseutik atau inkompatibilitas

Inkompatibilitas ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat diberikan)

antara obat yang tidak dapat dicampur. Pencampuran obat

demikian menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisik

atau kimiawi, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan

endapan, perubahan warna lain-lain atau mungkin juga tidak

terlihat. Interaksi ini biasanya tidak terlihat. Interaksi ini biasanya

berakibat inaktivasi obat.

NURUL MUHLISA SUDRIRMAN ARFIANI ABDUL KADIR


150 2012 0455
INTERAKSI OBAT

Bagi seorang dokter, interaksi farmaseutik yang penting

adalah interaksi antar obat suntik dan interaksi obat suntik dengan

cairan infus. Lebih dari 100 macam obat tidak dapat dicampur

dengan cairan infus. Lagipula banyak obat suntik tidak kompatibel

dengan berbagai obat suntik lain, yaitu dengan bahan obatnya atau

dengan bahan pembawanya. Oleh karena itu diajurkan, tidak

mencampur obat suntik dalam satu semprit atau dengan cairan

infus, kecuali jika jelas diketahui tidak ada interaksi. Contohnya,

gentamisin mengalami inaktivasi jika dicampur dengan

karbenisilindemikian juga penisilin G jika dicampur dengan vitamin

C, sedangkan amfoterisin B mengendap dalam larutan garam

fisiologis atau larutan ringer, dan juga fenitoin mengendap dalam

larutan dekstrosa 5%. (Ganiswara, 2007)

Kesimpulan : interaksi obat menurut farmaseutik dimana interaksi

yang terjadi apabila obat pertama bercampur dengan

obat yang lainnya didalam tubuh atau diluar tubuh.


Contohnya : obat penicilin G dengan Vitamin C, jika diminum

secara bersamaan interaksi obat tersebut akan

mengakibatkan endapan yang berasal dari obat

tersebut yang akan berakibat fatal.

2) Interaksi obat terhadapat farmakokinetik


Interaksi farmakokinetik terjadi salah satu obat mempengaruhi

absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eksresi kedua obat, sehingga

kadar plasma obat kedua meningkat atau menurun. Akibatnya, terjadi

NURUL MUHLISA SUDRIRMAN ARFIANI ABDUL KADIR


150 2012 0455
INTERAKSI OBAT

peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut.

Interaksi farmakokinetik tidak dapat diekspolasikan ke obat lain yang

segolongan dengan obat yang berinteraksi, sekalipun struktur

kimianya mirip, karena antar obat terdapat fariasi sifat-sifat fisikokimia

yang menyebabkan variasi sifat-sifat farmakokinetiknya. Misalnya

simetidin tidak sama dengan H2 betabloker lainnya, juga terfenadin

atau astemizol.
a. Interaksi obat dalam absorbsi disaluran cerna
Interaksi langsung interaksi secra fisik/ kimiawi antar obat

dalam lumen saluran cerna sebelum absorbsi dapat mengganggu

proses absorbsi. Interaksi ini dapat dihindarkan/ sangat dikurangi

jika obat yang berinteraksi diberikan dengan jarak waktu minimal 2

jam. (Ganiswara, 2007).


Perubahan pH cairan saluran cerna. Cairan saluran cerna

yang alkalis, misalnya akibat antasid, H2 bloker atau penghambat

pompa proton, akan meningkatkan kelarutan obat yang bersifat

asam yang sangat sukar larut dalam suasana asam, misalnya

aspirin. Dalam suasana alkalis aspirin lebih banyak terionisasi

sehingga absorbsi per satuan luas area absorbsi lebih lambat,

tetapi karena sangat luasnya area absorbsi diusus halus maka

kecepatan absorbsi secara keseluruhan masih lebih tinggi. Dengan

demikian dipercepatnya disolusi aspirin oleh basa akan

mempercepat absorbsinya. Akan tetapi suasana alkalis disaluran

cerna akan mengurangi kelarutan beberapa obat bersifat basa

NURUL MUHLISA SUDRIRMAN ARFIANI ABDUL KADIR


150 2012 0455
INTERAKSI OBAT

(misalnya ketokonazol) dalam cairan saluran cerna, dengan akibat

mengurangi absorbsinya. (Ganiswara, 2007).


Berkurangnya keasaman lambung oleh antasid akan

mengurangi pengrusakan obat yang tidak akan asam (misalnya

penisilin G eritromisin) sehingga meningkatkan bioavailibilitasnya,

dan mengurangi absorbsi Fe, yang diabsorbsi paling bai jika cairan

lambung sangat asam (Ganiswara, 2007).


Kesimpulan : proses interaksi obat yang ada didalam penyerapan

tubuh yang akan mengakibatkan efek obatnya hilang.


Contohnya :obat Tetrasiklin dengan susu, yang dimana dari

kandungan susu tersebut jika bercampur dengan

kandungan yang ada didalm tetrasiklin maka obat

tersebut akan membentuk helat sehingga efek dari

tetrasiklin berkurang atau hilang.


b. Interaksi dalam distribusi
Banyak obat terikat pada proten plasma, obat yang bersifat asam

terutama pada albumin, sedangkan obat yang bersifat basa pada

asam 1-glikoprotein. Oleh karena jumlah protein plasma terbatas,

maka terjadi kompetisi antara obat-obat yang bersifat basa untuk

berikatan dengan protein yang sama. Tergantung dari kadar obat

dan afinitasnya terhadap protein plasma, maka suatu obat dapat

digeser dari ikatannya dengan protein plasma oleh obat lain, dan

peningkatan kadar obat bebas menimbulkan peningkatan efek

farmakologinya. Akan tetapi keadaan ini hanya berlangsung

sementara karena peningkatan kadar obat bebas juga meingkatkan

eliminasinya sehingga akhirnya tercapai keadaan mantap yang

NURUL MUHLISA SUDRIRMAN ARFIANI ABDUL KADIR


150 2012 0455
INTERAKSI OBAT

baru di mana kadar obat total menurun tetapi kadar obat bebas

kembali seperti sebelumnya (mekanisme kompensasi) (Ganiswara,

2007).
Interaksi dalam ikatan protein ini, meskipun banyak terjadi, tetapi

yang menimbulkan masalah dalam klinik hanyalah yang

menyangkut obat dengan sifat berikut untuk obat yang digeser : (1)

mempunyai ikatan yang kuat dengan protein plasma (minimal 85%)

dan volume distribusi yang kecil ( 0,15 L/kg) sehingga pergeseran

sedikit saja akan meningkatkan kadar obat bebas secara

bermakna; ini berlaku terutama untuk obat bersifat asam, karena

kebanyakan obat bersifat basa volume distribusinya sangat luas;

(2) mempunyai atas keamanan yang sempit, sehingga peningkatan

kadar obat bebas tersebut dapat mencapai kadar tokdik. Efek

toksik yang serius telah terjadi sebelum kompensasi tersebut di

atas terjadi, misalnya terjadi perdarahan pada antikoagulan oral,

hipoglikemia pada antidiabetik oral; atau eliminasinya mengalami

kejenuhan, misalnya fenitoin, salisilat dan dikumarol, sehingga

peningkatan kadar obat bebas tidak segera disertai dengan

peningkatan kecepatan eliminasinya. Interaksi ini lebih nyata pada

pasien dengan hipoalbuminemia, gagal ginjal atau penyakit hati

yang berat akibat berkurangnya jumlah albumin plasma, ikatan obat

bersifat asam dengan albumin, serta menurunnya eliminasi obat

(Ganiswara, 2007).

NURUL MUHLISA SUDRIRMAN ARFIANI ABDUL KADIR


150 2012 0455
INTERAKSI OBAT

Bagi obat penggeser, yang dapat menimbulkan interaksi

pergeseran protein yang bermakna adalah yang bersifat sebagai

berikut : (1) berikatan dengan albumin di tempat ikatan yang sama

dengan obat yang akan digeser (site I atau site II) dengan ikatan

yang kuat; (2) pada dosis terapi kadarnya cukup tinggi untuk mulai

menjenuhkan tempat ikatan albumin. Sebagai contoh, fenilbutazom

akan menggeser warfarin (ikatan protein 99%, Vd = 0,14 L/kg) dan

tolbutamid (ikatan protein 96%, Vd = 0,12 L/kg) (Ganiswara, 2007).


Kesimpulan : dalam proses distribusi interaksi obat, yang harus

diperharikan yaitu semua obat yang memiliki ikatan

protein yang tinggi, jika diberikan dengan obat yang

memilki ikatan protein yang rendah dan efek

terapinya sempit.
Contoh : obat asetosal dengan fenitoin, dimana fenitoin merupakan

antikonvulsan yang digunakan untuk mengendalikan

kejang pada ayan, dimana pada obat fenitoin mempunyai

efek indeks terapi yang sempit, sedangkan asetosal

memiliki ikatan protein yang rendah sehingga jika

bercampur maka memberikan efek yang negatif.


c. Interaksi dalam metabolisme
Hambatan metabolisme terutama menyangkut obat-obat

yang merupakan substrat enzim metabolisme sitokrom P450 (CYP)

dalam mikrosom hati. Dalam Bab I di Bagian Farmakokinetik telah

disebutkan adanya 6 isoenzim CYP yang penting untuk

metabolisme obat. Tiap isoenzim tersebut mempunyai substrat dan

NURUL MUHLISA SUDRIRMAN ARFIANI ABDUL KADIR


150 2012 0455
INTERAKSI OBAT

penghambatnya masing-masing. Pemberian bersama salah satu

substrat dengan salah satu penghambat enzim yang sama akan

meningkatkan kadar plasma substrat sehingga meningkatkan efek

atau toksisitasnya. Oleh karena CYP 3A4/5 memetabolisme sekitar

50% obat untuk manusia, maka penghambat isoenzim ini menjadi

penting karena akan berinteraksi dengan banyak obat, terutama

penghambat yang poten, yakni ketokonazol, itrakonazol, eritromisin

dan klaritromisin (Ganiswara, 2007


Kesimpulan : proses metabolisme tempatnya dihati, dimna terdapat

enzim P.450. yang dimna dalam proses ini yang harus

diperhatikan enzim P.450 dan yang menginduksi dan

menghinibisi enzim P.450.


Contoh : obat fenobarbital dengan diabetik oral (metformin), dimana

fenobarbital termasuk obat penginduksi sedangkan obat

diabetik termasuk menghinibisi enzim. Dari obat

fenobarbital akan mempengaruhi obat diabetik oral

mengakibatkan efek tersebut sedikit karena adanya obat

penginduksi yang mempercepat keluarnya obat

penghibibisi enzim yaitu obat diebetik oral yang

mengakibatkan gula darah naik.


d. Interaksi dalam ekskresi ginjal
Obat-obat yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal

adalah aminoglikosida, siklosporin dan amfoterisin B. Jika obat-

obat ini diberikan bersama obat-obat lain yang eliminasinya

NURUL MUHLISA SUDRIRMAN ARFIANI ABDUL KADIR


150 2012 0455
INTERAKSI OBAT

terutama melalui ginjal maka akan terjadi akumulasi obat-obat lain

tersebut sehingga menimbulkan efek toksik (Ganiswara, 2007).


Kesimpulan : dalam proses eliminasi merupakan proses keluarnya

obat dari dalam ginjalya.


Contoh : quinidin + digoxin . akan memberikanefek interaksi obat

yang akan mengurangi efek eliminasi


3) Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang

bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang

sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik atau antagonistik,

tanpa terjadi perubahan kadar obat dalam plasma (Ganiswara, 2007).


Kesimpulan : farmakodinamik terbagi atas dua yaitu, antagonis dan

agonis. Dimna agonis terbagi langi atas dua yaitu adisi dan sinergis.
Contoh: antagonis = vitamin k + antikoagulan, dimana interkasi obat

vitamin k mengalami siklus oksidasi dan reduksi dihati, maka

antikoagulan dapat mencegah reduksi vitamin k, sehingga

pembekuan darah dari antikoagulan terganggu disebabkan obat

vitamin k.
Adisi merupakan interaksi obat yang saling menurunkan khasiat dari

masing-masing obat kegiatan obat pertama dikurangi atau bahkan

ditiadakan sama sekali oleh obat kedua yang memiliki khasiat

farmakologis yang bertentangan, misalnya adrenalin dan histamin.

Contoh : = asetosal + paracetamol, Kegiatan obat dipertinggi oleh

obat kedua, kedua obat dapat memiliki kegiatan yang sama seperti

estrogen dan progesteron, sulfametoksasol dan trimetoprim asetosal

dan kodein. Atau satu obat tidak memiliki efek bersangkutan misalnya

NURUL MUHLISA SUDRIRMAN ARFIANI ABDUL KADIR


150 2012 0455
INTERAKSI OBAT

analgetik dan klorpromazin, benzodiazepin/meprobamat dan alkohol,

penghambatan MAO dan amfetamin dan lainnya.

Sinergis dimana adisi merupakan kerjasama antara dua obat dan

dikenal ada dua jenis yaitu Adisi efek kombinas adalah sama

dengan kegiatan dari masing-masing obat seperti (1+1=2).

DAFTAR PUSTAKA

Baxter, Karen, 2008, Stockleys drug Interactions, Pharmaceutical Press :


London.

Ganiswarna, Sulistia, 2007, Farmakologi dan Terapi Edisi V, Departemen


Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI : Jakarta.

Harkness, Richard, 1989, Interaksi Obat, ITB-Press : Bandung.

NURUL MUHLISA SUDRIRMAN ARFIANI ABDUL KADIR


150 2012 0455

Anda mungkin juga menyukai