LAPORAN
Disusun Oleh :
Aggie Desty 144101131
Dewi Aulia Nurbani 144101062
Irinedian Sribudaya 144101056
Kemala Utami Pratiwi 144101050
Taufik Ananda Hilman 144101152
A. Latar Belakang
Pembangunan Kesehatan di Indonesia merupakan bagian dari
pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi semua orang agar terwujud derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya guna mencapai Negara yang kuat.
Di Indonesia berusaha memprioritaskan pada peningkatan akses pelayanan
kesehatan masyarakat baik pada masyarakat pedesaan maupun perkotaan.
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar yang penyediaannya
wajib diselenggarakan pemerintah. Salah satu bentuk pelayanan kesehatan
untuk masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah puskesmas.
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah salah satu pelayanan
kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia. Puskesmas adalah unit
pelaksana Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes, 2011).
Sebagai penyelenggara pelayanan dasar terdapan, UPTD puskesmas
bertanggung jawab terhadap upaya peningkatan kesehatan yang berkembang
kearah kesatuan untuk seluruh masyarakat dengan melibatkan peran serta
masyarakat secara aktif mencakup upaya peningkatan (promotif), pencegahan
(preventif), pengobatan (kuratif), pemulihan (rehabilitatif). Unit Pelaksanaan
Teknis Dinas Puskesmas merupakan suatu organisasi kesehatan fungsional
yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang yang juga
membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara
menyeluruh dan terpadu di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok dan
usaha kesehatan integrasi yang kegiatannya merupakan kegiatan lintas sektoral.
UPTD Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas
pemeliharaan kesehatan masyarakat diwilayah kerjanya.
Berdasarkan penjelasan di atas, peran puskesmas dan salah satu dari upaya
kesehatan wajib Puskesmas yang harus ditingkatkan kinerjanya adalah promosi
kesehatan. Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui pembelajaran dari oleh, untuk dan bersama masyarakat,
agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang
bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Hal tersebut bisa diterapkan jika
diketahui akar masalahnya, karena promosi kesehatan merupakan intervensi
untuk pemecahan masalah disuatu daerah yang menjadi suatu subjek adanya
masalah kesehatan. Oleh karena hal pertama yang harus dilakukan adalah
analisis situasi yang akan dijelaskan pada paragraf selanjutnya.
Analisis situasi merupakan proses pengamatan situasi terkini dengan
melakukan pengamatan secara langsung dilapangan dan mengumpulkan
informasi atau data dari laporan-laporan atau publikasi melalui metode
observasi dan wawancara serta data sekunder yang diperoleh dari kelurahan,
puskesmas, dan tokoh masyarakat setempat.
Hasil dari analisis situasi di Puskesmas Indihiang didapatkan prioritas
masalah yaitu TB- MDR. perilaku penderita yang kurang peduli dengan
masyarakat sekitarnya, perilaku menutup-nutupi penyakit yang dideritanya dari
orang lain. Penderita TB- MDR masih ada yang meludah sembarangan, tidak
disiplin dalam berobat, dan tidak menutup mulut saat batuk.
Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam rangka membantu Puskesmas
Indihiang Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya maka kami tertarik untuk
melakukan penelitian tentang penyakit TBC yang ada di puskesmas Indihiang
Kota Tasikmalaya.
B. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui masalah kesehatan yang berada di Puskesmas
Indihiang dan mengusulkan perencanaan intevensi.
A. Pengertian
a. Pengertian TB
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
(Werdhani, R.A., 2005: 2).
b. Pengertian TB-MDR
Multidrug resistant tuberculosis (MDR Tb) adalah Tb yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (M. Tb) resisten in vitro
terhadap isoniazid (H) dan rifampisin (R) dengan atau tanpa resisten obat
lainnya. Terdapat 2 jenis kasus resistensi obat yaitu kasus baru dan kasus
telah diobati sebelumnya. Kasus baru resisten obat Tb yaitu terdapatnya
galur M. Tb resisten pada pasien baru didiagnosis Tb dan sebelumnya tidak
pernah diobati obat antituberkulosis (OAT) atau durasi terapi kurang 1
bulan. Pasien ini terinfeksi galur M. Tb yang telah resisten obat disebut
dengan resistensi primer. Kasus resisten OAT yang telah diobati sebelumnya
yaitu terdapatnya galur M. Tb resisten pada pasien selama mendapatkan
terapi Tb sedikitnya 1 bulan. Kasus ini awalnya terinfeksi galur M Tb yang
masih sensitif obat tetapi selama perjalanan terapi timbul resistensi obat atau
disebut dengan resistensi sekunder (acquired).
Banyak faktor penyebab MDR Tb. Beberapa analisis difokuskan pada
ketidakpatuhan pasien. Ketidakpatuhan lebih berhubungan dengan
hambatan pengobatan seperti kurangnya pelayanan diagnostik, obat,
transportasi, logistik dan biaya pengendalian program Tb. Survei global
resistensi OAT mendapatkan hubungan antara terjadinya MDR Tb dengan
kegagalan program Tb nasional yang sesuai petunjuk program Tb WHO.
Terdapatnya MDR Tb dalam suatu komuniti akan menyebar. Kasus tidak
diobati dapat menginfeksi lebih selusin penduduk setiap tahunnya dan akan
terjadi epidemic khususnya di dalam suatu institusi tertutup padat seperti
penjara, barak militer dan rumah sakit. Penting sekali ditekankan bahwa
MDR Tb merupakan ancaman baru dan hal ini merupakan manmade
phenomenon. (Hanafi, A.R. 2010).
B. Penyebab
Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculois.
Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dan
bentuk dari bakteri ini yaitu batang, tipis, lurus atau agak bengkok, bergranul,
tidak mempunyai selubung tetapi kuman ini mempunyai lapisan luar yang tebal
yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Sifat dari bakteri ini agak
istimewa, karena bakteri ini dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan
asam dan alkohol sehingga sering disebut dengan bakteri tahan asam (BTA).
Selain itu bakteri ini juga tahan terhadap suasana kering dan dingin. Bakteri ini
dapat bertahan pada kondisi rumah atau lingkungan yang lembab dan gelap
bisa sampai berbulan-bulan namun bakteri ini tidak tahan atau dapat mati
apabila terkena sinar, matahari atau aliran udara (Widoyono,2011).
C. Cara Penularan
Menurut Werdhani, R.A. (2005: 2). Sumber penularan adalah pasien TB
BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam
ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat
mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat
membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor
yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
a. Risiko Penularan
Menurut Werdhani, R.A. (2005: 2). Risiko tertular tergantung dari
tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif
memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru
dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan
Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk
yang berisiko Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10
(sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di
Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan
reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.
D. Gejala
Menurut Werdhani, R.A. (2005: 5). Gejala penyakit TBC dapat dibagi
menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang
terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru,
sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
a. Gejala umum
1) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
2) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul
3) Penurunan nafsu makan dan berat badan
4) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
b. Gejala khusus
1) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi,
suara nafas melemah yang disertai sesak.
2) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
3) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit
di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
4) Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat
terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-
kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa
memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan 5 tahun
yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA
positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
E. Diagnosis
Menurut Werdhani, R.A. (2005: 6-7) Apabila dicurigai seseorang tertular
penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnosis adalah:
a. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB
dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS):
1) S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
2) P(Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas
di UPK.
3) S(sewaktu): Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi
d. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
e. Rontgen dada (thorax photo).
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.
Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai
dengan indikasi sebagai berikut:
1) Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB
paru BTA positif.
2) Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
3) Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis
eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang
mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau
aspergiloma).
f. Uji tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling
bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis dan sering digunakan dalam Screening TBC. Efektifitas
dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari
90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji
tuberkulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 2 4 tahun 78%, 46 tahun
75%, dan umur 612 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat
bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang
spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang
cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux
umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan
intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam
setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi)
yang terjadi:
1) Pembengkakan (Indurasi) : 04mm, uji mantoux negatif. Arti klinis :
tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis. 2.
2) Pembengkakan (Indurasi) : 59mm, uji mantoux meragukan. Hal ini bisa
karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal
atau pasca vaksinasi BCG.
3) Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif. Arti klinis :
sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
b. Pengendalian
1. Petugas dari puskesmas harus mengetahui alamat rumah dan tempat kerja
penderita.
2. Petugas turut mengawasi pelaksanaan pengobatan agar penderita tetap
teratur menjalankan pengobatan dengan jalan mengingatkan penderita
yang lali. Disamping itu agar menunjak seorang pengawas pengobatan
dikalangan keluarga.
3. Petugas harus mengadakan kunjungan berkala kerumah-rumah penderita
dan menunjukkan perhatian atas kemajuan pengobatan serta mengamati
kemungkinan terjadinya gejala sampingan akibat pemberian obat. .
(Hiswani, 2006: 6).
BAB III
ANALISIS SITUASI
2. RW Siaga
RW Siaga adalah suatu tatanan masyarakat yang penduduknya
memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk
mencegah dan mengatasi masalah kesehatan, bencana dan kegawat-
daruratan kesehatan secara mandiri. Indikator untuk RW Siaga ini terdiri
dari:
a. ada forum masyarakat sebagai wadah mendiskusikan masalah kesehatan;
b. kerjasama dengan fasilitas kesehatan dan pelayanan dasar;
c. upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM);
d. surveilans berbasis masyarakat, bersifat pengamatan terhadap gejala
wabah penyakit;
e. Sistem Kesiapan Gawat Darurat dan Bencana Berbasis Masyarakat;
f. upaya menciptakan lingkungan sehat dengan membiasakan gerakan
kebersihan;
g. upaya menciptakan terwujudnya PHBS;
h. upaya menciptakan terwujudnya Kadarzi (keluarga sadar gizi).
Jumlah Rukun Warga (RW) di wilayah kerja Puskesmas Indhiang ada
42 RW dengan jumlah RW Siaga sebanyak 39 RW. Masalah yang ditemukan
dalam program RW Siaga ini adalah tanggapan dari masyarakat yang
beragam yaitu masih ada yang tidak peduli dengan adanya RW Siaga.
Masyarakat masih kurang berpartisipasi, sehingga tidak semua RW Siaga
yang sudah dibentuk berjalan dengan sebagaimana mestinya.
3. Diare
Kasus yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Indihiang
berdasarkan hasil wawancara yang didapat adalah kasus diare dengan
jumlah 664. Kasus tersebut walaupun memiliki jumlah yang cukup besar
akan tetapi tingkat kegawatannya tidak tinggi. Hal tersebut terjadi karena
masyarakat di wilayah kerja puskesmas Indihiang masih memiliki kesadaran
yang rendah akan berperilaku hidup bersih dan atau disingkat PHBS.
B. Penentuan Tema
Berdasarkan uraian bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa tema yang akan diambil adalah Penyakti TB MDR (Multi Drug
Resistant). TB MDR adalah TB resistan Obat terhadap minimal 2 (dua) obat
anti TB yang paling poten yaitu INH dan Rifampisin secara bersama sama atau
disertai resisten terhadap obat anti TB lini pertama lainnya seperti etambutol,
streptomisin dan pirazinamid.
Landasan dasar penarikan tema tersebut karena masalah yang
ditemukan di Puskesmas Indihiang berdasarkan tingkat kegawatannya yaitu
makin bertambahnya penderita TBC termasuk TB MDR. Penderita TB MDR
kebanyakan dikalangan menengah kebawah dan berada di Kelurahan
Sukamajukaler, Parhon, dan Padasuka.
Hasil dari PBL ditemukan salah satu masalah kesehatannya masih tetap
yaitu TBC. Penentuan tema ini juga untuk melihat kecenderungan masalah
yang sama di Puskesmas Indihiang.
C. Deskripsi Acara
1. Tujuan
Tujuan dari rencana intervensi ini adalah terciptanya pemahaman
pentingnya pencegahan penyakit TB agar kejadian TB MDR tidak
meningkat di wilayah kerja Puskesmas Indihiang Kecamatan Indihiang
Kota Tasikmalaya.
2. Sasaran
Sasaran dari rencana intervensi ini adalah peserta senam pagi setiap
hari sabtu di depan Puskesmas Indihiang, karena yang mengikuti senam
pagi di depan Puskesmas tidak hanya orang yang berobat ke Puskesmas
saja tetapi masyarakat sekitar, yang diharapkan apabila intervensi telah
selesai maka masyarakat yang telah dijadikan sasaran akan paham, peduli,
sdan menerapkannya kepada diri sendiri dan memberitahu kepada yang
lain.
3. Kegiatan Intervensi
Rencana intervensi yang akan dilakukan memiliki rincian sebagai
berikut.
a. Membuat stand TOSS TB.
b. Alat peraga yang digunakan berupa leaflet, dan banner.
c. Mempromosikan lewat pengeras suara agar masyarakat berkunjung.
d. Dari 5 orang anggota, 2 orang diam di stand untuk konsultasi personal
dengan masyarakat yang berkunjung, 3 orang mengajak masyarakat
untuk berkunjung ke stand sambil membagi-bagikan leaflet.
e. Konsultasi personal akan diisi dengan bagaimana caranya agar bisa
melakukan pencegahan TB, bahaya yang akan diterima bagi penderita
TB dan lingkungan jika penderita telah menjadi TB MDR.
f. Mengajak masyarakat untuk berkunjung ke stand sambil diselipkan
tentang pemahaman TB MDR.
DAFTAR PUSTAKA