Anda di halaman 1dari 20

USULAN PERENCANAAN INTERVENSI MASALAH KESEHATAN

DI UPTD PUSKESMAS INDIHIANG KECAMATAN INDIHIANG


KOTA TASIKMALAYA

LAPORAN

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Aplikasi Promosi Kesehatan di berbagai Tatanan

Disusun Oleh :
Aggie Desty 144101131
Dewi Aulia Nurbani 144101062
Irinedian Sribudaya 144101056
Kemala Utami Pratiwi 144101050
Taufik Ananda Hilman 144101152

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan Kesehatan di Indonesia merupakan bagian dari
pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi semua orang agar terwujud derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya guna mencapai Negara yang kuat.
Di Indonesia berusaha memprioritaskan pada peningkatan akses pelayanan
kesehatan masyarakat baik pada masyarakat pedesaan maupun perkotaan.
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar yang penyediaannya
wajib diselenggarakan pemerintah. Salah satu bentuk pelayanan kesehatan
untuk masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah puskesmas.
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah salah satu pelayanan
kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia. Puskesmas adalah unit
pelaksana Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes, 2011).
Sebagai penyelenggara pelayanan dasar terdapan, UPTD puskesmas
bertanggung jawab terhadap upaya peningkatan kesehatan yang berkembang
kearah kesatuan untuk seluruh masyarakat dengan melibatkan peran serta
masyarakat secara aktif mencakup upaya peningkatan (promotif), pencegahan
(preventif), pengobatan (kuratif), pemulihan (rehabilitatif). Unit Pelaksanaan
Teknis Dinas Puskesmas merupakan suatu organisasi kesehatan fungsional
yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang yang juga
membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara
menyeluruh dan terpadu di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok dan
usaha kesehatan integrasi yang kegiatannya merupakan kegiatan lintas sektoral.
UPTD Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas
pemeliharaan kesehatan masyarakat diwilayah kerjanya.
Berdasarkan penjelasan di atas, peran puskesmas dan salah satu dari upaya
kesehatan wajib Puskesmas yang harus ditingkatkan kinerjanya adalah promosi
kesehatan. Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui pembelajaran dari oleh, untuk dan bersama masyarakat,
agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang
bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Hal tersebut bisa diterapkan jika
diketahui akar masalahnya, karena promosi kesehatan merupakan intervensi
untuk pemecahan masalah disuatu daerah yang menjadi suatu subjek adanya
masalah kesehatan. Oleh karena hal pertama yang harus dilakukan adalah
analisis situasi yang akan dijelaskan pada paragraf selanjutnya.
Analisis situasi merupakan proses pengamatan situasi terkini dengan
melakukan pengamatan secara langsung dilapangan dan mengumpulkan
informasi atau data dari laporan-laporan atau publikasi melalui metode
observasi dan wawancara serta data sekunder yang diperoleh dari kelurahan,
puskesmas, dan tokoh masyarakat setempat.
Hasil dari analisis situasi di Puskesmas Indihiang didapatkan prioritas
masalah yaitu TB- MDR. perilaku penderita yang kurang peduli dengan
masyarakat sekitarnya, perilaku menutup-nutupi penyakit yang dideritanya dari
orang lain. Penderita TB- MDR masih ada yang meludah sembarangan, tidak
disiplin dalam berobat, dan tidak menutup mulut saat batuk.
Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam rangka membantu Puskesmas
Indihiang Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya maka kami tertarik untuk
melakukan penelitian tentang penyakit TBC yang ada di puskesmas Indihiang
Kota Tasikmalaya.

B. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui masalah kesehatan yang berada di Puskesmas
Indihiang dan mengusulkan perencanaan intevensi.

C. Ruang Lingkup Penelitian


Lokasi Penelitian dilaksanakan diwilayah Kerja Puskesmas Indihiang
Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan penerapan ilmu yang telah diperoleh selama
kuliah dengan kenyataan sesungguhnya, sehingga dengan demikian ilmu
pengetahuan yang telah diterima dapat dipergunakan sebagai mestinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
a. Pengertian TB
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
(Werdhani, R.A., 2005: 2).
b. Pengertian TB-MDR
Multidrug resistant tuberculosis (MDR Tb) adalah Tb yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (M. Tb) resisten in vitro
terhadap isoniazid (H) dan rifampisin (R) dengan atau tanpa resisten obat
lainnya. Terdapat 2 jenis kasus resistensi obat yaitu kasus baru dan kasus
telah diobati sebelumnya. Kasus baru resisten obat Tb yaitu terdapatnya
galur M. Tb resisten pada pasien baru didiagnosis Tb dan sebelumnya tidak
pernah diobati obat antituberkulosis (OAT) atau durasi terapi kurang 1
bulan. Pasien ini terinfeksi galur M. Tb yang telah resisten obat disebut
dengan resistensi primer. Kasus resisten OAT yang telah diobati sebelumnya
yaitu terdapatnya galur M. Tb resisten pada pasien selama mendapatkan
terapi Tb sedikitnya 1 bulan. Kasus ini awalnya terinfeksi galur M Tb yang
masih sensitif obat tetapi selama perjalanan terapi timbul resistensi obat atau
disebut dengan resistensi sekunder (acquired).
Banyak faktor penyebab MDR Tb. Beberapa analisis difokuskan pada
ketidakpatuhan pasien. Ketidakpatuhan lebih berhubungan dengan
hambatan pengobatan seperti kurangnya pelayanan diagnostik, obat,
transportasi, logistik dan biaya pengendalian program Tb. Survei global
resistensi OAT mendapatkan hubungan antara terjadinya MDR Tb dengan
kegagalan program Tb nasional yang sesuai petunjuk program Tb WHO.
Terdapatnya MDR Tb dalam suatu komuniti akan menyebar. Kasus tidak
diobati dapat menginfeksi lebih selusin penduduk setiap tahunnya dan akan
terjadi epidemic khususnya di dalam suatu institusi tertutup padat seperti
penjara, barak militer dan rumah sakit. Penting sekali ditekankan bahwa
MDR Tb merupakan ancaman baru dan hal ini merupakan manmade
phenomenon. (Hanafi, A.R. 2010).

B. Penyebab
Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculois.
Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dan
bentuk dari bakteri ini yaitu batang, tipis, lurus atau agak bengkok, bergranul,
tidak mempunyai selubung tetapi kuman ini mempunyai lapisan luar yang tebal
yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Sifat dari bakteri ini agak
istimewa, karena bakteri ini dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan
asam dan alkohol sehingga sering disebut dengan bakteri tahan asam (BTA).
Selain itu bakteri ini juga tahan terhadap suasana kering dan dingin. Bakteri ini
dapat bertahan pada kondisi rumah atau lingkungan yang lembab dan gelap
bisa sampai berbulan-bulan namun bakteri ini tidak tahan atau dapat mati
apabila terkena sinar, matahari atau aliran udara (Widoyono,2011).

C. Cara Penularan
Menurut Werdhani, R.A. (2005: 2). Sumber penularan adalah pasien TB
BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam
ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat
mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat
membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor
yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
a. Risiko Penularan
Menurut Werdhani, R.A. (2005: 2). Risiko tertular tergantung dari
tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif
memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru
dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan
Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk
yang berisiko Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10
(sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di
Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan
reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

D. Gejala
Menurut Werdhani, R.A. (2005: 5). Gejala penyakit TBC dapat dibagi
menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang
terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru,
sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
a. Gejala umum
1) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
2) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul
3) Penurunan nafsu makan dan berat badan
4) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

b. Gejala khusus
1) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi,
suara nafas melemah yang disertai sesak.
2) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
3) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit
di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
4) Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat
terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-
kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa
memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan 5 tahun
yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA
positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

E. Diagnosis
Menurut Werdhani, R.A. (2005: 6-7) Apabila dicurigai seseorang tertular
penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnosis adalah:
a. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB
dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS):
1) S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
2) P(Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas
di UPK.
3) S(sewaktu): Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi
d. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
e. Rontgen dada (thorax photo).
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.
Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai
dengan indikasi sebagai berikut:
1) Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB
paru BTA positif.
2) Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
3) Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis
eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang
mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau
aspergiloma).

f. Uji tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling
bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis dan sering digunakan dalam Screening TBC. Efektifitas
dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari
90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji
tuberkulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 2 4 tahun 78%, 46 tahun
75%, dan umur 612 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat
bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang
spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang
cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux
umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan
intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam
setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi)
yang terjadi:
1) Pembengkakan (Indurasi) : 04mm, uji mantoux negatif. Arti klinis :
tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis. 2.
2) Pembengkakan (Indurasi) : 59mm, uji mantoux meragukan. Hal ini bisa
karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal
atau pasca vaksinasi BCG.
3) Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif. Arti klinis :
sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

F. Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan


1. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan
membuang dahak tidak disembarangan tempat.
2. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap
bayi harus harus diberikan vaksinasi BCG.
3. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit
TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang
ditimbulkannya.
4. Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan
khusus TBC. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang
kategori berat yang memerlukan pengembangan program pengobatannya
yang karena alasan-alasan sosial ekonomi dan medis untuk tidak
dikehendaki pengobatan jalan.
5. Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat,
perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry,
tempat tidur, pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
6. Imunisasi orang-orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang-orang
sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya
yang terindikasi dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif
tertular.
7. Penyelidikan orang-orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota
keluarga dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara-cara ini
negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu
penyelidikan intensif.
8. Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang
tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum
dengan tekun dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai
adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh
dokter. (Hiswani, 2006: 5).

G. Pencegahan dan Pengendalian


a. Pencegahhan

1. Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit,


seperti kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.
2. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau
suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini
bagi penderita, kontak, suspect, perawatan.
3. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap
penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai
pencegahan.
4. BCG, vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan
perlindungan bagi ibunya dan keluarhanya. Diulang 5 tahun kemudian
pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.
5. Memberantas penyakti TBC pada pemerah air susu dan tukang potong
sapi, dan pasteurisasi air susu sapi.
6. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karean menghirup
udara yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan
sebagainya.
7. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala tbc paru.
8. Pemeriksaan screening dengan tubercullin test pada kelompok beresiko
tinggi, seperti para emigrant, orang-orang kontak dengan penderita,
petugas dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen. 9.
Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil
pemeriksaan tuberculin test.

b. Pengendalian
1. Petugas dari puskesmas harus mengetahui alamat rumah dan tempat kerja
penderita.
2. Petugas turut mengawasi pelaksanaan pengobatan agar penderita tetap
teratur menjalankan pengobatan dengan jalan mengingatkan penderita
yang lali. Disamping itu agar menunjak seorang pengawas pengobatan
dikalangan keluarga.
3. Petugas harus mengadakan kunjungan berkala kerumah-rumah penderita
dan menunjukkan perhatian atas kemajuan pengobatan serta mengamati
kemungkinan terjadinya gejala sampingan akibat pemberian obat. .
(Hiswani, 2006: 6).
BAB III
ANALISIS SITUASI

A. Gambaran Umum Puskesmas Indihiang


1. Keadaan Umum Puskesmas Indihiang
Puskesmas Indihiang terletak di komplek Pasar Baru Indihiang
Kelurahan Indihiang Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya. Wilayah kerja
Puskesmas Indihiang terdiri dari empat kelurahan yaitu Kelurahan
Indihiang, Kelurahan Sirnagalih, Kelurahan Sukamaju Kaler, dan Kelurahan
Sukamaju Kidul. Puskesmas Indihiang memiliki batas wilayah sebagai
berikut.
Sebelah Utara : Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis
Sebelah Selatan : Kabupaten Tasikmalaya
Sebelah Timur : Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya
Sebelah Barat : Kabupaten Tasikmalaya
Berdasarkan Peraturan Wali Kota Nomor 113 Tahun 2013, UPTD
Puskesmas memiliki tugas pokok melaksanakan sebagian teknis operasional
dan/atau kegiatan teknis penunjang dinas di bidang pelayanan kesehatan
meliputi operasional puskesmas sesuai dengan kebijakan teknik yang
ditetapkan oleh Kepala Dinas.
Program kerja di Puskesmas Indihiang terdiri dari Upaya Kesehatan
Wajib dan Upaya Kesehatan Pengembangan. Upaya Kesehatan Wajib yang
ada di Puskesmas Indihiang terdiri dari promosi kesehatan, kesehatan
lingkungan, KIA/KB, perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan P2M
(pelayanan imunisasi dasar dan pelayanan imunisasi lanjutan), pengobatan,
penemuan, dan penanganan penderita penyakit. Upaya Kesehatan
Pengembangan yaitu UKS (Usaha Kesehatan Sekolah), kesehatan olahraga,
kesehatan masyarakat, kesehatan kerja, kesehatan gigi dan mulut, kesehatan
jiwa, kesehatan indera, kesehatan usia lanjut dan kesehatan tradisional.

2. Data Demografi Puskesmas Indihiang


Puskesmas Indihiang memiliki empat wilayah kerja yaitu Kelurahan
Indihiang, Kelurahan Sirnagalih, Kelurahan Sukamaju Kaler dan Kelurahan
Sukamaju Kidul. Masing-masing wilayah kerja memiliki data demografi
yang berbeda satu sama lain. Berikut data demografi meliputi luas wilayah,
jumlah penduduk, jumlah KK dan kepadatan penduduk di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Indihiang.
Tabel 3.1 Data Demografi di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Indihiang Tahun 2017
Kepadata
Luas Jumlah
No Jumlah n
Kelurahan Wilayah Pendudu
. KK Penduduk
(Km2) k
(Km2)
1. Indihiang 1.425 8.034 2.469 6
2. Sirnagalih 1.107 8.141 2.017 7

3. Sukamaju Kaler 3.374 9.731 3.271 3

4. Sukamaju Kidul 2.958 7.303 2.184 2

Jumlah 8.864 33.209 9.941 4


Sumber: Profil Puskesmas Indihiang Tahun 2017
Berdasarkan Tabel 3.1 Kelurahan Indihiang memiliki luas wilayah
1.425 Km2 dengan jumlah KK sebanyak 2.469 dan jumlah penduduk
sebesar 8.034 jiwa.

3. Tenaga Kesehatan Puskesmas Indihiang


Tenaga kesehatan di Puskesmas Indihiang terdiri dari susunan tenaga
kesehatan berdasarkan jenis kelamin dan jenjang pendidikan; susunan
tenaga kesehatan berdasarkan status kepegawaian. Jumlah tenaga kesehatan
Puskesmas Indihiang disajikan dalam Tabel 3.2 dan Tabel 3.3 sebagai
berikut.
Tabel 3.2 Susunan Tenaga Kesehatan Puskesmas Indihiang Berdasarkan
Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan Tahun 2017
Jenis
Jenjang
No. Nama Kelamin
Pendidikan
L P
1. Kepala UPTD Puskesmas 1 Strata 2
2. Kasubag Tata Usaha 1 Strata 1
3. Dokter Gigi 1 Strata 1
4. Dokter Umum 1 Strata 1
5. Bidan 7 Diploma
6. Perawat Umum 5 2 Diploma
7. Perawat Gigi 2 3 Diploma
8. Ahli Gizi 1 Diploma
9. Analis Kesehatan 1 Diploma
10. Kesehatan Lingkungan 1 Diploma
11. Farmasi 1 Strata 1
12. Bidan Kelurahan / PTT 8 Diploma
Jumlah 15 20
Sumber: Profil Puskesmas Indihiang Tahun 2017

Tabel 3.3 Susunan Tenaga Kesehatan Puskesmas Indihiang Berdasarkan


Status Kepegawaian Tahun 2017
No
Status Kepegawaian Jumlah
.
1. PNS 27
2. CPNS -
3. Pegawai Tidak Tetap (PTT) 8
4. Magang Tenaga Sukwan 13
Jumlah 48
Sumber: Profil Puskesmas Indihiang Tahun 2017

4. Fasilitas Puskesmas Indihiang


Fasilitas yang terdapat di Puskesmas Indihiang terdiri dari ruangan
administrasi kantor, ruangan kepala puskesmas, ruang rapat, ruangan bidang
KIA/KB, ruangan bidang P2M, ruangan bidang Kesehatan Lingkungan,
ruangan bidang Gizi, ruangan pendaftaran dan rekam medik, ruang tunggu,
ruangan pemeriksaan, ruang promosi kesehatan, ruang farmasi, kamar
mandi/ WC, dan tempat parkir kendaraan roda dua dan roda empat serta
garasi untuk ambulans.

B. Masalah Kesehatan yang ditemukan


Masalah kesehatan yang ditemukan di Puskesmas Indihiang yaitu
berdasarkan hasil wawancara dengan petugas kesehatan di Puskesmas
Indihiang, terdiri dari sebagai berikut.
1. Tuberculosis (TB)
Kasus TB yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Indihiang sebanyak
70 kasus yang tercatat oleh petugas. Kasus TB ini tersebar di hampir seluruh
wilayah kerja Puskesmas Indihiang, lebih khususnya kasus TB banyak
terjadi di Kelurahan Sukamaju Kaler yaitu di Kampung Parakanhonje
(Parhon) dan Padasuka. Penderita TB ini berasal dari kaum menengah ke
bawah. Kasus TB yang terdapat di Puskesmas Indihiang adalah kasus TB
Paru dan ada kasus TB ekstra Paru.
Masalah dalam kasus TB ini adalah ada di penderita TB yaitu tidak
disiplin dalam minum obat dan pengobatan tidak tuntas sehingga ada
beberapa kasus TB MDR (Multi Drug Resistance) atau penderita TB yang
sudah resisten atau kebal dengan paket obat TB yang biasa diberikan oleh
puskesmas. Selain itu, ada penderita yang melakukan pengobatan yang tidak
konsisten artinya penderita tersebut terus berpindah-pindah tempat
pengobatan sehingga pengobatan tidak optimal. Upaya penganggulangan
yang telah dilakukan oleh Puskesmas adalah dengan melakukan pengobatan
kepada penderita TB dan merujuk pasien TB MDR ke Rumah Sakit Hasan
Sadikin.

2. RW Siaga
RW Siaga adalah suatu tatanan masyarakat yang penduduknya
memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk
mencegah dan mengatasi masalah kesehatan, bencana dan kegawat-
daruratan kesehatan secara mandiri. Indikator untuk RW Siaga ini terdiri
dari:
a. ada forum masyarakat sebagai wadah mendiskusikan masalah kesehatan;
b. kerjasama dengan fasilitas kesehatan dan pelayanan dasar;
c. upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM);
d. surveilans berbasis masyarakat, bersifat pengamatan terhadap gejala
wabah penyakit;
e. Sistem Kesiapan Gawat Darurat dan Bencana Berbasis Masyarakat;
f. upaya menciptakan lingkungan sehat dengan membiasakan gerakan
kebersihan;
g. upaya menciptakan terwujudnya PHBS;
h. upaya menciptakan terwujudnya Kadarzi (keluarga sadar gizi).
Jumlah Rukun Warga (RW) di wilayah kerja Puskesmas Indhiang ada
42 RW dengan jumlah RW Siaga sebanyak 39 RW. Masalah yang ditemukan
dalam program RW Siaga ini adalah tanggapan dari masyarakat yang
beragam yaitu masih ada yang tidak peduli dengan adanya RW Siaga.
Masyarakat masih kurang berpartisipasi, sehingga tidak semua RW Siaga
yang sudah dibentuk berjalan dengan sebagaimana mestinya.

3. Diare
Kasus yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Indihiang
berdasarkan hasil wawancara yang didapat adalah kasus diare dengan
jumlah 664. Kasus tersebut walaupun memiliki jumlah yang cukup besar
akan tetapi tingkat kegawatannya tidak tinggi. Hal tersebut terjadi karena
masyarakat di wilayah kerja puskesmas Indihiang masih memiliki kesadaran
yang rendah akan berperilaku hidup bersih dan atau disingkat PHBS.

4. PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)


Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan bahwa masalah
Masalah PHBS yang muncul berkaitan dengan keadaan rumah yang masih
belum memenuhi kriteria rumah sehat seperti kebiasaan tidak membuka
jendela kamar setiap hari, tidak menjemur kasur secara teratur 1 minggu
sekali, dan kebiasaan merokok di dalam ruangan. Selain itu, masyarakat
juga masih membakar dan membuang sampah sembarangan ke sungai
karena tidak adanya fasilitas untuk pembuangan sampah. Berdasarkan hasil
wawancara bahwa masyarakat di wilayah kerja puskesmas Indihiang belum
sepenuhnya sadar untuk hidup ber PHBS.
Berdasarkan masalah yang ditemukan di atas, maka dapat disimpulkan
berdasarkan besar masalah, kegawatan dan kemudahan pemecahan masalah
adalah penyakit Tuberkulosis. Hal tersebut dikarenakan penyakit
Tuberkulosis di Puskesmas Indihiang semakin meningkat penyebaran dan
semakin tinggi tingkat kegawatannya, ditambah pula dengan kasus baru
yaitu kasus TB MDR (Multi Drug Resistance) atau penderita TB yang sudah
resisten atau kebal dengan paket obat TB yang biasa diberikan oleh
puskesmas. Hal ini pula sejalan dengan program puskesmas yang ingin
menunantaskan TB MDR di puskesmas Indihiang.
Adapun program atau penatalaksanaan program TBC di Puskesmas
Indihiang akan dijelaskan pada point berikut ini.
a. Penatalaksanaan Program TB di Puskesmas Indihiang
Pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan Puskesmas Indihiang
yang termasuk program pencegahan dan penanggulangan TB Paru
terdiri dari dua program kolaborasi yaitu TB Paru dengan HIV dan TB
Paru dengan Diabetes Melitus (DM), kolaborasi program ini dibentuk
karena penderita HIV menjadi rentan untuk menderita TB berkaitan
dengan sistem imun penderita yang menurun. Sedangkan kolaborasi
TB-DM dibentuk karena beberapa kasus terjadi pada penderita TB
meninggal bukan hanya karena penyakit TB yang diderita melainkan
mengalami komplikasi dengan DM.
Kedua program tersebut memiliki kegiatan promotif yaitu
penyebaran poster, pamflet tentang TB Paru, dan pengarahan langsung
pada keluarga penderita TB Paru. Kegiatan kuratif yang dilakukan
adalah dengan melakukan diagnosis TB, pengobatan penderita TB
sampai tuntas dan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya dalam melakukan pemantauan penderita TB dari mulai
menjadi suspect sampai dengan pengobatan tuntas termasuk untuk
penderita yang berobat tidak tuntas pihak Puskesmas akan melakukan
pemantaun khusus. Selain itu, untuk penderita yang mengalami
resistensi obat TB pihak Puskesmas membantu untuk melakukan
rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut.
BAB IV
RENCANA INTERVENSI

A. Alasan Pemilihan Tempat


Puskesmas sebagai tempat pelayanan kesehatan milik pemerintah yang
pertama akan dikunjungi oleh masyarakat memiliki peran yang penting dalam
upaya preventif dan promotif, ataupun kuratif dan rehabilitatif masalah
kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya masing-masing.
Fasilitas kesehatan tingkat pertama tidak hanya puskesmas, tapi
termasuk juga klinik swasta, balai pengobatan, dan lain lain. Alasan
pemilihan tatanan pelayanan kesehatan di puskesmas yaitu karena sebagai
fasilitas kesehatan tingkat pertama yang telah ditetapkan oleh pemerintah,
maka puskesmas lebih mengutamakan upaya preventif dan promotif. Walaupun
pelayanan kesehatan dasar dapat terpenuhi oleh swasta dan semakin
berkembangnya sektor swasta dalam hal fasilitas kesehatan tingkat pertama,
tetapi wilayah kerja tersebut tetap membutuhkan keberadaan Puskesmas karena
bertanggung jawab akan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar di masyarakat.
Alasan pemilihan tempat di Puskesmas Indihiang adalah berawal dari
kegiatan Praktik Belajar Lapangan (PBL) yang telah dilakukan sehingga telah
mengetahui gambaran umum masalah kesehatan yang ada di Puskesmas
Indihiang dan sebagai bentuk tindak lanjut (follow up) dari kegiatan intervensi
yang telah dilakukan pada saat PBL.

B. Penentuan Tema
Berdasarkan uraian bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa tema yang akan diambil adalah Penyakti TB MDR (Multi Drug
Resistant). TB MDR adalah TB resistan Obat terhadap minimal 2 (dua) obat
anti TB yang paling poten yaitu INH dan Rifampisin secara bersama sama atau
disertai resisten terhadap obat anti TB lini pertama lainnya seperti etambutol,
streptomisin dan pirazinamid.
Landasan dasar penarikan tema tersebut karena masalah yang
ditemukan di Puskesmas Indihiang berdasarkan tingkat kegawatannya yaitu
makin bertambahnya penderita TBC termasuk TB MDR. Penderita TB MDR
kebanyakan dikalangan menengah kebawah dan berada di Kelurahan
Sukamajukaler, Parhon, dan Padasuka.
Hasil dari PBL ditemukan salah satu masalah kesehatannya masih tetap
yaitu TBC. Penentuan tema ini juga untuk melihat kecenderungan masalah
yang sama di Puskesmas Indihiang.

C. Deskripsi Acara
1. Tujuan
Tujuan dari rencana intervensi ini adalah terciptanya pemahaman
pentingnya pencegahan penyakit TB agar kejadian TB MDR tidak
meningkat di wilayah kerja Puskesmas Indihiang Kecamatan Indihiang
Kota Tasikmalaya.
2. Sasaran
Sasaran dari rencana intervensi ini adalah peserta senam pagi setiap
hari sabtu di depan Puskesmas Indihiang, karena yang mengikuti senam
pagi di depan Puskesmas tidak hanya orang yang berobat ke Puskesmas
saja tetapi masyarakat sekitar, yang diharapkan apabila intervensi telah
selesai maka masyarakat yang telah dijadikan sasaran akan paham, peduli,
sdan menerapkannya kepada diri sendiri dan memberitahu kepada yang
lain.
3. Kegiatan Intervensi
Rencana intervensi yang akan dilakukan memiliki rincian sebagai
berikut.
a. Membuat stand TOSS TB.
b. Alat peraga yang digunakan berupa leaflet, dan banner.
c. Mempromosikan lewat pengeras suara agar masyarakat berkunjung.
d. Dari 5 orang anggota, 2 orang diam di stand untuk konsultasi personal
dengan masyarakat yang berkunjung, 3 orang mengajak masyarakat
untuk berkunjung ke stand sambil membagi-bagikan leaflet.
e. Konsultasi personal akan diisi dengan bagaimana caranya agar bisa
melakukan pencegahan TB, bahaya yang akan diterima bagi penderita
TB dan lingkungan jika penderita telah menjadi TB MDR.
f. Mengajak masyarakat untuk berkunjung ke stand sambil diselipkan
tentang pemahaman TB MDR.
DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, A.R. 2010. Mekanisme dan Diagnosis Multidrug Resistant Tuberculosis


(MDR Tb). [Online]. Tersedia: http://www.ppti.info/2010/07/mekanisme-dan-
diagnosis-multidrug.html diakses tanggal 23 April 2017

Hiswani. 2006. Tuberkulosis merupakan Penyakit Infeksi yang masih menjadi


Masalah Kesehatan Masyarakat. [Online]. Tersedia:http://library.usu.ac.id/
download/fkm/fkm -hiswani6.pdf diakses 21 April 2017

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang


Pusat Kesehatan Masyarakat.

Werdhani, R.A. 2005. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klafisikasi Tuberkulosis.


[Online].Tersedia: http://staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti/material/
patodiagklas.pdf diakses tanggal 21 April 2017

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Edisi ke 2. Jakarta: Erlangga.
PEDOMAN WAWANCARA
USULAN RENCANA INTERVENSI MASALAH KESEHATAN DI
UPTD PUSKESMAS INDIHIANG KECAMATAN INDIHIANG
KOTA TASIKMALAYA

1. Masalah apa saja yang ada di Puskesmas Indihiang?


2. Apa prioritas masalah di Puskesmas Indihiang?
3. Di mana masalah itu terjadi?
4. Bagaimana keadaan wilayah tempat terjadinya masalah?
5. Siapa saja penderitanya?
6. Bagaimana karakteristik masyarakat penderita?
7. Siapa saja yang menjadi populasi berisiko?
8. Kebiasaan apa saja yang biasa dilakukan oleh masyarakat wilayah tersebut?
(berkaitan dengan pelaksanaan PHBS)
9. Bagaimana cara puskesmas menanggulangi masalah tersebut?
10. Apakah sudah ada program khusus untuk menyelesaikan masalah tersebut?
11. Bagaimana deskripsi program tersebut?
12. Apa saja tindakan pencegahan yang sudah dilakukan puskesmas dalam
rangka mencegah masalah kesehatan yang umum terjadi di wilayah kerja
Puskesmas Indihiang?

Anda mungkin juga menyukai