Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan manusia dimana keadaan

dari badan dan jiwa tidak mengalami gangguan sehingga memungkinkan

seseorang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Hal ini sesuai

dengan salah satu tujuan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang

Dasar 1945 pada pasal 28 H ayat (1) yaitu setiap orang berhak hidup

sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan

hidup yang baik dan sehat berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Upaya

mendapatkan pelayanan kesehatan yaitu melalui sarana pelayanan

kesehatan salah satunya adalah rumah sakit.

Menurut Undang-undang No 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,

pengertian rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Setiap

rumah sakit dalam memberikan layanan kepada masyarakat selalu

memperhatikan mutu dari layanan tersebut. Salah satu indikator untuk

mengukur mutu suatu layanan di rumah sakit adalah dengan menggunakan

Standar Akreditasi KARS 2012.

Dalam pelaksanaan akreditasi menurut UU No 44 Tahun 2009 Tentang

Rumah Sakit pada Pasal 40 menyebutkan bahwa setiap rumah sakit wajib

melakukan akreditasi minimal 3 tahun sekali dan dilakukan oleh lembaga

independen. Dalam hal ini salah satu lembaga independen yang

1
melaksanaan akreditasi rumah sakit adalah Komite Akreditasi Rumah Sakit

(KARS). Akreditasi rumah sakit merupakan suatu proses dimana suatu

lembaga yang independen melakukan penilaian terhadap rumah sakit.

Tujuan dari akreditasi adalah untuk menentukan apakah rumah sakit

tersebut memenuhi standar yang dirancang untuk memperbaiki keselamatan

dan mutu pelayanan. Standar yang terdapat dalam akreditasi rumah sakit

merupakan upaya Kementrian Kesehatan menyediakan suatu perangkat

yang mendorong rumah sakit senantiasa meningkatkan mutu dan keamanan

pelayanan. Standar merupakan suatu pernyataan yang mendefinisikan

harapan kinerja, struktur, proses yang harus dimiliki rumah sakit untuk

memberikan pelayanan dan asuhan yang bermutu dan aman. Pada setiap

standar disusun elemen penilaian yaitu persyaratan untuk memenuhi standar

terkait (Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2011).

Standar akreditasi dalam KARS 2012 terdiri dari empat kelompok

standar yaitu kelompok standar pelayanan berfokus pada pasien, kelompok

standar manajemen rumah sakit, sasaran keselamatan pasien rumah sakit,

dan sasaran millennium development goals. Salah satu standar dalam KARS

2012 yang dinilai adalah mengenai Hak Pasien dan Keluarga (HPK). Dalam

melakukan penilaian terhadap kualitas pelayanan dirumah sakit akan

bertambah baik jika pelayanan tersebut melibatkan peran aktif dari pasien

maupun dari keluarga pasien. Hal ini dapat dilihat pada proses pemberian

informed consent (persetujuan tindakan kedokteran) mengenai pelayanan

kesehatan yang akan diterimanya. Standar informed consent inilah yang

menjadi fokus penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

2
Keberadaan informed consent sangat penting bagi pelaksana pelayanan

kesehatan, sebab dari informed consent akan lahir perjanjian atau

kesepakatan kesehatan. Kesepakatan kesehatan merupakan faktor penentu

yang akan menumbuhkan rasa aman dan nyaman bagi seorang dokter untuk

menjalankan tugasnya sebagai pemberi pelayanan kesehatan, terutama bila

dikaitkan dengan kemungkinan adanya perselisihan antara dokter atau

rumah sakit dengan pasien atau keluarganya dikemudian hari. Melihat

pentingnya keberadaan informed consent maka lembar informed consent

pada berkas rekam medis hendaknya diisi dengan lengkap dan proses

informed consent dijalankan dengan benar sesuai dengan prosedur.

Permenkes 290 tahun 2008, mengatakan bahwa persetujuan tindakan

kedokteran (informed consent) merupakan persetujuan yang diberikan oleh

pasien atau keluarga terdekat setelah mendapatkan penjelasan secara

lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan

dilakukan oleh pasien.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan

November 2014 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soedirman

Kebumen, diketahui bahwa di RSUD Dr. Soedirman Kebumen proses

pelaksanaan informed consent khususnya pada kelengkapan pengisian

lembar Informed consent pada pasien bedah belum optimal. Hal ini dapat

dilihat dari hasil studi dokumentasi 20 berkas rekam medis pasien bedah di

bangsal bedah RSUD Dr. Soedirman, khususnya pada lembar informed

consent, menunjukan bahwa 17 lembar informed consent atau sebanyak

85% tidak terisi lengkap yaitu tidak ada nama tindakan dan tanda tangan

dokter, dan sebanyak 3 lembar informed consent atau sebanyak 15%

3
menunjukan bahwa yang melakukan pengisian adalah petugas kesehatan

sedangkan pasien hanya melakukan tanda tangan saja. Hal ini terlihat dari

perbedaan tulisan pada identitas pasien dengan nama terang pasien/

keluarga pasien. Ketidaklengkapan ini akan mempengaruhi hasil akreditasi

yang akan di lakukan oleh RSUD Dr. Soedirman. Selain karena faktor

ketidaklengkapan pada lembar formulir informed consent, penulis ingin

melakukan penelitian lebih lanjut di RSUD Dr. Soedirman Kebumen karena

rumah sakit ini pada tahun 2015 sedang melakukan persiapan untuk

Akreditasi KARS 2012. Dalam Standar KARS 2012 salah satu standar

penilaiannya adalah Informed consent. Pada bab informed consent yang

menjadi fokus atau dasar penelitian adalah adalah sebagai berikut:

1. Standar HPK.6 elemen penilaian 1 karena standar ini menjelasakan

tentang penjabaran rumah sakit mengenai proses informed consent

kedalam bentuk prosedur maupun kebijakan.

2. Standar HPK.6 elemen penilaian 2 karena standar ini menjelasakan

tentang adanya pelatihan atau sosialisasi kepada staf yang ditunjuk

untuk melaksanakan prosedur dan kebijakan tentang proses informed

consent.

3. Standar HPK.6.1 pada elemen penilaian 1 karena standar ini

menjelasakan tentang pemberian penjelasan informasi dari dokter

kepada pasien atau keluarga pasien terkait kondisi pasien dan rencana

pengobatannya.

4. Standar HPK.6.1 elemen penilaian 2 karena standar ini menjelasakan

tentang pasien mengenal identitas dokter atau praktisi lain yang

bertanggung jawab kepada pasien.

4
5. Standar HPK.6.1 elemen penilaian 3 karena standar ini menjelasakan

tentang proses menanggapi pertanyaan tambahan dari pasien atau

keluarga pasien.

6. Standar HPK.6.2 elemen penilaian 1 karena standar ini menjelasakan

rumah sakit mempunyai prosedur untuk informed consent yang

diberikan oleh orang lain.

7. Standar HPK.6.2 elemen penilaian 2 karena standar ini menjelaskan

tentang orang lain selain pasien yang memberikan persetujuan dicatat

dalam rekam medis pasien.

8. Standar HPK.6.4 elemen penilaian 1 sampai dengan elemen penilaian 4

karena standar ini menjelasakan tentang pelaksanaan informed consent

yang dilakukan sebelum operasi, anestesi, penggunaan darah,

pelaksanaan tindakan dan pengobatan yang berisiko.

9. Standar HPK.6.4 elemen penilaian 5 karena standar ini menjelasakan

tentang identitas petugas yang memberikan penjelasan kepada pasien

atau keluarganya dicatat dalam rekam medis.

10. Standar HPK.6.4 elemen penilaian 6 karena standar ini menjelasakan

tentang pendokumentasian persetujuan yang diberikan oleh pasien

kedalam rekam medis disertai dengan tanda tangan dan catatan

persetujuan lisan.

Penulis memfokuskan penelitian pada pasien bedah karena untuk

pelaksanaan informed consent paling sering digunakan pada pasien bedah.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian mengenai

pelaksanaan informed consent terhadap pasien bedah di Rumah Sakit

5
Umum Daerah (RSUD) Dr. Soedirman Kebumen berdasarkan standar KARS

2012.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang diambil oleh

peneliti dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pelaksanaan informed

consent pada pasien bedah di RSUD Dr. Soedirman Kebumen baik pada

pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap?

C. Batasan Penelitian

Penelitian ini menitikberatkan pada proses pelaksanaan informed

consent di bangsal dan poliklinik bedah RSUD Dr. Soedirman sesuai dengan

standar HPK 6, HPK.6.1 HPK.6.2, dan HPK.6.4.

D. Tujuan Penelitian

Dalam penelitan ini mempunyai dua tujuan yaitu :

1. Tujuan Umum

Mengetahui proses pelaksanaan informed consent pada pasien bedah

rawat jalan maupun pasien bedah rawat inap di RSUD Dr. Soedirman

Kebumen.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui penyampaian informasi terkait informed consent

berdasarkan standar HPK.6.1.

b. Mengetahui proses pelaksanaan informed consent berdasarkan

Standar HPK.6, HPK.6.2, dan HPK.6.4.

6
c. Mengetahui kendala dan penyebab timbulnya kendala dalam

penyampaian informasi tentang informed consent.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitina ini dibagi menjadi dua yaitu :

1. Manfaat praktis

a. Bagi Rumah Sakit

1) Memberikan saran yang membangun dalam upaya peningkatan

prosedur pelaksanaan informed consent yang sesuai dengan

standar KARS 2012, sehingga untuk proses akreditasi

berikutnya rumah sakit dapat mencapai hasil yang maksimal

dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada

masyarakat.

2) Sebagai dasar dan langkah awal evaluasi berkala mengenai

penilaian pelaksanaan informed consent dalam persiapan

akreditasi rumah sakit berikutnya.

b. Bagi Peneliti

1) Penelitian ini diharap akan dapat menambah pengetahuan,

wawasan serta pengalaman yang berharga di rumah sakit

secara langsung mengenai proses pelaksanaan informed

consent pada pasien yang akan melakukan tindakan

pembedahan.

2) Dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat dibangku

kuliah dalam hal proses akreditasi rumah sakit.

7
2. Manfaat Teoritis

a. Bagi Institusi Pendidikan

1) Dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembanding maupun

pengembangan wacana serta sebagai bahan diskusi dalam

proses belajar mengajar dan penelitian dibidang rekam medis.

2) Mengetahui sejauh mana ilmu pengetahuan yang diberikan

oleh institusi pendidikan dapat diterapkan di dunia kerja secara

langsung.

3) Menambah kepustakaan mengenai gambaran proses

pelaksanaan informed consent di rumah sakit.

b. Bagi Peneliti Lain

1) Sebagai referensi untuk acuan dalam pengembangan dan

pendalaman materi untuk kelanjutan penelitian berikutnya.

2) Menambah wawasan mengenai pelaksanaan informed consent

di rumah sakit.

F. Keaslian Penelitian

1. Ilmi (2009) dalam penelitiannya dengan judul Pemahaman Informed

consent oleh Keluarga Pasien Rawat Inap Bedah Anak Di Rumah Sakit

Bethesda Yogyakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman

informed consent oleh keluarga pasien rawat inap bedah anak RS

Bethesda Yogyakarta. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan pengumpulan datanya

dilakukan secara cross sectional.

8
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keluarga pasien masih

belum paham mengenai pengertian tindakan kedokteran, pemberian

persetujuan tindakan kedokteran, cara pemberian persetujuan tindakan

kedokteran, pemberian penjelasan tentang perlunya tindakan

kedokteran, penolakan atas tindakan kedokteran, tanggung gugat

hukum atas tindakan kedokteran serta tanggung jawab atas tindakan

kedokteran. Kurangnya penjelasan dari dokter maupun perawat tentang

hal-hal yang terkait dengan tindakan kedokteran.

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Ilmi (2009) dengan

penelitian ini yaitu terletak pada persamaan objek yang diteliti yaitu

keluarga atau pasien bedah dan pengambilan data dengan

menggunakan wawancara. Perbedaannya adalah penelitian Ilmi (2009)

membahas mengenai pemahaman informed consent oleh keluarga

pasien bedah anak sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh

penulis adalah proses pelaksanaan informed consent dan pemberian

informasi pada pasien atau keluarga pasien kasus bedah.

2. Saputri (2013) dalam penelitian ini dengan judul Tinjauan Pelaksanaan

Pemberian Informasi Tindakan Kedokteran Terkait Hak-Hak Pasien

Kasus Bedah Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2013.

Hasil dari penelitian ini adalah berupa hasil analisis kuantitaif

mengenai tingkat kelengkapan pengisian lembar persetujuan tindakan

kedokteran sebesar 80,50% dan kelengkapan pengisian lembar

pemberian informasi tindakan kedokteran sebesar 46,41%.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Saputri (2013) adalah

terkait dengan jenis penelitian yaitu dengan menggunakan penelitian

9
deskriptif kualitatif dan teknik pengambilan sample data dengan

menggunakan purposive sampling.

Perbedaan penelitian ini dengan Saputri (2013) terkait objek yang

diteliti. Pada Saputri (2013) objek yang diteliti adalah terfokus pada 40

lembar pemberian informasi tindakan kedokteran dan 72 lembar

persetujuan tindakan kedokteran. Sedangkan objek pada penelitian ini

adalah pelaksanaan proses informed consent, pasien atau keluarga dan

pasien bedah dan lembar informed consent di RSUD Dr. Soedirman

Kebumen.

3. Hartianti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Tinjauan

Pelaksanaan Pemberian Informasi Informed consent Kepada Pasien

Operasi Di Rmah Sakit Dr. Soetijono Blora.

Tujuan dari penelitian Hartianti (2009), adalah mendapatkan

gambaran mengenai pelaksanaan pemberian informasi informed

consent kepada pasien di Rumah Sakit Dr. Soetijono Blora. Sedangakan

tujuan khusus lain yang ingin dicapai adalah mengetahui pentinganya

informasi yang diberikan kepada pasien/ keluarganya sebelum dilakukan

tindakan medis.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh

Hartianti (2009) adalah terletak pada objek dan subjek yang digunakan

yaitu dokter bedah dan pasien bedah atau keluarganya. Jenis penelitian

yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif. Serta pada salah tujuan

khusus peneliti yang mempunyai kesamaan yaitu mengetahui informasi

apa saja yang disampaikan oleh dokter kepada pasien sebelum

dilakukan tindakan medis.

10
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan

Hartianti (2009) yaitu terletak pada tujuan khusus dan tujuan umum

yang ingin dicapai oleh peneliti. Dalam hal ini peneliti menggunakan

standar akreditasi rumah sakit KARS 2012 sebagai dasar penelitian.

Sedangkan pada penelitian yang dilakukan Hartianti (2009) tidak

menggunakan standar KARS 2012 sebagai dasar penelitian.

G. Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedirman Kebumen

1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedirman

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedirman Kebumen berdiri pada

tahun 1916 dengan nama awal Zending Hospital Panjurung yang

dikelola oleh Yayasan Kristen Hindia Belanda. Pada tahun 1942 Rumah

Sakit Zending Hospital Panjurung menjadi milik pemerintahan Jepang,

namun setelah kemerdekaan tahun 1945, rumah sakit tersebut menjadi

milik Pemerintah Republik Indonesia. Lima tahun kemudian, tepatnya

pada tahun 1950 dikelola oleh Pemerintah Daerah Kebupaten

Kebumen. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Tahun 1972 dengan No. 031/Birhup/1972, Zending Hospital

Panjurung diklasifikasikan ke dalam rumah sakit tipe D. Kemudian pada

tahun 1983 berubah menjadi rumah sakit tipe C dengan dasar Surat

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 233/Menkes/SK/VI/1983.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen No 54 Tahun 2004

menjadi Badan pengelola Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Kebumen. Tiga tahun kemudian yaitu tepat pada tahun 2011 RSUD

Kebumen menjadi Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menerapkan

11
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-

BLUD). Tepat pada tahun 2014 RSUD Kebumen resmi berganti nama

menjadi RSUD Dr. Soedirman berdasarkan Peraturan Bupati No. 18

Tahun 2014.

2. Letak dan Batas Wilayah


Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedirman beralamat di Jl.

Rumah Sakit No 13. Rt 01 RW 01 Kelurahan Panjer, Kabupaten

Kebumen. Batas wilayah sebelah utara berbatasan langsung dengan

Jalan Rumah Sakit dan Jalan kereta api. Sebelah timur berbatasan

pemukiman penduduk. Sebelah selatan berbatasan langsung dengan

Sungai Lukolo. Sebelah barat berbatasan dengan pemukiman

penduduk.

3. Visi, dan Misi

Visi: Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedirman sebagai rumah sakit

modern, profesional, terjangkau dengan unggulan bidang trauma.

Misi RSUD Dr. Soedirman, yaitu:

a. Meingkatkan mutu dan cakupan pelayanan sehingga dapat

memenuhi kebutuhan masyarakat, sebagai rumah sakit rujukan

khususnyakasus trauma.

b. Mengembangkan pelayanan dan sarana prasarana menjadi rumah

sakit rujukan kelas B yang modern, profesional, dan terjangkau.

c. Mewujudkan pelayanan rumah sakit yang bermutu dn modern yang

dapat memuaskan pelanggan dan efisien dalam pengelolaannya.

12
d. Meningkatkan pembinaan sumber daya manusia melalui

peningkatan kompetensi yang berperhatian terhadap pasien.

e. Mingkatkan mutu Manajemen Penerapan Pola Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD).

f. Meningkatkan kesejahteraan karyawan.

3. Fasilitas Pelayanan

Secara umum pelayanan RSUD Dr. Soedirman terdiri dari

pelayanan medis, pelayanan penunjang medis, dan pelayanan

penunjang lainnya. Pelayanan medis sendiri meliputi instalasi rawat

jalan, instalasi gawat darurat dan instalasi rawat inap.

a. Instalasi rawat jalan mempunyai 17 poliklinik yang terdiri dari:

1) Poliklinik Jiwa

2) Poliklinik Mata

3) Poliklinik Bedah

4) Poliklinik Gigi dan Mulut

5) Poliklinik Syaraf

6) Poliklinik Kebidanan dan Kandungan

7) Poliklinik Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT)

8) Poliklinik Dalam

9) Poliklinik Anak

10) Poliklinik Kulit dan Kelamin

11) Poliklinik Psikologi

12) Poliklinik Orthopedi

13) Poliklinik Umum

14) Poliklinik Paru

13
15) Poliklinik Jantung

16) Poliklinik VCT

17) Poliklinik Fisioterapi.

b. Sedangkan instalasi rawat inap meliputi beberapa bangsal

perawatan yaitu:

1) Bangsal Anggrek

2) Bangsal Bougenvile

3) Bangsal Cempaka

4) Bangsal Bedah

5) Bangsal Dahlia

6) Bangsal Melati

7) Bangsal Kenanga

8) Bangsal Peristi

9) Bangsal ICU/ICCU.

c. Sedangkan untuk pelayanan penunjang medis meliputi:

1) Pelayanan Radiologi

2) Pelayanan Laboratorium

3) Pelayanan Farmasi

4) Pelayanan Gizi

5) Pelayanan Hemodialisa

6) Pelayanan Endoskopi

7) Pelayanan Anestesi

8) pelayanan Elektromedik.

Pelayanan penunjang lainnya terdiri dari pelayanan rekam medis,

administrasi keuangan dan pelayanan umum. Hasil kinerja pelayanan di

14
RSUD Dr. Soedirman terbagi menjadi tiga jenis pelayanan yaitu pelayanan

rawat inap, pelayanan rawat jalan, dan pelayanan Instalasi Gawat Darurat

(IGD). Penjabaran dari masing-masing hasil kinerja pelayanan RSUD Dr.

Soedirman adalah sebagai berikut:

1. Hasil Kinerja Pelayanan Rawat Inap

Tabel 1. Indikator Pelayanan Rawat Inap RSUD Dr. Soedirman

Tahun 2012-2014.

No Indikator Tahun

2012 2013 2014

1. BOR 65% 69% 69%

2. AvLOS 3,7 hari 3,6 hari 3,5 hari

3. BTO 59 kali 70 kali 72 kali

4. TOI 2,1 hari 1,6 hari 1,6 hari

5. GDR 48 40 41

6. NDR 22 19 20

Sumber: Profil Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soedirman


Kebumen Tahun 2014.

2. Hasil Kinerja Pelayanan Rawat Jalan

Jumlah kunjungan maupun jumlah pasien di Poliklinik RSUD Dr.

Soedirman tahun 2014 mengalami peningkatan. Jumlah kunjungan

meningkat sebesar 7% dibandingan tahun 2013. Jika dilihat rata-rata

perhari jumlah kunjungan sebesar 291 kunjungan. Berikut grafik jumlah

kunjungan poliklinik pada tahun 2014:

15
Jumlah Kunjungan Pasien Poliklinik
100000 86541
80825
63089 2012
50000 2013
2014
0
kunjungan

Grafik 1. Jumlah Kunjungan Pasien Poliklinik RSUD


Dr. Soedirman Kebumen Tahun 2014

3. Hasil Kinerja Pelayanan Gawat Darurat

Pada tahun 2014 jumlah pasien yang masuk ke IGD ada 17.390

pasien atau 48 pasien perharinya. Jika dibandingkan dengan tahun

2013 terjadi kenaikan sebesar 4%. Berikut grafik pelayanan IGD:

Jumlah Pasien IGD Tahun 2013-2014


20000
15000
Pasien

10000
5000
0
2013 2014
Dirawat 11149 11969
Dirujuk 379 337
Pulang 4990 4924
Mati 118 92
DOA 46 68

Grafik 2. Jumlah Kunjungan Pasien IGD RSUD Dr. Soedirman


Kebumen Tahun 2013-2014.

16

Anda mungkin juga menyukai