a. Dibersihkan jerigen bagian dalamnya sebanyak tiga kali menggunakan air lindi yang akan diambil sebagai sampe b. Setelah itu, diambil air lindi menggunakan jerigen tersebut bagian inlet atau saluran masuk air lindi pada kolam. c. Setelah penuh, ditutup jerigen dengan rapat dan dibawa dengan hati-hati ke labotorium. 2. Pengambilan Sampel Molase (Saputra, 2012) a. Dibersihkan jerigen bagian dalamnya sebanyak tiga kali menggunakan molase yang akan diambil sebagai sampel b. Diambil molase menggunakan jerigen tersebut c. Setelah penuh, ditutup jerigen dengan rapat dan dibawa dengan hati-hati ke laboratorium.
a. Pengamatan Morfologi 1. Dibersihkan gelas benda dan gelas penutup menggunakan alkohol, kemudian difiksasi. 2. Diteteskan larutan laktofenol sebanyak 1-2 tetes di atas gelas benda. 3. Diambil miselium biakan murni jamur Penicillium chrysogenum sedikit dengan jarum ose secara steril dan diletakkan di atas gelas benda yang telah ditetesi dengan larutan laktofenol 4. Diratakan miselium jamur tersebut menggunakan jarum ose agar terpisah satu sama Lain 5. Ditutup menggunakan gelas penutup 6. Diamati preparat tersebut di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 100 dan dilakukan pengambilan gambar menggunakan kamera.
b. Pengamatan Morfologi Koloni
1. Dibuat suspensi spora Penicillium chrysogenum dengan cara menambahkan aquades steril sebanyak 9 ml ke medium PDA miring yang telah diinoklulasi dengan Penicillium chrysogenum 2. Digojog sebanyak beberapa kali agar tercampur rata 3. Diambil sebanyak 0,1 ml suspensi spora tersebut dan diinokulasikan pada permukaan medium agar pada petridish 4. Diratakan dengan menggunakan trigalski 5. Diinkubasi kultur tersebut pada suhu kamar (27 C) selam 2-4 hari hingga terjadi sporulasi. 6. Diamati dan dibandingkan morfologi koloni Penicillium chrysogenum yang terbentuk dengan beberapa parameter, seperti bentuk, ukuran, warna, dan permukaan koloni.
6. Perbanyakan Kultur Murni (Jutono dkk., 1973)
a. Diambil sedikit kultur murni Penicillium chrysogenum, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli menggunakan jarum ose. b. Digoreskan Penicillium chrysogenum di atas permukaan medium PDA miring, c. Digoreskan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli di atas permukaan medium NA miring secara aseptis d. Dilakukan inkubasi untuk Penicillium chrysogenum pada suhu 37 C selama tiga hari, sedangkan untuk Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli pada suhu 37 C selama satu hari. 7. Pembuatan Starter (Saputra, 2012) a. Ditambahkan 5 % (v/v) atau sebanyak 2,5 ml suspensi spora Penicillium chrysogenum ke dalam 50 ml medium produksi. b. Diinkubasi di dalam shaker incubator pada suhu 30 C selama 24 jam. c. Dibuat suspensi spora dengan cara ditambahkan aquades steril sebanyak 9 ml ke dalam medium PDA miring yang telah diinokulasi dengan Penicillium chrysogenum. d. Digojog menggunakan vortex agar tercampur rata.
8. Pembuatan Medium Produksi (Saputra, 2012 dengan modifikasi)
a. Dicampurkan 45 ml air lindi dengan 6 ml molase b. Ditambah campuran tersebut dengan aquades hingga mencapai volume 100 ml, sehingga didapatkan variasi kadar molase sebesar 6 %. c. Diatur pH medium menjadi 6,5 dengan cara ditambahkan larutan HCL 0,1 N atau NaOH 0,1 N pada medium d. Disterilisasi medium tersebut menggunakan autoklaf pada suhu 121 C dan tekanan besar 1 atm selama 15 menit, lalu didinginkan pada suhu kamar (sekitar 27 C).
A. Pola Pertumbuhan Penicillium chrysogenum
Berdasarkan kurva pertumbuhan Penicillium chrysogenum yang ditumbuhkan pada medium dengan berbagai variasi kadar fenilalanin didapatkan pola pertumbuhan Penicillium chrysogenum menunjukkan mengalami fase logaritmik. Dilihat dari kurva kenaikan berat kering pada hari ke-2 hingga hari ke- 4, pada hari ke-4 hingga hari ke-10 mulai terjadi pertumbuhan yang statis , dan pada hari ke-12 hingga hari ke-14 mengalami kenaikkan berat kering lagi. Hal ini karena terjadinya pertumbuhan diauxic, pertumbuhan ini mulai terjadi sekitar 120 jam setelah masa inkubasi. Penurunan berat kering mulai terjadi pada hari ke-14 setelah masa inkubasi yang diperkirakan pada masa ini terjadi fase stasioner atau fase kematian.