Anda di halaman 1dari 23

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-
obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis. (1).

Gambar 1. Penyakit Pneumonia

B. Epidemiologi
Infeksi M. Pnemonia dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat
endemik. Prevalensi kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada
musim panas sampai ke awal musim gugur yang dapat berlangsung satu
sampai dua tahun. Infeksi tersebar luas dari satu orang ke orang lain dengan
percikan air liur (droplet) sewaktu batuk. Itulah sebabnya infeksi kelihatan
menyebar lebih mudah antara populasi yang padat manusianya misalnya di
sekolah, asrama, pemukiman yang padat dan camp militer. (8)
WHO memperkirakan bahwa hingga 1 juta kematian disebabkan oleh
bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian ini
terjadi di negara-negara berkembang. Kematian akibat pneumonia
umumnya menurun dengan usia sampai dewasa akhir. Lansia juga berada

1
pada risiko tertentu untuk pneumonia dan kematian terkait penyakit lainnya.
Di Inggris, kejadian tahunan dari pneumonia adalah sekitar 6 kasus untuk
setiap 1000 orang untuk kelompok usia 18-39. Bagi mereka 75 tahun lebih
dari usia, ini meningkat menjadi 75 kasus untuk setiap 1000 orang. Sekitar
20-40% individu yang memerlukan kontrak pneumonia masuk rumah sakit
yang antara 5-10% diterima ke Unit perawatan kritis. Demikian pula, angka
kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Individu-individu ini juga lebih
cenderung memiliki episode berulang dari pneumonia. Orang-orang yang
dirawat di rumah sakit untuk alasan apapun juga beresiko tinggi untuk
pneumonia. (1)

C. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,
yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa.
Bakteri
Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme Gram Positif
atau Gram Negatif seperti: Streptococcus pneumoniae (pnemokokus),
Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumonia,
Legionella, Haemophilus influenza. (7)
Virus
Influenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus, chicken-
pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks, Hanta
virus. (7)
Fungi
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomisetes dermatitidis, Histoplasma
kapsulatum. (7)

Tabel 1. Penyebab Penemonia Dan Kenapa Bisa Terjadi. (4)


Bakteri Penumonia akibat bakteri ini biasanya terjadi setelah flu,
demam, atau ISPA yang menurunkan system imunitas tubuh.
Sistem imunitas yang lemah menjadi keadaan yang baik untuk
bakteri berkembang biak di paru, dan menimbulkan penyakit.
Bermacam-macam bakteri dapat menyebabkan pneumonia,

2
yang tersering adalah Streptococcus pneumoniae
(pneumococcus) dapat disebarkan apabila orang yang terinfeksi
batuk, bersin, atau menyentuh objek dengan tangan yang
terkontaminasi. Pneumonia akibat bakteri ini dapat menjadi
lebih serius bila dibandingkan dengan pneumonia akibat virus.
Virus Bermacam-macam virus dapat menyebabkan pneumonia.
Contohnya termasuk influenza, chickenpox, herpes simplex,
and respiratory syncytial virus (RSV). Virus dapat ditularkan
antar manusia ke manusia lain melalui batuk, bersin atau
menyentuh objek dengan tangan yang terkontaminasi yang
berkontak dengan cairan dari orang yang terinfeksi.
Jamur Bermacam-macam jamur dapat menyebabkan pneumonia. Yang
paling sering adalah jamur yang terhirup dari udara luar/
lingkungan.
Aspirasi Pneumonia aspirasi terjadi apabila materi/ bahan-bahan dalam
lambung atau benda asing terhirup masuk ke saluran
pernafasan, menyebabkan cedera, infeksi atau penyumbatan.

Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor risiko yang lebih


tinggi untuk terkena pneumonia, yaitu antara:
1. Usia lebih dari 65 tahun.
2. Merokok.
3. Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan
penyakit kronis lain.
4. Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK, dan
emfisema.
5. Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes dan
penyakit jantung.
6. Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV, transplantasi organ,
kemoterapi atau penggunaan steroid lama.
7. Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obat-obatan
sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas.
8. Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius atas oleh
virus (7)

3
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus
merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Hasil
penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40%
diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab
pneumonia bervariasi tergantung:
1. Usia.
2. Status lingkungan.
3. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara).
4. Status imunisasi.
5. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). (7)
Ada beberapa faktor utama pathogen tertentu pada peneumonia selain
diatas (4) adalah:

Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus.


Etiologi menurut umur, dibagi menjadi:
1. Bayi baru lahir (neonatus 2 bulan).
Organisme saluran genital ibu: Streptokokus grup B, Escheria coli dan
kuman Gram negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis:
tersering, Sifilis congenital pneumonia alba. Sumber infeksi lain: Pasase
transplasental, aspirasi mekonium, dan CAP.
2. Usia > 2 12 bulan.
Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A tidak sering tetapi
fatal. Pneumonia dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertusis.
3. Usia 1 5 tahun

4
Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S.
aureus tersering Chlamydia pneumonia: banyak pada usia 5-14 tahun
(disebut pneumonia atipikal).
4. Usia sekolah, remaja sampai dengan dewasa
S. pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma pneumonia
(8).
(pneumonia atipikal) terbanyak. Ada beberapa factor lain yang dapat
meningkatkan resiko infeksi oleh pathogen tertentu pada pneumonia
komunitas (4) seperti dibawah ini:

D. Patofisiologi
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di
paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila
terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit. (7)
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas.
Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol

5
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa. (7)
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara
Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme
atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5
-2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan
selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas
atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah
dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi
dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret
orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan
penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse) (7)
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-
10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001-1,1 ml) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia (7)
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian
atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa
penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama (7)
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui
jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding
alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli
membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
1. Stadium I (4 12 jam pertama/ kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-
mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan

6
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin. (7)
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,
stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. (7)
3. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. (7)
4. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. (7)

E. Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi

7
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan (7)
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang
peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,
Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised) (7)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada
bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau
segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus
misalnya: pada aspirasi benda asing atau proses keganasan. Di
bawah ini gambar foto radiologi pada pneumonia lobaris:

b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada


lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.
Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan
obstruksi bronkus. Di bawah ini gambar foto thorax
bronkopneumonia:

8
c. Pneumonia interstisial (7)

F. Pneumonia Komuniti
Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di
masyarakat. Pneumonia komuniti ini merupakan masalah kesehatan yang
menyebabkan angka kematian tinggi di dunia (1).
1. Etiologi
Penelitian di beberapa negara melaporkan bahwa bakteri Gram
Positif penyebab utama pneumonia komunitas. Data dari beberapa
rumah sakit di Indonesia tahun 2012 menunjukkan bahwa penyebab
terbanyak pneumonia komunitas di ruang rawat inap dari bahan sputum
adalah kuman gram negatif seperti Klebsiella pneumoniae,
Acinetobacter baumanii, Pseudomonas aeruginosa sedangkan gram
positif seperti Streptococcus pneumoniae, Streptococcus viridans dan
Staphylococcus aureus ditemukan dalam jumlah sedikit. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir terjadi perubahan pola
kuman pada pneumonia komunitas di Indonesia.(1)

Tabel 2. Penyebab pneumonia komunitas menurut ATS/IDSA(1)


Tipe pasien Etiologi
Rawat jalan Streptococcus pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Haemophilus influenzae
Chlamidophila pneumoniae
Virus respirasi
Rawat inap (non ICU) S pneumoniae
M pneumoniae
C pneumoniae
H influenzae
Legionella spp
Aspirasi

9
Virus respirasi
Rawat ICU S pneumoniae
Staphylococcus aureus
Legionella spp
Basil gram negatif
H influenzae

2. Diagnosis Pneumonia Komuniti


Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala
klinis pemeriksaan fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti
pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat
infiltrate/air bronchogram ditambah dengan beberapa gejala di bawah
ini:
a. Batuk
b. Perubahan karakteristik sputum/purulen
c. Suhu tubuh > 380C (aksila) /riwayat demam
d. Nyeri dada
e. Sesak
f. Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas
bronkial dan ronki
g. Leukosit 10.000 atau < 4500

Gambaran klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil,
suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40C, batuk dengan dahak
mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas
dan nyeri dada.
Bisa juga ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman
penyebab yang berhubungan dengan faktor infeksi:
Evaluasi faktor predisposisi :
PPOK : H. Influenza
Penyakit kronik : lebih dari satu kuman
kejang / tidak sadar : aspirasi Gram negatif, anaerob

10
Penurunan imunitas : gram negatif
Kecanduan obat bius : staphylococcus
Bedakan lokasi infeksi
PK : S. Pneumoniae, H. Influenza, M. Pneumoniae
Rumah jompo
PN : Staphylococcus aureus
Usia pasien
Bayi : virus
Muda : M. Pneumoniae
Dewasa : S. Pneumoniae
Awitan
Cepat, akut, dengan rusty coloured sputum : S. Pneumoniae
Perlahan, batuk dengan dahak sedikit : M. Pneumoniae
Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di
paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal
waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada
perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki
basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi (1)
Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang
utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat
berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air broncogram",
penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi,
misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering

11
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia
sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi
yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus. Pada pasien yang mengalami perbaikan klinis
ulangan foto toraks dapat ditunda karena resolusi pneumonia
berlangsung 4 12 minggu.
b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai
30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke
kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis
etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi.
Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak
diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik (1)

G. Penilaian Derajat Keparahan Penyakit


Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia kumuniti dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian
Pneumonia Severity Index (PSI) atau CURB-65. Sistem ini mengidentifikasi
apakah pasien dapat berobat jalan atau rawat inap, dirawat di ruangan biasa
atau intensif (Level 1). PSI menggunakan 20 variabel, ada riwayat penyakit
dasarnya serta umur mendapat nilai yang tinggi. CURB-65 lebih mudah cara
menghitungnya karena yang dinilai hanya 5 variabel tetapi tidak dapat
langsung mengetahui penyakit dasarnya.
Skor CURB-65 adalah penilaian terhadap setiap faktor risiko yang
diukur. Sistem skor pada CURB-65 lebih ideal digunakan untuk
mengidentifikasi pasien dengan angka kematian tinggi. Setiap nilai faktor
risiko dinilai satu. Faktor faktor risiko tersebut adalah :
C : Confusion yaitu kesadaran ditentukan berdasarkan uji mental
U : Urea
R : Respiratory rate atau frekuensi napas
B : Blood pressure atau tekanan darah
65 : Umur 65 tahun

12
Tingkat kesadaran dinilai berdasarkan Abbrevation Mental Test (Uji
Mental).

Tabel 3. Tingkat kesadaran berdasarkan Uji Mental


Respons
1. Umur
2. Tanggal lahir
3. Waktu (untuk jam terdekat)
4. Tahun sekarang
5. Nama rumah sakit
6. Dapat mengidentifikasi dua orang (misalnya dokter, perawat)
7. Alamat rumah
8. Tanggal kemerdekaan
9. Nama raja/presiden
10. Hitung mundur (mulai dari 20 ke belakang)
Catatan :
Ada 10 pertanyaan
Tiap pertanyaan dijawab dengan benar mendapat nilai
Jawaban yang benar nilai 8 confusion skor 1
Jawaban yang benar nilai 8 confusion skor 0

Nilai urea yang dihitung setelah dibagi dengan 2,14, apabila >19
mg/dL diberi skor 1, 19 mg/dL diberi skor 0. Total skor yang didapat
digunakan untuk menentukan apakah pasien dapat berobat jalan atau rawat
inap, dirawat di ruangan biasa atau ruangan perawatan intensif

Tabel 4. Skor CURB-65


Kategori Kriteria Sko
r
Confusion Uji mental 8 1
Uji mental >8 0
Urea >19mg/dL 1
19mg/dL 0
Respiratory Rate >30x/menit 1
30x/menit 0
Blood pressure <90/60mmHg 1
90/60mmHg 0
Umur 65 tahun 1

13
<65 tahun 0
Skor 0-1 : risiko kematian rendah, pasien dapat berobat jalan
Skor 2 : risiko kematian sedang, dapat dipertimbangkan untuk dirawat
Skor >3 : risiko kematian tinggi dan dirawat harus ditatalaksana sebagai
pneumonia berat
Skor 4/5 : harus dipertimbangkan perawatan intensif

Penilaian berat pneumonia dengan PSI dapat dilihat pada tabel


dibawah.

Tabel 5. Pneumonia Severity Index (PSI)


Karakteristik pasien Nilai
Faktor demografik
Umur
Laki laki Umur (tahun)
Perempuan Umur (tahun)-10
Penghuni pantai wreda +10
Penyakit komorbid
Keganasan +30
Penyakit hati +20
Penyakit jantung kongestif +10
+10
Penyakit serebrovaskular
+10
Penyakit ginjal
Pemeriksaan fisis
Gangguan kesadaran +20
Frekuensi napas >30 x/menit +20
Tekanan darah sistolik <90 mmHg +20
+15
Suhu tubuh >35C atau >40C
+10
Frekuensi nadi >125 x/menit
Hasil laboratorium
pH<7,35 +30
BUN > 10,7 mmol/L +20
Natrium <130 mEq/L +20
+10
Glukosa >13,9 mmol/L
+10
Hematokrit <30% +10
Tekanan O2 darah arteri < 60 mmHg +10
Efusi pleura

14
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) merekomendasikan jika
menggunakan PSI kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap
pneumonia komunitas adalah :
1. Skor PSI lebih dari 70
2. Bila skor PSI <70, pasien tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah
satu kriteria di bawah ini
Frekuensi napas >30 kalimenit
PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg
Foto toraks menunjukkan infiltrat multilobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA
Total poin yang didapatkan dari PSI dapat digunakan untuk
menentukan risiko, kelas risiko, angka kematian dan jenis perawatan.

Tabel 5. Derajat skor risiko PSI


Total poin Risiko Kelas Angka Perawatan
risiko kematian
Tidak Rendah I 0,1% Rawat jalan
diprediksi
<70 II 0,6% Rawat jalan
71-90 III 2,8% Rawat
inap/jalan
91-130 Sedang IV 8,2% Rawat inap
>130 Berat V 29,2% Rawat inap

H. Diagnosa Banding
1. Tuberculosis Paru (TB), adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M.
tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala

15
klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3
minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi
demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan
penurunan berat badan. (4)
2.
Atelektasis, adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak
sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang
terserang tidak mengandung udara dan kolaps. (4)
3. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), adalah suatu
penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh
emfisema atau bronkitis kronis. COPD lebih sering menyerang laki-laki
dan sering berakibat fatal. COPD juga lebih sering terjadi pada suatu
keluarga, sehingga diduga ada faktor yang dirurunkan. (4)
4. Bronchitis, adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke
paru-paru). Penyakit bronchitis biasanya bersifat ringan dan pada
akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki
penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru)
dan pada usia lanjut, bronchitis bisa bersifat serius. (4)
5.
Asma bronkial, adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan
saluran pernapasan, sehingga pasien yang mengalami keluhan sesak
napas/kesulitan bernapas. Tingkat keparahan asma ditentukan dengan
mengukur kemampuan paru dalam menyimpan oksigen. Makin sedikit
oksigen yang tersimpan berarti semakin buruk kondisi asma. (9)

I. Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan
klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati
di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya factor modifikasi yaitu keadaan
yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme pathogen
yang spesifik misalnya S. pneumoniae . yang resisten penisilin. Yang
termasuk dalam faktor modifikasis adalah: (1)
a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin
Umur lebih dari 65 tahun

16
Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir
Pecandu alcohol
Penyakit gangguan kekebalan
Penyakit penyerta yang multiple
Bakteri enterik Gram negative
Penghuni rumah jompo
Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
Mempunyai kelainan penyakit yang multiple
Riwayat pengobatan antibiotik
b. Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:
a. Penderita rawat jalan
Pengobatan suportif / simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
Pemberian antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

d. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik


Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam
Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik

17
Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat
kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat map di ruang
rawat biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di
Ruang Rawat Intensif. (1)

Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan /


memburuk maka pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji
sensitiviti.
a. Pengobatan pneumonia atipik:
Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia
termasuk atipik. Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan
oleh M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan :
Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)
Fluorokuinolon respiness
Doksisiklin(1)
b. Terapi Sulih (switch therapy)
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan
perubahan obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini
untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial.

18
Perubahan obat suntik ke oral harus memperhatikan ketersediaan antibiotik
yang diberikan secara iv dan antibiotik oral yang efektivitinya mampu
mengimbangi efektiviti antibiotik iv yang telah digunakan. (1)
Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi
sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama
atau berbeda, potensi lebih rendah).
Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin,
gatifloksasin
Contoh switch over: seftasidin iv ke siprofloksasin oral
Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke cefiksim oral.
Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada
hari ke 4 diganti obat oral dan penderita dapat berobat jalan. (1)
c. Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia
komuniti:
Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi
Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna
Penderita sudah tidak panas 8 jam
Gejala klinik membaik (mis: frekuensi pernapasan, batuk)
Leukosit menuju normal/normal

J. Evaluasi pengobatan
Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24-72 jam
tidak ada perbaikan, kita harus meninjau kernbali diagnosis, faktor-faktor
penderita, obat-obat yang telah diberikan dan bakteripenyebabnya, seperti
dapat dilihat pada gambar 1. (1)

19
K. Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita,
bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat.
Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit
pada penderita yang dirawat. Angka kematian penderita pneumonia komuniti
kurang dari 5% pada penderita rawat jalan , sedangkan penderita yang
dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut Infectious Disease Society Of
America (IDSA) angka kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan
berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas II 0,6% dan pada rawat inap
kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini
menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian penderita pneumonia
komuniti dengan peningkatan risiko kelas. Di RS Persahabatan pneumonia
rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999 adalah
21%, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20 -35%.(1)

L. Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri
dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau
penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan

20
osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi
hematologi. (1)
Pneumonia biasanya dapat obati dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa pasien
terutama penderita yang termasuk ke dalam kelompok resiko tinggi (faktor
risiko).
Akumulasi cairan: cairan dapat menumpuk diantara pleura dan bagian
bawah dinding dada (disebut efusi pleura) dan dapat pula terjadi empiema.
Chest tube (atau drainage secara bedah) mungkin dibutuhkan untuk
mengeluarkan cairan. (1)
Abses: pengumpulan pus (nanah) pada area yang terinfeksi pneumonia
disebut dengan abses. Biasanya membaik dengan terapi antibiotik, namun
meskipun jarang terkadang membutuhkan tindakan bedah untuk
membuangnnya.
Bakteremia: Banteremia muncul bila infeksi pneumonia menyebar dari
paru masuk ke peredaran darah. Ini merupakan komplikasi yang serius karena
infeksi dapat menyebar dengan cepat melaui peredaran darah ke organ-organ
lain. (1)
Kematian: walaupun sebagian besar penderita dapat sembuh dari
pneumonia, pada beberapa kasus dapat menjadi fatal. Kurang dari 3%
penderita yang dirawat di rumah sakit dan kurang dari 1% penderita yang
dirawat di rumah meninggal dunia oleh peneumonia atau komplikasinya. (1)

M. Pencegahan
Pola hidup sebut termasuk tidak merokok
Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza) sampai saat ini
masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian vaksin
tersebut diutamakan untuk golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut,
penyakit kronik , diabetes, penyakit jantung koroner, PPOK, HIV, dll.
Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah > 2 tahun. Efek samping
vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi yang jarang
terjadi yaitu hipersensitiviti tipe 3. (1)
PENUTUP

21
A. Kesimpulan
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut yang mengenai
parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius dan alveoli yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan
sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa satu dari tiga
kematian bayi baru lahir disebabkan pneumonia. Lebih dari dua juta anak di
bawah lima tahun meninggal setiap tahun di seluruh dunia. WHO juga
memperkirakan bahwa hingga 1 juta ini (vaksin dicegah) kematian
disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari
kematian ini terjadi di negara-negara berkembang.
Etiologi pneumonia antara lain:
1. Bakteri: Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus
hemolyticus, Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus
Friedlander.
2. Virus: Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus,
cytomegalovirus.
3. Jamur: Mycoplasma pneumoces dermatitides, Coccidioides immitis,
Aspergillus, Candida albicans.
4. Aspirasi: Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion,
benda asing.
Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta dibantu dengan pemeriksaan penunjang, antara lain:
pemeriksaan radiologis, laboratorium, dan bakteriologis.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. PDPI. 2014. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Di


Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Edisi II.
2. American Thoracic Society. 2001. Guidelines for management of adults with
community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity,
antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med; 163: 1730-
54.
3. Fauci, et al,. 2009. Harrisons Manual Of Medicine. 17 th Edition. By The Mc
Graw-Hill Companies In North America.
4. Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit FK
UI.
5. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI, Jakarta
2002.
6. Laporan tahunan bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta tahun 2002.
7. PDPI. 2003. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Di
Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

23

Anda mungkin juga menyukai