Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gejala awal yang timbul pada penyakit maag yaitu rasa mual, muntah,

kembung, dan nyeri pada lambung. Selain itu, adanya luka dan peradangan

lambung dapat menyebabkan perih yang tak tertahankan. Penyakit maag

(dyspepsia) didefinisikan sebagai rasa nyeri atau rasa tidak nyaman di sekitar uluh

hati. Dyspepsia yang paling dikenal adalah radang lambung (gastritis). Gastritis

merupakan peningkatan produksi asam lambung sehingga terjadi iritasi lambung,

gejala yang khas pada gastritis berupa nyeri atau perih pada uluh hati meskipun

baru saja makan. Peradangan pada lambung tidak hanya disebabkan oleh

konsumsi makanan yang dapat meningkatkan produksi asam lambung, tetapi juga

dapat dikarenakan infeksi sejumlah bakteri. Jika kondisinya sudah parah maka

infeksi bakteri akan menyebabkan borok-borok pada lambung atau tukak lambung

(Tambunan, 1994; Yuliarti, 2009).

Obat yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah maag yaitu antasida.

Antasida bekerja dengan cara menetralkan asam lambung serta menghambat

aktivitas enzim pepsin yang aktif bekerja pada kondisi asam, sehingga rasa nyeri

ulu hati akibat iritasi oleh asam lambung dan pepsin dapat berkurang. Antasida

merupakan salah satu golongan obat yang bekerja mengurangi keasaman cairan

lambung di dalam rongga lambung yang diberikan secara oral dan selain itu dapat

pula menetralkan asam lambung secara lokal. Ada tiga cara antasida mengurangi

keasaman cairan lambung, yaitu pertama secara langsung menetralkan cairan

1
2

lambung, kedua dengan berlaku sebagai buffer terhadap asam lambung yang pada

keadaan normal mempunyai pH 1 sampai 2 dan ketiga dengan kombinasi kedua

cara tersebut diatas. Antasida akan mengurangi rangsangan asam lambung

terhadap saraf sensoris dan melindungi mukosa lambung terhadap perusakan oleh

pepsin (Anwar, 2000).

Sediaan antasida di pasaran saat ini umumnya berbentuk suspensi dan

tablet. Namun kedua sediaan ini dinilai kurang praktis dan efisien dalam

penggunaannya maka dibuat dalam bentuk sediaan tablet kunyah. Hal ini

dikarenakan bentuk sediaan tablet kunyah lebih mudah digunakan, praktis. Tablet

kunyah adalah tablet yang dimaksudkan untuk dikunyah dalam mulut dengan

kecepatan yang wajar, dengan ataupun tanpa mengunyah dengan sesungguhnya.

Karakteristik tablet kunyah memiliki bentuk yang halus setelah hancur,

mempunyai rasa yang enak dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak.

(Ansel, 2005). Sediaan tablet kunyah antasida diproduksi dan digunakan sebagai

obat untuk menetralkan asam lambung. Pada saat masuk ke dalam lambung akan

cepat bereaksi dengan asam lambung yang disekresikan berlebihan akan lebih

cepat mencapai pH optimum. Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah dalam

mulut dan diharapkan mempunyai rasa yang enak setelah hancur. Sehingga, dalam

pembuatannya dipilih bahan pengisi yang mempunyai rasa yang manis sehingga

dapat membantu dalam menutupi rasa bahan obat yang tidak enak. Manitol

merupakan salah satu bahan pengisi yang sering digunakan dalam pembuatan

tablet kunyah. Manitol memberikan rasa enak, manis yang ringan dan rasa lembut

sehingga disukai banyak pasien. Manitol, alkohol heksahidrat yang berbentuk


3

kristal putih memiliki sifat-sifat yang diinginkan sebagai pembawa pada tablet

kunyah, digunakan secara luas sebagai bahan pembantu dalam pembuatan tablet

kunyah (Ansel, 2005).

Jenis bahan pengisi untuk sediaan ini juga agak berbeda dengan tablet

pada umumnya. Sediaan tablet kunyah bahan pengisi dituntut untuk dapat

menutup rasa bahan obat yang kurang menyenangkan. Tablet biasa hal ini tidak

terlalu diperhatikan karena dalam penggunaanya tablet langsung ditelan sehingga

kontak antara tablet dengan indera perasa sangat singkat (Ansel, 2005).

Pertimbangan formulasi yang penting untuk tablet kunyah ialah rasa sediaan

tersebut. Konsumen cenderung peka dalam memilih rasa. Bahan pengisi yang

banyak digunakan untuk tablet kunyah antara lain manitol, sorbitol dan bahan

lain yang mempunyai rasa enak. Perlu diperhatikan yaitu bahwa bahan-bahan

tersebut relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan bahan pengisi tablet biasa.

Hal ini menyebabkan harga tablet kunyah menjadi relatif lebih mahal, dan secara

ekonomis kurang menguntungkan. Hal ini mendorong adanya penelitian untuk

mengkombinasi penggunaan bahan pengisi yang lazim untuk tablet kunyah

(Lachman dkk, 1994). Sebagai contoh, manitol dikombinasi dengan bahan lain

yang lebih murah namun tetap menghasilkan tablet yang baik dan memenuhi

syarat. Penggunaan campuran bahan pengisi akan mempengaruhi sifat fisik dan

rasa dari tablet kunyah yang dihasilkan. Pada penelitian ini dilakukan pengujian

dan pengamatan terhadap tablet kunyah antasida yang diformulasikan dengan

bahan pengisi kombinasi antara manitol-dekstrosa. Manitol memiliki kelebihan

dari segi rasa yang khas yang diharapkan dapat menutupi rasa yang kurang enak
4

dari zat aktif. Kemudian dikombinasikan dengan dekstrosa yang diharapkan dapat

memberikan sifat alir yang baik dengan dikombinasikan manitol (Siregar, 2010).

Optimasi yang dilakukan secara konvensional dengan metode trial and

error tidak efektif dan efisien karena memerlukan banyak waktu, tenaga, serta

materi. Pada penelitian ini dilakukan optimasi dengan metode Simplex Lattice

Design. Untuk memperoleh sediaan tablet dengan sifat fisik yang diinginkan

dilakukan studi optimasi Simplex Lattice Design. Penerapan Simplex Lattice

Design digunakan untuk menentukan formula optimum dari campuran bahan,

dalam desainnya jumlah total bagian komponen campuran dibuat tetap yaitu sama

dengan satu bagian (Bolton dan Bon, 2004). Optimasi menggunakan Simplex

Lattice Design merupakan salah satu metode yang bisa digunakan untuk optimasi

formula. Metode ini sangat efektif dan efisien karena dengan beberapa percobaan

akan didapatkan data percobaan berupa profil sifat fisik granul dan tablet dalam

berbagai komposisi bahan pengisi. Melalui profil ini, maka proporsi manitol-

dekstrosa sebagai bahan pengisi dapat ditentukan, sehingga akan diperoleh

formula yang optimum untuk pembuatan tablet kunyah antasida.

Dari hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh data yang menunjang

penentuan formulasi yang sebenarnya dari tablet kunyah antasida. Tablet kunyah

yang dihasilkan dapat dipasarkan dengan harga yang lebih ekonomis dan dengan

rasa yang enak serta dapat diterima oleh konsumen.


5

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh kombinasi bahan pengisi manitol-dekstrosa pada

pembuatan tablet kunyah antasida terhadap sifat fisik dan rasa dari tablet

kunyah antasida?

2. Pada proporsi berapakah campuran manitol-dekstrosa yang digunakan

sebagai bahan pengisi sehingga diperoleh formula optimum untuk tablet

kunyah antasida berdasarkan metode Simplex Lattice Design?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh kombinasi bahan pengisi manitol-dekstrosa

pada pembuatan tablet kunyah antasida terhadap sifat fisik dan rasa dari

tablet kunyah antasida.

2. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan proporsi campuran bahan

pengisi manitol-dekstrosa pada pembuatan tablet kunyah antasida secara

granulasi basah sehingga diperoleh formula optimum berdasarkan metode

Simplex Lattice Design.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. penulis untuk menambah wawasan dan pengalaman

2. masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan di bidang farmasi

3. industri farmasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang farmasi

Penelitian ini memberikan informasi mengenai pengaruh bahan pengisi

manitol-dekstrosa terhadap sifat fisik dan rasa pada pembuatan tablet kunyah
6

antasida dan proporsi campuran yang optimum berdasarkan metode Simplex

Lattice Design.

E. Tinjauan Pustaka

1. Tablet Kunyah

Bentuk sediaan padat banyak digunakan karena mudahnya pemberian,

memiliki dosis yang akurat dan dapat digunakan sendiri tanpa adanya rasa sakit.

Bentuk sediaan padat yang umum adalah tablet dan kapsul, bentuk sediaan ini

bagi beberapa pasien sulit untuk ditelan. Pasien harus minum air untuk dapat

menelan bentuk sediaan tersebut. Pasien sering sekali merasa kesulitan dan tidak

nyaman dalam menelan tablet konvensional (Parmar dkk, 2009). Tablet kunyah

dikatakan sebagai tablet spesial yang digigit hingga hancur dan ditelan. Sediaan

ini memiliki rasa aromatik yang menyenangkan, tidak mengandung bahan

penghancur dan lebih disukai oleh pasien yang mempunyai kesulitan dalam

menelan obat (Voigt, 1984). Tujuan dari tablet kunyah adalah untuk memberikan

suatu bentuk pengobatan yang dapat diberikan dengan mudah kepada anak-anak

atau orang tua yang mungkin sukar menelan obat utuh (Banker dan Anderson,

1994). Karakteristik tablet kunyah apabila dikunyah akan membentuk massa yang

halus, mempunyai rasa yang enak dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak

enak (Ansel dkk., 2005). Tablet kunyah dibuat dengan cara dikempa, umumnya

menggunakan manitol, sorbitol, atau sukrosa sebagai bahan pengisi, mengandung

bahan pewarna dan bahan pengaroma untuk meningkatkan penampilan dan rasa

(Departemen Kesehatan RI, 2014).


7

Diantara jenis produk yang dibuat tablet kunyah adalah antasida, vitamin,

analgesik, dan antibiotik yang dimaksudkan untuk pasien anak-anak dan orang-

orang tertentu yang karena kondisinya mengalami kesukaran di dalam

perjalanan, misalnya pada pasien lanjut usia (Daruwala, 1980). Tablet kunyah

diformulasikan agar mempunyai rasa yang enak dan dapat diterima oleh

pemakai. Oleh karena itu perlu diperhatikan kemampuan bahan pengisi untuk

menutupi rasa bahan obat yang tidak enak dengan penambahan bahan penambah

rasa dan aroma (flavouring agent), maupun penggunaan pemanis buatan.

Tablet kunyah memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari tablet

kunyah menurut Siregar (2010) diantaranya adalah:

a. Memiliki ketersediaan hayati yang lebih baik

b. Memberikan kenyamanan pasien dengan meniadakan kebutuhan air

minum untuk menelan

c. Melewati proses disintegrasi

d. Dapat meningkatkan disolusi

e. Dapat digunakan sebagai pengganti bentuk sediaan cair jika diperlukan

kerja obat (onset yang cepat)

f. Rasa yang enak dimulut sehingga dapat mengurangi persepsi bahwa obat

itu pahit untuk anak anak dan dengan rasa yang enak tersebut dapat pula

meningkatkan kepatuhan pasien

g. Meningkatkan penerimaan pasien terutama anak-anak karena cita rasa

yang menyenangkan

h. Memiliki keunikan produk dari sudut pandang pemasaran.


8

Kekurangan dari tablet kunyah menurut Siregar (2010) diantaranya:

a. Rasa zat aktif yang buruk dan zat aktif yang mempunyai tingkat

konsentrasi dosis yang tinggi memberikan kendala yang signifikan untuk

diatasi oleh formulator

b. Tablet mungkin meninggalkan rasa yang tidak enak dimulut jika tidak

diformulasi dengan baik.

Ada beberapa tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi tingkat

ketidakenakan rasa bahan-bahan obat sebelum bahan tersebut diformulasikan

dengan bahan pengisi dan bahan tambahan lain. Cara-cara untuk menutupi atau

mengurangi ketidakenakan rasa bahan obat menurut Daruwala (1980) antara lain

sebagai berikut:

a. Mikroenkapsulasi

Mikroenkapsulasi adalah suatu metode penyalutan partikel obat atau

droplet cair obat dengan suatu polimer yang sesuai, sehingga dapat menutup rasa

yang tidak enak dan membentuk mikrokapsul yang free flowing dengan ukuran

partikel antara 5-500 m. Keuntungan lain dari penggunaan metode ini adalah

kemungkinan terjadinya inkompatibilitas antara bahan obat dengan bahan obat

yang lain maupun dengan bahan tambahan kecil. Jenis bahan penyalut yang

umum digunakan antara lain adalah: karboksimetil selulosa, selulosa asetat ftalat,

etil selulosa, gelatin-akasia dan lain-lain.

b. Adsorpsi

Adsorpsi yaitu suatu cara untuk mengurangi ketidakenakan rasa bahan

obat dengan jalan mencegah terjadinya stimulasi indra perasa oleh bahan obat.
9

Pada metode ini, obat teradsorpsi oleh bahan pengadsopsi selama berada di mulut

dan baru dilepaskan jika telah mencapai lambung atau usus. Salah satu

contohnya adalah dekstrometorfan-HBr yang diadsorpsi dengan magnesium

trisilikat sehingga mengurangi kepahitan bahan obat tersebut. Umumnya suatu

absorbat yaitu campuran antara bahan obat dengan bahan pengadsorpsi, berupa

serbuk micronize dengan kandungan bahan aktif sebesar 10% b/b.

c. Pertukaran ion

Metode ini mirip dengan metode adsorbsi di mana suatu resin yang secara

alamiah bermuatan, digunakan untuk mengikat ion yang berlawanan dari bahan

obat. Dengan adanya ikatan antara ion resin dengan ion obat, terjadilah hambatan

disosiasi molekul obat selama proses pengunyahan pada kondisi pH saliva. Di

samping mengurangi ketidakenakan rasa bahan obat, metode ini dapat digunakan

untuk meningkatkan kestabilan bahan aktif. Contoh aplikasi dari metode ini

adalah perbaikan rasa vitamin B12 pada tablet multivitamin. (Swarbrick dan

Boylan, 1995).

d. Metode semprot beku dan semprot salut

Metode ini merupakan suatu cara penutupan rasa dengan melakukan

proses penyemprotan beku terhadap bahan obat yang melibatkan pendinginan zat

untuk membentuk partikel halus selama perjalanannya dari pipa penyemprot

pada jarak yang jauh pada proses penyemprotan yang diatur pada temperatur di

bawah titik beku zat tersebut. Contoh penerapan metode ini adalah pada

penutupan rasa dari thiamin mononitrat, riboflavin, piridoksin HCl dan


10

niasinamid menggunakan asam lemak atau derivat monogliserida dan digliserida

asam lemak. (Swarbrick dan Boylan, 1995).

e. Pembentukan garam yang lain atau derivatisasi

Metode ini merupakan cara perbaikan rasa bahan obat yang kurang enak

dengan menggantikan jenis garam dari bahan obat atau mengubah menjadi

turunannya yang mempunyai rasa yang lebih diterima. (Swarbrick dan Boylan,

1995).

f. Penyalutan dengan granulasi konvensional

Metode ini merupakan metode penutupan rasa bahan obat yang kurang

enak dengan melakukan penyalutan bahan obat secara granulasi basah. Dalam

hal ini digunakan bahan pengikat dari polimer-polimer seperti povidon, derivat

selulosa, PEG 4000, PEG 6000, dan gelatin. Untuk mendapatkan efek penutupan

rasa yang memadai, maka bahan pengikat digunakan pada konsentrasi yang

tinggi. (Daruwala, 1980)

g. Penggunaan hidrolisat protein dan asam amino

Rasa bahan obat yang tidak enak dapat dikurangi dengan

mengkombinasikan bahan obat tersebut dengan asam amino maupun garam-

garam asam amino. Sarkosin, alanin, taurin, asam glutamat, dan glisin

merupakan asam amino-asam amino yang banyak digunakan untuk menurunkan

kepahitan penisilin dalam sediaan tablet kunyah. (Lachman dkk, 1994)


11

h. Penggunaan bahan penambah rasa dan aroma (flavouring agent)

Bahan ini juga diperlukan untuk meningkatkan penerimaan konsumen

terhadap produk tablet kunyah ini. Pemilihan rasa buah segar yang

dikombinasikan dengan pewarna yang sesuai akan sangat berarti, terlebih lagi

sediaan ini umumnya ditujukan untuk konsumen anak-anak. Pemanis buatan

seperti sakarin, siklamat, maupun derivat-derivatnya mungkin perlu digunakan

jika rasa obat sedemikian buruk sehingga tetap tidak dapat tertutup oleh bahan

pengisi maupun flavouring agent. Meskipun demikian, penggunaan pemanis

buatan ini harus mempertimbangkan juga kemungkinan timbulnya efek yang

kurang menguntungkan terhadap kesehatan konsumen. Di antara jenis produk

yang dibuat tablet kunyah adalah antasida, vitamin-vitamin, analgesik, dan

antibiotik yang dimaksudkan untuk pasien anak-anak dan orang-orang tertentu

yang karena kondisinya mengalami kesukaran di dalam perjalanan, misalnya

pada pasien lanjut usia (Daruwala,1980). Penggunaaan lubrikan dalam jumlah

tertentu sangat diperlukan agar didapatkan tablet kunyah yang baik dan

memenuhi syarat yang telah ditentukan. Bahan-bahan seperti magnesium stearat,

asam stearat, kalsium stearat, steroteks digunakan untuk tujuan ini. Glidan

diperlukan apabila jumlah bahan pengisi terlalu banyak atau berdasarkan pada

pertimbangan lain seperti menurunkan harga tablet atau untuk memenuhi ukuran

tablet. Penggunaan bahan-bahan anti caking seperti silika gel diperlukan

khususnya untuk daerah tropik yang mempunyai tingkat kelembaban udara

tinggi. Penggunaan bahan penambah rasa dan aroma (flavouring agent) juga
12

diperlukan untuk membuat konsumen menerima produk tablet kunyah

(Daruwala, 1980).

2. Pembuatan Tablet

Terdapat 3 metode dalam pembuatan tablet kompresi yaitu : metode

granulasi basah, metode granulasi kering, dan metode kempa langsung (Ansel

dkk., 2005).

a. Metode Granulasi Basah

Metode granulasi basah ini merupakan salah satu metode yang paling

sering digunakan dalam memproduksi tablet kompresi. Langkah-langkah yang

diperlukan dalam pembuatan tablet dengan metode granulasi basah ini dapat

dibagi sebagai berikut, yaitu menimbang dan mencampur bahan-bahan yang

diperlukan dalam formulasi, pembuatan granulasi basah, pengayakan adonan

lembab menjadi pelet atau granul, kemudian dilakukan pengeringan, pengayakan

kering, pencampuran bahan pelincin, dan pembuatan tablet dengan kompresi

(Ansel dkk., 2005).

Keuntungan metode granulasi basah menurut Ansel dkk (2005) :

1) Meningkatkan kohesifitas dan kompaktibilitas serbuk sehingga diharapkan

tablet yang dibuat dengan mengempa sejumlah granul pada tekanan kompresi

tertentu akan menghasilkan bentuk tablet yang bagus, keras, dan tidak rapuh.

2) Zat aktif yang kompaktibilitasnya rendah dalam dosis tinggi harus dibuat

dengan metode granulasi basah, karena jika digunakan metode cetak

langsung memerlukan banyak eksipien sehingga berat tablet terlalu besar.


13

3) Sistem granulasi basah dapat mencegah segregasi komponen penyusun tablet

yang telah homogen sebelum proses pencampuran.

4) Zat aktif yang larut dalam air dalam dosis kecil, maka distribusi dan

keseragaman zat aktif akan lebih baik dicampurkan dengan larutan bahan

pengikat.

5) Zat-zat yang bersifat hidrofob, sistem granulasi basah dapat memperbaiki

kecepatan pelarutan zat aktif dengan perantara cairan pelarut yang cocok

dengan bahan pengikat.

b. Metode Granulasi Kering

Metode ini telah digunakan bertahun-tahun dan merupakan bentuk yang

berharga terutama pada keadaan dimana dosis efektif terlalu tinggi untuk kempa

langsung dan bahan-bahan yang digunakan peka terhadap pemanasan,

kelembaban atau keduanya (Banker dan Anderson, 1994). Metode ini khususnya

untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah,

karena kepekaannya terhadap uap air atau karena untuk mengeringnya diperlukan

temperatur yang dinaikkan (Ansel dkk., 2005).

c. Metode Kempa Langsung

Metode ini digunakan untuk bahan yang mempunyai sifat mudah mengalir

sebagaimana sifat-sifat kohesinya yang memungkinkan untuk langsung

dikompresi dalam tablet tanpa memerlukan granulasi basah atau kering.

Keuntungan utama dari metode ini adalah bahwa bahan obat yang peka terhadap

lembab dan panas, yang stabilitasnya terganggu akibat operasi granulasi, dapat

dibuat menjadi tablet.


14

Skema sistematis perbedaan ketiga metode tersebut dapat dilihat pada

Gambar 1 (Ansel dkk., 2005).

Granulasi basah Granulasi kering Kempa langsung

Penimbangan Penimbangan Penimbangan


bahan baku bahan baku bahan baku

Pencampuran Pencampuran Pencampuran

Penambahan Kempa awal Penabletan


bahan pengikat

Penghancuran
Pengayakan

Pengayakan
Pengeringan

Penambahan fase
Pengayakan
luar

Penambahan fase
Penabletan
luar

Penabletan

Gambar 1. Perbedaan Metode Granulasi Basah, Granulasi Kering, dan Kempa Langsung
15

Pada pembuatan tablet sering timbul masalah-masalah yang menyebabkan

tablet yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan kualitas, menurut Gunsel dan

Kanig (1976) masalah-masalah tersebut antara lain :

a. Binding

Binding yaitu keadaan yang terjadi perlekatan antara tablet dengan dinding

ruang cetak pada saat pengeluaran tablet. Binding disebabkan kurangnya zat

pelicin. Masalah ini dapat diatasi dengan penambahan zat pelicin, penggunaan

pelicin yang tepat, menjaga kebersihan punch dan die, dan melakukan proses

pentabletan pada ruangan dengan temperatur dan tekanan rendah.

b. Sticking

Sticking merupakan suatu keadaan yang di awal terjadi perlekatan sebagian

kecil permukaan tablet pada punch, kemudian seiring berjalannya proses

pengempaan bagian tablet yang menempel akan semakin besar. Sticking

disebabkan karena pemberian pelicin yang kurang tepat atau campuran kurang

kering. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat dilakukan dengan menurunkan

kelembaban dan kandungan air dengan pengeringan dan dapat juga dengan

menambah suatu absorben.

c. Capping dan laminating

Capping yaitu kerusakan yang terjadi pada bagian atas atau pinggir atas,

tablet retak di seputar tepi tablet, atau bahkan sudah terpisah dari bagian yang lain.

Laminating adalah kondisi tablet pecah menjadi berlapis-lapis. Capping dan

laminating dapat menyebabkan jumlah fines pada granul menjadi banyak. Untuk

mengatasinya dapat dilakukan dengan menghilangkan atau mengurangi fines dan


16

menambah bahan pengikat. Keadaan ini dapat disebabkan oleh adanya udara yang

ikut dikempa.

d. Chipping dan cracking

Chipping yaitu keadaan yang menunjukkan terjadinya penyumbingan tablet.

Cracking adalah chipping yang terjadi pada pusat bagian atas tablet. Hal ini terjadi

karena faktor mesin tablet dan dapat diatasi dengan mengganti punch atau

meningkatkan tekanan mesin tablet.

e. Mottling

Mottling yaitu proses terjadinya warna yang tidak merata pada permukaan

tablet yang disebabkan karena perbedaan warna obat atau hasil uraiannya dengan

bahan tambahan, terjadinya migrasi obat selama pengeringan, atau adanya bahan

tambahan berupa larutan berwarna yang tidak terdistribusi merata.

3. Antasida

Antasida adalah basa-basa lemah yang digunakan untuk menetralisir atau

mengikat asam lambung yang berlebihan, sebagaimana terdapat pada keadaan

sekresi asam lambung berlebihan (hiperklorida) dan penyakit borok-borok

lambung dan usus (Tjay dan Rahardja, 2007). Antasida yang merupakan

kombinasi aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida, bekerja

menetralkan asam lambung dan menginaktifkan pepsin, sehingga rasa nyeri di

ulu hati akibat iritasi oleh asam lambung dan pepsin berkurang. Kombinasi

antara aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida dalam tablet antasida

yaitu saling menghilangkan dampak negatif dari kedua senyawa tersebut. Efek

laksatif dari magnesium hidroksida akan mengurangi gelembung-gelembung gas,


17

yakni efek konstipasi dari aluminium hidroksida, dalam saluran cerna yang

menyebabkan rasa kembung berkurang. Saat diminum, obat akan segera bereaksi

dengan asam yang ada di lambung, sehingga terbentuk senyawa yang relatif

netral (Darsono, 2009). Peningkatan pH pada garam-garam alumunium

hidroksida maksimal sampai pH 4-5, sedangkan magnesium sampai pH 6-8 (Tjay

dan Rahardja, 2007).

Antasida biasanya terdapat dalam bentuk-bentuk senyawa magnesium,

aluminium dan bismuth, natrium kabrobat, dan kalsium karbonat, hidrotalsit. Zat-

zat ini mengikat secara kimia dari asam klorida yang berada dalam jumlah

berlebihan di lambung. Pilihan pertama adalah persenyawaan-persenyawaan

magnesium yang bersifat pencahar maka biasanya dikombinasi senyawa

aluminium (atau kalsium karbonat) yang bersifat obstipasi. Senyawa molekuler

dari Mg dan Al adalah hidrolisat yang sangat efektif.

Pada preparat antasida, selain berisi bahan obat yang berfungsi sebagai

antasida, umumnya juga ditambahkan bahan obat yang berfungsi sebagai anti-

flatulen. Yang berfungsi untuk pengobatan simptomatik pada saluran cerna yang

disebabkan oleh gas yang terkurung, obat ini mengurangi tegangan gelembung

gas, sehingga dimungkinkan untuk melepaskan gas tersebut dalam bentuk

semburan atau kentut (flatus). Selain itu juga ditambahkan alkaloid yang

berfungsi sebagai antipasmodik, karena pada penderita tukak lambung disertai

rasa perih yang menggigit pada saluran cerna dan terjadi kekejangan pada otot-

otot disekitarnya (Guyton, 1987).


18

4. Kontrol Kualitas Sifat Alir Granul

Evaluasi terhadap granul perlu dilakukan agar didapatkan tablet kunyah

yang baik dan berkualitas. Evaluasi ini dilakukan sebelum proses penabletan,

yang meliputi pemeriksaan sifat fisik granul dan campuran yang akan digranul.

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui sifat alir, sudut diam dan

indeks pengetapan dari granul maupun campuran serbuk sehingga nantinya dapat

mengalir dengan baik selama proses penabletan. Granul atau campuran serbuk

yang mempunyai sifat fisik baik akan mudah mengalir dan mudah dikempa

sehingga dapat dihasilkan tablet dengan variasi bobot dan kekerasan yang lebih

kecil (Fassihi dan Kanfer, 1986).

Sifat alir granul mempengaruhi pengisian granul ke dalam ruang cetakan

(die) pada saat dilakukan penabletan. Sifat alir yang baik akan menghasilkan

variasi bobot tablet yang relatif kecil sehingga kadar zat aktif antar tablet relatif

sama dan akan menghasilkan tablet dengan efek terapeutik yang sama pula.

Jumlah bahan pengikat, waktu, dan kecepatan yang digunakan dalam proses

granulasi juga dapat mempengaruhi sifat alir granul karena hal ini berkaitan

dengan bentuk dan ukuran granul yang dihasilkan dari proses granulasi. Sifat alir

granul dapat dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, kerapatan jenis, porositas, gaya

elektrostatika, kelembaban relatif, kondisi permukaan, struktur kimia, dan metode

pengukuran. Waktu alir yang baik untuk pencetakan tablet dengan cara uji

kecepatan alir adalah kurang dari 10 detik untuk 100 g granul (FDA, 2006)

Beberapa evaluasi yang digunakan untuk mengetahui sifat fisik granul

adalah:
19

a. Waktu alir

Waktu alir adalah waktu yang dibutuhkan sejumlah granul untuk mengalir

dalam suatu alat. Sifat alir ini dapat dipakai untuk menilai efektivitas bahan

pelicin, dimana adanya bahan pelicin dapat memperbaiki sifat alir suatu granulat

(Voigt, 1984).

Mudah tidaknya granul atau serbuk mengalir dipengaruhi bentuk, luas

permukaan, densitas dan kelembaban granul. Ketidakseragaman dan semakin

kecilnya ukuran granul akan menaikkan daya kohesi sehingga granul menggumpal

dan tidak mudah mengalir (Fassihi dan Kanfer, 1986).

Manitol mempunyai sifat alir dan kompresibilitas yang kurang baik, oleh

karena itu formula dengan konsentrasi dengan manitol lebih besar, waktu alirnya

semakin lama (Lachman dkk, 1994).

b. Sudut diam

Sudut diam adalah sudut tetap yang terjadi antara timbunan partikel bentuk

kerucut dengan bidang horizontal jika sejumlah serbuk atau granul dituang ke

dalam alat pengukur. Besar kecilnya sudut diam dipengaruhi oleh bentuk, ukuran

dan kelembaban granul. Granul akan mengalir dengan baik jika mempunyai sudut

diam antara 25 sampai dengan 45 derajat (Wadke dan Jacobson, 1980).

...(1)

sudut diam granul (derajat


h = tinggi granul (cm)
r = diameter alas (cm)
20

c. Pengetapan

Pengukuran sifat alir dengan metode pengetapan yaitu dengan

penghentakan (tapping) terhadap sejumlah serbuk dengan menggunakan alat

volumenometer (mechanical tapping device). Pengetapan dilakukan dengan

mengamati perubahan volume sebelum pengetapan (Vo) dan volume setelah

pengetapan setelah konstan (Vt). Uji pengetapan dilakukan dengan

volumenometer yang terdiri dari gelas ukur yang dapat bergerak secara teratur ke

atas dan ke bawah dengan bantuan motor penggerak. Serbuk memiliki sifat alir

baik jika indeks pemampatannya kurang dari 20 % (Fasshihi dan Kanfer, 1986).

Indeks pengetapan dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Fassihi

dan Kanfer, 1986):

.................................................................................(2)

atau
............................................................................(3)

dimana:
tap = indeks pengetapan (%)
= tapped density = massa/volume konstan (M/V2)
= bulk density= massa/volume awal (M/V1)

5. Kontrol Kualitas Sifat Fisik Tablet Kunyah

Granul yang dikempa menjadi tablet kunyah perlu dievaluasi sifat fisiknya

untuk mengetahui tablet kunyah tersebut dapat diterima sebagai tablet yang baik.

Evaluasi yang dilakukan meliputi:


21

a. Uji keragaman bobot

Setiap tablet mempunyai keseragaman bobot dengan tablet yang lain

dengan maksud dalam satu bets produksi ada keseragaman bobot sehingga zat

aktif yang terkandung sama dan menimbulkan efek yang sama. Keseragaman

bobot untuk tablet tidak bersalut diuji dengan cara menghitung persen dari jumlah

tertera pada etiket dan nilai penerimaan masing-masing tablet dari 10 tablet.

Persyaratan terpenuhi apabila NP di bawah 15% (Departemen Kesehatan RI,

2014).

b. Uji kekerasan tablet

Kekerasan tablet adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet

dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan dan terjadinya keretakan

tablet selama pembungkusan, pengangkutan, dan pemakaian. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kekerasan tablet antara lain metode granulasi, tekanan kompresi,

kekerasan granul, serta macam dan jumlah bahan pengikat yang digunakan.

Kekerasan tablet yang baik yaitu berkisar antara 4-8 kg. Kekerasan tablet yang

dibuat dengan metode granulasi dipengaruhi oleh ikatan yang terjadi antar partikel

setelah tablet mengalami pengempaan. Standar kekerasan untuk tablet kunyah

relatif lebih tinggi daripada tablet biasa, yaitu antara 7-14 kg (Daruwala, 1980).

c. Uji kerapuhan

Kerapuhan tablet merupakan gambaran lain dari ketahanan tablet dalam

melawan pengikisan dan goncangan. Menurut Gunsel dan Kanig (1976), nilai

kerapuhan tablet tidak boleh lebih dari 0,8%. Nilai kerapuhan yang baik adalah

kurang dari 1%. Kehilangan berat tidak boleh lebih 1% (Agoes, 2012). Dua puluh
22

tablet acak dari tiap formulasi dimasukkan ke dalam abrasion tester dan diputar

selama 4 menit. Seluruh tablet yang telah dibebas debukan ditimbang sebelum dan

sesudah diputar. Ketahanan tablet terhadap kehilangan berat menunjukan bahwa

tablet tersebut mampu bertahan terhadap goresan ringan, kerusakan dalam

penanganan, pengemasan, dan pendistribusian (Ansel dkk., 2005).

Kerapuhan (%) = x 100%..................................(4)

d. Uji Penerimaan Rasa

Tablet kunyah sebaiknya memiliki rasa yang enak, nyaman, dan

menyenangkan pada saat digunakan. Sehingga, perlu dilakukan evaluasi rasa

terhadap tablet kunyah yang dihasilkan, dengan menggunakan pendapat dari

sejumlah responden. Parameter ini memegang peranan yang penting karena

berkaitan langsung dengan acceptability terhadap konsumen.

7. Analisis Kuantitatif Logam Magnesium dan Aluminium

Analisis kuantitatif dilakukan dengan metode Spektrofotometri Serapan

Atom (SSA). Metode ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel

dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara

ini mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm),

pelaksanaannya relatif sederhana, dan interfensinya sedikit (Gandjar dan Abdul,

2007).

Jika pada populasi atom yang berada pada tingkat dasar dilewatkan suatu

berkas radiasi maka akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh atom-atom

tersebut. Spektroskopi serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh
23

atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau ultraviolet.

Atom-atom akan menyerap pada panjang gelombang tertentu, tergantung sifat

unsurnya (Gandjar dan Abdul, 2007).

8. Simplex Lattice Design

Simplex Lattice Design adalah suatu metode untuk optimasi formula pada

berbagai perbedaan jumlah komposisi bahan yang dinyatakan dalam beberapa

bagian. Simplex Lattice Design merupakan salah satu metode optimasi, yaitu

desain eksperimental untuk memudahkan dalam penyusunan dan interpretasi data

secara matematis (Bolton dan Bon, 2004). Simplex Lattice Design digunakan

untuk menentukan formula optimum dari berbagai perbedaan jumlah komposisi

bahan yang jumlah totalnya dibuat sama (Bolton dan Bon, 2004).

9. Monografi Bahan

a. Aluminium Hidroksida

Gel aluminium hidroksida kering adalah bentuk amorf aluminium

hidroksida, sebagian hidroksida disubstitusikan dengan karbonat. Mengandung

setara tidak kurang dari 76,5% Al(OH)3 dan dapat mengandung aluminium

karbonat dan aluminium bikarbonat basa dalam jumlah bervariasi. Pemerian,

serbuk amorf, putih, tidak berbau, tidak berasa dan tidak larut dalam asam alkali

hidroksida (Departemen Kesehatan RI, 2014).

b. Magnesium Hidroksida

Magnesium Hidroksida mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak

lebih dari 100,5% Mg(OH)2 yang telah dikeringkan pada suhu 105o selama 2 jam.
24

Pemerian berupa serbuk putih dan ringan. Kelarutan Magnesium Hidroksida

adalah praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol, dan larut dalam asam encer

(Departemen Kesehatan RI, 2014).

c. Manitol

Manitol tidak kurang dari 96,0% dan tidak lebih dari 101,5% C 6H14O6,

dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Berupa serbuk hablur atau granul

mengalir bebas, putih, tidak berbau, dan rasa manis. Manitol mudah larut dalam

air, larut dalam basa, sukar larut dalam piridina, sangat sukar larut dalam etanol,

dan praktis tidak larut dalam eter (Departemen Kesehatan RI, 2014). Manitol

adalah senyawa alkohol heksa hidrat yang berbentuk kristal putih, memiliki sifat-

sifat yang diinginkan sebagai bahan tambahan pada formulasi tablet kunyah.

Manisnya manitol kira-kira 70% dari manisnya gula dengan rasa dingin dimulut,

memiliki kelarutan cukup dalam air, dan merupakan salah satu bagian pengisi

yang biasa digunakan dalam tablet kunyah, karena mempunyai higroskopistas

yang rendah (Ansel dkk., 2005).

d. Dekstrosa

Dekstrosa adalah suatu gula yang diperoleh dari hidrolisis pati,

mengandung satu molekul air hidrat atau anhidrat. Dekstrosa berupa hablur tidak

berwarna, serbuk hablur atau serbuk granul putih, tidak berbau dan rasa manis.

Dekstrosa mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, larut

dalam etanol mendidih, sukar larut dalam etanol (Departemen Kesehatan RI,

2014).
25

e. Oleum menthae

Minyak permen adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan destilasi uap

dari bagian diatas tanah tanaman berbunga Mentha piperita Linne (Familia

Labiatae) yang segar, dimurnikan dengan cara destilasi dan tidak dimentolisasi

sebagian ataupun keseluruhan. Pemeriannya, cairan tidak berwarna atau kuning

pucat; bau khas kuat menusuk; rasa pedas diikuti rasa dingin jika udara dihirup

melalui mulut. Kelarutannya dalam etanol 70% satu bagian volume dilarutkan

dalam 3 bagian volume etanol 70%: tidak terjadi opalesensi. Mengandung tidak

kurang dari 5,0% ester dihitung sebagai mentil asetat (C 12H22O2) , dan tidak

kurang dari 50,0% mentol total (C10H20O) sebagai mentol bebas dan sebagai ester.

(Departemen Kesehatan RI, 2014).

f. Amilum manihot

Amilum berupa serbuk yang berwana putih, tidak berbau dan tidak berasa.

Amilum berfungsi sebagai glidant, bahan pengisi, untuk tablet dan kapsul, bahan

penghancur tablet dan kapsul serta bahan pengikat tablet (Galichet, 2006).

g. Magnesium Stearat

Magnesium stearat merupakan senyawa magnesium dengan campuran

asam-asam organik padat yang diperoleh dari lemak, terutama terdiri dari

magnesium stearat dan magnesium palmitat dalam berbagai perbandingan.

Pemeriannya, serbuk halus, putih dan voluminus; bau lemah khas; mudah melekat

dikulit; bebas dari butiran. Kelarutannya tidak larut dalam air, dalam etanol, dan

dalam eter. Mengandung setara dengan tidak kurang dari 6,8% dan tidak lebih

dari 8,3% MgO. (Departemen Kesehatan RI, 2014).


26

h. Talk

Talk adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang mengandung

sedikit aluminium silikat. Talk berfungsi sebagai bahan pelicin. Pemerian berupa

serbuk hablur sangat halus, putih atau putih kelabu. Berkilat, mudah melekat pada

kulit dan bebas dari butiran. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (Anonim,

2014). Talk digunakan sebagai glidant dan ditambahkan sebelum proses

penabletan untuk meningkatkan kecepatan alir serbuk dengan konsentrasi 1%-5%

dari bobot tablet (Banker dan Anderson, 1994).

F. Landasan Teori

Manitol merupakan senyawa alkohol heksahidrat yang berbentuk kristal

putih, memiliki sifat-sifat yang diinginkan sebagai bahan tambahan pada

formulasi tablet kunyah. Manisnya manitol kira-kira 70% dari manisnya gula

dengan rasa dingin dimulut, memiliki kelarutan cukup dalam air, dan merupakan

salah satu bagian pengisi yang biasa digunakan dalam tablet kunyah, karena

mempunyai higroskopistas yang rendah (Ansel dkk., 2005). Manitol bersifat tidak

higroskopis sehingga mudah dikeringkan (Armstrong, 2009).

Manitol merupakan gula dengan harga mahal yang digunakan sebagai

bahan pengisi tablet (Banker dan Anderson, 1994). Harga manitol yang dijual di

industri bahan kimia berkisar pada harga Rp27.000,00- Rp 31.000,00/kg (Alibaba,

2016). Manitol mempunyai sifat alir yang buruk, sehingga memerlukan lubrikan

dalam jumlah yang besar agar dapat dikempa dengan mudah. Manitol juga dapat

menghasilkan tablet dengan rentang kekerasan yang lebar (Swarbrick dan Boylan,

1995). Menurut penelitian Aprilya (2011), menunjukkan bahwa penambahan


27

pengisi manitol berpengaruh terhadap sifat alir granul tablet antasida. Semakin

besar konsentrasi manitol, waktu alir granul semakin lama.

Karakteristik tablet kunyah memiliki bentuk yang halus setelah hancur,

mempunyai rasa yang enak dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak

(Ansel dkk., 2005). Sehingga memerlukan teknik formulasi agar didapatkan tablet

kunyah dengan rasa yang enak. Salah satu teknik yang bisa dilakukan yaitu

dengan memformulasi bahan pengisi. Karena bahan pengisi pada tablet kunyah

dapat sekaligus berfungsi sebagai bahan pemanis. Dalam formula tablet kunyah

ini digunakan manitol sebagai bahan pengisi. Manitol digunakan sebagai salah

satu bahan pengisi pilihan untuk tablet kunyah karena mempunyai sifat yang

kurang higroskopis dan rasanya mampu bercampur dengan rasa bahan lainnya

(Daruwala, 1980). Manitol merupakan gula yang biasa digunakan sebagai pengisi

tablet, mempunyai rasa yang manis dan dingin dimulut, tetapi kelarutannya

lambat, dan relatif tidak higroskopis. Formula dengan manitol mempunyai sifat

alir yang kurang baik. Selain itu juga manitol merupakan gula yang paling mahal,

oleh karena itu biasanya dikombinasikan untuk mengurangi biaya produksi

(Lachman dkk, 1994). Sehingga perlu dilakukan proses kombinasi dengan bahan

lain agar lebih efisien dari sisi biaya. Bahan pengisi lain yang dapat

dikombinasikan yaitu dekstrosa. Dekstrosa memiliki rasa manis dan harga yang

lebih murah dibandingkan dengan manitol. Harga dekstrosa yang dijual di industri

bahan kimia kurang lebih berkisar pada harga Rp 7.000,00- Rp. 8.400,00/kg

(Alibaba, 2016). Harga dekstrosa ini lebih murah daripada harga manitol.

Dekstrosa merupakan bahan pengisi yang tingkat kemanisannya adalah 70% dari
28

manisnya sukrosa dan juga terasa dingin bila di mulut serta mempunyai sifat alir

dan kompresibilitas yang baik (Swarbick, 1994; Peter, 1989). Dekstrosa

digunakan sebagai bahan pengisi untuk tablet dan kapsul, pengatur tonisitas, dan

sweetening agent. Dekstrosa digunakan sebagai bahan pengisi dan bahan pengikat

pada granulasi basah dan kempa langsung, terutama untuk tablet kunyah. Tablet

yang diformulasikan dengan dekstrosa monohidrat membutuhkan lebih banyak

lubrikan, kurang rapuh, dan memiliki tendensi untuk mengeras. Dekstrosa

memiliki kemampuan mereduksi sehingga cocok digunakan untuk bahan-bahan

obat yang sensitif terhadap oksidasi (Day, 2006).

Manitol yang dikombinasikan dengan dekstrosa akan menghasilkan sifat

fisik tablet kunyah yang optimum. Hasil penelitian Aprilya (2011) terhadap

kekerasan tablet menunjukkan bahwa dengan konsentrasi manitol yang semakin

tinggi, semakin tinggi pula kekerasan tablet. Penambahan pengisi manitol juga

berpengaruh terhadap sifat alir granul tablet antasida. Semakin besar konsentrasi

manitol, waktu alir granul semakin lama. Perlu dilakukan suatu teknik optimasi

yaitu dengan metode Simplex Lattice Design dengan software Design Expert

untuk mengetahui proporsi bahan pengisi yang memberikan sifat fisik optimum

pada tablet kunyah antasida.

G. Hipotesis

1. Dengan kombinasi bahan pengisi manitol-dekstrosa pada pembuatan tablet

kunyah antasida mempengaruhi sifat alir granul, sifat fisik dan rasa dari

tablet kunyah antasida. Kombinasi manitol dan dekstrosa dapat


29

mempercepat waktu alir granul, menurunkan kekerasan dan meningkatkan

rasa tablet kunyah antasida.

2. Dengan campuran bahan pengisi manitol-dekstrosa pada proporsi 2:1 akan

diperoleh formula optimum tablet kunyah antasida berdasarkan metode

Simplex Lattice Design.

Anda mungkin juga menyukai