Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MANDIRI

OLEH:

Nama : Dian Fuspita Dewi S

NIM : 70100111022

Kelas : Farmasi A

SAMATA-GOWA
2014
A. Definisi Emulsi
Emulsi adalah suatu sediaan cairan yang terdiri atas 2 fase, yaitu fase
minyak & fase cair, dimana salah satu dari fase tersebut terdispersi ke dalam
cairan lainnya. Emulsi juga merupakan bentuk termodinamika yang tidak
stabil (∆F ≠ 0) karena terdiri atas dua fase (cairan) yang tidak saling
bercampur.

B. Tipe-tipe Emulsi
1. Emulsi M/A atau O/W (minyak dalam air)
Pada emulsi ini, fase minyak terdispersi dalam bentuk tetes-tetes
cairan di dalam pembawa air, sehingga air merupakan fase luar (fase
kontinyu). Emulsi bentuk ini biasanya digunakan untuk penggunaan oral,
dimana tujuannya adalah untuk menutupi rasa tidak enak oleh minyak
tersebut dan juga karena mukosa mulut (air ludah) yang bersifat hidrofilik,
sehingga dapat memudahkan untuk diminum karena fase minyaknya
terbungkus oleh fase air.
2. Emulsi A/M atau W/O
Pada emulsi ini merupakan kebalikan dari emulsi M/A, dimana
yang terdispersi adalah fase air dan yang menjadi fase luar adalah
minyaknya. Emulsi ini biasanya digunakan pada penggunaan topikal (pada
kulit) atau bisa juga digunakan bentuk emulsi M/A. Contohnya: lotion,
cream, dll.

C. Fenomena Antar Muka Cairan


1. Interaksi Tetesan

Cairan lain

Gambar 1

Gambar diatas menunjukkan bahwa setiap tetes cairan akan mengalami


tarikan ke dalam yang lebih besar pada permukaan tetesan tersebut, sedangkan
pada bagian dalam tetesan tersebut tarikan ke atas, ke bawah, ke kiri, dan ke
kanan seimbang. Hal ini mengakibatkan tetes cairan tersebut berbentuk bulat
(gaya tarikan ke dalamnya lebih besar), sehingga pada permukaan tetesan tersebut
timbul tegangan permukaan. Tegangan permukaan ini timbul karena gaya
kohesinya (tarik menarik antar partikel sejenis) lebih besar dibandingkan dengan
gaya adhesinya (tarik menarik antar partikel yang berlainan). Jadi masing-masing
dari tetes cairan tersebut akan cenderung mempertahankan permukaannya.
2. Tegangan Antar Muka
Tegangan antar muka merupakan tegangan yang terjadi pada masing-
masing permukaan dari kedua fase cairan tersebut yang tidak saling bercampur
yang disebabkan oleh gaya kohesif yang lebih besar dibandingkan gaya
adhesifnya.

Cairan 1

Tegangan antarmuka

Cairan 2

Gambar 2

Gambar diatas menunjukkan adanya tegangan antarmuka antara


dua cairan yang tidak saling bercampur. Emulsi merupakan bentuk
termodinamika yang tidak stabil karena antar fase minyak dan fase air
tidak dapat bercampur. Oleh karena itu, untuk membentuk suatu emulsi
yang lebih stabil, maka tegangan muka tersebut harus diturunkan agar ∆F
≈ 0. Sehingga salah satu cairan tersebut dapat terdispersi dalam bentuk
tetesan ke dalam cairan lainnya.

D. Teori Emulsi
1. Teori tegangan permukaan
Penurunan tegangan antar muka dengan cara pengurangan gaya
tolak menolak antar molekul yang berlainan dan gaya tarik menarik antar
molekul yang sejenis (kohesi). Diperlukan surfaktan untuk menurunkan
tegangan permukaannya, sehingga memecahkan tetes dispersi menjadi
tetesan yang lebih kecil.
2. Teori orientasi bentuk baji
Pembentukan lapisan oleh zat pengemulsi yang akan mengelilingi
seluruh tetes-tetes fase dispersi, dimana bagian lipofilik akan mengarah ke
minyak dan bagian hidrofiliknya akan mengarah ke air, sehingga akan
terbentuk bulatan-bulatan cairan yang dikelilingi oleh zat pengemulsi.
Fase cairan dimana zat pengemulsi lebih larut, pada umumnya akan
menjadi fase kontinyu (fase luar).

hidrofilik
lipofilik

Gambar 3
3. Teori lapisan antar muka/teori plastik
Zat pengemulsi teradsorpsi dan membentuk lapisan tipis yang
mengelilingi tetes-tetes cairan terdispersi untuk mencegah terjadinya
koalesens. Ada 3 jenis lapisan yang terbentuk, yaitu:
a. Monomolekuler
Merupakan lapisan tunggal yang mengelilingi fase terdispersi (gambar
3).
b. Multimolekuler
Lapisan ganda yang mengelilingi fase terdispersi dengan penambahan
sejumlah surfaktan yang berlebih.
c. Lapisan liat
Dibentuk oleh serbuk-serbuk yang mengelilingi permukaan tetes
cairan.

E. Mekanisme Pembentukan Emulsi


Dalam pembentukan emulsi terlebih dahulu tegangan permukaan
diturunkan dengan menambahkan surfaktan jenis emulgator yang akan
teradsorpsi ke dalam tetes cairan dan memecah tetes cairan tersebut menjadi
tetesan yang lebih kecil, kemudian emulgator akan membentuk sebuah lapisan
pelindung pada tiap-tiap tetes cairan untuk mencegah terjadinya koalesens,
dengan cara bagian hidrofilik akan mengarah ke air dan bagian lipofilik akan
mengarah ke minyak. Selanjutnya untuk mencegah antara tetes dispersi yang
satu dengan yang lainnya berdekatan (saling melekat), maka dibutuhkan
adanya suatu potensial zeta yang dapat menimbulkan lapisan listrik ganda
sehingga terjadi gaya tolak menolak antar tetes terdispersi. Agar terbentuk
suatu misell, maka dibutuhkan sejumlah surfaktan untuk mencapai CMC
(Critical Micelle Concentration). Sehingga dapat menghasilkan suatu emulsi
yang lebih stabil.
Penggunaan emulgator ganda akan menghasilkan emulsi yang lebih
stabil karena dapat menghasilkan lapisan pelindung ganda pada permukaan
tetesan.

F. CMC (Critical Micelle Concentration)


CMC atau konsentrasi kritis misell merupakan suatu konsentrasi
minimum yang dibutuhkan oleh surfaktan untuk membentuk suatu agregat
yang disebut dengan misell.

Misell

a b c
Gambar 4

Pada gambar diatas, dapat dilihat bahwa dibutuhkan suatu konsentrasi


tertentu dari surfaktan untuk dapat membentuk suatu misell, sehingga
menghasilkan suatu bentuk emulsi yang lebih stabil. Jika konsentrasi
surfaktan dibawah CMC, maka surfaktan hanya teradsorpsi ke dalam cairan
tersebut (gambar a & b), tetapi jika konsentrasi surfaktan telah mencapai
CMC, maka akan terbentuk misell (agregat) yang mengelilingi tetes
terdispersi.

Gambar 5

Gambar diatas menunjukaan bahwa dengan penambahan surfaktan


akan menurunkan tegangan permukaan, namun jika surfaktan ditambahkan
lagi, maka akan mencapai suatu konsentrasi yang disebut dengan CMC,
sehingga tegangan permukaannya akan konstan dan lebih stabil.
G. Hukum Stoke
Hukum Stokes berbunyi “Jika zat cair yang mempunyai kekentalan
mengalir melalui bola secara streamline atau bila bola bergerak di dalam zat cair
yang diam, maka bekerjalah gaya gesekan terhadap bola itu”. Hal ini dapat
dianalogikan dengan sediaan emulsi dimana suatu fase yang terdispersi dalm
bentuk bulatan-bulatan kecil dalam suatu cairan yang memiliki viskositas
tertentu.
Persamaan yang berlaku adalah sebagai beriikut:
2𝑟 2 𝑔 (𝜌1−𝜌2) 𝑑
𝑣 = atau 𝑣 =
ƞ ƞ
Ket:
V : kecepatan (m/s)
r : jari-jari (m)
g : gravitasi (m/s2)
𝜌1 : massa jenis zat terdispersi (kg/m3)
𝜌2 : massa jenis zat pendispersi (kg/m3)
Ƞ : viskositas (Pa.s/poise/centipoise)
𝑑 : diameter (m)
Berdasarkan rumus diatas, kecepatan pengendapan berbanding lurus
dengan diameter partikel dan berbanding terbalik dengan viskositasnya. Hal
ini berarti bahwa jika diameter partikel diperbesar, maka kecepatan
pengendapan akan bertambah atau jika viskositasnya diperbesar, maka
kecepatan pengendapan akan berkurang.
Jika 𝜌1 > 𝜌2, maka zat terdispersinya akan mengendap ke bawah
(bernilai positif), sebaliknya jika 𝜌1 < 𝜌2, maka zat terdispersi akan
mengendap ke atas (bernilai negatif).

H. Kerusakan Emulsi

Gambar 6. Perubahan stabilitas emulsi. (1) Emulsi segar , (2) Flokulasi, (3) koalesen,
(4) creaming, (5) Ostwald ripening, (6) inversi fase

1. Creaming
Merupakan merupakan suatu bentuk kerusakan emulsi secara estetika.
Hal ini pasti terjadi pada zat terdispersi yang memiliki bobot jenis yang
lebih besar dibandingkan dengan zat pendispersinya. Kerusakan ini
bersifat reversibel dan dapat diatasi dengan melakukan pengocokan.
2. Flokulasi
Kerusakan ini terjadi akibat lemahnya gaya tolak menolak (potensial
zeta) antara tetes-tetes terdispersi, sehingga mengakibatkan tetes
terdispersi tersebut saling berdekatan. Hal ini dapat diatasi juga dengan
pengocokan, namun untuk mencegah terjadinya pelekatan yang kuat, maka
ditambahkan koloid pelindung (musilago) untuk melindungi permukaan
tetes terdispersi tersebut, jadi akan mudah terlepas saat dikocok.
3. Oswald Ripening
Merupakan suatu jalan untuk menuju ke sebuah koalesens
(penggabungan tetes terdispersi).
4. Koalesens
Merupakan suatu bentuk kerusakan yang diakibatkan oleh kurangnya
surfaktan yang digunakan, sehingga lapisan pelindung pada permukaan
tetesan lemah. Jadi tetesan tersebut akan berfusi (bergabung) membentuk
suatu tetesan yang berdiameter lebih besar. Kerusakan ini bersifat
irreversibel dan akan menyebabkan terjadinya pemisahan fase (cracking).
5. Inversi fase
Kerusakan ini terjadi karena volume fase terdispersi hampir sama
jumlahnya dengan fase pendispersi sehingga terjadi perubahan tipe dari
o/w menjadi w/o atau sebaliknya.

I. Metode Pembuatan Emulsi


1. Metode gom kering ( metode kontinental)
Pada metode ini, zat pengemulsi dicampurkan dengan minyak
sebelum penambahan air. Metode ini dikenal dengan metode “4 : 2 : 1”,
karena 4 bagian minyak (volume) , 2 bagian air, dan 1 bagian gom
ditambahkan untuk membuat emulsi utama atau emulsi awal. Dalam metode
ini, gom atau zat pengemulsi m/o lainnya digerus dengan minyak dalam
mortir kering hingga seluruhnya bercampur sempurna, kemudian dua bagian
air ditambahkan sekaligus kemudian campuran digerus dengan cepat dan
terus menerus hingga emulsi utama terbentuk yang ditandai dengan
terbentuknya krim berwarna putih susu dan mengeluarkan bunyi ‘krek’ pada
pergerakan stamper. (corpus). Bahan- bahan tambahan lainnya yang larut
dalam air seperti pemanis, pewarna,pengaroma, penstabil dan pengawet
dilarutkan dalam air yang tersisa (fase luar) dan ditambahkan secara
perlahan kedalam emulsi utama dengan bantuan pengadukan.
2. Metode gom basah ( metode Inggris )
Pembuatan emulsi dengan metode ini menggunakan proporsi
minyak, air , dan gom yang sama dengan metode gom kering, tetapi urutan
pencampurannya berbeda dan jika diinginkan, perbandingan bahan-
bahannya bisa bervariasi selama pembuatan emulsi primer. Umumnya
mucilago gom dibuat dengan menghaluskan granular gom dengan air 2 kali
beratnya dalam mortir. Minyak kemudian ditambahkan secara perlahan-
lahan ke dalam mucilago dan digerus terus-menerus hingga minyaknya
teremulsi. Campuran ini harus sangat kental. Selanjutnya air dan bahan-
bahan lain yang terlarut didalamnya ditambahkan dan dicukupkan
volumenya sesuai volume akhir yang direncanakan. Metode ini cocok untuk
membuat emulsi dari minyak-minyak yang sangat kental.
3. Metode Botol (metode botol Forbes)
Metode ini dapat diterapkandalam pembuatan emulsi yang dibuat
segera dari minyak-minyak menguap atau zat-zat bersifat minyak dengan
viskositas yang rendah. Serbuk gom arab diisikan ke dalam botol kering,
lalu ditambahkan air 2 kali bobot gom. Campuran tersebut dikocok kuat-
kuat dengan mulut botol tertutup. Selanjutnya dimasukkan suatu volume air
yang sama banyak dengan minyak, dilakukan berulang-ulang, sedikit demi
sedikit dan terus dikocok hingga minyak habis. Jika semua air telah
ditambahkan, emulsi utama yang dihasilkan dapat diencerkan hingga
volume yang direncanakan dengan air dan campuran zat-zat tambahan
lainnya. Metode ini tidak cocok untuk mengemulsikan minyak-minyak yang
kental menguap (minyak atsiri) atau minyak encer lainnya.

Anda mungkin juga menyukai