Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

MALARIA

A. Konsep Dasar Teori


1. Definisi
Malaria adalah suatu penyakit infeksi yang menginvasi sistem hematologi melalui vektor
nyamuk yang terinfeksi protozoa plasmodium.(Arif Muttaqin, dkk, 2011)
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh protozoa
genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali (Mansjoer, 2001, hal
406).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit
Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja, 2000).
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. (Ilmu
Penyakit Dalam, 2009)
Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium
yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan (gigitan) nyamuk Anopheles spp.
(www.depkes.go.id)
Malaria adalah penyakit akut dan dapat menjadi kronik yang disebabkan oleh protozoa
(genus plasmodium) yang hidup intra sel (Iskandar Zulkarnain, 1999).

2. Etiologi
Malaria paling sering di sebabkan oleh gigitan nyamuk spesiesAnopheles betina yang
terinfeksi dengan spesies dari protozoa genus plasmodium. Terdapat lima spesies paling umum
yang memberikan pengaruh ceddera terhadap manusia (fernandez, 2009), yaitu sebagai berikut.
a. Plasmodium Falcifarum
b. Plasmodium Vivax
c. Plasmodium Ovale
d. Plasmodium Malariae
e. Plasmodium Knowlesi
Plasmodium Knowlesi, baru-baru ini di identifikasi di Asia tenggara sebagai patogen
bermakna secara klinis pada amanusia (Cox-Singh, 2008) (Arif Muttaqin, dkk, 2011).
3. Jenis-jenis Malaria
Sesuai dengan penyebab malaria di bedakan berdasarkan jenis plasmodiumnya. (Arif
Muttaqin, dkk, 2011).
JENIS MALARIA
Jenis Penyebab Klinis
Malaria Plasmodium Malaria tropika adalah jenis malaria yang
Tropika Falcifarum paling berat, di tandai dengan panas yang
iriguler, anemia, splenomogali,
parasitemia, dan sering terjadi komplikasi.
Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria ini
menyerang semua bentuk eritrosit.
Plasmodium Falcifarum menyerang sel
darah merah seumur hidup. Infeksi
plasmodium falcifarum sering sekali
menyebabkan sel darah merah yang
mengandung parasit menghasilkan banyak
tonjolan untuk melekat pada lapisan
endotel dinding kapiler dengan akibat
obstruksi trombosis dan iskemik lokal.
Infeksi ini sering kali lebih berat dan
infeksi lainnya dengan angka komplikasi
tinggi (Murphy, 1996)
Malaria Plasmodium Plasmodium malariae mempunyai
Kwartana malariae tropozoit yang serupa dengan plasmodium
vivak, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih
kompak/lebih biru.tropozoit matur
mempunyai granula coklat tua sampia
hitam dan terkadang mengumpul sampai
terbentuk pita. Skizon plasmodium
malariae mempunyai 8-10 merozoit yang
tersusun seperti kelopak bunga/rosate.
Bentuk gametosit sangat mirip dengan
plasmodium vivax tetapi lebih kecil.
(Cunha, 2008)
Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah
puncak 48 jam. Gejala lain adalah nyeri
pada kepala dan punggung, mual,
pembesaran limpa, dan melaise umum.
Komplikasi jarang terjadi, namun dapat
terjadi seperti sindrome nefrotik dan
komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada
pemeriksaan akan di temukan edema,
asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa
uremia dan hipertensi (Dorsey, 2000)
Malaria Plasmodium Ovale Malaria tersiana (plasmodium Ovale)
Ovale bentuknya mirip plasmodium malariae,
skizonnya hanya mempunyai 8 merozoid
dengan masa pigmen hitam di tengah.
Karakteristik yang dapat di pakai untuk
identifikasi adalah bentuk eritrosit yang
terinfeksi plasmodium ovale dimana
biasanya oval atau ireguler dan fibriated.
Malaria ovale merupakan bentuk yang
paling ringan dari semua bentuk malaria
yang di sebabkan oleh plasmodium ovale.
Masa inkubasi 11-16 hari, walaupun
priode laten sampai 4 tahun. Serangan
proksismal 3-4 hari dan jarang terjadi
lebih dari 10 kali walaupun tanpa terapi
dan terjadi pada amalam hari ( Busch,
2003)
Malaria Plasmodium Vivax Malaria tersiana (plasmodium vivax)
Tersiana biasanya menginfeksi eritrosit muda yang
diameternya lebih besar dari eritrosit
noramal, bentuknya mirip dengan
plasmodium falcifarum, namun seiring
dengan maturasi, tropozoid vivax berubah
menjadi amoeboid. Terjadi atas 12-24
merozoid ovale dan pigment kuning
tengguli. Gametosit berbentuk aval
hampir memenuhi seluruh eritrosit,
kromatinin eksternis, pigmen kuning.
Gejala malaria jenis ini secara periodik 48
jam dengan gejala klasik trias malaria dan
mengakibatkan demam berkala 4 hari
sekali dengan puncak demam 72 jam
(karmona, 2009).

4. Proses Kehidupan Plasmodium


Sebagaimana makhluk hidup lainnya, plasmodium juga melakukan proses kehidupan yang
meliputi:
a) Metabolisme (pertukaran zat).
Untuk proses hidupnya, plasmodium mengambil oksigen dan zat makanan dari
haemoglobin sel darah merah. Dari proses metabolisme meninggalkan sisa berupa
pigmen yang terdapat dalam sitoplasma. Keberadaan pigmen ini bisa dijadikan salah satu
indikator dalam identifikasi.
b) Pertumbuhan.
Yang dimaksud dengan pertumbuhan ini adalah perubahan morfologi yang
meliputi perubahan bentuk, ukuran, warna, dan sifat dari bagian-bagian sel. Perubahan ini
mengakibatkan sifat morfologi dari suatu stadium parasit pada berbagai spesies, menjadi
bervariasi.Setiap proses membutuhkan waktu, sehingga morfologi stadium parasit yang
ada pada sediaan darah dipengaruhi waktu dilakukan pengambilan darah. Ini berkaitan
dengan jam siklus perkembangan stadium parasit. Akibatnya tidak ada gambar morfologi
parasit yang sama pada lapang pandang atau sediaan darah yang berbeda.
c) Pergerakan.
Plasmodium bergerak dengan cara menyebarkan sitoplasmanya yang berbentuk
kaki-kaki palsu (pseudopodia). Pada Plasmodium vivax, penyebaran sitoplasma ini lebih
jelas terlihat yang berupa kepingan-kepingan sitoplasma. Bentuk penyebaran ini dikenal
sebagai bentuk sitoplasma amuboit (tanpa bentuk).
d) Berkembang biak.
Berkembang biak artinya berubah dari satu atau sepasang sel menjadi beberapa sel baru.
5. Karakteristik Nyamuk
Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk
betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang terbukti
mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di Indonesia telah ditemukan 24
spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria.
Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau dan ada pula yang
bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang besar (Slamet, 2002, hal 103).
Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :
a) Hidup di daerah tropic dan sub tropic, ditemukan hidup di dataran rendah
b) Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
c) Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit manusia
(menghisap darah)
d) Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
e) Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut 48 derajat
f) Daur hidupnya memerlukan waktu 1 minggu .
g) Lebih senang hidup di daerah rawa
6. Faktor Host Yang Mempengaruhi Terjadinya Penyakit Malaria
a) Umur
Anak-anak lebih rentan terhadap infeksi parasit malaria, terutama pada anak
dengan gizi buruk (Rampengan T.H., 2000). Infeksi akan berlangsung lebih hebat pada
usia muda atau sangat muda karena belum matangnya system imun pada usia muda
sedangkan pada usia tua disebabkan oleh penurunan daya tahan tubuh misalnya oleh
karena penyakit penyerta seperti Diabetes Melitus (Weir D.M., 1987). Perbedaan angka
kesakitan malaria pada berbagai golongan umur selain dipengaruhi oleh faktor kekebalan
juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti pekerjaan , pendidikan dan migrasi penduduk
(Departemen Kesehatan RI,2000).
b) Jenis kelamin
Perbedaan angka kesakitan malaria pada anak laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh
faktor pekerjaan, migrasi penduduk dan lain-lain (Departemen Kesehatan., RI 1991).
c) Riwayat malaria sebelumnya
Orang yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya akan terbentuk
imunitas sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria. Contohnya penduduk asli
daerah endemik akan lebih tahan dibandingkan dengan transmigran yang dating dari
daerah non endemis (Dachlan Y.P., 1986 : Smith, 1995 : Maitland, 1997).
d) Ras
Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai kekebalan alamiah
terhadap malaria, misalnya siekle cell anemia merupakan kelainan yang timbul karena
penggantian asam amino glutamat pada posisi 57 rantai hemoglobin. Bentuk heterozigot
dapat mencegah timbulnya malaria berat, tetapi tidak melindungi dari infeksi. Mekanisme
perlindungannya belum jelas, diduga karena eritrosit Hb S (sickle cell train0 yang
terinfeksi parasit lebih mudah rusak di system retikuloendothelial, dan/atau karena
penghambatan pertumbuhan parasit akibat tekanan O2 intraeritrosit rendah serta
perubahan kadar kalium intra sel yang akan mengganggu pertumbuhan parasit atau
karena adanya akulasi bentuk heme tertentu yang toksik bagi parasit (Nugroho A., 2000).
Selain itu penderita ovalositosis (kelainan morfologi eritrosit berbentuk oval) di
Indonesia banyak terdapat di Indonesia bagian timur dan sedikit di Indonesia bagian
barat. Prevalensi ovalosis mulai dari 0,25 % (suku Jawa) sampai 23,7 % suku Roti
(Setyaningrum, 1999).
e) Kebiasaan
Kebiasaan sangat berpengaruh terhadap penyebaran malaria. Misalnya kebiasaan
tidak menggunakan kelambu saaat tidur dan senang berada diluar rumah pada malam
hari. Seperti pada penelitian di Mimiki Timur, Irian Jaya ditemukan bahwa kebiasaan
penduduk menggunakan kelambu masih rendah (Suhardja, 1997)
f) Status gizi
Status gizi ternyata berinteraksi secara sinergis dengan daya tahan tubuh. Makin
baik status gizi seseorang, makin tidak mudah orang tersebut terkena penyakit . Dan
sebaliknya makin rendah status gizi seseorang makin mudah orang tersebut terkena
penyakit (Nursanyoto, 1992).
Pada banyak penyakit menular terutama yang dibarengi dengan dengan demam,
terjadi banyak kehilangan nitrogen tubuh. Nitorgen tubuh diperoleh dari perombakan
protein tubuh. Agar seseorang pulih pada keadaan kesehatan yang normal, diperlukan
peningkatan dalam protein makanan. Penting diperhatikan pula bahwa fungsi dari dari
semua pertahanan tubuh membutuhkan kapasitas sel-sel tubuh untuk membentuk protein
baru. Inilah sebabnya maka setiap defesiensi atau ketidak seimbangan zat makanan yang
mempengaruhi setiap system protein dapat pula menyebabkan gangguan fungsi beberapa
mekanisme pertahanan tubuih sehingga pada umumnya melemahkan resistensi host.
Malnutrisi selalu menyebabkan peningkatan insiden penyakit-penyakit infeksi dan
terhadap penyakit yang sudah ada dapat meningkatkan keparahannya (Maria, 1992).

g) Sosial ekonomi
Faktor social ekonomi sangat berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
mencukupi kebutuhan dasarnya seperti : sandang, pangan dan papan. Semakin tinggi
sosisla ekonomi seseorang semakin mudah pula seseorang mencukupi segala kebutuhan
hidupnya termasuk di dalamnya kebutuhan akan pelayanan kesehatan, makanan yang
bergizi serta tempat tinggal yang layak dan lain-lain . Menurut Biro Pusat Statistik,
semakain tinggi status social ekonomi seseorang maka pengeluaran cenderung bergeser
dari bahan makanan ke bahan non makanan. Jadi faktor social ekonomi seperti
kemiskinan, harga barang yang tinggi, pendapatan keluarga rendah, dan produksi
makanan rendah merupakan resiko untuk terjangkitnya malaria (Wirjatmadi B., 1985).
h) Immunitas
Immunitas ini merupakan suatu pertahanan tubuh. Masyarakat yang tinggal di
daerah endemis malaria biasanya mempunyai imunitas yang alami sehingga mempunyai
pertahanan alam terhadap infeksi malaria.

7. Patofisiologi

Pasien malaria biasanya memperoleh infeksi di daerah endemik melalui gigitan


nyamuk. Vektor, spesies nyamuk Anopheles, melewati plasmodia, yang terkandung dalam
air liur masuk ke dalam tubuh manusia saat nyamuk tersebut menghisap darah

Hasil infeksi tergantung pada imunitas host. Individu dengan kekebalan dapat
secara spontan menghapus parasit. Pada mereka yang tidak memiliki kekebalan,
parasit, memperluas infeksi. Sejumlah kecil parasit menjadi gametocytes, yang mengalami
reproduks, seksual ketika diisap oleh nyamuk. Hal ini dapat berkembang menjadi infeksi
sporozoites. yang terus berkembang menjadi siklus transmisi baru setelah menggigit ke dalam
host baru. Secara garis besar semua jenis plasmodium memiliki siklus hidup yang sama yaitu
tetap sebagian di tubuh manusia dan sebagian di tubuh nyamuk.

Kondisi masuknya sporozit ke dalam tubuh manusia, maka akan terjadi siklus malaria
yang terdiri atas siklus eksoeritrosit, siklus eritrosit, dan siklus sporogonik (CDC, 2009).

a) Siklus eksoeritrosit.
Siklus ini terjadi di dalam tubuh manusia dan terjadi di dalam hati. Penularan
terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit, menyengat manusia dan dengan
ludahnya memasukkan sporozoit ke dalam peredaran darah yang untuk selanjutnya
bermukim pada sel hepatosit di parenkim hati. Parasit tumbuh dan mengalami
pembelahan. Setelah 6-9 hari skizon menjadi dewasa dan pecah dengan melepaskan
beribu-ribu merozoit. Sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah dan berkembang
di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara lain limpa atau
diam di hati. Dalam waktu 48-72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang
dilepaskan dapat memasuki siklus dimulai kembali.
b) Siklus eritrosit.
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk
tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit-skizonmerozoit. Setelah 2-3 generasi
merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara
permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten,
sedangkan masa tunas dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai
timbulnya gejala klinis demam.
c) Siklus sporogonik.
Siklus ini terjadi di dalam tubuh nyamuk (sporogoni). Setelah beberapa siklus,
sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk-bentuk seksual
jantan dan betina. Gametosit ini tidak akan berkembang lalu mati bila tidak
diisap olehAnopheles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan dari
gametosit jantan dan betina menjadi zigot, yang kemudian melakukan penetrasi pada
dinding lambung dan berkembang menjadi okista. Dalam waktu 3 minggu, sporozoit
kecil akan memasuki kelenjar ludah nyamuk.
Di dalam vaskular, protozoa bereplikasi di dalam sel dan menginduksi sitolisis sel
darah merah menyebabkan pelepasan produk metabolik toksik ke dalam aliran darah
dan memberikan gejala, seperti menggigil, sakit kepala, mialgia, dan malaise. Kondisi ini
terjadi dalam siklus eritrosit. Parasit juga dapat menyebabkan ikterus dan
anemia. Plasmodium. falciparum merupakan jenis yang paling berbahaya dari lima
spesies plasmodium karena dapat menyebabkan gagal ginjal, koma, dan kematian.
Kematian akibat malaria dapat dicegah. jika perawatan yang tepat dicari dan
diimplementasikan.

Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale dapat menghasilkan bentuk yang tidak
aktif tetapi masih tetap ada dalam hati orang yang terinfeksi dan muncul di lain waktu.

Parasit memperoleh energi mereka semata-mata dari glukosa dan mereka


mencernanya 70 kali lebih cepat dari sel darah merah yang mereka tempati sehingga
menyebabkan insufisiensi insulin (Gambar 2.2) yang akan memberikan manifestasi penurunan
intake glukosa jaringan. Kondisi ini akan memberikan dampak terhadap hipoglikemia intrasel
dan ekstrasel.

Hipoglikemia intrasel akan dilanjutkan dengan respons peningkatan glukogenesis dan


glukoneogenesis yang memberikan manifestasi pemecahan lemak dan perubahan sintesis protein.
Peningkatan pemecahan lemak akan meningkatkan produksi keton yang juga akan meningkatkan
risiko terjadinya ketoasidosis diabetikum. Perubahan sintesis protein akan meningkatkan risiko
kaheksia, letargi, dan terjadi penurunan gama globulin yang juga meningkatkan risiko infeksi
akibat kerusakan jaringan kulit.

Pada hipoglikemi ekstrasel akan memberikan manifestasi peningkatan osmotik plasma


dan peningkatan pengeluaran glukosa oleh ginjal. Pada kondisi peningkatan osmotik plasma
akan terjadi dehidrasi sel yang berlanjut pada koma hiperglikemi. Respons dari peningkatan
pengeluaran glukosa oleh ginjal akan menyebabkan diuresis osmotik dengan manifestasi poliuri,
polidipsi, hipokalemi, dan hiponatremi.

Plasmodia juga menyebabkan lisis dari sel darah merah (baik yang terinfeksi dan yang
tidak terinfeksi), penekanan proses hematopoiesis, dan peningkatan pembersihan sel darah merah
oleh limpa yang menyebabkan kondisi anemia serta splenomegali. Seiring waktu, malaria dan
infeksi juga dapat menyebabkan trombositopenia.

Kondisi malaria akan memberikan berbagai masalah keperawatan yang muncul pada
pasien (Gambar 2.3) dan memberikan implikasi pada asuhan keperawatan. Masalah keperawatan
yang muncul berhubungan dengan pelepasan produk metabolik toksik ke dalam aliran darah
yang memberikan berbagai manifestasi pada respons sistemik, respons intestinal, respons sistem
saraf pusat, respons kardiorespirasi, dan muskuloskeletal.

8. Pathway
9. Komplikasi
Komplikasi yang lazim terjadi pada malaria terutama yang disebabkan
oleh Plasmodium falcifarum adalah sebagai berikut.
a) Koma (malaria serebral).
Koma pada malaria meliputi kondisi penurunan kesadaran, perubahan status mental, dan
kejang. Kondisi koma malaria merupakan kondisi paling umum yang menyebabkan
kematian pada pasien dengan penyakit malaria. Jika tidak diobati, komplikasi ini sangat
mematikan. Gejala malaria serebral mirip dengan ensefalopati toksik.
b) Kejang (sekunder baik untuk hipoglikemia atau serebral malaria).
c) Gagal ginjal akut.
Sebanyak 30% dari orang dewasa yang terinfeksi denganPlasmodium
falciparum menderita gagal ginjal akut (Hanson, 2009).
d) Hipoglikemia.
e) Hemoglobinuria (blackwater fever).
Kondisi hemoglobinuria ditandai dengan urine sangat gelap yang merupakan manifestasi
dari hemolisis, hemoglobinemia yang berlanjut pada hemoglobinuria dan hemozoinuria.
f) ARDS, edema paru nonkardiogenik.
Kondisi ini paling sering terjadi pada wanita hamil dan menyebabkan kematian pada 80%
pasien (Perez-Jorge, 2009).
g) Anemia.
h) Pendarahan (koagulopati).

10. Manifestasi Klinis


a) Plasmodium vivax ( malaria tertiana )
1. Meriang
2. Panas dingin menggigil/ demam ( 8 sampai 12 jam, dapat terjadi dua hari sekali
setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi)
3. Keringat dingin
4. Kejang-kejang
5. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.
b) Plasmodium falcifarum ( malaria tropika )
1. Meriang
2. Panas dingin menggigil/ demam ( lebih dari 12 jam, dapat terjadi dua hari sekali
setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 miggu setelah infeksi)
3. Keringat dingin
4. Kejang-kejang
5. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.
c) Plasmodium malariae ( malaria kuartana )
1. Meriang
2. Panas dingin menggigil/ demam ( gejala pertama tidak terjadi antara 18 sampai 40
hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan terulang kembali setiap 3
hari )
3. Keringat dingin
4. Kejang-kejang
5. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi
d) Plasmodium ovale ( jarang ditemukan ).
Dimana manifestasi klinisnya mirip malaria tertiana :
1. Meriang
2. Panas dingin menggigil/ demam ( 8 sampai 12 jam, dapat terjadi dua hari sekali
setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi)
3. Keringat dingin
4. Kejang-kejang
5. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.

11. Pemeriksaan diagnostik


a) Pemeriksaan mikroskopis malaria
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada
manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit
(plasmodium) di dalam penderita. Uji imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-
macam target dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang
diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi di mana pemeriksaan
mikrokopis tidak dapat dilakukan.
Diagnosis definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukanya parasit
plasmodium dalam darah penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi
hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan
pemeriksaan serial dengan interval antara pemeriksaan satu hari.
Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai
nilai diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai 100%).
1. Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode demam memasuki
periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi dalam
mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies
parasit.
2. Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger prick) dengan
volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian
tipis.
3. Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium yang
tepat.
4. Identifikasi spesies plasmodium
5. Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies plasmodium dan
selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.
b) QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat
mengikat acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium. QBC
merupakan teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan diameter
tertentu yang dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak dapat membedakan spesies
plasmodium dan kurang tepat sebagai instrumen hitung parasit.
c) Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik
terhadap paraasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit yang
terinfeksi plasmodium teknik ini terus dikembangkan terutama menggunakan teknik
radioimmunoassay dan enzim immunoassay.
d) Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/
plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu
dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.
12. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus pada kasus- kasus malaria dapat diberikan tergantung dari jenis
plasmodium, menurut Tjay & Rahardja (2002) antara lain sebagai berikut :
a) Malaria Tersiana/ Kuartana
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di tambahkan
mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg selama 4-7 hari). Terapi ini
disusul dengan pemberian primaquin 15 mg /hari selama 14 hari)
b) Malaria Ovale
Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6 hari).
Atau mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10 mg/ kg dengan interval 4-6 jam).
Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet ) yang biasanya di kombinasikan
dengan kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari).
c) Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal
sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250
mg/ hari selama 7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari

Anda mungkin juga menyukai