Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tujuan Millenium Development Goals (MDGs) memuat tentang pengurangan
angka kematian anak. Indonesia pun membuat program nasional untuk anak-anak
Indonesia berdasarkan isu kematian bayi dan balita. Program tersebut bertujuan
menurunkan angka kematian bayi menjadi 19 per 1000 kelahiran. Target ini
ditentukan berdasarkan pertimbangan bahwa angka kematian bayi (AKB) merupakan
indikator yang umum untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat, baik pada
tingkat nasional maupun propinsi (Target MDGs Indonesia, 2008).
Di Indonesia Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi dan angka
Kematian Balita (AKBal), sekitar 56% kematian terjadi pada periode yang sangat dini
yaitu di masa neonatal. Sebagian besar kematian neonatal terjadi pada 0-6 hari
(78,5%) dan prematuritas merupakan salah satu penyebab utama kematian.
Target MDG 2015 adalah menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) kelahiran
hidup menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan hasil Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKB masih 34/1.000 kelahiran
hidup (Sulaniet al, 2011).
Penyebab kematian bayi digolongkan berdasarkan usia yaitu penyebab kematian
bayi usia 0 7 hari dan kematian bayi usia 7 28 hari. Penyebab utama kematian bayi
usia 0 7 hari adalah gangguan pernapasan (35,9%) dan prematur (32,4%). Penyebab
utama kematian bayi usia 7 28 yaitu sepsis neonatorum (20,5%) dan malformasi
kongenital(18,1%) (Riset Kesehatan Dasar, 2007).
Kelahiran bayi prematur dan berat badan lahir rendah (BBLR) di Indonesia
masih tergolong tinggi. Kelahiran bayi prematur selalu diikuti dengan BBLR.
Prevalensi bayi prematur di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 7 14%, bahkan
di beberapa kabupaten mencapai 16%. Prevalensi ini lebih besar dari beberapa negara
berkembang yaitu 5 - 9% dan 12 13% di USA. Prevalensi nasional BBLR 11,5%.
Sebanyak 16 propinsi mempunyai prevalensi BBLR di atas prevalensi nasional yaitu
Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Banten, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Kalimantan selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara,
Papua Barat dan Papua (Bowden, 1998; Hockenberry, 2007; Pilliteri, 2003; Riset
Kesehatan Dasar, 2007).
Penyebab kematian bayi prematur dihubungkan dengan masalah yang terjadi
akibat immaturitas organ yang menyebabkan komplikasi prematur. Penyebab
terbanyak kematian bayi prematur adalah Respiratory Distress Syndrome ( RDS).
Penyebab lain kematian bayi prematur adalah asfiksia saat lahir, infeksi, malformasi
kongenital, kernicterus akibat hipotermi atau konjugasi bilirubin (Pilliteri, 2003;
Riskesdas, 2007).
Perawat professional khususnya perawat anak mempunyai tanggung jawab
untuk memberikan perawatan yang berkualitas tinggi kepada setiap anak. Salah satu
peran perawat anak sebagai care provider (pemberi perawatan utama) yaitu perawat
anak memberikan perawatan langsung kepada anak dan keluarganya pada waktu sakit,
luka dan penyembuhan. Peran perawatan anak pada bayi prematur adalah
memberikan asuhan keperawatan dengan memperhatikan upaya mempertahankan dan
mendukung pertumbuhan dan perkembangan normal (Bobak, Lowdermik & Jensen,
2005; Hockenberry & Wilson, 2007; Potter & Perry, 2005).
Intervensi keperawatan bayi untuk mencegah komplikasi dan merangsang
pertumbuhan serta perkembangan bayi adalah dengan memberikan terapi
komplementer. Terapi komplementer merupakan suatu pendekatan perawatan yang
dapat digunakan dalam hubungannya dengan terapi medik secara konvensional.
Terapi komplementer yang sering digunakan pada bayi prematur adalah terapi pijat
dan terapi musik. Manfaat terapi komplementer pada bayi prematur ini telah
dibuktikan dalam beberapa penelitian yang telah dilaksanakan (Bobak, Lowdermik &
Jensen, 2005; Delaune & Ladner, 2002; Snyder & Lindquist, 2002).
Banyak studi yang menunjukkan manfaat jangka pendek musik yaitu
mempercepat kenaikan berat badan, meningkatkan pola tidur, dan kewaspadaan yang
lebih besar pada minggu-minggu setelah dilahirkan. Salah satu penelitian terapi musik
dilakukan oleh penelitian Caine (1991) yang mengidentifikasi efek musik terhadap
tingkah laku stress, berat badan, kalori, pemasukan formula, dan lama hari rawat.
Studi dilakukan pada 52 bayi prematur dan BBLR di neonatal intensive care unit
(NICU). Musik diberikan selama 60 menit. Penelitian ini menemukan bahwa musik
bermanfaat untuk mengurangi kehilangan berat badan, meningkatkan berat badan
harian, meningkatkan pemasukan formula dan kalori, menurunkan lama hari rawat,
menurunkan perilaku stress pada bayi.
Penelitian lain dilakukan oleh Vogtmann (2002) yang mengkaji tentang efek
terapi musik pada bayi prematur. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat efek
positif pemberian terapi musik dihubungkan dengan keadaan fisiologis dan tingkah
laku bayi. Penelitian ini menggunakan musik dari Vogtmann yaitu the breath of a new
life. Musik ini ditempatkan di dalam inkubator dengan alat stereo khusus selama 43
menit. Hasil penelitian ini mengidentifikasi beberapa efek positif musik yaitu
meningkatkan saturasi oksigen dalam darah, mengurangi penurunan saturasi (jumlah,
kedalaman, dan durasi per menit), menurunkan basal heart frequency per menit,
meningkatkan suhu pusat dan perifer.
Uraian di atas memperlihatkan bahwa terapi musik memiliki efek yang positif
bagi bayi dengan berat badan rendah. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka
penulis tertarik untuk menerapkan pada By. N dengan menggunakan terapi music
lullaby untuk meningkatkan beratbadan bayi dan suhutubuh.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Penerapan bertujuan agar efektifitas terapi musik terhadap peningkatan berat
badan dan peningkatan suhu bayi mengalami peningkatan dan suhu tubuh normal.
2. Tujuan Khusus
a. Gambaran peningkatan berat badan harian
b. Gambaran peningkatan suhu tubuh harian

Anda mungkin juga menyukai