Anda di halaman 1dari 20

Disusun oleh:

Irwan hidayat (13330013)


Farmasi A

FMIPA
Farmasi ISTN
Jakarta,2013
PENDAHULUAN
Artritis Reumatoid (AR) salah satu dari beberapa penyakit rematik adalah suatu
penyakit otoimun sistemik yang menyebabkan peradangan pada sendi. Penyakit
ini ditandai oleh peradangan sinovium yang menetap, suatu sinovitis proliferatifa
kronik non spesifik. Dengan berjalannya waktu, dapat terjadi erosi tulang,
destruksi (kehancuran) rawan sendi dan kerusakan total sendi. Akhirnya, kondisi
ini dapat pula mengenai berbagai organ tubuh.
Penyakit ini timbul akibat dari banyak faktor mulai dari genetik (keturunan)
sampai pada gaya hidup kita (merokok). Salah satu teori nya adalah akibat dari
sel darah putih yang berpindah dari aliran darah ke membran yang berada
disekitar sendi.
Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkena nya artritis reumatoid
adalah;
Jenis Kelamin Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki.
Perbandingannya adalah 2-3:1.
Umur Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun.
Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (artritis
reumatoid juvenil)
Riwayat Keluarga Apabila anggota keluarga anda ada yang menderita
penyakit artritis rematoid maka anda kemungkinan besar akan terkena juga.
MerokokMerokok dapat meningkatkan risiko terkena artritis reumatoid.
Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda dari AR dapat dilihat sebagai berikut;
Nyeri sendi
Pembengkakan sendi
Nyeri sendi bila disentuh atau di tekan
Tangan kemerahan
Lemas
Kekakuan pada pagi hari yang bertahan sekitar 30 menit
Demam
Berat badan turun
Artritis reumatoid biasanya menyebabkan masalah dibeberapa sendi dalam
waktu yang sama. Pada tahap awal biasanya mengenai sendi-sendi kecil seperti,
pergelangan tangan, tangan, pergelangan kaki, dan kaki. Dalam perjalanan
penyakitnya, selanjutnya akan mengenai sendi bahu, siku, lutut, panggul, rahang
dan leher.

Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaaan darah rutin.
Orang dengan RA pemeriksaan rasio sedimen eritrosit (ESR) cenderung
meningkat, pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya proses peradangan
dalam tubuh. Pemeriksaan darah lain yang biasa nya dilakukan adalah
pemeriksaan antibodi seperti faktor rheumatoid dan anti-CCP.
Selain itu juga dapat dilakukan analisa cairan sendi. Dokter anda akan
mengambil cairan sendi dengan menggunakan jarum steril, lalu cairan sendi
akan dianalisa apakah terdapat peningkatan kadar leukosit atau tidak dan juga
dapat menyingkirkan kemungkinan penyakit rematik lainnya.
Pemeriksaan foto rontgen dilakukan untuk melihat progesifitas penyakit RA. Dari
hasil foto dapat dilihat adanya kerusakan jaringan lunak maupun tulang.
Pemeriksaaan ini dapat memonitor progresifitas dan kerusakan sendi jangka
panjang.
Tata Laksana
Penyakit rheumatoid arthritis tidak dapat disembuhkan. Tujuan dari pengobatan
adalah mengurangi peradangan sendi untuk mengurangi nyeri dan mencegah
atau memperlambat kerusakan sendi. Secara umum pengobatan yang dapat
dilakukan adalah pemberian obat-obatan dan operasi.
Dibawah ini adalah contoh-contoh obat yang dapat diberikan;
NSAIDs. Obat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID) dapat mengurangi gejala
nyeri dan mengurangi proses peradangan. Yang termasuk dalam golongan ini
adalah ibuprofen dan natrium naproxen. Golongan ini mempunyai risiko efek
samping yang tinggi bila di konsumsi dalam jangka waktu yang lama.
Kortikosteroid. Golongan kortikosteroid seperti prednison dan metilprednisolon
dapat mengurangi peradangan, nyeri dan memperlambat kerusakan sendi.
Dalam jangka pendek kortikosteroid memberikan hasil yang sangat baik, namun
bila di konsumsi dalam jangka panjang efektifitasnya berkurang dan memberikan
efek samping yang serius.
Obat remitif (DMARD). Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka panjang.
Oleh karena itu diberikan pada stadium awal untuk memperlambat perjalanan
penyakit dan melindungi sendi dan jaringan lunak disekitarnya dari kerusakan.
Yang termasuk dalam golongan ini adalah klorokuin, metotreksat salazopirin, dan
garam emas.
Pembedahan menjadi pilihan apabila pemberian obat-obatan tidak berhasil
mencegah dan memperlambat kerusakan sendi. Pembedahan dapat
mengembalikan fungsi dari sendi anda yang telah rusak. Prosedur yang dapat
dilakukan adalah artroplasti, perbaikan tendon, sinovektomi.
Istilah rheumatism berasal dari bahasa Yunani, rheumatismos, yang berarti
mukus; suatu cairan yang dianggap jahat, mengalir dari otak ke sendi dan
struktur lain tubuh sehingga menimbulkan rasa nyeri. Beberapa penelitian
menunjukkan memang ada perubahan struktur mucine sendi (mukopolisakarida,
asam hialuronat) pada beberapa jenis penyakit reumatik, sehingga istilah yang
telah agak lama dipakai itu agaknya masih sesuai sampai saat ini.
Setiap kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada sistem muskuloskeletal disebut
reumatik, termasuk penyakit jaringan ikat (penyakit kolagen). Sedangkan istilah
artritis, umumnya dipakai bila sendi merupakan tempat utama penyakit reumatik.
Reumatologi adalah ilmu yang mempelajari penyakit sendi, termasuk penyakit
artritis, fibrositis, bursitis, neuralgia dan kondisi lainnya yang menimbulkan nyeri
somatik dan kekakuan.
Hingga kini dikenal lebih dari 100 macam penyakit sendi yang seringkali
memberikan gejala yang hampir sama. Oleh karena itu pendekatan diagnostik
sangat diperlukan agar didapatkan diagnosis yang tepat, sehingga pasien
akhirnya memperolah penatalaksanaan yang adekuat. Perlu diingat pula bahwa
gangguan reumatik dapat merupakan manifestasi artikular berbagai penyakit dan
sebaliknya beberapa penyakit reumatik mempunyai manifestasi ekstra-artikular
pada berbagai organ]
BAB II
REUMATOID ARTRITIS

2.1. Definisi
Artritis Reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang
walaupun manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progesif, akan tetapi
penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien
artritis reumatoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai
dengan sifat progesifitasnya. Pada umumnya selain gejala artikular, AR dapat
pula menunjukkan gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah
atau gangguan organ non artikular lainnya.
Artritis Reumatoid ditandai dengan adanya peradangan dari lapisan selaput
sendi (sinovium) yang mana menyebabkan sakit, kekakuan, hangat, bengkak dan
merah. Peradangan sinovium dapat menyerang dan merusak tulang dan
kartilago. Sel penyebab radang melepaskan enzim yang dapat mencerna tulang
dan kartilago. Sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan kelurusan pada
sendi, yang menghasilkan rasa sakit dan pengurangan kemampuan bergerak.
Artritis adalah inflamasi dengan nyeri, panas, pembengkakan, kekakuan dan
kemerahan pada sendi. Akibat artritis, timbul inflamasi umum yang dikenal
sebagai artritis reumatoid yang merupakan penyakit autoimun.14
Manifestasi tersering penyakit ini adalah terserangnya sendi yang umumnya
menetap dan progresif. Mula-mula yang terserang adalah sendi kecil tangan dan
kaki. Seringkali keadaan ini mengakibatkan deformitas sendi dan gangguan
fungsi disertai rasa nyeri.16
2.2. Epidemiologi
Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan
tersebar luas di seluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik.
Prevalensi Artritis Reumatoid adalah sekitar 1 persen populasi (berkisar antara
0,3 sampai 2,1 persen).15 Artritis Reumatoid lebih sering dijumpai pada wanita,
dengan perbandingan wanita dan pria sebesar 3:1.7 Perbandingan ini mencapai
5:1 pada wanita dalam usia subur.
Artritis Reumatoid menyerang 2,1 juta orang Amerika, yang kebanyakan wanita.
Serangan pada umumnya terjadi di usia pertengahan, nampak lebih sering pada
orang lanjut usia. 1,5 juta wanita mempunyai artritis reumatoid yang
dibandingkan dengan 600.000 pria.

2.3. Etiologi
Penyebab Artritis Reumatoid masih belum diketahui. Faktor genetik dan
beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit
ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks
histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR seropositif.
Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini.8
Kecenderungan wanita untuk menderita AR dan sering dijumpainya remisi pada
wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor
keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada
penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian hormon estrogen eksternal
tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga
kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan
penyebab penyakit ini.8
Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab AR. Dugaan faktor
infeksi sebagai penyebab AR juga timbul karena umumnya onset penyakit ini
terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi
yang mencolok. Walaupun hingga kini belum berhasil dilakukan isolasi suatu
mikroorganisme dari jaringan sinovial, hal ini tidak menyingkirkan kemungkinan
bahwa terdapat suatu komponen peptidoglikan atau endotoksin mikroorganisme
yang dapat mencetuskan terjadinya AR. Agen infeksius yang diduga merupakan
penyebab AR antara lain adalah bakteri, mikoplasma atau virus.8,10
Heat shock protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang (60
sampai 90 kDa) yang dibentuk oleh sel seluruh spesies sebagai respons
terhadap stress. Walaupun telah diketahui terdapat hubungan antara HSP dan
sel T pada pasien AR, mekanisme ini belum diketahui dengan jelas.10
2.4. Patogenesis
Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis AR terjadi akibat rantai
peristiwa imunologis sebagai berikut :
Suatu antigen penyebab AR yang berada pada membran sinovial, akan diproses
oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel
sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang semuanya mengekspresi
determinan HLA-DR pada membran selnya. Antigen yang telah diproses akan
dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan determinan HLA-DR yang
terdapat pada permukaan membran APC tersebut membentuk suatu kompleks
trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan interleukin-1 (IL-1) yang
dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan menyebabkan
terjadinya aktivasi sel CD4+.
Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan
mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang
diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada
permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya mitosis dan proliferasi
sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan berlangsung terus selama antigen
tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+ yang telah teraktivasi
juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-interferon, tumor necrosis
factor b (TNF-b), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4), granulocyte-
macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain
yang bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya
dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi.
Produksi antibodi oleh sel B ini dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.
Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan
membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang
sendi. Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang
akan membebaskan komponen-komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a
merupakan faktor kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular
juga dapat menarik lebih banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke
arah lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran sinovial menunjukkan
bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada AR adalah peningkatan permeabilitas
mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin pada
membran sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan dan
pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease
neutral (collagenase dan stromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan
sendi dan tulang.8,10 Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya
depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan
viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen
dan proteoglikan rawan sendi.
Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat
merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan
TNF-b.
Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab
dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada AR, antigen atau
komponen antigen umumnya akan menetap pada struktur persendian, sehingga
proses destruksi sendi akan berlangsung terus.10 Tidak terhentinya destruksi
persendian pada AR kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya faktor
reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc
IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor reumatoid akan berikatan
dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga proses
peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga
menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya
pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam
arakidonat.
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan kompleks
imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang paling
destruktif dalam patogenesis AR. Pannus merupakan jaringan granulasi yang
terdiri dari sel fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel
radang. Secara histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus
terdapatnya sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan
kolagen dan proteoglikan.7
2.5. Gambaran Klinis
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis
reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang
bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat
bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun
dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di
tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir
semua sendi diartrodial dapat terserang.
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata
tatapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan
sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa
menit dan selalu kurang dari 1 jam.
4. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik.
Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat
dilihat pada radiogram.
5. Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan
perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi
metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa
deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat
protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi
metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan
kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi.
6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada
sekitar sepertiga orang dewasa penderita arthritis rheumatoid. Lokasi yang paling
sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang
permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula-nodula ini dapat
juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya
merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
7. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-
organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan
pembuluh darah dapat rusak.
Tangan
Berlainan dengan persendian distal interphalangeal (DIP) yang relatif jarang
dijumpai, keterlibatan persendian pergelangan tangan, MCP dan PIP hampir
selalu dijumpai pada AR. Gambaran swan neck deformities akibat fleksi
kontraktur MCP, heperekstensi PIP dan fleksi DIP serta boutonniere akibat fleksi
PIP dan hiperekstensi DIP dapat terjadi akibat kontraktur otot serta tendon
fleksor dan interoseus merupakan deformitas patognomonik yang banyak
dijumpai pada AR
Selain gejala yang berhubungan dengan sinovitis, pada AR juga dapat dijumpai
nyeri atau disfungsi persendian akibat penekana nervus medianus yang
terperangkap dalam rongga karpalis yang mengalami sinovitis sehingga
menyebabkan gejala carpal tunnel syndrome. Walaupun jarang, nervus ulnaris
yang berjalan dalam kanal Guyon dapat pula mengalami penekanan dengan
mekanisme yang sama.
AR dapat pula menyebabkan terjadinya tenosinovitis akibat pembentukan nodul
reumatoid sepanjang sarung tendon yang dapat menghambat gerakan tendon
dalam sarungnya. Tenosinovitis pada AR dapat menyebabkan terjadinya erosi
tendon dan mengakibatkan terjadinya ruptur tendon yang terlibat.
Panggul
Karena sendi panggul terletak jauh di dalam pelvis, kelainan sendi panggul akibat
AR umumnya sulit dideteksi dalam keadaan dini. Pada keadaan dini keterlibatan
sendi panggul mungkin hanya dapat terlihat sebagai keterbatasan gerak yang
tidak jelas atau gangguan ringan pada kegiatan tertentu seperti saat
mengenakan sepatu. Walaupun demikian, jika destruksi rawan sendi telah
terjadi, gejala gangguan sendi panggul akan berkembang lebih cepat
dibandingkan gangguan pada persendian lainnya.
Lutut
Penebalan sinovial dan efusi lutut umumnya mudah dideteksi pada pemeriksaan.
Herniasi kapsul sendi kearah posterior dapat menyebabkan terbentuknya kista
Baker.

Kaki dan Pergelangan Kaki


Keterlibatan persendian MTP, talonavikularis dan pergelangan kaki merupakan
gambaran yang khas AR. Karena persendian kaki dan pergelangan kaki
merupakan struktur yang menyangga berat badan, keterlibatan ini akan
menimbulkan disfungsi dan rasa nyeri yang lebih berat dibandingkan dengan
keterlibatan ekstremitas atas. Peradangan pada sendi talonavikularis akan
menyebabkan spasme otot yang berdekatan sehingga menimbulkan deformitas
berupa pronasio dan eversio kaki yang khas pada AR. Walaupun jarang, nervue
tibialis posterior dapat pula mengalami penekanan akibat sinovitis pada rongga
tarsalis (tarsal tunnel) yang dapat menimbulkan gejala parestesia pada telapak
kaki.
2.6. Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying
antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada artritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis.
2.7. Pemeriksaan Penunjang
Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat
menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada
pemeriksaan laboraturium terdapat:
1. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis reumatoid
terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis
paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit
kolagen, dan sarkoidosis.
2. Protein C-reaktif biasanya positif.
3. LED meningkat.
4. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
5. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
6. Trombosit meningkat.
7. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
Pada periksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering adalah
sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka juga sering
terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi
juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan sendi dan erosi.
2.8. Penatalaksanaan
Langkah pertama dalam diagnosis dari rheumatoid arthritis adalah suatu
pertemuan antara dokter dan pasien. Dokter meninjau sejarah gejala, meneliti
radang sendi dan kelainan bentuk, kulit untuk rheumatoid nodules, dan bagian
tubuh untuk radang. Tes darah tertentu dan X-ray sering berlaku. Diagnosis akan
berdasarkan pola gejala, yang mendistribusikan radang sendi, dan temuan dari
darah dan x-ray. Beberapa kunjungan mungkin diperlukan sebelum dokter dapat
menentukan diagnosis. Distribusi radang sendi adalah hal penting bagi dokter
dalam membuat diagnosis. Dalam rheumatoid arthritis, sendi kecil tangan,
pergelangan tangan, kaki, dan lutut yang biasanya meradang dalam distribusi
simetris (mempengaruhi kedua sisi tubuh). Bila hanya satu atau dua sendi yang
radang, diagnosis rheumatoid arthritis akan semakin sulit. Dokter mungkin akan
melakukan tes lainnya yang akan kita diskusi pada gambarberikutnya.
Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harus
dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara
pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang
merawatnya. Tanpa hubungan yang baik ini agaknya akan sukar untuk dapat
memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang
cukup lama.
1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang
akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien
untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.
2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang
sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan:
a. Aspirin
Pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari, kemudian
dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis
terapi 20-30 mg/dl.
b. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.
3. DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses
destruksi akibat artritis reumatoid. Mula khasiatnya baru terlihat setelah 3-12
bulan kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka efektivitasnya dalam menekan proses
reumatoid akan berkurang. Keputusan penggunaannya bergantung pada
pertimbangan risiko manfaat oleh dokter. Umumnya segera diberikan setelah
diagnosis artritis reumatoid ditegakkan, atau bila respon OAINS tidak baik, meski
masih dalam status tersangka.

Jenis-jenis yang digunakan adalah:


a. Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun
efektivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Dosis anjuran
klorokuin fosfat 250 mg/hari hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping
bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan,
dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b. Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enteric digunakan dalam dosis 1 x
500 mg/hari, ditingkatkan 500 mg per minggu, sampai mencapai dosis 4 x 500
mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai
dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam waktu 3
bulan tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti dengan yang lain,
atau dikombinasi. Efek sampingnya nausea, muntah, dan dyspepsia.
c. D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam
dosis 250-300 mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar
250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4x 250-300 mg/hari. Efek samping
antara lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis, stomatitis, dan pemfigus.
d. Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak diragukan
lagi meski sering timbul efek samping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan
intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama sebesar 10 mg,
seminggu kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg. Seminggu kemudian
diberikan dosis penuh 50 mg/minggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan
dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika
diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi
tercapai. Efek samping berupa pruritis, stomatitis, proteinuria, trombositopenia,
dan aplasia sumsum tulang. Jenis yang lain adalah auranofin yang diberikan
dalam dosis 2 x 3 mg. Efek samping lebih jarang dijumpai, pada awal sering
ditemukan diare yang dapat diatasi dengan penurunan dosis.
e. Obat imunosupresif atau imunoregulator.
Metotreksat sangat mudah digunakan dan waktu mula kerjanya relatif pendek
dibandingkan dengan yang lain. Dosis dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila
dalam 4 bulan tidak menunjukkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan. Dosis
jarang melebihi 20 mg/minggu. Efek samping jarang ditemukan. Penggunaan
siklosporin untuk artritis reumatoid masih dalam penelitian.
f. Kortikosteroid hanya dipakai untuk pengobatan artritis reumatoid dengan
komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti vaskulitis, karena obat ini memiliki
efek samping yang sangat berat. Dalam dosis rendah (seperti prednison 5-7,5
mg satu kali sehari) sangat bermanfaat sebagai bridging therapy dalam
mengatasi sinovitis sebelum DMARD mulai bekerja, yang kemudian dihentikan
secara bertahap. Dapat diberikan suntikan kortikosteroid intraartikular jika
terdapat peradangan yang berat. Sebelumnya, infeksi harus disingkirkan terlebih
dahulu.3
4. Riwayat Penyakit alamiah
Riwayat penyakit alamiah AR sangat bervariasi. Pada umumnya 25% pasien
akan mengalami manifestasi penyakit yang bersifat monosiklik (hanya mengalami
satu episode AR dan selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Pada pihak
lain sebagian besar pasien akan menderita penyakit ini sepanjang hidupnya
dengan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis polisiklik).
Sebagian kecil lainnya akan menderita AR yang progresif yang disertai dengan
penurunan kapasitas fungsional yang menetap pada setiap eksaserbasi.12
Penelitian jangka panjang menunjukkan bahwa dengan pengobatan yang
digunakan saat ini, sebagian besar pasien AR umumnya akan dapat mencapai
remisi dan dapat mempertahankannya dengan baik pada 5 atau 10 tahun
pertamanya. Setelah kurun waktu tersebut, umumnya pasien akan mulai
merasakan bahwa remisi mulai sukar dipertahankan dengan pengobatan yang
biasa digunakan selama itu. Hal ini mungkin disebabkan karena pasien sukar
mempertahankan ketaatannya untuk terus berobat dalam jangka waktu yang
lama, timbulnya efek samping jangka panjang kortikosteroid. Khasiat DMARD
yang menurun dengan berjalannya waktu atau karena timbulnya penyakit lain
yang merupakan komplikasi AR atau pengobatannya. Hal ini masih merupakan
persoalan yang banyak diteliti saat ini, karena saat ini belum berhasil dijumpai
obat yang bersifat sebagai disease controlling antirheumatic therapy (DC-ART).9
5. Rehabilitasi pasien AR
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat kemampuan
pasien AR dengan cara:1
Mengurangi rasa nyeri
Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi
Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot
Mencegah terjadinya deformitas
Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri
Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada orang lain.
Rehabilitasi dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain dengan
mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan serta dengan menggunakan
modalitas terapi fisis seperti pemanasan, pendinginan, peningkatan ambang rasa
nyeri dengan arus listrik. Manfaat terapi fisis dalam pengobatan AR telah ternyata
terbukti dan saat ini merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam
penatalaksanaan AR.
Bagian lain tubuh, selain sendi, yang dipengaruhi oleh rheumatoid radang
dirawat secara individual. Sjogren's syndrome (seperti yang dijelaskan di atas,
melihat gejala) dapat membantu dengan air mata buatan dan kelembaban kamar
di rumah atau kantor anda. Obat tetes mata, cortisporine ophthalmic drops
(Restasis), juga tersedia untuk membantu mata kering pada orang-orang yang
terpengaruh. Tetap check-up mata dan antibiotik awal untuk pengobatan infeksi
mata adalah penting. Radang otot (tendinitis), bursae (radang kandung lendir),
dan rheumatoid nodules dapat disuntik dengan cortisone. Peradangan lapisan
dari jantung dan/atau paru-paru atau mungkin memerlukan obat oral cortisone
dosis tinggi.

6. Pembedahan
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat
alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis
pengobatan ini pada pasien AR umumnya bersifat ortopedik, misalnya
sinovektoni, artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan
sebagainya.
2.9. Artritis Reumatoid Juvenilis
Anak-anak dapat terkena AR seperti orang dewasa. Di Amerika Serikat 13,9/
100.000. Terdapat tiga subtipe AR juvenilis bila dipandang dari awitan gejalanya.
Awitan sistemik (penyakit still) mengenai sekitar 20% dari semua kasus. Anak
laki-laki dan perempuan terserang dalam jumlah yang sebanding. Bentuk ini
dapat terjadi pada setiap usia. Sesuai dengan namanya penyakit ini melibatkan
berbagai sistem organ, namun disamping itu juga mengakibatklan poliartritis
klinik. Subtipe ini memiliki prognosis terburuk dari antara ketiga tipe dan dapat
menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan.
Awitan poliartikular bertanggung jawab atas sekitar 40% dari semua kasus. Anak
perempuan diserang dengan rasio 2:1 bila dibandingkan dengan anak laki-laki,
dan bentuk ini juga dapat terjadi pada semua umur. Lima atau lebih sendi
terserang pada saat yang bersamaan tetapi biasanya hanya mengkibatkan
kelainan ekstra artikular yang tidak berat. Bentuk ini memiliki prognosis yang
lebih baik daripada awitan sistemik, tetapi dapat juga menyebabkan
keterlambatan pertumbuhan.
Awitan pausiartikular bertanggung jawab atas kira-kira 40 dari semua kasus.
Anak perempuan yang diserang dengan rasio 6:1 bila dibandingkan dengan laki-
laki. Bentuk ini biasanya terjadi sebelum usia 6 tahun. Tidak lebih dari 4 sendi
akan diserang, dan biasanya tidak ada atau jarang terjadi kelainan ekstra-
artikular. Bentuk ini memiliki prognosis yang paling baik dari ketiga bentuk.
Penatalaksanaan artritis reumatoid juvenilis serupa dengan penatalaksanaan
penyakit ini pada orang dewasa, tetapi ada beberapa perbedaan penting.
Beberapa obat yang dipakai untuk orang dewasa tidak boleh diberikan pada
anak-anak. Kortikosteroid sistemik dapat menyebabkan keterlambatan
pertumbuhan, osteoporosis dan katarik. Beberapa obat imunosupresif dapat
menekan fungsi sumsum tulang, sterilitas, dan keganasan pada anak-anak.
BAB III
Kesimpulan
1. Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit autoimun sistemik menahun
yang proses patologi utamanya terjadi di cairan sinovial.
2. Penderita Artritis Reumatoid seringkali datang dengan keluhan artritis yang
nyata dan tanda-tanda keradangan sistemik. Baisanya gejala timbul perlahan-
lahan seperti lelah, demam, hilangnya nafsu makan, turunnya berat badan, nyeri,
dan kaku sendi.
3. Meskipun penderita artritis reumatoid jarang yang sampai menimbulkan
kematian, namun apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan gejala
deformitas/cacat yang menetap. Selain itu karena penyakit ini bersifat kronis dan
sering kambuh, maka penderita akan mengalami penurunan produktivitas
pekerjaan karena gejala dan keluhan yang timbul menyebabkan gangguan
aktivitas fisik, psikologis, dan kualitas hidup menderita.
4. Meskipun prognose untuk kehidupan penderita tidak membahayakan, akan
tetapi kesembuhan penyakit sukar tercapai.
5. Tujuan pengobatan adalah menghasilkan dan mempertahankan remisi atau
sedapat mungkin berusaha menekan aktivitas penyakit tersebut. Tujuan utama
dari program terapi adalah meringankan rasa nyeri dan peradangan,
mempertahankan fungsi sendi dan mencegah dan/atau memeperbaiki
deformaitas.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Ed.III, hal. 536-539. Jakarta:
Media Aeculapius.
Daud. R. dan Adnan H.M., 1996, Artritis Reumatoid Dalam: Noer S. (Editor) Buku
Ajar Penyakit Dalam Jilid I, ed. III. Hal. 62-70. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Howard L. Weiner, Lawrence P. Levitt, 2001, Buku Saku Neurologi, Edisi V, hal.
232, Jakarta: EGC.
Michael A. Carter, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Buku 2, Edisi IV, hal.
Nasution, Artritis Reumatoid, 1996, Aspek Genetik Penyakit Reumatik dalam
Noer S (Editor) Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I, ed. III, hal 29-36. Jakarta: Balai
penerbit FKUI.
Peter E. L., 2000,Arthritis Rheumatoid, Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit
Dalam, ed XIII, vol.4, hal 1840-1847, Jakarta:EGC.
Price, SA. Dan Wilson LM., 1993, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit bag 2. Ed. II. Hal 410-441. Jakarta: EGC.
Randall King, MD., 2003, Rheumatoid Arthritis, http://www.emedicine.co

Anda mungkin juga menyukai