Fiqih Berjamaah
Fiqih Berjamaah
Makalah
Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah
Dosen Pembimbing : Dr. H. Yasin, M. Ag
Disusun oleh :
Yusni Amelia (1320310026)
Dwi Aryanti (1520310001)
Ana Faridatun N. (1520310002)
Anggun Dewi Saraswati (1520310003)
BAB II
PEMBAHASAN
Ketika terjadi perbedaan madzhab antara Imam dan makmum, sedangkan imam
melakukan hal-hal yang menurut keyakinan makmum bisa membatalkan shalat,
maka hukum berjamaah dengan imam tersebut diperinci sebagai berikut :
1. Jika perbedaannya pada furu ijtihadiyyah yaitu hasil istimbath para imam.
Misal, imam bermadzhab Maliki dimana tidak membaca Basmalah dalam
Fatihahnya sedangkan makmumnya bermadzhab Syafii yang menyatakan
basmalah wajib dalam Fatihah, atau tidak meyakini kewajiban tertib dalam
wudhunya sedangkan makmumnya bermadzhab Syafii yang mewajibkan
untuk tertib, dan misal-misal lain sekiranya sah menurut pandangan Imam
namun batal menurut pandangan makmum atau sebaliknya, maka terdapat
perbedaan pendapat di kalangan ulama sebagai berikut :
a. Menurut pendapat Imam Qoffal memandang pada keyakinan Imam,
sehingga apabila menurut keyakinannya (dalam madzhab imam) sah
maka sah juga bagi makmum untuk bermakmum dengannya secara
mutlak.
b. Menurut pendapat Abu Ishaq al-Isfiroyini tidak sah secara mutlak.
c. Jika Imam melakukan persyaratan kesahannya shalat menurut keyakinan
makmum, maka sah, tapi jika meninggalkannya, maka tidak sah.
d. Menurut pendapat Imam Abu Ishaq al-Mirwazi, Abu Hamid, Al-
Bandaniji, Qadhi Abu Thayyib dan dan mayoritas ulama sekaligus
sebagai pendapat yang paling kuat dari pendapat-pendapat sebelumnya
mendasarkan pada keyakinan makmum. Apabila makmum mengetahui
secara pasti bahwa imamnya melakukan sesuatu yang berakibat tidak
sahnya shalat imam, maka tidak sah. Namun jika mengetahui bahwa
imam telah sesuai dengan persyaratan sahnya shalat dalam keyakinan
makmum atau meragukannya, maka tetap sah.
2. Jika perbedaannya bukan furu ijtihadiyyah melainkan pada perkara lainnya
seperti perbedaan antara imam dan makmum dalam penentuan arah
kiblatmaka tidak diperbolehkan satu sama lain untuk shalat berjamaah.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA