Anda di halaman 1dari 21

AGENCY THEORY & ANALYSIS OF CONFLICT

Disusun Sebagai Bahan Presentasi Mata Kuliah Teori Akuntansi

Disusun Oleh :

Firman Rato Risky

Gayatri Perwitasari

Annisa Rizkaninghadi

JOINT PROGRAM MAGISTER

DAN PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini kebutuhan informasi akuntansi terus berkembang pesat. Informasi tersebut
tidak hanya dibutuhkan bagi para manajer perusahaan yang bersifat internal melainkan
para investor, kreditur, dan pemerintah yang sifatnya pengguna eksternal perusahaan.
Informasi yang disajikan tidak hanya meliputi laba atu rugi nya suatu entitas bisinis
melainkan koreksi serta pandangan atas potensi perusahaan kedepannya. Dengan
demikian informasi yang diberikan harus dapat memberikan manfaat bagi penggunannya
sehingga dapat memberikan sumbangsi dalam pengambilan keputusan.

Informasi yang bermanfaat adalah informasi yang jauh dari salah saji matrial, telebih
dapat memenuhi kualifikasi kualitas informasi yakni relevan, reliabilitas dan dapat
dipahami. Dengan melihat pengguna dari informasi tersebut banyak terjadi kesenjangan
antara pihak manajemen selaku pelaku operasional perusahaan dan pihak pemegang
saham atau investor yang menjadi pihak pengguna informasi akuntansi yang disajikan.
Melihat hal tesebut terdapat gap antara pihak manajer dan pihak investor terkait informasi
yang di peroleh bagi keduannya. Apakah informasi yang disajikan sudah sesuai dengan
kondisi perusahaan ataukan terdapat informasi yang ditutupi oleh pihak manajemen
dalam menyajikan informsi tersebut. Oleh karenanya perlu adanya keselarasan informasi
bagi para pengguna informasi agar tidak terdapat ketimpangan bagi para pengguna dalam
pengembilan keputusan.

Penyelarasan informasi dapat dilakukan dengan cara mengadakan penelitian dibidang


akuntansi. Salah satu sumbangsi penelitian dibidang akuntansi, khususnya bagi teori
akuntansi adalah teori keagenan (Agency Theory). Teori keagenan merupakan salah satu
teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari
perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek prilaku manusia
dalam model ekonomi.

Teori keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang
dipakai selama ini. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara

Agency Theory 2
pihak yang memberi wewenang yakni investor dengan pihak yang menerima wewenang
(agensi) yaitu manager. Menurut teori ini, hubungan antara pemilik dan manajer pada
hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan (Conflict
of Interest). Pertentangan dan tarik-menarik kepentingan antara prinsipal dan agen dapat
menimbulkan permasalahan yang dalam Agency Theory dikenal sebagai Asymmetric
Information (AI).

Adanya AI dan Conflict of Interest pada manager/agen, memungkinkan mereka untuk


mengambil keputusaan dan kebijakan yang kurang bermanfaat bagi perusahaan. Adanya
kondisi ini menimbulkan tata kelola perusahaan yang kurang sehat karena tidak adanya
keterbukaan dari manajemen untuk mengungkapkan hasil kinerjanya kepada prinsipal
sebagai pemilik perusahaan. Agency Theory menganalisis dan mencari solusi atas dua
permasalahan yang muncul dalam hubungan antara para prinsipal (pemilik/pemegang
saham) dan agen (manajemen).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, rumusan masalah dalam
penulisan ini antara lain :

1. Apa yang dimaksud dengan Agency Theory ?

2. Bagaimana Konsep dalam Agency Theory ?

3. Bagaimana praktik Agency Theory dalam akuntansi dan aplikasi dalam roda
perusahaan ?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :

1. Mengetahui maksud dan tujuan Agency Theory

2. Mengetahui konsep Agency Theory

3. Mengetahui praktik Agency Theory dalam akuntansi dan roda perusahaan

Agency Theory 3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Agency Theory


Agency Theory merupakan bidang yang populer akhir-akhir ini. Pemisahan pemilik
dan manajemen di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori
keagenan). Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset
akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan
dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi
mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham atau pemilik dan manajemen
atau manajer. Menurut teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya
sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan.
Salah satu hipotesis dalam teori keagenan ini adalah bahwa manajemen akan mencoba
memaksimalkan kesejahteraannya sendiri dengan cara meminimalisir berbagai biaya
keagenan (agency cost). Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan agency
cost sebagai jumlah dari biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan
terhadap agen. Hipotesis ini tidak sama artinya dengan hipotesis yang menyebutkan
bahwa manajemen mencoba memaksimalkan nilai perusahaan (value of the firm). Oleh
karena itu, manajemen diasumsikan akan memilih prinsip akuntansi yang sesuai dengan
tujuannya memaksimalkan kepentingannya, bukan untuk memaksimalkan nilai
perusahaan.
Menurut Anthony dan Govindrajan (2005) teori agensi adalah hubungan atau kontrak
antara principal dan agent. Teori agensi memiliki asumsi bahwa tiap-tiap individu
semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik
kepentingan antara principal dan agent.
Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang
(prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal
serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal.
Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan
nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan
kepentingan prinsipal.
Sedangkan menurut Lambert (2001) dalam Sanjaya (2008) teori keagenan
menyatakan bahwa antara manajemen dan pemilik mempunyai kepentingan yang
berbeda. Model keagenan tersebut dirancang sebuah sistem dimana melibatkan kedua
belah pihak dalam suatu perusahaan. Perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan

Agency Theory 4
dan kepemilikan akan rentan terjadi konflik keagenan. Oleh karena itu, diperlukan
kontrak kerja yang baik dan jelas antara pemilik (principal) dan manajemen (agent),
sehingga kesepakatan tersebut diharapkan dapat memaksimumkan utilitas principal, dan
dapat memuaskan serta menjamin agen untuk menerima reward. Utilitas dan reward
tersebut didapat dari hasil aktivitas pengelolaan perusahaan yang tercermin dalam laba
perusahaan.
Teori keagenan atau agency theory mengasumsikan bahwa semua individu bertindak
atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai principal diasumsikan hanya
tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau peningkatan investasi di
perusahaan, sedangkan para agen diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi
keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut.
Karena perbedaan kepentingan ini, masing-masing pihak berusaha untuk
memperbesar keuntungan bagi diri sendiri. Principal menginginkan pengembalian yang
semaksimal mungkin dan secepatnya atas investasi yang salah satunya dicerminkan
dengan kenaikan porsi dividen dari tiap saham yang dimiliki. Agen menginginkan
kepentingannya diakomodir dengan pemberian kompensasi/bonus/insentif/remunerasi
yang memadai. Principal menilai prestasi agen berdasarkan kemampuannya
memperbesar laba untuk dialokasikan pada pembagian dividen. Makin tinggi laba, harga
saham dan dividen, maka agen dianggap berhasil atau memiliki kinerja yang baik
sehingga layak mendapat insentif yang tinggi.
2.2. Konsep Teori Keagenan
Konsep agency theory mendasarkan pada hubungan antara principal sebagai pemilik
atau pemegang saham, sedangkan manajemen sebagai agen. Principal merupakan pihak
yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama principal, sedangkan
agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh principal untuk menjalankan perusahaan.
Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan oleh
principal kepadanya.
Aplikasi agency theory dapat terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur
proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan
kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak kerja merupakan seperangkat aturan yang
mengatur mengenai mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, return maupun
resiko-resiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen. Kontrak kerja akan menjadi optimal
bila kontrak dapat fairness (mencapai keadilan) yaitu mampu menyeimbangkan antara
principal dan agen yang secara sistematis memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang
optimal oleh agen dan pemberian insentif imbalan khusus yang memuaskan dari

Agency Theory 5
principal ke agen. Inti dari agency theory adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk
menyelaraskan kepentingan principal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan
(Scott, 1997).
Menurut Eisenhard (1989), teori keagenan dilandasi oleh 3 buah asumsi yaitu:
a) Asumsi tentang sifat manusia
Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk
mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas
(bounded rationality), dan tidak menyukai resiko (risk aversion).
b) Asumsi tentang keorganisasian
Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi
sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information (AI) antara
prinsipal dan agen.
c) Asumsi tentang informasi
Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang
komoditi yang bisa diperjualbelikan.
Baik prinsipal maupun agen, keduanya mempunyai bargaining position. Principal
sebagai pemilik modal mempunyai hak akses pada informasi internal perusahaan,
sedangkan agen yang menjalankan operasional perusahaan mempunyai informasi tentang
operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh, namun agen tidak mempunyai
wewenang mutlak dalam pengambilan keputusan, apalagi keputusan yang bersifat
strategis, jangka panjang dan global. Hal ini disebabkan untuk keputusan-keputusan
tersebut tetap menjadi wewenang dari principal selaku pemilik perusahaan.
Adanya posisi, fungsi, kepentingan dan latar belakang principal dan agen yang saling
bertolak belakang namun saling membutuhkan ini, mau tidak mau dalam praktiknya akan
menimbulkan pertentangan dengan saling tarik-menarik pengaruh dan kepentingan
antara satu sama lain. Apabila agen (yang berperan sebagai penyedia informasi bagi
principal dalam pengambilan keputusan) melakukan upaya sistematis yang dapat
menghambat principal dalam pengambilan keputusan strategis melalui penyediaan
informasi yang tidak transparan, sedang di lain pihak principal selaku pemilik modal
bertindak semaunya atau sewenang-wenang karena ia merasa sebagai pihak yang paling
berkuasa dan penentu keputusan dengan wewenang yang tak terbatas, maka kemudian
yang terjadi adalah pertentangan yang semakin tajam yang akan menyebabkan konflik
yang berkepanjangan yang pada akhirnya merugikan semua pihak. Baik prinsipal
maupun agen diasumsikan sebagai orang ekonomi (homo economicsus) yang berperilaku
ingin memaksimalkan kepentingannya masing-masing.
Terdapat cara-cara langsung yang digunakan pemegang saham untuk memonitor
manajemen perusahaan sehingga membantu memecahkan konflik keagenan. Pertama,

Agency Theory 6
pemegang saham mempunyai hak untuk mempengaruhi cara perusahaan dijalankan
melalui voting dalam rapat umum pemegang saham , hak voting pemegang saham
merupakan bagian penting dari asset keuangan mereka. Kedua, pemegang saham
melakukan resolusi dimana suatu kelompok pemegang saham secara kolektif melakukan
lobby terhadap manajer (mewakili perusahaan) berkenaan dengan isu-isu yang tidak
memuaskan mereka. Pemegang saham juga mempunyai opsi divestasi 10 (menjual
saham mereka), divestasi mereprestasikan suatu kegagalan dari perusahaan untuk
mempertahankan investor, dimana divestasi diakibatkan oleh ketidakpuasan pemegang
saham atas aktivitas manajer ( Warsono, 2009).
2.3. Agency Theory dalam Praktik Akuntansi dan Aplikasinya pada Pengelolaan
Perusahaan
Teori keagenan memberikan peranan penting bagi akuntansi terutama dalam
menyediakan informasi setelah suatu kejadian yang disebut sebagai peranan pasca
keputusan. Peranan ini sering diasosiasikan dengan peran pengurusan (stewardship)
akuntansi, dimana seorang agen melapor kepada prinsipal tentang kejadian-kejadian di
masa lalu. Inilah yang memberi akuntansi nilai umpan baliknya selain nilai prediktifnya.
Dimana nilai umpan balik menjelaskan bahwa informasi juga mempunyai peran penting
dalam menguatkan atau mengoreksi harapan-harapan sebelumnya. Informasi mengenai
hasil dari suatu keputusan seringkali merupakan masukan kunci dalam pengambilan
keputusan berikutnya. Akuntansi idealnya menyediakan jasa yang sama bagi investor,
dengan memungkinkan mereka untuk menyesuaikan strategi investasi mereka sepanjang
waktu.
Dari model ini dan perluasannya dapat diambil beberapa pengertian. Perluasan ini
sebagian besar berhubungan dengan cara kedua belah pihak tersebut berbagi risiko dan
informasi. Misalnya, para pemilik yang menghindari risiko diasumsikan menanggung
risiko bisnis, sementara para manajer bertindak sebagai agen-agen yang netral terhadap
risiko yang dimaksud. Dengan menggunakan teori keagenan yang sama, jika manajemen
bersikap tidak membedakan terhadap risiko sedangkan pemilik menghindari risiko, maka
manajemenlah dan bukan pemilik yang akan menanggung risiko tersebut. Ini merupakan
keadaan saling mempengaruhi penghindaran risiko relatif antara manajer dan pemilik
perusahaan yang menciptakan sebagian dari masalah-masalah yang paling menarik
dalam teori keagenan untuk para akuntan. Informasi yang dimaksud merupakan salah
satu cara untuk mengurangi ketidakpastian, sehingga memberi akuntan peran penting
dalam pembagian risiko antara manajer dan pemilik perusahaan.

Agency Theory 7
Asimetri informasi merupakan pembahasan terakhir dalam bidang teori keagenan
yang memfokuskan pada masalah-masalah yang ditimbulkan oleh informasi yang tidak
lengkap, yaitu ketika tidak semua keadaan diketahui oleh kedua belah pihak dan sebagai
akibatnya, ketika konsekuensi-konsekuensi tertentu tidak dipertimbangkan oleh masing-
masing pihak yang bersangkutan. Misalnya, pihak pemilik perusahaan mungkin tidak
mengetahui preferensi manajer perusahaan sehingga tidak sulit bagi keduanya untuk
melakukan kepentingan perhitungan yang telah disebutkan sebelumnya.
Satu contoh kasus yang menyangkut informasi yang tidak lengkap dalam teori
keagenan, dapat terjadi apabila pihak pemilik perusahaan tidak dapat mengamati semua
aksi pihak manajer perusahaan. Aksi-aksi yang dimaksud mungkin berbeda dari aksi
yang lebih disukai pihak pemilik perusahaan, entah karena manajer perusahaan
mempunyai perangkat efisiensi yang berbeda atau data pula karena pihak manajer
tersebut sengaja mencoba untuk melalaikan tugasnya sebagai manajer perusahaan atau
biasa juga melakukan penipuan terhadap pemilik perusahaan.
Situasi ini tentunya dapat menciptakan apa yang dikenal dengan istilah moral hazard.
Salah satu solusi yang mungkin dapat dilakukan yaitu dengan cara pihak pemilik
perusahaan menugaskan seorang auditor untuk melakukan pemeriksaan mengenai apa
yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan tersebut. Sedangkan solusi yang
lainnya dapat dilakukan dengan cara memberikan pihak manajemen perusahaan suatu
insentif, seperti misalnya, saham yang ada di perusahaan, untuk menyelesaikan
preferensi manajemen perusahaan dengan preferensi pihak pemilik perusahaan.
Jensen dan Meckling dalam Isnanta (2008), menyatakan bahwa teori keagenan
mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen.
Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi
kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan
untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu,
manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada pemegang saham.
Karena unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan
antara prinsipal dan agen, maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang
paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen.
Untuk memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat
mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan.
Kontrak yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu :

Agency Theory 8
1. Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun
majikan memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak
terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk kepentingan pribadi.
2. Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti
agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.
Contoh lain Agency theory sebenarnya juga dapat dipahami dalam lingkup lembaga
kemahasiswaan. Pengurus yang dipercayakan menjadi perpanjangan tangan keluarga
mahasiswa untuk mengelola organisasi menjadi agen yang idealnya mampu
mengakomodasi semua kepentingan keluarga. Namun, terkadang pengurus lembaga
kemahasiswaan tak mampu menjalankan ini dengan baik. Kecenderungan pengurus lebih
memilih melaksanakan kepengurusan sesuai dengan keinginannya. Kepentingan keluarga
menjadi terabaikan.
Dijelaskan dalam Jensen dan Meckling (1976), Jensen (1986), Weston dan Brigham
(1994), bahwa masalah keagenan dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu:
1. Antara pemegang saham dan manajer
2. Antara pemegang saham dan kreditur.
Jika suatu perusahaan berbentuk perusahaan perorangan yang dikelola sendiri oleh
pemiliknya, maka dapat diasumsikan bahwa manajer-pemilik akan mengambil setiap
tindakan yang mungkin, untuk memperbaiki kesejahteraannya, terutama diukur dalam
bentuk peningkatan kekayaan perorangan dan juga dalam bentuk kesenangan dan
fasilitas eksekutif. Tetapi, jika manajer mempunyai porsi sebagai pemilik dan mereka
mengurangi hak kepemilikannya dengan membentuk perseroan dan menjual sebagian
saham perusahaan kepada pihak luar, maka pertentangan kepentingan bisa segera timbul.
Keadaan ini menjadikan manajer mungkin saja tidak sedemikian gigih lagi untuk
memaksimumkan kekayaan pemegang saham karena jatahnya atas kekayaan tersebut
telah berkurang sesuai dengan pengurangan kepemilikan mereka. Atau mungkin saja
manajer menetapkan gaji yang besar bagi dirinya atau menambah fasilitas eksekutif,
karena sebagian di antaranya akan menjadi beban pemegang saham lainnya.

a. Konflik antara pemegang saham dengan kreditur

Kreditur memiliki klaim atas sebagian dari arus kas perusahaan untuk
pembayaran bunga dan pokok utang. Mereka memiliki klaim atas aset perusahaan saat
perusahaan mengalami kebangkrutan. Pada saat perusahaan mengalami kebangkrutan,
keputusan harus segera diambil untuk mengatasi kondisi tersebut, yaitu apakah akan
melikuidasi perusahaan dengan menjual seluruh aset atau melakukan reorganisasi.
Manajemen perlu segera bertindak dan khususnya manajer memilih reorganisasi

Agency Theory 9
dengan tujuan mempertahankan pekerjaannya. Keputusan manajer ini tentu saja
berdampak pada pemegang saham atau kreditur atau kedua belah pihak tersebut.

Kreditur pada umumnya menghendaki likuidasi perusahaan sehingga mereka


dapat segera menarik dananya dengan cepat. Di lain pihak, manajemen menginginkan
perusahaan tetap eksis sehingga mereka memilih mereorganisasi perusahaan. Pada
saat bersamaan, pemegang saham kemungkinan mencoba mencari pengganti manajer
lama yang mau dibayar lebih rendah meskipun proses tersebut membutuhkan waktu
yang lama.

Selain itu, kreditur lebih memperhatikan kemampuan perusahaan


untuk membayar kembali utangnya, dan pemegang saham lebih memperhatikan
kemampuan perusahaan untuk memperoleh kembalian yang besar dengan melakukan
investasi pada proyek-proyek yang berisiko. Apabila pelaksanaan proyek
yang berisiko itu berhasil maka kreditur tidak dapat menikmati keberhasilan tersebut,
tetapi apabila proyek mengalami kegagalan, kreditur mungkin akan menderita
kerugian akibat dari ketidakmampuan pemegang saham untuk memenuhi
kewajibannya. Untuk mengantisipasi kemungkinan rugi, maka kreditur melakukan
pembatasan penggunaan hutang oleh manajer. Salah satu bentuk pembatasannya
adalah dengan membatasi jumlah penggunaan hutang untuk investasi dalam proyek
baru.

b. Konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemen

Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah
satunya dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow).
Kelebihan arus kas cenderung diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada kaitannya
dengan kegiatan utama perusahaan. Ini menyebabkan perbedaan kepentingan karena
pemegang saham lebih menyukai investasi yang berisiko tinggi yang juga
menghasilkan return tinggi, sementara manajemen lebih memilih investasi dengan
risiko yang lebih rendah.

Agency Theory menimbulkan masalah mendasar dalam organisasi yaitu perilaku


mementingkan diri sendiri. Manajer sebuah perusahaan mungkin memiliki tujuan-
tujuan pribadi yang bertolak belakang dengan tujuan untuk memaksimalkan kekayaan
pemilik pemegang saham. Karena manajer pemegang saham memiliki hak untuk
mengelola aset perusahaan, sebuah potensi konflik kepentingan muncul antara dua

Agency Theory 10
kelompok. Tindakan manajer yang opostunistik akan mempertinggi biaya perusahaan
dan mengurangi kemakmuran pemegang saham.

Agency Theory menunjukkan bahwa manajer akan berusaha untuk


memaksimalkan utilitas mereka sendiri dengan mengorbankan para pemegang saham
perusahaan. Agen memiliki kemampuan untuk beroperasi sendiri dan mementingkan
kepentingan pribadi daripada kepentingan perusahaan. Hal ini disebabkan oleh
informasi yang bersifat asimetris (misalnya, manajer tahu lebih baik dari pemegang
saham apakah mereka mampu memenuhi tujuan pemegang saham) dan
ketidakpastian.

Potensi konflik keagenan muncul setiap kali manajer perusahaan memiliki kurang
dari 100 persen dari saham biasa perusahaan. Jika suatu perusahaan merupakan
kepemilikan tunggal yang dikelola oleh pemilik, manajer-pemilik akan melakukan
tindakan untuk memaksimalkan kesejahteraan sendiri. Manajer-pemilik mungkin akan
mengukur utilitas oleh kekayaan pribadi, tetapi mungkin memikirkan pertimbangan
lainnya terhadap kekayaan pribadi. Jika pemilik-manajer meninggalkan sebagian
kepemilikan-nya dengan menjual sebagian saham perusahaan kepada investor luar,
maka akan muncul potensi konflik kepentingan atau konflik keagenan

Pada sebagian besar perusahaan publik berskala besar, konflik kepentingan


berpotensi cukup signifikan karena para manajer perusahaan sendiri umumnya hanya
sebagian kecil dari saham biasa. Manajer dapat didorong untuk melakukan tindakan
terbaik demi kepentingan pemegang saham melalui insentif, hambatan, dan hukuman.
Bagaimanapun juga metode ini efektif hanya jika pemegang saham dapat mengamati
semua tindakan yang diambil oleh manajer. Untuk mengurangi masalah moral, seperti
mengambil untung semata, dimana agen mengambil tindakan untuk kepentingan
pribadi, pemegang saham harus menanggung biaya agen.
2.4 Game Theory (Teori Game)
Teori Game muncul akibat asimetri informasi, misalnya penyimpangan
perilaku (moral hazard). Game theory adalah teori permainan ekonomi yang:
1. Mendasari isu-isu dalam teori akuntansi keuangan
2. Memodelkan interaksi dua atau lebih pemain, interaksi sering terjadi
dalam keadaan ketidakpastian dan asimetri informasi
3. Asumsi dari setiap pemain memaksimumkan utilitas harapannya lebih
kompleks daripada teori keputusan dan teori investasi

Agency Theory 11
Terdapat beberapa tipe game theory yaitu:
1. A Non Cooperative Game Model of Manager Investor Conflict (Teori
Game Model Non Kooperatif terhadap Konflik antara Manajer
Investor)
Non-kooperatif adalah jika persetujuan tidak mungkin diberdayakan atas
setiap anggota, contohnya industri ologopolistik. Model game teori non
kooperatif adalah konflik antara constituencies (kelompok user laporan
keuangan). Konflik ini dapat di modelkan dalam sebuah permainan, ketika
keputusan dari masing masing constituencies tidak dapat disatukan. Investor
menginginkan informasi yang relevan dan reliable dalam laporan keuangan
untuk membantu menilai risiko dan expected value dari investasinya
sedangkan manajer tidak ingin mengungkapkan semua informasi yang di
inginkan investor. Manager lebih suka tidak mengungkapkan kebijakan
akuntansi, selain kebijakan akuntansi adalah untuk manajer, manajer juga takut
jika terlalu banyak informasi yang dikeluarkan akan menguntungkan
kompetitornya.
Situasi seperti diatas dimodelkan dalam non cooperative game, karena
sulit untuk mencapai agreement antara manajer dan investor mengenai
informasi spesifik seperti apa yang harus disediakan. Agreement yang akan
dicapai akan membutuhkan banyak biaya karena keputusannya harus
dinegosiasikan pada semua user yang memiliki kebutuhan yang berbeda
terhadap informasi dalam laporan keuangan.
Situasi mayoritas professional accounting standard setting bodies
menggunakan pendekatan decision usefulness yang diturunkan dari teorinya
nya. Manajer akan menggunakan kebijakan akuntansi yang disarankan standar
stater (menggambarkan kepentingan investor) dan full disclosure. Dalam
asumsi positive accounting theory, manajer adalah invidu rasional yang
memicu timbulnya tindakan opportunistic. Terlihat jelas bahwa manajemen
memiliki kepentingan sendiri untuk memilih kebijakan akuntansi, sehingga juga
dapat diasumsikan bahwa laporan keuangan disajikan dengan full disclosure
dan tidak dapat diasumsikan bahwa kebijakan akuntansi dipilih berdasarkan
kegunaannya terhadap shareholder dan investor. Dari konflik yang terjadi,
terlihat bahwa masalah pemilihan kebijakan akuntansi tergantung dari hasil

Agency Theory 12
yang dihasilkan.sehingga dewan accounting sebaiknya berfokus pada adanya
hasil bagi kedua pihak ketika peraturan atau standar.
2. Some Models of Cooperative Game Theory (Beberapa Model Teori
Game Kooperative)
Kooperatif adalah dimana setiap pihak dapat masuk ke dalam
persetujuan berikat (binding agreement). Contohnya adalah kartel.
Agreement yang mengabarkan cooperative behavior disebut juga contract
adalah interaksi dari dua atau lebih orang atau organisasi diarahkan menuju
tujuan bersama yang saling menguntungkan. Sebuah tindakan atau contoh
kerja atau bertindak bersama-sama untuk tujuan yang sama atau manfaat
yaitu aksi bersama. Terdapat dua tipe kontrak yaitu:
a. Employment contract (antara perusahaan dan top manajer)
b. Lending contract (antara manajer perusahaan dan bondholder atau
pemilik obligasi)
Agency theory merupakan cabang dari game theory yang mempelajari
desain kontrak untuk memotivasi rational agent agar bertindak berdasarkan
kepentingan principal ketika kepentingan agen bertentangan dengan principal.
Dalam employment contract, pemilik perusahaan sebagai principal dan top
manajer sebagai agent yang direkrut untuk menjalankan perusahaan
berdasarkan kepentingan pemilik, sedangkan dalam lending contract, lender
(pemilik dana) merupakan principal dan perusahaan sebagai agen.
Perusahaan dimodelkan terdiri dari 2 individu yang rasional (investor dan
manajer) dengan kepentingan yang bertentangan. Kondisi yang terjadi
adalah principal tidak dapat mengamati usaha yang dilakukan oleh manajer
(moral hazard), sehingga mendorong manajer untuk shirk on effort (tidak
bekerja secara maksimal). Manager diutility of effort menggambarkan
semakin besar effort yang dikeluarkan oleh manajer, akan semakian besar
disutility yang disarankan manajer.
2.5 Implikasi Agency Theory terhadap Akuntansi
Berikut adalah implikasi agency theory terhadap akuntansi, yaitu:
1. Model Agency Holmstrom
Holmstrom (1979) mengasumsikan bahwa usaha dari agen tidak dapat
diamati oleh principal tetapi payoff (keuntungan) nya dapat diamati pada
akhir periode tertentu. Selain itu, Feltham dan Xie (1994) menunjukan
bahwa model Holmstrom atas kasus payoff tidak dapat diamati, jika

Agency Theory 13
sekumpulan manajer mungkin melakukan aksi konstan.
Holmstrom menunjukkan secara formal bahwa sebuah kontrak yang
didasarkan pada sebuah perngukuran performa seperti net income (laba
bersih) kurang efisien daripada first-best contract. Sumber dari kerugian
efisiensi adalah kebutuhan agen yang risk averse (menolak risiko) untuk
mentoleransi risiko dalam rangka menghasilkan kecenderungan untuk
menolak risiko. Hal ini mengakibatlan munculnya sebuah pertanyaan
apakah second-best contract dapat dibuat lebih efisien dengan
mendasarkannya pada pengukuran performa kedua (second performance)
dalam penambahannya pada net income. Sebagai contoh, harga saham juga
merupakan informasi mengenai performa manajer.
Holmstrom menyatakan bahwa menyediakan pengukuran yang ke dua
(harga saham) juga dapat di observasi dan memberikan beberapa informasi
mengenai usaha manajer yang terkandung dalam pengukuran yang
pertama. Sebagai efeknya, net income dan harga saham bersama sama akan
memberikan refleksi yang lebih baik mengenai performa manajer sekarang.
Disini, harga saham cenderung tidak stabil dan dipengaruhi oleh kejadian
ekonomi secara luas. Namun, analisa Holmstorm menunjukkan bahwa
seberapa mengganggunya variable lain, variable tersebut dapat digunakan
untuk meningkatkan efisiensi dari second-best contract, apabila variable
tersebut mengandung beberapa tambahan informasi usaha.
Pertanyaan yang kemudian muncul menjadi satu dari proporsi relative
dari kompensasi yang didasarkan pada net income, didasarkan pada harga
saham dalam kompensasi kontrak. Sehingga, implikasi menarik dari model
Holmstrom adalah bahwa seiring net income bersaing dengan sumber
informasi lainnya untuk investor dalam teori pasar modal yang efisien, net
income juga bersaing dengan sumber informasi laiinya untuk memotivasi
manajer dalam agency theory.
Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai apa karakteristik yang harus
dimiliki dalam sebuah pengukuran performa jika pengukuran tersebut
digunakan untuk kontribusi dalam efisiensi kompensasi kontrak (efficient
compensation contract). Salah satu dari karakteristik yang penting adalah
sensitivitas. Sensitivitas adalah tarif (rate) dimana nilai ekspektasi dari
sebuah pengukuran performa meningkat seiring dengan kerja keras manajer
atau menurun jika manajer bermalas-malasan. Karakteristik penting lainnya

Agency Theory 14
adalah keakuratan dalam memprediksi payoff (keuntungan) dari usaha
manajer sekarang.
Karakteristik yang diperlukan oleh net income jika digunakan untuk
mengukur performa tidak sama apabila digunakan sebagai input yang
berguna dalam keputusan investasi. Dapat disimpulkan bahwa tantangan
untuk akuntan adalah untuk memelihara dan meningkatkan peran dari net
income sebagai pengukuran performa seorang manajer dalam menghasilkan
angka net income yang merepresentasikan trade off terbaik antara
sensitivitas dan keakuratan.
2. Rigidity of Contract
Kontrak cenderung untuk rigid (kaku) pada waktu ditandatangani.
Alasan untuk kekakuan ini perlu didiskusikan. Di lain pihak, jika
konsekuensi ekonomi mempunyai tempat dalam kontrak yang diikuti oleh
manajer, mengapa tidak menegosiasi ulang kontrak yang mengikuti
perubahan dalam GAAP atau keadaan tidak terduga lainnya.
Kontrak yang tidak mengantisipasi semua kemungkinan realisasi
keadaan adalah tidak lengkap. Membangun sebuah komitmen formal untuk
menegosiasikan kembali kontrak itu memungkinkan, tetapi jika negosiasi
kembali baik untuk manajer, prospek dari negosiasi kembali tersebut
mengurangi usaha insentif manajer yang tidak termasuk dalam ketertarikan
investor. Akibatnya, konsekuensi dari memasuki kontrak hanya karena itu
adalah sebuah kontrak.
Keadaan yang tidak terduga sebelumnya menyebabkan biaya untuk
perusahaan dan/ atau manajer tersebut. Manajer yang kurang beruntung
dipengaruhi oleh sebuah perubahan dari peraturan-peraturan akuntansi.
3. Rekonsiliasi Teori Pasar Modal yang Efisien dengan Konsekuensi
Ekonomi
Agency theory mendemonstrasikan kontrak kompensasi yang paling
baik memberikan support manajer terhadap satu atau lebih pengukuran
performa atau kinerja. Kemudian, manajer memiliki motivasi untuk
memaksimalkan performa mereka. Performa yang tinggi, akan
menghasilkan payoff (keuntungan) yang lebih tinggi pula, dan ini
merupakan hasil yang diharapkan oleh shareholders.
Konsekuensi ekonomi dan pasar sekuritas efisien tidak selalu tidak
konsisten. Terkadang, konsekuensi ekonomi dan pasar sekuritas efisien
dapat digabungkan dengan teori akuntansi positif dengan dukungan

Agency Theory 15
normatif dari agency theory yang menyarankan mengapa perusahaan
memasuki employment dan debt contract yang bergantung pada
informasi akuntansi.
2.6 Masalah Keagenan
Teori keagenan yang mulai berkembang mengacu kepada pemenuhan tujuan
utama dari manajemen keuangan yaitu memaksimalkan kekayaan pemegang
saham. Maksimalisasi kekayaan ini dilakukan oleh manajemen yang disebut
agen. Ketidakmampuan manajer untuk meningkatkan kekayaan pemegang saham
menimbulkan apa yang disebut masalah keagenan.
Masalah keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan manajer atas
saham perusahaan kurang dari seratus persen (Masdupi, 2005). Dengan proporsi
kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer cenderung
bertindak untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk memaksimumkan
perusahaan. Inilah yang nantinya akan menyebabkan biaya keagenan (agency
cost). Hampir mustahil bagi perusahaan untuk memiliki zero agency cost dalam
rangka menjamin manajer akan mengambil keputusan yang optimal dari
pandangan shareholders karena adanya perbedaan kepentingan yang besar
diantara mereka. Bahkan untuk mencapai kepentingannya sendiri, manajemen
bisa bertindak menggunakan akuntansi sebagai alat untuk melakukan rekayasa.
Perbedaan kepentingan antara principal dan agen atau yang disebut Agency
Problem. Agency problem ini salah satunya disebabkan oleh adanya Asimmetric
Information.
Asimmetric Information (AI), yaitu informasi yang tidak seimbang yang
disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara principal
dan agen. Dalam hal ini principal seharusnya memperoleh informasi yang
dibutuhkan dalam mengukur tingkat hasil yang diperoleh dari usaha agen, namun
ternyata informasi tentang ukuran keberhasilan yang diperoleh oleh principal
tidak seluruhnya disajikan oleh agen. Akibatnya informasi yang diperoleh
principal kurang lengkap sehingga tetap tidak dapat menjelaskan kinerja agen
yang sesungguhnya dalam mengelola kekayaan principal yang dipercayakan
kepada agen.
Akibat adanya informasi yang tidak seimbang (asimetri) ini, dapat
menimbulkan dua permasalahan yang disebabkan adanya kesulitan principal
untuk memonitor dan melakukan kontrol terhadap tindakan-tindakan agen. Scott
(2005) dalam bukunya Financial Accouting Theory mengemukakan bahwa :
1. Adverse Selection adalah jenis asimetri informasi dimana satu atau lebih

Agency Theory 16
pihak untuk transaksi bisnis, atau transaksi potensial lainnya, memiliki
keuntungan informasi lebih di pihak lain.
2. Moral hazard adalah jenis asimetri informasi dimana satu atau lebih pihak
untuk transaksi bisnis, atau transaksi potensial lainnya, dapat mengamati
tindakan mereka dalam pemenuhan transaksi tetapi pihak lain tidak bisa.
Adanya agency problem di atas, menimbulkan biaya keagenan (agency cost).
Biaya keagenan didefinisikan sebagai biaya yang ditanggung oleh pemegang
saham untuk mendorong manajer dalam memaksimalkan kesejahteraan
pemegang saham daripada berperilaku mementingkan diri sendiri. Ada tiga jenis
utama dari biaya keagenan, yaitu:
1. Pengeluaran untuk memantau kegiatan manajerial, seperti biaya audit.
2. Pengeluaran untuk struktur organisasi dengan cara membatasi perilaku
manajerial yang tidak diinginkan.
3. Biaya kesempatan yang dapat terjadi ketika pemegang saham dikenakan
pembatasan, seperti persyaratan untuk suara pemegang saham pada
permasalahan tertentu, membatasi kemampuan manajer untuk mengambil
tindakan yang meningkatkan kekayaan pemegang saham.
Dengan tidak adanya upaya pemegang saham untuk mengubah perilaku
manajerial, biasanya akan ada kehilangan sebagian kekayaan pemegang saham
karena tindakan manajerial yang tidak pantas. Di sisi lain, biaya keagenan akan
berlebihan jika pemegang saham berusaha untuk memastikan bahwa setiap
tindakan manajerial sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Oleh karena
itu, jumlah optimal biaya keagenan yang harus ditanggung oleh pemegang saham
harus ditentukan.
2.7 Cara Menghadapi Masalah Keagenan
Ada dua posisi kunci untuk menghadapi konflik-konflik agency pemegang
saham dan manager. Pada keadaan ekstrim, manajer perusahaan bertindak
sepenuhnya berdasarkan perubahan harga saham. Dalam hal ini, biaya agen akan
rendah karena manajer memiliki insentif besar untuk memaksimalkan
kesejahteraan pemegang saham, hal tersebut tentu akan sangat sulit. Oleh karena
itu, dalam keadaan tersebut menyewa manajer berbakat di bawah ikatan kontrak
karena pendapatan perusahaan akan dipengaruhi oleh peristiwa ekonomi yang
tidak berada di bawah kendali manajerial. Pada keadaan ekstrim lainnya,
pemegang saham dapat memonitor setiap tindakan manajerial, tapi ini akan
sangat mahal dan tidak efisien. Solusi optimal terletak di antara ekstrim, di mana

Agency Theory 17
kompensasi eksekutif terkait dengan kinerja, tetapi beberapa pemantauan juga
dilakukan.
Sebagian besar perusahaan publik kini memberlakukan kinerja saham, dimana
saham yang diberikan kepada eksekutif berdasarkan kinerja seperti yang
didefinisikan oleh tindakan keuangan seperti laba per saham, imbal hasil aset,
imbal hasil ekuitas, dan perubahan harga saham. Jika kinerja perusahaan berada
di atas target kinerja, manajer perusahaan mendapatkan lebih banyak saham. Jika
kinerja di bawah target, mereka menerima lebih sedikit dari 100 persen saham.
Rencana kompensasi insentif berbasis kinerja seperti saham, dirancang untuk
memenuhi dua tujuan. Pertama, mereka menawarkan insentif eksekutif untuk
mengambil tindakan yang akan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham.
Kedua, rencana ini membantu perusahaan menarik dan mempertahankan manajer
yang memiliki kepercayaan diri untuk risiko masa depan keuangan mereka pada
kemampuan mereka sendiri yang harus mengarah pada kinerja yang lebih baik.
Dalam rangka memotivasi para manajer dan pemegang saham agar
berperilaku dalam sikap yang memajukan tujuan perusahaan, Burdett dapat
memberikan rekomendasi kepada dewan direksi, yaitu:
1. Penilaian terhadap kinerja manajer dibuat dengan kontrak yang jelas
sehingga memotivasi agen bekerja dengan kepentingan terbaik principal
1. Principal memberikan pilihan rencana insentif jangka pendek dan jangka
panjang dan agen diberikan keleluasan dengan batasan yang menguntungkan
kepentingan para pemegang saham
Untuk mencegah kemungkinan terjadinya konflik atau masalah keagenan,
maka ada beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya:
1. Penyusunan standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas menjadi apa
baik untuk jabatan fungsional maupun struktural ataupun untuk posisi
tertentu yang dianggap strategis dan kritis. Hal ini harus diiringi dengan
sosialisasi dan implementasi tanpa ada pengecualian yang tidak masuk akal
2. Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan
tertentu dengan adil dan terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat
mempunyai kesempatan yang sama dan adil untuk terpilih. Terpilih artinya
walaupun pejabat lain diatasnya tidak berkenan dengan orang tersebut,
tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk menolaknya
ataupun memilih yang lain. Disinilah peran profesionalisme dikedepankan.
3. Akuntabilitas dan Transparansi setiap proses bisnis dalam organisasi agar
memungkinkan monitoring dari setiap pihak sehingga penyimpangan yang

Agency Theory 18
dilakukan dapat diketahui dan diberikan sanksi tanpa kompromi. Pelaku
penyimpangan tersebut harus diumumkan pada publik dan melakukan
kontrol agar tidak terjadi permainan sehingga pelaku tersebut bisa lolos
dari sanksi yang sesuai. Pelaku yang terbukti bersalah diberikan hukuman
sehingga dapat menimbulkan efek jera dan bagi yang lain agar tidak berani
melakukan hal yang sama. Hal yang sama juga diperlakukan pada
pegawai/pejabat yang berprestasi, selain diberi penghargaan, juga
diumumkan pada publik sehingga dapat menjadi contoh bagi pegawai/pejabat
yang lain.
Menurut Bathala et al, (1994) terdapat beberapa cara yang digunakan untuk
mengurangi konflik kepentingan, yaitu:
1. Meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen (insider ownership)
Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi
dengan mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran
kepemilikan saham oleh manajerial (insider ownership) dapat digunakan
untuk mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena dengan
memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung
manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan
dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan
manajemen melalui program mengikat manajemen dalam modal perusahaan.
2. Meningkatkan rasio dividen terhadap laba bersih (earning after tax)
3. Meningkatkan sumber pendanaan melalui utang
Adanya utang akan dapat mengendalikan penggunaan free cash flow secara
berlebihan oleh manajer karena perusahaan harus melakukan pembayaran
atas bunga dan pokok pinjaman secara periodik serta mematuhi ketentuan
pada perjanjian utang.
4. Kepemilikan saham oleh Institusi (institutional holdings)
Adanya kepemilikan saham oleh investor institusional seperti perusahaan
asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi lain akan
mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja
manajemen.

Agency Theory 19
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Agency theory merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan
riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi
keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Dalam
agency theory mengenal adanya asymmetric information yaitu informasi yang tidak
seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara
principal dan agen.
Agency theory mendasarkan hubungan kontrak antar anggota-anggota dalam
perusahaan dimana principal dan agen sebagai pelaku utama. Principal merupakan
pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak, sedangkan agen
merupakan pihak yang diberi amanat oleh principal untuk menjalankan perusahaan.
Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanati oleh
principal kepadanya.
Inti dari agency theory adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk
menyelaraskan kepentingan principal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan.
Inti dari game theory lebih kepada cooperative dan non-cooperative. Implikasi dari
agency theory terhadap akuntansi adalah model agency holmstrom, rigidity of contract,
dan rekonsiliasi pasar modal efisien dengan konsekuensi ekonomi.

Agency Theory 20
DAFTAR PUSTAKA

Scott, William R. 2012. Financial Accounting Theory Sixth Edition. Pearson.

Teori Keagenan. Paramarta. http://taskseekers.blogspot.com/2013/12/teori-keagenan.html


diakses tanggal 25 April 2017

Mengenal Teori Keagenan. Ahmad Elqorni.


https://elqorni.wordpress.com/2009/02/26/mengenal-teori-keagenan/ diakses tanggal 25
April 2017

Agency Theory. Derry Jie. http://derryjie.blogspot.com/2013/07/makalah-akuntansi-agency-


theory.html diakses tanggal 25 April 2017

Teori Keagenan. Anggyansyah. http://anggyansyah.blogspot.com/ diakses tanggal 25 April


2017

Agency Theory. Gde Eka. http://gdeeka01.blogspot.com/ diakses tanggal 25 April 2017

Teori Keagenan. Randhy Ichsan. https://bungrandhy.wordpress.com/2013/01/12/teori-


keagenan-agency-theory/ diakses tanggal 25 April 2017

BAB II http://eprints.ums.ac.id/18221/3/04._BAB_II.pdf diakses tanggal 26 April 2017

KajianPustaka. http://digilib.mercubuana.ac.id/manager/n!@file_skripsi/Isi2778873688196
diakses tanggal 26 April 2017

Agency Theory 21

Anda mungkin juga menyukai