Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR

ISI

Daftar
Isi...................................................................................................................
.................2

Daftar
Gambar.........................................................................................................
..................3

BAB I
Pendahuluan.................................................................................................
..................4

BAB II Tinjauan
Pustaka.........................................................................................................
.5

2.1 Perubahan Fisiologi pada Wanita


Hamil......................................................................5

2.2 Guideline Anestesi Obstetri


2015.................................................................................6

2.1.1 Evaluasi Perianestesi dan


Persiapan.................................................................6

2.1.2 Pencegahan
Aspirasi.........................................................................................6

2.1.3 Anestesi bagi Persalinan dan Melahirkan


Pervaginam.....................................7

2.1.4 Pelepasan
Plasenta............................................................................................8

2.1.5 Anestesi untuk Operasi


Sesar...........................................................................9

2.1.6 Ligasi Tuba


Postpartum..................................................................................10

2.1.7 Penanganan bagi Kasus Kegawatdaruratan


Kehamilan..................................10

2.3 Algoritma Intubasi pada Anestesi Umum


Obstetri.....................................................12

2.4 Anestesi pada Ibu hamil dengan operasi non


obstetri.................................................14
1
2.4.1 Penggunaan Obat
Anestesi..............................................................................14

2.4.2 Asfiksi dan Monitoring pada


Fetus..................................................................15

2.4.3 Pembedahan Non-


Obstetri...............................................................................15

BAB III
Kesimpulan....................................................................................................
............17

Daftar
Pustaka..........................................................................................................
................1

2
LIKEN PLANUS

I. PENDAHULUAN
Liken planus (LP) pertama kali dijelaskan oleh Erasmus Wilson pada tahun
1869. Liken planus diklasifikasikan sebagai penyakit papuloskuamosa; walaupun
gejala yang menonjol adalah bersisik tetapi tidak sama dengan psoriasis dan
penyakit kulit lainnya yang termasuk dalam kategori ini 1-3
Liken planus merupakan suatu kelainan yang unik, yakni suatu penyakit
inflamasi yang berefek ke kulit, membran mukosa, kuku, dan rambut. Lesi yang
tampak pada lichen planus-like atau dermatitis lichenoid tampak seperti ketombe,
beralur halus, kotoran yang kering dari tumbuh-tumbuhan simbiosis yang dikenal
sebagai liken. Walaupun morfologi ini mungkin sulit untuk dibandingkan, liken
planus merupakan suatu kesatuan yang khusus dengan bentuk papul lichenoid
yang menunjukkan warna dan morfologi yang khusus, berkembang di lokasi yang
khas, dan pola perkembangan karakteristik yang nyata 2,3
Terdapat gejala yang khas yaitu empat P : purple, pruritic, polygonal dan
papule, adalah gejala klinis yang dapat dicari untuk membantu menegakkan
diagnosis liken planus1.

II. EPIDEMIOLOGI
Distribusi liken planus ditemukan di seluruh dunia. Prevalensi dan insidensi
pasti untuk kasus ini belum diketahui, namun diperkirakan jumlahnya 1% dari
total populasi dunia. Di Amerika Serikat, kasus liken planus mencapai 0,44% dari
seluruh penduduk1,4.
Liken planus tidak memiliki predisposisi yang kuat untuk setiap jenis kelamin.
Beberapa penulis menemukan 60% kasus terjadi pada wanita, dengan bentuk
inflamasi dan deskuamasi vaginitis. Predominan terjadi pada orang dewasa di
usia 30-60 tahun, bagaimanapun sebetulnya penyakit ini dapat menyerang
segala usia1-3,5.
Liken planus tidak memiliki kecenderungan untuk menjadi suatu keganasan,
namun lesi ulseratif di mulut, terutama pada pria, memiliki kemungkinan yang
lebih besar untuk berlanjut menjadi ganas. Meskipun begitu, insidensi

3
transformasi ini kecil, yakni kurang dari 2% kasus. Lesi di vulva pada penderita
wanita juga dapat berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa 2.

III. ETIOPATOGENESIS
Sistem imunitas spesifik, terutama selular, memiliki peran penting dalam
memicu terjadinya penyakit liken planus1,2,6.
CD4 dan CD8 dapat ditemukan pada lesi-lesi kulit. Akumulasi sel CD8 pada
kulit menentukan progresivitas penyakit yang diderita; semakin banyak CD8 yang
ditemukan maka akan semakin berat penyakitnya. Sel-sel ini kemudian akan
memicu reseptor-reseptor lain di kulit dan akan berakhir pada suatu proses yang
diyakini menjadi dasar dari setiap perubahan yang terjadi pada kulit yakni
apoptosis1.
Ada tiga proses yang terjadi sampai akhirnya menjadi apoptosis, yakni
pengenalan antigen, aktivasi limfosit, dan apoptosis keratinosit 1,2,6,7
Perjalanan penyakit dimulai dari pengenalan antigen spesifik liken planus oleh
sel CD8 di tempat lesi. Antigen liken planus belum diketahui. Beberapa
pendapat menyebutkan antigen ini adalah suatu protein autoreaktif yang dapat
memicu proses autoimun tubuh, namun ada juga yang menyebutkan bahwa
antigen ini menyerupai antigen eksogen seperti virus, bakteri, dan lain-lain.
Selanjutnya, sistem imunitas innate menjadi terstimulasi, dan memacu sekresi
beberapa interleukin, interferon dan TNF.1.
Setelah pengenalan antigen, sel CD8 menjadi teraktivasi, dan kemudian
melepaskan sitokin dan kemokin yang menyebabkan terjadinya konsentrasi
limfosit di tempat lesi. Limfosit-limfosit ini selanjutnya akan terus berada di tempat
tersebut. Rangkaian proses ini akan berakhir dengan apoptosis keratinosit, yang
mekanisme pastinya belum diketahui. Diduga adanya gangguan pada membrane
basal kulit dapat menyebabkan apoptosis.1.
Liken planus dihubungkan dengan reaksi alergi atau reaksi kekebalan, faktor
resikonya termasuk radioterapi, bahan yang dicelup, dan substansi bahan kimia
(emas, antibiotik, arsenik, iodida, kloroquin, quinarine, quinide, phenothiazine,
dan diuretik)3,4
Frekuensi terjadinya penyakit ini ditemukan meningkat pada orang-orang
yang menderita penyakit hati, contohnya hepatitis C, hepatitis autoimun. Dan
sirosis biliaris. Prevalensi terjadinya liken planus pada penderita hepatitis C di
daerah Eropa Selatan berkisar antara 16-29%. Selain itu, diteliti pula peranan

4
faktor genetik yang mengontrol ketahanan seseorang terhadap penyakit hepatitis
C dan prevalensinya terhadap genotip HCV tertentu 1.

IV. GAMBARAN KLINIS


Gejala yang timbul pada penderita liken planus umumnya berupa rasa gatal,
biasanya setelah satu atau beberapa minggu sejak kelainan pertama timbul
diikuti oleh penyebaran lesi. Tempat predileksi kelainan pertama ialah pada
ekstremitas, dapat di ekstremitas bawah, tetapi yang lebih sering di bagian
fleksor pergelangan tangan atau lengan bawah, distribusinya simetrik. Terdapat
fenomena Kobner (isomorfik), pada selaput lendir dapat terbentuk kelainan tetapi
tidak menimbulkan keluhan. Kelainan yang khas terdiri atas papul yang
polygonal, datar dan berkilat, kadang-kadang ada cekungan di sentral (delle).
Garis-garis anyaman berwarna putih (strie Wickham) dapat dilihat pada
permukaan papul.2,3

Variasi bentuk dapat terjadi pada liken planus, dapat terjadi konfigurasi anular
yang tebentuk karena papul-papul membentuk lingkaran, atau karena
menghilang di sentral dan perluasan ke perifer. Konfigurasi ini sering terlihat
pada glans enis. Dapat pula berkonfigurasi linear atau zosteroformis.

Kelainan di mukosa sangat patognomonik, letaknya di bukal, lidah, bibir, dan


seluruh saluran gastrointestinal. Pada vagina dan vesika urinaria terdapat
gambaran retikular seperti jala yang terdiri atas garis-garis puth atau strie abu-
abu. Kelainan mukosa terdapat pada 2/3 penderita liken planus. Pada alat
kelamin, 25% pria menunjukkan kelainan pada penis terdiri atas papul anular
atau strie yang putih, kelainan pada kuku sebanyak 10%. Pada kulit kepala,
1,4
papul yan folikular dapat menimbulkan alopesia bersikatriks.

Pada umumnya banyak variasi secara klinik penyakit liken planus yang
dikategorikan menurut: (1) bentuk lesi, (2) morfologi yang terlihat, atau (3)lokasi. 1.

a. Bentuk Lesi
1. Bentuk Anuler. Bentuk lesi ini terdapat di punggung dan lebih sering
ditemukan di penis serta skrotum. Kira-kira ditemukan pada 10%
penderita liken planus. Umumnya papula membentuk gambaran cincin.

5
Bentuk lain dari anuler liken planus terjadi ketika lesi membesar
dengan diameter 2 sampai 3 cm dan mengalami hiperpigmentasi. 8

Gambar 1 : Anuler
2. Bentuk Linear. Papul dapat membentuk konfigurasi linear sebagai
bentuk sekunder terhadap trauma, atau pada kasus yang sangat
jarang, sebagai erupsi spontan dan terisolasi. Biasanya terjadi pada
ekstremitas. 8

Gambar 2: Linear
Sumber : www.dermis.net

a. Morfologi Lesi
1. Erosi dan Ulserasi. Bentuk ini menunjukkan lesi-lesi yang erosif, yang
kemudian menjadi ulkus pada selaput lendir yang telah terkena.
2. Atropik. Bentuk ini jarang terdapat, tetapi pernah dilaporkan bersama
dengan bentuk folikuler, vesikulo bulosa, atau hipertrofik. 1

Gambar 3 : Atropik
Sumber : www.dermis.net

6
3. Liken Planus hipertrofik. Variasi ini biasanya terbentuk di ekstremitas,
terutama di daerah inguinal dan persendian jari, dan merupakan
bentuk yang paling terasa gatal. Lesi berwarna keunguan atau merah
kecoklatan, lebih tebal dan lebih tinggi dari sekitarnya, dan
hiperkeratosis. Saat penyembuhan biasanya meninggalkan bekas
berupa jaringan parut atau daerah hiper/hipopigmentasi. 9

Gambar 4: Liken planus hipertropik


Sumber : www.dermis.net

4. Liken Planus Folikular (Liken planopilaris). Lesi folikuler merupakan


bagian dari liken planus tipikal, tetapi kadang-kadang menonjol dan
sulit untuk didiagnosis. Sementara mayoritas, papulnya datar, lesinya
berkelompok seperti duri dan berkembang disekitar folikel rambut
(liken plano-pilaris). Lesi folikuler terdapat di kulit kepala yang bersisik
dan terlihat seperti bekas luka pada alopesia. 9

Gambar 5: Liken planus folikuler


Sumber : www.dermis.net

5. Liken planus pigmentosus. Merupakan pigmen kronik yang difus atau


retikulasi hiperpigmen dengan makula yang berwarna coklat tua pada
daerah yang sering terkena paparan sinar matahari seperti wajah,
leher dan daerah lipatan lainnya.

7
6. Liken planus vesiko-bulosa. Vesikel dan bula pada penyakit ini pasti
ada, kadang-kadang menonjol secara bersamaan sehingga sulit untuk
didiagnosis. Liken planus bullosa merupakan variasi yang jarang
sehingga berkembang menjadi lesi berupa vesikel dan bula pada
penyakit liken planus.1

Gambar 6: Liken planus vesiko-bulosa


Sumber : www.dermis.net

7. Liken planus aktinik. Nama lain variasi ini adalah liken planus
subtropik, liken planus tropik, erupsi likenoid aktinik, liken planus
aktinikus, liken planus anuler atropi, dan likenoid melanodermatosis. 1

b. Lokasi lesi
1. Liken planus pada kulit kepala. Secara klinik maupun histologi liken
planopilaris atau liken planus folikuler menyerang kulit kepala. Pada
kulit kepala secara tipikal terlihat seperti gabungan papul keratotik
yang folikuler.1
2. Liken planus pada kuku. Permukaan kuku yang menipis merupakan
karakteristik dari kuku yang abnormal, ridging longitudinal dan adanya
retakan/celah. Dasar kuku mengalami perubahan, akan tetapi non
spesifik seperti kuning karena adanya kerusakan pada warna kuku,
onikolisis dan hiperkeratosis subungual.1

Gamabar 7 : Liken planus pada kuku


Sumber : www.dermis.net

8
3. Liken planus pada telapak tangan dan tumit. Karakteristik bentuk lesi
yang terdapat pada telapak tangan dan tumit serta adanya lesi
perubahan warna di tempat lain. Bentuknya terdiri dari papul atau
nodul dan lebih aktif di bagian pinggir daripada di tengah.
4. Liken planus pada mukosa. Liken planus menyerang selaput di mulut,
vagina, esofagus, konjungtiva, uretra, hidung dan laring. Ciri utamanya
adalah eritem dan erosi pada lidah ; kadang-kadang ada plak putih
dengan rasa nyeri dan tidak nyaman. Deskuamasi dan erosi pada
1
vulva dan vagina disertai dengan rasa nyeri terbakar, dispareunia.

Sumber : www.dermis.net
Adapun reaksi lain yang terdapat pada penyakit liken planus
adalah1,5-8
a) Lupus Erythematosus Overlap Syndrome
Pasien dengan reaksi ini didapatkan adanya lesi atropik DLE
(Discoid Lupus Erythematosus) di kepala, leher dan badan serta
memiliki plak putih terlihat seperti renda pada mukosa oral.
Likenoid atau papul verukos dan plak dapat ditemukan pada kulit
non mukosa..5
b) Graft-versus-host disease
Chronic Graft Versus Host Disease (GVHD), terjadi 100 hari setelah
transplantasi sumsum tulang, dapat timbul sebagai erupsi likenoid
yang secara klinis. Karakteristik yang terlihat berupa papul dengan
warna keunguan pada ekstremitas distal. Lesi ini biasanya tidak
gatal. Keterlibatan mukosa oral dengan makula berwarna putih
yang disusun dengan pola fine lace-like; erosi dan ulserasi mungkin
juga ada.6
Reaksi lainnya adalah liken planus pemfigoid, likenoid keratosis
kronik (penyakit Nekam), liken planus dan transformasi maligna,
keratosis likenoid, dermatitis likenoid. 7

9
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Belum ada analisis pemeriksaan yang spesifik untuk membantu menegakkan
diagnosis liken planus. Jumlah limfosit dan sel darah putih pada pemeriksaan
darah dapat menurun, karena adanya pengaruh dari aktivitas sitokin di jaringan
kulit1-3.
Pada pemeriksaan histopatologi, di epidermis terlihat perubahan berupa
hiperkeratosis, akantosis tak teratur, penebalan stratum granulosum setempat,
degenerasi mencair membran basalis, dan hilangnya stratum basalis. Striae
Wickham mungkin ada hubungan dengan bertambahnya aktivitas fokal liken
planus dan tidak karena penebalan lapisan granular. Bentuk bula pada liken
planus sangat jarang terjadi, paling menonjol antara lamina basal dan kerotinosis
pada sitomembran basal1-3.

Gambar 8 : gamabaran histopatologi liken planus

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis liken planus ditegakkan berdasarkan, anamnesis di temukan
keluhan mengenai adanya perubahan pada kulit, seringkali berbentuk papul
eritematosa, dan disertai rasa gatal. Serta pada pemeriksaan fisik ditemukan lesi
pada tubuh pasien. Perlu diperhatikan bentuk, morfologi, dan tempat beradanya lesi
tersebut. Dan pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan darah rutin dan
pemeriksaan histopatologi, pada pemeriksaan darah rutin jumlah limfosit dan sel
darah putih menurun, dan pada pemeriksaan histopatologi di dapatkan pada

10
epidermis terlihat perubahan berupa hiperkeratosis, akantosis tak teratur, penebalan
stratum granulosum setempat, degenerasi memcair membrane basalis dan
hilangnya stratum basalis.1

VII. DIAGNOSIS BANDING


a. Liken nitidus
Lichen nitidus merupakan sebuah kondisi yang lebih jarang dibanding
lichen planus idiopatik dan secara klinis ditandai dengan keberadaan papula-
papula yang berukuran mulai dari sebesar titik hingga seukuran kepala-pin,
yang biasanya asimptomatik, berwarna seperti daging, disertai permukaan
yang datar dan berkilau. 10

Gambaran klinis. Papula-papula lichen nitidus tipikal berukuran sangat


kecil, mulai dari seperti titik sampai seukuran kepala-pin, dan memiliki
permukaan yang datar, atau berbentuk kubah serta berkilau. Papula-papula
biasanya tersendiri, walaupun bisa berdekatan dan berkelompok. Lesi-lesi
bisa ditemukan pada bagian tubuh manapun, tetapi lebih cenderung pada
lengan bawah, penis, abdomen, dada dan bokong. Erupsi terkadang
menyeluruh. Jika telapak tangan dan telapak kaki terkena, perubahan yang
terjadi bisa berupa hiperkeratosis berhimpit yang menyerupai eczema berfisur
kronis, atau bisa terdapat papula-papula yang banyak, unik, dan sangat kecil.
Pada telapak tangan, papula-papula kecil bisa menjadi purpura dan
terkadang menyerupai pompholyx. Kasus-kasus seperti ini bisa kekurangan
lesi lichen nitidus di tempat lain, sehingga biopsi diperlukan untuk
menguatkandiagnosis. 10
Lichen nitidus linear telah ditemukan, tetapi sangat jarang.
Perkembangan lesi di sepanjang tanda-tanda garukan tidak umum. Lesi-lesi
berwarna seperti daging atau coklat kemerahan. Walaupun pruritus intensif
bisa terjadi, lesi pada umumnya tidak bergejala. Kejadian lichen nitidus yang
bersamaan dengan ilchen planus cukup umum, dan Wilson dan Bett
mengklaim bahwa lesi-lesi yang identik secara klinis dengan lesi lichen nitidus
bisa ditemukan pada 25-30% dari semua kasus lichen planus. Kuku
berlesung (nail pitting) bisa terdapat menyertai lichen nitidus, atau kuku yang
terkena bisa tampak kasar akibat striasi linear yang meningkat dan pelekukan

11
longitudinal.
Lesi-lesi membran mukosa sesekali terjadi dan jauh lebih jarang
dibanding pada lichen planus. Krook menyebut kasus menyeluruh sebagai
kasus yang memiliki lesi-lesi mukosal utamanya pada palatal keras dan
margin-margin alveolar maksila, yang terdiri dari papula-papula yang
berdekatan, berwarna kuning abu-abu, bulat, berbatas tegas, dan tersendiri
dengan diameter hingga 1 mm; banyak yang petechial. Pada kasus-kasus
lain, lesi-lesi yang terjadi mirip dengan yang ada pada lichen planus.
Lichen nitidus harus dibedakan dari lichen scrofulosorum, dimana ada
papula-papula folikular berkelompok pada bercak-bercak kecil di trunkus, dan
harus pula dibedakan dari keratosis pilaris, dimana ada papula-papula
folikular bertanduk utamanya pada permukaan ekstensor tungkai. Pada kasus
yang diragukan, biopsi biasanya dapat mengklarifikasi diagnosis. 10

Lichen nitidus

Sumber : www.dermis.net

b. Psoriasis
Psoriasis merupakan penyakit papuloskuamosa dengan gambaran
morfologi, distribusi, serta derajat keparahan penyakit yang bervariasi.
psoriasis biasanya berupa plak berwarna kemerahan yang berbatas tegas
dengan skuama tebal berlapis yang berwarna keputihan pada permukaan
lesi. Ukurannya bervariasi mulai dari papul yang berukuran kecil sampai
dengan plak yang menutupi area tubuh yang luas. Lesi pada psoriasis
umumnya terjadi secara simetris, walaupun dapat terjadi secara unilateral.
Dibawah skuama akan tampak kulit berwarna kemerahan mengkilat dan

12
tampak bintik-bintik perdarahan pada saat skuama diangkat. Hal ini disebut
dengan tanda Auspitz. Psoriasis juga dapat timbul pada tempat terjadinya
trauma, hal ini disebut dengan fenomena Koebner. Penggoresan skuama
utuh dengan mengggunakan pinggir gelas objek akan menyebabkan
terjadinya perubahan warna lebih putih seperti tetesan lilin. 11

Psoriasis

Sumber : www.dermis.net

VIII. PENGOBATAN
Penatalaksanaan liken planus dapat menjadi suatu hal yang sulit bagi dokter
dan pasien. Untuk menentukan jenis obat yang akan digunakan, perlu
dipertimbangkan beratnya penyakit yang dialami oleh pasien, juga segala
keuntungan dan efek samping yang akan muncul dengan penggunaan obat
tersebut1. Berikut adalah obat-obatan yang lazim digunakan sebagai terapi liken
planus.
a. Steroid
Steroid topikal merupakan pilihan terapi lini pertama pada liken planus
mukosa. Keberagaman glukokortikoid topikal telah terlihat efektif. Pada
beberapa keadaan dimana iritasi sekunder dan inflamasi jaringan mulut
muncul dan berkorelasi dengan kolonisasi candida di mulut, serangkaian
terapi antijamur dapat diindikasikan. Glukokortikoid sistemik
memperlihatkan keefektifan dalam pengobatan liken planus erosif oral dan
vulvovaginal. Dosis sistemik dapat digunakan secara tunggal, atau, yang
tersering, digabungkan dengan kortikosteroid topikal. Dosisnya mulai 30-
80 mg/hari, diturunkan setelah 3 sampai 6 minggu setelah menunjukkan
perbaikan. Relaps sering terjadi setelah pengurangan dosis atau
penghentian obat. Dosis yang lebih besar selalu diperlukan untuk liken
planus esofageal. Candidiasis oral merupakan komplikasi yang sering

13
terjadi. Terapi topikal dan sistemik bisa digunakan untuk liken planus di
kulit, tetapi penggunaannya tergantung tingkat kroniknya penyakit, gejala-
gejalanya, dan respon terhadap pengobatan. Glukokortikoid topikal hanya
digunakan pada penyakit kulit tertentu. Glukokortikoid topikal yang poten
dengan atau tanpa oklusi, adalah bermanfaat bagi liken planus di kuli. 13
Triamcinolon asetonide (5-10 mg/roL) adalah efektif dalam mengobati
liken planus di mulut dan kulit.Bisa juga digunakan pada liken planus yang
terjadi di kuku dengan injeksi di lipatan proksimal kuku setiap 4 minggu.
Regresi terjadi dalam 3-4 bulan. Untuk liken planus yang hipertrofi,
konsentrasi glukokortikoid intralesi yang lebih tinggi diperlukan (10-20
mg/ml). Observasi yng ketat diperlukan untuk mengelak terjadinya
komplikasi seperti atrofi atau hipopigmentasi pada tempat tertentu. Jika
adanya tanda-tanda komplikasi tersebut, pengobatan haruslah
diberhentikan segera. Glukokortikoid sistemik sangat berguna dan efektif
dengan penggunaan dosis lebih dari 20 mg/hari (30-80 mg prednisone)
untuk 4-6 minggu dengan dilanjutkan dosis yang dikurangi selama 4-6
minggu juga. Pengobatan lain termasuklah prednisone 5-10 mg/hari
selama 3-5 minggu. Gejala cenderung berkurang. Bagaimanapun, kadar
relaps selepas berhenti pemakaian obat tidak diketahui. Pada liken planus
tipe planopilaris, glukokortikoid topikal yang poten dikombinasi dengan
glukokortikoid oral, 30-40 mg/hari, selama sekurang-kurangnya 3 bulan,
berjaya mengurangi gejala. Namun, jika berhenti dari pemakaian obat
akan menyebabkan relaps. Efek jangka panjang bisa berisiko
komplikasi1,13
b. Retinoid
Retinoid sistemik adalah sebagai antiinflamasi dan digunakan sebagai
terapi untuk liken planus. Remisi dan perbaikan setelah pemakaian
30mg/hari asitretin selama 8 minggu. Tretinoin digunakan sebanyak 10-30
mg/hari untuk perbaikan dan efek samping yang ringan. Etretinat dosis
rendah sebanyak 10-20 mg/hari selama 4-6 bulan bagus untuk remisi
pada liken planus di kulit, mulut. Respon yag cepat didapatkan dengan
penggunaan 75 mg/hari atretinat, tetapi efek samping dari retinoid berkait
erat dengan penggunaan dosis. 1
c. Siklosporin, tacrolimus, dan pimecrolimus.

14
Penggunaan terapi siklosporin topikal 100mg/mL, 5mL 3 kali sehari
menunjukkan hasil yang memuaskan dalam pengobatan liken planus oral.
Pencuci mulut siklosporin topikal memperlihatkan keefektifan terhadap
liken planus oral, terutama untuk bentuk erosif yang berat, tetapi hasilnya
tidak lebih baik dari glukokortikoid topikal. Ketersediaan imunosupresan
agen topikal alternatif, tacrolimus dan pimecrolimus, berguna untuk
mengganti siklosporin topikal. Tacrolimus, golongan imunosupresan
makrolide, yang menekan aktivasi sel T pada penyakit mukosa erosif,
memberikan penyembuhan yang cepat dari nyeri dan rasa terbakar
dengan efek samping minimal. Siklosporin oral diberikan dalam rejimen
dosis 3-10 mg/kgBB/hari telah digunakan untuk penyakit ulseratif berat 14
.

c. Lain-lain
Antijamur poliene, griseofulvin, telah digunakan secara empiris untuk
terapi liken planus oral dan kutaneus; bagaimanapun kurang begitu efektif.
Antijamur yang lebih baru (fluconazole, itraconazole) mungkin berguna
dalam pengobatan liken planus dengan pertumbuhan candida yang
berlebihan, terutama yang bersamaan pemberiannya dengan
glukokortikod topikal. Pada sebuah studi, hydroxychloroquine 200-
400mg/hari selama minimal 6 minggu menghasilkan penyembuhah
sempurna liken planus oral. Perlu kehati-hatian dalam penggunaan
hydroxychloroquine karena antimalaria mungkin merupakan penginduksi
liken planus15
d. Extracorporeal Photochemotherapy (ECP)
ECP yang dilakukan 2 kali seminggu selama 3 minggu lalu diturunkan
memberikan hasil terapi yang baik. Pada sebuah studi, sebanyak 7 pasien
yang diujicobakan memperlihatkan remisi yang sempurna. Azathioprine,
cyclophosphamide, dan mycophenolate mofetil telah memperlihatkan
keuntungan dalam pengobatan liken planus, tetapi uji klinis secara acak
menunjukkan hasil yang kurang baik. Penggunaan dikombinasi dengan
glukokortikoid oral untuk mempercepat respon15

IX.PROGNOSIS
Biasanya penyakit ini berlangsung 1-2 tahun sebelum akhirnya sembuh,
kecuali pada keadaan yang menyertai penyakit kronis. Durasi penyakit

15
ditentukan oleh luasnya area yang mengalami erupsi dan morfologi lesi. Erupsi
yang terjadi secara generalisata cenderung lebih cepat sembuh dibandingkan
lesi kulit saja1,2
Kekambuhan penyakit berkisar antara 15-20% dan cenderung terjadi di
tempat yang sama dengan tempat awal terjadi penyakit 1,2
X. KESIMPULAN
Liken planus adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang kulit dan
mukosa, dengan faktor resiko yang multifaktorial. Liken planus paling sering
ditemukan pada ektremitas superior, kulit kepala, kuku, genitalia, dan membran
mukosa. Anak-anak jarang mengalaminya daripada orang dewasa dengan
Sekurang-kurangnya 2-3 dengan kasus LP terjadi pada umur antara 30 dan 60.
Diagnosis penyakit ini berdasarkan gambaran klinis dan dibantu dengan
pemeriksaan histopatologis. Durasi penyakit ditentukan oleh luasnya area yang
mengalami erupsi serta morfologi lesi. Kekambuhan penyakit berkisar antara 15-
20% dan cenderung terjadi pada lokasi yang sama dengan tempat awal
terjadinya penyakit. Dengan mengetahui imunopatogenesis, faktor resiko,
manifestasi klinis dan edukasi pada pasien, morbiditas penyakit ini dapat
diturunkan.

16
DAFTAR PUSTAKA
1. Daoud M S, Pittelkow M R. Lichen Planus, in : Freedberg I.M, Eisen A.Z, Wolff
K, Austen K.F, Goldsmith L.A, Katz S.I, Fitzpatrick T.B, eds. Dermatology in
General Medicine Eighth Edition, Part 1 A; Vol. 1. P. 296-312.
2. Chuang T. Lichen Planus. 2013. [cited 2014 Jan 26]. Available from :
http://www.emedicine.medscape.com
3. Maibach howard, T.R Jhon, Reeves. Lichen planus : Atlas Dermatologi
Klinik . Jakarta. Hipokrates,1990 . hal 179-180
4. Burns Tony. Lichen planus: Lecture Note Dermatology .Blackwell
Publishing,2007.hal 136
5. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI;2009.
6. Cleach L L, Chosidow O. Lichen Planus. [cited 2014 Jan 24]. N Engl J Med
2012; 366:723-732. Available from :http://www.nejm.org
7. Cole G W. Lichen Planus. 2013. [cited 2014 Jan 26]. Available from:
http://www.medicinenet.com
8. Katta R. Lichen Planus. [cited 2014 Jan 24]. Am Fam Physician. 2000 Jun
1;61(11):3319-3324. Available from :http://www.aafp.org
9. Berman K. Lichen Planus. [cited 2014 Jan 26]. Atlanta;U.S. National Library of
Medicine NIH (National Institutes of Health);2008. Available from :
http://www.nlm.nih.gov

10. Zeina Tannous, William D James. Lichen Nitidus Differential Diagnoses


(cited 2014 jan 18). Available from : http://www.emedicine.medscape.com
11. Jeffrey Meffert. Psoriasis ( cited 2015 jan 22). Available from :
http://www.emedicine.medscape.com
12. Solomon L M, Ehrlich D, Zubkov B. Lichen Planus and Lichen Nitidus, in :
John Harper, Arnold Oranje ,Neil Prose, editors. Textbook of Pediatric
Dermatology Volume I, Second Edition. Oxford ; Blackwell Publishing; 2006.
P. 801-10.
13. Higgins E, Vivier A d. Lichen Planus. Skin Disease in Childhood and
Adolescence. Blackwell Science;1996. P.65-66.
14. BS Sahni. Lichen Planus [Serial on the internet]. Homoeopathy Clinic [Cited
2011-01-15]. Available from :
http://www.homoeopathyclinic.com/articles/diseases/skin/Lichen_Planus.pdf

17
15. Serro V.V, Organ V , Pereira L, Vale E , Correia S. Annular lichen planus in
association with Crohn disease. Dermatology Online Journal Volume 14
Number 9 [Serial On the Internet]. Lisbon;2008; September [Cited 2011-01-15)

18

Anda mungkin juga menyukai