Anda di halaman 1dari 23

ELEKTRO KARDIOGRAM

Hamka

Bagian Cath lab. Cardiac Centre RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

a. Pengertian

Elektrokardiogram (EKG)adalah suatu gambaran secara grafis mengenai aktifitas

elektris dari serabut otot jantung. Yang secara sederhana sebagai alat untuk

memeriksa penderita yang mempunyai gejala atau tanda yang mengarah pada

penyakit kardiovaskular.

b. Dasar Fisiologik EKG

EKG dapat digunakan menurut jalan pemikiran ini dengan sedikit pengertian

tentang proses fisiologik yang terlibat.

Aktifitas listrik dari jantung mempunyai keunikan dan setiap bagian dari jantung

mempunyai karakteristik elektrofisiologis yang khas.

+50 +50 +50


SA NODE ATRIUM AV NODE

0 0 0
Membrane potential (mV)

-50 -50 -50

-100 -100 -100

+50 +50 +50


BUNDLE OF HIS PURKINJE VENTRICLE
NETWORK
0 0 0

-50 -50 -50

-100 -100 -100


300 msec

Gambar 1. Gambaran potensial aksi yang berbeda pada setiap jaringan jantung

1
Dengan pemahaman ini diharapkan bahwa dasar-dasar aktifitas listrik

jantung baik pada keadaa normal maupun pada berbagai gangguan irama jantung

dapat dipahami.

Aktifitas listrik jantung didasari oleh adanya arus pergerakan ion dari luar

sel ke dalam sel atau sebaliknya melalui saluran ion atau ion channel.

Masukya ion-ion melalui salurannya bersifat pasif dan arahnya ditentukan oleh

perbedaan konsentrasi ion-ion diluar dan di dalam sel.

Ekstrasel
Komposisi Intrasel
Plasma Interstitiel
Kation
Na+ 143,0 140,0 14,0
K+ 4,2 4,0 140,0
Ca++ 1,3 1,2 <1
Mg++ 1,3 0,7 20,0
Anion
Cl- 108,0 108,0 4,0
HCO3- 24,0 28,3 10,0
HPO4- 2,0 2,0 11,0
Protein 1,2 0,2 4,0

Tabel 1. Komposisi cairan ekstrasel dan intrasel (mEq/liter)

Proses terbukanya dan tertutupnya saluran ion dikenal sebagai proses Gating.

Proses gatingi salurang ion selalu berada dalam tiga keadaan fungsional yang

dinamis.

- Tertutup

- Terbuka (aktivasi)

- Refrakter (in aktivasi)

2
Kanal-kanal ion bersifat relative spesifik terhadap ion-ion tertentu misalnya :

- Kanal kalsium terutama dilalui Ca++

- Kanal kalium terutama dilalui K+

- Kanal natrium terutama dilalui Na+

Kanal-kanal tersebut dikontrol oleh suatu mekanisme Pintu Gerbang

sehingga dapat membuka dan menutup tergantung pada kondisi transmembran.

Terbukanya kanal tersebut akan mengakibatkan ion mengalir melewati

membran menurut konsetrasi gradiennya (Concentration Gradients) yaitu dari sisi

konsentrais tinggi ke sisi konsetrasi rendah.

Pada waktu sel tidak aktif (resting potensial) tingakat permeability

membran sel jantung terhadap berbagai elektrolit juga berbeda.

Membran sel jantung sangat permeabel terhadap K+ dan Cl, sedikit

permeabel terhadap Na+ dan tidak permeabel anion organic.

Untuk mmeprtahankan gradien tertentu agar ion-ion dapat kontinyu

berdifusi melalui kanal ion, pada membrane sel terdapat suatu carrier transport

system ( Na+, K+, ATP- ase) yang dikenal sebagai pompoa sodium, yang

berfungsi memompa Na+ keluar dan K+ masuk ke dalam sel, maka bila sel dalam

keadaan tidak aktif, terjadilah distribusi yang tidak seimbang dari ion ion

dimana Na+ dan Cl- lebih banyak berkumpul di dalam membran sel.

Karena ion-ion yang sejenis cenderung membentuk persamaan elektron di

dalam dan di luar sel, maka distribusi yang tidak seimbang ini menimbulkan gaya

tarik menarik antara ion-ion dimana ion negatif berkumpul di permukaan dalam,

3
sedangkan ion positif berkumpul di permukaan luar membrane sel, keadaan ini

dikatakan sel dalam keadaan stadium polarisasi.

Karena ion-ion memiliki muatan listrik, maka pada waktu sel tidak aktif,

terdapat perbedaan potensial (resting membrn potensial) antara permukaan dalam

dan luar membaran sel sebesar kira-kira 95 mv dimana muatan intra seluler lebih

negatif dibandingkan muatan ekstraseluler sehingga ditulis -95 mv.

(A) (B)

20
1 1
0 2
2
+ 20
mV 40 0 0
3 3

60 4
95 80 4
100
Na+ Ca++ K+ Na+ K+

0 1 2 mdet
Potensial membrane

Ambang batas untuk pelepasan Serat otot


potensial aksi ventrikel
+20 Serat nodus sinus
(mV)

-40

Potensial istirahat
-80

0 1 2 3
Gambar 2. A. Potensial
Detik
Aksi Otot Ventrikel
B. Petensial Aksi Nodus SA

4
Apabila membran mengadakan depolarisasi dari 95 mv mencapai thressold

(Nilai Ambang Potensial) untuk sel otot jantung yaitu 70 mv, maka perubahan

oiltase ini akan menjadi trigger untuk membuka kanal ion Na+ secara mendadak,

sehingga terjadilah pengaliran Na+ yang sekonyong-konyong masuk ke dalam sel.

Perpindahan muatan positif yang tiba-tiba masuk dari luar ke dalam sel

mengakibatkan potensial membran secara mendadak pula berubah dari nilai negatif

menjadi positif. Ini disebut proses depolarisasi.

Setelah fase depolarisasi berlalu, membrane sel akan mengalami proses

redistribusi ion-ion kembali ke stadium istirahat yang disebut sebagai proses repolarisasi.

Jadi setiap faktor yang tiba-tiba merubah permeabilitas membrane sel

terhadap ion Na+, dapat memulai suatu rangkaian perubahan yang berlangsung dalam

waktu yang sangat singkat dan nantinya kembali ke keadaan semula. Kejadian ini

disebut Action Potential.

C. Sistem Konduksi Jantung

I. Nodus SA

Nodus sinus merupakan kepingan otot khusus, kecil, tipis, dan berbentuk elips,

dengan lebar kira-kira 3 milimeter, panjangnya 15 mili meter dan tebalnya 1 mili

meter, yang terletak di dalam dinding lateral superior dari atrium kanan tepat

disebelah bawah dan sedikit lateral VCS. Serat serat sinus secara langsung

berhubungan dengan serat-serat atrium, sehingga setiap potensial aksi yang mulai di

dalam nodus sinus akan menyebar ke dalam atrium.

5
Gambar 3. Sistem Konduksi Jantung.

Perhatikan bahwa potensial nodus sinus mempunyai muatan negatif antara

lepasan hanya sebesar -55 sampai 60 milivolt,sedangkan serat ventrikel mempunyai

85 sampai -95 milivolt. Penyebab dari berkurangnya muatan negatif ini adalah

membrane sel sinus membocorkan ion-ion natrium.

Pada tingkat negativitas kurang dari -60 milivolt maka sebagian besar, saluran

cepat, natrium sudah menjadi inaktif. Dan jika potensial mencapai ambang batas

voltase kira-kira -40 mv mak yang terbuka adalah saluran lambat kalsium natrium

yang dapat menyebabkan potensial aksi. Jadi pada dasarnya sifat pembocoran dari

serat-serat nodus sinus terhadap ion-ion natrium menyebabkan timbulnya

peransangan sendiri.

Perhatikan gambar fase 4 pada otot ventrikal itu datar adanya samapai ada

ransangan berikutnya. Tetapi pada nodus SA, fase 4 mengalami depolarisasi lambat

atau depolarisasi diastolic spontan. Yang dikenal sebagai pacemaker potensial.

6
Pacemaker potensial ini mempersiapkan depolarisasi selalu dalam keadaan siap untuk

mencapai nilai ambang rangsang, karasteristik potensial aksi nodus SA lainnya adalah

bahwa potensial membran istirahat lebih positif, fase 0 yang landai, fase 2 yang

pendek, dan fase repolarisasi yang lebih cepat.

Dasar ionis dari potensial aksi ini akibat pengaruh yang dominan oleh saluran Ca 2+

tipe T dan Ik. Dan ini semua memberi konstribusi terhadap aktifitas jaringan ini

sebagai Pemacu Jantung.

II. Traktus Internodal

Terdiri atas : - Traktus internodal anterior

- Tractus media (Wenckebach)

- Tractus posterior (Thorel)

Penyebab kecepatan konduksi yang tinggi dalam berkas-berkas ini adalah sejumlah

serat-serat konduksi khusus yang mirip serabut purkinje yang bercampur dengan otot

atrium.

III. Nodus A-V

Nodus ini terletak pada dinding posterior septum atrium kanan, tepat di belakang

katup trikuspidalis dan berdekatan dengan pembukaan sinus koronarius.

Setelah berjalan melalui jalur internodus, impuls akan mencapai nodus A-V kira-kira

0,03 detik dari Nodus Sinus, kemudian terjadi penundaan lebih lanjut selama 0,09

detik di dalam nodus AV sendiri sebelum impuls masuk ke bagian penembusan berkas

A-V. penundaan terakhir selama 0,04 detik terjadi di dalam penembusan berkas A-V

ini. Sehingga jumlah penundaan seluruhnya 0,16 detik.

7
Tujuan penundaan ini adalah :

1. Pengisian ventrikel secara optimal selama kontraksi atrium.

2. Optimalisasi kontraksi ventrikel dengan jalan stabilisasi daun katup dan

septum sebelum kontraksi.

3. Memaksimalkan proses ejeksi dengan menyamakan aktivasi kontraksi pada

dinding ventrikel.

IV. Serabut Purkinje

Serabut purkinje ini berjalan dari nodus A-V melalui berkas A-V dan

membelah menjadi berkas cabang kiri dan kanan yang terletak di bawah endokardium

pada kedua sisi septum. Tiap-tiap cabang menyebar ke bawah menuju apeks

ventrikel, secara bertahap akan memecah menjadi cabang-cabang yang lebih kecil,

yang berjalan mengelilingi tiap ruang ventrikel dan kembali menuju basis jantung.

Serat purkinje merupakan serat yang sangat besar daripada serat otot ventrikel

normal yang menjalarkan potensial aksi dengan kecepatan 2 4,0 m/detik. Keadaan

ini memungkinkan penjalaran yang cepat impuls jantung ke seluruh system

ventrikular.

Frekuensi rangsang
Jaringan Kecepatan Konduksi
Yang dihasilkan (koli/menit)
Nodus SA 0,05 60 100
Otot Atrial 1,0 1,2
Nodus AV 0,02 0,05 40 45
Berkas His 1,2 2,0
Serabut Purkinje 2,0 4,0 25 40
Otot Ventrikel 0,3 1,0

Tabel 2. Kecepatan konduksi pada jaringan jantung (Modifikasi dari ganong WF,
1999 dan Katz, AM 1997)

8
I

LA III
II
RA

Gambar 4. Depolarisasi dari atrium kanan dan kiri pada bidang frontal dengan
vektor-vektor yang juga diproyeksikan pada segitiga einthoven.

3a
3c 3b

L 2c
R
2d 1a
1b

2b 2a

Gambar 5. Perjalanan depolarisasi yang bertahap dari ventrikel kiri dan


kanan, dengan potensial 1a, 1b, 2b, 2c, 2d, 3a, 3b, dan 3c.

Penjelasan :

- Depolarisasi dimulai dari sisi kiri septum ventrikulorum dan kemudian sisi

kanannya (1a + 1b = vector 1)

- Kemudian depolarisasi pad apeks 2a + 2b ; lalu menyusul depolari dinding

bebas ventrikel 2c + 2d (2a + 2b + 2c + 2d = vektor 2)

- Bagian terakhir adalah konus arteriosus, bosal septum dan posterobosal

ventrikel kiri (3a + 3b + 3c = vector 3)

9
3

Gambar 6. Depolarisasi dari kedua ventrikel yang digambarkan secara


skematis, sebagai tiga vektor potensial yang sudah dipadukan

I
3
1 2
R + L

3 1 3
2 2 1
II 2 III

+ +

Gambar 7. Segi tiga Einthoven dengan ketiga vector pada bidang frontal

10
D. Prinsip Dasar EKG

Jaringan tubuh berperan sebagai penghantar listrik yang baik karena

mengandung elektrolit. Perubahan aktifitas listrik pada otot jantung akan dibesarkan

kepermukaan tubuh dan dicatat oleh EKG. EKG mencatat perbedaan potensial listrik

antara dua elektrode yang diletakkan pada permukaan tubuh.

Bila jantung dalam keadaan diastol membrane sel otot jantung mengalami

polarisasi-muatan positif lebih banyak di luar sel dan muatan negatif lebih banyak di

dalam sel. Pada saat tersebut, electrode pada permukaan tubuh tidak mendeteksi

adanya perbedaan listrik, karena semua bagian jantung mengalami polarisasi. Jadi

pencatatan pada EKG tidak memperlihatkan adanya defeksi dari garis potensial nol.

A.
+

+ + + + + + + + + + Istirahat

B.
+ Sedang
depolarisasi

+ + + +
+ + + + + +

C.
Setelah
+
depolarisasi


+ + + + + + + + + +

11
D.
+
Sedang
repolarisasi
+ + + + +
+ + + + +

E.
+ Setelah
repolarisasi

+ + + + + + + + + +

Gambar 8. Pengaruh depolarisasi dan repolarisasi terhadap defleksi EKG.

Eksitasi pada jantung menyebabkan sel-sel otot jantung mengalami

depolarisasi. Bagian luar dari sel menjadi lebih bermuatan negatif. Jadi, terjadi

perbedaan potensial antara sel yang mengalami depolarisasi dan sel yang belum

tereksitasi. Perbedaan potensial ini dicatat oleh elektroda dipermukaan tubuh, dan

arah defleksi tergantung dari polaritas elektroda. Bila seluruh sel otot jantung telah

mengalami depolarisasi, semua bagian luar sel telah bermuatan negatif, dan defleksi

EKG akan kembali menjadi nol.

Bila proses repolarisasi mempunyai arah yang sama dengan proses

depolarisasi, defleksi EKG akan berlawanan selama proses repolarisasi. Hasil

pencatatan dikenal sebagai biphasic action potential oleh karena kedua gelombang

mempunyai defleksi yang berlawanan.

Potensial permukaan, atau besarnya arus listrik yang terekam di permukaan

tubuh tergantung dari posisi elektroda, orientasi dan besarnya dipole. Menurut

12
kesepakatan, gelombang depolarisasi yang mendekati elektroda positif akan

memberikan defleksi keatas (positif) pada pencatatan EKG. Gelombang depolarisasi

yang mendekati elektroda negatif akan memberikan defleksi kebawah (negatif). Bila

gelombang depolarisasi tegak lurus terhadap elektroda tidak terjadi defleksi. Pada

gambar 9 dapat dilihat hubungan antara gelombang depolarisasi dan defleksi yang

sangat penting dalam melakukan analisa perekaman EKG.

1,3 2
A. 2 1 3
0 +

1,3 1 3

B. 2 2
0 +

1,4 1 2 4
2
C. 3 3
0 +

Gambar 9. Defleksi EKG. (A) gelombang depolarisasi mendekati elektroda


posistif menimbulkan defleksi keatas. (B) gelombang depolarisasi
mendekati elektroda negatif menimbulkan defleksi negatif. (C)
gelombang depolarisasi tegak lurus terhadap elektroda tidak
`menimbulkan defleksi.
`

13
E. Pencatatan EKG

Oleh einthoven telah diperkenalkan tiga sadapan standar (standar limb lead) :

I. lengan kanan (negatif) lengan kiri (positif)

II. lengan kanan (negatif) tungkai kiri (positif)

III. lengan kiri (negatif) tungkai kiri (positif)

Pada sadapan I, diukur perbedaan potensial antara lengan kanan dan lengan

kiri, pada sadapan II dan III, berturut-turut antara lengan kanan kaki kiri, dan lengan

kiri kaki kiri. (gamb. 10) I

- +


RA LA
II
+
III
+ LF

Gambar 10. Ketiga sadapan standar dari Einthoven

Wilson memperkenalkan elektrokardiografi unipoler. Di sini diukur antara

terminal sentral (CT) dan suatu titik pada permukaan tubuh (satu pool = satu kutub).

CT diperoleh dengan cara menghubungkan ketiga ekstremitas dengan pertolongan

14
suatu saklar-hambatan tertentu, melalui mana kita dapat memperoleh satu titik,

dengan potensial yang konstan, yang mempunyai nilai mendekati nol.

Elektroda yang menjelajah (explore) (unipoler) diletakkan pada pundak

Kanan (VR), pada pundah kiri (VL), dan pada kaki kiri atau pinggul (VF).

Dengan cara memutuskan hubungan antara CT dan ekstremitas yang

bersangkutan, kita akan memperoleh hasil diperkuat (augmented = a), berturut-turut

aVR, aVL dan AVF (gamb. 11, 12 dan 13).

RA LA RA LA
CT CT

LF LF

Gambar 11. Sadapan pundak kanan (VR) dan yang dihantarkan (aVR).

RA LA RA LA
CT CT

LF LF

Gambar 12 Sadapan pindak kiri (VL) dan yang dihantarkan (aVL)

15
RA LA RA LA
CT CT

LF LF

Gambar 13. Sadapan kaki kiri (VF) dan yang dihantarkan (aVF)

Dalam keadaan yang sebenarnya, elektroda tidak diletakkan pada pundak

dan/atau pinggul, tetapi berturut-turut pada pergelangan tangan dan pergelangan kaki;

sebab, pergelangan tangan atau pergelangan kaki, adalah sama saja seperti pundak

atau pinggul, karena lengan atau tungkai bawah yang terletak di antaranya, adalam

merupakan sambungan kawat elektroda.

Terdapat enam sadapan unipoler pada dinding toraks yang diketahui. Dengan

cara ini, kita mengukur perbedaan potensial antara titik CT dan elektroda yang

menjelajah, pada dinding toraks (Gamb. 14). Elektroda dipasang pada enam tempat

yang berbeda-beda pada dinding toraks (gamb. 15):

V1 : sela interkostal keempat kanan, bersebelahan dengan stermum,

V2 : sela interkostal keempat kiri, bersebelahan dengan stermum,

V3 : diantara V2 dan V4

V4 : pada garis medioklavikuler dalam sela interkostal kelima,

16
V5: diantara V4 dan V6

V6 : pada garis aksiler dan tengah, setelah kiri horizontal dari V4.

RA LA

CT

LF

Gambar -14 .Titik CT dan elektroda yang menjelajah

Gambar -15.Keenam lokasi yang berbeda-beda dari sadapan

pada dinding thorax

F. Segitiga Einthoven

Elektrokardiogram dapat juga merupakan perpaduan dari ketiga vektor dalam

bidang frontal (lihat gambar - 6). Untuk itu digunakan suatu segi tiga sama sisi. Segi

tiga ini adalah ciptaan Einthoven sebagai bentuk khayal untuk menggambarkan

keterkaitan antara sadapan I, II dan III.

17
Jantung dianggap sebagai titik khayal yang terletak di tengah-tengah segitiga.

Aktivasi otot jantung secara elektris menyebabkan terjadinya vektor yang tergambar

sebagai panah dalam segitiga.

Karena proyeksi dari ketiga vektor tersebut (gambar 7 ) pada sisi-sisi

segitiga, maka dapat dihitung bagaimana wujud dari sadapan I, II dan III itu (lihat

juga gambar 5 dan 6 ). Alat EKG sudah disambungkan sedemikian rupa, sehingga

apabila pundah kiri menjadi positif, maka defleksi pada sadapan I mengarah ke atas.

Begitu pula, apabila kaki kiri menjadi positif, maka defleksi pada sadapan II dan III

juga mengarah ke atas (gambar. 16).

A B C

Gambar -16. A. Sadapan I., B. Sadapan II, C. Sadapan III

Pada gambar 7 , vektor 1 mengarah ke kanan dengan begitu menyebabkan

terjadinya gelombang negatif (gelimbang Q) pada sadapan I, yang mempunyai

elektroda positif pada lengan kirinya.

Vektor 2 menuju ke arah kiri bawah, dan menyebabkan puncar R yang relatif

besar, pada sadapan I dan II, tetapi tidak pada sadapan III.

Akhirnya vektor 3 menuju ke arah kanan atas, dan dengan begitu menyebabkan

gelombang S pada sadapan I, II dan III. Dengan ini, konfigurasi dari sadapan I, II dan

III, seperti yang diperlihatkan pada gambar 16, telah dapat dijelaskan.

18
Sadapan V1 s/d V6 adalah sadapan aVR, aVL dan aVF telah diperkuat secara

artifisial (buatan), dan karena itu sebenarnya tidak lagi unipoler, tetapi walaupun

demikian, mereka dapat dianggap unipoler.

Vektor yang mengarah pada elektroda yang menjelajah, direkam positif 9ke

atas), dan sebaliknya vektor yang menjauhi elektroda yang menjelajah, direkam

negatif (gamb. 17).

aVR aVL

3
1
V1
2
V6

aVF

Gambar 17. Ketiga Vektor pada bidang frontal, dengan sadapan unipoler
aVR, aVL, V1, V6.

Sadapan aVR. Sadapan ini memperlihatkan terutama suatu defleksi yang

negatif. Vektor kedua mengarah menjauhi elektroda, vektor ketiga mengarah menuju

ke elektroda. Dengan begitu terjadi pertama-tama suatu defleksi negatif yang besar

(gelombang Q), diikuti oleh gelombang positif yang kecil (puncak r): terdapatlah

suatu kompleks Qr (gambar (18A).

19
A B C

Gambar 18. (A) Sadapan aVR, (B) Sadapan aVL, (C) Sadapan aVF

Sadapan aVL. Vektor pertama direkam negatif, yang kedua dapat terekam

positif yang cukup kuat, apabila sumbu elektrisnya mengarah ke horisontal, atau

bahkan bila mengarah ke kiri atas. Kita melihat suatu kompleks qR (gamb. 18B).

Sadapan AVF. Vektor pertama boleh darinya dalam konfigurasi aVF. Vektor

kedua, tergantung dari kedudukan sumbu elektrisnya, akan menyebabkan puncak R

(pada sumbu vertikal) atau suatu gelombang S (pada sumbuh horisontal). Vektor

ketiga, berperan pada pembentukan gelombang S. Suatu kompleks Rs (gamb. 18C).

A Sadapan V1. Vektor pertama direkan positif, yang

kedua negatif, yang ketiga kadang-kadang masih agak

positif. Terdapat suatu kompleks rS, kadang-kadang

kompleks rSr (gambar 19).

Gambar 19. Sadapan V1

20
B Sadapan V6. Vektor pertama direkam negatif, kedua

positif, ketiga negatif. Terdapat suatu kompleks qRs

(gambar 20 ).

Gambar 20. Sadapan V6

G. Penamaan Gelombang EKG

Atrium

Otot Ventrikel

P
Q S T

Gambar. 21. Potensial aksi yang diplot menjadi kompleks EKG

21
- Gelombang P adalah depolarisasi atrium

- Gelombang Q, R, S membentuk kompleks QRS adalah depolarisasi ventrikel

Diukur dari awal gelombang Q sampai akhir gelombang S

- Gelombang T adalah repolarisasi ventrikel

- Gelombang Q adalah defleksi negatif pertama

- Gelombang R adalah defleksi positif pertama

- Gelombang S adalah defleksi negatif sesudah R

- Defleksi ke dua pisitif disebut R

- Huruf kecil q, r dan s dan berturut-turut r dan s digunakan bila defleksi kecil

- Gelombang U adalah defleksi yang mengikuti gelombang T dan timbul sebelum P

berikutnya.

- PR Interval diukur dari awal gelombang P sampai awal gelombang Q/R

- QT Interval diukur dari awal gelombang Q sampai akhir gelombang T

- ST segment diukur dari akhir gelombang S sampai awal gelombang T

Titik J

Jarak waktu QT
Gambar 22. EKG dengan puncak, segmen dan jarak waktu

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Katheleen Dracup, RN, DNSc. In : Meltzers Intensive Coronary Care : a manual


for nurses : Los Angeles, California, 1995.

2. A. A. H. Meurs, A.C Arntzenius : Practische Elektrocardiografie. Jakarta, 1995.

3. Mary. M. Canibbio, RN, MN. In : Cardiovascular Disorders . Los Angeles,


California. 1990.

4. John. R. Hampton, In : The ECG in Practice, London, 1989.

5. Guyton & Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran : Edisi 9 EGG, Jakarta, 2000.

6. Dr. Sjukri Karim, Dr. Peter Kabo : EKG dan Penanggulangan beberapa
Penyakit Jantung untuk Dokter Umum. Jakarta, 2001.

7. Dr. Irawan Yusuf, PhD. Sistem Kardiovaskuler. Makassar, 2001.

23

Anda mungkin juga menyukai