BAB 3
Pengendalian Tindakan, Personel dan Budaya
Kelompok 7
Nama : 1. Fathimatuzzahroh (1434031039)
2. Fitriana (1434031043)
3. Jaka Pebranto (14340310 )
Ruang : 205
AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
BAB 3
PENGENDALIAN TINDAKAN, PERSONEL, DAN BUDAYA
Pengendalian Tindakan
Pengendalian Personel
Pengendalian personel membangun kecenderungan alami karyawan
untuk mengendalikan atau memotivasi diri mereka sendiri. Self-
monitoring terbilang efektit sebab kebanyakan orang memiliki hati nurani
yang membimbing mereka untuk melakukan hal yang baik dan mampu
melahirkan perasaan positif akan rasa hormat kepada diri sendiri (self-
respect) dan kepuasan saat mereka melakukan pekerjaan dengan baik
serta menyaksikan keberhasilan perusahaan. Self-monitoring telah
didiskusikan dalam literatur manajemen dengan berbagai label, termasuk
motivasi intrinsik dan loyalitas.
Pengendalian personel dapat diimplementasikan melalui (1) seleksi
dan penempatan, (2) pelatihan, dan (3) desain pekerjaan dan resourcing.
Dengan kata lain, menemukan orang yang tepat untuk melakukan
pekerjaan tertentu, melatih mereka, dan memberikan mereka lingkungan
kerja yang baik serta sumber daya yang dibutuhkan, cenderung dapat
meningkatkan kemungkinan akan dilakukannya pekerjaan dengan baik.
Pelatihan
Pelatihan adalah cara umum lainnya untuk meningkatkan
kemungkinan karyawan melakukan pekerjaan dengan baik. Pelatihan
dapat memberikan informasi yang bermanfaat mengenai tindakan atau
hasil seperti apa yang diharapkan oleh perusahaan dan cara terbaik untuk
melaksanakan suatu tugas. Pelatihan dapat juga memberi dampak
motivasional yang positif sebab karyawan dapat diberikan rasa
profesionalisme yang lebih besar, dan mereka sering kali lebih terpancing
untuk melakukan pekerjaan dengan baik jika pekerjaan tersebut mereka
pahami.
Banyak perusahaan menggunakan program pelatihan formal,
seperti dalam pengaturan ruang kelas, untuk meningkatkan keterampilan
personal mereka. Namun layaknya contoh sekolah diatas, faktor-faktor
seperti manajemen profesional dan otonomi keputusan membutuhkan,
atau perlu disertai dengan pelatihan untuk mcmbantu mengembangkan
keterampilan manajer agar dapat bekerja dengan baik.
Banyak pelatihan dilakukan sceara informal, misalnya dengan
mengadakan pendampingan karyawan.
Pengendalian Budaya
Pengendalian budaya didesain untuk mendukung pemantauan
bersama (mutual monitoring) sebuah tekanan kuat dari suatu kelompok
terhadap individu yang menyimpang dari norma dan nilai kelompok. Pada
beberapa budaya kolektivis seperti Jepang, insentif untuk menghindarkan
segala sesuatu yang dapat mempermalukan diri sendiri dan keluarga
merupakan hal yang terpenting. Demikian halnya di beberapa negara,
terutama di Asia tenggara, kesepakatan bisnis kadang disetujui hanya
dengan persetujuan verbal. Dalam contoh kewajiban sosial dan moral
yang dominan lebih kuat dibandingkan kontrak secara legal. Namun,
pengendalian budaya yang kuat yang ditimbulkan oleh proses
pemantauan bersama juga terdapat dalam perusahaan tunggal.
Pengendalian budaya akan bekerja paling efektif jika anggota kelompok
memiliki keterikatan sosial dan emosional antara satu sama lain.
Budaya dibangun di atas tradisi, norma, kepercayaan, nilai, ideologi,
sikap, dan cara berprilaku bersama. Budaya perusahaan relatif tetap dari
waktu ke waktu, meski tujuan dan strategi beradaptasi seperlunya
terhadap perubahan kondisi bisnis. Budaya yang kuat dan fungsional
mempengaruhi karyawan untuk bekerja sama dalam model yang sinergis.
Namun meski pengarah dan kekompakan memberikan manfaat tertentu,
budaya yang kuat terkadang dapat menjadi sumber terjadinya inersia
yang dapat menghalangi perubahan dan adaptasi yang diperlukan dalam
lingkungan yang berkembang cepat.
Budaya perusahaan dapat dibentuk dalam banyak cara, baik lewat
kata maupun contoh, meliputi: kode etik, penghargaan kelompok, transfer
antar perusahaan, pengaturan fisik dan sosial, dan tone at the top.
Kode Etik
Kebanyakan perusahaan dengan ukuran di atas minimal berupaya
untuk membentuk budaya perusahaan mereka melalui kode tingkah laku,
kode etik, kode perusahaan atau pernyataan misi, visi, ataupun filosofi
manajemen. Dokumen tertulis yang formal tersebut memberikan
pernyataan umum akan nilai perusahaan, komitmen kepada pemegang
kepentingan, dan keinginan pihak manajemen mengenai bagaimana
seharusnya perusahaan berfungsi. Kode didesain untuk membantu
karyawan memahami perilaku apa yang diharapkan meski tidak ada
peraturan spesifik, itupun kodenya lebih didasarkan pada prinsip
dibandingkan hanya didasarkan pada peraturan. Kode ini dapat meliputi
pesan penting mengenai dedikasi terhadap kualitas maupun kepuasan
pelanggan, perlakuan yang adil pada karyawan dan pelanggan,
keamanan karyawan, inovasi, pengambilan resiko, ketaatan pada prinsip
etis, komunikasi yang terbuka, dan kesediaan untuk berubah. Agar efektif,
pesan yang dimasukkan dalam pernyataan ini harus diperkuat melalui sesi
pelatihan formal dan melalui diskusi informal atau pertemuan
pendampingan antara karyawan dan pengawasnya.
Bentuk kode tingkah laku dapat bervariasi antar perusahaan.
Selama pernyataan kebijakan umum yang dielaborasi seperlunya oleh
hampir semua kode tingkah laku, beberapa kode memberikan panduan
isu tertentu. Jika panduan demikian disertakan, maka rincian perilaku
akan dapat menunjukan bentuk pengendalian akuntabilitas tindakan
karena karyawan yang melanggar akan mendapat teguran.
Beberapa kode etik tidak berhasil karena kode tidak didukung oleh
kepemimpinan yang kuat dan tone from the top yang tepat. Manajer
puncak tidak selalu berkomitmen pada kode ini, terlebih lagi, memberikan
contoh buruk dengan melakukan tindakan yang tidak tepat. Kode etik
yang didesain dengan cerdas dan diimplementasikan secara fungsional
cenderung sangat diperlukan oleh perusahaan untuk mencoba dan
membentuk perilaku yang diinginkan.
Imbalan Kelompok
Penyediaan imbalan atau Insentif yang didasarkan pada pencapaian
kolektit juga mendukung pengendalian budaya. Rencana insentif yang
berdasar pada pencapaian kolektif tersebut bisa terwujud dalam berbagai
bentuk. Contoh umumnya ialah bonus, pembagian laba (profit-sharing)
atau pembagian keuntungan (gain-sharing) yang memberikan
kompensasi badasarkan pada kinerja perusahaan atau entitas secara
keseluruhan (alih-alih secara individu) berkenaan dengan, keuntungan
atau reduksi biaya (cost reductions). Menurut Sarah McCartney-Fry,
Kenaikan suku bunga dalam bisnis (yang) dimiliki oleh karyawan secara
substansial atau mayoritas, (sebab) perusahaan yang dimiliki bersama
mahir dalam mengelola inovasi dan perubahan serta didukung oleh
tingginya keterlibatan karyawan yang produktif.
Bukti menunjukkan bahwa perencanaan insentif yang didasarkan
pada kelompok menciptakan budaya "kepemilikan" dan "keterlibatan"
terhadap keuntungan bersama antara perusahaan dan karyawannya.
lmbalan kelompok tidak dapat memberi dampak positif terhadap
motivasi, meski pengaruhnya tidak langsung. Imbalan kelompok dapat
mendorong terciptanya kerja sama, pelatihan di tempat kerja untuk
karyawan baru, dan pengadaan tekanan dari rekan kerja terhadap
karyawan agar ikut aktit bekerja demi kebaikan kelompok.