Transport glukosa
Sekresi insulin
Kompensasi jantung Infark Miokard Dehidrasi Sel Schwann rusak Perisit kapiler retina
Osmoreseptor di
Atrofi otot Kematian Hiperosmolalitas
hipotalamus
Hipoksia sel2 perifer Mikroaneurisma retina
Sekresi insulin
Dx: Gangguan
Hiperglikemi citra diri
Dx: resiko
cedera Pemberian insulin , Diet ++ palpitasi,berkeringat
Dx: perubahan
Mencari Dx: kurang
Krisis situasi proses
informasi pengetahuan
keluarga
CHRONIC KINDEY DISEASE
3. Baradero
, Mary. (2009). Klien
gangguan
71.
72. ACUTE FEBRILE ILLNESS
111.
112. CHRONIC KINDEY DISEASE
113.
A. Definisi Chronic Kindey Disease
114. Chronic kindey diseaseatau disebut juga gagal ginjal kronis.Penyakit
ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologiyang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan padaumumnya berakhir
dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinisyang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajatyang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atautransplantasi ginjal (Suwitra, 2009).
Dalam kondisi ini ginjal tidak mampumempertahankan keseimbangan metabolik, cairan,
dan elektrolit yangmenyebabkan terjadinya uremia dan azotemi (Bayhakki, 2013).
115.
B. Klasifikasi Chronic Kindey Disease
116. Pada penderita chronic kindey disease, klasifikasi stadium ditentukan
dua hal, yaituatasdasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis
etiologi.Klasifikasi atasasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
denganmenggunakan rumus Kockcroft-Gault (Suwitra, 2009).Stadium yang lebih
tinggimenunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah (K/DOQI, 2002).
117.
118. LFG ((ml/mnt/ 1,73m2) = (140 umur) X berat badan *)
119. 72 X kreatinin plasma (mg/dl)
123.
124.
C. Etiologi Chronic Kindey Disease
125. Etiologi chronic kindey disease sangat bervariasi antara satu negara
dengan negaralain. Penyebab utama chronic kindey disease tahun 1995-1999 di AS
(Switra, 2009) :Penyakit diabetes mellitus, yakni angka insiden 44% (DM tipe 1 sebesar
7%, DMtipe 2 sebesar 37%), hipertensi dan pembuluh darah besar dengan angka
insiden27%, gloerulonefritis dengan insiden 10%, nefritis Interstitialis dengan insiden4%,
kista dan penyakit bawaan lain dengan insiden 3%, penyakit sistemik (mis:lupus, dan
vaskulitis) dengan insiden 2%, neoplasma dengan insiden 2%, tidakdiketahui dengan
insiden 4%, dan penyakit lain dengan insiden 4%.Penyebab GGK yang menjalani
hemodialisis di Indonesia tahun 2000(Suwitra, 2009), glomerulonefritis dengan angka
insiden 46,39%, diabetesmellitus dengan angka insiden 18,65%, Obstruksi dan infeksi
dengan angkainsiden 12,85%, hipertensi dengan angka insiden 8,46% dan sebab lain
denganangka insiden 13,65%. Menurut O Callaghan, penyebab penyakit ginjal
stadiumakhir yang membutuhkan terapi pengganti ginjal; diabetes mellitus
40%,hipertensi 25%, glomerulonefritis 15%, penyakit ginjal polokistik 4%, urologis6%
dan tidak diketahui sebanyak 10% (0 Callaghan, 2007).
126.
D. Faktor Risiko
e) Glomerulonefritis
127. Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara
mendadakpada kedua ginjal. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat
pengendapankompleks antigen antibodi di kapiler-kapiler glomerulus (Muttaqin &
Sari, 2011).Glomerulonefritis akut yang paling lazim adalah yang akibat infeksi
streptokokus(Baradero, 2009).
128. Glomerulonefritis kronik mungkin mempunyai awitan
sebagaiglomerulonefritis akut atau mungkin menunjukkan reaksi antigen-antibodi
tipeyang lebih ringan yang tidak terdeteksi. Setelah reaksi ini terjadi berulang,
ukuranginjal berkurang sedikitnya seperlima dari ukuran normalnya dan
mengandungmengandung jaringan fibrosa dalam jumlah yang banyak. Dengan
berkembangnyaglomerulonefritis kronik, gejala-gejala dan tanda-tanda serta
insufisiensi ginjaldan GGK terjadi. (Boughman & Hackley,2005).
f) Diabetes Mellitus (DM)
129. Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai
olehpeningkatan kadar gula darah (hiperglikemia). Hal ini terjadi akibat
penurunankemampuan tubuh untuk merespon insulin atau tidak terbentuknya insulin
olehpankreas (Boughman & Hackley, 2005).
130. Pada penderita DM, berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi,
sepertibatu saluran kemih, infeksi saluran kemih, pielonefritis akut maupun kronis,
danberbagai macam bentuk glomerulonefritis, yang disebut sebagai penyakit
ginjalnon diabet pada pasien diabetes (Lubis, 2009).
g) Hipertensi
131. Penyakit ginjal dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan
sebaliknya,hipertensi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan gangguan
ginjal. Namunsulit menentukan apakah hipertensi yang menyebabkan gangguan
ginjal atausebaliknya, gangguan ginjal yang menyebabkan hipertensi (Tessy, 2009).
132. Beratnya pengaruh hipertensi pada ginjal tergantung dari
tingginyatekanan darah dan lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan
darahdalam waktu lama makin berat komplikasi yang dapat ditimbulkan (Tessy,
2009).
h) Penyakit Batu Ginjal
133. Obstruksi saluran kemih dapat terjadi di bagian mana saja pada
sistemsaluran kemih, mulai dari kaliks ginjal sampai meatus (Baradero, 2009). Tanda
dangejala obstruksi saluran kemih tergantung pada lokasi dan beratnya obstrusi.
Obstrusi yang tidak ditanganiakan berakhir dengan gagal ginjal (Baradero, 2009).
134.
135.
E. Manifestasi Klinis Chronic Kindey Disease
1. Pruritus
2. Gagal jantung kongestif
3. Pernafasan kussmaul
4. Nafas berbau uremik.
5. Anoreksia
6. Mual
7. Muntah
8. Ulserasi pada saluran gastrointestinal
9. Anemia
10. Spasme otot dan kram.
11. Burning pain
12. Sindrom mata merah
13. Edema
136.
F. Pemeriksaan Penunjang Chronic Kindey Disease
137. Pemeriksaan penunjang penyakit ginjal kronik : kadar kreatinin
serumuntuk menghitung laju filtrasi glomerulus, rasio protein terhadap kreatinin
ataualbumin terhadap kreatinin dalam contoh urin pertama pada pagi hari atau
urinsewaktu. Pemeriksaan sedimen urin atau dipstik untuk melihat adanya sel
darahmerah dan sel darah putih. Pemeriksaan pencitraan ginjal, biasanya
denganultrasonografi. Kadar elektrolit serum (natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat)
(Pernefri, 2003).
138.
G. Komplikasi Chronic Kindey Disease
139. Menurut data 40-50% kematian penderita CKD disebabkan
olehpenyakit kardiovaskular. Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik (KDQI, 2002) :
a. Derajat 1 yakni kerusakan ginjal dengan LFG normal (90 ml/men)tanpa
komplikasi,
b. Derajat 2 yakni kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan (60-
89ml/men) dengan komplikasi tekanan darah mulai meningkat.
c. Derajat 3 yakni Penurunan LFG sedang (30-59 ml/men) dengankomplikasi :
hiperfosfatemia, hipokalemia, anemia, hiperparatiroid,hipertensi,
hiperhomosistinemia.
d. Derajat 4 yakni penurunan LFG berat (15-29 ml/men) dengankomplikasi :
malnutrisi, asidosis metabolik, cenderung hiperkalerhia,dislipidemia.
e. Derajat 5 yakni gagal ginjal (<15) dengan komplikasi : gagal jantungdan
uremia
140.
H. Penatalaksanaan Chronic Kindey Disease
a. Terapi konservatif
1) Pembatasan protein
2) Diet rendah kalium.
3) Diet rendah natrium
4) Pengaturan cairan
b. Terapi penggantian ginjal atau Renal Replacement Teraphy (RRT)
c. Transplantasi ginjal
d. Hemodialisa
141. Hemodialisa adalah suatu proses terapi pengganti ginjal
dengan menggunakan selaput membran semi permeabel (dialiser). Dialiser ini
memiliki fungsi seperti nefron yang dapat mengeluarkan produk sisa
metabolisme dan mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
pada pasien gagal ginjal (Black, 2005; Ignatavicius, 2006 dalam Septiwi, 2011).
142. Tujuan dilakukan hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-
zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan
(Suharyanto, 2002).
J. Diagnosa Keperawatan yang muncul
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan GFR.
b. Ketidakseimbangan pola nafas b.d edema paru, asites, anemia, keletihan,
penurunan suplai O2 ke jaringan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan
muntah
d. Intolerans aktivitas b.d keletihan, anemia
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan Hb, penurunan suplai O2
ke jaringan
f. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan, perubahan status kesehatan saat ini
g. Gangguan pertukaran gas b.d edema paru, penurunan Hb
h. Defisit Pengetahuan b.d kurangnya pajanan informasi tentang hemodialisa
i. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d penurunan Hb, penurunan suplai O2
ke jaringan
j. Ganguan integritas kulit b.d gatal-gatal pada kulit
143.PATHWAY CKD
144. DAFTAR
PUSTAKA
145. Baradero
, Mary. (2009). Klien
gangguan
214.
215.Acute Febrile Illness
244.
Agen infeksius Dehidrasi
mediator
245. inflamasi
246.
Tubuh kehilangan
Monosil/makrofag
cairan
Acute Fibrrile
Illness
Silokin pirogen Penurunan cairan
intrasel
Mempengaruhi
hipotalamus
anterior BB berkurang Peningkatan suhu
tubuh
anoreksia
Meningkatnya Gangguan rasa
Peningkatan nyaman
evaporasi metabolisme Hipertermi
tubuh
Gelisah
Intake makanan
Resiko berkurang
kelemahan Kurang
kekurangan
pengetahuan
Ketidakseimba
Intoleran Ansietas
ngan nutrisi :
kurang dari
247. DAFTAR PUSTAKA
248.
249. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
250. Doenges, M.E, Marry F. MandAlice, C.G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:
EGC.
251. Guyton, Arthur C. (1990). Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Ed. 3. Jakarta,
EGC.
252. Guyton, Arthur C. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 9. Jakarta, EGC.
253. NANDA NIC-NOC. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA.
Yogyakarta: Media Hardy
254. Wong, Dona L, dkk,. 2003. Maternal child nursing care 2nd edition. Santa Luis: Mosby
Inc.
255.
256.
257.ANEMIA
A. Definisi Anemia
258. Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan
kadar darah Hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah normal. (Brunner &
Suddarth, 2000: 22). Anemia adalah suatu keadaan di mana kadar Hb dan/atau
hitung eritrosit lebih rendah dari nilai normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14
g/dl dan Ht < 41% pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht < 37% pada wanita. (Arief
Mansjoer, 201:454).
259.
B. Etiologi Anemia
1. Defisit zat besi
2. Faktor-faktor hereditas
3. Penyakit kronis
260.
C. Klasifikasi Anemia
261. Menurut Handayani & Haribowo (2008) Derajat anemia ditentukan oleh kadar
Hb. Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah sebagai berikut :
-
Ringan sekali Hb 10 gr/dL-13 gr/dL
-
Ringan Hb 8 gr/dL-9,9 gr/dL
-
Sedang Hb 6 gr/dL-7,9 gr/dL
-
Berat Hb <6 gr/dL
262.
D. Manifestasi klinik Anemia
1. Gejala umum
263. Gejala umum disebut juga sebagai sindrom anemia atau anemic
syndrome. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang
terkena, yaitu sebagai berikut :
a) Sistem kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas
saat beraktivitas, angina pectoris, dan gagal jantung.
b) Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-
kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada
ekstremitas.
c) Sistem urogenital : gangguan haid dan libido menurun.
d) Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
serta rambut tipis dan halus.
264.
265.
2. Gejala akibat penyakit dasar
266. Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemi. Gejala ini
timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut, misalnya
anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan
menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna
kuning seperti jerami (Handayani & Haribowo, 2008)
267.
E. Pemeriksaan Diagnostik Anemia
268.Menurut Handayani & Haribowo (2008) pemeriksaan diagnostic untuk anemia
terdapat beberapa cara antara lain:
1) Pemeriksaan laboratorium hematologis
269. Pemeriksaan laboratorium hematologis dilakukan secara bertahap
sebagai berikut :
a. Tes penyaring : tes ini dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan
bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian
pada komponen-komponen berikut ini :
- Kadar hemoglobin
- Indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC)
- Apusan darah tepi
b. Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan
pada sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dilakukan
meliputi laju endap darah (LED), hitung diferensial, dan hitung
retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang : Pemeriksaan ini harus dilakukan pada
sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis definitive
meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan
pemeriksaan sumsum tulang.
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus : pemeriksaan ini akan dikerjakan jika
telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah
untuk mengonfirmasi dugaan diagnosis tersebut. Pemeriksaan tersebut
meliputi komponen berkiut ini :
- Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin
serum
- Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12
- Anemia hemolitik : hitung retikulosit, tes Coombs, dan elektroforesis Hb
- Anemia pada leukemia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia
2) Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
- Faal ginjal
- Faal endokrin
- Asam urat
- Faal hati
- Biakan kuman
270.
F. Penatalaksanaan Medis Anemia
1) Terapi gawat darurat
271. Pada kasus anema dengan payah jantung atau ancaman payah
jantung, maka harus segera diberikan terapi darurat dengan transfuse sel
darah merah yang dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan payah
jantung tersebut.
2) Terapi khas untuk masing-masing anemia
272. Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya
preparat besi untuk anemia defisiensi besi.
3) Terapi kausal
273. Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang
menjadi penyebab anemia. Misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan
oleh infeksi cacing tambang harus diberikan obat anti cacing tambang.
4) Terapi ex-juvantivus (empiris)
274. Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan,
jika terapi ini berhasil, berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi ini hanya
dilakukan jika tidak tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada
pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat
respon yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat respon, maka
harus dilakukan evaluasi kembali (Handayani & Haribowo, 2008)
275.
G. Diagnosa Keperawatan
276.Diagnosa keperawatan yang dimiliki muncul pada penderita anemia adalah sebagai
berikut :
1) Perubahan Perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel.
2) Kurang nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat
3) Intoleran aktifitas b/d Kelemahan Umum
4) Deficit perawatan diri b/d perubahan sirkulasi dan neurologist (anemia),
gangguan mobilitas, defisit nutrisi.
5) Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang penyakit.
277.
278.
279.
280.
281.
282.
283.
284.
285.
286.
287.
288.
289.
290.
291.
292.
293.
294.
295.
296.
297.
298.
299.
300.
Kerja jantung Metabolisme an aerob
Kebutuhan O2 tidak terpenuhi
erangsang sistem syaraf simpatik Perdarahan >>
Metabolisme an aerob
301. Hipoxia sel jaringan
Payah jantung Asam laktat
302.
Aliran darah
303.GIT Penumpukan asam laktat pada jaringan
304. iskemi Lelah Kompensasi oleh jantung ke HR
305.
Kehilangan komponen Vaskuler
306.
Peristaltik usus
307. Dx : Nyeri Dx: gangguan perfusi jar jantung Tdk terkontrol
Kerja jantung Kelelahan Bedrest
308.
309.
regergitasi
310. Stress organ
Beban jantung meningkat dalam waktu yang lama Ketidak mampuan ADLs
Dx: intoleransi aktivitas
ostipasi Eritrosit Rapuh ADLS
311.
Asam lambung
312. Jantung + GI Penurunan Resisten Perifer
Dx: disfungsi mortilitas GI Dx : Defisit Perawatan di
313. Otot jantung hipertropi
Mual muntah
Dx: gangguan perfusi jaringan GI
314.
Pucat kompensasi
Kemampuan
315. Syok Hipolemik
anurexia
316.
Penurunan curah jantung
317.
intake
318.
319.
Berat badan
ANEMIA
serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada
arteri yang menyuplai darah ke otak.
c. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan kedalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak).
328.
D. Manifestasi Klinis Cerebrovascular Accident (CVA)
329. Berikut adalah tabel perbedaan antara CVA infark dan CVA Bleeding :
330.Gejala
331.Infark 332.Perdarahan
(anamnesa)
333.Permulaan (awitan) 340.Sub akut/kurang 347.Sangat
mendadak akut/mendadak
334.Waktu (saat
serangan) 341.Bangun pagi/istirahat 348.Sedang aktifitas
Hematomegali
363. 387. 415.
376. 400.
423.
Tekanan 402.Jernih
425.Merah
Warna 403.
< 250/mm3 426.
>1000/mm3
Eritrosit
404.oklusi
378.Arteriografi 427.ada shift
405.di tengah
379.EEG 428.shift midline echo
429.
E. Pemeriksaan Cerebrovascular Accident (CVA)
a. Anamnesis
430. Proses anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah
badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan
baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, sedang
bekerja, ataupun sewaktu istirahat.
b. Pemeriksaan fisik
431. Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti
tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran
penderita.Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma glasglow
agar pemantauan selanjutnya lebih mudah, tetapi seandainya penderita sadar
tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf
saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih baik atau adakah disfasia.
Jika kesadaran menurun dan nilai skala koma glasglow telah ditentukan, setelah itu
lakukan pemeriksaan refleks refleks batang otak yaitu :
Reaksi pupil terhadap cahaya.
Refleks kornea.
Refleks okulosefalik.
c. Pemeriksaan penunjang
432. Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan
neurokardiologi, pemeriksaan radiologi, penjelasanya adalah sebagai berikut :
1) Laboratorium.
Pemeriksaan darah rutin.
Pemeriksaan kimia darah lengkap.
Gula darah sewaktu.
Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif.Gula darah dapat mencapai 250 mg
dalam serum dan kemudian berangsur angsur kembali turun.
Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT/SGPT/CPK,
dan profil lipid (trigliserid, LDH-HDL kolesterol serta total lipid).
Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).
Waktu protrombin.
Kadar fibrinogen.
Viskositas plasma.
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi Homosistein.
2) Pemeriksaan neurokardiologi
433. Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan
elektrokardiografi. Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan
infark jantung, atau pada stroke dapat terjadi perubahan perubahan
elektrokardiografi sebagai akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu infark
miokard. Pemeriksaan khusus atas indikasi misalnya CK-MB follow up nya akan
memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik
mengarah kepada kemungkinan adanya potensial source of cardiac emboli
(PSCE) maka pemeriksaan echocardiografi terutama transesofagial
echocardiografi (TEE) dapat diminta untuk visualisasi emboli cardial.
3) Pemeriksaan radiologi
CT-scan otak
434. Perdarahan intraserebral dapat terlihat segera dan
pemeriksaan ini sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan
otak dan infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT-scan otak mungkin
tidak memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari hari
pertama, biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup
besar dan hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit
diidentifikasi, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk
memastikan proses patologik di batang otak.
Pemeriksaan foto thoraks.
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung.
Dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi proses
manajemen dan memperburuk prognosis.
435.
F. Penatalaksanaan
436.Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
437.Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,
438.Pengobatan Konservatif
Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
439.Pengobatan Pembedahan
451. Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
452. Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
453. Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
454. Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
456. Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
457. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
458. Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8
Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta:
EGC
459. Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
460. Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
461. Hudak, C.M., Gallo, B.M., 1986, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta.
462. Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni, Pendidikan
Keperawatan, Padjajaran, Bandung.
463. Lumban Tobing, S.M., 1998, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
464. Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
EGC, Jakarta.
465.
466.
467.DISPEPSIA
468.
A. Definisi Dyspepsia Syndome
469.Dispepsia adalah sekumpulan gejala yang berasal dari saluran percernaan bagian atas.
Bila berhubungan dengan makan atau minum dan diantaranya berupa rasa terbakar
pada jantung dan nyeri (biasanya asam) pada perut atas/dada bawah kembung,
anoreksia dan muntah (Davey, 2005).
B. Etiologi Dyspepsia Syndome
470.Penyebab dyspepsia adalah adanya refluk gastroesofagus, karsinoma esophagus, ulkus
gaster, karsinoma lambung dan gastritis (Davey, 2005 dan Borley, 2007).
C. Pemeriksaan Penunjang Dyspepsia Syndome
471.Pemeriksaan penunjang digunakan untuk menyingkirkan kelainan serius, terutama
kanker lambung, sekaligus menengakkan diagnosis, bila mungkin. Pemeriksaannya
sebagia berikut:
Tes darah
472. Hitung darah engkap dan laju endap darah (LED) normal membantu
menyingkirkan kelainan serius. Hasil tes serologi positif untuk Helicobacter pylori
menunjukkan ulkus peptikum namun belum menyingkirkan keganasan saluran
pencernaan (Davey, 2005).
Endoskopi
473. Tes definitif untuk esofadgitis, penyakit eptelium Barret dan ulkus
peptikum (Davey, 2005).
Ultrasonografi
474. Digunakan untuk penilaian adanya batu empedu (Borley, 2007).
D. Penatalaksanaan Dyspepsia Syndome
475.Obat-obatan yang digunakan pada dasarnya berguna untuk mengobati penyakit yang
mendasari. Obat-obatan yang digunakan untuk penyakit pada saluran pencernaan atas
yaitu (deWit, 2013)
Antasida
476. Jenis antasida diantaranya Mylanta, gelusil, amphojel dan gaviscon.
Antasida berguna untuk menetralkan asam lambung. Efek samping dari
penggunaan obat ini dapat menyebabkan diare sehingga dikonsumsi pada saat
1 jam dan 3 jam setelah makan dan saat akan tidur.
477.
Antagonis reseptor Histamin
478. Jenis obat ini diantaranya cimetidine, ranitidine, nizatidine dan famotidine.
Obat ini bekerja dengan cara menekan sekresi asam dengan cara memblok
reseptor histamine dan sel parietal di lambung. Obat jenis ini dikonsumsi
bersama dengan makanan dan saat sebelum tidur.
Penghambat pompa proton
479. Jenis obat ini diantaranya omeprazole, lansoprazole, dexansoprazole.
Jenis ini bekerja untuk menekan sekresi asam lambung. Jenis obat ini memiliki
efek samping sakit kepala, mual, muntah dan diare.
E. Asuhan Keperawatan Dispepsia
Pengkajian
Anamnesa faktor risiko
480. Pada saat anamnesis dapat dikaji mengenai faktor gaya hidup
(rokok, alcohol, berat badan, stress) relevan dengan terjadinya refluks.
Insidensi kanker meningkat dengan bertambahnya usia dan signifikan
hanya pada usia > 45 tahun. Adanya disfagia dan penurunan berat badan
merupakan indikasi untuk dilakukannya pemeriksaan penunjang (Davey,
2005).
Pemeriksaan fisik
481. Biasanya ditemukan nyeri epigastrik dan juga tanda-tanda
neoplasia (penurunan berat badan, pembesaran kelenjar getah bening,
massa abdomen) (Davey, 2005).
Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada gastrointestinal
Mual berhungan dengan iritasi gastrointestinal
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
volume cairan aktif (muntah)
Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan muntah
(Hermad, 2014).
482.
483.
484.
485.
486.
487.
488.DAFTAR PUSTAKA
489. Borley, NR. dan Grace, PA. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit
Erlangga
490. Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga
491. DeWitt, SC. dan Kumagai, C. 2013. Medical-Surgical Nursing Concepts & Practice 2 nd
Edition. Saunders
492. Hermad, TH. 2013. NANDA International Inc. Nursing Diagnoses: Definitions &
Clssifications 2015-2017 10th Edition. NANDA International
493.
494.
495.
496.
497.
498.
499.
500.
501.HEMATEMESIS MELENA
507.
508.Gambar 1. Penyebab tersering hematemesis melena
509.
C. Manifestasi Klinis Hematemesis Melena
a. Muntah darah (hematemesis)
b. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
c. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
d. Denyut nadi yang cepat, TD rendah
e. Akral teraba dingin dan basah
f. Nyeri perut
g. Nafsu makan menurun
h. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya
anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.
510.
D. Pemeriksaan Penunjang Hematemesis Melena
a. DPL(Diagnostic Peritoneal Lavage) : karsinoma, esophagitis refluks
b. Tes fungsi hati : penyakit hati ( varises)
c. Tes pembekuan darah : alkohol, diathesis, perdarahan
d. EDG(Esophagogastroduodenoscopy): pilihan utama pemeriksaan penunjang.
Akurasi diagnosis tinggi, juga dapat sebagai terapi (varises:injeksi, ulkus
:injeksi/katerisasi)
e. Angiografi : penyebab yang berasal duodenum jarang, untuk perdarahan rekuren
yang tidak jelas
f. Barium meal (menelan barium) yang follow through (mengikuti) : berguna bagi
pasien yang tidak siap untuk EGD (penyakit pernafasan) dan lesi jejenum proksimal
(Pierce A. Grace & Neil R Borley, 2006).
511.
E. Penatalaksanaaan Hematemesis Melena (Pierce A. Grace & Neil R Borley, 2006).
512. Resusistasi
513.
514.
515. Perdarahan minor Perdarahan
mayor
516.
517.
518. Observasi EGD elektif Lanjutkan resusitasi,
EGD segera
519. Pantau hemoglobin dan keseimbangan cairan
520.
521. Ulkus peptikum Varises
Gastritis
522.
523.
524.
525. Terapi endoskopi Terapi endoskopi Terapi PPI i.v
526. Perdarahan ulang Terapi Selang Pemberian makan
527. atau resiko tinggi: Sengstaken dini
528. pembedahan Pembedahan
F. Komplikasi Hematemesis Melena
a. Syok hipovolemik
b. Gagal Ginjal Akut
c. Penurunan kesadaran
d. Ensefalopati
529.
G. Asuhan Keperawatan Hematemesis Melena
530. 1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
531.Gejala: Kelemahan, kelelahan.
532. Tanda: Takikardia, takipnea/hiperventilasi (respons terhadap aktivitas).
b. Sirkulasi
533.Gejala: Hipotensi (termasuk postural), takikardia, disritmia(hipovolemia, hipoksemia),
kelemahan/nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat/perlahan (vasokontriksi), warna
kulit: Pucat, sianosis, (tergantung pada jumlah kehilangan darah, kelembaban
kulit/membrane mukosa: berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut, respon
psikologik).
c. Integritas Ego
534. Gejala: Faktor stress akut atau kronis (keuangan, keluarga, kerja), perasaan
tidak berdaya. Tanda :Tanda ansietas, misalnya gelisah, pucat, berkeringat,perhatian
menyempit, gemetar, suara gemetar.
d. Eliminasi
535. Gejala : Riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan GI
atau masalah yang berhubungan dengan GI, misalnya luka peptic/gaster, gastritis,
bedah gaster, radiasi area gaster, perubahan pola defekasi/ karakteristik feses.
Tanda: Nyeri tekan abdomen; distensi, bunyi usus: sering hiperaktif selama perdarahan,
hipoaktif setelah perdarahan, karakter feses: diare, darah warna gelap, kecoklatan, atau
kadang-kadang merah cerah,berbusa, bau busuk , konstipasi dapat terjadi (perubahan
diet, penggunaan antasida), haluaran urine: menurun, pekat.
e. Makanan/Cairan
536.Gejala:Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik
bagian luar sehubungan dengan lukaduodenal),masalah menelan; cegukan, nyeri ulu
hati, sendawa bau asam, mual/muntah, tidak toleran terhadap makanan, contoh
makanan pedas, coklat; diet khusus untuk penyakit ulkus sebelumnya, penurunan berat
badan. Tanda: Muntah: Warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan
darah, membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk
(perdarahan kronis), berat jenis urin meningkat.
f. Neurosensori
537. Gejala: Rasa berdenyut, pusing/sakit kepala karena sinar, kelemahan, status
mental: tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur,
disorientasi/bingung, sampai pingsan dan koma (tergantung pada volume
sirkulasi/oksigenasi).
g. Nyeri/Kenyamanan
538.Gejala: Nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar,perih; nyeri hebat
tiba-tiba dapat disertai perforasi, rasa ketidaknyamanan/distress samar-samar setelah
makan banyak dan hilang dengan makan (gastritis akut), nyeri epigastrium kiri
sampai tengah/atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam setelah makan dan hilang
dengan antasida (ulkus gaster), nyeri epigastrium terlokalisir di kanan terjadi kurang lebih
4 jam setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida
(ulkus duodenal), tak ada nyeri (varises esophageal atau gastritis), faktor pencetus:
makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obat tertentu (salisilat, reserpin, antibiotic,
ibuprofen), stressor psikologis.Tanda: Wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit,
pucat, berkeringat, perhatian menyempit.
h. Keamanan
539.Gejala: Alergi terhadap obat/sensitive, misalnya ASA. Tanda:Peningkatan suhu, spider
angioma, eritema palmar (menunjukkan sirosis/hipertensi portal).
540.
541. 2. Diagnosa Keperawatan Hematemesis Melena
a. Kekurangan volume cairan sehubungan dengan perdarahan (kehilangan secara
aktif)
b. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan gastrointestinal
c. Mual berhubungan dengan iritasi gastrointestinal
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
542.
543.
544.
545.Patofisiologi Hematemesis Melena
Faktor Risiko
546.
547.
Faktor pembuluh darah Faktor Trombosit Faktor Kekurangan zat bekuan
548. (Vaskulopathy) (Thrombopathy) darah (Coagulopathy)
559.
560.
Proses regenerasi sel hati dalam
bentuk yang terganggu
561.
564.
Tekanan aliran
Ikterus, disfungsi Asites Anoreksia
darah meningkat
565. sistem saraf pusat