Anda di halaman 1dari 68

DIABETES MELLITUS

A. Definisi Diabetes Mellitus


Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan
kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta berkembangnya
komplikasi mikrovaskuler, makrovaskuler dan neurologist. (Long, 1996 : 4)
B. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA), 2005,
yaitu :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
2. Diabetes Melitus Tipe 2
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional

C. Etiologi Diabetes Mellitus


Faktor penyebab terjadinya Diabetes Mellitus ( Sjaifoellah, 1996)
1. Faktor keturunan
Karena adanya kelainan fungsi atau jumlah sel sel betha pancreas yang bersifat
genetic sehimgga mempengaruhi sintesis insulin.
2. Fungsi sel pancreas dan sekresi insulin berkurang
Hormon yang menurunkan glukosa darah yaitu insulin yang dibentuk sel betha
pulau pancreas jika ada penurunan fungsi pancreas maka jelas akan berpengaruh
pada sekresi insulin
3. Kegemukan atau obesitas
Terjadi karena hipertrofi sel betha pancreas dan hiperinsulinemia dan intoleransi
glukosa kemudian berakhir dengan kegemukan dengan diabetes mellitus dan
insulin insufisiensi relative.
4. Perubahan pada usia lanjut berkaitan dengan resistensi insulin
Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama
padapost reseptor.
D. Manifestasi Klinis
Cepat lemah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, sering buang air kecil,
terus menerus lapar dan haus, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada
penyebabnya. Gejala diatas pada umumnya dikenal sebagai Trias DM : Polifagi,
Poliuri, dan Polidipsi
E. Komplikasi Diabetes Mellitus
1. Komplikasi Akut
Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Hypoglikemia
2. Komplikasi Kronis
1) Mikrovaskular
a. Penyakit Ginjal
b. Penyakit Mata (Katarak)
c. Neuropati
2) Makrovaskular
a. Penyakit Jantung Koroner
b. Pembuluh darah kaki
c. Pembuluh darah otak
F. Pemeriksaan Diagnostik Diabetes Mellitus
1. Pemeriksaan gula darah (GDA, GDP, GD 2 Jam PP)
2. Pemeriksaan dengan HbA1c
3. Pemeriksaan Urine
G. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan
H. Masalah Keperawatan
1. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah ditandai dengan ketidakpatuhan
terhadap terapi DM dan diet DM
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen menurun karena
penyempitan pembuluh darah
3. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pngobatan yang tidak adekuat
4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan bentuk jaringan
5. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan klien tentang penyakitnya
6. Gangguan rasa aman nyaman : nyeri berhubungan dengan iskemia atau
kematian jaringan
7. Gangguan pemenuhan kebutuhan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
nafsu makan menurun dan mual muntah
8. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri yang dirasakan
9. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri yang dirasakan
PATHWAY DIABETES MELLITUS
DM tipe I DM tipe II

Etiologi : -reaksi autoimun etiologi :- Genetik (mutasi gen

- Lingkungan (virus Mumps, Rubella, Virus t4 lainx) glukokirase (kr.7)

- Genetik (antigen HLA) - Gaya hidup/obesitas

infiltrasi leukosit Autoimun sel B Endapan lipid di vaskular R. GLUT 2 di sel

Transport glukosa

Destruksi sel B di Kelenjar Pankreas sekresi Insulin (-)/ Hiperglikemia

Gangguan Metabolisme Resistensi insulin

Sekresi insulin

Lemak Karbohidrat Protein Hiperinsulinemia

Hipertrigliserida lipolisis Glikogenesis, Btk glukosa BUN Sel beta terbeban

Hiperkolesterolema As lemak bebas ke hati Glukoneogenesis GFR Glukosa sel polifagi

Btk badan keton Hiperglikemia Krsakan Glomerulus scr mekanisme energi


progresif
LDL , HDL Ketonuria, ketonemia Glukosuria kompensasi pecah protein Sorbitol

Gangguan keseimbangan Sekresi air polifagi Gagal lipolisis,glikogenesis Fruktosa


ginjal
asam basa Poliuria BB , lemas, lelah, tenaga
Kematian
Endapan lipid di vaskuler Diabetik ketoasidosis T. osmotik koloid plasma
Dx : perubahan nutrisi
Dx: Resiko kurang
infeksi Dx: resiko
cidera
Dx : Kelelahan

Aterosklerosis Diabetik Ketoasidosis c.intrasel intavaskuler Osmolalitas intravaskuler

Hipertensi Arteri Koronaria C.intrasel Polidipsi Jejas osmotik pd sel

Kompensasi jantung Infark Miokard Dehidrasi Sel Schwann rusak Perisit kapiler retina
Osmoreseptor di
Atrofi otot Kematian Hiperosmolalitas
hipotalamus
Hipoksia sel2 perifer Mikroaneurisma retina

Dekompensasi kordis Hemokonsentrasi Neuropati perifer


Dx:
Kematian Asidosis Metabolik mual, muntah G. motorik+ sensorik gangguan
penglihatan
Organ reproduksi Serebro vaskular Koma Hipovolemi Sensasi nyeri
Dx: risiko
Impotensi seksual stroke Kematian Trauma tak trasa cedera
Dx: kurang
Kematian volume cairan Ulcus Diabetik
Dx: Dx :
Gangguan Pembedahan gangguan
pola
Kecacatan

Sekresi insulin
Dx: Gangguan
Hiperglikemi citra diri
Dx: resiko
cedera Pemberian insulin , Diet ++ palpitasi,berkeringat

Glukosa k otak Hipoglikemi tremor, ketakutan, rasa lapar dan mual.

Gangguan fungsi otak Aktivasi pusat autonom Koma

pusing,penglihatan kabur, ktjman mental Hipotalamus

ketajaman mental,kejang2,kesadaran Hormon Epinefrin Kematian

Dx: perubahan
Mencari Dx: kurang
Krisis situasi proses
informasi pengetahuan
keluarga
CHRONIC KINDEY DISEASE

A. Definisi Chronic Kindey Disease


Chronic kindey diseaseatau disebut juga gagal ginjal kronis.Penyakit ginjal kronik
adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologiyang beragam, mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan padaumumnya berakhir dengan gagal ginjal.
Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinisyang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal
yang irreversibel, pada suatu derajatyang memerlukan terapi pengganti ginjal yang
tetap, berupa dialisis atautransplantasi ginjal (Suwitra, 2009). Dalam kondisi ini ginjal
tidak mampumempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit
yangmenyebabkan terjadinya uremia dan azotemi (Bayhakki, 2013).

B. Klasifikasi Chronic Kindey Disease


Pada penderita chronic kindey disease, klasifikasi stadium ditentukan dua hal,
yaituatasdasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.Klasifikasi
atasasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung denganmenggunakan
rumus Kockcroft-Gault (Suwitra, 2009).Stadium yang lebih tinggimenunjukkan nilai laju
filtrasi glomerulus yang lebih rendah (K/DOQI, 2002).

LFG ((ml/mnt/ 1,73m2) = (140 umur) X berat badan *)


72 X kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

C. Etiologi Chronic Kindey Disease


Etiologi chronic kindey disease sangat bervariasi antara satu negara dengan
negaralain. Penyebab utama chronic kindey disease tahun 1995-1999 di AS (Switra,
2009) :Penyakit diabetes mellitus, yakni angka insiden 44% (DM tipe 1 sebesar 7%,
DMtipe 2 sebesar 37%), hipertensi dan pembuluh darah besar dengan angka
insiden27%, gloerulonefritis dengan insiden 10%, nefritis Interstitialis dengan insiden4%,
kista dan penyakit bawaan lain dengan insiden 3%, penyakit sistemik (mis:lupus, dan
vaskulitis) dengan insiden 2%, neoplasma dengan insiden 2%, tidakdiketahui dengan
insiden 4%, dan penyakit lain dengan insiden 4%.Penyebab GGK yang menjalani
hemodialisis di Indonesia tahun 2000(Suwitra, 2009), glomerulonefritis dengan angka
insiden 46,39%, diabetesmellitus dengan angka insiden 18,65%, Obstruksi dan infeksi
dengan angkainsiden 12,85%, hipertensi dengan angka insiden 8,46% dan sebab lain
denganangka insiden 13,65%. Menurut O Callaghan, penyebab penyakit ginjal
stadiumakhir yang membutuhkan terapi pengganti ginjal; diabetes mellitus
40%,hipertensi 25%, glomerulonefritis 15%, penyakit ginjal polokistik 4%, urologis6%
dan tidak diketahui sebanyak 10% (0 Callaghan, 2007).

D. Faktor Risiko Chronic Kindey Disease


a) Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadakpada
kedua ginjal. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat pengendapankompleks
antigen antibodi di kapiler-kapiler glomerulus (Muttaqin & Sari, 2011).
Glomerulonefritis akut yang paling lazim adalah yang akibat infeksi
streptokokus(Baradero, 2009).
Glomerulonefritis kronik mungkin mempunyai awitan sebagaiglomerulonefritis
akut atau mungkin menunjukkan reaksi antigen-antibodi tipeyang lebih ringan yang
tidak terdeteksi. Setelah reaksi ini terjadi berulang, ukuranginjal berkurang sedikitnya
seperlima dari ukuran normalnya dan mengandungmengandung jaringan fibrosa
dalam jumlah yang banyak. Dengan berkembangnyaglomerulonefritis kronik, gejala-
gejala dan tanda-tanda serta insufisiensi ginjaldan GGK terjadi. (Boughman &
Hackley,2005).
b) Diabetes Mellitus (DM)
Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai olehpeningkatan
kadar gula darah (hiperglikemia). Hal ini terjadi akibat penurunankemampuan tubuh
untuk merespon insulin atau tidak terbentuknya insulin olehpankreas (Boughman &
Hackley, 2005).
Pada penderita DM, berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi, sepertibatu
saluran kemih, infeksi saluran kemih, pielonefritis akut maupun kronis, danberbagai
macam bentuk glomerulonefritis, yang disebut sebagai penyakit ginjalnon diabet
pada pasien diabetes (Lubis, 2009).
c) Hipertensi
Penyakit ginjal dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan
sebaliknya,hipertensi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan gangguan
ginjal. Namunsulit menentukan apakah hipertensi yang menyebabkan gangguan
ginjal atausebaliknya, gangguan ginjal yang menyebabkan hipertensi (Tessy, 2009).
Beratnya pengaruh hipertensi pada ginjal tergantung dari tingginyatekanan
darah dan lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan darahdalam waktu
lama makin berat komplikasi yang dapat ditimbulkan (Tessy, 2009).
d) Penyakit Batu Ginjal
Obstruksi saluran kemih dapat terjadi di bagian mana saja pada
sistemsaluran kemih, mulai dari kaliks ginjal sampai meatus (Baradero, 2009). Tanda
dangejala obstruksi saluran kemih tergantung pada lokasi dan beratnya obstrusi.
Obstrusi yang tidak ditanganiakan berakhir dengan gagal ginjal (Baradero, 2009).

E. Manifestasi Klinis Chronic Kindey Disease


1. Pruritus
2. Gagal jantung kongestif
3. Pernafasan kussmaul
4. Nafas berbau uremik.
5. Anoreksia
6. Mual
7. Muntah
8. Ulserasi pada saluran gastrointestinal
9. Anemia
10. Spasme otot dan kram.
11. Burning pain
12. Sindrom mata merah
13. Edema

F. Pemeriksaan Penunjang Chronic Kindey Disease


Pemeriksaan penunjang penyakit ginjal kronik : kadar kreatinin serumuntuk
menghitung laju filtrasi glomerulus, rasio protein terhadap kreatinin ataualbumin
terhadap kreatinin dalam contoh urin pertama pada pagi hari atau urinsewaktu.
Pemeriksaan sedimen urin atau dipstik untuk melihat adanya sel darahmerah dan sel
darah putih. Pemeriksaan pencitraan ginjal, biasanya denganultrasonografi. Kadar
elektrolit serum (natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat)(Pernefri, 2003).

G. Komplikasi Chronic Kindey Disease


Menurut data 40-50% kematian penderita CKD disebabkan olehpenyakit
kardiovaskular. Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik (KDQI, 2002) :
1) Derajat 1 yakni kerusakan ginjal dengan LFG normal (90 ml/men)tanpa komplikasi,
2) Derajat 2 yakni kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan (60-89ml/men)
dengan komplikasi tekanan darah mulai meningkat.
3) Derajat 3 yakni Penurunan LFG sedang (30-59 ml/men) dengankomplikasi :
hiperfosfatemia, hipokalemia, anemia, hiperparatiroid,hipertensi,
hiperhomosistinemia.
4) Derajat 4 yakni penurunan LFG berat (15-29 ml/men) dengankomplikasi : malnutrisi,
asidosis metabolik, cenderung hiperkalerhia,dislipidemia.
5) Derajat 5 yakni gagal ginjal (<15) dengan komplikasi : gagal jantungdan uremia

H. Penatalaksanaan Chronic Kindey Disease


1. Terapi konservatif
1) Pembatasan protein
2) Diet rendah kalium.
3) Diet rendah natrium
4) Pengaturan cairan
2. Terapi penggantian ginjal atau Renal Replacement Teraphy (RRT)
3. Transplantasi ginjal
4. Hemodialisa
Hemodialisa adalah suatu proses terapi pengganti ginjal dengan
menggunakan selaput membran semi permeabel (dialiser). Dialiser ini memiliki
fungsi seperti nefron yang dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan
mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal
ginjal (Black, 2005; Ignatavicius, 2006 dalam Septiwi, 2011).
Tujuan dilakukan hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-zat
nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan
(Suharyanto, 2002).

I. Diagnosa Keperawatan yang muncul


a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan GFR.
b. Ketidakseimbangan pola nafas b.d edema paru, asites, anemia, keletihan,
penurunan suplai O2 ke jaringan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan
muntah
d. Intolerans aktivitas b.d keletihan, anemia
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan Hb, penurunan suplai O2
ke jaringan
f. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan, perubahan status kesehatan saat ini
g. Gangguan pertukaran gas b.d edema paru, penurunan Hb
h. Defisit Pengetahuan b.d kurangnya pajanan informasi tentang hemodialisa
i. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d penurunan Hb, penurunan suplai O2
ke jaringan
j. Ganguan integritas kulit b.d gatal-gatal pada kulit
1. PATHWAY CKD
2. DAFTAR
PUSTAKA

3. Baradero
, Mary. (2009). Klien
gangguan

Endokrin. Jakarta: EGC.


4. Baughman, C. Diane & Hackley JoAnn. 2000. Keperawatan Medikal bedah BukuSaku
untuk Brunner dan Suddarth, Edisi 1. Jakarta : EGC
5. Bayhakki. 2013. Meaning of Living With End Stage Renal Disease and Hemodialysis
of Muslims in Pekanbaru, Indonesia. Pekanbaru.
6. Black, J.M & Hawks, J.H. (2005).Medical Surgical Nursing ClinicalManagement for
Positive Outcomes (Ed.7).St. Louis: Missouri ElsevierSaunders.
7. K/DOQI.2002. Clinical Practice Guidelines for Chronic Kid- ney Disease: Evaluation,
Classification and Stratification. Am J Kidney Dis 39:S1-S266,.
8. Lubis, Arliza, Juairiani. (2006). Dukungan Sosial Pasien Gagal Ginjal Terminal yang
Melakukan Terapi Hemodialisa.
9. Muttaqin, Arif &Sari, Kurmala.2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan.
Keperawatan Medikal bedah.Jakarta : Salemba medika.
10. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI). 2003. Penyakit Ginjal Kronik dan
Glomerulopati: Aspek Klinik dan Patologi Ginjal.PERNEFRI, Jakarta.
11. Suhardjono, dkk. 2002. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.Edisi Ketiga. FK UI,
Jakarta.
12. Suwitra K.2009. Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
13. Tessy, A., 2009. Hipertensi Pada Penyakit Ginjal.Jakarta: Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam.
14.
15. GASTROENTRITIS AKUT (GEA)
16.
A. Definisi Gastroentritis Akut (GEA)
17. Gastroenteritis adalah adanya inflamasi pada membran mukosa
saluran pencernaan dan ditandai dengan diare dan muntah (Chow et al., 2010).
18. Gastroenteritis adalah penyakit akut dan menular menyerang pada
lambung dan usus yang di tandai berak-berak encer 5 kali atau lebih. Gastroenteritis
adalah buang air besar encer lebih dari 3 kali perhari dapat atau tanpa lender dan
darah (Murwani. 2009).
19.
B. Etiologi Gastroentritis Akut (GEA)
20. Faktor penyebab gastroenteritis menurut Parashar dan Glass (2012)
adalah:
1. Faktor infeksi
a. Infeksi internal : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama gastroenteritis pada anak, meliputi infeksi internal sebagai
berikut:
1) Infeksi bakteri : vibrio, ecoly, salmonella shigella, capylabactor, versinia
aoromonas dan sebagainya.
2) Infeksi virus : entero virus ( v.echo, coxsacria, poliomyelitis)
3) Infeksi parasit : cacing ( ascaris, tricuris, oxyuris, srongyloidis, protozoa,
jamur).
b. infeksi parenteral : infeksi di luar alat pencernaan, seperti : OMA, tonsilitis,
bronkopneumonia, dan lainnya.
2. Faktor malabsorbsi:
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa), mosiosakarida ( intoleransi glukosa, fruktosa, dan galatosa).
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan: Makanan basi, beracun dan alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis: Rasa takut dan cemas (jarang tetapi dapat terjadi pada anak
yang lebih besar).
21.
C. Manifestasi Klinis Gastroentritis Akut (GEA)
22. Manifestasi klinis penyakit gastroenteritis bervariasi. Berdasarkan
salah satu hasil penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual(93%),
muntah(81%) atau diare(89%), dan nyeri abdomen(76%) adalah gejala yang paling
sering dilaporkan oleh kebanyakan pasien. Tanda-tanda dehidrasi sedang sampai
berat, seperti membran mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, atau perubahan
status mental, terdapat pada <10% pada hasil pemeriksaan. Gejala pernapasan yang
mencangkup radang tenggorokan, batuk, dan rinorea, dilaporkan sekitar 10% (Bresee
et al, 2012).
23.
D. Penegakan Diagnosa Gastroentritis Akut (GEA)
24. Anamnesa
25. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu
mual, muntah, nyeri abdomen, demam dan tinja yang sering, bisa air, malabsorbtif,
atau berdarah tergantung bakteri yang menyebabkan (Simadibrata K et al., 2009).
26. Curiga terjadinya gastroenteritis apabila terjadi perubahan tiba-tiba
konsistensi tinja menjadi lebih berair, dan/atau muntah yang terjadi tiba-tiba. Pada
anak biasanya diare berlangsung selama 5-7 hari dan kebanyakan berhenti dalam 2
minggu. Muntah biasanya berlangsung selama 1-2 hari, dan kebanyakan berhenti
dalam 3 hari.
27. Tanyakan : 1. Kontak terakhir dengan seseorang yang mengalami
diare akut dan/atau muntah 2. Pajanan terhadap sumber infeksi enterik yang diketahui
(mungkin dari makanan atau air yang terkontaminasi) 3. Perjalanan atau bepergian
28.
29. Pemeriksaan fisik Gastroentritis Akut (GEA)
30. Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna
dalam menentukan keparahan penyakit. Status volume dinilai dengan menilai
perubahan pada tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh dan tanda toksisitas.
Pemeriksaan abdomen yang seksama juga merupakan hal yang penting dilakukan
(Simadibrata K et al., 2009).
31.
32. Pemeriksaan Penunjang Gastroentritis Akut (GEA)
a. Pemeriksaan tinja: Pemeriksaan tinja yang dilakukan adalah pemeriksaan
makroskopik dan mikroskopik, biakan kuman, tes resistensi terhadap berbagai
antibiotika, pH dan kadar gula, jika diduga ada intoleransi laktosa.
b. Pemeriksaan darah: Pemeriksaan darah yang dilakukan mencakup
pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, pH dan cadangan alkali,
pemeriksaan kadar ureum.
33.
E. Komplikasi Gastroentritis Akut (GEA)
Dehidrasi
34. Dehidrasi ialah komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita
gastroenteritis.
Gangguan keseimbangan asam basa (Metabolik asidosis): Metabolik asidosis
terjadi karena adanya kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja, adanya ketosis
kelaparan akibat metabolisme lemak tidak sempurna sehingga terjadi
penimbunan keton dalam tubuh, terjadi penimbunan asam laktat, produk
metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan
oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria), dan terjadinya pemindahan ion Na dari
cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler. Secara klinis asidosis dapat
diketahui dengan memperhatikan pernafasan. Pernafasan bersifat cepat,
teratur dan dalam yang disebut pernafasan Kuszmaull (Noerasid, Suraatmadja
dan Asnil, 1988).
Hipoglikemia: Gejala-gejala hipoglikemia berupa lemas, apatis, peka rangsang,
tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma. Gangguan sirkulasi:
Sebagai akibat diare dengan/tanpa muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi
darah berupa syok hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan
terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan
dalam otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera ditangani penderita
dapat meninggal.
35.
F. Penatalaksanaan Gastroentritis Akut (GEA)
36. Penatalaksanaan yang kita lakukan pada pasien dewasa berdasarkan
WHO Guideline (2012), yaitu :
1. Melakukan penilaian awal
2. Tangani dehidrasi
3. Cegah dehidrasi pada pasien yang tidak terdapat gejala dehidrasi menggunakan
cairan rehidrasi oral, menggunakan cairan yang dibuat sendiri atau larutan oralit.
4. Rehidrasi pasien dengan dehidrasi sedang menggunakan larutan oralit, dan
pasien dengan dehidrasi berat dengan terapi cairan intravena yang sesuai
5. Pertahankan hidrasi dengan larutan rehidrasi oral
6. Atasi gejala-gejala lain
7. Lakukan pemeriksaan spesimen tinja untuk analisis
8. Pertimbangkan terapi antimikroba untuk patogen spesifik
37.
G. Pencegahan Gastroentritis Akut (GEA)
38. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit
gastroenteritis dapat dilakukan melalui berbagai cara salah satunya adalah dengan
pemberian vaksin rotavirus, dimana rotavirus itu sendiri sangat sering menyebabkan
penyakit ini. Selain itu hal lain yang dapat kita lakukan ialah dengan meningkatkan
kebersihan diri dengan menggunakan air bersih ataupun melaksanakan kebiasaan
mencuci tangan dan juga memperhatikan kebersihan makanan karena makanan
merupakan salah satu sumber penularan virus yang menyebabkan gastroenteritis
(WHO, 2012).
39.
H. Masalah Keperawatan Yang Muncul
a. Diare berhubungan dengan infeksi, makanan, psikologis.
b. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan sekunder
akibat diare
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak adekuatnya
absorbsiusus terhadap zat gizi
d. Nyeri berhubungan dengan kram abdomen sekunder gastro enteritis.
e. Hipertermia berhubungan dengan penurunan sirkulasi terhadap dehidrasi.
f. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan iritan lingkungan sekunder
terhadapkelembapan
40.
PATHWAYi
GEA
Infeksi Makanan (basi, Psikologis
41. (virus, bakteri, beracun, alergi) (cemas, takut)
parasit)
Masuk kesaluran Stimulus saraf
42. Masuk kesaluran Kegagalan cerna simpatis
43. cerna dan absorpsi usus
44. berkembang
Masuk 45.
ke Toksin tidak dapat Merangsang
Tekanan
pembuluh
46. Toksin dalam di absorpsi peristaltik usus
osmotik
darah47. dinding usus halus meningkat
48. Akumulasi toksin di Kemampuan
Menyerang
49. Merusak mukosa Pergeseran air lumen absorpsi
50.
hipotalamus usus dan elektrolit
51. ke rongga usus Lumen usus
Terjadi iritasi
52.
Hipertermi hipertonik
mukosa usus Isi rongga usus
53.
meningkat
54. Hipertensi cairan Tekanan osmotik
55. intra lumen
56. meningkat Malabsorbsi KH
57.
58. Bakteri dalam
59. usus meningkat
Gastroenteriti
60.
61. s Akut Menghasilkan
Kehilangan cairan
62. muntah gas H2 dan CO2
Gangguan 63.asam basa Asidosis metabolik
Kembang dan
BAB berlebihan Keasaman
Dehidrasi Gangguan sirkulasi Renjatan flatas berlebih
feses
darah Muntah meningkat hipovolemik
Asidosis metabolik dan Kram abdomen
hipokalemia Suplai O2 ke otak Mukosa kering Iritasi anus PH darah menurun
Nyeri abdomen
inadekuat
Renjatan hipovolemik Gangguan cairan Gangguan Rangsangan pusat
Menimbulkan
Penurunan perfusi dan elekttrolit integritas pernapasan
Shock hipovolemik trauma patologis
jaringan kulit
Resti kerusakan Napas cepat dan
Penurunan kesadaran ansietas
Hipoksia integritas kulit dalam
Kematian Sesak Gangguan pola
Nyeri akut
Cemas Gangguan perfusi
Gangguan pola
jaringan
napas
64. DAFTAR PUSTAKA
65. Bresee, J. S., et al., 2012. The Etiology of Severe Acute Gastroenteritis Among
Adults Visiting Emergency Departments in the United States. The Journal of
Infectious Disease. 205 : 1374-1381.
66. Chow A, et al. (2010) Molecular characterization of human homologs of yeast
MOB1. 126(9):2079-89
67. Murwani, A. 2009. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta : Gosyen
Publishing
68. Parashar, U. D., Glass, R. I., 2012. Viral Gastroenteritis. Dalam : Longo, D. L.,
Fauci, A. S., Kasper, D. L., Hauser, S. L., Jameson, J. L., Loscalzo, J. (eds).
2012. Harrisons Principles of Internal Medicinie. 18 ed. USA : The Mc Graw-
Hill Companies,Inc.
69. Simadibrata K, M., Daldiyono, 2009. Diare Akut. Dalam : Sudoyono, A. W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata K, M., Setiasi, S. (eds). 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Interna Publishing, Jakarta : 548-556
70.

71.
72. ACUTE FEBRILE ILLNESS

A. Definisi Acute Febrile Illness


73. Acute febrile illness merupakan bahasa laitin dari febris/deman.
Febris/demam sendiri adalah peningkatan titik patokan (set point) suhu di hipotalamus
(Elizabeth J. Corwin, 2000). Dikatakan febris/demam jika suhu orang menjadi lebih dari
37,5 C (E. Oswari, 2006). Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit
yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan
suatu infeksi (Sjaifoellah Noer, 2004).
74.
B. Klasifikasi Acute Febrile Illness
75. Klasifikasi febris/demam menurut Jefferson (2010), adalah :
Fever : Keabnormalan elevasi dari suhu tubuh, biasanya karena proses patologis
Hyperthermia : Keabnormalan suhu tubuh yang tinggi secara intensional pada
makhluk hidup sebagian atau secara keseluruhan tubuh, seringnya karena induksi
dari radiasi (gelombang panas, infrared), ultrasound atau obat obatan
Malignant Hyperthermia : Peningkatan suhu tubuh yang cepat dan berlebihan yang
menyertai kekakuan otot karena anestesi total
76.
C. Etiologi Acute Febrile Illness
77. Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat
berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun
penyakit lain (Julia, 2000). Menurut Guyton (2000), demam dapat disebabkan karena
kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu,
penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi.
78. Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan
toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat
regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk
mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian
penggambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi
perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium serta penunjang lain secara
tepat dan holistik. Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara
timbul demam, lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala yang menyertai
demam.
79.
80.
81.
D. Manifestasi Klinis Acute Febrile Illness
82. Banyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala nyeri punggung,
anoreksia dan somlolen. Batasan mayornya yaitu suhu tubuh lebih tinggi dari 37,5 C -
40C, kulit hangat, takichardi, sedangkan batasan karakteristik minor yang muncul yaitu
kulit kemerahan, peningkatan kedalaman pernapasan, menggigil/merinding perasaan
hangat dan dingin, nyeri dan sakit yang spesifik atau umum (misal: sakit kepala verigo),
keletihan, kelemahan, dan berkeringat (Isselbacher. 1999, Carpenito. 2000).
83.
E. Pemeriksaan Penunjang Acute Febrile Illness
Laboratorium : pemeriksaan darah rutin, kultur urin dan kultur darah
Hemato : CRP (C. reaktif protein) : meningkat
SGOT/SGPT : memberi petunjuk mengenai fungsi sel hati
84.
F. Penatalaksanaan Acute Febrile Illness
a. Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam.
Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan
pula apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau apakah anak mengalami
kejang-kejang. Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi
perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya
suplai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam keadaan
demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya fungsi intelektual
tertentu.
b. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
c. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
d. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak
yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
e. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknyaMinuman yang diberikan
dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh.
Tujuannnya adalah agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh
memperoleh gantinya.
f. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
g. Kompres hangat suam-suam kuku pada dahi, ketiak,lipat paha. Kompres air hangat
atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan tubuh akan
menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan demikian tubuh akan
menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengatur
suhu tubuh lagi. Di samping itu lingkungan luar yang hangat akan membuat
pembuluh darah tepi di kulit melebar atau mengalami vasodilatasi, juga akan
membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan mempermudah pengeluaran panas
dari tubuh
h. Pemberian obat antipiretik. Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di
pusat pengatur suhu di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah
pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase
sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali menjadi normal yang mana
diperintah memproduksi panas diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas
tidak ada lagi.
85.
G. Komplikasi Acute Febrile Illness
a. Dehidrasi : demam penguapan cairan tubuh
b. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi pada
anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama demam dan
umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak membahayakan
otak
86.
H. Diagnosa Keperawatan Acute Febrile Illness
a. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, proses penyakit.
b. Resiko injuri berhubungan dengan infeksi mikroorganisme.
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang dan
diaforesis.
d. Ansietas berhubungan dengan hipertermi, efek proses penyakit
87.
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
98.
99.
100.
101.
102. DAFTAR PUSTAKA
103.
104. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
105. Doenges, M.E, Marry F. MandAlice, C.G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:
EGC.
106. Guyton, Arthur C. (1990). Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Ed. 3. Jakarta,
EGC.
107. Guyton, Arthur C. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 9. Jakarta, EGC.
108. NANDA NIC-NOC. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA.
Yogyakarta: Media Hardy
109. Wong, Dona L, dkk,. 2003. Maternal child nursing care 2nd edition. Santa Luis: Mosby
Inc.
110.

111.
112. CHRONIC KINDEY DISEASE
113.
A. Definisi Chronic Kindey Disease
114. Chronic kindey diseaseatau disebut juga gagal ginjal kronis.Penyakit
ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologiyang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan padaumumnya berakhir
dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinisyang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajatyang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atautransplantasi ginjal (Suwitra, 2009).
Dalam kondisi ini ginjal tidak mampumempertahankan keseimbangan metabolik, cairan,
dan elektrolit yangmenyebabkan terjadinya uremia dan azotemi (Bayhakki, 2013).
115.
B. Klasifikasi Chronic Kindey Disease
116. Pada penderita chronic kindey disease, klasifikasi stadium ditentukan
dua hal, yaituatasdasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis
etiologi.Klasifikasi atasasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
denganmenggunakan rumus Kockcroft-Gault (Suwitra, 2009).Stadium yang lebih
tinggimenunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah (K/DOQI, 2002).
117.
118. LFG ((ml/mnt/ 1,73m2) = (140 umur) X berat badan *)
119. 72 X kreatinin plasma (mg/dl)

120. *) pada perempuan dikalikan 0,85


121.
122.

123.
124.
C. Etiologi Chronic Kindey Disease
125. Etiologi chronic kindey disease sangat bervariasi antara satu negara
dengan negaralain. Penyebab utama chronic kindey disease tahun 1995-1999 di AS
(Switra, 2009) :Penyakit diabetes mellitus, yakni angka insiden 44% (DM tipe 1 sebesar
7%, DMtipe 2 sebesar 37%), hipertensi dan pembuluh darah besar dengan angka
insiden27%, gloerulonefritis dengan insiden 10%, nefritis Interstitialis dengan insiden4%,
kista dan penyakit bawaan lain dengan insiden 3%, penyakit sistemik (mis:lupus, dan
vaskulitis) dengan insiden 2%, neoplasma dengan insiden 2%, tidakdiketahui dengan
insiden 4%, dan penyakit lain dengan insiden 4%.Penyebab GGK yang menjalani
hemodialisis di Indonesia tahun 2000(Suwitra, 2009), glomerulonefritis dengan angka
insiden 46,39%, diabetesmellitus dengan angka insiden 18,65%, Obstruksi dan infeksi
dengan angkainsiden 12,85%, hipertensi dengan angka insiden 8,46% dan sebab lain
denganangka insiden 13,65%. Menurut O Callaghan, penyebab penyakit ginjal
stadiumakhir yang membutuhkan terapi pengganti ginjal; diabetes mellitus
40%,hipertensi 25%, glomerulonefritis 15%, penyakit ginjal polokistik 4%, urologis6%
dan tidak diketahui sebanyak 10% (0 Callaghan, 2007).
126.
D. Faktor Risiko
e) Glomerulonefritis
127. Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara
mendadakpada kedua ginjal. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat
pengendapankompleks antigen antibodi di kapiler-kapiler glomerulus (Muttaqin &
Sari, 2011).Glomerulonefritis akut yang paling lazim adalah yang akibat infeksi
streptokokus(Baradero, 2009).
128. Glomerulonefritis kronik mungkin mempunyai awitan
sebagaiglomerulonefritis akut atau mungkin menunjukkan reaksi antigen-antibodi
tipeyang lebih ringan yang tidak terdeteksi. Setelah reaksi ini terjadi berulang,
ukuranginjal berkurang sedikitnya seperlima dari ukuran normalnya dan
mengandungmengandung jaringan fibrosa dalam jumlah yang banyak. Dengan
berkembangnyaglomerulonefritis kronik, gejala-gejala dan tanda-tanda serta
insufisiensi ginjaldan GGK terjadi. (Boughman & Hackley,2005).
f) Diabetes Mellitus (DM)
129. Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai
olehpeningkatan kadar gula darah (hiperglikemia). Hal ini terjadi akibat
penurunankemampuan tubuh untuk merespon insulin atau tidak terbentuknya insulin
olehpankreas (Boughman & Hackley, 2005).
130. Pada penderita DM, berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi,
sepertibatu saluran kemih, infeksi saluran kemih, pielonefritis akut maupun kronis,
danberbagai macam bentuk glomerulonefritis, yang disebut sebagai penyakit
ginjalnon diabet pada pasien diabetes (Lubis, 2009).
g) Hipertensi
131. Penyakit ginjal dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan
sebaliknya,hipertensi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan gangguan
ginjal. Namunsulit menentukan apakah hipertensi yang menyebabkan gangguan
ginjal atausebaliknya, gangguan ginjal yang menyebabkan hipertensi (Tessy, 2009).
132. Beratnya pengaruh hipertensi pada ginjal tergantung dari
tingginyatekanan darah dan lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan
darahdalam waktu lama makin berat komplikasi yang dapat ditimbulkan (Tessy,
2009).
h) Penyakit Batu Ginjal
133. Obstruksi saluran kemih dapat terjadi di bagian mana saja pada
sistemsaluran kemih, mulai dari kaliks ginjal sampai meatus (Baradero, 2009). Tanda
dangejala obstruksi saluran kemih tergantung pada lokasi dan beratnya obstrusi.
Obstrusi yang tidak ditanganiakan berakhir dengan gagal ginjal (Baradero, 2009).
134.
135.
E. Manifestasi Klinis Chronic Kindey Disease
1. Pruritus
2. Gagal jantung kongestif
3. Pernafasan kussmaul
4. Nafas berbau uremik.
5. Anoreksia
6. Mual
7. Muntah
8. Ulserasi pada saluran gastrointestinal
9. Anemia
10. Spasme otot dan kram.
11. Burning pain
12. Sindrom mata merah
13. Edema
136.
F. Pemeriksaan Penunjang Chronic Kindey Disease
137. Pemeriksaan penunjang penyakit ginjal kronik : kadar kreatinin
serumuntuk menghitung laju filtrasi glomerulus, rasio protein terhadap kreatinin
ataualbumin terhadap kreatinin dalam contoh urin pertama pada pagi hari atau
urinsewaktu. Pemeriksaan sedimen urin atau dipstik untuk melihat adanya sel
darahmerah dan sel darah putih. Pemeriksaan pencitraan ginjal, biasanya
denganultrasonografi. Kadar elektrolit serum (natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat)
(Pernefri, 2003).
138.
G. Komplikasi Chronic Kindey Disease
139. Menurut data 40-50% kematian penderita CKD disebabkan
olehpenyakit kardiovaskular. Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik (KDQI, 2002) :
a. Derajat 1 yakni kerusakan ginjal dengan LFG normal (90 ml/men)tanpa
komplikasi,
b. Derajat 2 yakni kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan (60-
89ml/men) dengan komplikasi tekanan darah mulai meningkat.
c. Derajat 3 yakni Penurunan LFG sedang (30-59 ml/men) dengankomplikasi :
hiperfosfatemia, hipokalemia, anemia, hiperparatiroid,hipertensi,
hiperhomosistinemia.
d. Derajat 4 yakni penurunan LFG berat (15-29 ml/men) dengankomplikasi :
malnutrisi, asidosis metabolik, cenderung hiperkalerhia,dislipidemia.
e. Derajat 5 yakni gagal ginjal (<15) dengan komplikasi : gagal jantungdan
uremia
140.
H. Penatalaksanaan Chronic Kindey Disease
a. Terapi konservatif
1) Pembatasan protein
2) Diet rendah kalium.
3) Diet rendah natrium
4) Pengaturan cairan
b. Terapi penggantian ginjal atau Renal Replacement Teraphy (RRT)
c. Transplantasi ginjal
d. Hemodialisa
141. Hemodialisa adalah suatu proses terapi pengganti ginjal
dengan menggunakan selaput membran semi permeabel (dialiser). Dialiser ini
memiliki fungsi seperti nefron yang dapat mengeluarkan produk sisa
metabolisme dan mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
pada pasien gagal ginjal (Black, 2005; Ignatavicius, 2006 dalam Septiwi, 2011).
142. Tujuan dilakukan hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-
zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan
(Suharyanto, 2002).
J. Diagnosa Keperawatan yang muncul
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan GFR.
b. Ketidakseimbangan pola nafas b.d edema paru, asites, anemia, keletihan,
penurunan suplai O2 ke jaringan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan
muntah
d. Intolerans aktivitas b.d keletihan, anemia
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan Hb, penurunan suplai O2
ke jaringan
f. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan, perubahan status kesehatan saat ini
g. Gangguan pertukaran gas b.d edema paru, penurunan Hb
h. Defisit Pengetahuan b.d kurangnya pajanan informasi tentang hemodialisa
i. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d penurunan Hb, penurunan suplai O2
ke jaringan
j. Ganguan integritas kulit b.d gatal-gatal pada kulit
143.PATHWAY CKD
144. DAFTAR
PUSTAKA

145. Baradero
, Mary. (2009). Klien
gangguan

Endokrin. Jakarta: EGC.


146. Baughman, C. Diane & Hackley JoAnn. 2000. Keperawatan Medikal bedah BukuSaku
untuk Brunner dan Suddarth, Edisi 1. Jakarta : EGC
147. Bayhakki. 2013. Meaning of Living With End Stage Renal Disease and Hemodialysis
of Muslims in Pekanbaru, Indonesia. Pekanbaru.
148. Black, J.M & Hawks, J.H. (2005).Medical Surgical Nursing ClinicalManagement for
Positive Outcomes (Ed.7).St. Louis: Missouri ElsevierSaunders.
149. K/DOQI.2002. Clinical Practice Guidelines for Chronic Kid- ney Disease: Evaluation,
Classification and Stratification. Am J Kidney Dis 39:S1-S266,.
150. Lubis, Arliza, Juairiani. (2006). Dukungan Sosial Pasien Gagal Ginjal Terminal yang
Melakukan Terapi Hemodialisa.
151. Muttaqin, Arif &Sari, Kurmala.2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan.
Keperawatan Medikal bedah.Jakarta : Salemba medika.
152. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI). 2003. Penyakit Ginjal Kronik dan
Glomerulopati: Aspek Klinik dan Patologi Ginjal.PERNEFRI, Jakarta.
153. Suhardjono, dkk. 2002. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.Edisi Ketiga. FK UI,
Jakarta.
154. Suwitra K.2009. Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
155. Tessy, A., 2009. Hipertensi Pada Penyakit Ginjal.Jakarta: Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam.
156.
157.GASTROENTRITIS AKUT (GEA)
158.
A. Definisi Gastroentritis Akut (GEA)
159. Gastroenteritis adalah adanya inflamasi pada membran mukosa
saluran pencernaan dan ditandai dengan diare dan muntah (Chow et al., 2010).
160. Gastroenteritis adalah penyakit akut dan menular menyerang pada
lambung dan usus yang di tandai berak-berak encer 5 kali atau lebih. Gastroenteritis
adalah buang air besar encer lebih dari 3 kali perhari dapat atau tanpa lender dan
darah (Murwani. 2009).
161.
B. Etiologi Gastroentritis Akut (GEA)
162. Faktor penyebab gastroenteritis menurut Parashar dan Glass (2012)
adalah:
1. Faktor infeksi
a. Infeksi internal : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama gastroenteritis pada anak, meliputi infeksi internal sebagai
berikut:
4) Infeksi bakteri : vibrio, ecoly, salmonella shigella, capylabactor, versinia
aoromonas dan sebagainya.
5) Infeksi virus : entero virus ( v.echo, coxsacria, poliomyelitis)
6) Infeksi parasit : cacing ( ascaris, tricuris, oxyuris, srongyloidis, protozoa,
jamur).
b. infeksi parenteral : infeksi di luar alat pencernaan, seperti : OMA, tonsilitis,
bronkopneumonia, dan lainnya.
2. Faktor malabsorbsi:
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa), mosiosakarida ( intoleransi glukosa, fruktosa, dan galatosa).
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan: Makanan basi, beracun dan alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis: Rasa takut dan cemas (jarang tetapi dapat terjadi pada anak
yang lebih besar).
163.
C. Manifestasi Klinis Gastroentritis Akut (GEA)
164. Manifestasi klinis penyakit gastroenteritis bervariasi. Berdasarkan
salah satu hasil penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual(93%),
muntah(81%) atau diare(89%), dan nyeri abdomen(76%) adalah gejala yang paling
sering dilaporkan oleh kebanyakan pasien. Tanda-tanda dehidrasi sedang sampai
berat, seperti membran mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, atau perubahan
status mental, terdapat pada <10% pada hasil pemeriksaan. Gejala pernapasan yang
mencangkup radang tenggorokan, batuk, dan rinorea, dilaporkan sekitar 10% (Bresee
et al, 2012).
165.
D. Penegakan Diagnosa Gastroentritis Akut (GEA)
166. Anamnesa
167. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu
mual, muntah, nyeri abdomen, demam dan tinja yang sering, bisa air, malabsorbtif,
atau berdarah tergantung bakteri yang menyebabkan (Simadibrata K et al., 2009).
168. Curiga terjadinya gastroenteritis apabila terjadi perubahan tiba-tiba
konsistensi tinja menjadi lebih berair, dan/atau muntah yang terjadi tiba-tiba. Pada
anak biasanya diare berlangsung selama 5-7 hari dan kebanyakan berhenti dalam 2
minggu. Muntah biasanya berlangsung selama 1-2 hari, dan kebanyakan berhenti
dalam 3 hari.
169. Tanyakan : 1. Kontak terakhir dengan seseorang yang mengalami
diare akut dan/atau muntah 2. Pajanan terhadap sumber infeksi enterik yang diketahui
(mungkin dari makanan atau air yang terkontaminasi) 3. Perjalanan atau bepergian
170.
171. Pemeriksaan fisik Gastroentritis Akut (GEA)
172. Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna
dalam menentukan keparahan penyakit. Status volume dinilai dengan menilai
perubahan pada tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh dan tanda toksisitas.
Pemeriksaan abdomen yang seksama juga merupakan hal yang penting dilakukan
(Simadibrata K et al., 2009).
173.
174. Pemeriksaan Penunjang Gastroentritis Akut (GEA)
a. Pemeriksaan tinja: Pemeriksaan tinja yang dilakukan adalah pemeriksaan
makroskopik dan mikroskopik, biakan kuman, tes resistensi terhadap berbagai
antibiotika, pH dan kadar gula, jika diduga ada intoleransi laktosa.
b. Pemeriksaan darah: Pemeriksaan darah yang dilakukan mencakup
pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, pH dan cadangan alkali,
pemeriksaan kadar ureum.
175.
E. Komplikasi Gastroentritis Akut (GEA)
Dehidrasi
176. Dehidrasi ialah komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita
gastroenteritis.
Gangguan keseimbangan asam basa (Metabolik asidosis): Metabolik asidosis
terjadi karena adanya kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja, adanya ketosis
kelaparan akibat metabolisme lemak tidak sempurna sehingga terjadi
penimbunan keton dalam tubuh, terjadi penimbunan asam laktat, produk
metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan
oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria), dan terjadinya pemindahan ion Na dari
cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler. Secara klinis asidosis dapat
diketahui dengan memperhatikan pernafasan. Pernafasan bersifat cepat,
teratur dan dalam yang disebut pernafasan Kuszmaull (Noerasid, Suraatmadja
dan Asnil, 1988).
Hipoglikemia: Gejala-gejala hipoglikemia berupa lemas, apatis, peka rangsang,
tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma. Gangguan sirkulasi:
Sebagai akibat diare dengan/tanpa muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi
darah berupa syok hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan
terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan
dalam otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera ditangani penderita
dapat meninggal.
177.
F. Penatalaksanaan Gastroentritis Akut (GEA)
178. Penatalaksanaan yang kita lakukan pada pasien dewasa berdasarkan
WHO Guideline (2012), yaitu :
1. Melakukan penilaian awal
2. Tangani dehidrasi
3. Cegah dehidrasi pada pasien yang tidak terdapat gejala dehidrasi menggunakan
cairan rehidrasi oral, menggunakan cairan yang dibuat sendiri atau larutan oralit.
4. Rehidrasi pasien dengan dehidrasi sedang menggunakan larutan oralit, dan
pasien dengan dehidrasi berat dengan terapi cairan intravena yang sesuai
5. Pertahankan hidrasi dengan larutan rehidrasi oral
6. Atasi gejala-gejala lain
7. Lakukan pemeriksaan spesimen tinja untuk analisis
8. Pertimbangkan terapi antimikroba untuk patogen spesifik
179.
G. Pencegahan Gastroentritis Akut (GEA)
180. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit
gastroenteritis dapat dilakukan melalui berbagai cara salah satunya adalah dengan
pemberian vaksin rotavirus, dimana rotavirus itu sendiri sangat sering menyebabkan
penyakit ini. Selain itu hal lain yang dapat kita lakukan ialah dengan meningkatkan
kebersihan diri dengan menggunakan air bersih ataupun melaksanakan kebiasaan
mencuci tangan dan juga memperhatikan kebersihan makanan karena makanan
merupakan salah satu sumber penularan virus yang menyebabkan gastroenteritis
(WHO, 2012).
181.
H. Masalah Keperawatan Yang Muncul
a. Diare berhubungan dengan infeksi, makanan, psikologis.
b. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan sekunder
akibat diare
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak adekuatnya
absorbsiusus terhadap zat gizi
d. Nyeri berhubungan dengan kram abdomen sekunder gastro enteritis.
e. Hipertermia berhubungan dengan penurunan sirkulasi terhadap dehidrasi.
f. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan iritan lingkungan sekunder
terhadapkelembapan
182.
PATHWAYi
GEA
Infeksi Makanan (basi, Psikologis
183. (virus, bakteri, beracun, alergi) (cemas, takut)
parasit)
Masuk kesaluran Stimulus saraf
184. Masuk kesaluran Kegagalan cerna simpatis
185. cerna dan absorpsi usus
186. berkembang
Masuk 187.
ke Toksin tidak dapat Merangsang
Tekanan
pembuluh
188. Toksin dalam di absorpsi peristaltik usus
osmotik
darah189. dinding usus halus meningkat
190. Akumulasi toksin di Kemampuan
Menyerang
191. Merusak mukosa Pergeseran air lumen absorpsi
192.
hipotalamus usus dan elektrolit
193. ke rongga usus Lumen usus
Terjadi iritasi
194.
Hipertermi hipertonik
mukosa usus Isi rongga usus
195.
meningkat
196. Hipertensi cairan Tekanan osmotik
197. intra lumen
198. meningkat Malabsorbsi KH
199.
200. Bakteri dalam
201. usus meningkat
Gastroenteriti
202.
203. s Akut Menghasilkan
Kehilangan cairan
204. muntah gas H2 dan CO2
Gangguan 205.
asam basa Asidosis metabolik
Kembang dan
BAB berlebihan Keasaman
Dehidrasi Gangguan sirkulasi Renjatan flatas berlebih
feses
darah Muntah meningkat hipovolemik
Asidosis metabolik dan Kram abdomen
hipokalemia Suplai O2 ke otak Mukosa kering Iritasi anus PH darah menurun
Nyeri abdomen
inadekuat
Renjatan hipovolemik Gangguan cairan Gangguan Rangsangan pusat
Menimbulkan
Penurunan perfusi dan elekttrolit integritas pernapasan
Shock hipovolemik trauma patologis
jaringan kulit
Resti kerusakan Napas cepat dan
Penurunan kesadaran ansietas
Hipoksia integritas kulit dalam
Kematian Sesak Gangguan pola
Nyeri akut
Cemas Gangguan perfusi
Gangguan pola
jaringan
napas
206.DAFTAR PUSTAKA
207.
208. Bresee, J. S., et al., 2012. The Etiology of Severe Acute Gastroenteritis Among
Adults Visiting Emergency Departments in the United States. The Journal of
Infectious Disease. 205 : 1374-1381.
209. Chow A, et al. (2010) Molecular characterization of human homologs of yeast
MOB1. 126(9):2079-89
210. Murwani, A. 2009. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta : Gosyen
Publishing
211. Parashar, U. D., Glass, R. I., 2012. Viral Gastroenteritis. Dalam : Longo, D. L.,
Fauci, A. S., Kasper, D. L., Hauser, S. L., Jameson, J. L., Loscalzo, J. (eds).
2012. Harrisons Principles of Internal Medicinie. 18 ed. USA : The Mc Graw-
Hill Companies,Inc.
212. Simadibrata K, M., Daldiyono, 2009. Diare Akut. Dalam : Sudoyono, A. W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata K, M., Setiasi, S. (eds). 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Interna Publishing, Jakarta : 548-556
213.

214.
215.Acute Febrile Illness

A. Definisi Acute Febrile Illness


216. Acute febrile illness merupakan bahasa laitin dari febris/deman.
Febris/demam sendiri adalah peningkatan titik patokan (set point) suhu di hipotalamus
(Elizabeth J. Corwin, 2000). Dikatakan febris/demam jika suhu orang menjadi lebih dari
37,5 C (E. Oswari, 2006). Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit
yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan
suatu infeksi (Sjaifoellah Noer, 2004).
217.
B. Klasifikasi Acute Febrile Illness
218. Klasifikasi febris/demam menurut Jefferson (2010), adalah :
Fever : Keabnormalan elevasi dari suhu tubuh, biasanya karena proses patologis
Hyperthermia : Keabnormalan suhu tubuh yang tinggi secara intensional pada
makhluk hidup sebagian atau secara keseluruhan tubuh, seringnya karena induksi
dari radiasi (gelombang panas, infrared), ultrasound atau obat obatan
Malignant Hyperthermia : Peningkatan suhu tubuh yang cepat dan berlebihan yang
menyertai kekakuan otot karena anestesi total
219.
C. Etiologi Acute Febrile Illness
220. Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat
berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun
penyakit lain (Julia, 2000). Menurut Guyton (2000), demam dapat disebabkan karena
kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu,
penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi.
221. Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan
toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat
regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk
mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian
penggambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi
perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium serta penunjang lain secara
tepat dan holistik. Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara
timbul demam, lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala yang menyertai
demam.
222.
223.
224.
D. Manifestasi Klinis Acute Febrile Illness
225. Banyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala nyeri punggung,
anoreksia dan somlolen. Batasan mayornya yaitu suhu tubuh lebih tinggi dari 37,5 C -
40C, kulit hangat, takichardi, sedangkan batasan karakteristik minor yang muncul yaitu
kulit kemerahan, peningkatan kedalaman pernapasan, menggigil/merinding perasaan
hangat dan dingin, nyeri dan sakit yang spesifik atau umum (misal: sakit kepala verigo),
keletihan, kelemahan, dan berkeringat (Isselbacher. 1999, Carpenito. 2000).
226.
E. Pemeriksaan Penunjang Acute Febrile Illness
Laboratorium : pemeriksaan darah rutin, kultur urin dan kultur darah
Hemato : CRP (C. reaktif protein) : meningkat
SGOT/SGPT : memberi petunjuk mengenai fungsi sel hati
227.
F. Penatalaksanaan Acute Febrile Illness
a. Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam.
Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan
pula apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau apakah anak mengalami
kejang-kejang. Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi
perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya
suplai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam keadaan
demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya fungsi intelektual
tertentu.
b. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
c. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
d. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak
yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
e. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknyaMinuman yang diberikan
dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh.
Tujuannnya adalah agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh
memperoleh gantinya.
f. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
g. Kompres hangat suam-suam kuku pada dahi, ketiak,lipat paha. Kompres air hangat
atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan tubuh akan
menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan demikian tubuh akan
menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengatur
suhu tubuh lagi. Di samping itu lingkungan luar yang hangat akan membuat
pembuluh darah tepi di kulit melebar atau mengalami vasodilatasi, juga akan
membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan mempermudah pengeluaran panas
dari tubuh
h. Pemberian obat antipiretik. Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di
pusat pengatur suhu di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah
pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase
sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali menjadi normal yang mana
diperintah memproduksi panas diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas
tidak ada lagi.
228.
G. Komplikasi Acute Febrile Illness
a. Dehidrasi : demam penguapan cairan tubuh
b. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi pada
anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama demam dan
umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak membahayakan
otak
229.
H. Diagnosa Keperawatan Acute Febrile Illness
a. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, proses penyakit.
b. Resiko injuri berhubungan dengan infeksi mikroorganisme.
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang dan
diaforesis.
d. Ansietas berhubungan dengan hipertermi, efek proses penyakit
230.
231.
232.
233.
234.
235.
236.
237.
238.
239.
240.
241.
242.
243.PATHWAY ACUTE FIBRRILE ILLNESS

244.
Agen infeksius Dehidrasi
mediator
245. inflamasi

246.
Tubuh kehilangan
Monosil/makrofag
cairan
Acute Fibrrile
Illness
Silokin pirogen Penurunan cairan
intrasel

Mempengaruhi
hipotalamus
anterior BB berkurang Peningkatan suhu
tubuh

anoreksia
Meningkatnya Gangguan rasa
Peningkatan nyaman
evaporasi metabolisme Hipertermi
tubuh
Gelisah
Intake makanan
Resiko berkurang
kelemahan Kurang
kekurangan
pengetahuan

Ketidakseimba
Intoleran Ansietas
ngan nutrisi :
kurang dari
247. DAFTAR PUSTAKA
248.
249. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
250. Doenges, M.E, Marry F. MandAlice, C.G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:
EGC.
251. Guyton, Arthur C. (1990). Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Ed. 3. Jakarta,
EGC.
252. Guyton, Arthur C. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 9. Jakarta, EGC.
253. NANDA NIC-NOC. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA.
Yogyakarta: Media Hardy
254. Wong, Dona L, dkk,. 2003. Maternal child nursing care 2nd edition. Santa Luis: Mosby
Inc.
255.

256.
257.ANEMIA

A. Definisi Anemia
258. Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan
kadar darah Hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah normal. (Brunner &
Suddarth, 2000: 22). Anemia adalah suatu keadaan di mana kadar Hb dan/atau
hitung eritrosit lebih rendah dari nilai normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14
g/dl dan Ht < 41% pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht < 37% pada wanita. (Arief
Mansjoer, 201:454).
259.
B. Etiologi Anemia
1. Defisit zat besi
2. Faktor-faktor hereditas
3. Penyakit kronis
260.
C. Klasifikasi Anemia

261. Menurut Handayani & Haribowo (2008) Derajat anemia ditentukan oleh kadar
Hb. Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah sebagai berikut :
-
Ringan sekali Hb 10 gr/dL-13 gr/dL
-
Ringan Hb 8 gr/dL-9,9 gr/dL
-
Sedang Hb 6 gr/dL-7,9 gr/dL
-
Berat Hb <6 gr/dL
262.
D. Manifestasi klinik Anemia
1. Gejala umum
263. Gejala umum disebut juga sebagai sindrom anemia atau anemic
syndrome. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang
terkena, yaitu sebagai berikut :
a) Sistem kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas
saat beraktivitas, angina pectoris, dan gagal jantung.
b) Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-
kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada
ekstremitas.
c) Sistem urogenital : gangguan haid dan libido menurun.
d) Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
serta rambut tipis dan halus.
264.
265.
2. Gejala akibat penyakit dasar
266. Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemi. Gejala ini
timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut, misalnya
anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan
menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna
kuning seperti jerami (Handayani & Haribowo, 2008)
267.
E. Pemeriksaan Diagnostik Anemia
268.Menurut Handayani & Haribowo (2008) pemeriksaan diagnostic untuk anemia
terdapat beberapa cara antara lain:
1) Pemeriksaan laboratorium hematologis
269. Pemeriksaan laboratorium hematologis dilakukan secara bertahap
sebagai berikut :
a. Tes penyaring : tes ini dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan
bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian
pada komponen-komponen berikut ini :
- Kadar hemoglobin
- Indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC)
- Apusan darah tepi
b. Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan
pada sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dilakukan
meliputi laju endap darah (LED), hitung diferensial, dan hitung
retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang : Pemeriksaan ini harus dilakukan pada
sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis definitive
meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan
pemeriksaan sumsum tulang.
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus : pemeriksaan ini akan dikerjakan jika
telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah
untuk mengonfirmasi dugaan diagnosis tersebut. Pemeriksaan tersebut
meliputi komponen berkiut ini :
- Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin
serum
- Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12
- Anemia hemolitik : hitung retikulosit, tes Coombs, dan elektroforesis Hb
- Anemia pada leukemia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia
2) Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
- Faal ginjal
- Faal endokrin
- Asam urat
- Faal hati
- Biakan kuman
270.
F. Penatalaksanaan Medis Anemia
1) Terapi gawat darurat
271. Pada kasus anema dengan payah jantung atau ancaman payah
jantung, maka harus segera diberikan terapi darurat dengan transfuse sel
darah merah yang dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan payah
jantung tersebut.
2) Terapi khas untuk masing-masing anemia
272. Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya
preparat besi untuk anemia defisiensi besi.
3) Terapi kausal
273. Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang
menjadi penyebab anemia. Misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan
oleh infeksi cacing tambang harus diberikan obat anti cacing tambang.
4) Terapi ex-juvantivus (empiris)
274. Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan,
jika terapi ini berhasil, berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi ini hanya
dilakukan jika tidak tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada
pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat
respon yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat respon, maka
harus dilakukan evaluasi kembali (Handayani & Haribowo, 2008)
275.
G. Diagnosa Keperawatan
276.Diagnosa keperawatan yang dimiliki muncul pada penderita anemia adalah sebagai
berikut :
1) Perubahan Perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel.
2) Kurang nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat
3) Intoleran aktifitas b/d Kelemahan Umum
4) Deficit perawatan diri b/d perubahan sirkulasi dan neurologist (anemia),
gangguan mobilitas, defisit nutrisi.
5) Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang penyakit.
277.
278.
279.
280.
281.
282.
283.
284.
285.
286.
287.
288.
289.
290.
291.
292.
293.
294.
295.
296.
297.
298.
299.
300.
Kerja jantung Metabolisme an aerob
Kebutuhan O2 tidak terpenuhi
erangsang sistem syaraf simpatik Perdarahan >>
Metabolisme an aerob
301. Hipoxia sel jaringan
Payah jantung Asam laktat
302.
Aliran darah
303.GIT Penumpukan asam laktat pada jaringan
304. iskemi Lelah Kompensasi oleh jantung ke HR
305.
Kehilangan komponen Vaskuler
306.
Peristaltik usus
307. Dx : Nyeri Dx: gangguan perfusi jar jantung Tdk terkontrol
Kerja jantung Kelelahan Bedrest
308.
309.
regergitasi
310. Stress organ
Beban jantung meningkat dalam waktu yang lama Ketidak mampuan ADLs
Dx: intoleransi aktivitas
ostipasi Eritrosit Rapuh ADLS
311.
Asam lambung
312. Jantung + GI Penurunan Resisten Perifer
Dx: disfungsi mortilitas GI Dx : Defisit Perawatan di
313. Otot jantung hipertropi
Mual muntah
Dx: gangguan perfusi jaringan GI
314.
Pucat kompensasi
Kemampuan
315. Syok Hipolemik
anurexia
316.
Penurunan curah jantung
317.
intake
318.

319.
Berat badan

tidak seimbangan nutruisi dan kebutuhan


320.CEREBROVASCULAR ACCIDENT (CVA)
321.
A. Pengertian Cerebrovascular Accident (CVA)
322.Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease
(CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi
otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak
(Brunner & Suddarth, 2000: 94) atau merupakan suatu kelainan otak baik secara
fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah
serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000).
323.
B. Klasifikasi Cerebrovascular Accident (CVA)
324.Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi
anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah) (Misbach, 1999).

a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:


1. Stroke iskemik
325. Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke
iskemik dibagi menjadi
Transient Ischemic Attack (TIA)
Trombosis serebri
Emboli serebri
2. .Stroke hemoragik
326. Stroke hemoragi adalah stroke yang disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70 persen kasus stroke hemoragi terjadi
Zat Besi
pada penderitahipertensi (Ngoerah, 1991). Stroke hemoragik dibagi menjadi :
a) Perdarahan intraserebral Besi FeroZat besi
Asupan
Genetik
b) Perdarahan subarakhnoid Kehilangan Darah
b. Berdasarkan
Sintesis Globin B abnormal stadium: Gg.Absorpsi
1) Transient
Produksi Globin Ischemic
B Eritrosit mudahAttack
pecah(TIA) yaitu serangan stroke sementara yang
Ketidakefektifan eritropoesis
berlangsung kurang dari 24 jam.
2) Reversible
Apoptosis, Eritoblast Heme (RNID)
dan SDM Ischemic Neurologic Defisit + hemoglobin
yaitu gejala neurologis akan
Vasokontriksi
menghilang antara >24 jam sampai dengan 21 hari.
3) Stroke Komponen
in evolution yaitu kelainaneritrosit
atau defisit neurologik berlangsung secara
Kehilangan pembuatan
bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat.
4) Completed stroke yaitu kelainan neurologis sudah menetap dan tidak
berkembang lagi (Ngoerah, 1991).
327.
C. Etiologi Cerebrovascular Accident (CVA)
a. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak dan leher).
b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
Hemolisis
bagian tubuh yang lain). Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia

ANEMIA
serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada
arteri yang menyuplai darah ke otak.
c. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan kedalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak).
328.
D. Manifestasi Klinis Cerebrovascular Accident (CVA)
329. Berikut adalah tabel perbedaan antara CVA infark dan CVA Bleeding :

330.Gejala
331.Infark 332.Perdarahan
(anamnesa)
333.Permulaan (awitan) 340.Sub akut/kurang 347.Sangat
mendadak akut/mendadak
334.Waktu (saat
serangan) 341.Bangun pagi/istirahat 348.Sedang aktifitas

335.Peringatan 342.+ 50% TIA 349.-

336.Nyeri Kepala 343.+/- 350.+++

337.Kejang 344.- 351.+

338.Muntah 345.- 352.+

339.Kesadaran 346.Kadang sedikit 353.+++


menurun

354.Koma/kesadaran 380.+/- 406.+++ Pola Mak


Keganasan Kanker Gg.Fungsi Ginjal Kerusakan Sumsum Tulang
menurun
381.- 407.++
355.Kaku kuduk
382.-hormon eritropoetin 408.+
Gg.produksi
Depresi sumsum tulang
356.Kernig Absorpsi Fe, B12, asam folat
383.- 409.+
357.pupil edema
Gg.Pembentukan 384.-
eritrositpembentukan 410.+
Stimulus SDM di sumsum tulang
358.Perdarahan Retina
385.hari ke-4 411. sejak awal
359.Bradikardia
386.Tanda adanya 412.Hampir selalu
360.Penyakit lain
Produksi Eritrositaterosklerosis di hypertensi,
Eritrosit tidak sempurna
retina, koroner, perifer. aterosklerosis, HHD
361.
Emboli pada ke-lainan
413.
362. Rx Kompensasi
katub, fibrilasi, bising
karotis 414.

Pembentukan eritrosit pd organ lain (hepar)

Hematomegali
363. 387. 415.

364.efektifan pola nafas


Dx: ketidak 388.- 416.+
Terjadi gangguan pada organ paru
Sesak nafas
365.Pemeriksaan: 389.+ 417.Kemungkinan D
Transpor O2
pergeseran
366.Darah pada LP 390.
glandula pineal
367.X foto Skedel 391.
418.
368. 392.Oklusi, stenosis
419.Aneurisma. AVM.
369.Angiografi 393. massa intra
hemisfer/ vaso-
370. 394.
spasme.
371. 395.Densitas berkurang
420.Massa intrakranial
372.CT Scan 396.(lesi hypodensi) densitas
bertambah.
373. 397.
421.(lesi hyperdensi)
374. 398.Crossing phenomena
422.Perdarahan retina
375.Opthalmoscope 399.Silver wire art
atau corpus vitreum

376. 400.
423.

377.Lumbal pungsi 401.Normal


424.Meningkat

Tekanan 402.Jernih
425.Merah
Warna 403.
< 250/mm3 426.
>1000/mm3
Eritrosit
404.oklusi
378.Arteriografi 427.ada shift

405.di tengah
379.EEG 428.shift midline echo

429.
E. Pemeriksaan Cerebrovascular Accident (CVA)
a. Anamnesis
430. Proses anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah
badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan
baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, sedang
bekerja, ataupun sewaktu istirahat.
b. Pemeriksaan fisik
431. Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti
tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran
penderita.Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma glasglow
agar pemantauan selanjutnya lebih mudah, tetapi seandainya penderita sadar
tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf
saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih baik atau adakah disfasia.
Jika kesadaran menurun dan nilai skala koma glasglow telah ditentukan, setelah itu
lakukan pemeriksaan refleks refleks batang otak yaitu :
Reaksi pupil terhadap cahaya.
Refleks kornea.
Refleks okulosefalik.
c. Pemeriksaan penunjang
432. Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan
neurokardiologi, pemeriksaan radiologi, penjelasanya adalah sebagai berikut :
1) Laboratorium.
Pemeriksaan darah rutin.
Pemeriksaan kimia darah lengkap.
Gula darah sewaktu.
Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif.Gula darah dapat mencapai 250 mg
dalam serum dan kemudian berangsur angsur kembali turun.
Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT/SGPT/CPK,
dan profil lipid (trigliserid, LDH-HDL kolesterol serta total lipid).
Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).
Waktu protrombin.
Kadar fibrinogen.
Viskositas plasma.
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi Homosistein.
2) Pemeriksaan neurokardiologi
433. Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan
elektrokardiografi. Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan
infark jantung, atau pada stroke dapat terjadi perubahan perubahan
elektrokardiografi sebagai akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu infark
miokard. Pemeriksaan khusus atas indikasi misalnya CK-MB follow up nya akan
memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik
mengarah kepada kemungkinan adanya potensial source of cardiac emboli
(PSCE) maka pemeriksaan echocardiografi terutama transesofagial
echocardiografi (TEE) dapat diminta untuk visualisasi emboli cardial.
3) Pemeriksaan radiologi
CT-scan otak
434. Perdarahan intraserebral dapat terlihat segera dan
pemeriksaan ini sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan
otak dan infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT-scan otak mungkin
tidak memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari hari
pertama, biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup
besar dan hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit
diidentifikasi, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk
memastikan proses patologik di batang otak.
Pemeriksaan foto thoraks.
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung.
Dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi proses
manajemen dan memperburuk prognosis.
435.
F. Penatalaksanaan
436.Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:

Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
437.Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,
438.Pengobatan Konservatif
Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
439.Pengobatan Pembedahan

440.Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :

Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka


arteri karotis di leher.
Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
441.
G. Diagnosa keperawatan yang muncul.
1. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak sekunder
terhadap perdarahan otak .
2. Intoleransi aktifitas (ADL) berhubungan dengan kehilangan kesadaran,
kelumpuhan.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
5. Kecemasan (ancaman kematian) berhubungan dengan kurang informasi
prognosis dan terapi.Kurang pengetahuan prognosis dan terapi berhubungan
dengan kurang informasi, salah interpretasi.
6. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan, penurunan
kesadaran.
7. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengankesulitan
menelan(disfagia), hemiparese dan hemiplegi.
8. Inkoninensia uri berhubungan dengan defisit neurologis.
9. Inkontinensia alfi berhubungan dengan kerusakan mobilitas dan kerusakan
neurologis.
10. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas,
parise dan paralise.
11. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan bicara
verbal atau tidak mampu komunikasi.
12. Gangguan persepsi sensori: perabaan yang berhubungan dengan penekanan
pada saraf sensori.
13. Resiko terjadinya: kekeringan kornea, Pneumonia ortostatik sekunder
kehilangan kesadaran.
442.
443.
444.
445.
446.
447. PATHWAY CEREBROVASCULAR ACCIDENT (CVA)
448.
449.
450.

451. Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

452. Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI

453. Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River

454. Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

455. NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

456. Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

457. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika

458. Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8
Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta:
EGC

459. Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.

460. Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.

461. Hudak, C.M., Gallo, B.M., 1986, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta.

462. Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni, Pendidikan
Keperawatan, Padjajaran, Bandung.

463. Lumban Tobing, S.M., 1998, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

464. Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
EGC, Jakarta.
465.

466.
467.DISPEPSIA
468.
A. Definisi Dyspepsia Syndome
469.Dispepsia adalah sekumpulan gejala yang berasal dari saluran percernaan bagian atas.
Bila berhubungan dengan makan atau minum dan diantaranya berupa rasa terbakar
pada jantung dan nyeri (biasanya asam) pada perut atas/dada bawah kembung,
anoreksia dan muntah (Davey, 2005).
B. Etiologi Dyspepsia Syndome
470.Penyebab dyspepsia adalah adanya refluk gastroesofagus, karsinoma esophagus, ulkus
gaster, karsinoma lambung dan gastritis (Davey, 2005 dan Borley, 2007).
C. Pemeriksaan Penunjang Dyspepsia Syndome
471.Pemeriksaan penunjang digunakan untuk menyingkirkan kelainan serius, terutama
kanker lambung, sekaligus menengakkan diagnosis, bila mungkin. Pemeriksaannya
sebagia berikut:
Tes darah
472. Hitung darah engkap dan laju endap darah (LED) normal membantu
menyingkirkan kelainan serius. Hasil tes serologi positif untuk Helicobacter pylori
menunjukkan ulkus peptikum namun belum menyingkirkan keganasan saluran
pencernaan (Davey, 2005).
Endoskopi
473. Tes definitif untuk esofadgitis, penyakit eptelium Barret dan ulkus
peptikum (Davey, 2005).
Ultrasonografi
474. Digunakan untuk penilaian adanya batu empedu (Borley, 2007).
D. Penatalaksanaan Dyspepsia Syndome
475.Obat-obatan yang digunakan pada dasarnya berguna untuk mengobati penyakit yang
mendasari. Obat-obatan yang digunakan untuk penyakit pada saluran pencernaan atas
yaitu (deWit, 2013)
Antasida
476. Jenis antasida diantaranya Mylanta, gelusil, amphojel dan gaviscon.
Antasida berguna untuk menetralkan asam lambung. Efek samping dari
penggunaan obat ini dapat menyebabkan diare sehingga dikonsumsi pada saat
1 jam dan 3 jam setelah makan dan saat akan tidur.
477.
Antagonis reseptor Histamin
478. Jenis obat ini diantaranya cimetidine, ranitidine, nizatidine dan famotidine.
Obat ini bekerja dengan cara menekan sekresi asam dengan cara memblok
reseptor histamine dan sel parietal di lambung. Obat jenis ini dikonsumsi
bersama dengan makanan dan saat sebelum tidur.
Penghambat pompa proton
479. Jenis obat ini diantaranya omeprazole, lansoprazole, dexansoprazole.
Jenis ini bekerja untuk menekan sekresi asam lambung. Jenis obat ini memiliki
efek samping sakit kepala, mual, muntah dan diare.
E. Asuhan Keperawatan Dispepsia
Pengkajian
Anamnesa faktor risiko
480. Pada saat anamnesis dapat dikaji mengenai faktor gaya hidup
(rokok, alcohol, berat badan, stress) relevan dengan terjadinya refluks.
Insidensi kanker meningkat dengan bertambahnya usia dan signifikan
hanya pada usia > 45 tahun. Adanya disfagia dan penurunan berat badan
merupakan indikasi untuk dilakukannya pemeriksaan penunjang (Davey,
2005).
Pemeriksaan fisik
481. Biasanya ditemukan nyeri epigastrik dan juga tanda-tanda
neoplasia (penurunan berat badan, pembesaran kelenjar getah bening,
massa abdomen) (Davey, 2005).
Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada gastrointestinal
Mual berhungan dengan iritasi gastrointestinal
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
volume cairan aktif (muntah)
Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan muntah
(Hermad, 2014).
482.
483.
484.
485.
486.
487.
488.DAFTAR PUSTAKA
489. Borley, NR. dan Grace, PA. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit
Erlangga
490. Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga
491. DeWitt, SC. dan Kumagai, C. 2013. Medical-Surgical Nursing Concepts & Practice 2 nd
Edition. Saunders
492. Hermad, TH. 2013. NANDA International Inc. Nursing Diagnoses: Definitions &
Clssifications 2015-2017 10th Edition. NANDA International
493.
494.
495.
496.
497.

498.

499.

500.
501.HEMATEMESIS MELENA

A. Definisi Hematemesis Melena

502. Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh


penyakit saluran cerna bagian atas dan melena adalah pengeluarn feses atau tinja yang
berwarna hitam per rektal yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh
perdarahan ususu proksimal (Pierce A. Grace & Neil R Borley, 2006).
503. Hematesis melena merupakan suatu perdarahan saluran cerna bagian
atas (SCBA) yang termasuk dalam keadaan gawat darurat yang dapat terjadi karena
pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, atau ulkus peptikum. (Arief Mansjoer, 2000)
504.
B. Etiologi Hematemesis Melena
505. Hemtemesis biasanya disebabkan oleh lesi yang berada diproksimal
sambunan duodeno-jejenum. Melena dapat disebabkan oleh lesi dimanapun dari esopagus
sampai kolon (lesi saluran cerna atas dapat menyebabakan perdarahan per rektal nyata)
(Pierce A. Grace & Neil R Borley, 2006).
506. Berikut adalah penyebab tersering hematemesis melena:

507.
508.Gambar 1. Penyebab tersering hematemesis melena
509.
C. Manifestasi Klinis Hematemesis Melena
a. Muntah darah (hematemesis)
b. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
c. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
d. Denyut nadi yang cepat, TD rendah
e. Akral teraba dingin dan basah
f. Nyeri perut
g. Nafsu makan menurun
h. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya
anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.
510.
D. Pemeriksaan Penunjang Hematemesis Melena
a. DPL(Diagnostic Peritoneal Lavage) : karsinoma, esophagitis refluks
b. Tes fungsi hati : penyakit hati ( varises)
c. Tes pembekuan darah : alkohol, diathesis, perdarahan
d. EDG(Esophagogastroduodenoscopy): pilihan utama pemeriksaan penunjang.
Akurasi diagnosis tinggi, juga dapat sebagai terapi (varises:injeksi, ulkus
:injeksi/katerisasi)
e. Angiografi : penyebab yang berasal duodenum jarang, untuk perdarahan rekuren
yang tidak jelas
f. Barium meal (menelan barium) yang follow through (mengikuti) : berguna bagi
pasien yang tidak siap untuk EGD (penyakit pernafasan) dan lesi jejenum proksimal
(Pierce A. Grace & Neil R Borley, 2006).
511.
E. Penatalaksanaaan Hematemesis Melena (Pierce A. Grace & Neil R Borley, 2006).
512. Resusistasi
513.
514.
515. Perdarahan minor Perdarahan
mayor
516.
517.
518. Observasi EGD elektif Lanjutkan resusitasi,
EGD segera
519. Pantau hemoglobin dan keseimbangan cairan
520.
521. Ulkus peptikum Varises
Gastritis
522.
523.
524.
525. Terapi endoskopi Terapi endoskopi Terapi PPI i.v
526. Perdarahan ulang Terapi Selang Pemberian makan
527. atau resiko tinggi: Sengstaken dini
528. pembedahan Pembedahan
F. Komplikasi Hematemesis Melena
a. Syok hipovolemik
b. Gagal Ginjal Akut
c. Penurunan kesadaran
d. Ensefalopati
529.
G. Asuhan Keperawatan Hematemesis Melena
530. 1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
531.Gejala: Kelemahan, kelelahan.
532. Tanda: Takikardia, takipnea/hiperventilasi (respons terhadap aktivitas).
b. Sirkulasi
533.Gejala: Hipotensi (termasuk postural), takikardia, disritmia(hipovolemia, hipoksemia),
kelemahan/nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat/perlahan (vasokontriksi), warna
kulit: Pucat, sianosis, (tergantung pada jumlah kehilangan darah, kelembaban
kulit/membrane mukosa: berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut, respon
psikologik).
c. Integritas Ego
534. Gejala: Faktor stress akut atau kronis (keuangan, keluarga, kerja), perasaan
tidak berdaya. Tanda :Tanda ansietas, misalnya gelisah, pucat, berkeringat,perhatian
menyempit, gemetar, suara gemetar.
d. Eliminasi
535. Gejala : Riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan GI
atau masalah yang berhubungan dengan GI, misalnya luka peptic/gaster, gastritis,
bedah gaster, radiasi area gaster, perubahan pola defekasi/ karakteristik feses.
Tanda: Nyeri tekan abdomen; distensi, bunyi usus: sering hiperaktif selama perdarahan,
hipoaktif setelah perdarahan, karakter feses: diare, darah warna gelap, kecoklatan, atau
kadang-kadang merah cerah,berbusa, bau busuk , konstipasi dapat terjadi (perubahan
diet, penggunaan antasida), haluaran urine: menurun, pekat.
e. Makanan/Cairan
536.Gejala:Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik
bagian luar sehubungan dengan lukaduodenal),masalah menelan; cegukan, nyeri ulu
hati, sendawa bau asam, mual/muntah, tidak toleran terhadap makanan, contoh
makanan pedas, coklat; diet khusus untuk penyakit ulkus sebelumnya, penurunan berat
badan. Tanda: Muntah: Warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan
darah, membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk
(perdarahan kronis), berat jenis urin meningkat.
f. Neurosensori
537. Gejala: Rasa berdenyut, pusing/sakit kepala karena sinar, kelemahan, status
mental: tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur,
disorientasi/bingung, sampai pingsan dan koma (tergantung pada volume
sirkulasi/oksigenasi).
g. Nyeri/Kenyamanan
538.Gejala: Nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar,perih; nyeri hebat
tiba-tiba dapat disertai perforasi, rasa ketidaknyamanan/distress samar-samar setelah
makan banyak dan hilang dengan makan (gastritis akut), nyeri epigastrium kiri
sampai tengah/atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam setelah makan dan hilang
dengan antasida (ulkus gaster), nyeri epigastrium terlokalisir di kanan terjadi kurang lebih
4 jam setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida
(ulkus duodenal), tak ada nyeri (varises esophageal atau gastritis), faktor pencetus:
makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obat tertentu (salisilat, reserpin, antibiotic,
ibuprofen), stressor psikologis.Tanda: Wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit,
pucat, berkeringat, perhatian menyempit.
h. Keamanan
539.Gejala: Alergi terhadap obat/sensitive, misalnya ASA. Tanda:Peningkatan suhu, spider
angioma, eritema palmar (menunjukkan sirosis/hipertensi portal).
540.
541. 2. Diagnosa Keperawatan Hematemesis Melena
a. Kekurangan volume cairan sehubungan dengan perdarahan (kehilangan secara
aktif)
b. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan gastrointestinal
c. Mual berhubungan dengan iritasi gastrointestinal
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
542.
543.
544.
545.Patofisiologi Hematemesis Melena
Faktor Risiko
546.

547.
Faktor pembuluh darah Faktor Trombosit Faktor Kekurangan zat bekuan
548. (Vaskulopathy) (Thrombopathy) darah (Coagulopathy)

549. Teori erosi Teori erupsi ITP Hemofilia, sirosis hati


550.
Pecahnya pembuluh Tekanan vena
darah karena erosi porta yang
551.
dari zat makanan terlalu tinggi
kasar
552.
Tukak peptik, pecahnya varises esofagus Hematemesis Melena
553.

554. Pembentukan nodul-nodul parenkim hati

555. Peningkatan jumlah sel-sel hati yg


progresif, meluasnya jaringan fibrosis
556.

557. Proses regenerasi sel hati dalam


bentuk yang terganggu
558.

559.

560.
Proses regenerasi sel hati dalam
bentuk yang terganggu
561.

562. Kerusakan pembuluh Sindrom kegagalan


darah intra hepatik fungsi hati
563.

564.
Tekanan aliran
Ikterus, disfungsi Asites Anoreksia
darah meningkat
565. sistem saraf pusat

566. Berat badan turun


Tekanan portal hepatik Kelebihan
meningkat yg sifatnya menetap volume cairan
567.
Ketidakseimbangan nutrisi
568. Sesak nafas kurang dari kebutuhan
Hipertensi Portal tubuh
569. Ketidakefektifan
570. Varises esofagus, lambung, pola nafas
571. pembesaran limfe, asites
572. Hematemesis
Pembuluh Perdarahan
573. rupture dilambung melena
574.
575.
Hb menurun Mual, muntah, anoreksia Anemia
576.
577.
Plasma darah menurun Ketidakseimbangan Kelemahan badan
578.
nutrisi kurang dari
579. kebutuhan tubuh
Risiko syok hipovolemik Tidak mampu melakukan ADL

Kekurangan volume Intoleransi


Defisit Perawatan diri
cairan aktivitas
580.
581.
582.
583.
584.DAFTAR PUSTAKA
585. Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta:
Media. Aesculapius.
586. Pierce A. Grace & Neil R Borley (2006). Al a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga.
Jakarta : Erlangga
587.

Anda mungkin juga menyukai